bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf
TRANSCRIPT
1
KAJIAN POTENSI PREBIOTIK BEBERAPA JENIS UBI JALAR
DAN PENGEMBANGAN FORMULASI MINUMAN PREBIOTIKNYA
BALAI BESAR INDUSTRI AGRO
Jl. Ir. H. Juanda No 11
Telp : 0251- 8324068, Fax : 0251-8323339
BOGOR
2
ABSTRAK
Sejalan dengan program pemerintah yaitu diversifikasi pangan berbasiskan pangan lokal, ubi jalar (Ipomea batatas) atau sweet potatoes merupakan sumber bahan baku lokal yang sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul dengan daerah penyebaran yang cukup merata di seluruh Indonesia.
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Selain itu, ubi jalar juga memiliki potensi sebagai pangan fungsional yaitu sebagai prebiotik. Prebiotik adalah komponen pangan yg tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (nondigestible food ingredient) yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik dalam ubi jalar adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna dan tidak diserap di saluran pencernaan manusia, yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL).
Efek utama prebiotik adalah menstimulasi secara selektif pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli dalam usus sehingga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Karbohidrat prebiotik kemungkinan mempunyai efek yang tidak spesifik karena terfermentasi dalam usus besar. Secara potensial efek utama karbohidrat prebiotik adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh usus terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi kekerapan diare yang dialami seseorang. Simbiosis antara hospes (usus manusia) dan flora (bakteri usus) dapat dioptimalkan dengan prebiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mempelajari potensi beberapa jenis ubi jalar sebagai prebiotik; 2) mengembangkan formulasi minuman prebiotik; dan 3) mengetahui daya terima konsumen terhadap minuman prebiotik yang dihasilkan.
Tahapan penelitian meliputi: 1) pembuatan tepung ubi jalar; 2) ekstraksi oligosakarida; 3) analisis kadar oligosakarida; 4) pembuatan minuman prebiotik; 5) analisis minuman prebiotik; dan 6) uji organoleptik minuman prebiotik.
Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara mengeringkan irisan ubi jalar pada suhu 55 – 60 oC selama 20 jam kemudian ditepungkan dan diayak dengan mesh 80. Oligosakarida dari tepung ubi jalar kemudian diekstrak dengan menggunakan etanol 70 % di atas magnetic stirer selama 15 jam dan diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum. Kandungan oligosakarida ubi jalar kemudian dianalisa dengan metode kromatografi kertas dan dikonfirmasi hasilnya dengan HPLC. Minuman prebiotik dibuat dengan cara menghaluskan ubi jalar dengan ditambah air matang (perbandingan 1:2), disaring ampasnya, dan diseparator untuk memisahkan patinya. Produk kemudian diformulasi dengan penambahan gula dan asam sitrat, dan dilakukan uji kesukaan. Selanjutnya minuman prebiotik tersebut diuji juga kemampuannya secara invitro dan invivo.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ubi jalar dengan varietas yang berbeda memiliki kandungan oligosakarida yang berbeda. Kandungan
3
oligosakarida yang tertinggi adalah ekstrak alkohol ubi jalar sukuh, dengan kandungan rafinosa 0,1457 %, stakiosa 0,0202 %, dan maltoheksosa 0,1060 %. Minuman prebiotik ubi jalar Beta-1 memiliki kandungan oligosakarida tertinggi, yaitu rafinosa 0,0726 %. Uji kesukaan minuman prebiotik menunjukkan bahwa prebiotik ubi jalar Beta-1 yang ditambah gula 10 % dan asam sitrat 0,1 % paling disukai dengan skor nilai uji rata-rata untuk rasa dan warna adalah 3,50 dan aroma 3,45. Minuman prebiotik secara invitro dapat menstimulir pertumbuhan BAL dan optimum hingga jam ke-24. Hasil pengujian minuman prebiotik ubi jalar (ekstrak oligosakarida) pada dosis 12 ml dan 24 ml/hari belum efektif menstimulir pertumbuhan Lactobacilli dan menekan pertumbuhan E.coli secara invivo pada tikus.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelanjutan
hidup manusia. Dalam perkembangannya, masyarakat semakin menyadari
kebutuhan hidup sehat sehingga menginginkan pangan yang tidak hanya
mengenyangkan tetapi juga memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh.
Dewasa ini berkembang produk pangan yang secara nutrisi telah
dimodifikasi, dan secara terbuka (dalam labelnya) diklaim memiliki khasiat
kesehatan tertentu. Produk pangan jenis ini dikenal sebagai makanan
fungsional (functional food), atau di Jepang disebut FOSHU (Food for
Specified Health Use).
Dalam regulasi FDA (Food and Drug Administration) Amerika
Serikat, yang diintroduksikan dua tahun yang lalu, telah dijinkan beberapa
jenis klaim kesehatan untuk produk pangan. Pangan yang disetujui
pelabelannya harus mengandung nutrien yang bila dikonsumsi dalam jumlah
tertentu memiliki pengaruh positif terhadap risiko penyakit (misalnya:
kalsium), atau nutrien yang dikhawatirkan (misalnya: lemak) di bawah kadar
tertentu.
Salah satu jenis pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik
adalah komponen pangan yg tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
pencernaan (nondigestible food ingredient) yang mempunyai pengaruh baik
terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau
keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik
4
pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap,
biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan.
Food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus:
1) Tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal
sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan
tidak diekskresikan dalam feses;
2) Substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang
menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria:
3) Mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang
menguntungkan kesehatan.
Efek utama prebiotik adalah menstimulasi secara selektif
pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli dalam usus sehingga
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen.
Karbohidrat prebiotik kemungkinan mempunyai efek yang tidak spesifik
karena terfermentasi dalam usus besar. Karbohidrat prebiotik yang telah
dievaluasi pada manusia adalah fruktan atau galaktan. Penelitian in vitro dan
in vivo menunjukkan bahwa prebiotik tidak dicerna oleh ensim, tetapi
difermentasi oleh bakteri anerob dalam usus besar. Melalui fermentasi dalam
usus besar, karbohidrat prebiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek
(short chain fatty acid/SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai bakteri
termasuk lactobacilli dan bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Secara
potensial efek utama karbohidrat prebiotik adalah untuk meningkatkan daya
tahan tubuh usus terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi
kekerapan diare yang dialami seseorang. Simbiosis antara hospes (usus
manusia) dan flora (bakteri usus) dapat dioptimalkan dengan prebiotik.
Sejalan dengan program pemerintah yaitu diversifikasi pangan
berbasiskan pangan lokal, maka perlu dicari sumber pangan yang berpotensi
sebagai prebiotik. Umbi-umbian terutama ubi jalar berpotensi dikembangkan
menjadi pangan prebiotik karena mengandung oligosakarida yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan asam laktat (BAL). Daerah potensi ubi jalar di
Indonesia diantaranya adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Sumatera Utara (Depperin, 2008). Oleh karena itu perlu
5
dilakukan penelitian mengenai potensi umbi-umbian dari beberapa daerah
tersebut dengan varietas yang spesifik untuk setiap daerah, sehingga akan
memberikan nilai tambah bagi umbi-umbian itu sendiri.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mempelajari potensi
beberapa jenis ubi jalar sebagai prebiotik; 2) mengembangkan formulasi
minuman prebiotik; dan 3) mengetahui daya terima konsumen terhadap
minuman prebiotik yang dihasilkan
Sasaran
Sasaran dari penelitian ini adalah meningkatkan nilai tambah bahan
baku lokal ubi jalar sebagai pangan prebiotik.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:
1) Pembuatan tepung ubi jalar
2) Ekstraksi oligosakarida (prebiotik) tepung ubi jalar
3) Identifikasi kandungan oligosakarida
4) Formulasi minuman prebiotik
5) Uji minuman prebiotik
6) Uji organoleptik minuman prebiotik
Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah diperolehnya data
kandungan prebiotik beberapa jenis ubi jalar dan formulasi minuman
prebiotiknya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Ubi jalar atau sweet potatoes (Ipomea batatas) merupakan jenis umbi-
umbian sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar
mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis
6
lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai
perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya
simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina dan
Utomo, 1999).
Ubi jalar merupakan tanaman dikotil karena dapat menghasilkan biji
dari hasil perkawinan antara benang sari dan putik. Ubi jalar termasuk famili
Convolvulaceae yang terdiri atas 45 genus dan 1000 atau lebih spesies
tetapi hanya Ipomoea batatas yang mempunyai nilai ekonomis sebagai
tanaman pangan. Ubi jalar mempunyai banyak variasi tergantung dari
kultivarnya. Batang ubi jalar ada yang berwarna kuning, hijau atau jingga,
sedangkan akar ubi jalar akan menjadi umbi yang berbentuk panjang atau
agak bulat. Warna kulit umbi ada yang berwarna putih kekuning-kuningan,
merah jingga dan ada yang berwarna ungu pucat (Onwueme, 1978).
Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata
sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-
merahan, tergantung jenis (varietas)nya. Daging ubi berwarna putih, kuning
atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 1997). Menurut Woolfe (1992), kulit ubi
maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang
menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari
keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit
dan daging ubi.
Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras
maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat berproduksi
lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya.
Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12
ton/ ha, tetapi masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas
gabah ( 4.5 ton/ha) atau ubi kayu ( 8 ton/ha) dengan masa panen lebih
lama dari masa panen ubi jalar.
Ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi
besar di Indonesia. Areal panen ubi jalar di Indonesia tiap tahun seluas
229.000 hektar, tersebar di seluruh propinsi, baik di lahan sawah maupun
7
tegalan dengan produksi rata-rata nasional 10 ton per hektar. Penghasil
utama ubi jalar di Indonesia adalah Pulau Jawa dan Irian Jaya.
B. Komposisi Kimia Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang
cukup tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Vitamin
yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin
(vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya
adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan calsium (Ca). Kandungan lainnya adalah
protein, lemak, serat kasar dan abu.
Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar termasuk dalam indeks
gilikemik 45 dan tergolong rendah, artinya karbohidrat dalam ubi jalar tidak
mudah dirubah menjadi gula. Sehingga aman bagi penderita diabetes.
Kandungan serat dalam ubi jalar berfungsi sebagai pengikat zat pencetus
kanker (karsinogenik) yang dapat menimbulkan kanker. Kandungan serat
oligosakarida pada ubi jalar merah juga berfungsi menyerap kolesterol jahat.
Serat oligosakarida ini juga berfungsi pencegah sembelit, merangsang
pertumbuhan bakteri baik dalam usus sehingga penyerapan zat gizi semakin
baik.
Warna yang dimiliki oleh ubi jalar menunjukkan kandungan
betakarotennya. Semakin pekat warna ubi jalar, semakin tinggi kandungan
betakaroten. Betakaroten, selain sebagai pembentuk vitamin A, juga
berperan sebagai pengendali hormon melatonin. Hormon ini merupakan
antioksidan bagi sel dan syaraf, dan berperan dalam pembentukan endokrin.
Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan penurunan
daya ingat, dan menurunnya edokrin yang dapat menurunkan kekebalan
tubuh.
Kombinasi betakaroten dan vitamin E dalam ubi jalar dapat
menghalau stroke dan serangan jantung. Zat pigmen ubi jalar merah dan
ungu, yaitu antosianin, merupakan antioksidan, anti hipertensi, mencegah
gangguan fungsi hati, jantung koroner, kanker, dan arteroskelerosis.
8
Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang
bekerja serupa busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak/ kolesterol
darah, sehingga kadar lemak/ kolesterol dalam darah tetap aman terkendali.
Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar merah ini sekarang
menjadi komoditas bernilai produk pengolahan.
Dengan mengkonsumsi seporsi ubi jalar merah, maka kebutuhan
harian vitamin A sudah terpenuhi yaitu sebesar 2100 mg hingga 3600 mg.
Proses perebusan ubi jalar hanya merusak 10% kandungan betakaroten,
penggorengan merusak 20%, sedangkan penjemuran di bawah terik
matahari merusak separuh kandungan betakaroten.
C. OLIGOSAKARIDA
Oligosakarida adalah karbohidrat berbobot molekul rendah, terdiri dari
tiga sampai 10 gugus gula sederhana (monosakarida). Oligosakarida
merupakan rantai pendek polisakarida (Manning et al, 2004). Struktur
oligosakarida terdiri dari beberapa residu monosakarida yang saling
tergabung karena ikatan glikosidik dimana ikatan ini sangat mudah
terhidrolisis oleh larutan asam. Karakteristik senyawa oligosakarida terdiri
dari susunan monosakarida antara lain glukosa, galaktosa, xylosa dan
fruktosa.
Gambar 1. Ikatan glikosida D-glukosa (1-4) D-glukosa
(Wilbraham dan Matta 1992)
Klasifikasi oligosakarida dilakukan berdasarkan tipe gugus fungsional,
jumlah monomer monosakarida dan tipe residu monomer di dalam
komponen (Pazur, 1970). Klasifikasi berdasarkan gugus fungsional adalah
penghitungan gugus aglikon dari ikatan glikosidik (hasil hidrolisis
oligosakarida) sebagai residu karbohidrat. Monomer-monomer monosakarida
bergabung dengan cara saling berikatannya gugus hemiasetal monomer
9
pertama dengan gugus hidroksil dari monomer kedua dan dilanjutkan
dengan monomer-monomer berikutnya sehingga membentuk jembatan
oksigen. Ikatan inilah yang disebut dengan ikatan glikosidik. Oligosakarida
sangat mudah larut di dalam air dan pelarut polar lainnya (Pazur, 1970).
Oligosakarida (raffinosa, stakhiosa, verbaskosa, laktulosa, galaktosil-
sukrosa, galakosil-laktosa, dan xylo-oligosakarida) tidak dapat dicerna dalam
usus karena manusia tidak mempunyai enzim-enzim untuk mencernanya.
Akibatnya olgosakarida tersebut tidak dapat diserap usus. Selanjutnya
oligosakarida akan difermentasi (digunakan sebagai sumber energi) oleh
bakteri-bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan. Akibatnya akan
terbentuk gas-gas seperti karbon dioksida, hidrogen dan sejumlah kecil
metana. Gas-gas inilah yang akhirnya menumpuk dalam lambung dan
menimbulkan flatulensi. Namun, gas-gas yang terdapat di usus tidak
semuanya merupakan hasil fermentasi. Sebagian gas-gas tersebut berasal
dari udara yang ikut masuk melalui rongga mulut saat makan dan ada yang
berasal dari hasil sekresi sel dinding usus dan metabolisme sel-sel tersebut.
Isolasi oligosakarida dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
berdasarkan tingkat kemurniannya di dalam larutan atau media tertentu
menggunakan prinsip presipitasi dan ekstraksi, pemisahan kromatografi
serta konsentrasi dan kristalisasi (Pazur, 1970). Beberapa metode
kromatografi yang dapat digunakan untuk isolasi adalah kromatografi kolom,
filtrasi gel, lapis tipis dan kertas.
Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bifidobacteria
sesudah mengkonsumsi oligosakarida akan terjadi dan sebaliknya
menurunkan bakteri yang merugikan seperti disebut di atas. Bifidobacteria
juga akan mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang masuk dari luar
tubuh dan bakteri saluran pencernaan yang merugikan, karena konsumsi
oligosakarida akan memproduksi asam lemak rantai pendek (terutama asam
asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2). Hampir semua zat-zat
yang diproduksi oleh bakteri ini adalah bersifat asam sebagai hasil
fermentasi karbohidrat oligosakardia. Dengan terbentuknya zat-zat
10
antibakteri dan asam ini maka pertumbuhan bakteri patogen seperti
Salmonella dan E.Coli akan dihambat.
Oligosakarida juga berfungsi dalam menurunkan pembentukan
metabolit toksis dan enzim yang merugikan. Hasil penelitian yang dilaporkan
menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi oligosakarida akan mengurangi
metabolit toksis dan enzim-enzim yang merugikan. Dengan konsumsi 3-6 g
oligosakarida perhari akan mengurangi senyawa-senyawa toksis yang ada
dalam usus dan enzim-enzim yang merugikan sebanyak 44,6 persen dan
40,9 persen masing-masing selama tiga minggu.
Konsumsi oligosakarida atau produk makanan yang mengandung
bifidobakteria seperti yogurt (disebut sebagai probiotik) dapat mencegah
bakteri patogen dengan cara yang sama seperti yang telah diuraikan di atas
yakni karena pembentukan asam lemak pendek sehingga pH turun (derajat
keasaman meningkat) yang menyebabkan penurunan populasi bakteri
patogen. Melalui pembentukan asam lemak pendek dalam jumlah yang
tinggi, bifidobakteria juga mencegah konstipasi dengan merangsang
peristaltis usus dan dengan menambah kandungan air feses karena adanya
tekanan osmosis. Penurunan metabolit toksis oleh oligosakarida atau
konsumsi bifidobakteria (probiotik) akan meringankan beban bahan toksis
dalam hati.
Oligosakarida dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dan
tekanan darah. Penurunan kadar kolesterol diduga karena perubahan
mikroflora usus. Bakteri Lactobacillus (bakteri asam laktat) diketahui akan
menurunkan kolesterol darah karena dapat mencegah absorbsi kolesterol
dari usus. Oligosakarida juga dapat menurunkan tekanan darah dan
mempunyai efek antikanker.
1) Rafinosa
Rafinosa adalah salah satu jenis oligosakarida yang dapat dimurnikan
dari beberapa tanaman dan tidak dapat dicerna di dalam saluran pencernaan
manusia. Oligosakarida jenis ini merupakan trisakarida yang terdiri dari
monomer fruktosa, galaktosa dan glukosa dengan titik leleh 78 oC (Pazur,
1970).
11
Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga
molekul monosakarida yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa.
Atom karbon 1 pada galaktosa berikatan dengan atom karbon 6 pada
glukosa, selanjutnya atom karbon 1 pada glukosa berikatan dengan atom
karbon 2 pada fruktosa (McGilvery&Goldstein, 1996).
Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa,
glukosa dan fruktosa. Pada kondisi tertentu hidrolisis rafinosa akan
memberikan hasil-hasil tertentu pula. Hidrolisis dengan asam lemah atau
pada konsentrasi H+ rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa.
Hasil yang sama seperti ini juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan
bantuan enzim sukrase.
Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini
disebabkan karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus –OH
glikosidik. Rafinosa terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung
kira-kira 8%. Trisakarida ini tidak digunakan manusia sebagai sumber
karbohidrat (McGilvery&Goldstein, 1996).
Gambar 2. Struktur rafinosa
Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, yaitu -galaktosidase,
sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energi
metabolisme yang lebih rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan
efek pada sekresi insulin dari pankreas, mencegah penyakit gigi dan
meningkatkan mikroflora usus (Oku, 1994).
12
Di dalam kolon, rafinosa dapt menstimulir pertumbuhan
Bifidobacterium sp dan Bacteriodes spp. Menurut Benno, et.al (1987) dalam
Salminen et al. (1998), menunjukkan bahwa pemberian rafinosa pada
manusia sebesar 15 g/hari dapat menaikkan jumlah bifidobakteria feses
secara signifikan dan menurunkan jumlah Clostridium spp dan
Bacteriodacceae, terjadi penurunan pH fekal selama mengkonsumsi
rafinosa.
2) Stakiosa
Stakiosa adalah suatu tetrasakarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna,
stakiosa menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1
molekul fruktosa. Pada hidrólisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan
manotriosa suatu trisakarida. Stakiosa tidak memiliki sifat mereduksi.
(McGilvery&Goldstein, 1996)
Gambar 3. Struktur stakhiosa
D. PREBIOTIK
Prebiotik didefinisikan sebagai kandungan bahan pangan yang tidak
dapat dicerna dan menguntungkan inangnya daan menstimulasi secara
selektif pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri di
dalam usus sehingga dapat meningkatkan kesehatan (Roberfroid, 2000).
Prebiotik secara singkat merupakan makanan bagi probiotik (bakteri
baik yang hidup dalam saluran pencernaan manusia). Prebiotik merupakan
13
serat pangan (dietary fibre) yang dapat menjadi substrat bagi mikroba
menghasilkan SCFA (Short Chain Fatty Acid).
Bahan makanan agar dapat dikategorikan sebagai prebiotik harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bahan makanan harus tidak dapat terhidrolisasi atau diserap di bagian
atas saluran gastrointestinal
2. Bahan makanan harus dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan
bakteri yang menguntungkan di kolon
3. Bahan makanan dapat menekan pertumbuhan patogen dan virus,
menginduksi efek sistemik sehingga dapat memberikan pengaruh baik
bagi kesehatan.
Suatu bahan pangan dapat mengandung oligosakarida yang tidak
dapat dicerna, contohnya adalah rafinosa, fruktooligosakarida (FOS),
galaktooligosakarida (GOS), galaktosilaktosa, isomaltooligosakarida atau
transgalaktooligosakarida (TOS) dan palatinosa (Salminen et al., 1980).
Becker et al. (1974) menyatakan bahwa contoh oligosakarida yang terdapat
di ubi jalar mentah adalah stakiosa, rafinosa dan verbaskosa.
Reaksi Fermentasi prebiotik menjadi SCFA adalah sebagai berikut:
34,5 C6H12O6 —> 48 CH3COOH (Asetat)
CH3CH2COOH (propionat)
5 CH3CH2CH2COOH (butirat)
27,75 CH4
34,5 CO2
10,5 H2O
Prebiotik merupakan nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik, tapi tidak
cocok bagi bakreri jahat, sehingga bisa meningkatkan bakreri baik dalam
usus. Kombinasi probiotik dan prebiotik untuk meningkatkan kesehatan
tubuh disebut sinbiotik.
14
BAHAN DAN METODA
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar jenis merah, putih dan
ungu, etanol 70%, pelarut untuk TLC (asam ortofosfat, difenilamin, anilin,
aseton, 2-propanol, etil-asetat), aquades, gula, asam sitrat, media agar,
bakteri Asam Laktat, bakteri patogen, tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley dengan bobot badan sekitar 200-300 g, dan bahan kimia lainnya
untuk analisis.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, baskom,
gelas kimia, labu ukur, tabung reaksi bervolume, botol mikrovial, timbangan,
willey mill mesh 80, oven, bejana KLT, plat KLT, pipa kapiler, spatula,
sentrifuge, penyaring milipore, evaporator vakum, magnetic stirer, HPLC,
spektofotometer, blender, juice separator, dan alat-alat gelas untuk analisis
Prosedur Kerja
Diagram alir penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir penelitian
Ubi jalar
Pembuatan tepung ubi jalar
Ekstraksi oligosakarida
Pembuatan minuman prebiotik
Identifikasi oligosakarida dgn
KLT
Identifikasi oligosakarida dgn
HPLC
Uji minuman prebiotik
Uji kesukaan minuman
prebiotik
15
a). Pembuatan tepung ubi jalar
Gambar 5. Pembuatan tepung ubi jalar
b). Ekstraksi oligosakarida (Muchtadi, 1989)
Gambar 6. Ekstraksi oligosakarida
Tepung ubi jalar
Ekstrak dengan etanol
(1:10), 15 jam dengan
magnetic stirer
Penyaringan dengan vakum
Penguapan pelarut dengan
evaporator vakum pada
suhu 40 oC
Ekstrak oligosakarida
Ubi jalar
Pengupasan
Pengirisan
Pengeringan
Penepungan
Tepung ubi jalar
Pencucian
16
4). Analisis Ekstrak Oligosakarida dengan Kromatografi Kertas
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan konsentrasi
komponen oligosakarida yang terdapat pada ekstrak kasar oligosakarida
tepung ubi jalar dengan cara membandingkan dengan standar gula. Dalam
analisa oligosakarida dengan KLT digunakan campuran pelarut 2-propanol,
etil-asetat, akuades (7:1:2), chamber, dan plat KLT. Setiap sampel diteteskan
ke atas plat KLT sebanyak satu tetes membentuk spot lingkaran kecil.
Standar masing-masing jenis oligosakrida diteteskan juga sebanyak satu
tetes ke atas plat KLT.
Kertas kromatografi yang telah diteteskan sampel dan standar gula,
dimasukkan ke dalam chamber. Sisi kertas yang terdapat spot sampel dan
standar gula terendam pelarut dengan tinggi pelarut setengah dari tinggi
spot. Setelah itu chamber ditutup rapat dan didiamkan selama 5 jam atau
sampai batas yang kita tentukan.
Area-area spot komponen oligosakarida disemprot dengan larutan
pewarna berupa campuran difenilamin (4 g), anilin (4 ml) dan asam ortofosfat
80 % (20 ml) di dalam 200 mL aseton. Kemudian kertas kromatografi
dipanaskan dalam oven 100 oC sehingga muncul warna biru kehijauan.
Perhitungan laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) adalah sebagai
berikut:
pelarutditempuhyangjarak
komponenditempuhyangjarakRf
5). Pembuatan minuman prebiotik
Minuman prebiotik dibuat dengan menggunakan ubi yang telah
dibersihkan dan dipotong kecil sebanyak 1000 g diblansir selama 1 menit,
kemudian diblender dengan mencampur air matang (telah mendidih)
sebanyak 2000 mL (perbandingan ubi : air = 1 : 2), Hasil blender kemudian
disaring dengan kain saring dan diperoleh filtrat ubi jalar. Filtrat kemudian
diseparator hingga diperoleh filtrat akhir dan siap untuk dikemas.
17
Minuman ubi jalar yang diperoleh adalah bagian yang mengandung
prebiotik. Kemudian diformulasi dengan penambahan gula dan asam sitrat
kemudian panaskan hingga mendidih dan minuman prebiotik ubi jalar siap
dikonsumsi.
6). Uji kesukaan produk
Uji kesukaan dilakukan dengan sistem penilaian tingkat kesukaan
panelis menggunakan kisaran 1 sampai dengan 5. Adapun interpretasi
penilaian panelis adalah sebagai berikut:
1 = Sangat Tidak Suka
2 = Tidak Suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat Suka
Hasil penilaian panelis kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan
sesuai jumlah panelis yang melakukan uji akseptabilitas.
7) Uji kemampuan minuman prebiotik
a. Uji invitro minuman prebiotik (analisa pertumbuhan Bakteri Asam
Laktat)
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat (BAL) ditunjukkan dengan nilai
absorbansi. Semakin tinggi pertumbuhan BAL dalam memanfaatkan
oligosakarida maka semakin tinggi nilai absorbansinya.
Pertumbuhan BAL diukur pada 0 jam dan pada 48 jam dengan
spektrofotometer pada 600 nm. Sebagai kontrol adalah media berbasis
MRS tanpa ekstrak kasar oligosakarida. Sebagai blanko adalah media
berbasis MRS tanpa BAL.
b. Uji invivo minuman prebiotik
Hewan percobaan yang digunakan sebanyak 16 ekor tikus putih
jantan Galur Sprague-dawley berumur kurang lebih dua bulan. Tikus tersebut
18
dibagi dalam 4 perlakuan, masing-masing terdiri dari 4 ekor tikus,
pencekokan terhadap tikus dilakuan setiap hari.
1. Perlakuan kontrol normal (K-) : tikus dicekok aquadest.
2. Perlakuan kontrol positif (K+) : tikus dicekok inulin dosis 0.6 g.
3. Perlakuan I (D1) : tikus dicekok sari ubi jalar jenis daging merah (Beta-1)
dengan dosis 12 ml/hari
4. Perlakuan II (D2) : tikus dicekok sari ubi jalar jenis daging merah (Beta-1)
dengan dosis 24 ml/hari.
Setelah pemberian perlakuan pada bagian anus tikus dilakukan
pemijatan, selanjutnya feses ditampung langsung dalam kantung plastik
tahan panas yang disterilkan (diautoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit).
Pengambilan feses dilakukan pada hari 0, 3, 6, 9, dan 12 setiap jam 07.30
sampai 08.30 WIB. Feses disimpan dalam termos es yang diberi es.
Terhadap sampel feses pada hari yang sama dilakukan analisa jumlah total
mikroba, perhitungan jumlah E.coli, dan perhitungan jumlah Lactobacillus.
Data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis dengan sidik ragam
RAK dengan hari sebagai kelompok ulangan, untuk melihat adanya
perbedaan jumlah koloni bakteri Lactobacillus dan E.coli yang tumbuh pada
media dari sampel feses tikus pada setiap perlakuan, pengujian dilanjutkan
dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi ubi jalar
Ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi di
Herbarium Bogoriensis, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil determinasi menunjukkan
bahwa sampel merupakan spesies Ipomea batatas suku Convolvulaceae
yang masing-masing memiliki nama daerah yang berbeda. Boled Ungu
ditujukan untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu
keputihan, Boled Tambleg untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi
19
berwarna merah, dan Boled Suuk untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna putih. Varietas dari ubi jalar yang digunakan pun berbeda-beda
varietas Beta-1 nama untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
merah oranye, varietas Sukuh untuk nama ubi jalar yang memiliki daging
umbi berwarna putih dan varietas Antin-1 untuk ubi jalar yang memiliki
daging umbi berwarna ungu keputihan (Rukmana, 1997).
Hasil Analisis Ubi Jalar
Hasil analisis ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.
Ubi jalar merah
Beta-1
Ubi jalar putih Sukuh Ubi jalar kuning
Cangkuang
Ubi jalar Antin-1 Ubi jalar Ungu
Jepang Gambar 7. Macam-macam jenis varietas ubi jalar yang digunakan
Ubi jalar Beta-2 Ubi jalar putih Paong
20
Tabel 1. Hasil analisis proksimat ubi jalar
Varietas Ubi
Warna kulit ubi
Warna daging
ubi
Kd. Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Karbo hidrat (%)
Betakaroten (mg/kg)
Putih Sukuh
Kuning putih 69,0 0,98 1,68 0,22 0,48 28,1 0,15
Cangkuang putih kuning 73,9 0,73 1,32 0,15 0,77 23,9 0,94
Merah Beta-1
merah merah 75,2 1,0 1,71 0,13 0,78 22,0 53,4
Beta-2 merah merah pucat
73,6 0,83 0,82 0,18 0,88 24,6 37,3
Ungu ungu ungu 69,8 1,67 2,51 0,33 0,93 25,7 0,07
Kuning ungu Kuning 64,6 1,90 2,32 0,29 0,57 30,9 1,96
Putih Paong
ungu putih 60,9 0,98 1,84 0,18 0,74 36,1 0,05
Hasil analisis proksimat ubi jalar menunjukkan kadar air yang tinggi
yaitu 60,9 % hingga 75,2 %. Semakin tinggi kadar air bahan menunjukkan
bahwa bahan tersebut akan mudah rusak apabila tidak segera dikonsumsi
atau diproses. Kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat ubi
jalar berbeda-beda tergantung varietas dan umur panen ubi jalar. Walaupun
demikian ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat yang baik,
dengan kadar lebih dari 20 % yaitu berkisar antara 22,0 % hingga 36,1 %.
Selain itu ubi jalar yang dianalisis mengandung beta karoten dengan kadar
yang berbeda-beda. Makin pekat warna merahnya, makin tinggi kadar beta
karotennya. Betakaroten merupakan bahan pembentuk vitamin A di dalam
tubuh. Betakaroten, selain sebagai pembentuk vitamin A, juga berperan
sebagai pengendali hormon melatonin. Hormon ini merupakan antioksidan
bagi sel dan sistem syaraf, dan berperan dalam pembentukan hormon
endokrin. Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan
penurunan daya ingat, dan menurunnya hormon edokrin yang dapat
menurunkan kekebalan tubuh. Selain betakaroten, warna jingga pada ubi
jalar juga kaya akan senyawa lutein dan zeaxanthin, pasangan antioksidan
karotenoid. Keduanya merupakan pigmen warna sejenis klorofil, yang
merupakan bahan pembentuk vitamin A. Selain itu, lutein dan zeaxanthin
sendiri merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi
proses perusakan sel.
21
Hasil Analisis Tepung Ubi Jalar
Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara pengeringan irisan
tipis daging ubi jalar yang telah dikupas dan dicuci bersih. Optimasi
pengeringan tepung ubi jalar adalah dengan pengering oven pada suhu 60
oC selama 10 jam (Hartoyo, 1999), dan dihancurkan dan diayak dengan
tingkat kehalusan 80 mesh.
Tingkat rendemen tepung ubi jalar sangat dipengaruhi oleh interaksi
antara umur panen dan klon ubi jalar yang digunakan. Tepung ubi jalar yang
dihasilkan mengikuti daging umbi bahan bakunya. Rendemen tepung yang
diperoleh berkisar antara 13,72% hingga 17,48 %. Rendemen tepung
tertinggi adalah tepung ubi putih sukuh yaitu 17,48 %. Hasil analisis
proksimat tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar
Varietas Ubi Warna tepung Kd. Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Karbo hidrat (%)
Putih Sukuh putih 7,03 2,80 4,94 0,81 1,79 84,4
Cangkuang krem 5,70 2,46 4,41 0,77 2,19 86,7
Merah Beta-1 merah 6,46 2,89 4,03 0,97 2,68 85,6
Beta-2 Merah pudar 5,43 2,40 2,92 0,67 1,62 88,6
Antin-1 ungu pudar 5,96 2,98 3,89 0,77 2,46 86,4
Ungu ungu 4,40 2,84 2,66 0,56 2,18 89,5
Putih Paong putih 4,59 2,06 2,47 0,87 2,22 90,0
22
Gambar 8. Tepung ubi jalar yang dihasilkan
Kadar air yang diperoleh dari masing-masing tepung ubi jalar varietas
berkisar antara 4,40 % hingga 7,03%. Walaupun demikian belum ada
standar mutu untuk tepung ubi jalar, karenanya standar mutu mengacu
kepada standar mutu tepung untuk ubi kayu yang nilai kadar air maksimalnya
12% (SNI, 1996). Tepung ubi jalar diharapkan memang memiliki tingkat
kadar air yang rendah karena sangat riskan terhadap pertumbuhan jamur
selama proses penyimpanan. Selain mempengaruhi terjadinya perubahan
kimia, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan kandungan
mikroba pada produk pangan tersebut.
Penentuan kadar abu berguna untuk memberikan gambaran
kandungan mineral intenal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya simplisia (DepKes, 2000). Kadar abu yang diperoleh
dari hasil penelitian berkisar antara 2,06 – 2,98 %. Tingginya kadar abu pada
tepung menunjukkan tingginya kandungan mineral namun dapat juga
disebabkan oleh adanya reaksi enzimatis yang menyebabkan turunnya
derajat putih tepung (Suarni et.al, 2005). Kadar abu yang tinggi pada bahan
tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada
produknya (Ginting dan Suprapto, 2005).
Tepung ubi Beta-1 Tepung ubi antin-1 Tepung ubi Sukuh
Tepung ubi ungu
jepang
Tepung ubi Beta-2 Tepung ubi Cangkuang
23
Seperti halnya kadar air, kadar lemak yang terlampau tinggi dapat
mempercepat kerusakan tepung karena proses ketengikan. Biasanya lemak
dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya. Lemak akan berikatan
kompleks dengan amilosa yang mmentuk heliks pada saat gelatinisasi pati
yang menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009).
Kadar karbohidrat pada tepung ubi jalar berkisar antara 84,4% hingga
90,0%. Karbohidrat pada tepung menunjukkan adanya potensi oligosakarida
pad ubi jalar
Hasil Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar
Rendemen ekstrak yang diperoleh dari ubi jalar varietas berbeda-
beda, dengan kisaran ekstrak adalah sekitar 5 % hingga 10%. Pada saat
mengekstrak tepung ubi jalar digunakan pelarut etanol 70%. Penggunaan
pelarut etanol 70% pada penelitian ini merujuk dari penelitian sebelumnya
(Marlis, 2008) yang telah membandingkan antara penggunaan pelarut antara
etanol 70% dengan air mendidih, hasilnya pelarut etanol lebih baik
dibandingkan air mendidih karena pelarut etanol menghasilkan lebih banyak
jenis oligosakarida dibandingkan ekstraksi dengan air mendidih. Hal ini
disebabkan etanol kurang polar dibandingkan air sehingga mampu
melarutkan rantai gula yang lebih panjang. Selain mampu mengekstrak lebih
banyak jenis oligosakarida, etanol 70% juga dapat memperpanjang umur
simpan ekstrak.
24
Gambar 9. Pembuatan ekstrak oligosakarida
Gambar 10 . Hasil ektrak kasar oligosakarida
Ekstrak oligosakarida yang diperoleh merupakan ekstrak kental yang
akan dianalisis kandungan oligosakaridanya.
Identifikasi Ekstrak Oligosakarida dengan KLT
Ekstrak oligosakarida tepung ubi jalar diidentifikasi jenis
oligosakaridanya dengan membandingkan spot sampel dengan spot standar
gula menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang digunakan untuk
kromatografi lapis tipis pada penelitian ini adalah 2-propanol, etil asetat dan
air (7:1:2). Hasil identifikasi oligosakarida dengan KLT dapat diihat pada
Gambar 11.
1. Tepung ubi jalar 2. Ekstrak dgn
etanol
5. Pemekatan dg
rotary evaporator
3. Penyaringan 4. Filtrat ektrak 6. Ektrak kental oligosakarida
25
Gambar 11. Hasil identifikasi oligosakarida dengan KLT Keterangan:
A : Standar Rafinosa B : Standar Maltotriosa C : Standar Stakiosa 1 : Ektrak Ubi merah Beta 2 2 : Ektrak Ubi merah Beta 1 3 : Ektrak Ubi putih Sukuh 4 : Ektrak Ubi Cangkuang 5 : Ektrak Ubi Antin-1 6 : Ektrak Ubi Paong 7 : Ektrak Ubi ungu
Identifikasi oligosakarida dengan KLT dilakukan dengan
menggunakan 3 standar yaitu standar rafinosa, maltotriosa, dan stakiosa.
Jarak elusi adalah 8,6 cm, sedangkan jarak sampel untuk standar rafinosa,
maltotriosa, dan stakiosa secara berturut-turut adalah 5,6 cm; 5,1 cm; dan
3,6 cm. Sehingga laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) standar rafinosa,
maltotriosa, dan stakiosa secara berturut-turut adalah 0,65; 0,59; dan 0,42.
Hasil identifikasi ubi jalar merah Beta-2, Beta-1, Cangkuang dan ubi
ungu ditandai dengan adanya 1 spot menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung stakiosa, tetapi spot masih membentuk ekor hingga mendekati
standar rafinosa. Pada ubi jalar putih Sukuh terlihat adanya 1 spot yang
terpisah secara jelas namun sama dengan spot standar, tetapi spot masih
membentuk ekor hingga mendekati spot standar rafinosa. Kemudian pada
ubi jalar Antin-1 dan paong terlihat spot yang terpisah sempurna dan
teridentifikasi sebagai maltoheksosa dan sedikit membentuk ekor hingga
A B
C
1 2 3 4 5 6 7
26
mendekati spot rafinosa. Hasil perhitungan Rf untuk spot yang terlihat jelasa
pada ekstrak ubi jalar Beta-2, Beta-1, Sukuh, Cangkuang, Antin-1, Paong
dan ubi ungu secara berturut-turut adalah 0,48; 0,45; 0,53; 0,38; 0,62; 0,64;
dan 0,45.
Hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar
tersebut mengandung oligosakarida rafinosa, maltotriosa, dan stakiosa.
Untuk mengetahui kadar oligosakarida ekstrak ubi jalar tersebut secara
kuantitatif dilakukan analisis dengan menggunakan HPLC.
Identifikasi dan Penentuan Kadar Ekstrak Oligosakarida Dengan HPLC
Kandungan ekstrak oligosakarida tepung ubi jalar yang diperoleh
diidentifikasi dengan HPLC. Standar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah standar campuran oligosakarida. Kromatogram standar dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12. Kromatogram standar oligosakarida
Standar oligosakarida yang digunakan adalah standar campuran yang
terdiri dari rafinosa, stakiosa, dan maltoheksosa. Maltotriosa tidak digunakan
lagi sebagai standar karena memiliki waktu retensi yang sangat berdekatan
dengan rafinosa, sehingga peak yang diperoleh tidak jelas dan tidak dapat
dibedakan antara rafinosa dan maltotriosa. Waktu retensi standar
maltoheksosa, stakiosa dan rafinosa berturut-turut adalah 9,376; 10,225; dan
11,276 menit.
27
Oligosakarida ubi jalar merah Beta-1
Hasil yang didapat dari identifikasi ekstrak oligosakarida ubi jalar
merah Beta-1 dapat dilihat pada Gambar 13. Waktu retensi sampel
dibandingkan dengan waktu retensi standar. Ketiga jenis gula yang
terdeteksi ini adalah maltoheksosa dengan waktu retensi 9,235 menit dan
luas area 12716035, stakiosa dengan waktu retensi 9,941 menit dan
memiliki luas area 5006913, rafinosa dengan waktu retensi 11,136 menit dan
memiliki luas area 11101506. Setelah dihitung kadar masing-masing dari
oligosakarida yang terdeteksi tersebut adalah maltoheksosa sebesar
0,095%, stakiosa sebesar 0,031% dan rafinosa sebesar 0,143%.
Gambar 13. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi jalar Beta-1
Oligosakarida ubi jalar putih sukuh
Analisis ubi jalar Sukuh menghasilkan 3 jenis oligosakarida yang
memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh
larutan standar. Ketiga jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa
dengan waktu retensi 9,297 menit dan luas area 14244595, stakiosa dengan
waktu retensi 10,226 menit dan memiliki luas area 3268203, rafinosa dengan
waktu retensi 11,155 menit dan memiliki luas area 11340041. Setelah
dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi tersebut
adalah maltoheksosa sebesar 0,106%, stakiosa sebesar 0,020% dan
rafinosa sebesar 0,146%.
28
Gambar 14. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Sukuh
Oligosakarida ubi jalar Antin-1
Hasil Analisis ubi jalar Antin-1 menghasilkan 2 jenis oligosakarida
yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki
oleh larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa
dengan waktu retensi 9,515 menit dan luas area 2465198, dan rafinosa
dengan waktu retensi 11,040 menit dan memiliki luas area 4704385. Setelah
dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi tersebut
adalah maltoheksosa sebesar 0,039%, dan rafinosa sebesar 0,141%.
Gambar 15. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Antin-1
29
Oligosakarida ubi jalar putih paong
Analisis ubi jalar putih Paong menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang
memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh
larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah stakiosa dengan
waktu retensi 10,761 menit dengan luas area 4501714, dan rafinosa 11,536
menit dengan luas area 2655053. Setelah dihitung kadar masing-masing dari
oligosakarida yang terdeteksi tersebut adalah stakiosa sebesar 0,0433 %
dan rafinosa sebesar 0,0558 %.
Gambar 16. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Putih paong
Oligosakarida ubi jalar Cangkuang
Gambar 17. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Cangkuang
30
Analisis ubi jalar cangkuang menghasilkan satu jenis oligosakarida
yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki
oleh larutan standar. Jenis gula yang terdeteksi ini adalah rafinosa dengan
waktu retensi 10,985 menit dengan luas area 6910593 atau sebesar 0,089
%.
Oligosakarida ubi jalar merah Beta-2
Gambar 18. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar
Beta-2
Analisis ubi jalar Beta-2 menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang
memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh
larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa
dengan waktu retensi 9,882 menit dan memiliki luas area 4935636 dan
rafinosa dengan waktu retensi 11,108 menit dan memiliki luas area 7935190.
Setelah dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi
tersebut adalah maltoheksosa sebesar 0,0367 % dan rafinosa sebesar
0,1019 %.
31
Oligosakarida ubi jalar ungu
Gambar 19. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Ungu
Analisis ubi jalar Ungu menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang
memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh
larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa
dengan waktu retensi 9,527 menit dan memiliki luas area 5405427 dan
rafinosa dengan waktu retensi 11,156 menit dan memiliki luas area 6699220.
Setelah dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi
tersebut adalah maltoheksosa sebesar 0,0402 % dan rafinosa sebesar
0,0861%. Data hasil analisis oligosakarida ekstrak kasar ubi jalar dengan
HPLC terangkum dalam Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Hasil analisis oligosakarida ekstrak kasar ubi jalar dengan HPLC
Jenis ubi Rafinosa (%) Stakiosa
(%)
Maltohexosa
(%)
Putih Sukuh 0,1457 0,0202 0,1060
Merah Beta-1 0,1427 0,0309 0,0945
Antin-1 0,1412 - 0,0391
Putih Paong 0,0615 0,0192 -
Cangkuang 0,0888 - -
Beta-2 0,1019 - 0,0367
Ungu 0,0861 - 0,0402
32
Dari data tersebut diatas diketahui bahwa ubi putih sukuh, ubi merah
Beta-1 dan ubi Antin-1 memiliki kandungan oligosakarida (rafinosa, stakiosa,
dan maltoheksosa) tertinggi. Ketiga jenis ubi tersebut akan digunakan dalam
pembuatan minuman prebiotik pada tahap selanjutnya.
Formulasi Minuman prebiotik
Ubi jalar yang telah dipanen segera dibuat minuman prebiotik karena
penyimpanan dapat mengubah komponen gula dan karbohidrat yang
terdapat dalam ubi jalar (Zhang et al., 2002). Dalam pembuatan minuman
prebiotik menggunakan metode blancing atau blansir yaitu suatu pemberian
perlakuan panas pada buah dan sayuran yang bertujuan untuk
menginaktifasikan enzim, dimana dengan blancing dapat mencegah
perubahan warna, perubahan flavor dan rasa pada proses penyimpanan.
Selain itu, blanching bertujuan untuk mengeluarkan gas dan udara yang
terdapat pada jaringan bahan yang dapat menyebabkan oksidasi serta
berfungsi untuk membersih dan mengurangi mikroba pada sel dan jaringan
tanaman (Winarto, 1980).
a b c
Gambar 20. Minuman prebiotik Keterangan : a = minuman prebiotik ubi merah Beta-1
b = minuman prebiotik ubi Antin-1 c = minuman prebiotik ubi putih Sukuh
Hasil identifikasi kadar oligosakarida minuman prebiotik dapat dilihat
pada Gambar 21 hingga Gambar 23.
33
Gambar 21. Kromatogram poduk prebiotik ubi merah Beta-1
Analisis minuman prebiotik ubi jalar merah Beta-1 menghasilkan satu
jenis oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu
retensi yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi
memiliki waktu retensi 11,298 menit dan memiliki luas area 292668,
sehingga kadar rafinosa sebesar 0,0725 %.
Gambar 22. Kromatogram poduk prebiotik ubi sukuh
Analisis minuman prebiotik ubi jalar sukuh menghasilkan satu jenis
oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi
yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi memiliki
waktu retensi 11,396 menit dan memiliki luas area 204227, sehingga kadar
rafinosa sebesar 0,0506 %.
34
Gambar 23. Kromatogram poduk prebiotik ubi Antin-1
Analisis minuman prebiotik ubi jalar Antin-1 menghasilkan satu jenis
oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi
yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi memiliki
waktu retensi 10,917 menit dan memiliki luas area 5582, sehingga kadar
rafinosa sebesar 0,0029 %.
Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa ubi jalar setelah diproses
masih mengandung oligosakarida yang cukup tinggi. Produk yang paling
tinggi kandungan rafinosanya adalah ubi jalar merah Beta-1.
Uji Kesukaan Produk
Uji kesukaan dilakukan terhadap minuman prebiotik ubi beta-1 dan
sukuh. Produk yang telah dibuat kemudian diformulasi dengan penambahan
gula dan asam sitrat. Pada formulasi sebelumnya digunakan susu skim dan
agar-agar, tetapi rasa alami dari ubi jalar menjadi tidak menonjol dan produk
menjadi tidak menarik. Kemudian ditambahkan gula dan asam sitrat,
kemudian dicampur dan dipanaskan hingga mendidih dan siap untuk diuji.
Hasil uji kesukaan dapat dilihat pada Tabel 4.
35
Tabel 4. Rata-rata penilaian uji kesukaan minuman prebiotik
Produk
Rata-rata penilaian
Rasa Aroma Warna
M10 3,50 3,45 3,50
M20 3,40 3,40 3,60
M30 2,90 2,95 2,80
P10 3,20 3,10 2,75
P20 2,50 2,80 2,50
P30 3,05 3,20 2,80
Keterangan:
M10 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 10 % + asam sitrat 0,1%
M20 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 20 % + asam sitrat 0,2%
M30 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 5 % + asam sitrat 0,05%
P10 = prebiotik ubi Sukuh + gula 10 % + asam sitrat 0,1%
P20 = prebiotik ubi Sukuh + gula 5 % + asam sitrat 0,05%
P30 = prebiotik ubi Sukuh + gula 20 % + asam sitrat 0,2%
Dari hasil uji kesukaan terlihat bahwa nilai rata-rata penilaian yang
paling tinggi yaitu untuk minuman prebiotik M10, yaitu ubi merah yang
ditambah gula 10 % dan asam sitrat 0,1%, dengan nilai rata-rata kesukaan
untuk rasa dan warna adalah 3,50; dan aroma 3,45. Data tersebut
menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai minuman prebiotik ubi
Beta-1 dengan formulasi tersebut. Panelis umumnya tidak menyukai produk
ubi sukuh karena warnanya cenderung agak keruh.
Uji Kemampuan Produk
1. Uji Invitro
a) Analisis Pertumbuhan BAL
Minuman prebiotik ubi jalar diuji pengaruhnya untuk menstimulasi
pertumbuhan BAL secara invitro. Pertumbuhan BAL pada media MRSB
diukur menggunakan spektrofotometri dengan mengukur nilai absorbansinya.
Sebagai kontrol positif adalah media MRSB tanpa penambahan minuman
prebiotik yang ditambah BAL, sedangkan kontrol negatif adalah media MRSB
36
tanpa penambahan minuman prebiotik dan tanpa penambahan BAL. Hasil
pengukuran absorbansi pertumbuhan BAL dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 24. Pertumbuhan BAL setelah 24 jam
Gambar 25. Pertumbuhan BAL setelah 48 jam
0
0.3
0.6
0.9
1.2
1.5
KN KP US UB UA
Pelakuan
Nil
ai
Ab
so
rba
ns
i
Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48
Gambar 26. Grafik pertumbuhan BAL
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa Sampel UB (Ubi merah beta-1)
lebih tinggi nilai absorbansinya dibandingkan US (ubi putih sukuh) dan UA
(ubi antin) pada jam ke-24. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan
37
BAL terstimulir dengan baik hingga jam ke 24. Sedangkan kontrol negatif
tidak menunjukkan peningkatan nilai absorbansi.
Pada jam ke-48 nilai absorbansinya menurun yang menunjukkan
pertumbuhan BAL menurun. Pertumbuhan BAL pada 48 jam menurun
karena oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar tersebut berubah menjadi
oligofruktosa sebagai sumber gula yang memiliki nilai absorbansi rendah.
Oligofruktosa mempunyai gugus yang kompleks dibandingkan oligosakarida
jenis maltose, rafinosa dan maltoheksosa sehingga BAL membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam mencerna oligofruktosa dan menyebabkan
pertumbuhan BAL menurun (Lu et al).
2. Uji Invivo
Pada uji invivo ini, tikus yang digunakan untuk masing-masing
perlakuan terdiri dari 4 ekor tikus.
Gambar 27. Pemberian minuman prebiotik pada tikus dengan cara pencekokan
38
Analisis Total Mikroba Feses
Analisis total mikroba feses keempat kelompok tikus dilakukan selama
masa in vivo. Jumlah total mikroba semua kelompok berfluktuasi selama
percobaan. Gambar grafik jumlah total mikroba pada keempat kelompok
tikus dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Jumlah Total Mikroba : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar dosis 24 ml/hari.
Jumlah total mikroba pada kontrol negatif dari hari ke-0 sampai hari
ke-12 yaitu 110.000 x 105 hingga 27.000 x 105. Jumlah ini berfluktuasi pada
setiap harinya, peningkatan pada hari ke-12 dimungkinkan karena mikroba-
mikroba tersebut ikut masuk ke saluran pencernaan tikus melalui ransum
dan air minum.
Kelompok kontrol positif diberikan berupa inulin yang mengandung
oligosakarida yang mampu menstimulasi pertumbuhan Lactobacillus. Jumlah
total mikroba pada hari ke-0 sebanyak 38 x 105 yang kemudian meningkat
pada pemberian hari ke-3 namun kemudian turun lagi pada hari ke-6 dan
selanjutnya populasi koloni kembali meningkat pada hari ke-9 dan hari ke-12.
Hal ini berarti inulin yang diberikan kepada tikus sangat berpengaruh
memperbanyak jumlah total mikroba. Peningkatan jumlah total mikroba ini
39
dimungkinkan karena mikroflora-mikroflora usus langsung mencerna
oligosakarida yang terkandung dalam inulin sehingga jumlahnya jadi
meningkat. Pemberian inulin mempengaruhi jumlah total mikroba di usus
secara signifikan karena jumlah total mikroba meningkat setelah perlakuan.
Kelompok tikus yang diberikan sari ubi jalar dosis 12 ml pada 6 hari
perlakuan menunjukkan peningkatan jumlah yang meningkat yaitu sampai
290.000 x 105 Jumlah total mikroba kelompok ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol negatif dan positif. Peningkatan jumlah total mikroba ini
dimungkinkan karena sari ubi jalar dapat meningkatkan populasi mikroflora di
dalam usus secara drastis. Hal ini terlihat yang pada hari ke-6 peningkatan
Lactobacillus pada pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml meningkat drastis
sampai 290.000 x 105 yang pada hari sebelumnya yaitu hari ke-3 jumlahnya
hanya sebanyak 760 x 105. Kemudian pada hari ke-9 jumlah koloni
mengalami penurunan 460 x 105 hal ini mungkin dikarenakan adanya
persaingan antara Lactobacillus dengan mikroflora usus lainnya termasuk
patogen sehingga mikroflora-mikroflora tersebut kalah dan mati sehingga
mengurangi jumlah total bakteri dalam usus.
Kelompok tikus yang diberikan sari ubi jalar dosis 24 ml pada hari ke-0
sebanyak 65 x 105 yang kemudian pada hari selanjutnya jumlah total bakteri
mengalami peningkatan. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian sari ubi
jalar dosis 24 ml ini sangat mempengaruhi populasi total mikroba di saluran
pencernaan tikus. Hal ini dimungkinkan karena oligosakarida dapat dicerna
oleh Lactobacillus sehingga dapat meningkatkan populasinya dan dapat
menurunkan populasi mikroflora lainnya. Gambar koloni TPC hasil penelitian
dapat dilihat pada Gambar 29.
Hari ke-0
K- K+ D1 D2
Hari ke-3
40
K- K+ D1 D2
Hari ke-6
K- K+ D1 D2
Hari ke-9
K- K+ D1 D2
Hari ke-12
K- K+ D1 D2 Gambar 29. Koloni TPC selama pengamatan
Keterangan : K- = kontrol negatif. K+ = kontrol positif. D1 = perlakuan pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml. D2 = perlakuan pemberian sari ubi jalar 24 ml.
Analisis Jumlah Lactobacillus di Feses
Profil jumlah Lactobacillus pada feses keempat kelompok tikus dapat
dilihat pada Gambar 30. Populasi jumlah Lactobacillus tikus pada kelompok
kontrol negatif menunjukkan kenaikan yaitu 4.900 x 105 hingga 680.000 x 105
tetapi kenaikannya lebih rendah dibandingkan kontrol positif dan perlakuan
pemberian sari ubi jalar.
41
Jumlah Lactobacillus pada kontrol negatif menunjukkan bahwa tikus
tersebut dalam keadaan sehat karena jumlah Lactobacillus dalam
pencernaannya menunjukkan jumlah yang hampir konstan hingga hari ke-6.
Jumlah populasi Lactobacillus pada tikus kelompok kontrol positif
menunjukkan kenaikan populasi, dan populasi Lactobacillus pada hari ke-6
merupakan populasi yang tertinggi namun pada hari ke-9 jumlah
Lactobacillus pada kelompok ini lebih sedikit dibanding jumlah populasi pada
pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml hal ini menunjukkan pemberian inulin
sangat berpengaruh memperbanyak jumlah populasi Lactobacillus.
Populasi Lactobacillus kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml
menunjukkan hasil yang meningkat sampai hari ke-9 yaitu jumlah koloni
Lactobacillus sebanyak 880.000 x 105. Populasi ini paling tinggi
dibandingkan yang lain. Bahkan populasi jumlah Lactobacillus pada hari ke-
9 melebihi jumlah populasi Lactobacillus pada kelompok kontrol positif. Hal
ini menunjukkan oligosakarida dalam sari ubi jalar dapat menstimulasi
pertumbuhan Lactobacillus dalam saluran pencernaan tikus. Pada hari ke-12
terjadi penurunan populasi Lactobacillus yaitu 30.000 x 105. Hal ini mungkin
dikarenakan jumlah E.coli pada hari ke-12 meningkat dan mikroflora usus
lainnya juga meningkat sehingga Lactobacillus kalah bersaing dengan
mikroflora usus lainnya yang memiliki populasi lebih besar.
42
Gambar 30. Jumlah Populasi Lactobacillus : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 24 ml/hari.
Gambar 31. Jumlah Populasi E.coli : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 24 ml/hari.
Jumlah populasi Lactobacillus pada tikus kelompok pemberian ubi
jalar dosis 24 ml mengalami peningkatan secara bertahap selama perlakuan
yaitu sebesar 3.700 x 105 pada hari-0 dan peningkatan yang cukup tinggi
pada hari ke-9 yaitu 630.000 x 105. Pada hari ke-12 populasi Lactobacillus
mengalami penurunan, kemungkinan hal ini sama dengan kelompok
pemberian sari ubi jalar dosis 0,6 g yaitu Lactobacillus mengalami
persaingan dengan mikroflora usus lainnya yang mengakibatkan populasi
Lactobacillus kalah bahkan Lactobacillus tersebut bisa mati. Namun jumlah
populasi pada kelompok ini lebih rendah dibanding kelompok pemberian sari
ubi jalar 0,6 g.
Peningkatan jumlah Lactobacillus yang secara bertahap naik
signifikan terlihat pada kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml yaitu
mencapai 880.000 x 105 pada hari ke-9, yang mana pada kelompok ini
43
didapatkan jumlah populasi Lactobacillus tertinggi dari keseluruhan
perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sari ubi jalar yang
mengandung oligosakarida berpengaruh positif terhadap jumlah
Lactobacillus di saluran pencernaan tikus. Jenis oligosakarida yang terdapat
dalam sari ubi jalar merah terutama adalah rafinosa. Rafinosa dapat
menstimulir pertumbuhan bakteri Lactobacillus, karena rafinosa dapat
dimetabolisme oleh mikroflora usus sehingga dihasilkan asam laktat, asam
asetat, asam butirat dan hidrogen peroksida.
Dari uji sidik ragam RAK menunjukkan bahwa hari pemberian sari ubi
jalar berpengaruh beda nyata (signifikan) terhadap pertumbuhan
Lactobacillus dalam saluran pencernaan tikus, tetapi tidak ada pengaruh
yang nyata dari perlakuan yang diberikan. Dari data terlihat jumlah koloni
pada hari ke-9 memperlihatkan jumlah yang paling tinggi, namun setelah
hasil uji statistik pengujian jumlah koloni pada hari yang berbeda relatif sama.
Gambar koloni lactobacillus hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 32.
Hari ke-0
K- K+ D1 D2
Hari ke-3
K- K+ D1 D2
Hari ke-6
K- K+ D1 D2
44
Hari ke-9
K- K+ D1 D2
Hari ke-12
K- K+ D1 D2
Gambar 32. Koloni lactobacillus selama pengamatan
Analisis Jumlah E.coli di Feses
Jumlah koloni E.coli di feses tikus kelompok kontrol negatif selama
tahap in vivo mengalami fluktuasi yaitu dari 1.2 x 105 hingga 980 x 105
populasi E.coli paling sedikit ditunjukkan pada hari-0 dan populasi E.coli
paling tinggi ditunjukkan pada hari ke-3. Namun pada hari ke-6 dan hari ke-
12 populasi menurun seperti terlihat pada grafik. Grafik jumlah populasi
E.coli di feses untuk keempat kelompok ini dapat dilihat pada Gambar 31
Pada tikus kelompok kontrol positif jumlah populasi E.coli juga
menunjukan kenaikan pada hari ke-3 yaitu sampai 980 x 105 hal tersebut
dikarenakan oligosakarida didalam sari ubi jalar belum mempunyai efektifitas
selama 3 hari pemberian tetapi pada hari ke-6 dan hari ke-9 jumlah populasi
E.coli konstan sebesar 14 x 105. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
oligosakarida yang diberikan ke tikus untuk meningkatkan populasi
Lactobacillus bisa menekan pertumbuhan E.coli. Jumlah populasi E.coli pada
perlakuan kelompok ini paling kecil dibandingkan dengan populasi E.coli
pada perlakuan kelompok yang lain.
Jumlah E.coli pada tikus kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12
ml juga menunjukkan kenaikan pada hari ke-3 yaitu 180 x 105, sama seperti
45
perlakuan kontrol positif pada hari ke-6 dan hari ke-9 jumlah populasi E.coli
konstan, tidak begitu jauh berbeda jumlah populasinya. Hal ini berarti bahwa
Lactobacillus dalam pencernaan tikus bisa bersaing dengan populasi E.coli
sehingga populasi E.coli ditekan setiap harinya.
Kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 24 ml memiliki angka
kenaikan juga terhadap jumlah populasi E.coli dan tidak jauh berbeda
dengan perlakuan sebelumnya yaitu sampai 1.000 x 105 tetapi populasi
E.coli pada perlakuan ini lebih kecil dibandingkan dengan pemberian sari ubi
jalar dosis 0,6 g tetapi masih lebih besar dibandingkan dari perlakuan kontrol
positif.
Dari hasil uji sidik ragam RAK menunjukkan bahwa hari pemberian
sari ubi jalar mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah
E.coli dalam saluran pencernaan tikus, tetapi tidak ada pengaruh yang nyata
terhadap perlakuan yang diberikan. Gambar koloni E.coli hasil penelitian
dapat dilihat pada Gambar 33.
Hari ke-0
K- K+ D1 D2
Hari ke-3
K- K+ D1 D2
Hari ke-6
46
K- K+ D1 D2
Hari ke-9
K- K+ D1 D2
Hari ke-12
K- K+ D1 D2
Gambar 33. Koloni E.coli selama pengamatan
Pembahasan
A. Aspek Teknologi
Teknologi pembuatan minuman prebiotik merupakan teknologi
sederhana, sehingga dapat diterapkan untuk skala rumah tangga.
Peralatan yang digunakan dapat disesuaikan dengan skala produksi
minuman prebiotik yang dihasilkan.
B. Aspek Ekonomi
Kelayakan ekonomi dipengaruhi oleh komponen-komponen biaya
seperti harga bahan baku, harga jual produk, upah tenaga kerja, bahan
bakar dan investasi. Zubir (2006) menjelaskan bahwa kriteria yang
47
dipergunakan dalam menilai kelayakan usaha adalah Internal Rate of
Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). IRR merupakan tingkat
diskonto (discount rate) yang menyebabkan nilai sekarang dari arus kas
masuk sama dengan nilai sekarang dari arus kas keluar. Jadi discount
rate sebesar IRR akan menyebabkan nilai NPV sama dengan nol.
Sedangkan Pay Back Period menghitung jangka waktu yang dibutuhkan
untuk mengembalikan investasi yang telah dikeluarkan dengan arus kas
yang dihasilkan. Keterkaitan antara ketiga kriteria tersebut adalah, bila
IRR menghitung tingkat diskonto yang menyebabkan NPV sama dengan
nol, sedangkan PBP menghitung kapan atau berapa lama NPV akan
menjadi nol. Harga pokok produksi dalam perhitungan teknoekomomi
tersebut, juga dapat diketahui, sehingga dapat dijadikan acuan dalam
menentukan harga jual produk.
Dalam analisis kelayakan proses produksi minuman prebiotik,
digunakan input data-data sebagai berikut di bawah ini. Input data
tersebut didapat berdasarkan hasil studi literatur dan studi lapangan serta
asumsi.
a. Proses produksi 25 hari kerja per bulan atau 300 hari kerja per tahun.
b. Bahan baku ubi jalar Rp 4000/kg, gula pasir Rp 11000/kg, dan asam
sitrat Rp 10000/kg.
c. Kapasitas output sebanyak 200 liter minuman per hari atau 1000
cup/hari (1 cup = 200 mL).
d. Harga jual minuman prebiotik diasumsikan Rp. 1500/ cup.
e. Harga peralatan dan mesin utama dan pendukung Rp 144.360.000.,-
dengan investasi total yang meliputi peralatan dan mesin, modal kerja
1 bulan proses (50 hari kerja) yaitu Rp 24.930.000,-, tanah untuk
bangunan pabrik 200 m2,dan bangunan pabrik 150 m2. Tenaga kerja 3
orang dengan upah tenaga kerja Rp. 1.000.000,- per bulan.
f. Sumber energi penggerak untuk mesin adalah llistrik dengan asumsi
pemakaian listrik per bulan adalah Rp 400.000,-.
48
Hasil analisis kelayakan pembuatan minuman prebiotik dapat
dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil analisis kelayakan proses
minuman prebiotik dengan input data seperti tersebut di atas, bila dilihat
dari nilai Internal rate of Return (IRR) 29,91 % yang lebih besar daripada
discount rate bank 16 %, maka unit usaha produksi minuman prebiotik
tersebut layak untuk dijalankan.
Parameter kelayakan lainnya menunjukkan bahwa produksi
minuman prebiotik tersebut mempunyai nilai Payback Period (PBP)
sebesar 3,34 tahun setara 40,12 bulan. Berdasarkan nilai PBP tersebut
berarti proyek akan kembali modal setelah umur proyek 41 bulan. Apabila
dilihat dari nilai Break Event Point nya maka proyek tersebut akan
mencapai titik impas pada pendapatan mencapai Rp. 109.358.342,- per
tahun.
Tabel 19. Ringkasan Spreadsheet Analisis Kelayakan minuman prebiotik
Uraian Harga (Rp.)
A. Investasi
1. Tanah 200 m2 @ Rp. 300.000,- 60.000.000
2. Bangunan pabrik 150 m2 @ Rp. 1.000.000 150.000.000
3. Peralatan dan mesin 144.360.000
4. Modal Kerja (1 bulan) 24.930.000
Total investasi 379.290.000
B. Biaya operasional 335.830.000
1. Biaya tetap
Pemeliharaan 14.720.000
Penyusutan 21.940.000
Total biaya tetap 36.650.000
2. Biaya variabel
Bahan baku dan penolong 187.120.000
Tenaga kerja (3 org) 36.000.000
Kemasan 56.250.000
Listrik 4.800.000
Bahan bakar 15.000.000
Total biaya variabel 299.170.000
C. Pendapatan (300000 cup/th @Rp 1500,-) 450.000.000
D. Parameter Kelayakan :
49
1. NPV (Discon rate 16%) 129.750.000
2. IRR 29.91%
3. Payback Period (PBP) 3,34 tahun = 40,12 bulan
4. Break Event Point (BEP) 109.358.342 per tahun
Keunggulan/kemungkinan diterapkan di industri
Minuman prebiotik dapat diterapkan di industri karena pangsa
pasarnya cukup menjanjikan, dimana masyarakat sudah cukup mengetahui
pangan fungsional dan bahan baku yang digunakan tersedia cukup
melimpah. Minuman prebiotik ini dapat dijadikan sebagai produk utama
ataupun sebagai pencampur pada produk susu.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Ubi jalar dengan varietas yang berbeda memiliki kandungan
oligosakarida yang berbeda.
2. Kandungan oligosakarida yang tertinggi adalah ekstrak alkohol ubi
jalar putih sukuh, dengan kandungan rafinosa 0,1457 %, stakiosa
0,0202 %, dan maltoheksosa 0,1060 %.
3. Minuman prebiotik ubi jalar merah Beta-1 memiliki kandungan
oligosakarida tertinggi, yaitu rafinosa 0,0726 %.
4. Uji kesukaan minuman prebiotik menunjukkan bahwa minuman
prebiotik ubi jalar merah Beta-1 yang ditambah gula 10 % dan asam
sitrat 0,1 % paling disukai dengan skor nilai uji rata-rata untuk rasa
dan warna adalah 3,50 dan aroma 3,45.
5. Minuman prebiotik dapat menstimulir pertumbuhan BAL dan optimum
hingga jam ke-24 secara invitro
6. Hasil pengujian minuman prebiotik ubi jalar (ekstrak oligosakarida)
pada dosis 12 ml/hari dan 24 ml/hari belum efektif menstimulir
pertumbuhan Lactobacilli dan menekan pertumbuhan E.coli secara
invivo pada tikus.
50
B. SARAN
Perlu kajian lebih lanjut mengenai uji invivo dan uji klinis minuman
prebiotik ubi jalar yang dihasilkan pada dosis yang berbeda dan juga bentuk
sediaan minuman prebiotik yang lebih tahan lama.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari I, Sarjana, A. Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan
standar mutu tepung ubi jalar. Ungaran. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP).
Anonymous. 1990. Yakult-fermented Milk Drink to Promote Health. Yakult Honsha Co. Ltd., Tokyo, Japan.
Ansel, H, C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat.
Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Farms Oleh
Farida Ibrahim. UI Press. Jakarta.
Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1999. Proses Pembuatan dan Penggunaan
Tepung Ubi Jalar Untuk Produk Pangan. Edisi Khusus Balitkabi No. 15-
1999. hlm. 30–44.
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, NL., Sedarnawati, Budianto S.1989
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.
Fardiaz, D. 1995. Probiotik: Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta: PT. Tri
Cipta Karya.
Gibson, GR.,dan Robertfroid, M. 1995. Dietary Modulation of The Human Colonic Microbiota: Introducing the Concept of Probiotics. J. Nurt. 125: 1401-1412.
Lambert, J., dan Hull, R.1996. Upper Gastrointestinal Tract Disease and
Probiotic. Asia Pasific J. Clin. Nurt. 5:31-35. Lingga PB, Sarwono I, Rahardi PC, Rahardjo JJ, Afriastini R, Wudianto WH,
Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar Swadaya, Jakarta. Manning TS, Gibson GR. 2004. Prebiotic. J. Best Practice and Research
Clinical Gastroenterology, New York.
Manning TS, R,Rastall, G. Gibson. 2004. Prebiotics and Lactic Acid Bacteria.
Di dalam: Salminem S, Wright AV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid
Bacteria. New York: Marcell dekker inc. hlm 407-418
Manning TS, Rastal R, Gibson G. 2004. Prebotic and Lactic Acid Bacteria. Di dalam Salminen S, Wright AV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. New York, Makker Dekker Inc.
52
Marlis, A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan
Pengaruh Pengolahan terhadap Potensi Prebiotiknya [skripsi]. Bogor.
Pascasarjana Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.
McGilvery, RW dan G.W Goldstein,. 1996. Biokimia : Suatu Pendekatan
Fungsional 3ed. Erlangga Press. Surabaya.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU
Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Nestel, P. 1996. Intestinal Flora and Human Health. Asia Pasific J. Clin. Nurt.
5:1.
Oku T. 1994. Special Physiology Functions of Newly Develope Mono and Oligosaccharides. Di dalam: Goldberg, I. (Ed). Function Food Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. New York: Chapman and Hall.
Onwueme, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops. New York.
Palmer, JK. 1982. Carbohydrates in Sweet Potato. Di dalam: Villareal, RL., dan Griggs, TD. (Ed). Sweet Potato Proceedings of The First International Symposium. AVRDC, Taiwan.
Palmer. 1982. Prebiotics. J. best Practice and research Clinical
Gastroenterology 18 (2) : 287-298
Pazur, JH. 1970. Oligosaccharides. Di dalam: Pigman, W., dan Horton, D. (Ed.) The Carbohidrates Chemistry and Biochemistry. Second Edition. Volume II A. Academic Press, New York.
Robertfroid M. 2000. Functional Food Concept and its Application to
Prebiotic. J. Digest Liver Dis 34: S105-110.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogakarta. Hal.
323-417
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pascapanen. Kanisius.
Yogyakarta
Salminen S, Wright Av, Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria. New York: Marckel Dekker.
Santosa BAS , Widowati S, Damardjati DS. 1992. Evaluasi Sifat-sifat Kimia
Tepung Dua Varietas Ubi Jalar. Di dalam: Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agro
53
Industri. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Edisi Khusus Balittan Malang.
Sastroamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta.
Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati. ITB. Bandung. hal 131-152.
Steinbauer, LE, dan Kushman, LJ. 1971. Sweet Potatos Culture and Desease. Agliculture Hand Book no. 388. United State Departement of Agliculture, Washington DC.
Weese JS. 2002. Probiotics, prebiotics. J. of Equine Veterinary Science.
22(8) : 357-360
WHO (World Health Organization). 2002. Guidelines for the Evaluation of Probiotic in Food. www. Who.org. html.
Wilbraham AC, MS Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.
Bandung. Penerbit ITB
Woolfe, J.A., 1992 ―sweet potato: an untapped food resource‖,Cambridge Univ. Press and The International Potato Center (CIP). Cambridge, UK.
Yadav AR, Guha M, Tharanathan RN, Ramteke RS. 2006. Changes in Caracteristics of Sweet Potato Flour Prepared by Different Drying Techniques. J. Food Science and Technology. 39: 20-26.