blok 16 desy

16
Keracunan Makanan pada Sekelompok Remaja Setelah Pesta Desy Purnamasari Kalembu (102010120) [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) 12 Mei 2012 Pendahuluan Keracunan makanan biasanya disebabkan karenan memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun jamur. Hal ini akan menyebabkan timbulnya sejumlah gejala seperti sakit perut, kram, mual, muntah dan ketika keracunan tersebut merupakan keracunan yang berat maka akan dapat pula menyebabkan penderita harus segera dirawat dengan intensif. Anamnesis Ketika pasien datang kepada dokter sudah tentu mempunyai keluhan. Untuk itu sebagai dokter diharapkan dapat menggali informasi yang lebih dalam guna mendapatkan diagnosa yang tepat. Pertanyaan – pertanyaan yang dapat diajukan pada kasus keracunan makanan adalah sebagai berikut : 1. Keluhannya apa? 2. Sejak kapan dan sudah berapa lama? Jln. Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat Telp. (021) 56942061, Fax. (021) 563 1731 Page 1

Upload: sisilia-sianturi

Post on 18-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Keracunan Makanan pada Sekelompok Remaja Setelah PestaDesy Purnamasari Kalembu (102010120)[email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)12 Mei 2012

Pendahuluan Keracunan makanan biasanya disebabkan karenan memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun jamur. Hal ini akan menyebabkan timbulnya sejumlah gejala seperti sakit perut, kram, mual, muntah dan ketika keracunan tersebut merupakan keracunan yang berat maka akan dapat pula menyebabkan penderita harus segera dirawat dengan intensif.

Anamnesis Ketika pasien datang kepada dokter sudah tentu mempunyai keluhan. Untuk itu sebagai dokter diharapkan dapat menggali informasi yang lebih dalam guna mendapatkan diagnosa yang tepat.Pertanyaan pertanyaan yang dapat diajukan pada kasus keracunan makanan adalah sebagai berikut :1. Keluhannya apa?2. Sejak kapan dan sudah berapa lama?3. Frekuensinya berapa kali?4. Muntahnya seperti apa (pahit/asam, warna, jumlah, konsistensi, bau, lendir, darah)?5. Ada demam, sakit kepala?6. Sebelum ada keluhan, mengkonsumsi apa?7. Apakah selain ibu ada yang mengalami gejala yang sama?8. Terakhir buang air kecil kapan?9. Urin nya bagaimana (jumlah, warna)?

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik pada keracunan makanan pada umumnya untuk melihat derajat dehidrasi yang biasanya akan terjadi disebabkan oleh karena pasien yang muntah-muntah atau diare atau keduanya.Kita mulai pemeriksaan dengan inspeksi yaitu melihat kesadaran umum pasien, cekungan pada mata, pada anak kita lihat ubun-ubunnya apakah cekung atau tidak, kemudian kita lihat mukosa bibir pasien. Selanjutnya kita pegang atau raba bagian ekstremitas pasien apakah dingin dan apakah turgor kulit berkurang atau tidak. Selanjutnya dapat kita dapat menggunakan stetoskop mendengar bising usus pasien apakah terjadi penurunan bising usus atau tidak.

Pemeriksaan penunjangPemeriksaa laboratorium mencakup pemeriksaan darah, air seni, tinja. Kultur tinja diindikasikan terutama bila pasien mengalami diare berdarah, nyeri perut hebat. Pemeriksaan mikroskopik terhadap muntahan untuk melihat adanya stafilokokus.Pengambilan spesimen bergantung pada situasi. Bisa diperoleh dari penderita, makanan sisa, maupun dari pengolah makanan. Pewarnaan gram untuk memeriksa kemungkinan keberadaan leukosit. Bila pasien mengalami demam lebih dari 3 hari maka sampel perlu dikultur. Kultur tinja perlu dilakukan apabila tinja pasien berdarah, ada nyeri perut yang hebat dan apabila gejala yang berlangsung semakin parah. Pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen) dilakukan apabila pasien mengeluhkan perut kembung, sakit perut hebat, atau dicurigai sudah terjadi obstruksi atau perforasi. Jika diare bercampur darah, sigmoidoskopi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain yang bersamaan.

Diagnosa banding1. Food poisoning et causa Clostridium perfringes

Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Memperbanyak diri pada suhu 15-50C. optimal 43-45C.1Infeksi bakteri ini terjadi ketika makanan disiapkan dalam jumlah yang besar dan tetap hangat untuk waktu yang lama sebelum disajikan. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.2Orang yang terinfeksi Clostridium perfringens mengalami diare dan kram pada perut dalam waktu 6-24 jam (biasanya 8-12 jam). Tinja cair tidak mengandung darah atau lendir.1Gejala tersebut timbul tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada umumnya penderita tidak mengalami demam dan muntah. Penyakit ini tidak ditularkan dari satu orang ke orang lain.Keracunan bakteri ini sering terjadi di lembaga-lembaga seperti rumah sakit, kafetaria sekolah, penjara, panti jompo, atau di acara-acara dengan makanan katering.Siapa saja bisa keracunan makanan yang disebabkan bakteri ini. namun yang lebih beresiko adalah anak-anak dan orang tua yang dapat mengalami gejala lebih berat dan dapat berlangsung lebih lama sekitar 1-2 minggu. Dapat terjadi komplikasi seperti dehidrasi pada kasus yang berat.Selama proses pendinginan yang lambat, spora akan berkecambah. Multiplikasi cepat bentuk vegetatif dipacu oleh media yang sesuai. Kondisi ini sangat mungkin berlangsung pada makanan misalnya daging yang dipotong dalam ukuran besar karena proses pendinginan di bagian tengah irisan akan berlangsung lambat (keadaan anaerob). Memperbanyak diri pada suhu 15-50C. optimal 43-45C. Diare serta nyeri perut. Tinja cair tidak mengandung darah atau lendir. Tidak ada gejala sistemik.1Kriteria diagnostik yang disarankan adalah1. Dideteksi bakteri sebanyak 105/ gram pada sumber makanan2. Dideteksi bakteri 106 /gram, pada feses yang diambil dalam 48 jam setelah timbulnya gejala.Untuk mencegah spora tumbuh pada makanan setelah dimasak seperti daging sapi, unggas dan makanan lain yang berkaitan dengan infeksi, maka makanan harus dimasak dengan prosedur yang benar dan disimpan pada suhu yang lebih hangat dari 140F (60C) atau lebih rendah dari 41F (5C). suhu tersebut mencegah pertumbuhan spora bakteri yang lolos dari memasak awal. Hidangan harus disajikan segera setelah selesai dimasak. Dan jika terdapat sisa makanan maka harus didinginkan pada suhu yang dianjurkan segera mungkin. Jika akan disajikan kembali, maka harus dipanaskan setidaknya 165F (74C).Makanan yang mengandung bakteri mungkin saja tidak berbau, tidak terasa dan tidak terlihat berbeda. Setiap makanan yang telah ditinggalkan terlalu lama beresiko untuk dikonsumsi bahkan jika masih terlihat baik.3

2. Food poisoning et causa Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. 2,4Ada 2 tipe penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh Bacillus cereus. 1. Tipe pertama masa inkubasinya 1-6 jam dan gejala yang ditimbulkan adalah nausea, muntah dan kram perut. Tipe ini disebut emetik atau short-incubation. Tipe emetik disebabkan oleh toksin emetik yang heat-stable, ETE. Mekanisme dan lokasi kerja dari toksin tidak diketahui.Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran.2. Tipe kedua manifestasi klinik utamanya adalah kram perut dan diare dengan masa inkubasi 8-16 jam. Diare pada tipe ini volumenya sedikit, profuse dan watery. Tipe ini disebut tipe diare atau long-incubation. Tipe diare menyebabkan penyakit melalui enterotoksin and/or hemolytic enterotoxin HBL yang menyebabkan sekresi cairan usus melalui beberapa mekanisme termasuk aktivasi adenyl cyclase enzyme.Bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging. Bacillus cereus dapat ditemukan di tanah. oleh karena itu bakteri ini bisa ditemukan pada hewan dan juga tumbuhan. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 30C - 37C, meskipun begitu bakteri ini juga dapat tumbuh pada 55C dan pada beberapa kondisi bisa tumbuh pada 5C. Bacillus cereus juga dapat tumbuh pada kondisi yang asam yaitu pH 4.3 pada 30C - 35C.1,4Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.1,2,5.6Diagnosa kerjaDari hasil anamnesis dan juga pemeriksaan fisik serta penunjang yang dapat dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis kerjanya adalah Food poisoning et causa Staphylococcus aureus

EpidemiologiKeracunan akibat Staphylococcus aureus bisa terjadi dimana saja dan pada siapa saja. Namun yang lebih beresiko dan dapat timbul gejala yang lebih berat adalah anak-anak dan orang tua. Bisa terjadi dimana saja karena keracunan bakteri ini disebabkan oleh pengolahan makanan yang kurang baik atau kurang tepat. Masyarakat yang keracunan cenderung dalam suatu kelompok, setelah mereka mengkonsumsi suatu makanan dengan jenis dan sumber yang sama. Sumber keracunan antara lain berasal dari makanan jajanan, makanan olahan, jasa boga/katering, rumah tangga. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2004, pernah melakukan pengujian laboratorium atas berbagai kasus keracunan makanan, ditemukan adanya mikroba patogen terutama Staphylococcus aureus.

Etiologi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Suhu optimal 37C dan mati pada suhu 55C juga dapat tumbuh pada pH 4,0-9,3 dan pH optimum 7,0-7,5.1,4Staphylococcus aureusmeupakan bakteri yang dapat ditemukan di kulit dan juga hidung orang sehat dan juga hewan. Staphylococcus aureuspunya kemampuan untuk menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Keracunan makanan oleh karena Staphylococcus aureus disebabkan kontaminasi toksin yang diproduksi oleh Staphylococcus aureus. Umumnya kontaminasi Staphylococcus aureus adalah kontak dengan pengolah makanan yang membawa bakteri ini atau melalui susu dan keju yang terkontaminasi.. Makanan yang punya resiko tinggi terkontaminasi Staphylococcus aureusadalah Produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas Produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich Produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam. Pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah Pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.

Toksin bakteri ini kerjanya cepat sehingga dapat menyebabkan sakit pada pasien sekitar 30 menit. Biasanya gejala berkembang dalam waktu 1 sampai 6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Pasien biasanya menunjukkan gejala seperti mual, muntah, kram perut dan juga diare. Penyakit yang disebabkan ringan dan pasie dapat pulih setelah 1 sampai 3 hari. Untuk beberapa kasus mungkin dapat lebih parah. 1,4,7,8,9Toksin tahan panas dan tetap hidup meski dididihkan lebih dari satu jam, meski pemanasan berhasil membunuh kuman, toksinnya tetap bertahan. Kondisi keracunan makanan merupakan kontaminasi makanan yang cocok dan rentang waktu setelah makanan disiapkan. Keadaan seperti itu dapat terbentuk selama pendinginan lambat sesudah proses memasak atau bila makanan dibiarkan terletak dalam suhu ruang dengan iklim sekitar yang panas. Pemanasan ulang, atau bahkan mendidihkan tidak dapat mencegah penyakit karena penyebab langsungnya adalah toksin yang tahan panas dan bukan stafilokokus hidup yang terdapat didalamnya.1,2,4

PatofisiologiFaktor yang menyebabkan keracunan makanan oleh staphylococcus adalah enterotoksin. Enterotoksin ini resisten atau tahan terhadap enzim proteolitik yaitu trypsin, pepsin, rennin dan juga resisten terhadap panas. Pemanasan 30 menit tidak cukup untuk menginaktifkan enterotoksin. Staphylococcal menghasilkan bermacam enterotoksin. Sampai sekarang sudah diteliti ada enterotoksin A-J yang menyebabkan emesis. Selain enterotoksin, Staphylococcus aureus juga menghasilkan toxin shock syndrome toxic-1 (TSST-1) namun tidak menyebabkan emesis. Dalam penelitian berhasil diidentifikasi berbagai macam gen penyandi stafilokokal enterotoksin (SE) yaitu seb, sec, see, seg, seh, dan sei dari S. aureus yang diisolasi dari susu segar, susu kemas, yakult, roti, keju, dan berbagai produk asal daging seperti bakso dan sosis. 1,2Gejala akibat keracunan makanan yang terkontaminasi staphylococcal adalah muntah dengan atau tanpa diare dan juga kram perut. Pada beberapa kasus, pasien mungkin menderita demam dan syok. Muntah, diare, syok dan akut gastroenteritis merupakan tanda adanya edema regional, mucosal exudation, iritasi muskular, dan destruksi dari vili usus yang timbul 2-3 jam setelah menerima satu atau dua dosis besar enterotoxin. Lesi ditemukan pada usus halus dimana ada kerusakan epitel, vilus distension, and kripta memanjang.1,4,8,9

Manifestasi klinikMasa inkubasi sekitar 1-6 jam terkadang lebih singkat. Ditandai dengan nyeri perut dengan kram yang disertai muntah berulang. Dapat disertai diare maupun tidak. Gejala yang timbul ganas namun berlangsung sementara jarang lebih dari 24 jam.1,2,4

Terapi Terapi keracunan makan yang akbibat Staphylococcus aureus adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah ataupun diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit.1. Medikamentosa Cairan rehidrasi oral mengacu pada rekomendasi WHO yaitu dalam 1 liter mengandung 3,5 g NaCL lalu 2,5 g NaHCO3 kemudian 1,5 g KCL dan 20 g glukosa. Seandainya CRO tidak dapat diandalkan seperti apabila dehidrasi berat dengan diare dan/atau muntah yang membandel. Ringer laktat (RL) merupakan cairan infus terpilih. Selain mengatasi masalah dehidrasi, pasien juga dapat diberikan obat secara simptomatis untuk mengatasi gejala yang timbul seperti untuk gejala mual, pasien dapat diberikan anti emesis seperti ondansetron atau domperidon.

2. Nonmedikamentosa Karena keracunan makanan oleh eksotoksin Staphylococcus aureus gejalanya akan hilang biasanya kurang dari 24 jam maka pasien yang gejala nya ringan, dianjurkan untuk mencukupi cairan dan elektrolit tubuh.

Pencegahan Sebagai pencegahan maka perlu melatih pengolah makanan mengenai kebersihan perseorangan dan pendinginan makanan yang tidak segera disantap. Enterotoksin tidak dihasilkan pada keadaan dengan temperatur lemari pendingin yang biasa digunakan rumah tangga. Selain itu dapat pula dilakukan hal-hal berikut :1. Mencuci buah dan sayuran sebelum disajikan maupun diolah2. Memisahkan makanan yang telah masak dari makanan mentah di setiap tahap pemrosesan dari tempat penyiapan, hingga meja makan3. Mengambil makanan tidak dengan tangan, tetapi menggunakan alat (penjepit, atau sendok)4. Menutup makanan yang belum dikonsumsi (menghindari pencemaran dari debu dan serangga)5. Menjaga kebersihan pribadi terutama yang akan mengolah makanan 6. Tidak bersin dan batuk di dekat apalagi diatas makanan7. Membersihkan seluruh peralatan dengan baik 8. Segera membuang bahan makanan yang tidak segar dan telah membusukPrognosis Prognosis dari keracunan makanan akibat Staphylococcus aureus umumnya baik.

Daftar Pustaka1. Arisman. Keracunan Makanan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC, 2009.2. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. Diunduh dari : http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBakPatogen.pdf3. Tips to Prevent Illnes from Clostridium perfringens. http://www.cdc.gov/Features/ClostridiumPerfringens/4. Adams MR, Moss MO. Food Microbiology. 3rd ed. UK : RSC, 2008.5. NSW Food Authority. Diunduh dari : http://www.foodauthority.nsw.gov.au/_Documents/consumer_pdf/Bacillus-cereus.pdf6. Bacillus cereus: Food Poisoning. Diunduh dari : http://textbookofbacteriology.net/B.cereus.html7. Staphylococcus aureus. Diunduh dari : http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/staphylococcus_food_g.htm8. Lawley R, Curtis L, Davis J. The Food Safety Hazard Guidebook. 2nd ed.UK : RSC, 2012.9. Trickett J. The Prevention of Food Poisoning. 4th ed. UK : Graphycems, 2002.

Jln. Arjuna Utara no.6, Jakarta BaratTelp. (021) 56942061, Fax. (021) 563 1731Page 1