[case] dhf - scherlly

46
PRESENTASI KASUS DEMAM DENGUE DISUSUN OLEH SCHERLLY REVIANA 030.11.269 Pembimbing Dr. Paulus, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSAL DR.MINTOHARDJO

Upload: jemima

Post on 09-Feb-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dhf-scherlly

TRANSCRIPT

Page 1: [Case] Dhf - Scherlly

PRESENTASI KASUS

DEMAM DENGUE

DISUSUN OLEH

SCHERLLY REVIANA

030.11.269

Pembimbing

Dr. Paulus, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSAL DR.MINTOHARDJO

PERIODE 10 AGUSTUS 2015-17 OKTOBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 2: [Case] Dhf - Scherlly

DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 2

BAB II................................................................................................................................. 3

BAB III ............................................................................................................................... 12

BAB IV ............................................................................................................................... 13

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 28

1

Page 3: [Case] Dhf - Scherlly

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue/DD (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan syok.1

Penatalaksanaan DBD adalah dengan memberikan terapi simptomatis, suportif dan

memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal

dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur.

Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan

cairan dan elektrolit karena terjadi kebocoran plasma.2

Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis, dan

pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan

efisien.

2

Page 4: [Case] Dhf - Scherlly

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Alamat : Petamburan RT 010/08 Tanah Abang, Jakarta

Pekerjaan : -

Status perkawinan : Belum menikah

Tanggal MRS : 28 Agustus 2015

2.2 Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 12.50

Keluhan utama

Demam sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang

Os datang dengan keluhan demam sejak 9 hari SMRS. Demam yang dirasakan naik turun,

paling tinggi saat sore hari. Keluhan disertai menggigil pada malam hari, nyeri kepala, nyeri

ulu hati, nyeri menelan, nafsu makan menurun, batuk berdahak, nyeri pada persendian dan

BAB cair berwarna hitam, sehari kurang lebih 4 kali. Keluhan mual, muntah, sesak, pilek,

mimisan dan gusi berdarah disangkal. Sebelumnya os sudah berobat ke puskesmas dan diberi

obat, namun tidak ada perbaikan.

Riwayat penyakit dahulu

Os pernah mengalami demam tifoid sebelumnya yaitu saat kelas 1 SMP. Riwayat sakit TB

saat masih SMP, putus obat setelah 1 bulang mengkonsumsi OAT.Os tidak memiliki riwayat

penyakit maag, hipertensi, dan diabetes mellitus.

Riwayat penyakit keluarga

Di keluarga os tidak ada yang mengalami gejala serupa

3

Page 5: [Case] Dhf - Scherlly

Riwayat pengobatan

Dari puskesmas os sudah diberikan obat penurun panas namun tidak ada perubahan sehingga

dirujuk ke RSAL.

Riwayat kebiasaan

Os minum air mineral kurang lebih 1 botol sedang (600cc) perharinya. Os merokok satu

bungkus perhari namun berhenti sementara sejak sakit ini. Os jarang mengkonsumsi kopi,

soda dan gorengan.

2.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan sakit : Sakit sedang

Tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 96 x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual

Pernapasan : 23x/menit, reguler, tipe abdominotorakal

Suhu : 38,6o

Status generalis

Kepala : Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi konjungtiva (+/+), pupil

bulat isokor Ø 3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah

baik.

Hidung : Sekret (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : Serumen (-), liang telinga lapang (+), dan nyeri tekan (-)

Mulut : Sianosis (-), bibir pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), tepi lidah

hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak membesar,

JVP 5+1 cmH2O

4

Page 6: [Case] Dhf - Scherlly

Thoraks

Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-),

sianosis (-), ptechiae (+), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan

simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal

Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang

tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada maupun

punggung

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3

hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan jantung

kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan suara

redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang,

ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada yang terttinggal

Auskultasi : Bising usus 4x/menit

Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri

tekan (-), nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy

sign (-), ballotement (-), undulasi (-)

Ekstremitas

Atas : Akral teraba hangat, sianosis (-), pucat (-), CRT < 2 detik, edema (-/-),

petekie (+/+), RL (-)

Bawah : Akral teraba hangat, sianosis (-), pucat (-), CRT < 2 detik, edema (-/-),

petekie (+/+)

5

Page 7: [Case] Dhf - Scherlly

2.4 Pemeriksaan penunjang

Parameter Hasil

28/8/15

Hasil

29/8/15

Hasil

30/8/15

Hasil

31/8/15Nilai normal

Hemoglobin 13,9 12,7 13,9 12,8 14,0-16,0 g/dl

Hematokrit 39 37 40 37,4 42,0-48,0 %

Leukosit 10,5 8,8 2,73 15,2 5,0-10,0 x 103/ul

Trombosit 97 51 53 102 150-450 x 103/ul

Widal (Puskesmas Tanah Abang)

S. Typhi O : (-)

S. Paratyphi O : (-)

S. Paratyphi BO : 1/160

S. Paratyphi CO : (-)

S. Typhi H : (-)

S. Paratyphi AH : (-)

S. Paratyphi BH : (-)

S. Paratyphi CH : (-)

2.5 Diagnosis kerja

Obs. Febris ec susp. DHF

Diagnosis banding

Demam tifoid

2.6 Rencana pemeriksaan

NS 1

2.7 Penatalaksanaan

Non farmakologis

Diet TKTP

Asupan cairan oral yang cukup

Monitoring H2TL per 24 jam

Farmakologis

IVFD ringer laktat 40 tetes per menit

Inj Ranitidine 2x1 amp

6

Page 8: [Case] Dhf - Scherlly

2.8 Prognosis

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam

Ad sanasionam : Bonam

2.9 Follow up

Hari Ke-I (Jumat, 28 Agustus 2015)

Subyektif Os mengeluh demam, menggigil pada malam hari, nyeri kepala, nyeri ulu hati, nyeri menelan, nafsu makan menurun, batuk berdahak, nyeri pada persendian dan BAB cair berwarna hitam, sehari kurang lebih 4 kali.

Objektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :

BP 110/70mmHg; HR 96 x/m; RR 23x/m; T 38,6oC

Kepala :

Normocephali, CA -/-, SI -/-, Injeksi konjungtiva +/+

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :

KGB tidak teraba membesar

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru, suara nafas vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop –

Abdomen :Datar, supel, BU +, shifting dullness (-), NT epigastrium (+)

Extermitas :Hangat ++/++, oedema --/--, Ptekie (+), RL (-)

Analisa Dengue fever, dd/ demam tifoid

Planning - IVFD RL 40 tpm

- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

7

Page 9: [Case] Dhf - Scherlly

Hasil pemeriksaan lab 28/08/15:

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 13,9 13,0-18,0 g/dl

Leukosit 10,5 5,0-10,0 x103/µL

Trombosit 97 150-440 x103/µL

Hematokrit 39 40,0-52,0 %

Hari Ke-II (Sabtu, 29 Agustus 2015)

Subyektif Os mengeluh demam, lemas, pusing, BAB cair item

Objektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :

BP 90/60mmHg; HR 96 x/m; RR 24x/m; T 39oC

Kepala :

Normocephali, CA -/-, SI -/-, Injeksi konjungtiva +/+

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :

KGB TTM

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru, suara nafas vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop –

Abdomen :Datar, supel, BU +, shifting dullness (-), NT epigastrium (+)

Extermitas :Hangat ++/++, oedema --/--, Ptekie (+)

Analisa DF

Planning - IVFD RL 20 tpm

8

Page 10: [Case] Dhf - Scherlly

- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

- Imboost F 2x1

Hasil pemeriksaan lab 29/08/15:

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 12,7 g/dl 13,0-18,0 g/dl

Leukosit 8,8 x103/µL 5,0-10,0 x103/µL

Trombosit 51 x 103/µL 150-440 x103/µL

Hematokrit 37 % 40,0-52,0 %

Hari Ke-III (Minggu, 30 Agustus 2015)

Subyektif Demam (+), pusing (+), lemas (+)

Objektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :

BP 100/70mmHg; HR 90 x/m; RR 20x/m; T 36,4oC

Kepala :

Normocephali, CA -/-, SI -/-

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :

KGB TTM

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru, suara nafas vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop –

Abdomen :Datar, supel, BU +, shifting dullness (-), NT epigastrium (+)

9

Page 11: [Case] Dhf - Scherlly

Extermitas :Hangat ++/++, oedema --/--, Ptekie (+)

Analisa DF

Planning - IVFD RL 40 tpm

- Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr

- Inj. Dexamethason 3 x 1

- Inj. Omeprazole 1 x 1

Hasil pemeriksaan lab 30/08/15:

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 13,9 g/dl 13,0-18,0 g/dl

Leukosit 8,8 x103/µL 5,0-10,0 x103/µL

Trombosit 53 x103/µL 150-440 x103/µL

Hematokrit 40 % 40,0-52,0 %

Hari Ke-IV (Senin, 31 Agustus 2015)

Subyektif Pusing (+), lemas (+), batuk berdahak (+), mual muntah (-)

Objektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :

BP 100/60mmHg; HR 84x/m; RR 20x/m; T 36,4oC

Kepala :

Normocephali, CA -/-, SI -/-, injeksi konjungtiva -/-

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :

KGB TTM

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru, suara nafas vesikular +/+, Rhonchi -/-,

10

Page 12: [Case] Dhf - Scherlly

Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop –

Abdomen :Datar, supel, BU +, shifting dullness (-), NT epigastrium (+)

Extermitas :Hangat ++/++, oedema --/--, Ptekie (+)

Analisa DF

Planning - IVFD RL 40 tpm

- Inj. Ranitidine 2 x 1

- Paracetamoll 3 x 1 tab

Hasil pemeriksaan lab 31/08/15:

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 12,8 g/dl 13,0-18,0 g/dl

Leukosit 15,2 x103/µL 5,0-10,0 x103/µL

Trombosit 102 x 103/µL 150-440 x103/µL

Hematokrit 37,4 % 40,0-52,0 %

RESUME

Os datang dengan keluhan demam sejak 9 hari SMRS. Demam yang dirasakan naik turun,

paling tinggi saat sore hari. Keluhan disertai menggigil pada malam hari, nyeri kepala, nyeri

ulu hati, nyeri menelan, nafsu makan menurun, batuk berdahak, nyeri pada persendian dan

BAB cair berwarna hitam, sehari kurang lebih 4 kali. Keluhan mual, muntah, sesak, pilek,

mimisan dan gusi berdarah disangkal. Sebelumnya os sudah berobat ke puskesmas dan diberi

obat, namun tidak ada perbaikan. Semua pemeriksaan fisik menunjukkan hasil normal. Hasil

laboratorium menunjukkan trombositopenia.

BAB III

11

Page 13: [Case] Dhf - Scherlly

ANALISIS KASUS

Keluhan utama pasien adalah demam sejak 9 hari SMRS. Demam yang dirasakan

naik turun, paling tinggi saat sore hari. Keluhan disertai menggigil pada malam hari, nyeri

kepala, nyeri ulu hati, nyeri menelan, nafsu makan menurun, batuk berdahak, nyeri pada

persendian dan BAB cair berwarna hitam, sehari kurang lebih 4 kali. Keluhan mual, muntah,

sesak, pilek, mimisan dan gusi berdarah disangkal. Demam dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Manifestasi klinis

penderita demam dengue biasanya timbul demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai dengan

gejala mialgia, artralgia, dan sakit kepala. Pada kasus ini juga ditemukan nyeri ulu hati yang

disebabkan akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang berkembang di dalam

peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag, dimana akan terjadi viremia (sebelum timbul

gejala). Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper

dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi

sel T sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus dan mengaktifkan

sel B yang akan melepas antibodi. Proses tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator

inflamasi yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,

malaise dan gejala lainnya. Pada saat ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti

ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan

perdarahan gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena pengaktifan mediator inflamasi

tersebut juga akan menyebabkan destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit sehingga

menyebabkan timbulnya trombositopenia. Setelah fase demam tinggi, akan terjadi penurunan

suhu tubuh yang disertai kenaikan permeabilitas kapiler akibat dari disfungsi sel endotel yang

disebabkan oleh pengaktifan mediator inflamasi terserbut juga, sehingga akan terjadi

kebocoran plasma dan hemokonsentrasi yang ditandai dengan kenaikan hematokrit. Pada saat

ini juga dapat terjadi fase syok, jika tidak mendapat terapi secara adekuat. Pada kasus ini,

walaupun terdapat trombositopenia tetapi perdarahan spontan dan masif tidak terjadi, serta

walaupun terjadi peningkatan hematokrit tetapi tidak menyebabkan kebocoran plasma yang

membuat terjadinya syok.

BAB IV

12

Page 14: [Case] Dhf - Scherlly

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik.1

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengn berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demma berdarah dengue. Keempat serotype

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.1

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat, dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan

pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun

1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama

A. aegypti and A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang

berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus

dengue yaitu: 1). Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor

di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu: terdapatnya

penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi, dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis

kelamin; 3). Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.1

Patogenesis

13

Page 15: [Case] Dhf - Scherlly

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesisnya adalah : a).

respons humoral berupa pembentukkan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi

antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus

pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement

(ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi

IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus

dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan

replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen

oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus

dengue dengan tipe yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi

sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan

peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag

yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan

aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehnigga diproduksu limfokin dan interferin

gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai

mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan

histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran

plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-

antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalu mekanisme : 1). supresi

sumsum tulang, dan 2). destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit. Gambaran

sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukakn keadaan hiposelular

dan supresi megakariosit. Setelah keadaan ini tercapai akan terjadi peningkatan

14

Page 16: [Case] Dhf - Scherlly

proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah

pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan

terhadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan

trombositoopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,

terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan

sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalu mekanisme gangguan

pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulun dan PF4 yang merupakan

penanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian meninjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

koagulasi pada demam berdarah terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor

pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak

melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).3

Patofisiologi

15

Page 17: [Case] Dhf - Scherlly

Gambaran klinis

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase

pemulihan.

Pada fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri

seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri

tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat

pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat

pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis

Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan

permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24

– 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan

hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.

Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke

intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita

membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.4

16

Page 18: [Case] Dhf - Scherlly

Diagnosis

Demam dengue

Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Mialgia/artralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

Leukopenia

Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang

sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis demam berdarah dengue (DBD)

ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tesering perdarahan gusi atau epistaksis), atau perdarahan dari

tempat lain.

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia.1

Diagnosis banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan

demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis.

17

Page 19: [Case] Dhf - Scherlly

Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan

standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.1

Derajat penyakit infeksi virus dengue

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah

uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun

(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,

tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.1

4 derajat tersebut dapat dilihat pada gambar:

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi

derajat penyakit:1

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau

lebih tanda: sakit kepala,

nyeri retro-orbital,

Leukopenia

Trombositopenia,

tidak ditemukan

Serologi

Dengue

Positif

18

Page 20: [Case] Dhf - Scherlly

mialgia, artralgia bukti kebocoran

plasma

DBD I Gejala di atas ditambah

uji bendung positif

Trombositopenia

(<100.000/µl), bukti ada

kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas ditambah

perdarahan spontan

Trombositopenia

(<100.000/µl), bukti ada

kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas ditambah

kegagalan sirkulasi (kulit

dingin dan lembab serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000/µl), bukti ada

kebocoran plasma

DBD IV Syok berat disertai

dengan tekanan darah

dan nadi tidak terukur

Trombositopenia

(<100.000/µl), bukti ada

kebocoran plasma

Kriteria Laboratoris

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam berdarah

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfoit plasma

biru. Diganosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi

adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM, maupun IgG lebih

banyak digunakan. Parameter laboratoris yang diperiksa anatara lain:

Lekosit

Awal penyakit biasanya normal/menurun, dominasi oleh netrofil. Mulai hari ketiga dapat

ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru

(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Ditemukan

lekositosis > 10.000 mungkin karena infeksi sekunder. Mengingatakan bahaya yang

ditimbulkan adanya infeksi Dengue maka berbagai teknologi dikembangkan untuk dapat

mendeteksi infeksi virus dengue secara dini dengan sensitivitas dan Spesivisitas yang lebih

baik, mengingat bahaya komplikasi yang akan ditimbulkan.

19

Page 21: [Case] Dhf - Scherlly

Trombosit

Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) (karena terjadinya agregasi Trombosit, pembekuan

darah akibat kerusakan endotel juga akibat tertekannya fungsi megakaryosit (sel yang kelak

pecah dan menjadi trombosit) serta destruksi trombosit yang matur (dewasa/matang).

Biasanya terjadi pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%), tanda meningkatnya permeabilitas dinding

kapiler. Permeabilitas adalah kemampuan suatu membran dalam hal ini dinding pembuluh

darah untuk melewatkan bahan-bahan tertentu. Untuk menilai tingkat kekentalan darah,

menunjukkan darah semakin mengental akibat plasma darah merembes ke luar dari sistem

sirkulasi. Umumnya terjadi pada hari ke-3 demam.

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang

dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

SGOT/SGPT

Enzym-enzym hati pada kasus infeksi sekunder dengue (DHF) cenderung menunjukkan

adanya kenaikan seperti SGOT (AST) dan SGPT (ALT). Kenaikan kadar ini kadang juga

dapat dipakai untuk membedakan apakah infeksinya termasuk DF atau DHF. Hal ini

disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel karena terjadinya perdarahan kecil dalam hati.

Dalam perkembangan diagnostik sampai saat ini di samping dengan menilai gejala-gejalanya,

juga pemeriksaan laboratorium akan sangat membantu untuk menegakkan diagnostik

penyakit DHF. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana bisa menegakkan diagnosis

sedini mungkin, sehingga pengobatan secara adekwat dapat segera diberikan.

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan5

20

Page 22: [Case] Dhf - Scherlly

Pemeriksaan penunjang

NS1 (Non Structural 1)

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviridae. Flavivirus merupakan virus

yang diselubungi amplop dan mempunyai RNA rantai tunggal. Genom RNA diperkirakan

berukuran 11 kb dan mengode tiga protein structural, yaitu C (core protein), M (membrane

protein), dan E (envelope protein). Selain protein structural, ada juga protein nonstructural

(NS) yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5. Protein virus non-struktural 1

(NS1) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus dan juga disekresikan

oleh sel mamalia. NS1 menimbulkan respon humoral yang sangat kuat.1,2 NS1 adalah

glikoprotein yang tampaknya berperan penting bagi viabilitas virus namun aktivitas

biologisnya belum dapat dipastikan. NS1 diproduksi dalam bentuk membrane terasosiasi dan

bentuk sekresi. ELISA untuk memeriksa antigen NS1 menunjukkan bahwa antigen ini

muncul dengan konsentrasi tinggi dalam serum pasien terinfeksi dengue pada fase awal

penyakit.6,7

Alcon et al. (2002) melaporkan bahwa antigen NS1 ditemukan bersirkulasi sejak hari pertama

onset demam hingga hari ke-9, level antigen NS1 berkisar 0.04 - 2 μg/ml pada sampel serum

fase akut (dari hari ke-0 sampai 7), dan level antigen NS1 untuk sampel serum pada fase

konvalesen (hari ke-8 dan setelahnya) adalah 0.04 μg/ml. Pada infeksi sekunder, antigen NS1

berkisar antara 0.01 - 2 μg/ml dan tidak dapat dideteksi pada serum fase konvalesen.6

Berdasarkan penelitian dari Suwandono, et al., di Indonesia, yang membandingkan nilai

diagnostik trombosit, leukosit, antigen NS1 dan antibodi IgM antidengue, ternyata antigen

NS1 mulai terdeteksi sejak hari pertama panas. Meskipun sensitivitasnya tidak terlalu tinggi,

NS1 lebih baik dibandingkan dengan sensitivitas IgM. Antibodi IgM mulai terdeteksi pada

hari ke-3 panas dan sensitivitasnya naik hingga mencapai 100% pada specimen hari ke-6 dan

7. Sementara itu sensitivitas antigen NS1 tidak pernah mencapai 70%. Spesifitas NS1 dan

IgM sejak hari pertama awitan sama-sama tinggi yaitu mencapai 100%.4 Untuk diagnosis dini

sejak hari pertama sampai ketiga panas, NS1 menunjukkan sensitivitas yang paling baik,

namun spesimen yang diambil pada hari-hari selanjutnya, sensitivitas NS1 mengalami

penurunan. Rendahnya angka sensitivitas NS1, meskipun spesifitasnya 100% disebabkan

oleh tingginya angka infeksi dengue sekunder atau bahkan tersier di daerah hiperendemik

seperti di Indonesia, yaitu kompleks imun yang terjadi akan mengurangi sensitivitas.8

21

Page 23: [Case] Dhf - Scherlly

Dengue Blot IgG dan IgM

Tes serologi lainnya adalah dengue blot IgG dan IgM. Dengue blot IgG masih banyak

kelemahannya. Sensitivitas pada infeksi sekunder tinggi, tetapi pada infeksi primer sangat

rendah. Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue. Tetapi bisa juga

dibaca sebagai pernah terkena infeksi virus dengue. Untuk IgM sensitivitasnya lebih baik,

khususnya untuk infeksi primer dengue. Sayang harganya relatif lebih mahal. Tes ini

merupakan pemeriksaan kualitatif dengan mempergunakan metode enzyme immunoassay.

Dengan tes ini, antibodi IgM baru dapat diketahui setelah hari ke 3-5 infeksi dengue.

Tes lainnya yang beredar adalah Dengue IgG dan IgM Capture ELISA (Enzymelinked

Immunosorbent Assay). Pemeriksaan ini memerlukan waktu 90 menit untuk IgM dan 60

menit untuk IgG. Hasilnya dapat keluar sebagai kadar dari IgG dan IgM (kuantitatif).

Antibodi IgM akan muncul 2 sampai 6 hari setelah dimulainya gejala, sedangkan IgG setelah

6 hari. IgG akan meningkat secara perlahan dalam beberapa minggu. Ini umumnya yang

terjadi pada infeksi primer dengue. Pada infeksi sekunder dengue, kadar IgM kadang-kadang

bisa lebih rendah atau sulit terdeteksi sehingga dalam keadaan ini deteksi IgG menjadi sangat

penting. Kadar antibodi IgG akan cepat meningkat karena telah adanya memori antigen

dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang

setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer, IgG mulai tedeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG akan terdeteksi pada hari ke-2.

Pemeriksaan Rumple leed test

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara mengenakan

pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding

kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari

dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga

nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit (petechiae). Pemeriksaan

dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai

tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik. Pertahankan tekanan itu selama

10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap

lagi. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat

lagi warna kulit lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul dalam

lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika

terdapat lebih dari 10 petechiae dalam lingkaran tadi.5

22

Page 24: [Case] Dhf - Scherlly

Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama ada hemitoraks kanan tetapi bila terjadi

perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan

foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubius kanan. Ascites dan efusi pleura

dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar

4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seerti: nyeri kepala,

nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.9

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama

adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan

tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien

harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu

dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah

dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.10

Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai penunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit

Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya

(dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan

penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dianjurkan untuk

dirawat.

23

Page 25: [Case] Dhf - Scherlly

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di

ruang gawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 x (55 – 20)} = 2200 ml.

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap

seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%.

Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan

kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian

cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi

nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi

menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan

tetapmenunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat

dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7

ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi

24

Page 26: [Case] Dhf - Scherlly

meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus

menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan

pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurang

menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah

cairan infuse dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi

menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan

protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka

pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada dewasa

Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan

saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan

jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.

25

Page 27: [Case] Dhf - Scherlly

Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering

mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostasis harus segera

dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan

tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfusi komponen darah

diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor

pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari

10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan

spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm

disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama

yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu

penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian

sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa

renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan

pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya

kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang

tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain

resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan pemeriksaan

yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),

hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan

kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan

dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan

darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi

kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan

kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7

ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan

menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan tanda-

tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan per

26

Page 28: [Case] Dhf - Scherlly

infus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami

ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus

diberikan maka keadaan hipervolemi, edema parau atau gagal jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan

terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses

patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20%

saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena

untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan

tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung

dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik,

serta jumlah dieresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar

hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan

perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka

pemberian cairan kristaloid dpaat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan

kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka

perhatikan nilai hematokrit. BIla nilai hematokrit meningkat berarti pembesaran

plasma masih berlangsung maka pemberian cairan kristaloid merupakan pilihan,

tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding)

maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai

kebutuhan Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-

sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan

cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum

teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena

sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB

(maksimal 1-1,5 µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH20. Bila

keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap

gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila

tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum

teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

27

Page 29: [Case] Dhf - Scherlly

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.

Dalam: Sudoyo, A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9.

2. Soegijanto S, 2004. Demam berdarah dengue. Airlangga University

Press Surabaya. Hal 99.

3. Saleha Sungkar Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dalam: Andi A

(Editor). Demam Berdarah Dengue. Edisi 5. Jakarta: Penerbitan Ikatan Dokter

Indonesia; 2002 .p. 31-43

4. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W. I., Setiowulan W. Kapita

Selekta Kedokteran. Jil 1. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI: 2001. P 428-

9.

5. Moore suzanne. Dengue fever. available at :

http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a0199. accesed on :

August 20, 2015. updated on : october 23 2009

6. Alcon, S., et al. 2002. Enzymelinked immunosorbent assay specific to dengue virus

type 1 nonstructural protein NS1 reveals circulation of the antigen in the blood during

the acute phase of disease in patients experiencing primary or secondary infections. J.

Clin. Microbiol. [cited 2012 Jan 11]; 40:376-81.

7. Dussart, P., Labeau, B., Lagathu, G., Louis, P., et al. 2006. Evaluation of an Enzyme

Immunoassay for Detection of Dengue Virus NS1 Antigen in Human Serum. Clin

Vaccine Immunol. 13 (11):[1185-9].

8. Suwandono A, Nurhayati PI, Rudiman PIF, Wisaksana R, Kosasih H. 2011.

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM

Antidengue. J Indon Med Assoc. 61 (8): 326-31.Saleha Sungkar Pemberantasan

Demam Berdarah Dengue. Dalam: Andi A

(Editor). Demam Berdarah Dengue. Edisi 5. Jakarta: Penerbitan Ikatan Dokter

Indonesia; 2002 .p. 31-43

9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di

sarana pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34

10. Tierney L. M., McPhee S. J., PapadakisM. A. 2006 Current Medical Diagnosis

and Treatment. 45th ed. New York: The McGraw Hill’s Company: 2006. P 1377.

28