referat dhf

55
REFERAT DEMAM BERDARAH DENGUE Disusun oleh : I Gede Patria D 030.06.114 Novianti Anggie L 030.05.158 Pembimbing : dr. Ifael Yerosias M, Sp.PD KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: yuliazra-arsyad

Post on 15-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dhf

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT DHF

REFERATDEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh :

I Gede Patria D 030.06.114Novianti Anggie L 030.05.158

Pembimbing :

dr. Ifael Yerosias M, Sp.PD

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA2011

1

Page 2: REFERAT DHF

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “ Demam

Berdarah Dengue” ini.

Referat ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas kepaniteraan klinik di SMF

Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ifael Yerosias M, SpPD selaku dokter

pembimbing, serta tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat

yang ikut membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian case ini.

Hormat kami

Jakarta 15 Februari 2010

Penulis

2

Page 3: REFERAT DHF

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan 1

Bab II Demam Berdarah Dengue

Epidemiologi 3

Patofisiologi 5

Patogenesis 8

Diagnosis 13

Manifestasi klinis 15

Pemeriksaan penunjang 17

Diagnosis banding 20

Penatalaksanaan 20

Komplikasi 29

Pencegahan 30

Daftar Pustaka 33

3

Page 4: REFERAT DHF

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan

di kota Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu penyakit ini menjadi salah satu

penyakit endemis di Indonesia. Selama kurun waktu 1968 sampai 1993 setiap tahun rata-

rata 18.000 orang dirawat di rumah sakit dan 700-750 orang meninggal dunia karena

terserang penyakit tersebut (Depkes RI, 1997). Pada tahun 1998 kasus DBD cenderung

mengalami peningkatan, hal ini terlihat dengan tingginya Insiden Rate (IR) sebesar

35,19/100.000 penduduk. Kemudian pada tahun 1999 angka IR menurun tajam sebesar

10,17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR meningkat menjadi 15,99 % pada tahun

2000, 21,66 % pada tahun 2001, 19,24 % pada tahun 2002 dan 23,87 % pada tahun 2003.

Pada awalnya penyakit DBD hanya menyerang daerah perkotaan yang

berpenduduk padat saja seperti kota Jakarta dan Surabaya, kemudian penyebarannya

berlanjut ke kota-kota lain seperti Semarang, Yogyakarta dan lain-lainnya. Pada tahun

1985, DBD dilaporkan telah tersebar baik di kota-kota maupun di desa-desa di seluruh

Provinsi di Indonesia (Sumarno, 1987).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabakan oleh

empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam

yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi

sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran

plasma yang dapat menyebabkan kematian.

Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue termasuk group arbovirus dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis

serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe

akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi

tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah

endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.

4

Page 5: REFERAT DHF

Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

Virus DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe virus yang dominan, namun virus DEN-3

sangat berkaitan dengan kasus DBD yang berat.1

5

Page 6: REFERAT DHF

BAB II

DEMAM BERDARAH DENGUE

EPIDEMIOLOGI

Infeksi virus dengue telah berada di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh

David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue

dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijf daagse koorts) kadangkala disebut juga

demam sendi (knokkel koorts).1

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang

tahun di negara kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Di Indonesia sejak

pertama ditemukan penyakit DBD tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta angka kejadian

DBD meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik

Indonesia 2

Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus

DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan

angka kematian tertinggi pada tahun 1968 awal diketemukan kasus DBD dan angka

kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahunn 1988. Angka Case Fatality Rate dari DBD

terlihat menurun tajam dari tahun ke tahun sebagai hasil dari pelatihan penatalaksanaan

kasus dan ceramah-ceramah klinik yang diberikan untuk dokter-dokter di RS dan

puskesmas.1,2

Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun,

walaupun dapat mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-

sama dapat terkena tanpa terkecuali.3

Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang

hari, kiranya dapat menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam

berdarah. Nyamuk aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau

manusia, oleh karena itu balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari

seringkali menjadi sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga

banyak djumpai di sekolah, apalagi bila keadaan kelas gelap dan lembab. Disamping

nyamuk aedes aegypti yang senang hidup di dalam rumah, juga terdapat nyamuk aedes

6

Page 7: REFERAT DHF

albopictus yang senang hidup di luar rumah, di kebun yang rindang yang dapat

menularkan penyakit demam berdarah dengue. Faktor daya tahan anak yang belum

sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak

lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibanding orang dewasa.3

Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan, tetapi untuk daerah perkotaan puncak

kasus DBD terjadi pada permulaan musim kemarau.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat

kompleks, yaitu (1) pertumbuhan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan

terkontrol, (3) tidak adanyan kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik,

dan (4) peningkatan sarana transportasi.4

Morbiditas dan moralitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk,

transmisi virus dengue, virilensi virus dan kondisi geografi setempat.4

.

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu

manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan

beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang

kurang berperan.5

Nyamuk aedes aegypti hidup dengan subur di belahan dunia yang memiliki iklim

tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika. Australia dan Amerika. Nyamuk aedes aygepti

hidup dan berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak

secara langsung berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air

tandon, air tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk aedes aygepti

tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali

di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1.000m diatas permukaan laut.1

Perkembangan hidup nyamuk aedes aygepti dari telur hingga dewasa memerlukan

waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah

serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbangnya

berkisar antara 40-100 m dari tempat perkembang biakannya. Tempat istirahat yang

7

Page 8: REFERAT DHF

disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti

gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar gelap dan lembab.1

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat

banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk

aedes aygepti.

Nyamuk aedes albopictus kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam

berdarah jika dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti. Hal ini karena nyamuk aedes

albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang

kontak dengan manusia dibandingakan dengan nyamuk aedes aygepti yang berada di

dalam dan sekitar rumah.1

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat

virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu

jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika manusia digigit

nyamuk Aedes aegypti maka virus masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh

nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan

menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam

kalenjar liur nyamuk. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu mengigit orang lain, maka

setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu

diisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kalenjar liurnya agar darah yang diisap

tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan ke orang

lain.1

PATOFISIOLOGI

Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas

kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia,

hemokonsentrasi serta renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan

perubahan pembuluh darah, trombositopeni dan koagulopati.6

8

Page 9: REFERAT DHF

Teori Virulensi Virus

Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan

virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat

dengan uji coba dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius, hasilnya adalah

ada orang yang sakit dan ada orang yang tidak sakit.1

Teori Imunopatologi

Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon

kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan

mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype

maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak

mampu mMberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan

didukung oleh data epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di

Thailand sekitar tahun 1954-1964. Teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi

Sekunder oleh virus yang heterologus yang berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi

primer dengan satu jenis virus, kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan

jenis serotype virus yang lain maka risiko besar akan terjadi infeksi virus yang berat.1

Teori Antigen Antibodi

Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,

membentuk ‘virus-antibodi kompleks’ (kompleks imun) kemudian mengaktivasi

komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang merupakan

mediator kuat permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.1,6

Teori Infection Enhacing Antibodi

Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan

membentuk antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi

berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak

memiliki antibody. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel

makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan.

Pada makrofag yang dilingkupi antibody non neutralisasi, antibody tersebut akan bersifat

opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag

9

Page 10: REFERAT DHF

terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif

dan mengeluarkan berbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang

mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi sistem koagulasi.1

Teori Mediator

Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin

diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear. Disini sitokin disebut juga

monokin. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas

alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang

mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non

spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur. Teori

mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran

sel limfosit.1

Peran Endotoksin

Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping iskemia juga

pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bekteri dari lumen

usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri

gram negative akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang

akan diikuti iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin

terutama TNF alfa dan interleukin 1 dimana hal tersebut meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya shock

hipovolemic.

Peran Limfosit

Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus

akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide

virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag

tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan

limfokin, termasuk limfokin yang mengaktivkan makrofag dan mengaktivkan sel

Teori Trombosit Endotel

10

Page 11: REFERAT DHF

Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,

berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas

kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua

komponen ini merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis.

Salah satu cedera akan berakibat pada yang lain. Gangguan pada endotel akan

menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi.1

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes

aegepty atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus

limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan

bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam

peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel

tersebut. Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke

dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-

komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah

komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan

virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Patogenesisnya terjadinya syok berdasarkan hipotesis The Secondary

Heterologous Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti

dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi (virus antibodi kompleks) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,

volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48

11

Page 12: REFERAT DHF

jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,

asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan

anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian.7

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain,

dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi

baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan

genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,

peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah

yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua

faktor tersebut akan akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit

terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine di phospat) sehingga trombosit melekat

satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial sistem) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

12

Page 13: REFERAT DHF

menyebabkan pengeluaran platelet factor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

konsumtif (KID = koagulopati intravaskuler deseminata), ditandai dengan peningkatan

FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi baik. Di sisi lain,

aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi

sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh

trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit

dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok

yang terjadi. 7

Perubahan Hematologi

Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik

pada berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody

yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi

faktor XII (Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan

mengaktifkan faktor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade

sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi,

faktor XI Ia juga akan mengaktifkan sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem

13

Page 14: REFERAT DHF

komplemen yang kesemuanya memberikan gambaran betapa kompleksnya akibat yang

ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.

Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia

berat, masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor

pembekuan II, V, VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan

produk pemecahan fibrin (FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat kebocoran plasma yang

ditandai dengan peningkatan hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin

mengakibatkan pelebaran pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunnya tekanan

darah. Berbagai kelainan hematologi telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD,

keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk penatalaksanaan yang tepat

serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.

Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik

terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial.

Sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang

menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan

adanya gangguan fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan

trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan

sistem retikuloendotelial khususya limpa dan hati.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

14

Page 15: REFERAT DHF

Komplek virus - antibody

XII XIIa

Fibrinolisiskoagulasi

Kinin Komplemen

Systemkardiovaskuler

plasmin

Fibrin

DIC

FDP

Perdarahan Syok

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam

sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.

Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain

anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada

umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan

pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam

hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang

15

Page 16: REFERAT DHF

setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh

karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada

infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi

sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi

primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima,

diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan

antibody IgG dan IgM yang cepat.7

DIAGNOSIS

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini

terpenuhi : 3

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau

perdarahan di tempat lain

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/uL)

4. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage (keocoran plasma)

sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar standar sesuai

dengan umur dan jenis kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

Tanda kebocoran plama seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia

atau hiponatremia

Sindroma Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria diatas untuk DBD

16

Page 17: REFERAT DHF

Disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,

tekanan darah turun (≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,

kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue 3

Derajat I : Adanya demam tanpa perdarahan, manifestasi perdarahan hanya berupa

torniket tes positif

Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya berupa

perdarahan di bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya

Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, penyempitan

tekanan nadi (< 20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai akral dingin dan gelisah

Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak

terukur

17

Page 18: REFERAT DHF

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat

berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan

kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau syndroma syok dengue (SSD).3

Masa inkubasi pada tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang tidak

khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam Dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)(SSD)

DD DBD

Spektrum Klinis Infeksi virus dengue

Demam Dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut : 1,4,5,8

- Peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil

- nyeri kepala

- muka kemerahan (flushed face)

- nyeri retro-orbital

- fotofobia

- mialgia/atralgia

- anoreksia

- konstipasi

- nyeri perut

- nyeri tenggorok

18

Page 19: REFERAT DHF

- ruam kulit

- manifestasi perdarahan

Laboratorium :

- leukopenia

- jumlah trombosit umumnya normal tapi dapat dijumpai trombositopenia

- faktor pembekuan normal

- dan pemeriksaan serologi dengue positif

Demam Berdarah Dengue

Perubahan patofisiologis infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan

penyakit antara DD dengan DBD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan

hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat dapat diketahui

dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1,4,5,8

Gejala klinis DBD ditandai dengan :

- Demam mendadak

- Disertai dengan muka kemerahan (facial flush)

- Gejala klinis lain yang menyerupai DD seperti anoreksia, mual, muntah, sakit

kepala, nyeri pada otot dan sendi

- Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan

ditemukan faring hiperemis

- Perasaan tidak enak di epigastrium, nyeri bawah lengkung iga kanan, kadang-

kadang nyeri dapat dirasakan pada seluruh perut

- Pada akhir fase demam jumlah lekosit menurun

Terdapat 4 gejala utama DBD, y aitu :

1. Demam tinggi yang mendadak

2. Tanda-tanada perdarahan

3. Hepatomegali

4. Syok

Laboratorium :

19

Page 20: REFERAT DHF

- Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)

- Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi merupakan indikator

terjadinya kebocoran plasma

- Pemeriksaan serologi dengue +

- Penurunan faktor koagualsi dan fibrinolitik

- Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin

K-dependen

Pemeriksaaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama hemithoraks kanan. Tetapi apabila

perembesan plasma hebat dapat terjadi di kedua hemitorax.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan

suhu yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam

berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi

minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. DBD

dibedakan dengan DD dengan adanya kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai

peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga pleura atau rongga peritoneum atau

hipoproteinemia. Perjalanan penyakit dapat dipengaruhi oleh diagnosis dini dan

pemberian cairan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan darah ditemukan :1

Leukopenia pada akhir fase demam

Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok

Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi)

Trombosit <100.000/ul (trombositopenia)

Perubahan metabolik :

Hiponatremi paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS

Asidosis metabolik ditemukan pada pasien syok dan harus dikoreksi segera

Kadar urea nitrogen darah meninggi

Kelainan koagulasi

20

Page 21: REFERAT DHF

Masa protrombin memanjang

Masa tromboplastin parsial memanjang

Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan

pertanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Pemeriksaan Fungsi hati :

Kadar transaminase sedikit meningkat

Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)

Ditemukan adanya efusi pleura kanan. Efusi bilateral bisa terjadi pada DSS

Pemeriksaan serologis :

Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI test)

Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan

paling sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard  pada

pemeriksaan serologis. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan pada uji HI :

- Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat

menunjukan tipe virus yang menginfeksi

- Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini

baik digunakan pada studi sero-epidemiologi

- Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer 4x dari titer serum akut atau titer tinggi

(>1280) baik pada serum akut atau konvalessen dianggap sebagai presumtif

positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue

infection)

Uji netralisasi

Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction

Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang

terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan

dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan

21

Page 22: REFERAT DHF

bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup

lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

Uji fiksasi komplemen

Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin,

oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan

tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi

komplemen fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

Uji ELISA anti dengue IgM dan IgG

IgM antidengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder dan adanya antibodi

IgM ini menunjukkan adanya infeksi dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

meningkat sampai minggu ke-3, meghilang pada minggu ke-6.

IgG pada infeksi primer IgG mulai timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar

tertinggi pada hari ke-14, kemudian bertahan untuk berbulan-bulan. Pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 melebihi kadar IgM.

NS1

Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan

yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian

tubuh virus dan tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan

ini dilakukan paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah

pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi

penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun

dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya

pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang

‘hampir pasti’ terkena infeksi virus dengue. Sedangkan kalau hasil NS1 Ag

dengue menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi

virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan.

22

Page 23: REFERAT DHF

DIAGNOSA BANDING

Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau

infeksi protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya,

leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain.

DBD harus dibedakan pada demam chikungunya. Pada demam chikungunya

biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip

dengan influenza. Demam chikungunya memperlihatkan serangan demam

mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai

ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.

Pada demam chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan

syok.1,5

PENATALAKSANAAN

Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :3

1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari

Terapi simtomatik dan suportif

Parasetamol 10-15mg/kg/dosis setiap 4-6 jam (salisilat tidak dianjurkan

karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis)4

Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas

Terapi suportif yang diberikan antara lain larutan oralit, jus buah dan lain-

lain

Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan

cairan sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena. Semua pasien

tersangka dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak hari sakit ketiga.

Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan

memasuki fase kritis. Sebagian pasien akan sembuh setelah pemberian cairan

intravena, sedangkan kasus berat akan jatuh ke dalam fase syok.

Pemantauan :

- Pemeriksaan fisik :

tanda vital

23

Page 24: REFERAT DHF

perabaan hati → hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi

mendekati fase kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah

sakit

- Pemeriksaan laboratorium

Leukopenia dan limfositosis relative → dalam waktu 24 jam pasien

akan bebas demam serta memasuki fase kritis

Trombositopenia → pasien memasuki fase kritis dan memerlukan

pengawasan ketat di rumah sakit

Peningkatan Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase kritis

dan memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat

minum oral,

Berikan penerangan pada pasien mengenai pertanda gejala syok yang

mengharuskan ke rumah sakit antara lain :

o Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu

o Setiap perdarahan

o Nyeri abdominal akut dan hebat

o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari

o Menolak untuk makan dan minum

o Lemah badan, gelisah

o Kulit dingin, lembab

o Tidak buang air kecil selama 4-6 jam

Indikasi rawat :

o Adanya tanda-tanda syok

o Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

o Perdarahan

o Hitung trombosit ≤ 100.000/uL dan atau peningkatan Ht 10-20%

o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu

o Nyeri abdominal akut hebat

24

Page 25: REFERAT DHF

2. Fase kritis atau bocornya plasma yang berlangsung umumnya hanya 24-48 jam,

sekitar hari 3 sampai hari ke-5 perjalanan penyakit

Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena

anoreksia atau dan muntah

- Tatalaksana umum

Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan

Berikan oksigen pada kasus dengan syok

Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat

- Tatalaksana cairan

Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan

dan minum melalui oral

Syok

Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer

asetat terutama pada fase syok)

Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok

berkepanjangan)

Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan

ditambah deficit 5-8% atau setara dehidrasi sedang

- Pada pasien dengan syok

Apabila nilai Ht awal rendah, pikirkan kemungkinan perdarahan

interna atau pantau nilai Ht lebih sering, apabila ada indikasi berikan

tranfusi darah

Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,

hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis

Setelah 6 jam apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah

besar cairan pengganti, tetesan tidak dapat diturunkan sampai

<10ml/kg/jam, maka pertimbangkan untuk tranfusi segera.

- Indikasi tranfusi darah

Perdarahan saluran cerna berat (melena)

25

Page 26: REFERAT DHF

Kehilangan darah bermakna, mis >10% volume darah total. (Total

volume darah = 80 ml/kg)

Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital

yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume

yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10ml/kg/kali atau

PRC 5 ml/kg/kali

- Indikasi tranfusi trombosit

Hanya diberikan hanya pada perdarahan massf. Dosis 0,2 μ/kg/dosis

3. Fase penyembuhan (2-7 hari)

Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam

waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan

adalah :

- Keadaan umum membaik

- Meningkatnya selera makan

- Tanda vital stabil

- Ht stabil dan menurun sampai 35-40%

- Diuresis cukup

- Dapat ditemukan confluent petechial rash

Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini.

4. Indikasi pulang

Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik

Secara klinis tampak perbaikan

Nafsu makan baik

Nilai Ht stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Tidak ada sesak nafas atau takipnea

Trombosit ≥ 50.000/μl

26

Page 27: REFERAT DHF

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa

mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5

kategori, sebagai berikut :4

1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

5. Tatalaksana sindrom syok pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa syok

Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat yang juga dipakai

sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Protokol 1. Penanganan tersngka DBD tanpa syok

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa syok

maka di ruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti rumus

berikut : volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan

1500 +{20 x (BB dalam kg - 20)}

27

Page 28: REFERAT DHF

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD

dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

28

Page 29: REFERAT DHF

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Kasus DBD

Perdarahan spontan dan masif : - epistaksis tidak terkendali, hematemesis melena,

perdarahan otak

Syok (-)

Hb, ht Trombo, Leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)

Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)

Transfusi komponen darah transfusi komponen darah

- Prc (Hb<10g/dL) - PRC (Hb<10g/dL)

- FFP - FFP

- TC (Trombo<100.000) - TC (Trombo<100.000)

**heparinisasi 5000-10000/24jam drip *pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap 4-6jam

*pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap 4-6jam *ulang pem hemostasis 24jam kemudian

*ulang pem hemostasis 24jam kemudian

Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok pada Dewasa

Bila kita berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat adalah

bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular

yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian DSS 10 kali lipat dibandingkan

dengan penderita DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan

penderita mendapatkan pertolongan, penatalaksanaan yang tidak tepat temasuk

kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan

yang tidak adekuat.

29

Page 30: REFERAT DHF

Protokol 5. Penatalaksanaan sindrom syok pada dewasa

30

Page 31: REFERAT DHF

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue:

1. Jenis cairan

2. jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan

Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang

intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)

maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan

standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah

didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan

relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek

alergi yang minimal.1,4

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.

Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah

edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.13,14 Kristaloid

memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL

secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya

dalam waktu yang singkat sebelum di distribusikan ke seluruh kompartemen interstisial

(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam

waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk

ke dalam ruang interstisial.12 Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa

keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau,

komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang,

dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan

yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma

(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang

intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan

lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin

didapatkan dengan penggunaan koloid yakni resiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya

yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping

31

Page 32: REFERAT DHF

koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).15,16 Penelitian cairan koloid

dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan

parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil

sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan

keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di

Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran

plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada

kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)

dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan

pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24

jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan

sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan

hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian,

pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi

masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau

masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis

pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik

tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10

mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan

dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah

diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar

hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya

perdarahan internal.

KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat

32

Page 33: REFERAT DHF

menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat

sementara maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuuh

darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata

(KID).

Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari

syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah

syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan

apakah syok telah teratasi dengan baik. Dieresis merupakan parameter yang

penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.

Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan

pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai

panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh

karena perembesan plasma masiih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi

reabsorpsi plasma dari ruang ekstra, apabila cairan masih diberikan (kesalahan

terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa

memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai

sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto

dada.7

PROGNOSIS

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD dan DSS

mortalitasnya cukup tinggi jika penanganan yang diberikan tidak adekuat. 7

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup 3

Terhadap nyamuk perantara yaitu

- pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya

Terhadap diri kita

- memperkuat daya tahan tubuh

33

Page 34: REFERAT DHF

- melindungi dari gigitan yamuk

Terhadap lingkungan dengan tujuan mengubah perilaku hidup sehat terutama

kesehatan lingkungan

Penyuluhan Bagi Masyarakat

Sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun

vaksin demam berdarah, maka upaya untuk pencegahan demam berdarah ditujukan pada

pemberantasan nyamuk beserta tempat perindukannya. Oleh karena itu, dasar pencegahan

demam berdarah adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat

bagaimana cara memberantasan nyamuk dewasa dan sarang nyamuk yang dikenal

sebagai pembasmian sarang nyamuk atau PSN. Demi keberhasilan pencegahan demam

berdarah, PSN harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat,

baik di rumah, di sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat umum seperti tempat ibadah,

makam, dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat harus dapat mengubah perilaku

hidup sehat terutama meningkatkan kebersihan lingkungan.

Cara Memberantas Jentik

Cara memberantas jentik dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan

mengubur, artinya :  

Kuras bak mandi seminggu sekali (menguras),  

Tutup penyimpanan air rapat-rapat (menutup),  

Kubur kaleng, ban bekas, dll. (mengubur).  

Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti dan bersihkan tempat minum burung setiap

hari atau mengganti dan bersihkan vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar

rumah seperti membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara

teratur atau menanam ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi sarang

nyamuk.

Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat diraburkan bubuk

abate yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini

34

Page 35: REFERAT DHF

dapat dibeli di apotek.

Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi)  

Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air  

Dinding jangan disikat setelah ditaburi bubuk abate  

Bubuk akan menempel di dinding bak/ tempayan/ kolam

 Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan  

Cara Memberantas Nyamuk Dewasa

Untuk memberantas nyamuk dewasa, upayakan membersihkan tempat-tempat yang

disukai oleh nyamuk untuk beristirahat.

Kurangi Tempat Untuk Nyamuk Beristirahat  

Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)  

Pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah  

Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu

Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)  

Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat

nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai  

Pengasapan (disebut fogging) hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang

dirawat atau menginggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit

yang merawat.

35

Page 36: REFERAT DHF

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap

Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.

2. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di

Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press. 2004.

3. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia.

Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah

lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis

penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.

4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di

Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada. 2005.

5. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis,

Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta : EGC.1997.

6. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta :

Salemba Medika. 2002.

7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di

Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004

8. Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Ha-

dinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah

Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43

9. Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.

10. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.

Saunders. 2004.

11. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta :2000.

12. Kaaallen A J and Lonergan JM. Fluid resusciaation of acute hypovolemic

hypoperfusion status in pediatrics. Pediat Clin N Amer 1990; 37(2):287-94

36

Page 37: REFERAT DHF

13. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. 4th ed. New York:Churchill

Livingstone, 2000.p.236-7

14. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology.

4th ed. New York:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4

15. Venu Goppal Reddy. Crystalloids versus colloids in hypovolemic shock.

Proceedings of 5th Indonesian-International Symposium on Shock and

Critical Care 26-33

16. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate

revisited. Medscape, 2004. Available from: URL :

http://www.medscape.com/viewarticle/480288.

17. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al.

Comparison of three fluid solutions for resuscitation in dengue shock

syndrome. N Engl J Med 2005; 353:877–89.

18. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al.

Acute management of dengue shock syndrome: a randomized double-

blind comparison of 4 intravenous fluid regimens in the first hour. Clin

Infect Dis 2001; 32:204–13.

37