bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

53
1 KAJIAN POTENSI PREBIOTIK BEBERAPA JENIS UBI JALAR DAN PENGEMBANGAN FORMULASI MINUMAN PREBIOTIKNYA BALAI BESAR INDUSTRI AGRO Jl. Ir. H. Juanda No 11 Telp : 0251- 8324068, Fax : 0251-8323339 BOGOR

Upload: ben-clarke

Post on 26-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

1

KAJIAN POTENSI PREBIOTIK BEBERAPA JENIS UBI JALAR

DAN PENGEMBANGAN FORMULASI MINUMAN PREBIOTIKNYA

BALAI BESAR INDUSTRI AGRO

Jl. Ir. H. Juanda No 11

Telp : 0251- 8324068, Fax : 0251-8323339

BOGOR

Page 2: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

2

ABSTRAK

Sejalan dengan program pemerintah yaitu diversifikasi pangan berbasiskan pangan lokal, ubi jalar (Ipomea batatas) atau sweet potatoes merupakan sumber bahan baku lokal yang sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul dengan daerah penyebaran yang cukup merata di seluruh Indonesia.

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Selain itu, ubi jalar juga memiliki potensi sebagai pangan fungsional yaitu sebagai prebiotik. Prebiotik adalah komponen pangan yg tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (nondigestible food ingredient) yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik dalam ubi jalar adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna dan tidak diserap di saluran pencernaan manusia, yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL).

Efek utama prebiotik adalah menstimulasi secara selektif pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli dalam usus sehingga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Karbohidrat prebiotik kemungkinan mempunyai efek yang tidak spesifik karena terfermentasi dalam usus besar. Secara potensial efek utama karbohidrat prebiotik adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh usus terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi kekerapan diare yang dialami seseorang. Simbiosis antara hospes (usus manusia) dan flora (bakteri usus) dapat dioptimalkan dengan prebiotik.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mempelajari potensi beberapa jenis ubi jalar sebagai prebiotik; 2) mengembangkan formulasi minuman prebiotik; dan 3) mengetahui daya terima konsumen terhadap minuman prebiotik yang dihasilkan.

Tahapan penelitian meliputi: 1) pembuatan tepung ubi jalar; 2) ekstraksi oligosakarida; 3) analisis kadar oligosakarida; 4) pembuatan minuman prebiotik; 5) analisis minuman prebiotik; dan 6) uji organoleptik minuman prebiotik.

Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara mengeringkan irisan ubi jalar pada suhu 55 – 60 oC selama 20 jam kemudian ditepungkan dan diayak dengan mesh 80. Oligosakarida dari tepung ubi jalar kemudian diekstrak dengan menggunakan etanol 70 % di atas magnetic stirer selama 15 jam dan diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum. Kandungan oligosakarida ubi jalar kemudian dianalisa dengan metode kromatografi kertas dan dikonfirmasi hasilnya dengan HPLC. Minuman prebiotik dibuat dengan cara menghaluskan ubi jalar dengan ditambah air matang (perbandingan 1:2), disaring ampasnya, dan diseparator untuk memisahkan patinya. Produk kemudian diformulasi dengan penambahan gula dan asam sitrat, dan dilakukan uji kesukaan. Selanjutnya minuman prebiotik tersebut diuji juga kemampuannya secara invitro dan invivo.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ubi jalar dengan varietas yang berbeda memiliki kandungan oligosakarida yang berbeda. Kandungan

Page 3: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

3

oligosakarida yang tertinggi adalah ekstrak alkohol ubi jalar sukuh, dengan kandungan rafinosa 0,1457 %, stakiosa 0,0202 %, dan maltoheksosa 0,1060 %. Minuman prebiotik ubi jalar Beta-1 memiliki kandungan oligosakarida tertinggi, yaitu rafinosa 0,0726 %. Uji kesukaan minuman prebiotik menunjukkan bahwa prebiotik ubi jalar Beta-1 yang ditambah gula 10 % dan asam sitrat 0,1 % paling disukai dengan skor nilai uji rata-rata untuk rasa dan warna adalah 3,50 dan aroma 3,45. Minuman prebiotik secara invitro dapat menstimulir pertumbuhan BAL dan optimum hingga jam ke-24. Hasil pengujian minuman prebiotik ubi jalar (ekstrak oligosakarida) pada dosis 12 ml dan 24 ml/hari belum efektif menstimulir pertumbuhan Lactobacilli dan menekan pertumbuhan E.coli secara invivo pada tikus.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelanjutan

hidup manusia. Dalam perkembangannya, masyarakat semakin menyadari

kebutuhan hidup sehat sehingga menginginkan pangan yang tidak hanya

mengenyangkan tetapi juga memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh.

Dewasa ini berkembang produk pangan yang secara nutrisi telah

dimodifikasi, dan secara terbuka (dalam labelnya) diklaim memiliki khasiat

kesehatan tertentu. Produk pangan jenis ini dikenal sebagai makanan

fungsional (functional food), atau di Jepang disebut FOSHU (Food for

Specified Health Use).

Dalam regulasi FDA (Food and Drug Administration) Amerika

Serikat, yang diintroduksikan dua tahun yang lalu, telah dijinkan beberapa

jenis klaim kesehatan untuk produk pangan. Pangan yang disetujui

pelabelannya harus mengandung nutrien yang bila dikonsumsi dalam jumlah

tertentu memiliki pengaruh positif terhadap risiko penyakit (misalnya:

kalsium), atau nutrien yang dikhawatirkan (misalnya: lemak) di bawah kadar

tertentu.

Salah satu jenis pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik

adalah komponen pangan yg tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim

pencernaan (nondigestible food ingredient) yang mempunyai pengaruh baik

terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau

keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik

Page 4: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

4

pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap,

biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan.

Food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus:

1) Tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal

sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan

tidak diekskresikan dalam feses;

2) Substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang

menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria:

3) Mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang

menguntungkan kesehatan.

Efek utama prebiotik adalah menstimulasi secara selektif

pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli dalam usus sehingga

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen.

Karbohidrat prebiotik kemungkinan mempunyai efek yang tidak spesifik

karena terfermentasi dalam usus besar. Karbohidrat prebiotik yang telah

dievaluasi pada manusia adalah fruktan atau galaktan. Penelitian in vitro dan

in vivo menunjukkan bahwa prebiotik tidak dicerna oleh ensim, tetapi

difermentasi oleh bakteri anerob dalam usus besar. Melalui fermentasi dalam

usus besar, karbohidrat prebiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek

(short chain fatty acid/SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai bakteri

termasuk lactobacilli dan bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Secara

potensial efek utama karbohidrat prebiotik adalah untuk meningkatkan daya

tahan tubuh usus terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi

kekerapan diare yang dialami seseorang. Simbiosis antara hospes (usus

manusia) dan flora (bakteri usus) dapat dioptimalkan dengan prebiotik.

Sejalan dengan program pemerintah yaitu diversifikasi pangan

berbasiskan pangan lokal, maka perlu dicari sumber pangan yang berpotensi

sebagai prebiotik. Umbi-umbian terutama ubi jalar berpotensi dikembangkan

menjadi pangan prebiotik karena mengandung oligosakarida yang dapat

digunakan untuk pertumbuhan asam laktat (BAL). Daerah potensi ubi jalar di

Indonesia diantaranya adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa

Tengah, dan Sumatera Utara (Depperin, 2008). Oleh karena itu perlu

Page 5: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

5

dilakukan penelitian mengenai potensi umbi-umbian dari beberapa daerah

tersebut dengan varietas yang spesifik untuk setiap daerah, sehingga akan

memberikan nilai tambah bagi umbi-umbian itu sendiri.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mempelajari potensi

beberapa jenis ubi jalar sebagai prebiotik; 2) mengembangkan formulasi

minuman prebiotik; dan 3) mengetahui daya terima konsumen terhadap

minuman prebiotik yang dihasilkan

Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah meningkatkan nilai tambah bahan

baku lokal ubi jalar sebagai pangan prebiotik.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

1) Pembuatan tepung ubi jalar

2) Ekstraksi oligosakarida (prebiotik) tepung ubi jalar

3) Identifikasi kandungan oligosakarida

4) Formulasi minuman prebiotik

5) Uji minuman prebiotik

6) Uji organoleptik minuman prebiotik

Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah diperolehnya data

kandungan prebiotik beberapa jenis ubi jalar dan formulasi minuman

prebiotiknya.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar

Ubi jalar atau sweet potatoes (Ipomea batatas) merupakan jenis umbi-

umbian sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar

mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis

Page 6: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

6

lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai

perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya

simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina dan

Utomo, 1999).

Ubi jalar merupakan tanaman dikotil karena dapat menghasilkan biji

dari hasil perkawinan antara benang sari dan putik. Ubi jalar termasuk famili

Convolvulaceae yang terdiri atas 45 genus dan 1000 atau lebih spesies

tetapi hanya Ipomoea batatas yang mempunyai nilai ekonomis sebagai

tanaman pangan. Ubi jalar mempunyai banyak variasi tergantung dari

kultivarnya. Batang ubi jalar ada yang berwarna kuning, hijau atau jingga,

sedangkan akar ubi jalar akan menjadi umbi yang berbentuk panjang atau

agak bulat. Warna kulit umbi ada yang berwarna putih kekuning-kuningan,

merah jingga dan ada yang berwarna ungu pucat (Onwueme, 1978).

Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata

sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-

merahan, tergantung jenis (varietas)nya. Daging ubi berwarna putih, kuning

atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 1997). Menurut Woolfe (1992), kulit ubi

maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang

menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari

keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit

dan daging ubi.

Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras

maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat berproduksi

lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya.

Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12

ton/ ha, tetapi masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas

gabah ( 4.5 ton/ha) atau ubi kayu ( 8 ton/ha) dengan masa panen lebih

lama dari masa panen ubi jalar.

Ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi

besar di Indonesia. Areal panen ubi jalar di Indonesia tiap tahun seluas

229.000 hektar, tersebar di seluruh propinsi, baik di lahan sawah maupun

Page 7: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

7

tegalan dengan produksi rata-rata nasional 10 ton per hektar. Penghasil

utama ubi jalar di Indonesia adalah Pulau Jawa dan Irian Jaya.

B. Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang

cukup tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Vitamin

yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin

(vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya

adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan calsium (Ca). Kandungan lainnya adalah

protein, lemak, serat kasar dan abu.

Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar termasuk dalam indeks

gilikemik 45 dan tergolong rendah, artinya karbohidrat dalam ubi jalar tidak

mudah dirubah menjadi gula. Sehingga aman bagi penderita diabetes.

Kandungan serat dalam ubi jalar berfungsi sebagai pengikat zat pencetus

kanker (karsinogenik) yang dapat menimbulkan kanker. Kandungan serat

oligosakarida pada ubi jalar merah juga berfungsi menyerap kolesterol jahat.

Serat oligosakarida ini juga berfungsi pencegah sembelit, merangsang

pertumbuhan bakteri baik dalam usus sehingga penyerapan zat gizi semakin

baik.

Warna yang dimiliki oleh ubi jalar menunjukkan kandungan

betakarotennya. Semakin pekat warna ubi jalar, semakin tinggi kandungan

betakaroten. Betakaroten, selain sebagai pembentuk vitamin A, juga

berperan sebagai pengendali hormon melatonin. Hormon ini merupakan

antioksidan bagi sel dan syaraf, dan berperan dalam pembentukan endokrin.

Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan penurunan

daya ingat, dan menurunnya edokrin yang dapat menurunkan kekebalan

tubuh.

Kombinasi betakaroten dan vitamin E dalam ubi jalar dapat

menghalau stroke dan serangan jantung. Zat pigmen ubi jalar merah dan

ungu, yaitu antosianin, merupakan antioksidan, anti hipertensi, mencegah

gangguan fungsi hati, jantung koroner, kanker, dan arteroskelerosis.

Page 8: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

8

Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang

bekerja serupa busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak/ kolesterol

darah, sehingga kadar lemak/ kolesterol dalam darah tetap aman terkendali.

Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar merah ini sekarang

menjadi komoditas bernilai produk pengolahan.

Dengan mengkonsumsi seporsi ubi jalar merah, maka kebutuhan

harian vitamin A sudah terpenuhi yaitu sebesar 2100 mg hingga 3600 mg.

Proses perebusan ubi jalar hanya merusak 10% kandungan betakaroten,

penggorengan merusak 20%, sedangkan penjemuran di bawah terik

matahari merusak separuh kandungan betakaroten.

C. OLIGOSAKARIDA

Oligosakarida adalah karbohidrat berbobot molekul rendah, terdiri dari

tiga sampai 10 gugus gula sederhana (monosakarida). Oligosakarida

merupakan rantai pendek polisakarida (Manning et al, 2004). Struktur

oligosakarida terdiri dari beberapa residu monosakarida yang saling

tergabung karena ikatan glikosidik dimana ikatan ini sangat mudah

terhidrolisis oleh larutan asam. Karakteristik senyawa oligosakarida terdiri

dari susunan monosakarida antara lain glukosa, galaktosa, xylosa dan

fruktosa.

Gambar 1. Ikatan glikosida D-glukosa (1-4) D-glukosa

(Wilbraham dan Matta 1992)

Klasifikasi oligosakarida dilakukan berdasarkan tipe gugus fungsional,

jumlah monomer monosakarida dan tipe residu monomer di dalam

komponen (Pazur, 1970). Klasifikasi berdasarkan gugus fungsional adalah

penghitungan gugus aglikon dari ikatan glikosidik (hasil hidrolisis

oligosakarida) sebagai residu karbohidrat. Monomer-monomer monosakarida

bergabung dengan cara saling berikatannya gugus hemiasetal monomer

Page 9: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

9

pertama dengan gugus hidroksil dari monomer kedua dan dilanjutkan

dengan monomer-monomer berikutnya sehingga membentuk jembatan

oksigen. Ikatan inilah yang disebut dengan ikatan glikosidik. Oligosakarida

sangat mudah larut di dalam air dan pelarut polar lainnya (Pazur, 1970).

Oligosakarida (raffinosa, stakhiosa, verbaskosa, laktulosa, galaktosil-

sukrosa, galakosil-laktosa, dan xylo-oligosakarida) tidak dapat dicerna dalam

usus karena manusia tidak mempunyai enzim-enzim untuk mencernanya.

Akibatnya olgosakarida tersebut tidak dapat diserap usus. Selanjutnya

oligosakarida akan difermentasi (digunakan sebagai sumber energi) oleh

bakteri-bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan. Akibatnya akan

terbentuk gas-gas seperti karbon dioksida, hidrogen dan sejumlah kecil

metana. Gas-gas inilah yang akhirnya menumpuk dalam lambung dan

menimbulkan flatulensi. Namun, gas-gas yang terdapat di usus tidak

semuanya merupakan hasil fermentasi. Sebagian gas-gas tersebut berasal

dari udara yang ikut masuk melalui rongga mulut saat makan dan ada yang

berasal dari hasil sekresi sel dinding usus dan metabolisme sel-sel tersebut.

Isolasi oligosakarida dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu

berdasarkan tingkat kemurniannya di dalam larutan atau media tertentu

menggunakan prinsip presipitasi dan ekstraksi, pemisahan kromatografi

serta konsentrasi dan kristalisasi (Pazur, 1970). Beberapa metode

kromatografi yang dapat digunakan untuk isolasi adalah kromatografi kolom,

filtrasi gel, lapis tipis dan kertas.

Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bifidobacteria

sesudah mengkonsumsi oligosakarida akan terjadi dan sebaliknya

menurunkan bakteri yang merugikan seperti disebut di atas. Bifidobacteria

juga akan mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang masuk dari luar

tubuh dan bakteri saluran pencernaan yang merugikan, karena konsumsi

oligosakarida akan memproduksi asam lemak rantai pendek (terutama asam

asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2). Hampir semua zat-zat

yang diproduksi oleh bakteri ini adalah bersifat asam sebagai hasil

fermentasi karbohidrat oligosakardia. Dengan terbentuknya zat-zat

Page 10: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

10

antibakteri dan asam ini maka pertumbuhan bakteri patogen seperti

Salmonella dan E.Coli akan dihambat.

Oligosakarida juga berfungsi dalam menurunkan pembentukan

metabolit toksis dan enzim yang merugikan. Hasil penelitian yang dilaporkan

menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi oligosakarida akan mengurangi

metabolit toksis dan enzim-enzim yang merugikan. Dengan konsumsi 3-6 g

oligosakarida perhari akan mengurangi senyawa-senyawa toksis yang ada

dalam usus dan enzim-enzim yang merugikan sebanyak 44,6 persen dan

40,9 persen masing-masing selama tiga minggu.

Konsumsi oligosakarida atau produk makanan yang mengandung

bifidobakteria seperti yogurt (disebut sebagai probiotik) dapat mencegah

bakteri patogen dengan cara yang sama seperti yang telah diuraikan di atas

yakni karena pembentukan asam lemak pendek sehingga pH turun (derajat

keasaman meningkat) yang menyebabkan penurunan populasi bakteri

patogen. Melalui pembentukan asam lemak pendek dalam jumlah yang

tinggi, bifidobakteria juga mencegah konstipasi dengan merangsang

peristaltis usus dan dengan menambah kandungan air feses karena adanya

tekanan osmosis. Penurunan metabolit toksis oleh oligosakarida atau

konsumsi bifidobakteria (probiotik) akan meringankan beban bahan toksis

dalam hati.

Oligosakarida dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dan

tekanan darah. Penurunan kadar kolesterol diduga karena perubahan

mikroflora usus. Bakteri Lactobacillus (bakteri asam laktat) diketahui akan

menurunkan kolesterol darah karena dapat mencegah absorbsi kolesterol

dari usus. Oligosakarida juga dapat menurunkan tekanan darah dan

mempunyai efek antikanker.

1) Rafinosa

Rafinosa adalah salah satu jenis oligosakarida yang dapat dimurnikan

dari beberapa tanaman dan tidak dapat dicerna di dalam saluran pencernaan

manusia. Oligosakarida jenis ini merupakan trisakarida yang terdiri dari

monomer fruktosa, galaktosa dan glukosa dengan titik leleh 78 oC (Pazur,

1970).

Page 11: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

11

Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga

molekul monosakarida yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa.

Atom karbon 1 pada galaktosa berikatan dengan atom karbon 6 pada

glukosa, selanjutnya atom karbon 1 pada glukosa berikatan dengan atom

karbon 2 pada fruktosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa,

glukosa dan fruktosa. Pada kondisi tertentu hidrolisis rafinosa akan

memberikan hasil-hasil tertentu pula. Hidrolisis dengan asam lemah atau

pada konsentrasi H+ rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa.

Hasil yang sama seperti ini juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan

bantuan enzim sukrase.

Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini

disebabkan karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus –OH

glikosidik. Rafinosa terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung

kira-kira 8%. Trisakarida ini tidak digunakan manusia sebagai sumber

karbohidrat (McGilvery&Goldstein, 1996).

Gambar 2. Struktur rafinosa

Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak

dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, yaitu -galaktosidase,

sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energi

metabolisme yang lebih rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan

efek pada sekresi insulin dari pankreas, mencegah penyakit gigi dan

meningkatkan mikroflora usus (Oku, 1994).

Page 12: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

12

Di dalam kolon, rafinosa dapt menstimulir pertumbuhan

Bifidobacterium sp dan Bacteriodes spp. Menurut Benno, et.al (1987) dalam

Salminen et al. (1998), menunjukkan bahwa pemberian rafinosa pada

manusia sebesar 15 g/hari dapat menaikkan jumlah bifidobakteria feses

secara signifikan dan menurunkan jumlah Clostridium spp dan

Bacteriodacceae, terjadi penurunan pH fekal selama mengkonsumsi

rafinosa.

2) Stakiosa

Stakiosa adalah suatu tetrasakarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna,

stakiosa menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1

molekul fruktosa. Pada hidrólisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan

manotriosa suatu trisakarida. Stakiosa tidak memiliki sifat mereduksi.

(McGilvery&Goldstein, 1996)

Gambar 3. Struktur stakhiosa

D. PREBIOTIK

Prebiotik didefinisikan sebagai kandungan bahan pangan yang tidak

dapat dicerna dan menguntungkan inangnya daan menstimulasi secara

selektif pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri di

dalam usus sehingga dapat meningkatkan kesehatan (Roberfroid, 2000).

Prebiotik secara singkat merupakan makanan bagi probiotik (bakteri

baik yang hidup dalam saluran pencernaan manusia). Prebiotik merupakan

Page 13: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

13

serat pangan (dietary fibre) yang dapat menjadi substrat bagi mikroba

menghasilkan SCFA (Short Chain Fatty Acid).

Bahan makanan agar dapat dikategorikan sebagai prebiotik harus

memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Bahan makanan harus tidak dapat terhidrolisasi atau diserap di bagian

atas saluran gastrointestinal

2. Bahan makanan harus dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan

bakteri yang menguntungkan di kolon

3. Bahan makanan dapat menekan pertumbuhan patogen dan virus,

menginduksi efek sistemik sehingga dapat memberikan pengaruh baik

bagi kesehatan.

Suatu bahan pangan dapat mengandung oligosakarida yang tidak

dapat dicerna, contohnya adalah rafinosa, fruktooligosakarida (FOS),

galaktooligosakarida (GOS), galaktosilaktosa, isomaltooligosakarida atau

transgalaktooligosakarida (TOS) dan palatinosa (Salminen et al., 1980).

Becker et al. (1974) menyatakan bahwa contoh oligosakarida yang terdapat

di ubi jalar mentah adalah stakiosa, rafinosa dan verbaskosa.

Reaksi Fermentasi prebiotik menjadi SCFA adalah sebagai berikut:

34,5 C6H12O6 —> 48 CH3COOH (Asetat)

CH3CH2COOH (propionat)

5 CH3CH2CH2COOH (butirat)

27,75 CH4

34,5 CO2

10,5 H2O

Prebiotik merupakan nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik, tapi tidak

cocok bagi bakreri jahat, sehingga bisa meningkatkan bakreri baik dalam

usus. Kombinasi probiotik dan prebiotik untuk meningkatkan kesehatan

tubuh disebut sinbiotik.

Page 14: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

14

BAHAN DAN METODA

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar jenis merah, putih dan

ungu, etanol 70%, pelarut untuk TLC (asam ortofosfat, difenilamin, anilin,

aseton, 2-propanol, etil-asetat), aquades, gula, asam sitrat, media agar,

bakteri Asam Laktat, bakteri patogen, tikus putih jantan galur Sprague-

Dawley dengan bobot badan sekitar 200-300 g, dan bahan kimia lainnya

untuk analisis.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, baskom,

gelas kimia, labu ukur, tabung reaksi bervolume, botol mikrovial, timbangan,

willey mill mesh 80, oven, bejana KLT, plat KLT, pipa kapiler, spatula,

sentrifuge, penyaring milipore, evaporator vakum, magnetic stirer, HPLC,

spektofotometer, blender, juice separator, dan alat-alat gelas untuk analisis

Prosedur Kerja

Diagram alir penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir penelitian

Ubi jalar

Pembuatan tepung ubi jalar

Ekstraksi oligosakarida

Pembuatan minuman prebiotik

Identifikasi oligosakarida dgn

KLT

Identifikasi oligosakarida dgn

HPLC

Uji minuman prebiotik

Uji kesukaan minuman

prebiotik

Page 15: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

15

a). Pembuatan tepung ubi jalar

Gambar 5. Pembuatan tepung ubi jalar

b). Ekstraksi oligosakarida (Muchtadi, 1989)

Gambar 6. Ekstraksi oligosakarida

Tepung ubi jalar

Ekstrak dengan etanol

(1:10), 15 jam dengan

magnetic stirer

Penyaringan dengan vakum

Penguapan pelarut dengan

evaporator vakum pada

suhu 40 oC

Ekstrak oligosakarida

Ubi jalar

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan

Penepungan

Tepung ubi jalar

Pencucian

Page 16: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

16

4). Analisis Ekstrak Oligosakarida dengan Kromatografi Kertas

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan konsentrasi

komponen oligosakarida yang terdapat pada ekstrak kasar oligosakarida

tepung ubi jalar dengan cara membandingkan dengan standar gula. Dalam

analisa oligosakarida dengan KLT digunakan campuran pelarut 2-propanol,

etil-asetat, akuades (7:1:2), chamber, dan plat KLT. Setiap sampel diteteskan

ke atas plat KLT sebanyak satu tetes membentuk spot lingkaran kecil.

Standar masing-masing jenis oligosakrida diteteskan juga sebanyak satu

tetes ke atas plat KLT.

Kertas kromatografi yang telah diteteskan sampel dan standar gula,

dimasukkan ke dalam chamber. Sisi kertas yang terdapat spot sampel dan

standar gula terendam pelarut dengan tinggi pelarut setengah dari tinggi

spot. Setelah itu chamber ditutup rapat dan didiamkan selama 5 jam atau

sampai batas yang kita tentukan.

Area-area spot komponen oligosakarida disemprot dengan larutan

pewarna berupa campuran difenilamin (4 g), anilin (4 ml) dan asam ortofosfat

80 % (20 ml) di dalam 200 mL aseton. Kemudian kertas kromatografi

dipanaskan dalam oven 100 oC sehingga muncul warna biru kehijauan.

Perhitungan laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) adalah sebagai

berikut:

pelarutditempuhyangjarak

komponenditempuhyangjarakRf

5). Pembuatan minuman prebiotik

Minuman prebiotik dibuat dengan menggunakan ubi yang telah

dibersihkan dan dipotong kecil sebanyak 1000 g diblansir selama 1 menit,

kemudian diblender dengan mencampur air matang (telah mendidih)

sebanyak 2000 mL (perbandingan ubi : air = 1 : 2), Hasil blender kemudian

disaring dengan kain saring dan diperoleh filtrat ubi jalar. Filtrat kemudian

diseparator hingga diperoleh filtrat akhir dan siap untuk dikemas.

Page 17: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

17

Minuman ubi jalar yang diperoleh adalah bagian yang mengandung

prebiotik. Kemudian diformulasi dengan penambahan gula dan asam sitrat

kemudian panaskan hingga mendidih dan minuman prebiotik ubi jalar siap

dikonsumsi.

6). Uji kesukaan produk

Uji kesukaan dilakukan dengan sistem penilaian tingkat kesukaan

panelis menggunakan kisaran 1 sampai dengan 5. Adapun interpretasi

penilaian panelis adalah sebagai berikut:

1 = Sangat Tidak Suka

2 = Tidak Suka

3 = Netral

4 = Suka

5 = Sangat Suka

Hasil penilaian panelis kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan

sesuai jumlah panelis yang melakukan uji akseptabilitas.

7) Uji kemampuan minuman prebiotik

a. Uji invitro minuman prebiotik (analisa pertumbuhan Bakteri Asam

Laktat)

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat (BAL) ditunjukkan dengan nilai

absorbansi. Semakin tinggi pertumbuhan BAL dalam memanfaatkan

oligosakarida maka semakin tinggi nilai absorbansinya.

Pertumbuhan BAL diukur pada 0 jam dan pada 48 jam dengan

spektrofotometer pada 600 nm. Sebagai kontrol adalah media berbasis

MRS tanpa ekstrak kasar oligosakarida. Sebagai blanko adalah media

berbasis MRS tanpa BAL.

b. Uji invivo minuman prebiotik

Hewan percobaan yang digunakan sebanyak 16 ekor tikus putih

jantan Galur Sprague-dawley berumur kurang lebih dua bulan. Tikus tersebut

Page 18: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

18

dibagi dalam 4 perlakuan, masing-masing terdiri dari 4 ekor tikus,

pencekokan terhadap tikus dilakuan setiap hari.

1. Perlakuan kontrol normal (K-) : tikus dicekok aquadest.

2. Perlakuan kontrol positif (K+) : tikus dicekok inulin dosis 0.6 g.

3. Perlakuan I (D1) : tikus dicekok sari ubi jalar jenis daging merah (Beta-1)

dengan dosis 12 ml/hari

4. Perlakuan II (D2) : tikus dicekok sari ubi jalar jenis daging merah (Beta-1)

dengan dosis 24 ml/hari.

Setelah pemberian perlakuan pada bagian anus tikus dilakukan

pemijatan, selanjutnya feses ditampung langsung dalam kantung plastik

tahan panas yang disterilkan (diautoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit).

Pengambilan feses dilakukan pada hari 0, 3, 6, 9, dan 12 setiap jam 07.30

sampai 08.30 WIB. Feses disimpan dalam termos es yang diberi es.

Terhadap sampel feses pada hari yang sama dilakukan analisa jumlah total

mikroba, perhitungan jumlah E.coli, dan perhitungan jumlah Lactobacillus.

Data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis dengan sidik ragam

RAK dengan hari sebagai kelompok ulangan, untuk melihat adanya

perbedaan jumlah koloni bakteri Lactobacillus dan E.coli yang tumbuh pada

media dari sampel feses tikus pada setiap perlakuan, pengujian dilanjutkan

dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Determinasi ubi jalar

Ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi di

Herbarium Bogoriensis, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil determinasi menunjukkan

bahwa sampel merupakan spesies Ipomea batatas suku Convolvulaceae

yang masing-masing memiliki nama daerah yang berbeda. Boled Ungu

ditujukan untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu

keputihan, Boled Tambleg untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi

Page 19: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

19

berwarna merah, dan Boled Suuk untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna putih. Varietas dari ubi jalar yang digunakan pun berbeda-beda

varietas Beta-1 nama untuk ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna

merah oranye, varietas Sukuh untuk nama ubi jalar yang memiliki daging

umbi berwarna putih dan varietas Antin-1 untuk ubi jalar yang memiliki

daging umbi berwarna ungu keputihan (Rukmana, 1997).

Hasil Analisis Ubi Jalar

Hasil analisis ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

Ubi jalar merah

Beta-1

Ubi jalar putih Sukuh Ubi jalar kuning

Cangkuang

Ubi jalar Antin-1 Ubi jalar Ungu

Jepang Gambar 7. Macam-macam jenis varietas ubi jalar yang digunakan

Ubi jalar Beta-2 Ubi jalar putih Paong

Page 20: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

20

Tabel 1. Hasil analisis proksimat ubi jalar

Varietas Ubi

Warna kulit ubi

Warna daging

ubi

Kd. Air (%)

Abu (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Serat kasar (%)

Karbo hidrat (%)

Betakaroten (mg/kg)

Putih Sukuh

Kuning putih 69,0 0,98 1,68 0,22 0,48 28,1 0,15

Cangkuang putih kuning 73,9 0,73 1,32 0,15 0,77 23,9 0,94

Merah Beta-1

merah merah 75,2 1,0 1,71 0,13 0,78 22,0 53,4

Beta-2 merah merah pucat

73,6 0,83 0,82 0,18 0,88 24,6 37,3

Ungu ungu ungu 69,8 1,67 2,51 0,33 0,93 25,7 0,07

Kuning ungu Kuning 64,6 1,90 2,32 0,29 0,57 30,9 1,96

Putih Paong

ungu putih 60,9 0,98 1,84 0,18 0,74 36,1 0,05

Hasil analisis proksimat ubi jalar menunjukkan kadar air yang tinggi

yaitu 60,9 % hingga 75,2 %. Semakin tinggi kadar air bahan menunjukkan

bahwa bahan tersebut akan mudah rusak apabila tidak segera dikonsumsi

atau diproses. Kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat ubi

jalar berbeda-beda tergantung varietas dan umur panen ubi jalar. Walaupun

demikian ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat yang baik,

dengan kadar lebih dari 20 % yaitu berkisar antara 22,0 % hingga 36,1 %.

Selain itu ubi jalar yang dianalisis mengandung beta karoten dengan kadar

yang berbeda-beda. Makin pekat warna merahnya, makin tinggi kadar beta

karotennya. Betakaroten merupakan bahan pembentuk vitamin A di dalam

tubuh. Betakaroten, selain sebagai pembentuk vitamin A, juga berperan

sebagai pengendali hormon melatonin. Hormon ini merupakan antioksidan

bagi sel dan sistem syaraf, dan berperan dalam pembentukan hormon

endokrin. Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan

penurunan daya ingat, dan menurunnya hormon edokrin yang dapat

menurunkan kekebalan tubuh. Selain betakaroten, warna jingga pada ubi

jalar juga kaya akan senyawa lutein dan zeaxanthin, pasangan antioksidan

karotenoid. Keduanya merupakan pigmen warna sejenis klorofil, yang

merupakan bahan pembentuk vitamin A. Selain itu, lutein dan zeaxanthin

sendiri merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi

proses perusakan sel.

Page 21: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

21

Hasil Analisis Tepung Ubi Jalar

Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara pengeringan irisan

tipis daging ubi jalar yang telah dikupas dan dicuci bersih. Optimasi

pengeringan tepung ubi jalar adalah dengan pengering oven pada suhu 60

oC selama 10 jam (Hartoyo, 1999), dan dihancurkan dan diayak dengan

tingkat kehalusan 80 mesh.

Tingkat rendemen tepung ubi jalar sangat dipengaruhi oleh interaksi

antara umur panen dan klon ubi jalar yang digunakan. Tepung ubi jalar yang

dihasilkan mengikuti daging umbi bahan bakunya. Rendemen tepung yang

diperoleh berkisar antara 13,72% hingga 17,48 %. Rendemen tepung

tertinggi adalah tepung ubi putih sukuh yaitu 17,48 %. Hasil analisis

proksimat tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar

Varietas Ubi Warna tepung Kd. Air (%)

Abu (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Serat kasar (%)

Karbo hidrat (%)

Putih Sukuh putih 7,03 2,80 4,94 0,81 1,79 84,4

Cangkuang krem 5,70 2,46 4,41 0,77 2,19 86,7

Merah Beta-1 merah 6,46 2,89 4,03 0,97 2,68 85,6

Beta-2 Merah pudar 5,43 2,40 2,92 0,67 1,62 88,6

Antin-1 ungu pudar 5,96 2,98 3,89 0,77 2,46 86,4

Ungu ungu 4,40 2,84 2,66 0,56 2,18 89,5

Putih Paong putih 4,59 2,06 2,47 0,87 2,22 90,0

Page 22: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

22

Gambar 8. Tepung ubi jalar yang dihasilkan

Kadar air yang diperoleh dari masing-masing tepung ubi jalar varietas

berkisar antara 4,40 % hingga 7,03%. Walaupun demikian belum ada

standar mutu untuk tepung ubi jalar, karenanya standar mutu mengacu

kepada standar mutu tepung untuk ubi kayu yang nilai kadar air maksimalnya

12% (SNI, 1996). Tepung ubi jalar diharapkan memang memiliki tingkat

kadar air yang rendah karena sangat riskan terhadap pertumbuhan jamur

selama proses penyimpanan. Selain mempengaruhi terjadinya perubahan

kimia, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan kandungan

mikroba pada produk pangan tersebut.

Penentuan kadar abu berguna untuk memberikan gambaran

kandungan mineral intenal dan eksternal yang berasal dari proses awal

sampai terbentuknya simplisia (DepKes, 2000). Kadar abu yang diperoleh

dari hasil penelitian berkisar antara 2,06 – 2,98 %. Tingginya kadar abu pada

tepung menunjukkan tingginya kandungan mineral namun dapat juga

disebabkan oleh adanya reaksi enzimatis yang menyebabkan turunnya

derajat putih tepung (Suarni et.al, 2005). Kadar abu yang tinggi pada bahan

tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada

produknya (Ginting dan Suprapto, 2005).

Tepung ubi Beta-1 Tepung ubi antin-1 Tepung ubi Sukuh

Tepung ubi ungu

jepang

Tepung ubi Beta-2 Tepung ubi Cangkuang

Page 23: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

23

Seperti halnya kadar air, kadar lemak yang terlampau tinggi dapat

mempercepat kerusakan tepung karena proses ketengikan. Biasanya lemak

dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya. Lemak akan berikatan

kompleks dengan amilosa yang mmentuk heliks pada saat gelatinisasi pati

yang menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009).

Kadar karbohidrat pada tepung ubi jalar berkisar antara 84,4% hingga

90,0%. Karbohidrat pada tepung menunjukkan adanya potensi oligosakarida

pad ubi jalar

Hasil Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar

Rendemen ekstrak yang diperoleh dari ubi jalar varietas berbeda-

beda, dengan kisaran ekstrak adalah sekitar 5 % hingga 10%. Pada saat

mengekstrak tepung ubi jalar digunakan pelarut etanol 70%. Penggunaan

pelarut etanol 70% pada penelitian ini merujuk dari penelitian sebelumnya

(Marlis, 2008) yang telah membandingkan antara penggunaan pelarut antara

etanol 70% dengan air mendidih, hasilnya pelarut etanol lebih baik

dibandingkan air mendidih karena pelarut etanol menghasilkan lebih banyak

jenis oligosakarida dibandingkan ekstraksi dengan air mendidih. Hal ini

disebabkan etanol kurang polar dibandingkan air sehingga mampu

melarutkan rantai gula yang lebih panjang. Selain mampu mengekstrak lebih

banyak jenis oligosakarida, etanol 70% juga dapat memperpanjang umur

simpan ekstrak.

Page 24: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

24

Gambar 9. Pembuatan ekstrak oligosakarida

Gambar 10 . Hasil ektrak kasar oligosakarida

Ekstrak oligosakarida yang diperoleh merupakan ekstrak kental yang

akan dianalisis kandungan oligosakaridanya.

Identifikasi Ekstrak Oligosakarida dengan KLT

Ekstrak oligosakarida tepung ubi jalar diidentifikasi jenis

oligosakaridanya dengan membandingkan spot sampel dengan spot standar

gula menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang digunakan untuk

kromatografi lapis tipis pada penelitian ini adalah 2-propanol, etil asetat dan

air (7:1:2). Hasil identifikasi oligosakarida dengan KLT dapat diihat pada

Gambar 11.

1. Tepung ubi jalar 2. Ekstrak dgn

etanol

5. Pemekatan dg

rotary evaporator

3. Penyaringan 4. Filtrat ektrak 6. Ektrak kental oligosakarida

Page 25: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

25

Gambar 11. Hasil identifikasi oligosakarida dengan KLT Keterangan:

A : Standar Rafinosa B : Standar Maltotriosa C : Standar Stakiosa 1 : Ektrak Ubi merah Beta 2 2 : Ektrak Ubi merah Beta 1 3 : Ektrak Ubi putih Sukuh 4 : Ektrak Ubi Cangkuang 5 : Ektrak Ubi Antin-1 6 : Ektrak Ubi Paong 7 : Ektrak Ubi ungu

Identifikasi oligosakarida dengan KLT dilakukan dengan

menggunakan 3 standar yaitu standar rafinosa, maltotriosa, dan stakiosa.

Jarak elusi adalah 8,6 cm, sedangkan jarak sampel untuk standar rafinosa,

maltotriosa, dan stakiosa secara berturut-turut adalah 5,6 cm; 5,1 cm; dan

3,6 cm. Sehingga laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) standar rafinosa,

maltotriosa, dan stakiosa secara berturut-turut adalah 0,65; 0,59; dan 0,42.

Hasil identifikasi ubi jalar merah Beta-2, Beta-1, Cangkuang dan ubi

ungu ditandai dengan adanya 1 spot menunjukkan bahwa senyawa yang

terkandung stakiosa, tetapi spot masih membentuk ekor hingga mendekati

standar rafinosa. Pada ubi jalar putih Sukuh terlihat adanya 1 spot yang

terpisah secara jelas namun sama dengan spot standar, tetapi spot masih

membentuk ekor hingga mendekati spot standar rafinosa. Kemudian pada

ubi jalar Antin-1 dan paong terlihat spot yang terpisah sempurna dan

teridentifikasi sebagai maltoheksosa dan sedikit membentuk ekor hingga

A B

C

1 2 3 4 5 6 7

Page 26: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

26

mendekati spot rafinosa. Hasil perhitungan Rf untuk spot yang terlihat jelasa

pada ekstrak ubi jalar Beta-2, Beta-1, Sukuh, Cangkuang, Antin-1, Paong

dan ubi ungu secara berturut-turut adalah 0,48; 0,45; 0,53; 0,38; 0,62; 0,64;

dan 0,45.

Hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar

tersebut mengandung oligosakarida rafinosa, maltotriosa, dan stakiosa.

Untuk mengetahui kadar oligosakarida ekstrak ubi jalar tersebut secara

kuantitatif dilakukan analisis dengan menggunakan HPLC.

Identifikasi dan Penentuan Kadar Ekstrak Oligosakarida Dengan HPLC

Kandungan ekstrak oligosakarida tepung ubi jalar yang diperoleh

diidentifikasi dengan HPLC. Standar yang digunakan dalam penelitian ini

adalah standar campuran oligosakarida. Kromatogram standar dapat dilihat

pada Gambar 12.

Gambar 12. Kromatogram standar oligosakarida

Standar oligosakarida yang digunakan adalah standar campuran yang

terdiri dari rafinosa, stakiosa, dan maltoheksosa. Maltotriosa tidak digunakan

lagi sebagai standar karena memiliki waktu retensi yang sangat berdekatan

dengan rafinosa, sehingga peak yang diperoleh tidak jelas dan tidak dapat

dibedakan antara rafinosa dan maltotriosa. Waktu retensi standar

maltoheksosa, stakiosa dan rafinosa berturut-turut adalah 9,376; 10,225; dan

11,276 menit.

Page 27: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

27

Oligosakarida ubi jalar merah Beta-1

Hasil yang didapat dari identifikasi ekstrak oligosakarida ubi jalar

merah Beta-1 dapat dilihat pada Gambar 13. Waktu retensi sampel

dibandingkan dengan waktu retensi standar. Ketiga jenis gula yang

terdeteksi ini adalah maltoheksosa dengan waktu retensi 9,235 menit dan

luas area 12716035, stakiosa dengan waktu retensi 9,941 menit dan

memiliki luas area 5006913, rafinosa dengan waktu retensi 11,136 menit dan

memiliki luas area 11101506. Setelah dihitung kadar masing-masing dari

oligosakarida yang terdeteksi tersebut adalah maltoheksosa sebesar

0,095%, stakiosa sebesar 0,031% dan rafinosa sebesar 0,143%.

Gambar 13. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi jalar Beta-1

Oligosakarida ubi jalar putih sukuh

Analisis ubi jalar Sukuh menghasilkan 3 jenis oligosakarida yang

memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh

larutan standar. Ketiga jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa

dengan waktu retensi 9,297 menit dan luas area 14244595, stakiosa dengan

waktu retensi 10,226 menit dan memiliki luas area 3268203, rafinosa dengan

waktu retensi 11,155 menit dan memiliki luas area 11340041. Setelah

dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi tersebut

adalah maltoheksosa sebesar 0,106%, stakiosa sebesar 0,020% dan

rafinosa sebesar 0,146%.

Page 28: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

28

Gambar 14. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Sukuh

Oligosakarida ubi jalar Antin-1

Hasil Analisis ubi jalar Antin-1 menghasilkan 2 jenis oligosakarida

yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki

oleh larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa

dengan waktu retensi 9,515 menit dan luas area 2465198, dan rafinosa

dengan waktu retensi 11,040 menit dan memiliki luas area 4704385. Setelah

dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi tersebut

adalah maltoheksosa sebesar 0,039%, dan rafinosa sebesar 0,141%.

Gambar 15. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Antin-1

Page 29: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

29

Oligosakarida ubi jalar putih paong

Analisis ubi jalar putih Paong menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang

memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh

larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah stakiosa dengan

waktu retensi 10,761 menit dengan luas area 4501714, dan rafinosa 11,536

menit dengan luas area 2655053. Setelah dihitung kadar masing-masing dari

oligosakarida yang terdeteksi tersebut adalah stakiosa sebesar 0,0433 %

dan rafinosa sebesar 0,0558 %.

Gambar 16. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Putih paong

Oligosakarida ubi jalar Cangkuang

Gambar 17. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Cangkuang

Page 30: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

30

Analisis ubi jalar cangkuang menghasilkan satu jenis oligosakarida

yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki

oleh larutan standar. Jenis gula yang terdeteksi ini adalah rafinosa dengan

waktu retensi 10,985 menit dengan luas area 6910593 atau sebesar 0,089

%.

Oligosakarida ubi jalar merah Beta-2

Gambar 18. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar

Beta-2

Analisis ubi jalar Beta-2 menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang

memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh

larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa

dengan waktu retensi 9,882 menit dan memiliki luas area 4935636 dan

rafinosa dengan waktu retensi 11,108 menit dan memiliki luas area 7935190.

Setelah dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi

tersebut adalah maltoheksosa sebesar 0,0367 % dan rafinosa sebesar

0,1019 %.

Page 31: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

31

Oligosakarida ubi jalar ungu

Gambar 19. Kromatogram Ekstrak Oligosakarida Tepung Ubi Jalar Ungu

Analisis ubi jalar Ungu menghasilkan 2 jenis oligosakarida yang

memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi yang dimiliki oleh

larutan standar. Dua jenis gula yang terdeteksi ini adalah maltoheksosa

dengan waktu retensi 9,527 menit dan memiliki luas area 5405427 dan

rafinosa dengan waktu retensi 11,156 menit dan memiliki luas area 6699220.

Setelah dihitung kadar masing-masing dari oligosakarida yang terdeteksi

tersebut adalah maltoheksosa sebesar 0,0402 % dan rafinosa sebesar

0,0861%. Data hasil analisis oligosakarida ekstrak kasar ubi jalar dengan

HPLC terangkum dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Hasil analisis oligosakarida ekstrak kasar ubi jalar dengan HPLC

Jenis ubi Rafinosa (%) Stakiosa

(%)

Maltohexosa

(%)

Putih Sukuh 0,1457 0,0202 0,1060

Merah Beta-1 0,1427 0,0309 0,0945

Antin-1 0,1412 - 0,0391

Putih Paong 0,0615 0,0192 -

Cangkuang 0,0888 - -

Beta-2 0,1019 - 0,0367

Ungu 0,0861 - 0,0402

Page 32: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

32

Dari data tersebut diatas diketahui bahwa ubi putih sukuh, ubi merah

Beta-1 dan ubi Antin-1 memiliki kandungan oligosakarida (rafinosa, stakiosa,

dan maltoheksosa) tertinggi. Ketiga jenis ubi tersebut akan digunakan dalam

pembuatan minuman prebiotik pada tahap selanjutnya.

Formulasi Minuman prebiotik

Ubi jalar yang telah dipanen segera dibuat minuman prebiotik karena

penyimpanan dapat mengubah komponen gula dan karbohidrat yang

terdapat dalam ubi jalar (Zhang et al., 2002). Dalam pembuatan minuman

prebiotik menggunakan metode blancing atau blansir yaitu suatu pemberian

perlakuan panas pada buah dan sayuran yang bertujuan untuk

menginaktifasikan enzim, dimana dengan blancing dapat mencegah

perubahan warna, perubahan flavor dan rasa pada proses penyimpanan.

Selain itu, blanching bertujuan untuk mengeluarkan gas dan udara yang

terdapat pada jaringan bahan yang dapat menyebabkan oksidasi serta

berfungsi untuk membersih dan mengurangi mikroba pada sel dan jaringan

tanaman (Winarto, 1980).

a b c

Gambar 20. Minuman prebiotik Keterangan : a = minuman prebiotik ubi merah Beta-1

b = minuman prebiotik ubi Antin-1 c = minuman prebiotik ubi putih Sukuh

Hasil identifikasi kadar oligosakarida minuman prebiotik dapat dilihat

pada Gambar 21 hingga Gambar 23.

Page 33: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

33

Gambar 21. Kromatogram poduk prebiotik ubi merah Beta-1

Analisis minuman prebiotik ubi jalar merah Beta-1 menghasilkan satu

jenis oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu

retensi yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi

memiliki waktu retensi 11,298 menit dan memiliki luas area 292668,

sehingga kadar rafinosa sebesar 0,0725 %.

Gambar 22. Kromatogram poduk prebiotik ubi sukuh

Analisis minuman prebiotik ubi jalar sukuh menghasilkan satu jenis

oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi

yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi memiliki

waktu retensi 11,396 menit dan memiliki luas area 204227, sehingga kadar

rafinosa sebesar 0,0506 %.

Page 34: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

34

Gambar 23. Kromatogram poduk prebiotik ubi Antin-1

Analisis minuman prebiotik ubi jalar Antin-1 menghasilkan satu jenis

oligosakarida yang memiliki waktu retensi berdekatan dengan waktu retensi

yang dimiliki oleh larutan standar. Rafinosa yang teridentifikasi memiliki

waktu retensi 10,917 menit dan memiliki luas area 5582, sehingga kadar

rafinosa sebesar 0,0029 %.

Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa ubi jalar setelah diproses

masih mengandung oligosakarida yang cukup tinggi. Produk yang paling

tinggi kandungan rafinosanya adalah ubi jalar merah Beta-1.

Uji Kesukaan Produk

Uji kesukaan dilakukan terhadap minuman prebiotik ubi beta-1 dan

sukuh. Produk yang telah dibuat kemudian diformulasi dengan penambahan

gula dan asam sitrat. Pada formulasi sebelumnya digunakan susu skim dan

agar-agar, tetapi rasa alami dari ubi jalar menjadi tidak menonjol dan produk

menjadi tidak menarik. Kemudian ditambahkan gula dan asam sitrat,

kemudian dicampur dan dipanaskan hingga mendidih dan siap untuk diuji.

Hasil uji kesukaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 35: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

35

Tabel 4. Rata-rata penilaian uji kesukaan minuman prebiotik

Produk

Rata-rata penilaian

Rasa Aroma Warna

M10 3,50 3,45 3,50

M20 3,40 3,40 3,60

M30 2,90 2,95 2,80

P10 3,20 3,10 2,75

P20 2,50 2,80 2,50

P30 3,05 3,20 2,80

Keterangan:

M10 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 10 % + asam sitrat 0,1%

M20 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 20 % + asam sitrat 0,2%

M30 = prebiotik ubi Beta-1 + gula 5 % + asam sitrat 0,05%

P10 = prebiotik ubi Sukuh + gula 10 % + asam sitrat 0,1%

P20 = prebiotik ubi Sukuh + gula 5 % + asam sitrat 0,05%

P30 = prebiotik ubi Sukuh + gula 20 % + asam sitrat 0,2%

Dari hasil uji kesukaan terlihat bahwa nilai rata-rata penilaian yang

paling tinggi yaitu untuk minuman prebiotik M10, yaitu ubi merah yang

ditambah gula 10 % dan asam sitrat 0,1%, dengan nilai rata-rata kesukaan

untuk rasa dan warna adalah 3,50; dan aroma 3,45. Data tersebut

menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai minuman prebiotik ubi

Beta-1 dengan formulasi tersebut. Panelis umumnya tidak menyukai produk

ubi sukuh karena warnanya cenderung agak keruh.

Uji Kemampuan Produk

1. Uji Invitro

a) Analisis Pertumbuhan BAL

Minuman prebiotik ubi jalar diuji pengaruhnya untuk menstimulasi

pertumbuhan BAL secara invitro. Pertumbuhan BAL pada media MRSB

diukur menggunakan spektrofotometri dengan mengukur nilai absorbansinya.

Sebagai kontrol positif adalah media MRSB tanpa penambahan minuman

prebiotik yang ditambah BAL, sedangkan kontrol negatif adalah media MRSB

Page 36: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

36

tanpa penambahan minuman prebiotik dan tanpa penambahan BAL. Hasil

pengukuran absorbansi pertumbuhan BAL dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 24. Pertumbuhan BAL setelah 24 jam

Gambar 25. Pertumbuhan BAL setelah 48 jam

0

0.3

0.6

0.9

1.2

1.5

KN KP US UB UA

Pelakuan

Nil

ai

Ab

so

rba

ns

i

Jam ke-0

Jam ke-24

Jam ke-48

Gambar 26. Grafik pertumbuhan BAL

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa Sampel UB (Ubi merah beta-1)

lebih tinggi nilai absorbansinya dibandingkan US (ubi putih sukuh) dan UA

(ubi antin) pada jam ke-24. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan

Page 37: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

37

BAL terstimulir dengan baik hingga jam ke 24. Sedangkan kontrol negatif

tidak menunjukkan peningkatan nilai absorbansi.

Pada jam ke-48 nilai absorbansinya menurun yang menunjukkan

pertumbuhan BAL menurun. Pertumbuhan BAL pada 48 jam menurun

karena oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar tersebut berubah menjadi

oligofruktosa sebagai sumber gula yang memiliki nilai absorbansi rendah.

Oligofruktosa mempunyai gugus yang kompleks dibandingkan oligosakarida

jenis maltose, rafinosa dan maltoheksosa sehingga BAL membutuhkan

waktu yang lebih lama dalam mencerna oligofruktosa dan menyebabkan

pertumbuhan BAL menurun (Lu et al).

2. Uji Invivo

Pada uji invivo ini, tikus yang digunakan untuk masing-masing

perlakuan terdiri dari 4 ekor tikus.

Gambar 27. Pemberian minuman prebiotik pada tikus dengan cara pencekokan

Page 38: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

38

Analisis Total Mikroba Feses

Analisis total mikroba feses keempat kelompok tikus dilakukan selama

masa in vivo. Jumlah total mikroba semua kelompok berfluktuasi selama

percobaan. Gambar grafik jumlah total mikroba pada keempat kelompok

tikus dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Jumlah Total Mikroba : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar dosis 24 ml/hari.

Jumlah total mikroba pada kontrol negatif dari hari ke-0 sampai hari

ke-12 yaitu 110.000 x 105 hingga 27.000 x 105. Jumlah ini berfluktuasi pada

setiap harinya, peningkatan pada hari ke-12 dimungkinkan karena mikroba-

mikroba tersebut ikut masuk ke saluran pencernaan tikus melalui ransum

dan air minum.

Kelompok kontrol positif diberikan berupa inulin yang mengandung

oligosakarida yang mampu menstimulasi pertumbuhan Lactobacillus. Jumlah

total mikroba pada hari ke-0 sebanyak 38 x 105 yang kemudian meningkat

pada pemberian hari ke-3 namun kemudian turun lagi pada hari ke-6 dan

selanjutnya populasi koloni kembali meningkat pada hari ke-9 dan hari ke-12.

Hal ini berarti inulin yang diberikan kepada tikus sangat berpengaruh

memperbanyak jumlah total mikroba. Peningkatan jumlah total mikroba ini

Page 39: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

39

dimungkinkan karena mikroflora-mikroflora usus langsung mencerna

oligosakarida yang terkandung dalam inulin sehingga jumlahnya jadi

meningkat. Pemberian inulin mempengaruhi jumlah total mikroba di usus

secara signifikan karena jumlah total mikroba meningkat setelah perlakuan.

Kelompok tikus yang diberikan sari ubi jalar dosis 12 ml pada 6 hari

perlakuan menunjukkan peningkatan jumlah yang meningkat yaitu sampai

290.000 x 105 Jumlah total mikroba kelompok ini lebih tinggi dibandingkan

dengan kontrol negatif dan positif. Peningkatan jumlah total mikroba ini

dimungkinkan karena sari ubi jalar dapat meningkatkan populasi mikroflora di

dalam usus secara drastis. Hal ini terlihat yang pada hari ke-6 peningkatan

Lactobacillus pada pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml meningkat drastis

sampai 290.000 x 105 yang pada hari sebelumnya yaitu hari ke-3 jumlahnya

hanya sebanyak 760 x 105. Kemudian pada hari ke-9 jumlah koloni

mengalami penurunan 460 x 105 hal ini mungkin dikarenakan adanya

persaingan antara Lactobacillus dengan mikroflora usus lainnya termasuk

patogen sehingga mikroflora-mikroflora tersebut kalah dan mati sehingga

mengurangi jumlah total bakteri dalam usus.

Kelompok tikus yang diberikan sari ubi jalar dosis 24 ml pada hari ke-0

sebanyak 65 x 105 yang kemudian pada hari selanjutnya jumlah total bakteri

mengalami peningkatan. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian sari ubi

jalar dosis 24 ml ini sangat mempengaruhi populasi total mikroba di saluran

pencernaan tikus. Hal ini dimungkinkan karena oligosakarida dapat dicerna

oleh Lactobacillus sehingga dapat meningkatkan populasinya dan dapat

menurunkan populasi mikroflora lainnya. Gambar koloni TPC hasil penelitian

dapat dilihat pada Gambar 29.

Hari ke-0

K- K+ D1 D2

Hari ke-3

Page 40: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

40

K- K+ D1 D2

Hari ke-6

K- K+ D1 D2

Hari ke-9

K- K+ D1 D2

Hari ke-12

K- K+ D1 D2 Gambar 29. Koloni TPC selama pengamatan

Keterangan : K- = kontrol negatif. K+ = kontrol positif. D1 = perlakuan pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml. D2 = perlakuan pemberian sari ubi jalar 24 ml.

Analisis Jumlah Lactobacillus di Feses

Profil jumlah Lactobacillus pada feses keempat kelompok tikus dapat

dilihat pada Gambar 30. Populasi jumlah Lactobacillus tikus pada kelompok

kontrol negatif menunjukkan kenaikan yaitu 4.900 x 105 hingga 680.000 x 105

tetapi kenaikannya lebih rendah dibandingkan kontrol positif dan perlakuan

pemberian sari ubi jalar.

Page 41: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

41

Jumlah Lactobacillus pada kontrol negatif menunjukkan bahwa tikus

tersebut dalam keadaan sehat karena jumlah Lactobacillus dalam

pencernaannya menunjukkan jumlah yang hampir konstan hingga hari ke-6.

Jumlah populasi Lactobacillus pada tikus kelompok kontrol positif

menunjukkan kenaikan populasi, dan populasi Lactobacillus pada hari ke-6

merupakan populasi yang tertinggi namun pada hari ke-9 jumlah

Lactobacillus pada kelompok ini lebih sedikit dibanding jumlah populasi pada

pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml hal ini menunjukkan pemberian inulin

sangat berpengaruh memperbanyak jumlah populasi Lactobacillus.

Populasi Lactobacillus kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml

menunjukkan hasil yang meningkat sampai hari ke-9 yaitu jumlah koloni

Lactobacillus sebanyak 880.000 x 105. Populasi ini paling tinggi

dibandingkan yang lain. Bahkan populasi jumlah Lactobacillus pada hari ke-

9 melebihi jumlah populasi Lactobacillus pada kelompok kontrol positif. Hal

ini menunjukkan oligosakarida dalam sari ubi jalar dapat menstimulasi

pertumbuhan Lactobacillus dalam saluran pencernaan tikus. Pada hari ke-12

terjadi penurunan populasi Lactobacillus yaitu 30.000 x 105. Hal ini mungkin

dikarenakan jumlah E.coli pada hari ke-12 meningkat dan mikroflora usus

lainnya juga meningkat sehingga Lactobacillus kalah bersaing dengan

mikroflora usus lainnya yang memiliki populasi lebih besar.

Page 42: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

42

Gambar 30. Jumlah Populasi Lactobacillus : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 24 ml/hari.

Gambar 31. Jumlah Populasi E.coli : (K-) Kelompok Kontrol Negatif, (K+) Kelompok Kontrol Positif, (D1) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 12 ml/hari dan (D2) Kelompok Pemberian Sari Ubi Jalar Dosis 24 ml/hari.

Jumlah populasi Lactobacillus pada tikus kelompok pemberian ubi

jalar dosis 24 ml mengalami peningkatan secara bertahap selama perlakuan

yaitu sebesar 3.700 x 105 pada hari-0 dan peningkatan yang cukup tinggi

pada hari ke-9 yaitu 630.000 x 105. Pada hari ke-12 populasi Lactobacillus

mengalami penurunan, kemungkinan hal ini sama dengan kelompok

pemberian sari ubi jalar dosis 0,6 g yaitu Lactobacillus mengalami

persaingan dengan mikroflora usus lainnya yang mengakibatkan populasi

Lactobacillus kalah bahkan Lactobacillus tersebut bisa mati. Namun jumlah

populasi pada kelompok ini lebih rendah dibanding kelompok pemberian sari

ubi jalar 0,6 g.

Peningkatan jumlah Lactobacillus yang secara bertahap naik

signifikan terlihat pada kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12 ml yaitu

mencapai 880.000 x 105 pada hari ke-9, yang mana pada kelompok ini

Page 43: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

43

didapatkan jumlah populasi Lactobacillus tertinggi dari keseluruhan

perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sari ubi jalar yang

mengandung oligosakarida berpengaruh positif terhadap jumlah

Lactobacillus di saluran pencernaan tikus. Jenis oligosakarida yang terdapat

dalam sari ubi jalar merah terutama adalah rafinosa. Rafinosa dapat

menstimulir pertumbuhan bakteri Lactobacillus, karena rafinosa dapat

dimetabolisme oleh mikroflora usus sehingga dihasilkan asam laktat, asam

asetat, asam butirat dan hidrogen peroksida.

Dari uji sidik ragam RAK menunjukkan bahwa hari pemberian sari ubi

jalar berpengaruh beda nyata (signifikan) terhadap pertumbuhan

Lactobacillus dalam saluran pencernaan tikus, tetapi tidak ada pengaruh

yang nyata dari perlakuan yang diberikan. Dari data terlihat jumlah koloni

pada hari ke-9 memperlihatkan jumlah yang paling tinggi, namun setelah

hasil uji statistik pengujian jumlah koloni pada hari yang berbeda relatif sama.

Gambar koloni lactobacillus hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 32.

Hari ke-0

K- K+ D1 D2

Hari ke-3

K- K+ D1 D2

Hari ke-6

K- K+ D1 D2

Page 44: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

44

Hari ke-9

K- K+ D1 D2

Hari ke-12

K- K+ D1 D2

Gambar 32. Koloni lactobacillus selama pengamatan

Analisis Jumlah E.coli di Feses

Jumlah koloni E.coli di feses tikus kelompok kontrol negatif selama

tahap in vivo mengalami fluktuasi yaitu dari 1.2 x 105 hingga 980 x 105

populasi E.coli paling sedikit ditunjukkan pada hari-0 dan populasi E.coli

paling tinggi ditunjukkan pada hari ke-3. Namun pada hari ke-6 dan hari ke-

12 populasi menurun seperti terlihat pada grafik. Grafik jumlah populasi

E.coli di feses untuk keempat kelompok ini dapat dilihat pada Gambar 31

Pada tikus kelompok kontrol positif jumlah populasi E.coli juga

menunjukan kenaikan pada hari ke-3 yaitu sampai 980 x 105 hal tersebut

dikarenakan oligosakarida didalam sari ubi jalar belum mempunyai efektifitas

selama 3 hari pemberian tetapi pada hari ke-6 dan hari ke-9 jumlah populasi

E.coli konstan sebesar 14 x 105. Hal ini dapat menunjukkan bahwa

oligosakarida yang diberikan ke tikus untuk meningkatkan populasi

Lactobacillus bisa menekan pertumbuhan E.coli. Jumlah populasi E.coli pada

perlakuan kelompok ini paling kecil dibandingkan dengan populasi E.coli

pada perlakuan kelompok yang lain.

Jumlah E.coli pada tikus kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 12

ml juga menunjukkan kenaikan pada hari ke-3 yaitu 180 x 105, sama seperti

Page 45: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

45

perlakuan kontrol positif pada hari ke-6 dan hari ke-9 jumlah populasi E.coli

konstan, tidak begitu jauh berbeda jumlah populasinya. Hal ini berarti bahwa

Lactobacillus dalam pencernaan tikus bisa bersaing dengan populasi E.coli

sehingga populasi E.coli ditekan setiap harinya.

Kelompok pemberian sari ubi jalar dosis 24 ml memiliki angka

kenaikan juga terhadap jumlah populasi E.coli dan tidak jauh berbeda

dengan perlakuan sebelumnya yaitu sampai 1.000 x 105 tetapi populasi

E.coli pada perlakuan ini lebih kecil dibandingkan dengan pemberian sari ubi

jalar dosis 0,6 g tetapi masih lebih besar dibandingkan dari perlakuan kontrol

positif.

Dari hasil uji sidik ragam RAK menunjukkan bahwa hari pemberian

sari ubi jalar mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah

E.coli dalam saluran pencernaan tikus, tetapi tidak ada pengaruh yang nyata

terhadap perlakuan yang diberikan. Gambar koloni E.coli hasil penelitian

dapat dilihat pada Gambar 33.

Hari ke-0

K- K+ D1 D2

Hari ke-3

K- K+ D1 D2

Hari ke-6

Page 46: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

46

K- K+ D1 D2

Hari ke-9

K- K+ D1 D2

Hari ke-12

K- K+ D1 D2

Gambar 33. Koloni E.coli selama pengamatan

Pembahasan

A. Aspek Teknologi

Teknologi pembuatan minuman prebiotik merupakan teknologi

sederhana, sehingga dapat diterapkan untuk skala rumah tangga.

Peralatan yang digunakan dapat disesuaikan dengan skala produksi

minuman prebiotik yang dihasilkan.

B. Aspek Ekonomi

Kelayakan ekonomi dipengaruhi oleh komponen-komponen biaya

seperti harga bahan baku, harga jual produk, upah tenaga kerja, bahan

bakar dan investasi. Zubir (2006) menjelaskan bahwa kriteria yang

Page 47: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

47

dipergunakan dalam menilai kelayakan usaha adalah Internal Rate of

Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). IRR merupakan tingkat

diskonto (discount rate) yang menyebabkan nilai sekarang dari arus kas

masuk sama dengan nilai sekarang dari arus kas keluar. Jadi discount

rate sebesar IRR akan menyebabkan nilai NPV sama dengan nol.

Sedangkan Pay Back Period menghitung jangka waktu yang dibutuhkan

untuk mengembalikan investasi yang telah dikeluarkan dengan arus kas

yang dihasilkan. Keterkaitan antara ketiga kriteria tersebut adalah, bila

IRR menghitung tingkat diskonto yang menyebabkan NPV sama dengan

nol, sedangkan PBP menghitung kapan atau berapa lama NPV akan

menjadi nol. Harga pokok produksi dalam perhitungan teknoekomomi

tersebut, juga dapat diketahui, sehingga dapat dijadikan acuan dalam

menentukan harga jual produk.

Dalam analisis kelayakan proses produksi minuman prebiotik,

digunakan input data-data sebagai berikut di bawah ini. Input data

tersebut didapat berdasarkan hasil studi literatur dan studi lapangan serta

asumsi.

a. Proses produksi 25 hari kerja per bulan atau 300 hari kerja per tahun.

b. Bahan baku ubi jalar Rp 4000/kg, gula pasir Rp 11000/kg, dan asam

sitrat Rp 10000/kg.

c. Kapasitas output sebanyak 200 liter minuman per hari atau 1000

cup/hari (1 cup = 200 mL).

d. Harga jual minuman prebiotik diasumsikan Rp. 1500/ cup.

e. Harga peralatan dan mesin utama dan pendukung Rp 144.360.000.,-

dengan investasi total yang meliputi peralatan dan mesin, modal kerja

1 bulan proses (50 hari kerja) yaitu Rp 24.930.000,-, tanah untuk

bangunan pabrik 200 m2,dan bangunan pabrik 150 m2. Tenaga kerja 3

orang dengan upah tenaga kerja Rp. 1.000.000,- per bulan.

f. Sumber energi penggerak untuk mesin adalah llistrik dengan asumsi

pemakaian listrik per bulan adalah Rp 400.000,-.

Page 48: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

48

Hasil analisis kelayakan pembuatan minuman prebiotik dapat

dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil analisis kelayakan proses

minuman prebiotik dengan input data seperti tersebut di atas, bila dilihat

dari nilai Internal rate of Return (IRR) 29,91 % yang lebih besar daripada

discount rate bank 16 %, maka unit usaha produksi minuman prebiotik

tersebut layak untuk dijalankan.

Parameter kelayakan lainnya menunjukkan bahwa produksi

minuman prebiotik tersebut mempunyai nilai Payback Period (PBP)

sebesar 3,34 tahun setara 40,12 bulan. Berdasarkan nilai PBP tersebut

berarti proyek akan kembali modal setelah umur proyek 41 bulan. Apabila

dilihat dari nilai Break Event Point nya maka proyek tersebut akan

mencapai titik impas pada pendapatan mencapai Rp. 109.358.342,- per

tahun.

Tabel 19. Ringkasan Spreadsheet Analisis Kelayakan minuman prebiotik

Uraian Harga (Rp.)

A. Investasi

1. Tanah 200 m2 @ Rp. 300.000,- 60.000.000

2. Bangunan pabrik 150 m2 @ Rp. 1.000.000 150.000.000

3. Peralatan dan mesin 144.360.000

4. Modal Kerja (1 bulan) 24.930.000

Total investasi 379.290.000

B. Biaya operasional 335.830.000

1. Biaya tetap

Pemeliharaan 14.720.000

Penyusutan 21.940.000

Total biaya tetap 36.650.000

2. Biaya variabel

Bahan baku dan penolong 187.120.000

Tenaga kerja (3 org) 36.000.000

Kemasan 56.250.000

Listrik 4.800.000

Bahan bakar 15.000.000

Total biaya variabel 299.170.000

C. Pendapatan (300000 cup/th @Rp 1500,-) 450.000.000

D. Parameter Kelayakan :

Page 49: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

49

1. NPV (Discon rate 16%) 129.750.000

2. IRR 29.91%

3. Payback Period (PBP) 3,34 tahun = 40,12 bulan

4. Break Event Point (BEP) 109.358.342 per tahun

Keunggulan/kemungkinan diterapkan di industri

Minuman prebiotik dapat diterapkan di industri karena pangsa

pasarnya cukup menjanjikan, dimana masyarakat sudah cukup mengetahui

pangan fungsional dan bahan baku yang digunakan tersedia cukup

melimpah. Minuman prebiotik ini dapat dijadikan sebagai produk utama

ataupun sebagai pencampur pada produk susu.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Ubi jalar dengan varietas yang berbeda memiliki kandungan

oligosakarida yang berbeda.

2. Kandungan oligosakarida yang tertinggi adalah ekstrak alkohol ubi

jalar putih sukuh, dengan kandungan rafinosa 0,1457 %, stakiosa

0,0202 %, dan maltoheksosa 0,1060 %.

3. Minuman prebiotik ubi jalar merah Beta-1 memiliki kandungan

oligosakarida tertinggi, yaitu rafinosa 0,0726 %.

4. Uji kesukaan minuman prebiotik menunjukkan bahwa minuman

prebiotik ubi jalar merah Beta-1 yang ditambah gula 10 % dan asam

sitrat 0,1 % paling disukai dengan skor nilai uji rata-rata untuk rasa

dan warna adalah 3,50 dan aroma 3,45.

5. Minuman prebiotik dapat menstimulir pertumbuhan BAL dan optimum

hingga jam ke-24 secara invitro

6. Hasil pengujian minuman prebiotik ubi jalar (ekstrak oligosakarida)

pada dosis 12 ml/hari dan 24 ml/hari belum efektif menstimulir

pertumbuhan Lactobacilli dan menekan pertumbuhan E.coli secara

invivo pada tikus.

Page 50: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

50

B. SARAN

Perlu kajian lebih lanjut mengenai uji invivo dan uji klinis minuman

prebiotik ubi jalar yang dihasilkan pada dosis yang berbeda dan juga bentuk

sediaan minuman prebiotik yang lebih tahan lama.

Page 51: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

51

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari I, Sarjana, A. Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan

standar mutu tepung ubi jalar. Ungaran. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP).

Anonymous. 1990. Yakult-fermented Milk Drink to Promote Health. Yakult Honsha Co. Ltd., Tokyo, Japan.

Ansel, H, C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat.

Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Farms Oleh

Farida Ibrahim. UI Press. Jakarta.

Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1999. Proses Pembuatan dan Penggunaan

Tepung Ubi Jalar Untuk Produk Pangan. Edisi Khusus Balitkabi No. 15-

1999. hlm. 30–44.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, NL., Sedarnawati, Budianto S.1989

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.

Fardiaz, D. 1995. Probiotik: Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta: PT. Tri

Cipta Karya.

Gibson, GR.,dan Robertfroid, M. 1995. Dietary Modulation of The Human Colonic Microbiota: Introducing the Concept of Probiotics. J. Nurt. 125: 1401-1412.

Lambert, J., dan Hull, R.1996. Upper Gastrointestinal Tract Disease and

Probiotic. Asia Pasific J. Clin. Nurt. 5:31-35. Lingga PB, Sarwono I, Rahardi PC, Rahardjo JJ, Afriastini R, Wudianto WH,

Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar Swadaya, Jakarta. Manning TS, Gibson GR. 2004. Prebiotic. J. Best Practice and Research

Clinical Gastroenterology, New York.

Manning TS, R,Rastall, G. Gibson. 2004. Prebiotics and Lactic Acid Bacteria.

Di dalam: Salminem S, Wright AV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid

Bacteria. New York: Marcell dekker inc. hlm 407-418

Manning TS, Rastal R, Gibson G. 2004. Prebotic and Lactic Acid Bacteria. Di dalam Salminen S, Wright AV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. New York, Makker Dekker Inc.

Page 52: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

52

Marlis, A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan

Pengaruh Pengolahan terhadap Potensi Prebiotiknya [skripsi]. Bogor.

Pascasarjana Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.

McGilvery, RW dan G.W Goldstein,. 1996. Biokimia : Suatu Pendekatan

Fungsional 3ed. Erlangga Press. Surabaya.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU

Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Nestel, P. 1996. Intestinal Flora and Human Health. Asia Pasific J. Clin. Nurt.

5:1.

Oku T. 1994. Special Physiology Functions of Newly Develope Mono and Oligosaccharides. Di dalam: Goldberg, I. (Ed). Function Food Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. New York: Chapman and Hall.

Onwueme, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops. New York.

Palmer, JK. 1982. Carbohydrates in Sweet Potato. Di dalam: Villareal, RL., dan Griggs, TD. (Ed). Sweet Potato Proceedings of The First International Symposium. AVRDC, Taiwan.

Palmer. 1982. Prebiotics. J. best Practice and research Clinical

Gastroenterology 18 (2) : 287-298

Pazur, JH. 1970. Oligosaccharides. Di dalam: Pigman, W., dan Horton, D. (Ed.) The Carbohidrates Chemistry and Biochemistry. Second Edition. Volume II A. Academic Press, New York.

Robertfroid M. 2000. Functional Food Concept and its Application to

Prebiotic. J. Digest Liver Dis 34: S105-110.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogakarta. Hal.

323-417

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pascapanen. Kanisius.

Yogyakarta

Salminen S, Wright Av, Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria. New York: Marckel Dekker.

Santosa BAS , Widowati S, Damardjati DS. 1992. Evaluasi Sifat-sifat Kimia

Tepung Dua Varietas Ubi Jalar. Di dalam: Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agro

Page 53: bbia bogor_irma susanti_prebiotik ubi jalar .pdf

53

Industri. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Edisi Khusus Balittan Malang.

Sastroamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta.

Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat. Pusat Antar Universitas Ilmu

Hayati. ITB. Bandung. hal 131-152.

Steinbauer, LE, dan Kushman, LJ. 1971. Sweet Potatos Culture and Desease. Agliculture Hand Book no. 388. United State Departement of Agliculture, Washington DC.

Weese JS. 2002. Probiotics, prebiotics. J. of Equine Veterinary Science.

22(8) : 357-360

WHO (World Health Organization). 2002. Guidelines for the Evaluation of Probiotic in Food. www. Who.org. html.

Wilbraham AC, MS Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.

Bandung. Penerbit ITB

Woolfe, J.A., 1992 ―sweet potato: an untapped food resource‖,Cambridge Univ. Press and The International Potato Center (CIP). Cambridge, UK.

Yadav AR, Guha M, Tharanathan RN, Ramteke RS. 2006. Changes in Caracteristics of Sweet Potato Flour Prepared by Different Drying Techniques. J. Food Science and Technology. 39: 20-26.