skenario a blok xx desy

38
GLASGOW COMA SCALE (GCS) Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15. Jenis Pemeriksaan Nilai Respon buka mata (Eye Opening, E) · Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) · Respon terhadap suara (suruh buka mata) · Respon terhadap nyeri (dicubit) · Tida ada respon (meski dicubit) 4 3 2 1 Respon Verbal (V) · Berorientasi baik · Berbicara mengacau (bingung) · Kata-kata tidak teratur · Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) · Tidak ada suara 5 4 3 2 1 Respon Motorik terbaik (M) - Ikut perintah 6

Upload: inggar-prasasti

Post on 02-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lalala

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario a Blok XX Desy

GLASGOW COMA SCALE (GCS)

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk

menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai

keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap

respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon

buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-

poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye Opening, E)

·    Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)

·    Respon terhadap suara (suruh buka mata)

·    Respon terhadap nyeri (dicubit)

·    Tida ada respon (meski dicubit)

4

3

2

1

Respon Verbal (V)

·   Berorientasi baik

·   Berbicara mengacau (bingung)

·   Kata-kata tidak teratur 

·   Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)

·   Tidak ada suara

5

4

3

2

1

Respon Motorik terbaik (M)

- Ikut perintah

- Melokalisir nyeri (menjangkau &

menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

- Fleksi normal (menarik anggota yang

dirangsang)

- Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan

satu atau keduanya posisi kaku diatas

dada & kaki extensi saat diberi

rangsang nyeri)

- Ekstensi

abnormal (deserebrasi: tangan satu

atau keduanya extensi di sisi tubuh,

6

5

4

3

2

Page 2: Skenario a Blok XX Desy

dengan jari mengepal & kaki extensi

saat diberi rangsang nyeri)

- Tidak ada (flasid) 1

Derajat cedera kepala (sekunder) berdasarkan GCS

1. GCS : 14-15 = cedera kepala ringan

2. GCS : 9-13   = cedera kepala sedang

3. GCS : 3-8     =  cedera kepala berat

1. . Bagaimana ANATOMI DARI ABDOMEN?

Jawab :

Gambar Regio Abdomen Gambar Quadran Abdomen

Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua

garis vertikal.

a. Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah cartilago costae X dan yang

kedua dibuat melalui titik spina iliaca anterior superior (SIAS).

b. Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan

mid-line abdomen.

c. Terbentuklah daerah hypochondrium dextra, epigastrium, hypochondrium

sinistra, lumbal dextra, umbilical, lumbal sinistra, iliaca dextra,

hypogastrium/suprapubic, dan iliaca sinistra.

Page 3: Skenario a Blok XX Desy

Pembagian atas empat quadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal

melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah quadran superior dextra, superior

sinistra, inferior dextra, dan inferior sinistra.

Pada Right Upper Quadrant (RUQ) adapun organ-organ yang terdapat di

dalamnya, berupa:

a. Hepar

b. Vesica Fellea

c. Duodenum

d. Caput pancreas

e. Renal dan suprarenal dextra

f. Flexura hepatica colon

g. Colon ascendens dan transversum

KDU

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

FRAKTUR adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya

(Harnowo, 2002). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves

C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ). Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas

struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000). Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang

(patah tulang) yang biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara

mendadak (Bernard Bloch, 1986). Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa fraktur adalah suatu cedera pada tulang yang sebelumnya utuh menjadi retak atau

Page 4: Skenario a Blok XX Desy

patah yang dapat disebabkan oleh suatu trauma benda keras secara mendadak dan tidak

disengaja.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil keputusan

untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :

1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis,

pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur,

bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin

terjadi selama pengobatan.

2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai

yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan

traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan

kesegarisan normal/dengan traksi mekanis

Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka

merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai

penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation

(orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi

pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi

bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.

3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah

pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang

mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan

cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan

beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,

mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot,

mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh.

Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.

Page 5: Skenario a Blok XX Desy

4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin Penatalaksanaan

fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri

yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat

penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk,

maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu,

fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk

fiksasi yang bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4

minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut

diperlukan upaya mobilisasi.

TRAUMA ABDOMEN didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk

(Ignativicus & Workman, 2006).

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada

abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan

bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk

pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

1. Trauma tembus

Page 6: Skenario a Blok XX Desy

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus

pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen & Kose, 1999),

yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi

Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran atau kuatnya

tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang lain.

Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen.

Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan

sepsis.

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan

darah dan shock.

2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif

dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran

pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga

saluran pencernaan.

Page 7: Skenario a Blok XX Desy

Nyeri

Menurut Asosiasi Nyeri Internasional (1979) nyeri merupakan sensasi subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan

(IASP, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sedangkan defenisi nyeri menurut Mahon (1994)

bahwa nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual.

Stimulasi nyeri dapat berupa stimulasi yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan

dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu (Mahon, 1994

dalam Potter & Perry, 2005).

Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh.

Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses destrukif jaringan (seperti tertusuk-tusuk,

panas terbakar, melilit, seperti dirobek-robek, seperti diremas-remas) dan/atau suatu reaksi

badan atau emosi (misalnya perasaan takut, mual, mabuk). Telebih lagi, perasaan nyeri

dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas (ansietas) dan keinginan kuat

untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Sifat-sifat ini menunjukkan kualitas

nyeri: nyeri merupakan sensasi maupun emosi. Jika adekuat, nyeri secara karakteristik

berhubungan dengan perubahan tingkahlaku dan respon stres yang terdiri dari meningkatnya

tekanan darah, denyut nadi, kontraksi otot lokal (misalnya fleksi anggota badan, kekakuan

dinding abdomen) (Kurt, 1999). Selain itu, seseorang yang mengalami nyeri hebat akan

berkelanjutan apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenik

pada orang tersebut (Ganong, 1999).

Menurut (Kozier dan Erb, 1983 dalam Tamsuri, 2007) nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan

yang dimanifestasikan sebagai penderita yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata,

ancaman, dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional (1979),

pemahaman tentang nyeri lebih menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan

kausa fisik. Adapun definisi dari Kozier dan Erb (1983), nyeri diperkenalkan sebagai suatu

pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengolahan fisik semata,

namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi

nyeri.

Page 8: Skenario a Blok XX Desy

Fisiologi.Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.

Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang

berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielin dan ada

juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat

dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam

(deep somatic), dan pada daerah viseral, karena

letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang

berbeda (Potter & Perry, 2005).

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah

ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus)

terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri

dihilangkan.

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat

pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada

tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur

reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral

seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini

biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,

iskemia dan inflamasi (Tamsuri, 2007).

Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan

Page 9: Skenario a Blok XX Desy

Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri

kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau durasi 1 detik sampai dengan

kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih

dari enam bulan. Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat

untuk mengidentifikasi adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri akut biasanya

menghilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan

menyembuh (Tamsuri, 2007).

Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermitten, atau bahkan persisten. Nyeri ini

menimbulkan kelelahan mental dan fisik (Tamsuri, 2007). Pada individu yang mengalami

nyeri kronis timbul suatu perasaan tidak aman karena ia tidak pernah tahu apa yang dirasakan

dari hari ke hari. Gejala nyeri kronik meliputi keletihan, insomnia, anoreksia, penurunan berat

badan, depresi, putus asa, dan kemarahan ( Potter & Perry, 2005).

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri

superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan

(fantom) (Tamsuri, 2007).

Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan

sebagainya. Nyeri berlangsung sebentar, terlokalisasi, dan memiliki sensasi yang tajam.

Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot tulang

serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan

adanya perenggangan dan iskemia.

Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ interna. Nyeri bersifat

difusi dan dapat menyebar keberbagai arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung

lebih lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung

organ yang terlibat.

Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari sensasi asal ke jaringan

sekitar. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan.

Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan klien yang mengalami amputasi.

Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah

organnya masih ada.

Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang

menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat dan lokasi. Nyeri

Page 10: Skenario a Blok XX Desy

jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri ke

dalam medula spinalis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya.

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Organ

Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial) organ.

Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat

terjadi secara akut maupun kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor

psikologis, umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan akut timbul pada

klien (Tamsuri, 2007).

Anatomi Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup

manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit

merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.

Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis

kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit

mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera

perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang

berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,

serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula

kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat

pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan

tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada

kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama

yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis

tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat

longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,

stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar

dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya

telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah

Page 11: Skenario a Blok XX Desy

lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak

tangan dan kaki (Djuanda, 2003).

Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir

kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum

spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-

beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung

glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin

gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel

yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan

ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel

spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak

glikogen (Djuanda, 2003).

Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada

perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan

epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif.

Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan

protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang

antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,

dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes)

(Djuanda, 2003).

Lapisan Dermis

Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal

daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-

elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars

papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh

darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini

terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar

lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini

terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin.

Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin

stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk

amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).

Lapisan Subkutis

Page 12: Skenario a Blok XX Desy

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel

lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir

sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu

dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus

adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,

pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung

pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan

penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis

(pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis

bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars

retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih

besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).

2.1.5. Adneksa Kulit

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di

lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar

keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang

encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental

(Djuanda, 2003).

Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40

minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di

permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan

kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf

kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003).

Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis,

labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu

lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung

air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).

Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki.

Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini

berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar

rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum

mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi

Page 13: Skenario a Blok XX Desy

dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas

menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).

Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam

dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada

ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang

bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan

LUKA BAKAR adalah luka yang disebabkan oleh kontak mata dengan suhu tinggi seperti

api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu renadah (frost

bite). Luka bakakr adaalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan

oleh trauma benda tajam ataau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik

atau gigitan hewan. Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak

langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam, yang

di sebabkan kontak langsung denagn sumber panas yaitu api, air/ uap panas, bahan kimia,

radiasi, arus listrik, dan suhu sanagt dingin.

Etiologi

Penyebab utama antara lain karena pai, air panas, arus listrik, bahan kimia, radiasi, suhu

rendah (frost bite), tersambar petir, ledkan. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain

gagal ginjal akut, odema paru, SIRS (Systemic Inflamatory Response Sindrom), infeksi, dan

sepsis serta parut hipertropik dan kontraktur.

Page 14: Skenario a Blok XX Desy

Prognosis

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dn luasnya permukaan

luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah

terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan

kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam

perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur.

PATOFISIOLOGI

1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.Pembuluh kapiler yang

terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikutrusak sehingga dapat terjadi

animea.

2. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa

serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Tubuh

kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood Volume ” setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kult

akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih

(insensible water loss meningkat).

3. Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas

yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan

produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).

4. Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap

atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara

serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau

gas beracun lain. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat

oxygen lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan

muntah.

Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita akan

meninggal.

5. Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik. Stres dan beban faali yang terjadi pada

luka bakar berat dapat menyebabkan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala

yang sama gejala tukak peptic. Kelainan ini dikenal dengan “Tukak Curling” yang

dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis

melena.

Page 15: Skenario a Blok XX Desy

Kedalaman luka bakar

1. Derajat I (luka bakar superfisial)

Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar dengan derajat ini

ditandai dengan kemerahan yang biasanay akan sembuh tanpa jaringan parut dalam

waktu 5-7 hari.

2. Derajat II (luka bakar dermis)

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tapi masih ada elemen epitel

yang tersisa seperti sel epitel basal, klenjar sebasea, kelenjar keringat, folikel rambut,

sehingga luka akan sembuh dengan waktu 10-21 hari.

Luka bakar derajat II dibedakan menjadi :

Derajat II dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superfisial dari

dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.

Derajat II dalam, dimana keruskan mengenai hampir seluruh baggian dermis.

Bila kerusakn lebih dalam mengenai dermis subyektif dirasakan nyeri.

Penyembuhan yang terjadi lebih lama tergantung pada bagian yang memiliki

kemampuan reproduksi.

3. Derajat III

Luka bakar meliputi seluruh kedalaman kuli, mungkin subkulit, atau organ yang

lebih dalam. Oleh karena itu tidak ada lgi epitel yang hidup maka untuk

mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang

terjadi berwarna puith, tidak ada bula, dan tidak ada nyeri.

Klasifikasi luka bakar :

1. Luka bakar berat atau kritis bila :

Derajat dua denagn luas lebih dari 25 %

Derajat tiga dengan luas lebih dari 10% atau terdapat di muka, kaki dan tangan

Page 16: Skenario a Blok XX Desy

Luka bakar disertai dengan trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas atau

fraktur

Luka bakar karena lisrik

2. Sedang bila :

Derajat dua dengan luas 15-25 %

Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %kecuali muka, kaki, dan tangan.

3. Ringan bila :

Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %

Derajat tiga kurang dari 2%

Luas luka bakar

1. Perhitungan luas bakar antara lain bardasarkan rule of nine dari Wallace, yaitu :

kepala dan leher = 9%

ektrimitas atas = 2X9% (kiri dan kanan)

paha dan betis = 4 X 9 % (kiri dan kanan)

dada, perut, punggung, bokong = 4 X 9%

perinium dan gentalia = 1%

2. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak bayi karena luas permukaan anak jauh

lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu digunakan

rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari Lund –Brounder untuk anak. Dasr

presentasi yang digunakan tersebut di atas adalah luas telapak tangan dianggap 1%.

FASE LUKA BAKAR

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan

dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga

tersebuttidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan

demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan

tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis

pada fase selanjutnya. Fase akut / fase syok / fase awal. Fase ini mulai dari saat kejadian

sampai penderita mendapat perawatan di IRD / Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka

bakar, seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway

(jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi).

Page 17: Skenario a Blok XX Desy

Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma ,

inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian

utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan

sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Adanya

syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih

berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi. Permasalahan dan penanganan pada fase

ini akan menjadi bahasan utama dalam

makalah ini.

2. Fase Subakut

Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat

menyebabkan beberapa masalah yaitu :

a. Proses inflamasi atau infeksi.

b. Problem penutupan luka

c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase Lanjut

Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan.

Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid,

gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur

LUAS LUKA BAKAR

Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama

Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Kepala dan leher : 9 %

Lengan : 18 %

Badan Depan : 18 %

Badan Belakang : 18 %

Tungkai :36 %

Genitalia/perineum : 1 %

Total :100 %

KRITERIA BERAT RINGANNYA

(American Burn Association)

1. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

Page 18: Skenario a Blok XX Desy

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

2. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

3. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

PENATALAKSANAAN PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT.

Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma –

trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.

I. Evaluasi Pertama (Triage)

A. Airway, sirkulasi, ventilasi

Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi

dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan

infuse untuk mempertahankan volume sirkulasi

B. Pemeriksaan fisik keseluruhan.

Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan

penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain,

misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau

mengalami patah tulang punggung / spine.

C. Anamnesis

Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang

tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan

napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami

sebelumnya.

D. Pemeriksaan luka bakar

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.

1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan

luas luka bakarnya.

2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)

Page 19: Skenario a Blok XX Desy

II. Penanganan di Ruang Emergency

1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.

2. Bebaskan pakaian yang terbakar.

3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adnya trauma lain

yang menyertai.

4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang

endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.

5. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasanga scalp

vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30

cc/jam untuk anak – anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.

6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah

urine/jam.

7. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten

pengisapan.

8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara

intramuskuler.

9. Timbang berat badan

10. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila

penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.

11. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci

debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle

kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa

steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur

Salvon 1 : 30

12. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan

teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan

permukaan yang berdarah. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan

tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing.

13. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan

dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat

menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka

bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu

split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan definitive

Page 20: Skenario a Blok XX Desy

penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh

dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

PENANGANAN SIRKULASI

Pada luka bakarberat / mayor terjadi perubahan permeabilitaskapiler yang akan diikuti

dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan

interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema interstisial.

Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal

terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan / organ.

Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper

menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi

hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan

menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan

sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah

kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki

korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan

syok dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada)

dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis,

derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat

dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic

terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal

beberapa formula berikut :

- Evans Formula

- Brooke Formula

- Parkland Formula

- Modifikasi Formula

- Monafo Formula

RESUSTASI CAIRAN

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Page 21: Skenario a Blok XX Desy

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I ---8 jam X ½

---16 jam X ½

Hari II -- ½ hari I

Hari ke III --- kari ke II

PENANGANAN PERNAPASAN

Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka

kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24

jam pertama pasca operasi.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah

muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau

uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa

hambatan jalan napas karena edema laring.

Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk

yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus

yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan

trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi

Page 22: Skenario a Blok XX Desy

yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti

hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel

tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi

pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya

tracheal bronchitis dan edem.

Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia

jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap

pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding

kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan

hipoksia jaringan.

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal

sebagai berikut.

1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

2. Sputum tercampur arang.

3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau

adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,

menandakan adanya iritasi mukosa.

6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.

7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.

Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus

dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat

sampai kondisi stabil.

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT

Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik

meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang

harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring

juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn keadaan penderita. Monitoring

penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-72

jam pertama)dan pos resustasi.

I. Triage – Intalasi Gawat Darurat

A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan

Page 23: Skenario a Blok XX Desy

segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life

saving. Penderitaluka bakar dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami

pneumotoraks.

B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal

temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik,

dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest.

C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan

pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam.

Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar derajat

III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine

menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat.

MONITORING DALAM FASE RESUSITASI

(sampai 72 jam)

1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah

resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc

urine/jam. 2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat.

Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis

meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine.

3. Vital Sign

4. pH darah.

5. Perfusi perifer

6. laboratorium

a. serum elektrolit

b. plasma albumin

c. hematokrit, hemoglobin

d. urine sodium

e. elektrolit

f. liver function test

g. renal function tes

h. total protein / albumin

i. pemeriksaan lain sesuai indikasi

7. Penilaian keadaan paru

Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya

Page 24: Skenario a Blok XX Desy

perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing,

atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi.

Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.

8. Penilaian gastrointestinal.

Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk

mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH

kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.

9. Penilaian luka bakarnya.

Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau

atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan

selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

Komplikasi

1. Hipertropi jaringan parut.

Terbentuknya hipertropi jaringan parut pada luka bakar dipengaruhi oleh :

Kedalaman luka bakar

Sifat kulit

Usia pasien

Lamanya waktu penutupan kulit

Penanduran kulit

Jaringan kulit menglami pembetukan secara efekif pada sebulan post luka, dengan

warna berubah menjadi merah – merah tua – sampai coklat dan teraba keras, setelah

12-18 bulan jaringan parur akan matur dan warna coklat muda akan teraba lembut /

lemas.

2. Kontraktur

Kontaktur dapat menyebabkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan yang

dapat mencegah kontraltur adalah :

Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini

Ambulasi yang dilakukan pada 2-3 kali/hari segera mungkin pada pasien yang

terpasang alat invasive, molisasi dibantu.

Page 25: Skenario a Blok XX Desy

Pressure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan

menekan timbulnya hipertropi scar (menghambat mobilisasi dan mendukung

terjadinya kontrakatur )

DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Michael Jay, George L. Sternbach; Suyono, Y. Joko (terj.); Manual Kedokteran

Darurat, Ed. 6, Jakarta: EGC, 2007, 2-8, 30-43, 44-47, 63.

Committee, American College of Surgeons, Advanced Trauma Life Support untuk Dokter,

Ed. 7, Chicago: 633 N. Saint Clair St., 2004, 44-47, 112-125.

Lumbantobing, S.M., Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2008, 7-10.

Putz, R., R. Pabst (ed.); Suyono, Y. Joko (terj.); Sobotta : Atlas Anatomi Manusia, Ed. 22,

Jilid 2, Jakarta: EGC, 2007, 52 – 54.

Black, Joyce M. 1997. Medical Surgical Nursing fifth edition : clinical managemen for

continuity of care. Philadelfia : WB. Saunders company

Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thinking for

Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders

Soewandi, S.  Akut Abdomen Pada Alat Pencernaan orang dewasa. 

1. Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis

2. Sjamsuhidayat,R .1997.Buku Ajar Bedah. Jakarta:EGC

1. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006

2. David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press,

Page 26: Skenario a Blok XX Desy

2006

3. R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku

Kedokteran, EGC. 2007

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/ Ilmu Bedah, Rumah Sakit Dr. Sutomo

1. Surabaya. 2006