intususepsi blok 16
DESCRIPTION
makalah intususepsiTRANSCRIPT
1
Intususepsi dan Tatalaksana Pengobatannya
Jovianto Reynold A.H
102012313
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
JL. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat 11510
email : [email protected]
PENDAHULUAN
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan
kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus
proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga
menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi lain Invaginasi atau
intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di
dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi
(intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada
juga yang sebaliknya atau retrograd. Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon.
Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang
dimasuki segmen lain. Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan
peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada
ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma.
Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya.
Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2, pada orang tua sangat jarang
dijumpai.
2
Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana
ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar.
Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling
sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan
dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab
yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum. Invaginasi atau
intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera dan tepat
akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-
anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal. Ada perbedaan etiologi
yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-anak etiologi terbanyak adalah
idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab
terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun
ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan.1,2
PEMBAHASAN
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan
riwayat perjalanan penyakit. 3
1. Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus
sejalan dengan diagnosis utama.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Yang perlu ditanyakan :
Identifikasi tinja
Tinja banyak dan cair, tidak ada darah, ada lendir (enterotoksin)
Tinja sedikit dan berdarah, sering diawali diare, bisa tanpa lendir
(e.invasif)
3
Tinja seperti air cucian beras (kolera)
Tinja sangat berbau (giardiasis)
Tanyakan nyeri abdomen (+ invasif)
Tanyakan demam (+ invasif dan giardiasis)
Tanyakan riwayat mual (+ e.toksin ETEC dan kolera serta salmonella)
Tanyakan riwayat makannya (terutama salmonella dan shigella)
Tanyakan riwayat stres atau beban pikiran (+ IBS)
Tanyakan sakitnya (menetap IBD atau pindah-pindah IBS dan kapan
terjadinya nyeri)
Tanyakan diarenya kapan, masih bisa ditahan atau tidak dan bagaimana
setelah defekasi, membaik atau makin sakit (pagi hari dan nyeri hilang pasca
defekasi IBS)
4. Riwayat penyakit dahulu (RPD)
5. Riwayat kesehatan keluarga atau riwayat penyakit menahur
6. Riwayat lingkungan tempat tinggal, sosal ekonomi
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik abdomen patologis
Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen.4 Yang perlu diperhatikan adalah:
Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites),
dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),
jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome),
pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada
hipertensi portal).
Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
4
Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak
pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
Pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus.
Pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum generalisata.
Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi peritonitis.
Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri pankreatitis parah.
Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:4
Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak
timbul tahanan pada dinding abdomen.
Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah
yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien
diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati;
dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam,
jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika
otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
5
Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk
sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga
abdomen dapat teraba saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk
memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan
akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/
tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan
atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line
& SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati
dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah
lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.4
Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam
lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara
perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara),
kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).4
Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
6
Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara
dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila
pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara
pemeriksaan asites:
Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya
adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan
gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan
kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan
berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan
merasakan adanya tekanan gelombang.
Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen
terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan
suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur
miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan
suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara
redup.
Auskultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.4
Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu
dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat
adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34
kali/ menit.
7
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-
sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya
lambat, bahkan sampai hilang.
Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah
epigastrium.
Hasil yang di dapat : 2
Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
Nyeri tekan (+)
Dancen sign (+) à Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena
masuknya sekum pada kolon ascenden
Rectal Toucher : pseudoportio (+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina
akibat invaginasi usus yang lama
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium5
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit(leukositosis >
10.000/mm3).
2. Pemeriksaan Radiologi5
Photo polos abdomen
Didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas,
bila telah lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid
level”. Dapat terlihat “ free air “ bila terjadi perforasi.
8
Barium enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila
gejala – gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran
cupping, coiled spring appearance.
Diagnosis Kerja
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratoriumdan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu
trias gejala yang terdiri dari : 5
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –serangan, nyeri
menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas
tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir.
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi.
Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang
bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air
besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.6
9
Gambar 1.1 Intususeption atau invasi
Gambar 1.2 Intususeption atau invasi
10
Gambar 1.3 Intususeption atau invasi
Diagnosis Banding
1. Volvulus7
Malrotasi merupakan anomali kongenital berupa gagalnya suatu
rotasi/perputaran dan fiksasi normal pada organ, terutama usus selama perkembangan
embriologik. Malrotasi dapat terjadi disertai atau tanpa volvulus. Volvulus merupakan
kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus itu sendiri, mengelilingi
mesenterium dari usus tersebut dimana mesenterium itu sebagai aksis longitudinal
sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna. Keadaan ini disebabkan karena
adanya rotasi gelung usus di sekeliling cabang arteri mesenterika superior. Normalnya
gelung usus primer berotasi 270° berlawanan dengan arah jarum jam. Akan tetapi
kadang-kadang putaran hanya 90° saja. Apabila hal ini terjadi, kolon dan sekum
adalah bagian usus pertama yang kembali dari tali pusat, dan menempati sisi kiri
rongga perut. Gelung usus yang kembali belakangan makin terletak di kanan,
sehingga mengakibatkan kolon letak kiri. Apabila volvulus mengenai seluruh bagian
usus maka keadaan ini disebut volvulus midgut.
Epidemiologi
11
Insiden malrotasi usus terdapat pada 1 dari 500 kelahiran hidup. Hampir 60%
kasus terjadi pada 1 bulan kehidupan, sekitar 20% kasus terjadi pada usia 1 bulan
sampai 1 tahun, dan sisanya muncul pada usia lebih dari 1 tahun, yaitu pada masa
anak-anak bahkan dapat terjadi pada orang dewasa dengan insiden yang lebih kecil
dibandingkan anak. Malrotasi dapat merupakan kelainan kongenital tunggal tetapi
biasanya malrotasi ditemukan bersama kelainan kongenital lain. Sekitar 70% anak
dengan malrotasi usus juga memiliki kelainan lain seperti kelainan jantung, limpa,
hati dan sistem pencernaan lain. Volvulus banyak menyerang usia neonatus, yaitu 68-
71%. Infant dengan malrotasi, sebanyak 40% bermanifestasi klinis saat minggu
pertama kelahiran, 50% pada bulan pertama dan sisanya bermanifestasi lebih dari 1
bulan.
Etiologi
Asal Embriologik, lengkung usus tengah yang terletak pada ujung umbilikus
berotasi sebesar 90 derajat berlawanan arah jarum jam (dilihat dari anterior) dengan
arteri mesenterika superior sebagai aksisnya (lengkung kranial mengarah ke kanan
bawah sedangkan lengkung kaudal naik ke kiri atas). Proses tersebut lengkap setelah
minggu ke-8. Selama rotasi, lengkung kranial usus tengah memanjang dan
membentuk lengkung jejunum-ileum, sedangkan perluasan dari sekum membentuk
suatu tunas yaitu apendiks vermiformis. Pada minggu ke-10 intrauterin, sekum dan
usus halus kembali keintra abdomen dari saluran tali pusat. Sekum mengadakan rotasi
menuju ke kuadran kanan bawah dan usus halus berotasi dengan aksis arteri
mesenterika superior, sehingga sekum terfiksasi pada kanan bawah dan usus halus
terfiksasi pada peritoneum posterior. Setiap hambatan rotasi dan kembalinya sekum
dan usus halus ke abdomen pada setiap tempat menyebabkan pembentukan pita
( Ladd’s band) yang menyilang duodenum dan sekum yang tidak berotasi sempurna
dan menyebabkan mesenterium usus halus tidak terfiksasi pada dinding posterior
abdomen. Usus halus bebas bergerak tanpa fiksasi sehingga memungkinkan terjadinya
volvulus. Midgut merupakan bagian embriologis yang kemudian menjadi duodenum,
jejunum, ileum, sekum, apendiks, kolon asending, kolon bagian fleksura hepatik dan
kolon transversal pada manusia pasca lahir.
Volvulus midgut merupakan keadaan yang disebabkan oleh kegagalan atau malrotasi
intestinal loop saat masa embriologi dan merupakan kasus kegawatan di bidang
12
pediatrik karena menyebabkan adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus. Kasus
volvulus midgut banyak ditemukan pada satu tahun pertama kehidupan. Beberapa
kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia masih menjadi janin dan
mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang mungkin menyebabkan volvulus
midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah akibat tidak adanya otot dari saluran
cerna dan defek mesenterika.
Patofisiologi
Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi perkembangan
intestinal fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan perkembangan tubeserta
rotasi hingga 270°. Jika loop duodenum tetap berada pada sisi kanan abdomen dan
loop sekokolik berada pada bagian kiri dari arteri mesenterika superior terjadilah non
rotasi dari intestinal loop. Malrotasi terjadi jika terdapat gangguan rotasi duodenal,
yang seharusnya lengkap 270° menjadi hanya 180° dan loop sekokolik kehilangan
rotasi 180° dari rotasi normalnya, menyebabkan sekum terletak diatas (mid abdomen)
atau letak tinggi. Malrotasi menyebabkan sekum terletak diatas, di mid abdomen
beserta dengan tangkai peritoneal yang disebut Ladd’s Bands. Ladd’s Bands
merupakan jaringan fibrosis dari peritoneal yang melekatkan sekum didinding
abdomen dan menimbulkan obstruksi pada duodenum serta khas terdapat pada
malrotasi intestinal. Malrotasi dari intestinal loop dapat bersifat asimptomatik, namun
beresiko terhadap adanya volvulus dikemudian hari lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari
lumen ke darah. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan hipovolemi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia. Bakteriemia dan hipovolemi ini kemudian menyebabkan proses sistemik
menyebabkan SIRS (systemic inflamatory response syndrome).
Manifestasi Klinik
13
Manifestasi klinik malrotasi usus dan volvulus sangat bervariasi, mulai dari
tanpa gejala sampai gejala akibat nekrosis usus yang mengancam jiwa. Neonatus
dengan malrotasi usus mengalami nuntah berwarna hijau (muntah bilier), akibat
obstruksi setinggi duodenum oleh pita kongenital dan merupakan gejala utama adanya
obstruksi usus pada bayi dan anak. Apabila gejala ini terdapat pada anak berusia
kurang dari 1 tahun maka harus dipikirkan adanya malrotasi dan volvulus midgut
sampai terbukti akibat kelainan lain. Selama masa neonatus sampai usia 1 tahun,
pasien dapat mengalami berbagai gejala seperti :
Muntah (akut atau kronik)
Nyeri perut, biasanya berat, akut, kronik, dengan atau tanpa muntah
Diare kronik
Konstipasi
Mual
Irritabilitas atau letargi
BAB darah
Gagal tumbuh
Manifestasi klinis lain pada bayi dengan malrotasi adalah dehidrasi akibat
muntah yang sering dengan gejala bayi tampak gelisah, tidak tenang, BAK yang
berkurang, letargi, ubun-ubun cekung dan mukosa bibir kering. Apabila terjadi
volvulus, aliran darah usus dapat berkurang sehingga menimbulkan nekrosis usus dan
bayi dapat menunjukkan gejala peritonitis atau syok septik berupa hipotensi, gagal
nafas, hematemesis atau melena. Volvulus midgut dapat terjadi tidak sempurna atau
intermitten tetapi biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan memiliki gejala dan
tanda nyeri perut non spesifik kronik, muntah yang bersifat intermitten (kadang tidak
berwarna hijau), rasa cepat kenyang, penurunan berat badan, gagal tumbuh, diare dan
malabsorbsi.
2. Divertikulum Meckle
14
Divertikulum meckel adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum. Hal
ini terjadi ketika hubungan antara usus dan tali pusar tidak sepenuhnya menutup
selama perkembangan janin. Hal ini menghasilkan kantong kecil dari usus halus, yang
dikenal sebagai divertikulum Meckel. Dalam kebanyakan kasus, divertikulum Meckel
tidak menyebabkan masalah. Namun, pada sebagian kecil pasien, divertikulum ini
dapat mengalami infeksi (divertikulitis) yang menyebabkan obstruksi atau perdarahan
pada usus halus.
Epidemiologi
Divertikulum Meckel adalah kelainan bawaan yang mengikuti “rule of two”
(kelainan bawaan serba dua), yaitu :
Kelainan kongenital yang paling sering terjadi dengan prevalensi 2% populasi
Perbandingan kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1
Ditemukan 2 kaki (sekitar 60 cm) dari valvula ileosekal (valvula Bauhini)
Di dalamnya mungkin terdapat dua jenis jaringan heteropik, yaitu mukosa
lambung dan jaringan pankreas
Dua penyakit dapat timbul di dalamnya,yaitu divertikulitis dan tukak peptik
Dua penyulit yang dapat terjadi, yaitu perforasi pada divertikulitis akut atau tukak
peptik dan perdarahan tukak peptik
Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala divertikulum Meckel pada usia
di bawah 2 tahun.
Etiologi
Divertikulum Meckel adalah sisa dari kantung telur embrional, yang juga
disebut sebagai duktus omfalomesenterikus atau duktus vitellinus. duktus
omfalomesenterikus menghubungkan kantung telur dengan usus saat perkembangan
embrio dan memberikan nutrisi sampai plasenta dibentuk. Antara minggu ke-5 sampai
ke-7 kehamilan, duktus ini menipis dan memisahkan diri dari intestinum. Tepat
sebelum involusi ini, epitel kantung telur ini mengembangkan suatu lapisan yang
sama dengan lapisan lambung. Kegagalan parsial atau komplit involusi duktus
omfalomesenterikus meninggalkan berbagai struktur sisa.
Divertikulum Meckel merupakan struktur sisa yang paling lazim dan merupakan
anomali saluran cerna kongenital yang paling sering, ditemukan pada 2% populasi.
15
Penatalaksanaan
Ada 2 teknik yang dapat digunakan untuk eksisi divertikulum
Meckel/divertikulektomi Meckel, yaitu simple eksisi dan reseksi dengan segmen
ileum yang mengandung divertikulum.Divertikulektomi Meckel merupakan prosedur
operasi dengan membuang divertikulum (divertikulum Meckel) atau kantung yang
memiliki jaringan, sepanjang usus halus. Hal ini ditujukan untuk melepaskan suatu
obstruksi, perlekatan, infeksi atau inflamasi. Operasi dilakukan di bawah anestesi
umum.
Simple eksisi memuaskan pada kebanyakan kasus. Divertikulum dijepit pada
aksis transversal ileum supaya menghindari penyempitan lumen ketika defek tersebut
ditutup dengan cara kedua lapisan disambungkan dengan catgut 2/0. Dengan cara
yang sama, divertikulum tersebut dapat diangkat dengan stapling device.
Reseksi segmen ileum yang mengadung divertikulum, yang diikuti dengan
‘anastomose end to end’, dianjurkan pada pasien dengan ulserasi peptic (yang
berdekatan dengan ileum), divertikulitis gangrenosa yang mempengaruhi dasar
divertikulum atau pada kasus malignansi. Bila divertikulum melibatkan mesenterium,
harus diisolasi, dijepit, dipisahkan dan diligasi terlebih dahulu. Berikutnya diikuti
dengan reseksi usus yang mengandung divertikulum, kemudian hubungan dipelihara
dengan anastomosis dua lapisan.
Etiologi
Terbagi dua :2
1. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak
dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infatile idiphatic
intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat
infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
2. Kausal
16
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus
sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi
usuross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel,
polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi anak.
Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan “Specific leading points”
berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum
hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia
diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik
usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksiretroperitoneal yang
luas dan hipoksia lokal.
Epidemiologi
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka
yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen
dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus
obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan
angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan
umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah
dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien
ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan .
Desai pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum, jejunum atau ileum,
14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun
sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur
kurang dari 1 tahun. Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada
anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan
wanita adalah 2:1. Insidensi tertinggi dari inttususepsiter dapat pada usia dibawah 2
tahun. Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia
kurang dari 1 tahun.
17
Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari
kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan
menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi. 5,7
Patofisiologi 5,7,9
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian
usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian
yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena
suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut
retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang
masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus. Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan.
Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena
kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat
penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi.
Pembengkakan dapat sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya
bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi
pada dinding usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.
Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap
patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun
total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan
usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient)
ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat
kembali normal sehingga terjadi invaginasi
18
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik
obstruksi paralitik.
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. sebab didalam lumen usus
2. sebab pada dinding usus
3. sebab diluar dinding usus
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus
halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acuta intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di
usus besar. Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1. Adhesion
2. Hernia
3. Neoplasma
4. Intussusception
5. volvulus
6. benda asing
7. batu empedu
8. imflamasi
9. strictura
10. cystic fibrosis
11. hematoma
19
Manifestasi Klinis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang
dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit.
Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi
proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang – ulang dengan jarak waktu 15 –
20 menit, lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti
dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali
serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat
lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya
belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa
darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut belum
kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat
invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat
peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s
sign” ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah
mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga
terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan
gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan sakit yang
pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya
dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.
Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial
berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga
pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran
peristaltik usus yang jelas,muntah warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut kembung
maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir.
Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi,
asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat
menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum,shock dan kematian.5
20
Pemeriksaan colok dubur didapati:
1. Tonus sphincter melemah,mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio
2. Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak
khas, tanda – tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas
tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps
melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisitonus yang melemah,
sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasusitu gagal dibuat diagnosa
yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidak
tahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.9
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :2,9
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosa yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi
pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan :
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh
Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
21
2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai
dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai
timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi.
Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan.
Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual
dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada
ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin
maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada
saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat
besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah
dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha
reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-
hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan
dan reseksi segera dilakukan. Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu
dilakukan selain reduksi.
Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan,
reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan
pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi
dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
22
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena
kausa terbanyak intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka
tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat
dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun
yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
Ruptur dinding usus selama manipulasi
Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi – tepi segmen usus yang
terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian
dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya
tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat
pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya
adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan
reseksi.
23
Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati ,
tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh
dilakukan, maka langsung direseksi saja. Apabila akan melakukan reseksi usus halus
pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang
ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensif
diarhea
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan
gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter
atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka
dengan nutrisi prenteral pun tidak akan adekuat.
Komplikasi
Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat,
seperti kematian jaringan usus, perforasi usus, infeksi dan kematian.9
Prognosis
Invaginasi dengan terapi sedini mungkin memiliki prognosis yang baik. Terdapat
resiko untuk kambuh lagi. 9
Kesimpulan
Anak umur 5 bulan dengan keluhan BAB berwarna merah kehitaman dengan
konsistensi kental seperti jel berlendir diduga menderita intususepsi. Hipotesi pada kelompok
kami diterima.
Daftar Pustaka
24
1. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta : EGC; 2000. Hal 1319-1321.
2. Bedah anak. Intususepsi. UGM.
http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/17/invaginasi-pada-anak/, 17 April 2010.
3. Makmun LH. Anamnesis. Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Departemen ilmu penyakit
dalam FKUI; 2007. Hal 20-21.
4. K, Marcellus Simadibrata. Pemeriksaan abdomen. Jilid I. Edisi keempat. Jakarta :
pusat penerbit ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia, 2008,
hal 51-55.
5. Universitas sumatra utara. Intususepsi. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24306/3/Chapter%20II.pdf , 18
may 2013.
6. Schwartz M W. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005. Hal 92-93.
7. Jurnalis Yusri Dianne , Yorva Sayoeti, Adria Russelly. Malrotasi dan Volvulus pada
Anak. Diunduh oleh : http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_2no_2/105-110.pdf,
2013.
8. Ronardy D H. Buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta : EGC; 1994. Hal 270-273.