ubi jalar desa cikarawang

119
7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 1/119 i EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI FARAH RATIH H34080138 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: ajie-bekti

Post on 19-Feb-2018

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 1/119

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR,

JAWA BARAT

SKRIPSI

FARAH RATIH

H34080138

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 2/119

ii 

RINGKASAN

FARAH RATIH. Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbinganHARMINI).

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun 

menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.

Kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan penyediaan pangan

 bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Salah satu solusi dalam

upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan dengan

memanfaatkan pangan lokal yang ada seperti umbi-umbian.

Umbi-umbian termasuk dalam sub-sektor tanaman pangan. Sub-sektor

tanaman pengan menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sub-

sektor pertanian lainnya. Salah satu komoditas tanaman pangan yang mengalami

 pertumbuhan adalah ubi jalar. Pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar

di Indonesia pada tahun 2011 terhadap 2010 bernilai positif jika dibandingkan

dengan beberapa komoditi lainnya. Negara-negara maju telah lama memanfaatkan

ubi jalar sebagai produk olahan bernilai gizi tinggi seperti tepung ubi jalar dan

secara ekonomis memiliki peluang pasar yang besar. Namun, budidaya yang

selama ini dilakukan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien. Hal

tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran sehingga

menyebabkan tingkat pendapatan petani rendah.

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat pendapatan usahatani

ubi jalar di Desa Cikarawang, (2) menganalisis faktor-faktor apa saja yangmempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang, dan (3) menganalisis

efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani

ubi jalar di Desa Cikarawang.

Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2012.

Responden penelitian ini sebanyak 35 orang petani ubi jalar yang menanam ubi

 jalar pada musim tanam akhir tahun 2011. Analisis dilakukan menggunakan

 pendekatan fungsi produksi Stochastic Frontier dengan metode pendugaan MLE.

Efisiensi biaya dapat diperoleh dari luasan lahan yang lebih besar.

Pendapatan usahatani petani di daerah penelitian dengan luas lahan lebih dari 0,5

Ha lebih besar daripada luas lahan kurang dari 0,5 Ha baik atas biaya tunaimaupun biaya total. Analisis R/C rasio pun menunjukkan nilai yang lebih besar

 pada luasan lahan lebih dari 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi

 jalar di daerah penelitian menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C

rasio menunjukkan nilai lebih dari satu. Faktor  –   faktor yang mempengaruhi

 produksi ubi jalar di daerah penelitian adalah adalah luas lahan, tenaga kerja,

 penggunaan pupuk N, pupuk P, dan pestisida. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani

responden hanya sebesar 0,564 artinya rata-rata produktivitas ubi jalar yang

dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat

dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini berkaitan dengan sumber-

sumber inefisiensi teknis yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis yaitu usia

 petani dan pengalaman.

Page 3: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 3/119

iii 

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat

disampaikan antara lain (1) Sebaiknya petani yang belum bergabung dalam

kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat

mempermudah pemerolehan input produksi, meningkatkan pengetahuan petani

melalui penyuluhan, mempermudah pemasaran produk, dan memperkuat posisitawarnya terhadap harga jual ubi jalar, (2) Disaat supply ubi meningkat di pasaran,

 petani sebaiknya memberikan nilai tambah pada ubi jalar dengan mengolahnya

menjadi produk lain seperti tepung dan keripik ubi jalar sehingga petani dapat

memperoleh tambahan pendapatan, (3) Sebaiknya pemerintah melalui Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dapat lebih mensosialisasikan teknologi budidaya ubi

 jalar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi jalar, (4) Untuk

mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya dilakukan pergiliran

atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar, (5) Pemerintah

daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih

setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada

 produktifitas komoditas pertanian, dan (6) Penelitian selanjutnya diharapkanmenganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis sehingga diperoleh analisis

efisiensi yang lebih komprehensif.

Page 4: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 4/119

iv 

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR,

JAWA BARAT

FARAH RATIH

H34080138

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 5: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 5/119

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar

di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

 Nama : Farah Ratih

 NIM : H34080138

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Harmini, M.Si NIP. 19600921 198703 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

Page 6: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 6/119

vi 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi

Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Farah Ratih

H34080138

Page 7: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 7/119

vii 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 November 1991. Penulis

adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Firdaus dan IbundaSri Hartati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 02 pagi Kelapa Dua

Kebon Jeruk Jakarta pada tahun 2002. Pendidikan menengah pertama diselesaikan

 pada tahun 2005 di SMPN 189 Jakarta. Pendidikan menengah atas di SMAN 65

Jakarta diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Biro BEMCorp

 periode 2009-2010 dan pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis

(HIPMA) pada Departemen Creativity and Career Development   periode 2010-

2011.

Penulis juga tercatat sebagai juara perak PKM kategori Pengabdian

Masyarakat PIMNAS XXIII, penerima dana hibah PKM bidang Kewirausahaan

dan Gagasan Tertulis PIMNAS XXIV, dan penerima dana hibah PKM bidang

Penelitian PIMNAS XXV.

Page 8: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 8/119

viii 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efisiensi TeknisUsahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. 

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

 produksi ubi jalar, efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi

inefisiensi teknis ubi jalar, serta pendapatan usahatani ubi jalar di Desa

Cikarawang.

Penulis menyadari karya tulis ini memiliki kekurangan dan keterbatasan.

 Namun demikian, penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi

 pembaca.

Bogor, Juli 2012

Farah Ratih

Page 9: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 9/119

ix 

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang

telah diberikan selama ini terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulismenyadari skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk

rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan,

dan kesabarannya selama ini. Terima kasih atas didikan dan pengajaran yang

telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji atas saran dalam

 penyempurnaan skripsi ini.

3. Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M. Agribuss selaku dosen penguji dari komisi

 pendidikan atas saran dan masukan bagi penulis.

4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai pembimbing akademik. Terima kasih atas

 bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Yeka Hendra Fatika, SP atas kesediaannya memberikan saran dan

masukannya terhadap penulisan skripsi ini

6. Maryono,SP atas bantuannya dalam memahami frontier.

7. Seluruh dosen Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala ilmu yang

telah diberikan kepada penulis.

8. Papa Firdaus dan Mama Sri Hartati atas kasih sayang, setiap doa, dukungan,

dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kelulusan penulis

dapat menjadi salah satu kebanggaan papa mama.

9. Adik-adiku, Farah Fachria dan Bella Carenda atas kasih sayang, perhatian,

dan dukungannya terhadap penulis.

10. Bapak Ahmad Bastari, Bapak Ujang, dan Ibu Norma selaku Ketua Kelompok

Tani Hurip, Setia, dan KWT beserta seluruh petani responden penelitian ini

atas kesediaan, waktu, dan informasi yang diberikan.

11. Aparat kantor Desa Cikarawang atas kesediaanya memberikan informasi

desa.

12. Ryan Iga Septiawan, Amelia, Herawati atas dukungan, dan motivasinya

selama ini.

Page 10: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 10/119

13. Teman sebimbingan: Joko, Restika, dan Tsamaniatul atas kerjasama dan

motivasinya.

14. Teman-teman kontrakan Galuh Hanifatiha, Rullyana Nur Bianti, Novya

Azhari, Ariesta Adline Aprilia, Ira Suci Ariestia, dan Kade Ari Oktaviani atas

semangat, dukungan, dan motivasinya selama ini.

15. Keluarga Agribisnis 45 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu

 per satu yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Farah Ratih

Page 11: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 11/119

xi 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi

I. PENDAHULUAN ......................................................................... 11.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 6

1.3. Tujuan Penelitian 8

1.4. Manfaat Penelitian 8

1.5. Ruang Lingkup 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 2.1. Tinjauan Empiris Ubi Jalar 10

2.2. Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier   16

2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi dan Inefisiensi Teknis 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN 223.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 22

3.1.1. Konsep Usahatani 22

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani 25

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi 28

3.1.4. Konsep Efisiensi 303.1.5. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier   31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional 34

IV. METODE PENELITIAN 384.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 38

4.2. Jenis dan Sumber Data 38

4.3. Metode Pengambilan Contoh 39

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data 39

4.4.1. Analisis Efisiensi dengan Fungsi Produksi

Stochastic Frontier 40

4.4.2. Uji Hipotesis 42

4.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani 44

4.4.4. Definisi Operasional 45

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 495.1. Kondisi Geografis 49

5.2. Keadaan Sosial Ekonomi 50

5.3. Karakteristik Responden 50

5.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar 56

5.4.1. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi 56

5.4.2. Subsistem Onfarm  57

5.4.3. Subsistem Pasca Panen 64

5.4.4. Subsistem Pemasaran 64

Page 12: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 12/119

xii 

5.4.5. Subsistem Pendukung 68

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIKARAWANG 706.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar 70

6.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar 72

6.3. Pendapatan Usahatani Ubi Jalar 75

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR

DI DESA CIKARAWANG 787.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier   79

7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis 83

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 918.1. Kesimpulan 91

8.2. Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 93

LAMPIRAN 97

Page 13: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 13/119

xiii 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.  Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun 2005-2008 3

2. 

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi dan Palawija di

Indonesia 5

3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Ubi

Jalar di Jawa Barat Tahun 2010 7

4. Faktor yang Diperkirakan Mempengaruhi Tingkat Inefisiensi

Teknis Beberapa Komoditi dalam Usahatani 20

5. Tata Guna Lahan Desa Cikarawang tahun 2009 50

6. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur

di Desa Cikarawang tahun 2009 50

7. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata

Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang tahun 2009 ..................... 51

8. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Desa Cikarawang tahun 2009 51

9. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Jenis Pekerjaan Sampingan 52

10. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden BerdasarkanUsia Petani 53

11. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan 53 

12. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Pengalaman Berusahatani 54 

13. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Keikutsertaan dalam Kelompok Tani 54

14. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan Garapan ........................................................................... 55

15. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Kepemilikan Lahan 55

16. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Jumlah Tanggungan Keluarga 55

17. Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani

dengan Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha 63

18. Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar 66

Page 14: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 14/119

xiv 

19. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa

Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha 69

20. Perbandingan Penerimaan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha

dan > 0,5 Ha per Musim Tanam 72

21. Perbandingan Biaya Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan >

0,5 Ha per Musim Tanam 73

22. Sebaran Biaya Penyusutan pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5

Ha 75

23. Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha

dan > 0,5 Ha per Musim Tanam 76

24. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb-

Douglas dengan Metode MLE 79

25. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier LinierBerganda dengan Metode MLE 80

26. Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda

dengan Metode MLE 81

27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pencapaian

Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang 84

28. Sebaran Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani

Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan

> 0,5 Ha 85

29. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi

Stochastic Frontier 85

Page 15: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 15/119

xv 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 

1. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk

marginal dalam proses produksi ......................................................... 29

2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier .................................................. 33

3. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 37

4. Gambar Peta Desa Cikarawang ............................................................ 49

5. Saluran Pemasaran Ubi ...................................................................... 66

6. Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar ........ 67

7. Hubungan antara Usia Petani dengan Produktivitas Ubi Jalar ............. 86

8. Hubungan antara Lama Pendidikan dengan Produktivitas

Ubi Jalar ............................................................................................. 87

9. Hubungan antara Pengalaman dengan Produktivitas Ubi Jalar ........... 88

Page 16: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 16/119

xvi 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 

1. Tabel Pola Pangan Harapan 2008-2009 97 

2. Perkembangan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan

Tahun 2005 –  2010*) 97

3. Persentase Rumah Tangga Pertanian di Jawa dan Luar Jawa

dengan Sumber Penghasilan Utama 98

4. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Ubi Jalar

di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun 2011 98

5. Luas panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Ubi Jalar ProvinsiJawa Barat 98

6. Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa

Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008 99

7. Output Frontier 4.1 Cobb-Douglas 100

8. Output Frontier 4.1 Linier Berganda 101

9. Foto Beberapa Kegiatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang 103 

Page 17: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 17/119

I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah

 penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta orang terdiri dari 119,6 juta orang laki-laki

dan perempuan sebanyak 118,0 juta orang. Dibandingkan dengan hasil Sensus

Penduduk 2000, telah terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta

orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun 

(BPS 2012). Hal tersebut secara langsung menyebabkan terjadinya peningkatan

 pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.

Dalam UU No. 7 tahun 1996 pasal 1, pangan merupakan segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam

 proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Untuk itu, kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan

 penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Menurut

Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan pasal 1 ayat 9

dijabarkan sebagai upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan

 prinsip gizi seimbang. Ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya

 pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,

 baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau telah diamanatkan

dalam UU No. 7 tahun 1996. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Tanaman

Pangan 2011 juga telah menargetkan pada tahun 2010-2014 terjadi peningkatan

ketahanan pangan sejalan dengan peningkatan produksi per tahun yang rata-rata

 padi 5,22 persen, jagung 10,02 persen, kedelai 20,05 persen, kacang tanah 10,20

 persen, kacang hijau 4,55 persen, ubi kayu 5,54 persen, dan ubi jalar 6,78 persen.

Salah satu solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah

diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman produk

makanan, namun tidak hanya berfokus pada hal itu saja, melainkan juga harus

mengubah ketergantungan masyarakat terhadap salah satu jenis makanan pokok

Page 18: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 18/119

saja seperti beras  (BKP 2010). Suyastiri (2008) menyatakan bahwa diversifikasi

 pangan merupakan hal yang sangat penting karena (1) dalam lingkup skala

nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap

ketergantungan impor beras, (2) dapat mengubah lokasi sumberdaya ke arah yang

efisien, fleksibel, dan stabil jika didukung dengan pemanfaatan potensi lokal, dan

(3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat

mewujudkan Pola Pangan Harapan.

Cara yang dapat dilakukan dalam mencapai diversifikasi pangan salah

satunya dengan memanfaatkan pangan lokal yang ada seperti umbi-umbian. Hal

ini sesuai dengan Permentan No. 43 tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan

Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Presiden No. 22

tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Berbasis Sumber Daya Lokal. Kedua kebijakan tersebut ditujukan untuk

mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan dan peningkatan pangan

 berbasis potensi sumber daya lokal.

Saat ini masyarakat sayangnya belum memahami benar penganekaragaman

 pangan berbasis potensi lokal. Masyarakat saat ini sering kali beranggapan bahwa

mengkonsumsi makanan pokok selain beras diidentikkan sebagai masyarakat

golongan rendah1. Hal ini mengakibatkan ketergantungan terhadap beras tetap

tinggi. Bahkan, masyarakat di wilayah Timur Indonesia yang semula tidak

mengkonsumsi beras sebagai pangan pokoknya sudah beralih mengkonsumsi

 beras.

Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa

konsumsi beras lebih tinggi daripada bahan pangan sumber karbohidrat alternatif,

seperti umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak,kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Konsumsi pangan ideal

untuk padi-padian adalah 275 gram per kapita per hari, namun pada tahun 2008,

konsumsi padi-padian melebihi ideal sebesar 326 gram dan pada tahun 2009 pun

masih melebihi keadaan idealnya walaupun sudah menurun dibanding tahun 2009

yakni sebesar 314,4 gram. Bahkan skor PPH tahun 2009 menurun jumlahnya

1 Roadmap Penganekaragaman Pangan:Memadukan Sumber Daya Pemerintah, Swasta,

 Perguruan Tinggi dan Swasta [http://www.journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/50/148] 

Page 19: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 19/119

dibandingkan skor PPH tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

 penganekaragaman pangan masyarakat masih rendah dilihat dari skor PPH masih

dibawah 100. Ini disebabkan karena pola pikir yang berkembang di masyarakat

 bahwa dikatakan belum makan jika belum mengkonsumsi nasi. Diketahui pula

 bahwa terjadi penurunan terhadap konsumsi beras, namun secara bersamaan

konsumsi bahan pangan lainnya juga ikut menurun seperti umbi-umbian. Jumlah

konsumsi pangan umbi-umbian idealnya yaitu 100 gram per kapita per hari,

namun pada tahun 2008 hanya 51,7 gram dan pada tahun 2009 hanya 40,2 gram

(BPS diolah BKP 2010).

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Renstra tahun 2010-2014

menetapkan tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional, yaitu: padi, jagung,

kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Berdasarkan

Lampiran 2, produksi tanaman pangan selama periode 2005-2010 mengalami

 pertumbuhan yang positif untuk lima komoditas unggulan nasional. Selain itu,

sub-sektor tanaman pangan juga menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan

dengan sub-sektor pertanian lainnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1

 berikut.

Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun 2005-2008Sub-

sektor

Tahun Rata-rata Laju

Pertumbuh

an (%)2005 2006 2007 2008Tan.

Pangan

22,961,255 22,765,897 22,311,310 23,382,721 22,547,778 2,44

Hortikultu

-ra

2,728,861 2,686,072 2,637,874 2,574,835 2,666,165 -1,20

Perkebun-

an

10,412,037 10,309,700 10,116,582 9,281,711 10,229,909 -4,18

Total

Pertanian

41,561,987 41,229,716 41,907,617 42,689,635 41,599,395 1,27

Sumber: Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2010-2014

Sub-sektor tanaman pangan rata-rata menyerap 22,5 juta orang atau 54,19

 persen dari angkatan kerja di sektor petanian dengan laju pertumbuhan terbesar

yaitu 2,44 persen per tahun. Lampiran 3 juga menunjukkan bahwa tanaman

 pangan merupakan sumber penghasilan utama sebagian besar rumah tangga

 pertanian di Indonesia yaitu sebesar 32,24 persen.

Salah satu komoditas tanaman pangan yang mengalami pertumbuhan adalah

ubi jalar. Ubi jalar ( Ipomea batatas L.) merupakan salah satu dari dua puluh jenis

Page 20: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 20/119

 pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar berpotensi

dikembangkan untuk mendukung program penganekaragaman konsumsi pangan

 berbasis sumberdaya lokal, karena: (1) sebagai salah satu sumber karbohidrat, (2)

 produktivitasnya tinggi, (3) potensi diversifikasi produk beragam, (4) zat gizi

 beragam, dan (5) potensi permintaan pasar lokal, regional, dan ekspor yang terus

meningkat (BPPP 2011). Selain itu, ubi jalar pun memiliki beberapa keunggulan

dibanding tanaman pangan lain yaitu risiko kegagalan relatif kecil, biaya produksi

relatif rendah, pemasaran mudah, daya adaptasi luas, dan hasil olahannya sangat

 beragam2. 

Sentra produksi ubi jalar di Indonesia dengan luas areal di atas 10.000 ha

 berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan

Sumatera Utara (Zuraida 2009). Tingkat produksi ubi jalar paling tinggi di

Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 422.3 ton. Begitu pun dengan luas

 panen ubi jalar di provinsi Jawa Barat menempati peringkat kedua sebesar 28 Ha

(Lampiran 4). Namun, produktivitasnya menempati peringkat lebih rendah dari

 peringkat luas panen dan produksi yaitu 150,6 kw/ha (BPS 2012). Karakteristik

sistem produksi ubi jalar di Indonesia saat ini dicirikan oleh skala usaha dan

 penggunaan modal kecil, penerapan teknologi usahatani belum optimal, masih

ditempatkan sebagai tanaman samping, kurang tersedianya bibit bermutu menurut

agroekosistem, dan belum adanya sistem pewilayahan produksi komoditas ubi

 jalar 3.

Pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun

2011 terhadap 2010 bernilai positif jika dibandingkan dengan beberapa komoditi

lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pertumbuhan 2011 terhadap 2010

 produksi ubi jalar sebesar 5.92 persen yaitu dari 2.051 ton menjadi 2.172 ton.Produktivitas ubi jalar pun tumbuh sebesar 7.99 persen dari 113.27 ton pada tahun

2010 menjadi 122.32 persen (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011).

2 http://cybex.deptan.go.id [06 Februari 2012]

3 Dr. Handewi P. S. Rachman 2010. Kajian Keterkaitan Produksi, Perdagangan, dan Konsumsi

Ubi jalar.[http://km.ristek.go.id/assets/css/reset.css" rel="stylesheet" type="text/css"]

Page 21: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 21/119

Tabel 2. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi dan Palawija di

Indonesia

No. Jenis Komoditi

Tahun Pertumbuhan 2011

terhadap 2010 (%)2010 2011

ARAM-III1. Padi

Produksi (000 Ton)

Luas Panen (000 Ha)

Produktivitas (Kw/Ha)

66,469

13,253

50,15

65,385

13,224

49,44

-1,63

-0,22

-1,42

2. JagungProduksi (000 Ton)

Luas Panen (000 Ha)

Produktivitas (Kw/Ha) 

18,328

4,132

44,36

17,230

3,870

44,52

-5,99

-6,34

0,36

3. Ubi JalarProduksi (000 Ton)

Luas Panen (000 Ha)

Produktivitas (Kw/Ha) 

2,051

181

113,27

2,172

178

122,32

5,92

-1,92

7,99Keterangan: ARAM-III = Angka Ramalan-III

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2011

Di provinsi Jawa Barat pun dapat dilihat baik dari sisi produksi dan

 produktivitas ubi jalar dari tahun 2007-2011 memiliki trend yang terus meningkat

seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5. Produktivitas ubi jalar pada tahun

2007 sebesar 133,73 Kw/Ha meningkat menjadi 150.62 Kw/Ha pada tahun 2011.

Begitu pun dengan produksi ubi jalar meningkat dari 375.714 ton tahun 2007

menjadi 422.228 ton tahun 2011.

Di beberapa negara, ubi jalar sudah merupakan produk komersial yang

cukup diminati. Negara-negara maju telah lama memanfaatkan ubi jalar sebagai

 produk olahan bernilai gizi tinggi dan secara ekonomis memiliki peluang pasar

yang besar (Hasyim 2008). Beberapa varietas unggul seperti Cilembu, Sari,

Cangkuan memiliki produktivitas antara 15-30 ton/hektar (Destialisma 2009).

 Namun, disaat produksi ubi jalar sangat melimpah yakni saat musim panen

raya, nilai jual komoditas ini akan menurun. Hal tersebut sesuai dengan hukum

ekonomi yaitu ketika supply meningkat maka harga jualnya akan turun. Untuk itu,

 perlu dilakukan terobosan agar nilai jual komoditas ini tetap stabil sepanjang

tahun. Salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi

serta metode pengolahan hasil atau pasca panen yang lebih baik.

Banyak hal telah dilakukan dalam pengolahan pasca panen ubi jalar seperti

membuat tepung ubi jalar dan pemanfaatannya dalam pembuatan beberapa produk

(Destialisma 2009). Selain itu, tepung ubi jalar juga telah dikembangkan menjadi

Page 22: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 22/119

 bahan baku pangan seperti mencoba pemanfaatan tepung ubi jalar dalam

 pembuatan produk-produk roti, cookies dan biskuit dengan hasil yang cukup

memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa bahan baku berupa ubi

 jalar diperlukan oleh industri sehingga perlu adanya kesinambungan bahan baku.

 Namun, budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani ubi jalar diindikasikan

masih belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak

sesuai anjuran, tingkat pendapatan petani yang rendah, dan produksi ubi jalar

masih di bawah potensi produksi (Khotimah 2010).

Dari kedua sudut pandang tersebut, baik dari segi produksi maupun

 pengolahannya, ubi jalar memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan konsep

diversifikasi yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan

 berbagai upaya untuk meningkatkan produksi baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas.

1.2.  Perumusan Masalah

Jawa Barat merupakan provinsi sentra produksi ubi jalar terbesar di

Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

dalamnya. Kontribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten

Bogor terhadap PDRB Jawa Barat merupakan yang terbesar yaitu 9,57 persen

dari total PDRB Wilayah Bogor 4.  Tingginya angka PDRB di Kabupaten Bogor

dipacu oleh pertumbuhan indusri khususnya industri yang berada di bagian utara

Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Bogor terdapat 40 buah kecamatan, 409 desa, 17

kelurahan, dan 426 desa.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra ubi jalar. Hal ini dapat dilihat

dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar. Ubi jalar di

Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten Kuningan,

seperti yang ditunjukkan di atas (Tabel 3).

4 http://bakorpembang-wilbgr.jabarprov.go.id [06 Februari 2012]

Page 23: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 23/119

Tabel 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Ubi Jalar

di Jawa Barat Tahun 2010

Kabupaten

Tahun 2010

Luas Tanam

(Ha)

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(ton)

Hasil per Hektar

(Kw/Ha)

Bogor 3,965 3,881 59,555 153,45

Sukabumi 1,441 1,443 21,270 147,40

Bandung 3,258 2,524 29,122 115,38

Tasikmalaya 2,145 2,123 23,388 110,16

Kuningan 5,553 5,592 96,857 173,21

Sumedang 1,591 1,539 18,974 123,29

Sumber: BPS Jawa Barat, 2010

Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa

Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Bogor, Provinsi Jawa Barat. Produktivitas ubi jalar di Kecamatan ini pada tahun

2007 dan 2008 sebesar 14,57 ton/ha dan 14,32 ton/ha (Lampiran 6). Di Desa

Cikarawang terdapat enam buah kelompok tani yang bergerak di komoditas padi

atau palawija. Kelompok tani tersebut antara lain kelompok tani Hurip, Setia,

Mekar, Subur Jaya, Andalan, dan KWT Melati.

Ubi jalar merupakan salah satu dari tujuh komoditas yang menjadi unggulan

nasional. Untuk itu, selama tahun 2010-2014 komoditas tersebut menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan

kesejahteraan petani (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). Hal ini akan

dapat terlaksana dengan baik jika komoditas tersebut dapat memberikan

keuntungan bagi petani sehingga petani mau untuk mengusahakan komoditas

tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar

di Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di daerah

tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan.

Potensi ubi jalar di Desa Cikarawang tersebut sayangnya dihadapi dengan

 permasalahan produktivitas ubi jalar yang rendah. Rata-rata produktivitas ubi jalar

di Desa Cikarawang adalah 9,5 ton per hektar (wawancara dengan ketua

kelompok tani). Sedangkan menurut BPS (2012), produktivitas ubi jalar nasional

sebesar 12,232 ton per hektar. Ini menunjukkan bahwa produktivitas ubi jalar di

Desa Cikarawang masih rendah di bawah produktivitas nasional. Hal tersebut

diduga terjadi karena ketidakefisienan teknis dalam usahatani ubi jalar di Desa

Page 24: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 24/119

Cikarawang sehingga diperlukan analisis efisiensi teknis usahatani ubi jalar di

Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di desa tersebut

sudah efisien.

Oleh karena itu, mengingat ubi jalar merupakan salah satu komoditas

unggulan nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan maka diperlukan

 pencapaian efisiensi teknis agar menghasilkan output yang optimal. Efisiensi

teknis dalam hal teknik budidaya yang benar akan mempengaruhi tingkat

 pendapatan yang dihasilkan petani sehingga diperlukan informasi mengenai

keragaan budidaya untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi ubi jalar. Pencapaian efisiensi teknis juga sebagai upaya

 peningkatan tingkat kompetitif dan keuntungan usahatani. Untuk itu dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapatan usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa

Cikarawang ?

3. Bagaimana efisiensi teknis serta faktor apa yang mempengaruhi inefisiensi

teknis petani di Desa Cikarawang?

1.3. 

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang.

2. Menganalisis faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi produksi

ubi jalar di Desa Cikarawang.

3. Menganalisis efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi

inefisiensi teknis petani ubi jalar di Desa Cikarawang.

1.4.  Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan tambahan informasi bagi

 petani ubi jalar dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan

usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang.

2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam

upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik.

3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut pada bidang yang berkaitan dengan penelitian ini.

Page 25: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 25/119

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Provinsi

Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah ubi jalar. Petani yang dijadikan

contoh dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan

Cangkrang Desa Cikarawang yang menanam ubi jalar pada musim tanam akhir

tahun 2011. Analisis kajian dibatasi untuk melihat bagaimana pendapatan

usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang, faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi produksi ubi jalar dan efisiensi teknis usahatani, dan faktor-faktor

yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di daerah penelitian.

Page 26: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 26/119

10 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Empiris Ubi Jalar 

Ubi jalar memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan pertanian. Prospek ubi jalar pun sangat cerah jika dikelola baik dengan sistem

agribisnis yang terintegrasi dari subsistem hulu hingga hilir. Ubi jalar mudah

dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan bahwa komoditas ini

dikenal dan diterima masyarakat sebagai bahan pangan atau digunakan untuk

substitusi pangan pokok. Pengolahan ubi jalar juga sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai bahan diversifikasi pangan.

Ubi jalar mempunyai potensi dan peluang besar untuk dimanfaatkan dalam

agroindustri sekaligus diversifikasi pangan (Harwono et.al. 1994 diacu dalam

Zuraida 2009). Dengan produktivitas 35 ton/ha umbi, ubi jalar mampu

menghasilkan 48 x 106  kalori/ha/hari sedangkan padi menghasilkan 33 x 106 

kalori/ha/hari atau dengan kata lain ubi jalar menghasilkan kalori 45 persen lebih

tinggi dari padi (De Vries et al. 1976 diacu dalam Zuraida 2009).

Potensi ubi jalar yang beragam memungkinkan ubi jalar menjadi salah satu

komoditi ekspor Indonesia seperti ke Singapura, Belanda, Amerika Serikat,

Jepang dan Malaysia. Ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pangan, pakan,

dan bahan baku bagi industri seperti yang telah dilakukan di negara-negara maju.

Selain itu, bercocok tanam ubi jalar pun dapat mengisi potensi lahan kering di

Indonesia dan pemenuhan kebutuhan pangan pada masa datang seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

Adapun petunjuk teknologi budidaya ubi jalar menurut Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012 sebagai berikut:

1) Syarat Tumbuh

Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang

 bersuhu 21-27oC dan mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari. Pertumbuhan dan

 produksi yang optimal untuk usahatani ubi jalar tercapai pada musim kering

(kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu tanam yang baik untuk tanaman

ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang pada tanah sawah waktu tanam

yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen. Tanaman ubi jalar dapat ditanam

Page 27: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 27/119

11 

di daerah dengan curah hujan optimal antara 750-1500 mm/tahun dan berada pada

ketinggian 0-1.500 m dpl.

2) Penyiapan Bibit

Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dilakukan petani adalah

dengan stek batang atau pucuk. Bibit yang berupa stek harus memenuhi syarat:

tanaman telah berumur 2 bulan atau lebih, panjang stek antara 20-30 cm, disimpan

ditempat teduh selama 1 – 7 hari. Jumlah bibit yang dibutuhkan untuk areal

 penanaman 1 hektar tergantung pada jarak tanam. Untuk jarak tanam 75x30 cm

maka kebutuhan bibitnya sekitar 32.000 stek.

3) Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu basah

atau tidak terlalu kering, lengket atau keras. Cara penyiapan lahan dimulai dengan

mengolah tanah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama satu

minggu, selanjutnya dibuat guludan-guludan, tanah diolah langsung bersamaan

dengan pembuatan guludan, lebar guludan bawah 60 cm, tinggi 30 – 40 cm, lebar

atas 40 cm, dan jarak antar guludan 80 – 100 cm.

4) Penanaman

Penanaman ubi jalar di lahan kering (tegalan) biasanya dilakukan pada awal

musim hujan (Oktober) atau akhir musim hujan (Maret). Di lahan sawah, waktu

tanam yang paling tepat adalah setelah padi rendengan atau padi gadu, yakni pada

awal musim kemarau. Stek ditanam miring dengan kedalaman tanam 10-15 cm

(4-6 ruas) dengan jarak tanam 10-15 cm.

5) Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman terdiri atas lima bagian yaitu penyulaman, pengairan,

 penyiangan dan pembumbunan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit.

a) Penyulaman

Penyulaman merupakan suatu kondisi dimana terdapat bibit yang mati atau

tumbuh abnormal sehingga harus segera disulam (ditanam kembali) dan dilakukan

sesegera mungkin.

Page 28: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 28/119

12 

 b) Pengairan

Pemberian air dilakukan selama 15 – 30 menit hingga tanah (guludan) cukup

 basah, kemudian airnya dialirkan ke saluran pembuangan. Pengairan berikutnya

masih diperlukan secara rutin hingga tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan

dihentikan pada umur 2 –  3 minggu sebelum panen.

c) Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan kored/cangkul

 pada umur 2,5 dan 8 MST (Minggu Setelah Tanam). Setiap satu bulan sekali

dilakukan pembalikan tanaman untuk menghindari menjalarnya tanaman ke

segala arah. Pembumbunan dapat dilakukan pada umur 2 – 3 minggu setelah

tanam.

d) Pemupukan

Pemupukan ubi jalar dilakukan dua kali, pemupukan pertama saat tanam

dengan 1/3 dosis pupuk nitrogen, 1/3 dosis kalium ditambah seluruh dosis fosfor.

Pemupukan kedua, pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam, dipupuk

dengan 2/3 dosis nitrogen dan 2/3 dosis kalium. Dosis pupuk yang dianjurkan

dalam usahatani ubi jalar adalah 45-90 kg N/Ha (100-200 kg urea/Ha) ditambah

25 kg P2O5/Ha (50 kg TSP/Ha), dan 50 kg K2O/Ha (100 kg KCl/Ha).

e) Pengendalian Hama dan Penyakit

Perlindungan tanaman dari OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

dilakukan secara terpadu seperti berikut:

- Secara kultur teknis, diantaranya mengatur waktu tanam yang tepat, rotasi

tanaman, sanitasi kebun, dan penggunaan varietas yang tahan hama dan penyakit.

- Secara fisik dan mekanis, yaitu dengan memotong atau memangkas atau

mencabut tanaman yang sakit atau terserang hama dan penyakit cukup berat,dikumpulkan dan dimusnahkan.

- Secara kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida secara selektif dan

 bijaksana.

6) Panen

Ubi jalar berumur pendek (genjah) dapat dipanen pada umur 3-3,5 bulan,

sedangkan varietas berumur panjang (dalam) dipanen pada umur 4,5 – 5 bulan.

Tahap-tahap panen ubi jalar adalah dengan memotong (pangkas) batang ubi jalar

Page 29: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 29/119

13 

dengan sabit atau parang, kemudian disingkirkan dan dilanjutkan menggali

guludan dengan cangkul hingga terkuak ubinya, ubi tersebut diambil dan

dikumpulkan ke tempat pengumpulannya, selanjutnya ubi dibersihkan dari tanah

atau kotoran dan akar yang masih menempel, dan terakhir dilakukan seleksi dan

sortasi.

Berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya, pemilihan lokasi

 penelitian mengenai ubi jalar dilakukan secara  purposive karena lokasi tersebut

merupakan sentra produksi ubi jalar (Khotimah 2010; Herdiman 2010; Defri

2011). Dikatakan sebagai sentra produksi ubi jalar karena baik dari segi luas areal,

 produksi, dan produktivitasnya tinggi.

Masyarakat di daerah penelitian membudidayakan ubi jalar karena faktor

 budaya dimana bercocok tanam ubi jalar sudah dilakukan sejak zaman nenek

moyang mereka. Selain itu, kesesuaian agroklimat di daerah penelitian pun

menjadikan ubi jalar banyak ditanam. Input yang digunakan dalam usahatani ubi

 jalar antara lain bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan modal. Ubi

 jalar termasuk salah satu tanaman pangan yang mudah dibudidayakan bahkan di

lahan kering masam. Usahatani ubi jalar di lahan kering masam mempunyai

tingkat keuntungan, efisiensi ekonomi, dan daya kompetitif yang tinggi daripada

usahatani kacang hijau, kacang tanah dan kedelai tetapi lebih rendah dari jagung

(Krisdiana dan Heriyanto 2011).

Indikator yang penting untuk diperhatikan dalam budidaya ubi jalar adalah

 penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran (Herdiman 2010).

 Namun, selama ini budidaya ubi jalar masih dilakukan secara tradisional dan

 belum menerapkan teknik budidaya yang sesuai dengan teori dan anjuran

 penyuluh serta pola tanam yang dilakukan dalam usahatani ubi jalar adalah sistemmonokultur (Khotimah 2010; Defri 2011). Budidaya yang dilakukan hanya

 berdasarkan pengalaman usahatani pada masing-masing petani. Budidaya ubi jalar

dapat dilakukan secara organik ataupun konvensional seperti pada umumnya.

Kelebihan budidaya ubi jalar secara organik adalah umbi lebih keras sehingga

lebih cocok jika disalurkan ke pabrik keripik dan masa panennya pun dapat

ditunda sampai usia tujuh bulan tanpa kebusukan pada umbi. Sedangkan budidaya

ubi jalar secara konvesional dengan menggunakan pupuk kimia kelebihannya

Page 30: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 30/119

14 

adalah umbi cepat besar dan masa panen lebih cepat namun umbi cepat

membusuk jika tidak segera dipanen (Herdiman 2010).

Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar dapat berasal dari hasil

 produksi sebelumnya, produksi petani lain, dan hasil pembibitan sendiri.

Penentuan varietas tertentu yang ditanam di daerah penelitian karena varietas

tersebut memiliki rasa yang manis, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama

 penyakit, harga jual tinggi, dan permintaannya di pasar selalu ada sepanjang tahun

(Khotimah 2010; Defri 2011).

Ubi jalar dapat dipanen saat umur tanaman 4,5-6 bulan. Umur panen ubi

 jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani, harga jual, dan orientasi usahatani. Di

Kabupaten Kuningan yang merupakan sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat, rata-

rata produksi total ubi jalar sebesar 20.117,23 kg/ha (Khotimah 2010).

Hasil panen petani berupa ubi jalar segar langsung dijual kepada pedagang

 pengumpul, industri yang membutuhkan bahan baku ubi jalar atau dipasarkan

langsung ke pasar induk setempat (Khotimah 2010; Defri 2011) dan juga kepada

tengkulak seperti di Desa Gunung Malang (Defri 2011). Hal ini dikarenakan

 produk turunan dari ubi jalar belum banyak dilakukan oleh petani. Sistem

 penjualan ubi jalar terdiri atas dua jenis yaitu sistem borongan dan sistem bukti

(Herdiman 2010; Defri 2011). Sistem borongan merupakan sistem penjualan per

luas lahan, seperti yang dilakukan di Desa Purwasari sedangkan sistem bukti

meupakan sistem penjualan dimana pembeli yang melakukan pemanenan seperti

di Desa Gunung Malang.

Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar adalah biaya

tenaga kerja luar keluarga (TKLK) seperti usahatani di Kecamatan Cilimus

sebesar 49,40 persen dari biaya total (Khotimah 2010) dan sebesar 54,65 persen diDesa Purwasari (Defri 2011). Jumlah HOK yang digunakan dalam usahatani ubi

 jalar terdiri dari 54,75 HOK Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan 235,02

HOK Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) (Khotimah 2010).

Dilihat dari daya saingnya, budidaya ubi jalar menguntungkan baik secara

finansial maupun ekonomi (Nurmala 2011; Khotimah 2010). Berbeda halnya

dengan jenis umbian lain seperti talas misalnya. Penerimaan usahatani talas di

Kecamatan Bogor Barat yaitu Rp. 18.250.592 per hektar dengan harga jual di

Page 31: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 31/119

15 

 petani Rp. 1.448/umbi. Hal tersebut menyebabkan produksi talas mulai menurun

karena kecilnya penerimaan yang diterima dan harga jual yang rendah.

Pendapatan usahatani talas secara monokultur atas biaya total di Kecamatan

Bogor Barat tidak menguntungkan atau rugi sebesar Rp 4.163.962 (Sari 2012).

Hal ini disebabkan jumlah biaya yang diperhitungkan lebih besar dari jumlah

 biaya tunai. Jumlah biaya diperhitungkan yang besar dikarenakan penggunaan

TKDK yang besar. Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani talas sebesar 3,73

namun R/C rasio atas biaya total sebesar 0,81 artinya usahatani talas tidak

menguntungkan untuk diusahakan.

Hasil analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus

menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total

lebih besar dari nol. Selain itu, nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,67 dan

rasio R/C atas biaya total 1,24 (Khotimah 2010). Hal tersebut menunjukkan

 bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan. Hal yang sama

 juga ditunjukkan pada pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari

Kecamatan Dramaga dan di Desa Gunung Malang yang menguntungkan dilihat

dari nilai rasio R/C atas biaya tunai ataupun biaya total lebih dari satu (Herdiman

2010; Defri 2011).

Berdasarkan peramalan yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu,

diketahui bahwa produksi kuartalan ubi jalar nasional tiap musim dan tahun

mengalami fluktuasi mengikuti fluktuasi produksi padi yang berkorelasi negatif,

sama halnya juga dengan konsumsi ubi jalar. Artinya disaat produksi padi

menunjukkan trend yang meningkat justru produksi ubi menunjukkan hasil

sebaliknya yakni trend yang cenderung menurun. Sama halnya dengan konsumsi

tahunan ubi jalar nasional yang mempunyai pola dengan trend cenderungmenurun. Diramalkan produksi dan konsumsi ubi jalar sampai tahun 2016 belum

 bisa memenuhi target yang diharapkan (Aji 2008). Dari segi permintaan, petani

dan konsumen pada umumnya lebih menyukai ubi jalar dengan varietas yang

mempunyai tekstur kering, namun hingga saat ini belum dapat dipenuhi

dikarenakan produktivitas yang masih rendah5.

5

 Agusman.  Prospek dan Potensi Ubi Jalar . http ://258-prospek-dan-potensi-ubi-jalar.htm. [Maret2011].

Page 32: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 32/119

16 

2.2. Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier  

Pendekatan  stochastic frontier merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk melihat efisiensi dari suatu usahatani. Fungsi produksi stochastic

 frontier menggambarkan hubungan antara input yang tersedia dan output

maksimum yang dapat dicapai dengan memperhatikan faktor-faktor yang

 berpengaruh dalam usahatani. 

Pendekatan Stochastic Production Frontier   telah digunakan oleh Aisah

(2003) usahatani tomat di Desa Karawang Kecamatan Sukabumi; Astuti (2003)

usahatani kentang di Desa Margamulya Kecamatan Pangalengan; Brahmana

(2005) usahatani padi lahan kering di Desa Tanggeung Cianjur; Maryono (2008)

usahatani padi program benih bersertifikat di Karawang; Hutauruk (2008) untuk

usahatani padi benih bersubsidi di Karawang; Khotimah (2010) usahatani ubi jalar

di Kuningan; Defri (2011) usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kabupaten

Dramaga.

Pendekatan ini dipilih karena sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk

linier (Maryono 2008; Hutauruk 2008; Khotimah 2010). Fungsi produksi

 stochastic frontier dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor produksi yang

mempengaruhi efisiensi teknis, dapat melihat efisiensi teknis usahatani dari sisi

input, dan efek inefisiensi yang berkaitan (Maryono 2008; Hutauruk 2008).

Dengan menggunakan fungsi produksi  stochastic frontier  peneliti dapat

mengetahui faktor produksi apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis

usahatani serta bagaimana pengaruhnya terhadap usahatani.

Model yang digunakan adalah model fungsi Stochastic Production Frontier  

Cobb-Douglas menggunakan parameter pendugaan  Maximum Likelihood

 Estimated   (MLE) (Haryani 2009; Khotimah 2010; Prayoga 2010). Salah satukeuntungan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah jumlah

elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan

skala usaha (return to scale) (Maryono 2008). Parameter MLE digunakan untuk

menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan

menggunakan faktor-faktor produksi yang ada. Faktor-faktor produksi yang

dimaksud antara lain lahan, modal, tenaga kerja, dan manajemen atau

Page 33: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 33/119

17 

 pengelolaan. Selain itu, fungsi produksi yang diestimasi menggunakan parameter

 pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) dapat mengidentifikasi faktor

 produksi juga dapat melihat efisiensi teknis petani dan efek inefisiensi yang

 berkaitan (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Haryani 2009).

Untuk menduga output produksi suatu usahatani, diperlukan variabel-

variabel faktor produksi tertentu. Beberapa variabel yang digunakan pada

 penelitian-penelitian sebelumnya antara lain luas lahan, jumlah benih/bibit,

 jumlah pupuk urea, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja luar

keluarga, pestisida (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Maryono 2008; Haryani

2009; Nurmala 2011), pupuk daun, pupuk kandang (Sukiyono 2005; Khotimah

2010), dan nilai pengeluaran untuk irigasi pompa (Haryani 2009).

Menurut Hutauruk (2008); Maryono (2008); dan Haryani (2009), variabel

yang berpengaruh nyata terhadap fungsi produksi usahatani padi antara lain luas

lahan, jumlah benih, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk KCl, jumlah tenaga kerja

luar dan dalam keluarga. Untuk obat hama penyakit menunjukkan hasil berbeda.

Hasil penelitian Maryono (2008) menunjukkan obat hama penyakit berpengaruh

nyata namun pada penelitian Hutauruk (2008) jumlah obat cair tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi padi.

Pada usahatani cabai merah oleh Sukiyono (2005), faktor penduga fungsi

 produksi  frontier Cobb-douglas  yang berpengaruh positif nyata adalah lahan,

urea, KCL, dan pupuk kandang, sedangkan pupuk TSP dan tenaga kerja

 berpengaruh negatif nyata, serta pestisida dan benih tidak berpengaruh nyata.

Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah pupuk

kandang, tenaga kerja, dan penggunaan pupuk KCL. Sedangkan yang tidak

 berpengaruh nyata adalah bibit, pupuk urea, dan TSP ( Nurmala 2011).Penggunaan model  stochastic frontier   dimungkinkan untuk menduga

ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan galat dari modelnya

(Sukiyono 2005). Dengan menggunakan model  stochastic frontier , tidak

diperlukan pembagian sampel. Pengukuran inefisiensi teknis dilakukan regresi

secara terpisah. Dalam interpretasi hasil pengukuran dengan model  stochastic

Page 34: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 34/119

18 

 frontier , nilai tingkat inefisiensi merupakan nilai inefisiensi relatif yang

diasumsikan paling efisien6.

2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi dan Inefisiensi TeknisEfisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran keberhasilan

 pelaksanaan proses produksi. Efisiensi teknik yang tinggi berperan penting dalam

upaya peningkatan keuntungan suatu usahatani. Farrell (1957) diacu dalam

Tasman (2010), mengajukan pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen

yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis merupakan

kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input

yang tersedia sedangkan efisiensi alokatif merupakan kemampuan dari perusahaan

menggunakan input dalam proporsi yang optimal sesuai dengan harga masing-

masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan

menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi.

Salah satu komponen dari pengukuran efisiensi ekonomi adalah efisiensi

teknis. Suatu usahatani baru dapat dikatakan efisiensi ekonomi jika sudah

mencapai efisiensi teknis (Sukiyono 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa

usahatani tersebut sudah menggunakan input produksi yang dimiliki secara

optimal. Haryani (2009) melakukan penelitian mengenai efisiensi usahatani padi

sawah pada program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di Kabupaten

Serang menunjukkan bahwa penyebab usahatani padi sawah efisien secara teknis

adalah karena penggunaan input sudah optimal. Tujuan pengoptimalan

 penggunaan input tersebut adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal.

 Namun, pada usahatani yang telah efisien secara teknis, belum tentu secara

alokatif efisien. Penggunaan input meskipun efisien secara teknis tetapi tidak

secara alokatif dapat dilihat dari nilai produk marjinalnya yang lebih rendah

dibandingkan harga input (Hutauruk 2008). Menurut Bakhsoodeh dan Thomson

diacu dalam Hutauruk (2008), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang

menggunakan lebih sedikit input untuk memproduksi sejumlah output pada

6 Jasmina dan Goeltom dalam Analisis Efisiensi Perbankan Indonesia : Metode Pengukuran Fungsi

Biaya Frontir. 2010

Page 35: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 35/119

19 

tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari

 petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu.

Identifikasi efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan isu penting

 berbagai peluang dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan

 peningkatan kesejahteraan rumah tangga tani (Weersink, Turvey & Godah 1990

diacu dalam Adiyoga 1999). Untuk melihat efisiensi penggunaan faktor produksi

dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan

Marjinal (BKM) yang harus sama dengan satu (Dumaria 2003).

Penelitian tentang efisiensi teknis usahatani yang telah dilakukan

sebelumnya umumnya terdapat multikolineritas atau korelasi antar variabel,

terutama lahan sehingga mereka merestriksi modelnya dengan mengelompokkan

variabel yang ada menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Seperti dalam

Rachmina dan Maryono (2008) bahwa variabel luas lahan menimbulkan

multikolinearitas pada model sehingga variabel luas lahan dijadikan pebobot pada

variabel dependen maupun independen. Setelah model direstriksi, terbentuklah

model baru, kemudian jika pada model tersebut masih terdapat multikolinier maka

diretriksi kembali hingga didapatkan nilai R 2 yang besar dan VIF lebih kecil dari

10 (Astuti 2003; Aisah 2003; Hutauruk 2008).

Variabel faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap efisiensi

teknis adalah luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan insektisida (Astuti 2003, Aisah

2003, Brahmana 2005, Hutauruk 2008). Hal lain yang dapat mengindikasikan

faktor-faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani adalah

dengan melihat faktor inefisiensi teknis usahatani. Beberapa penelitian mengenai

efisiensi teknis menggunakan metode efek inefisiensi teknis. Metode efek

inefisiensi teknis yang digunakan mengacu pada model efek inefisiensi teknisyang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998) (Hutauruk 2008; Maryono

2008; Khotimah 2010). Dalam model tersebut terdapat variabel µi yang berfungsi

untuk menghitung efek inefisiensi.

Faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis beberapa

komoditi dalam usahatani adalah pengalaman berusahatani, pendidikan,

 pendapatan di luar usahatani, dan kepemilikan lahan (Sukiyono 2005; Hutauruk

2008; Maryono 2008; Haryani 2009; Khotimah 2010). Hutauruk (2008) dan

Page 36: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 36/119

20 

Maryono (2008) menambahkan variabel umur bibit sedangkan Khotimah (2010);

Haryani (2009); Sukiyono (2005) menambahkan umur petani sebagai variabel

tingkat inefisiensi teknis. Selain itu, Khotimah (2010) juga menggunakan variabel

 pekerjaan petani di luar usahatani dan penyuluhan dalam analisa efisiensi teknis

usahatani ubi jalar dan Maryono (2008) menambahkan rasio urea dan TSP, bahan

organik, dan legowo.

Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai faktor yang

diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis beberapa komoditi dalam

usahatani antara lain ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Faktor yang Diperkirakan Mempengaruhi Tingkat Inefisiensi Teknis

Beberapa Komoditi dalam UsahataniPeneliti Komoditas Variabel Produksi

Pengaruhnya

terhadap Inefisiensi

Sukiyono (2005) Cabai merah pendidikan formal

umur

 pengalaman

(+); nyata

(-); tidak nyata

(-); tidak nyata

Hutauruk (2008)  Padi Benih

Bersubsidi

umur bibit

 pengalaman berusahatani

 pendidikan

status kepemilikan lahan pendapatan di luar

usahatani

 jarak tanam

(-); tidak nyata

(-); nyata

(-); tidak nyata

(-); nyata(-); tidak nyata

(-); tidak nyata

Maryono (2008) Padi

 program

 benih

 bersertifikat

 pengalaman petani

 pendidikan formal petani

umur bibit

rasio urea-TSP

 bahan organik

legowo

(+); nyata

(-); nyata

(+); tidak nyata

(+); nyata

(+); nyata

(+); tidak nyata

Khotimah,H (2010) Ubi Jalar umur petani

 pengalaman berusahatani

 pendidikan pekerjaan petani di luar

usahatani

 pendapatan di luar

usahatani

kepemilikan lahan

 penyuluhan

(-); nyata

(+); nyata

(-); nyata(+); nyata

(-); nyata

(+); nyata

(-); tidak nyata

Prayoga (2010) Padi

Organik

lahan sawah

 jumlah anggota keluarga

usia produktif

frekuensi mengikuti

 penyuluhan

(-); nyata

(-); nyata

Page 37: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 37/119

21 

Suatu variabel dikatakan memiliki pengaruh positif (+) terhadap inefisiensi

diartikan bahwa setiap peningkatan penggunaan variabel tersebut dalam usahatani

menyebabkan tingkat inefisiensi semakin meningkat. Sebaliknya, suatu variabel

dikatakan memiliki pengaruh negatif (-) terhadap inefisiensi diartikan bahwa

setiap peningkatan penggunaan variabel tersebut dalam usahatani menyebabkan

 penurunan terhadap tingkat inefisiensi.

Suatu variabel dikatakan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi diartikan

setiap perubahan yang terjadi pada variabel tersebut baik berupa peningkatan atau

 penurunan akan berpengaruh pada peningkatan atau penurunan ketidakefisienan

teknis suatu usahatani. Sebaliknya, jika suatu variabel dikatakan berpengaruh

tidak nyata terhadap inefisiensi diartikan setiap perubahan yang terjadi pada

variabel tersebut tidak akan berpengaruh pada peningkatan atau penurunan

ketidakefisienan teknis suatu usahatani. Hal tersebut bisa terjadi karena

 penggunaan variabel tersebut dalam suatu usahatani sudah berlebihan sehingga

 peningkatan atau penurunan jumlahnya tidak mempengaruhi inefisiensi teknis

usahatani.

Page 38: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 38/119

22 

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani dapat diartikan sebagai kegiatan onfarm dari sistem agribisnis.

Mosher (1966) diacu dalam Soeharjo (1973) menggambarkan istilah  farm sebagai

 bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, suatu keluarga tani atau

 badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Sejalan dengan

hal tersebut, Rifai (1960) diacu dalam Soeharjo (1973) mendefinisikan ilmu

usahatani sebagai ilmu yang mempelajari kesatuan organisasi dari alam, tenaga

kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan produksi di

lapangan pertanian.

Ilmu usahatani menurut Hernanto (1989) adalah ilmu yang mempelajari

dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif sempit. Sedangkan

menurut Daniel (2001), usahatani merupakan kegiatan mengorganisasi

(mengelola) aset dan cara dalam pertanian. Diartikan pula sebagai suatu kegiatan

yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha

yang menyangkut bidang pertanian. Ilmu usahatani merupakan ilmu yang

mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan

mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien

mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin

(Suratiyah 2009).

Usahatani terbagi menjadi dua, yakni usahatani subsisten dan usahatani

komersial. Usahatani subsisten hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga. Sedangkan usahatani komersial sudah berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan masyarakat banyak. Secara umum, sebagian besar petani masih

menerapkan pola subsisten yakni usahatani dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga atau belum sepenuhnya ditujukan untuk dijual ke pasar (pola komersial).

Soekartawi (1986) mengatakan pola subsisten ini biasanya dilakukan oleh petani

kecil. Usahatani tersebut memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya seperti

kekurangan modal, pendapatan yang rendah, namun cara kerjanya tidak sama.

Page 39: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 39/119

23 

Tujuan petani kecil melakukan usahatani adalah menggunakan seefisien mungkin

sumberdaya yang dimiliki.

Soeharjo (1973) membuat klasifikasi usahatani menjadi empat hal yaitu:

(1) menurut bentuknya yaitu berdasarkan cara penguasaan unsur-unsur produksi

dan pengelolaannya, dibedakan atas penguasaan faktor-faktor produksi oleh petani

seperti usahatani perorangan, kolektif, dan koperatif. Usahatani perorangan

merupakan usahatani yang penyusunan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya

dilakukan oleh seseorang. Usahatani kolektif merupakan suatu bentuk usahatani

yang unur-unsur produksinya dimiliki organisasi secara kolektif baik dengan cara

membeli, menyewa, menyatukan milik perseorangan, atau berasal dari pemberian

 pemerintah. Usahatani kooperatif merupakan bentuk peralihan antara usahatani

 perorangan dengan kolektif. Pada usahatani koperatif, tidak semua unsur-unsur

 produksi dikuasai bersama seperti lahan yang masih milik perseorangan.

(2) menurut coraknya yaitu berdasarkan tujuan ingin mencapai sesuatu dari hasil

kegiatan usahanya, seperti usahatani yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga (subsisten) dan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya

(komersil).

(3) menurut polanya yaitu pola usahatani ditentukan menurut banyaknya cabang

usahatani yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, maka usahatani dapat

dibedakan menjadi usahatani khusus yaitu apabila usahatani hanya mempunyai

satu cabang usaha, usahatani tidak khusus saat petani mengusahakan beragam

cabang usahatani, dan usahatani campuran yaitu suatu bentuk usahatani yang

diusahakan secara bercampur baik sesama tanaman maupun tanaman dengan

ternak. Usahatani campuran dikenal pula dengan istilah tumpang sari.

(4) menurut tipenya yaitu usahatani yang digolongkan dalam beberapa tipe jenistanaman atau hewan yang diusahakan. Setiap daerah mempunyai kondisi yang

 berbeda satu sama lain baik perbedaan fisik, ekonomi, maupun perbedaan yang

tidak termasuk pada keduanya.

Ilmu usahatani pada dasarnya memerhatikan cara-cara petani memperoleh

dan memadukan sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas untuk mencapai

tujuannya. Menurut Daniel (2001) faktor produksi merupakan persyaratan yang

harus dipenuhi agar proses produksi dapat berjalan. Faktor produksi dalam usaha

Page 40: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 40/119

24 

 pertanian mencakup tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen. Masing-masing

faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika

salah satu faktor produksi tidak tersedia, maka proses produksi tidak dapat

 berjalan. Hernanto (1989) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor

 produksi dalam usahatani :

1) 

Tanah

Tanah menjadi faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanah diartikan bukan

hanya terbatas pada wujud nyata tanah saja, namun juga diartikan sebagai tempat

dimana usahatani dijalankan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan,

tegalan, sawah, kandang, kolam, dan sebagainya. Dengan mengetahui keadaan

mengenai tanah, usahatani dapat dilakukan dengan baik. Faktor produksi tanah

terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti air, udara, temperatur, sinar

matahari, dan lainnya. Keberadaan faktor produksi ini tidak hanya dilihat dari segi

luas atau sempitnya, namun juga dari segi jenis tanah, jenis pengunaan lahan,

topografi, kepemilikan/penguasaan lahan, fragmentasi lahan, dan konsolidasi

lahan.

2) Tenaga kerja

Dalam ilmu ekonomi, kerja diartikan sebagai daya manusia untuk

melakukan usaha atau ikhtiar yang dijalankan untuk memproduksi benda-benda

(Soeharjo 1973). Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani untuk

menyelesaikan beragam kegiatan produksi. Tenaga kerja dianggap sebagai faktor

mutlak karena keberadaan dan fungsinya. Tenaga kerja adalah alat kekuatan dan

otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha

 produksi. Soeharjo (1973) membagi tenaga kerja dalam usahatani berdasarkan

sumbernya menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenagakerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan tenaga kerja dalam terdiri dari

kepala keluarga, istri dan anak sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja luar

keluarga yang dibayar.

3)  Modal

Modal menjadi faktor produksi yang mutlak diperlukan dalam usahatani.

Modal merupakan aset berupa uang atau alat tukar yang akan digunakan untuk

 pengadaan sarana produksi. Modal dapat dibagi dua, yaitu modal tetap dan modal

Page 41: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 41/119

25 

 bergerak. Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan dalam proses

 produksi yang dapat digunakan beberapa kali seperti mesin, pabrik, dan gedung.

Modal bergerak adalah barang-barang yang digunakan untuk sekali pakai atau

 barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi seperti bahan mentah,

 pupuk, dan bahan bakar. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri,

 pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain atau

kontrak sewa. Keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau jenis teknologi

yang akan digunakan serta dapat berakibat positif dan negatif bagi usahatani.

Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan

menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani.

4) 

Pengelolaan atau Manajemen

Manajemen/pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani bertindak

sebagai pengelola atau manajer dengan menentukan, mengorganisir, dan

mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dari usahanya. Faktor manajemen

 berfungsi untuk mengelola faktor produksi lain seperti tanah, tenaga kerja, dan

modal. Pengelolaan faktor produksi yang dimaksud adalah memaksimalkan

 produk dengan mengombinasikan faktor produksi yang tersedia atau meminimal-

kan faktor produksi tersebut dengan jumlah produk tertentu.

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani. Soeharjo (1973)

menyebutkan terdapat dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu

menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan menggambarkan

keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani,

analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan

usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Soekartawi et al.  (1986)

mendefinisikan beberapa ukuran arus uang tunai, diantaranya sebagai berikut:

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan

 produk usahatani. Nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung

sebagai penerimaan tunai usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang

dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang

dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani.

Page 42: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 42/119

26 

3. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani

disebut pendapatan tunai usahatani.

Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima

 petani per satuan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Penerimaan usahatani

meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai

didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil

yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penerimaan tunai usahatani merupakan

ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Soeharjo (1973) menjelaskan penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu

hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual, produk yang

dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, dan kenaikan

nilai inventaris.

Istilah lainnya dalam penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor

usahatani. Pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produk total usahatani

dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual, mencakup

semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam

usahatani untuk bibit ataupun makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan

disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986).

Pengeluaran atau biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai

dan biaya diperhitungkan atau tidak tunai (Soekartawi et al.  1986). Biaya tunai

merupakan pengeluaran uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani.

Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi

tanpa mengeluarkan uang tunai. Soekartawi et al. (1986) juga menyatakan bahwa

apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus

dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran.Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan karena

hilang, rusak, dan pengaruh umur atau karena digunakan (Soeharjo 1973). Untuk

menghitung penyusutan didasarkan pada harga perolehan (cost ) sampai dengan

modal tersebut dapat memberikan manfaat (Suratiyah 2009). Soeharjo (1973)

menyebutkan terdapat empat cara untuk menghitung penyusutan, yaitu (1)

menghitung selisih antara nilai penjualan pada awal tahun dengan nilai penjualan

 pada akhir tahun, (2) menggunakan sistem garis lurus dimana penyusutan

Page 43: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 43/119

27 

dianggap sama besarnya untuk setiap saat. Besarnya penyusutan sama dengan

harga pembelian dikurangi harga tidak terpakai dibagi dengan lamanya

 pemakaian, (3) menggunakan sistem penyusutan yang menurun, yaitu dengan

menentukan persentase tertentu terhadap nilai pembelian yang telah dipotong

 penyusutan tahun sebelumnya, (4) menggunakan sistem sebanding dengan jumlah

angka-angka tahun. 

Menurut Soekartawi et al. (1986), pengeluaran total usahatani didefinisikan

sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam

 produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Pengeluaran total

usahatani dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.

Pengeluaran tetap merupakan pengeluaran usahatani yang besarnya tidak

 bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap atau variabel

merupakan pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak dan

 jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak

tersebut.

Soekartawi et al.  (1986) menyatakan selisih antara pendapatan kotor

usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani.

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani

dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik

sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan

 bersih usahatani mengukur keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk

membandingkan penampilan beberapa usahatani. Soekartawi et al.  (1986)

mendefinisikan pendapatan usahatani sebagai kelebihan uang tunai usahatani

ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang

diperoleh dari luar usahatani.Pendapatan bersih usahatani juga dapat diketahui melalui analisis R/C rasio.

R/C rasio menunjukkan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk

setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin besar nilai R/C

menunjukkan bahwa semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh

untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut menyimpulkan bahwa

kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan.

Page 44: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 44/119

28 

Kegiatan usahatani dikatakan layak jika nilai R/C rasio menunjukkan angka

lebih dari satu, artinya setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan

 biayanya. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa

tambahan biaya setiap rupiahnya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih

kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Jika nilai R/C

rasio sama dengan satu artinya usahatani memperoleh keuntungan normal.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik atau hubungan teknik antara

macam dan jumlah korbanan yang digunakan dengan jumlah produk yang

dihasilkan (Soeharjo 1973). Menurut Daniel (2001), fungsi produksi merupakan

suatu fungsi yang menunjukkan hubungan hasil fisik (output) dengan input.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan cara

menambahkan jumlah salah satu atau lebih dari input yang digunakan. Soekartawi

(2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara

 produksi/variabel yang dijelaskan (Y) dengan masukan/variabel yang menjelaskan

(Xi). Variabel yang dijelaskan (Y) berupa produksi dan (Xi) berupa input

 produksi i, sehingga besar kecilnya Y bergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3,..,

Xm  yang digunakan. Pengertian lain dari fungsi produksi adalah menunjukkan

 berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input

yang berbeda. Secara aljabar hubungan Y dan X ditulis sebagai berikut :

Y = f {X1, X2,...,Xn}

dimana : Y = produksi

X1 = input X1 

X2 = input X2 

Xn = input X yang ke-n

Masukan X1, X2, X3,...,Xm dikelompokkan menjadi dua yaitu input yang

dapat dikuasai seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan lainnya serta

input yang tidak dapat dikuasai seperti iklim. Input yang digunakan dalam suatu

fungsi produksi belum tentu digunakan pula pada fungsi produksi lainnya. Hal ini

tergantung dari penting tidaknya pengaruh input tersebut terhadap produksi.

Page 45: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 45/119

29 

Dalam memilih bentuk fungsi produksi sebaiknya secara teoritis model

tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dapat diduga dengan baik dan mudah serta

analisisnya memiliki implikasi ekonomi (Soekartawi 2002). Kurva produksi juga

dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

B

Sumbu X menunjukkan besaran faktor produksi dan sumbu Y mengukur

 produksi total yang dihasilkan. Pada saat kurva PT (produksi total) berubah ke

titik B maka saat itu kurva PM mencapai titik maksimum. Pada saat itu, law of

diminishing returns mulai berlaku. Titik M menunjukkan titik dimana kurva PT

mencapai maksimum. Pada saat bersamaan, kurva PM memotong sumbu X yaitu

 pada saat PM menjadi negatif. Produk marginal (PM) adalah tambahan satu

satuan produksi atau hasil yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input.

Produk marginal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk marginal dalam proses produksi.

Sumber: (Coelli, et. al . 1998)

PTI 

[y=f(x1| x2=x20]

Y

X1 0

0X1 

AP,

MP

AP1 

MP1 

M

Page 46: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 46/119

30 

Produk marginal =

 Namun, penambahan input tidak selamanya menghasilkan penambahan

output. Apabila sudah jenuh (melewati titik maksimum) maka pertambahan hasilakan semakin kecil (law of diminishing returns). Artinya setiap penambahan satu

unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin

kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut.  Kemudian produk total (PT)

adalah jumlah produk atau hasil yang diperoleh dalam proses produksi.

Sedangkan produk rata-rata (PR) adalah perbandingan antara produk total dengan

input produksi. 

3.1.4. Konsep Efisiensi

Efisiensi merupakan faktor penting dalam menentukan produksi. Menurut

Soekartiwi (2002), efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang

sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Suatu hal

dikatakan efisien jika dapat menghasilkan output lebih tinggi dengan penggunaan

sejumlah input yang sama atau penggunaan input lebih rendah untuk

menghasilkan sejumlah output tertentu.

Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat tiga konsep efisiensi yaituefisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga ( price/allocative efficiency),

dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis tercapai saat

sejumlah faktor produksi yang ada menghasilkan output yang tinggi, sedangkan

efisiensi harga terjadi saat keuntungan tinggi yang diperoleh dari suatu usahatani

disebabkan oleh pengaruh harga. Kemudian, efisiensi ekonomis merupakan

 perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.

Efisiensi ekonomis terjadi jika peningkatan hasil dari usahatani diperoleh dengan

menekan harga faktor produksi dan menjual hasil tersebut dengan harga yang

tinggi.

Pengukuran efisiensi yang diajukan oleh Farrell (1957) diacu dalam Coelli

et al. (1998) terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis yang merefleksikan

kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input

yang tersedia, dan alokatif efisiensi yang merefleksikan kemampuan dari

 perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan

∆ Y

∆ X 

Page 47: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 47/119

31 

harga masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan

akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Ia juga menyarankan bahwa

fungsi diestimasikan dari data sampel menggunakan non-parametric piece-wise-

linear technology atau fungsi parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas.

Efisiensi teknis atau inefisiensi teknis usahatani ke-i diduga dengan

menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Coelli et al. (1998) sebagai

 berikut:

TEi = = = exp(-Ui)

dimana yi adalah produksi aktual dari pengamatan dan yi  adalah produksi

 frontier yang diperoleh dari fungsi produksi frontier stochastic.

3.1.5.Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier  

Pendekatan  stochastic frontier merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk melihat efisiensi dari suatu usahatani. Coelli et al. (1998)

menyatakan terdapat dua metode pendekatan yang sering digunakan untuk

mengukur efisiensi dari usahatani yaitu Stochastic Frontier dan  Data

 Envelopment Analysis. Kedua metode tersebut dapat digunakan untuk mengukur

 perubahan teknis dan perubahan efisiensi jika panel data tersedia.

Perbedaan antara kedua metode tersebut adalah pada  stochastic frontier

menggunakan metode parametrik yang berkaitan dengan  pengukuran kesalahan

acak dan menggunakan model ekonometrik sedangkan  Data Envelopment

 Analysis menggunakan metode non parametrik dimana tidak mempertimbangkan

adanya kesalahan acak dan menggunakan linier programming. Suliyanto (2005)

mendefinisikan metode parametrik sebagai statistik inferensia yang membahas

 parameter-parameter populasi, digunakan jika data yang dianalisis berskalainterval atau rasio dan distribusi datanya normal atau mendekati normal

sedangkan metode non parametrik merupakan statistik inferensia yang tidak

membahas parameter-parameter populasi, digunakan jika data yang dianalisis

 berskala nominal atau ordinal dan distribusi data populasinya tidak normal.

Fungsi produksi terdiri dari dua konsep yaitu fungsi produksi batas ( frontier

 production function) dan fungsi produksi rata-rata. Beberapa fungsi produksi yang

sering digunakan dalam penelitian antara lain fungsi produksi Cobb-Douglas,

Page 48: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 48/119

32 

fungsi produksi linier berganda, dan fungsi produksi transendental. Fungsi

 produksi  stochastic frontier   merupakan fungsi produksi yang menggambarkan

output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi.

Karakteristik yang cukup penting dari model produksi  frontier untuk

mengestimasi efisiensi teknis adalah adanya pemisahan dampak dari

goncangan/shok peubah eksogen terhadap output dengan kontribusi ragam/variasi

dalam bentuk efisiensi teknis (Giannakas et al. 2003 diacu dalam Prayoga 2010). 

Coelli et al. (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi  frontier adalah fungsi

 produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai dari setiap

tingkat penggunaan input. Jadi apabila suatu usahatani berada pada titik di fungsi

 produksi frontier artinya usahatani tersebut efisiensi secara teknis.

Coelli et al.  (1998) mengemukakan fungsi  stochastic  frontier merupakan

 perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak

terduga ( stochastic frontier ) di dalam batas produksi. Dalam fungsi produksi ini

ditambahkan random error , vi, ke dalam variabel acak non negatif (non-negative

random variable), ui, seperti dinyatakan dalam persamaan seperti berikut:

Yi = Xi β + (Vi - Ui) dimana i = 1,2,3….n 

dimana :

Yit = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t

Xit = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t

βit = vektor parameter yang akan diestimasi

Vit= variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal sebarannya

simetris dan menyebar normal (Vit  N(o, σv2|))

Uit= variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis serta berkaitan dengan faktor-faktor internal dan

sebaran U it bersifat setengah normal (U it  N(o, σv2|)

 Random error , vi, berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor acak

lainnya seperti cuaca, iklim, hama penyakit, bersama-sama dengan efek

kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi di fungsi produksi. Variabel vi

merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal

(independent-identically distributed atau i.i.d ) dengan rataan bernilai nol dan

ragamnya konstan. Variabel ui diasumsikan i.i.d  eksponensial atau variabel acak

Page 49: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 49/119

33 

setengah normal (half-normal variables). Variabel ui berfungsi untuk menangkap

efek inefisiensi teknis.

Model produksi  frontier stochastic didasarkan pada model yang

dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1991) yaitu TE effect model. Model ini

menetapkan efek inefisiensi teknis dalam model bentuk  frontier stochastic yang

diformulasikan sebagai berikut:

µi = δ0 + ∑ Zi δ +Wi 

µi adalah salah satu kesalahan baku yang menyusun error term dalam model yang

menggambarkan ketidakefisienan teknik suatu usahatani dan bernilai positif,

sehingga semakin besar nilai µi  maka makin besar pula ketidakefisienan suatu

usahatani, dimana Zi adalah variabel penjelas, δ adalah parameter skalar, dan Wi

adalah variabel acak.

Spesifikasi asli mencakup fungsi produksi  stochastic  frontier dispesifikasi

untuk data silang (cross-sectional data) yang mempunyai error term  yang

mempunyai dua komponen, satu disebabkan oleh random effects  dan yang lain

disebabkan oleh inefisiensi teknis. Data cross section merupakan data yang

dikumpulkan dalam satu waktu tertentu pada beberapa objek untuk

menggambarkan keadaan (Suliyanto 2005).

Jumlah observasi terpilih yang dihilangkan secara alami, diberi nama

 pendekatan  probabilistic frontier . Metode ini dikenal sebagai  stochastic frontier

approach. Dalam model stochastic frontier , output diasumsikan dibatasi dari atas

oleh suatu fungsi produksi stokastik.

Struktur dasar dari model  stochastic production frontier dapat dilihat pada

Gambar 2.

Page 50: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 50/119

34 

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sumber: (Coelli, et. all . 1998)

 Frontier output   (yi*) merupakan hasil output batas ( frontier ) dari petani i

yakni melampaui nilai dari fungsi produksi f(x β). Penyebabnya adalah aktivitas

 produksi yang dipengaruhi oleh kondisi menguntungkan, dimana variabel vi

 bernilai positif. Sebaliknya,  Frontier output   (y j*) merupakan hasil output batas

( frontier ) dari petani j yakni berada di bawah fungsi produksi f(x β). Penyebabnya

adalah aktivitas produksi yang dipengaruhi oleh kondisi tidak menguntungkan,

dimana variabel vi bernilai negatif (Coelli et al.1998). 

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Menurut BPS (2012), laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap

tahunnya meningkat sebesar 1,49 persen. Hal tersebut secara langsung

menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.

Untuk itu, kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan

 penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan. Salah satu

solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan.

 Namun, masyarakat saat ini belum memahami benar penganekaragaman pangan

 Frontir output  (Yi*),

exp (xiβ + vi). If vi > 0

 Production function, Y = exp(xβ) 

 Frontir output  (Yj*),

exp (x jβ + v j). If v j < 0

Page 51: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 51/119

35 

 berbasis potensi lokal. Hal ini dibuktikan dengan tingkat konsumsi pangan ideal

untuk padi-padian masih melebihi kondisi ideal.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Renstra tahun 2010-2014

menetapkan tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional, salah satunya

adalah ubi jalar dimana produksinya selama periode 2005-2010 mengalami

 pertumbuhan positif. Ubi jalar berpotensi dikembangkan untuk mendukung

 program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Potensi

tersebut antara lain partisipasi masyarakat dalam mengkonsumsi ubi jalar tinggi,

 pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011

terhadap 2010 bernilai positif, dan ubi jalar berpotensi menjadi komoditi ekspor

Indonesia.

Salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Bogor adalah

Desa Cikarawang. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam usahatani ubi jalar

antara lain belum diterapkannya teknik budidaya dan penggunaan faktor produksi

yang sesuai dengan teori dan anjuran, sehingga tingkat efisiensi teknis petani

diduga belum optimal.

Mengingat ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan nasional

yang dapat meningkatkan ketahanan pangan maka diperlukan pencapaian efisiensi

teknis agar menghasilkan output yang optimal. Oleh karena itu, penelitian ini

menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi jalar antara lain luas lahan,

 jarak tanam, tenaga kerja, penggunaan pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan

 jumlah pestisida. Kemudian akan dilihat nilai efisiensi teknis tiap individu petani

dan serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis individu petani.

Faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis antara lain usia petani,tingkat pendidikan formal, pengalaman, keikutsertaan dalam kelompok tani,

varietas yang ditanam, status petani dalam rumah tangga, status usahatani, status

kepemilikan lahan, dan pola tanam. Adapun bagan kerangka pemikiran

operasional disajikan pada Gambar 3.

Berdasarkan referensi yang ada maka penelitian ini menggunakan fungsi

 produksi  stochastic frontier yang diestimasi menggunakan  Maximum Likelihood

 Estimation (MLE) untuk mengidentifikasi faktor produksi yang mempengaruhi

Page 52: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 52/119

36 

efisiensi teknis, melihat efisiensi teknis usahatani dari sisi input, dan efek

inefisiensi yang berkaitan. Selain itu, fungsi produksi  stochastic frontier

digunakan karena sederhana, dan dapat dibuat dalam bentuk linier. Variabel yang

akan digunakan pada penelitian ini untuk menduga produksi ubi jalar luas lahan,

 jarak tanam, tenaga kerja, penggunaan pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan

 jumlah pestisida. Sedangkan variabel yang akan digunakan untuk menduga

inefisiensi teknis ubi jalar adalah usia petani, tingkat pendidikan formal,

 pengalaman, keikutsertaan dalam kelompok tani, varietas yang ditanam, status

 petani dalam rumah tangga, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan pola

tanam.

Page 53: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 53/119

37 

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 

Usahatani Ubi Jalar1. Berpotensi menjadi komoditas pendukung program

diversifikasi pangan berbasis potensi lokal

2. Ubi jalar termasuk 7 komoditas unggulan nasional3. Produktivitas masih di bawah produktivitas nasional

4. Tingkat efisiensi teknis petani diduga belum optimal

Perlu Informasi Efisiensi Teknis

dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar

1.Faktor-faktor yang

mempengaruhi Produksi:

luas lahan, jarak tanam, tenaga

kerja, jumlah pupuk kandang, pupuk

 N, pupuk P, dan pestisida.

Pendapatan Usahatani

1. Pendapatan BesihUsahatani

2. R/C rasio atas Biaya

Tunai dan R/C rasio

atas Biaya Total

Efisiensi Teknis Usahatani

Rekomendasi Usahatani yang

Efisien secara Teknis dan

Memberikan Keuntungan

Maksimum bagi Petani

Usahatani1. Budidaya: pembibitan-panen

2. Penggunaan Sarana Produksi

Stochastic Production Frontier

P

r

o

du

k

s

i

2.Faktor-faktor yang

mempengaruhi  Efisiensi dan

Inefisiensi Teknis:

usia petani, tingkat pendidikan

formal, pengalaman, keikutsertaan

dalam kelompok tani, varietas yang

ditanam, status petani dalam rumah

tangga, status usahatani, status

kepemilikan lahan, dan pola tanam. 

Penerimaan Biaya

Page 54: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 54/119

38 

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor,Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja ( purposive). Alasan pemilihan

Kabupaten Bogor dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan

sentra produksi ketiga ubi jalar di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Jawa Barat, 2011). Pemilihan Desa Cikarawang sebagai lokasi penelitian karena

sebagian besar masyarakat di desa tersebut merupakan petani ubi jalar. Sedangkan

 pemilihan dusun lokasi penelitian dilakukan secara acak (random sampling) dari

tiga dusun yang berada di Desa Cikarawang terpilih dua dusun yaitu Dusun

Carang Pulang dan Dusun Cangkrang. Waktu pengambilan data dilakukan pada

 bulan Maret-April 2012. 

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yakni

 petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan Cangkrang di Desa Cikarawang.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk

kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik responden dan

karakteristik usahatani. Karakteristik responden yang dikumpulkan seperti nama,

usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok

tani, dan sebagainya. Data tersebut digunakan untuk memberikan gambaran

umum tentang kondisi petani ubi jalar di Desa Cikarawang. Adapun karakteristik

usahatani ubi jalar digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis penggunaan

faktor produksi dan pendapatan usahatani. Karakteristik usahatani ubi jalarmeliputi luas lahan yang ditanami ubi jalar, input-input produksi yang digunakan,

serta produksi ubi jalar selama satu musim tanam pada akhir tahun 2011.

Data sekunder yang berhubungan dengan luas panen, produktivitas,

 produksi ubi jalar, dan hal lainnya diperoleh melalui buku, jurnal, skripsi, tesis,

internet, instansi pemerintah terkait seperti Biro Pusat Statistik (BPS), BP3K

Kabupaten Bogor, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan Pemerintah Desa

Cikarawang.

Page 55: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 55/119

39 

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Petani dalam penelitian adalah petani yang menanam ubi jalar pada musim

tanam akhir tahun 2011. Populasi penelitian ini adalah petani ubi jalar di dusun

Carang Pulang dan Cangkrang di Desa Cikarawang. Dari tiga kelompok tani yang

terdapat di dua dusun tersebut, diketahui jumlah anggota kelompok tani sebanyak

85 orang.

Metode pengambilan contoh menggunakan cluster sampling , dimana

sample diambil dari masing-masing dusun terpilih. Jumlah responden yang

digunakan dalam penelitian sebanyak 35 orang petani ubi jalar. Jumlah tersebut

dipilih secara sengaja ( purposive) dengan cara mendatangi ketua kelompok tani

yang ada di setiap dusun (3 orang), kemudian ketua poktan memilih masing-

masing anggotanya dengan pertimbangan anggota yang dipilih merupakan petani

yang menanam ubi jalar saat itu dan bersedia untuk diwawacarai sehingga

didapatkan sebanyak 43 persen berasal dari kelompok tani Hurip, 31 persen dari

kelompok tani Setia, dan 26 persen dari kelompok wanita tani Melati. Jumlah

responden tersebut dipilih dengan pertimbangan adanya keterbatasan waktu dan

dana dalam penelitian ini. Selain itu, kondisi lapang di lokasi penelitian relatif

homogen artinya petani ubi jalar di Desa Cikarawang menanam ubi pada waktu

yang bersamaan yaitu pada akhir tahun 2011 dan jenis input produksi yang

digunakan pun relatif sama sehingga jumlah responden sebanyak 35 orang

dianggap sudah cukup mewakili keragaman populasi yang ada. Gay dan Diehl

(1992) diacu dalam Rahayu (2005) pun menyatakan bahwa apabila penelitian

 bersifat korelasional (hubungan), jumlah sampel minimal sebanyak 30 subjek.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif baik analisis

kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder hasil

 penelitian. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan

usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. Analisis kuantitatif dilakukan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi ubi jalar dan

efisiensi produksi di Desa Cikarawang.

Data yang diperoleh, sebelumnya akan mengalami proses pengeditan

kemudian pengolahan dan selanjutnya dianalisis. Pengolahan data secara

Page 56: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 56/119

40 

kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan komputer

(Microsoft Excel, Minitab 14, dan Frontier 4.1). 

4.4.1 Analisis Efisiensi dengan Fungsi ProduksiStochastic Frontier

Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis data adalah fungsi

 produksi stochastic frontier Cobb Douglas dan Linier Berganda. Fungsi produksi

tersebut digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani dari sisi

input/faktor produksi yang digunakan dan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi efisiensi teknis.

Berdasarkan penelitian terdahulu, faktor-faktor produksi yang akan

digunakan adalah luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk

urea, pupuk cair, pupuk KCl, pupuk TSP, pupuk phonska, pupuk NPK, dan

 pestisida. Namun, variabel-variabel tersebut disesuaikan dengan kondisi di lapang

sehingga variabel pupuk urea, pupuk cair, pupuk KCl, pupuk TSP, dan pupuk

 NPK dihilangkan karena data yang diperoleh sedikit sehingga kurang

merepresentasikan keragaman populais. Untuk itu, variabel yang digunakan dalam

 penelitian ini adalah luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk

 N, pupuk P, dan pestisida. Peubah-peubah independen tersebut dimasukkan ke

dalam persamaan sehingga model persamaan penduga fungsi produksi stochastic

 frontier Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut:

Ln Y = βo + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + β6LnX6 +

β7LnX7 + Vi - Ui 

dimana:

Y = output (ubi jalar) dalam satuan ton

X1 = luas lahan dalam satuan Ha 

X2 = jarak tanam dalam barisan satuan cm

X3 = jumlah tenaga kerja dalam satuan HOK

X4 = pupuk kandang dalam satuan kg

X5 = pupuk N dalam satuan kg

X6 = pupuk P dalam satuan kg

X7 = pestisida dalam satuan ml

Vi-Ui = error term (µi = efek inefisiensi teknis dalam model)

Page 57: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 57/119

41 

 Nilai koefisien yang diharapkan adalah : β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7 > 0. Nilai koefisien

 positif berarti dengan meningkatnya faktor produksi (input) diharapkan akan

meningkatkan produksi ubi jalar.

Salah satu alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak

digunakan oleh para peneliti karena hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi

Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan

 besaran elastisitas dimana besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat

 besaran skala usaha (return to scale) (Soekartawi 2002). Saat ∑ β j  < 1 artinya

 proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi

dengan proporsi lebih rendah (decreasing return to scale), saat ∑ β j = 1 artinya

 proporsi penambahan input produksi sama dengan proporsi tambahan produksi

(constant return to scale), sedangkan saat ∑ β j > 1 artinya proporsi penambahan

input produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan proporsi lebih besar

(increasing return to scale). Soekartawi (2002) menyatakan nilai β j harus positif

dan lebih kecil dari satu. Ini artinya penggunaan fungsi Cobb-Douglas dalam

keadaan hukum kenaikan yang semakin berkurang (law of diminishing returns)

untuk setiap input j, sehingga setiap penambahan input produksi dapat

menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar.

Pada fungsi produksi stochastic frontier linier berganda, nilai koefisien pada

setiap variabelnya tidak menunjukkan elastisitas variabel tersebut. Untuk itu,

elastisitas variabel dapat diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Soekartawi

2002):

e p = .

dimana adalah PM (produk marginal). Untuk itu, besarnya elastisitas

tergantung dari besar kecilnya nilai PM suatu variabel input.

Analisis efisiensi teknis atau inefisiensi teknis usahatani ke-i diduga dengan

menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Coelli et al. (1998) sebagai

 berikut:

TEi = = = exp(-Ui)

dimana TE adalah efisiensi teknis petani ke-i, yi adalah produksi aktual dari

 pengamatan, yi 

adalah produksi  frontier yang diperoleh dari fungsi produksi

Page 58: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 58/119

42 

 frontier stochastic dan exp (-µi) adalah nilai harapan (mean) dari µi, jadi 0 ≤ TEi

≤ 1. TE effect model pun menetapkan efek inefisiensi teknis dalam model bentuk

 stochastic frontier yang diformulasikan sebagai berikut:

µi = δ0 + ∑ Zij δ j +Wi 

µi adalah salah satu kesalahan baku yang menyusun error term dalam model yang

menggambarkan ketidakefisienan teknik suatu usahatani dan bernilai positif,

sehingga semakin besar nilai µi maka makin besar pula ketidakefisienan suatu

usahatani.

Untuk menentukan nilai efek inefisiensi teknis (µi) pada penelitian ini

digunakan rumus sebagai berikut:

µi = δ0 + Z1δ1 + Z2δ2 + Z3δ3 + Z4δ4 + Z5δ5 + Z6δ6 + Z7δ7 + Z8δ8+ Z9δ9+ Wi 

dimana:

µi = output (ubi jalar) dalam satuan ton

Z1 = usia petani dalam satuan tahun  

Z2 = tingkat pendidikan dalam satuan tahun

Z3 = pengalaman dalam satuan tahun

Z4 = dummy keikutsertaan dalam kelompok tani

Z5 = dummy varietas yang ditanam

Z6 = dummy status dalam rumah tangga

Z7 = dummy status usahatani

Z8 = dummy status kepemilikan lahan

Z9 = dummy pola tanam

Seluruh parameter baik dalam fungsi produksi  stochastic frontier dan efek

inefisiensi secara simultan diperoleh melalui program Frontier 4.1. Pengujian

 parameter dan efek inefisiensi teknis dilakukan dengan menggunakan parameter

 pendugaan Maximum Likelihood  (MLE) pada tingkat kepercayaan 5 %.

4.4.2. Uji Hipotesis

Sebagai jawaban awal dari analisis di atas dilakukan uji hipotesis berikut :

Hipotesis:

H0 : γ = 0

Page 59: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 59/119

43 

H1 : γ > 0

Hipotesis nol menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model

fungsi produksi. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata  –  

rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji statistik yang digunakan adalah uji

Chi Square.

LR = -2{ln[L(H0)/L(H1)]} = -2{ln[L(H0)]-ln[L(H1)]}

dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood  dibawah hipotesis H0 

dan H1.

Kriteria Uji :

LR galat satu sisi > 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) tolak H0 

LR galat satu sisi < 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) terima H0 

Tabel Chi Square Kodde dan Palm adalah tabel upper and lower bound  dari nilai

kritis untuk uji persamaan dan tidak persamaan restriksi.

Hipotesis kedua :

H0 : δ1 = 0

H1 : δ1  0

Hipotesis nol artinya koefisien dari masing –  masing variabel di dalam model efek

inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing – masing

variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh sama

sekali terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi.

Uji statistik yang digunakan adalah :

t-hitung = δi  –  0

S (δi)

t-tabel = t(/2, n-k)

Kriteria uji:

t-hitung > t-tabel (/2, n-k) : tolak Ho

t-hitung < t-tabel (/2, n-k) : terima Ho

dimana:

k = jumlah variabel bebas

n = jumlah pengamatan/responden

S(δi) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi

Page 60: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 60/119

44 

4.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan suatu usahatani dipengaruhi oleh sejauh mana efisiensi yang

telah dilakukan oleh seorang petani. Efisiensi sendiri erat kaitannya dengan input

 produksi yang digunakan. Salah satu input produksi yang digunakan adalah lahan.

Efisiensi dipengaruhi oleh skala usaha (lahan), dimana semakin luas skala usaha

diduga akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Dinas

Pertanian mengelompokan luas lahan menjadi tiga bagian yaitu < 0,5 Ha (petani

gurem), 0,5-1 Ha, dan > 1 Ha. Dikarenakan di daerah penelitian tidak terdapat

responden dengan luas lahan usahatani ubi jalar > 1 Ha sehingga pengelompokan

0,5-1 Ha disingkat menjadi > 0,5 Ha. Oleh karena itu, analisis pendapatan

usahatani yang dilakukan dalam penelitian membandingkan petani responden

 berdasarkan luas lahan garapan petani yakni luas lahan kurang dari 0,5 Ha (petani

gurem) dan lebih dari 0,5 Ha.

Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengukur keuntungan

usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa

usahatani. Hal tersebut dilakukan dengan mencatat seluruh penerimaan total dan

 pengeluaran/biaya total selama satu musim tanam. Pendapatan usahatani

dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Secara sistematis

rumus penerimaan dituliskan sebagai berikut:

TR  tunai = Py x Ytunai 

TR  diperhitungkan = Py x Y diperhitungkan 

TR  total = TR  tunai + TR  diperhitungkan 

dimana:

Py = harga output (Rp/kg)

Ytunai = jumlah output yang dijual oleh petani (kg)Y  diperhitungkan = jumlah output yang dikonsumsi oleh petani baik untuk

dimakan maupun digunakan sebagai bibit (kg)

TR  tunai = total penerimaan tunai usahatani (Rp)  

TR  diperhitungkan = total penerimaan diperhitungkan usahatani (Rp) 

TR total = total penerimaan tunai usahatani (Rp)

sedangkan rumus biaya total dituliskan sebagai berikut:

TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan

Page 61: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 61/119

45 

dimana:

Biaya Tunai = pengeluaran berupa uang tunai yang dikeluarkan secara

langsung oleh petani (Rp)

Biaya Diperhitungkan = pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa

mengeluarkan uang tunai (Rp)

TC = total biaya usahatani (Rp)

Dalam penelitian ini, komponen penyusutan dihitung dengan metode garis

lurus dengan rumus sebagai berikut:

Penyusutan/tahun = Biaya –  Nilai sisa

Umur Ekonomis

Sementara pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan

matematika sebagai berikut:

tunai = TR  tunai –  Biaya Tunai

total = TR total  –  TC

dimana:

 = pendapatan (Rp)

Selain itu, analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan analisisR/C rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang

dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Suatu usahatani dikatakan

menguntungkan apabila R/C rasio lebih besar dari satu. Sebaliknya, apabila R/C

rasio lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Semakin

 besar nilai R/C rasio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan.

Perhitungan R/C dirumuskan sebagai berikut:

Rasio R/C atas biaya tunai = Total penerimaan (Rp) = Py x Y

Total biaya tunai (Rp) biaya tunai

Rasio R/C atas biaya total = Total penerimaan(Rp) = Py x Y

Total biaya (Rp) TC

4.4.4. Definisi Operasional

Variabel yang diamati dalam penelitian ini merupakan dta dan informasi

usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. Variabel-variabel tersebut terlebih dahulu

Page 62: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 62/119

46 

didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep

di bawah ini:

1. Produksi ubi jalar (Y) adalah ubi jalar yang dihasilkan pada akhir musim tanam

tahun 2011. Satuan pengukuran yang digunakan adalah ton.

2. Luas lahan (X1) adalah luas lahan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar.

Satuan pengukuran yang digunakan adalah hektar (Ha).

3. Jarak tanam (X2) adalah jarak tanam dalam baris guludan yang digunakan

 petani untuk menanam stek ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan

 pengukuran yang digunakan adalah centimeter (cm).

4. Tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani

ubi jalar baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga. Kegiatan

usahatani yang dimaksud adalah dalam proses produksi mulai dari persiapan

lahan sampai pasca panen selama satu musim tanam ubi jalar. Satuan

 pengukuran yang digunakan adalah hari orang kerja (HOK).

5. Pupuk kandang (X4) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan petani

untuk menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran

yang digunakan adalah kilogram (kg).

6. Pupuk N (X5) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan petani untuk

menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang

digunakan adalah kilogram (kg). Kandungan N pada pupuk urea mencapai 46

% (Suratiyah 2009). Untuk itu, jumlah pupuk N dalam penelitian ini diperoleh

dari hasil konversi pupuk urea yang digunakan petani yaitu 46 % dari jumlah

 pupuk urea.

7. Pupuk P (X6) adalah jumlah pupuk phonska yang digunakan petani untuk

menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yangdigunakan adalah kilogram (kg). Pupuk P diperoleh dari hasil konversi pupuk

 phonska yang digunakan petani yaitu 18 % dari jumlah pupuk urea. Hal ini

didasarkan bahwa SP-18 yang digunakan oleh petani.

8. Pestisida (X7) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk menanam

ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan

ml.

Page 63: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 63/119

47 

9. Usia petani (Z1) adalah usia petani yang mengusahakan usahatani ubi jalar.

Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin tua usia petani

diduga akan menurunkan tingkat inefisiensi karena semakin tua petani

menunjukkan semakin tinggi pengalamannya.

10.Tingkat pendidikan petani (Z2) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah

diperoleh petani. Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin

lama tingkat pendidikan formal petani, diduga berpengaruh negatif terhadap

inefisiensi teknis.

11.Pengalaman petani (Z3) adalah lamanya petani dalam mengusahakan usahatani

ubi jalar. Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin lama

 pengalaman petani dalam berusahatani maka akan berpengaruh negatif

terhadap inefisiensi teknis.

12.Keikutsertaan dalam kelompok tani (Z4) diukur dalam bentuk dummy. 

Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan berpengaruh negatif terhadap

inefisiensi teknis karena dengan ikut dalam kegiatan kelompok tani maka

 pengetahuan petani akan bertambah. Nilai 1 untuk kondisi bergabung dengan

 poktan dan nilai 0 untuk kondisi tidak bergabung dengan poktan.

13.Varietas yang ditanam (Z5) diukur dalam bentuk dummy.  Dummy varietas yang

ditanam diduga akan berpegaruh negatif terhadap inefisiensi teknis jika

varietas yang digunakan memang varietas yang unggul. Nilai 1 untuk varietas

AC dan nilai 0 untuk varietas lainnya.

14.Status dalam rumah tangga (Z6) diukur dalam bentuk dummy.  Dummy  status

dalam rumah tangga diduga mempengaruhi petani dalam mengolah lahan. Nilai

1 untuk kepala keluarga dan nilai 0 untuk ibu rumah tangga.

15.Status usahatani (Z7) diukur dalam bentuk dummy. Dummy  status usahatanididuga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani karena tingkat

keseriusan petani dalam menggarap usahataninya. Nilai 1 untuk usahatani

sebagai pekerjaan utama dan nilai 0 untuk usahatani sebagai sampingan.

16.Status kepemilikan lahan (Z8) diukur dalam bentuk dummy.  Dummy  status

kepemilikan lahan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Nilai

1 untuk petani pemilik dan nilai 0 untuk petani penggarap.

Page 64: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 64/119

48 

17.Pola tanam (Z9) diukur dalam bentuk   dummy.  Dummy  pola tanam diduga

 berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Nilai 1 untuk pola tanam

tumpang sari dan nilai 0 untuk pola tanam monokultur.

Page 65: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 65/119

49 

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Kondisi Geografis

Desa Cikarawang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Dramaga. Luas wilayah desa ini sebesar 226,56 Ha. Dilihat dari topografi dan

kontur tanah Desa Cikarawang secara umum berupa dataran dan persawahan

dengan ketinggian 193 m di atas permukaan laut. Kondisi suhu rata-rata harian

250C-300C. Desa Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW, dan 32 RT. Letak

Desa Cikarawang ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Peta Desa Cikarawang

Secara administratif, Desa Cikarawang berbatasan dengan:

Sungai Cisadane di sebelah Utara

Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat di sebelah Timur

- Sungai Ciapus di sebelah Selatan

- Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane di sebelah Barat

Luas wilayah Desa Cikarawang adalah 214,06 Ha dengan luasan terbesar

adalah sawah yakni 128,109 Ha (59,84 persen), pemukiman dan pekarangan

sebesar 41,465 Ha (19,37 persen), ladang sebesar 35,226 Ha (16,45 persen). Luas

Page 66: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 66/119

50 

lahan lainnya adalah sarana umum seluas 9,26 Ha (4,32 persen), seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Tata Guna Lahan Desa Cikarawang Tahun 2009

Tata guna lahan Luas (Ha)Pemukiman dan pekarangan 41,465

Sawah 128,109

Ladang 35,226

Jalan 7,5

Pemakaman 0,6

Perkantoran 0,16

Bangunan pendidikan 0,6

Bangunan peribadatan 0,4

Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

5.2. Keadaan Sosial Ekonomi 

Jumlah penduduk Desa Cikarawang adalah sebanyak 8.227 orang dengan

 jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.028 orang dan laki-laki sebanyak 4.199

orang. Jumlah penduduk paling banyak adalah pada sebaran umur antara 16-56

tahun yaitu sebanyak 6.087 orang (73,98 persen), seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 6 di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa

Cikarawang berada pada usia produktif.

Tabel 6. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur di Desa

Cikarawang tahun 2009

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 1 241 2,93

1 - < 5 725 8,81

5 - < 7 170 2,07

7 -  15 716 8,70

16 -  56 6.087 73,99

> 56 288 3,50

Jumlah 8.227 100Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

Jumlah penduduk di Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian

sebagai buruh swasta sebesar 42,64 persen dan sebesar 17,62 persen berprofesi di

sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa luas persawahan yang besar di desa

tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat setempat atau

hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Selain menggantungkan hidupnya

sebagai buruh swasta, penduduk di Desa Cikarawang juga menggantungkan hidup

Page 67: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 67/119

51 

 pada sektor pertanian.

Tabel 7. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata

Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang tahun 2009

Sektor Jumlah (orang) Persentase (%)Pertanian 310 17,62

Peternakan 3 0,17

Perikanan 2 0,11

Perkebunan 25 1,42

Perdagangan 31 1,76

Industri rumah tangga 12 0,68

Bidan 3 0,17

Buruh tani 225 12,79

Buruh swasta 750 42,64

PNS 180 10,23Montir 3 0,17

Pensiunan 215 12,22

Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

Berdasarkan tingkat pendidikannya (Tabel 8), jumlah penduduk di Desa

Cikarawang sebesar 29,55 persen telah menamatkan pendidikannya pada tingkat

SMA dan tidak ada penduduk yang buta huruf. Hal ini menunjukkan bahwa

 penduduk di Desa Cikarawang sudah menguasai baca tulis.

Tabel 8. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Desa Cikarawang tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak tamat SD 441 12,14

SD 1.002 27,57

SMP 1.002 27,57

SMA 1.074 29,55

D1 48 1,32

D2 15 0,41

D3 52 1,43Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

5.3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang akan dijelaskan meliputi jenis pekerjaan

sampingan, usia petani, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani,

keikutsertaan dalam kelompok tani, luas lahan garapan, kepemilikan lahan, dan

 jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik petani tersebut akan memengaruhi

keputusan petani dalam melakukan usahatani ubi jalar.

Page 68: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 68/119

52 

Jenis pekerjaan sampingan yang dimaksudkan adalah jenis pekerjaan yang

dilakukan oleh responden selain bertani ubi jalar. Dari 35 responden, sebanyak 22

orang menganggap berusahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utama. Selain itu,

responden tersebut juga memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan

sampingan responden tersebut antara lain berternak, buruh tani, bertani

hortikultura, dan ibu rumah tangga seperti yang dijelaskan pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jenis

Pekerjaan Sampingan

Pekerjaan Sampingan Jumlah (orang) Persentase (%)

 berternak 9 25,71

 buruh tani 6 17,14

 bertani hortikultura 3 8,57Ibu rumah tangga 4 11,43

Tidak ada pekerjaan sampingan 13 37,14

Jumlah 35 100

Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas reponden yaitu 25,71 persen

 bekerja sampingan sebagai peternak dan sebanyak 37,14 persen tidak memiliki

 pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di

daerah penelitian menggantungkan diri pada bertani ubi jalar. Alasan responden

memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak adalah agar memudahkan

responden untuk memeroleh pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan

ternak dimana pupuk kandang tersebut digunakan dalam usahatani ubi jalar.

Selain itu, petani juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil

 penjualan ternak. Sedangkan responden yang bekerja pula sebagai buruh tani

adalah petani yang mencari tambahan penghasilan selain dari menggarap lahannya

sendiri.

Berdasarkan data responden, petani yang menjadi responden berusia antara

28-80 tahun. Tabel 10 menunjukkan petani responden didominasi oleh petani

dengan usia 46-55 tahun. Sebagian besar petani responden yakni 82,75 persen

memang masih berada dalam usia produktif (< 66 tahun). Usia produktif artinya

orang tersebut telah siap dan bisa bekerja. Namun juga terlihat bahwa

minat usia muda untuk bertani sangat rendah.

Page 69: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 69/119

53 

Tabel 10. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Usia

Petani

Usia Petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)26-35 3 8,57

36-45 8 22,86

46-55 10 28,57

56-65 8 22,86

> 65 6 17,15

Jumlah 35 100

Pada Tabel 11 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden

dari tingkat pendidikan terakhir yang pernah dijalani. Tabel tersebut menunjukkan

sebesar 91,43 persen dari petani responden telah mengenyam pendidikan.

Responden terbesar adalah responden berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu

sebesar 48,57 persen. Ini menunjukkan bahwa untuk bertani ubi jalar tidak

diperlukan tingkat pendidikan tinggi dalam budidaya ubi jalar. Namun, diduga

tingkat pendidikan formal petani akan memengaruhi peningkatan produksi ubi

 jalar. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi pendidikan petani responden maka

adaptasi penyerapan teknologi akan lebih mudah.

Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak bersekolah 3 8,57

Tidak tamat SD 3 8,57

SD 17 48,57

SMP 3 8,57

SMA 8 22,86

Sarjana 1 2,86

Jumlah 35 100

Pengalaman berusahatani responden diduga memengaruhi tingkat produksi

usahatani ubi jalar. Diduga bahwa semakin lama pengalaman berusahatani petani

maka kemampuan dalam pengelolaan usahatani akan semakin baik. Sebesar 68,57

 persen dari 35 responden yang ada, pengalaman berusahatani responden berada

 pada kurun waktu > 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar

telah lama responden lakukan sejak dahulu dan hanya sebagian kecil saja yang

Page 70: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 70/119

54 

 baru memulainya. Ini membuktikan bahwa petani responden telah memiliki

 pengetahuan budidaya ubi jalar yang besar.

Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Pengalaman BerusahataniPengalaman Berusahatani

(tahun)

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

< 5 1 2,86

5- 15 10 28,57

> 15 24 68,57

Jumlah 35 100

Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan memengaruhi produksi

usahatani. Hal ini dikarenakan keikutsertaan petani dalam kelompok tani

memungkinkan petani untuk dapat mengikuti pelatihan serta penyuluhan terkait

usahatani. Selain itu juga dapat mempermudah pemerolehan input produksi baik

dalam hal jumlah maupun harga. Adapun data keikutsertaan petani dalam

kelompok tani ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Keikutsertaan dalam Kelompok Tani

Keikutsertaan dalam

Kelompok Tani

Jumlah (orang) Persentase (%)

Hurip 11 31,43

Setia 8 22,86

KWT 10 28,57

Tidak Ikut 6 17,14

Jumlah 35 100

Sebagian besar petani responden yaitu 80 persen sudah tergabung dalam

kelompok tani dan hanya sebesar 17,14 persen saja yang belum tergabung dalam

kelompok tani. Alasan tidak bergabungnya petani dalam kelompok tani karena

 petani merasa tidak memiliki waktu lebih untuk mengikuti kegiatan yang

diadakan oleh kelompok tani. Selain itu, petani pun sudah merasa mampu untuk

memenuhi kebutuhan input produksi ataupun bertani ubi jalar sendiri.

Berdasarkan data di lapangan, sebaran luas lahan garapan petani responden

dijelaskan oleh Tabel 14.

Diketahui rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani responden kurang

dari 0,5 hektar atau dikatakan sebagai petani gurem. Hanya 11,43 persen saja yang

Page 71: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 71/119

55 

luas lahannya berada pada rentang 0,5-1 hektar. Diduga semakin luas lahan maka

 produksinya pun akan semakin tinggi.

Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan LuasLahan Garapan

Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 0,5 31 88,57

0,5 –  1 4 11,43

> 1 0 0

Jumlah 35 100

Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat tiga tipe kepemilikan lahan

yaitu lahan milik sendiri, bagi hasil, dan gadai. Petani dengan kepemilikan lahan

 bagi hasil artinya menggarap lahan orang lain dan hasil penjualan ubi nantinya

dibagi dua dengan perbandingan 2:1 dengan pemilik lahan. Lahan gadai artinya

 petani menggarap lahan milik orang lain yang digadaikan kepadanya hingga

 pemilik lahan dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada petani.

Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan

Kepemilikan Lahan

Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pribadi 22 62,86

Bagi hasil 9 25,71Gadai 4 11,43

Jumlah 35 100

Sebanyak 22 orang petani responden (62,86 persen) memiliki sendiri lahan

 pertaniannya, dan sebesar 25,71 persen merupakan lahan bagi hasil serta lahan

gadai sebesar 11,43 persen.

Jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki responden cukup bervariasi

antara 1-7 orang. Persentase terbesar jumlah tanggungan keluarga sebesar 62,86

 persen petani responden dengan jumlah 3-5 orang dan hanya sebagian kecil saja

yakni 14,29 persen yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari 5 orang. Se-

lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah

Tanggungan Keluarga

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Jumlah (orang) Persentase (%)

< 3 8 22,86

3-5 22 62,86

Page 72: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 72/119

56 

> 5 5 14,29

Jumlah 35 100

Sebelum dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi

 jalar, terlebih dahulu akan dijelaskan sistem agribisnis ubi jalar di Desa

Cikarawang. Sistem agribisnis ubi jalar di Desa Cikarawang ini digunakan

sebagai landasan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi

 jalar. Sistem agribisnis merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dari hulu

hingga hilir dimulai dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem

 produksi, subsistem pasca panen, subsistem pemasaran, dan subsistem pen-

dukung.

5.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar Di Desa Cikarawang

5.4.1. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi

a. Sumber-sumber Perolehan Sarana Produksi

Sarana produksi pertanian diperoleh petani ubi di daerah penelitian dengan

sistem pembelian di toko pertanian setempat ataupun pemberian dari kelompok

tani dan petani lain. Subsistem ini meliputi penyediaan bibit, pupuk, pestisida, dan

sarana produksi pertanian lainnya untuk menunjang kegiatan produksi pada

subsistem onfarm ubi.

Penyediaan bibit ubi didapatkan dengan cara pengipukan ubi, stek hasil

 produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Petani yang bergabung

dalam kelompok tani dapat memperoleh bibit ubi dari kelompok tani secara cuma-

cuma. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, urea, TSP, KCl, NPK,

 phonska, dan pupuk cair. Pupuk urea, TSP, KCl, NPK, phonska, dan pupuk cair

dapat dibeli di toko pertanian terdekat dan poktan. Sedangkan pupuk kandangdiperoleh dari kotoran hewan ternak yang dipelihara sendiri oleh petani ataupun

dibeli dari peternak di daerah penelitian. Selain itu, beberapa petani

memanfaatkan sisa tanaman yang tidak dipanen untuk dijadikan sebagai pupuk

kompos, dimana sisa tanaman ini diolah bersama dengan tanah. Pemanfaatan sisa

tanaman ini menjadikan tanah menjadi lebih gembur.

Page 73: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 73/119

57 

Alat-alat pertanian yang digunakan meliputi cangkul, kored, gunting, dan

alat-alat lainnya. Para petani sudah memiliki masing-masing alat tersebut. Alat

 pertanian ini diperoleh petani di toko besi ataupun toko pertanian.

b. Pihak-pihak yang Mengusahakan Sarana Produksi 

Pelaku-pelaku dalam subsistem pengadaan sarana produksi ini adalah para

 petani, poktan Hurip, dan toko pertanian. Khusus untuk bibit ubi jalar dapat

diperoleh petani di kelompok tani hurip. Poktan ini biasanya memberikan bantuan

 berupa bibit ubi jalar kepada para anggota kelompoknya secara cuma-cuma.

c. Kendala dalam Pengadaan Sarana Produksi

Permasalahan yang dihadapi para petani ubi jalar pada subsistem pengadaan

sarana produksi adalah sumberdaya berupa modal usaha yang terbatas untuk

 pembelian sarana produksi sehingga untuk input produksi seperti pupuk tidak

selalu dapat dibeli setiap musimnya melainkan hanya dapat dibeli jika modal

usaha hasil panen sebelumnya sudah kembali.

5.4.2. Subsistem Onfarm  

a. Pelaku-pelaku dalam Subsistem Produksi

Kegiatan produksi dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ataupun tenaga

kerja dalam keluarga serta luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang

digunakan umumnya merupakan buruh tani di Desa Cikarawang. Pekerja bekerja

mulai pukul 07.00-12.00 dengan upah yang diterima bergantung jenis kelamin dan

 pembagian kerjanya. Pekerja pria di pembuatan guludan dibayar dengan sistem

tumbak dimana per tumbaknya (4 m) dihargai Rp.1.200-1.500 sedangkan untuk

 pekerjaan lainnya dibayar Rp. 20.000. Selain diberi bayaran berupa uang tunai, pekerja pria pun menerima natura berupa makanan ringan dan kopi. Pekerja

wanita biasanya dipekerjakan dalam proses pembibitan dan penanaman dengan

upah Rp. 15.000 tanpa natura.

b. Skala Usaha

Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang rata-rata termasuk dalam skala

kecil. Penentuan hal tersebut didasarkan pada luasan lahan yang digunakan untuk

 bertani ubi jalar. Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk mengusahakan ubi

Page 74: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 74/119

58 

 jalar berukuran 2.000 m2. Peralatan yang digunakan pun masih cukup sederhana

sehingga budidaya ubi jalar di daerah penelitian masih tergolong skala kecil.

c. Proses Produksi dan Teknologi

Proses usahatani ubi dilakukan di lahan terbuka, mulai dari proses

 pembibitan sampai dengan pemanenan. Proses budidaya ubi jalar secara umum

meliputi pembibitan, pengolahan lahan dan pembuatan guludan, penanaman,

 pengairan, penyulaman, pembongkaran sementara, penyiangan, pembalikan

 batang, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemanenan.

(1) Pembibitan 

Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah

ubi jalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam

varietas AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan

varietas lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi

lainnya yaitu dalam kurun waktu 3,5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga

memiliki beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam,

umbi besar, dan kecocokan dengan lahan.

Terdapat tiga metode yang digunakan petani di wilayah penelitian untuk

memperoleh bibit ubi jalar yaitu dengan cara pengipukan atau melakukan

 pembibitan sendiri, hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain.

Mayoritas petani responden yaitu sebanyak 57,14 persen menggunakan bibit dari

hasil panen sebelumnya, sebanyak 14,29 persen melakukan pengipukan untuk

 pembibitan, dan bibit hasil produksi petani lain sebanyak 28,57 persen.

Pembibitan dengan cara pengipukan ubi dimulai dengan menanam ubi di

lahan penunasan. Umbi yang ditanam adalah umbi dengan ukuran besar dan sehat.

Jumlah umbi yang digunakan untuk pengipukan kurang lebih sebanyak 50 kg.Setelah 2-3 bulan, tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ke lahan yang

lebih luas. Tiga bulan kemudian bibit ubi sudah dapat digunakan sebagai bibit

dengan cara memotong bagian pucuk atau batang tunas tersebut. Bibit hasil

 pengipukan dapat digunakan hingga tiga generasi.

Bibit yang diperoleh dari hasil produksi sebelumnya atau hasil produksi

 petani lain menggunakan stek pucuk atau stek batang. Pemetikan stek pucuk dan

 batang tersebut diperoleh dari tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih

Page 75: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 75/119

59 

dua bulan, pertumbuhan tanamannya sehat dan normal. Pemetikan dilakukan

dengan menggunakan gunting dan mayoritas petani melakukannya di pagi hari.

Ukuran stek yang digunakan sepanjang 25-30 cm. Perbanyakan dengan stek

 batang dan pucuk memiliki kelemahan yaitu terjadi penurunan hasil pada

turunannya sehingga maksimum hanya 3-5 generasi yang dapat digunakan

sebagai tunas untuk penanaman berikutnya. Mayoritas petani menggunakan

tenaga kerja dalam keluarga dalam proses pembibitan. Tenaga kerja yang

digunakan untuk pembibitan sebanyak 1,66 HOK.

Secara umum proses pembibitan di daerah penelitian sesuai dengan literatur

 budidaya yang ada. Namun yang membedakan hanyalah tidak dilakukannya

 proses penyimpanan bibit ditempat teduh selama satu minggu seperti yang

dianjurkan. Ini terjadi karena petani responden terbiasa menanam bibit langsung

setelah bibit dipotong dari indukannya.

(2) Pengolahan Lahan dan Pembuatan Guludan

Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan

kondisi tanah dari kondisi sebelumnya. Pengolahan lahan yang dilakukan petani

responden dalam usahatani ubi jalar bergantung pada tanaman yang ditanam

sebelumnya. Tanaman yang biasa ditanam petani sebelum menanam ubi adalah

 padi dan ubi. Rotasi antara kedua tanaman tersebut berpengaruh pada efisiensi

usahatani ubi jalar. Pengaruhnya antara lain adalah pada modal dan manajemen

lahan. Jika lahan sebelumnya ditanam oleh ubi, maka saat pembuatan guludan,

tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah

sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan

upah setiap tenaga kerja sebesar Rp. 1.200 per tumbak (4 m) sedangkan jika lahan

sebelumnya ditanami padi maka tidak perlu diberikan pupuk kandang saat pembuatan guludan namun upah setiap tenaga kerja yang dibayarkan lebih besar

yaitu Rp. 1.500 per tumbak.

Pada tahap pembuatan guludan, umumnya guludan dibuat dengan lebar 40-

100 cm, tinggi 35-70 cm, jarak antar guludan 15-100 cm, dan panjangnya

disesuaikan dengan kondisi lahan. Guludan adalah tanah yang dibentuk meninggi

menyerupai setengah lingkaran. Pengolahan lahan dan pembuatan guludan di

daerah penelitian sudah sesuai dengan anjuran.

Page 76: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 76/119

60 

Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan dalam pembuatan guludan

sebanyak 3,99 HOK dengan upah yang diberikan dihitung dengan ukuran per

tumbak dihargai Rp. 1.200-1.500 dimana satu tumbak berukuran 4 m. Upah

tenaga kerja pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang

ditanam sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi

lebih mahal daripada yang ditanami ubi.

(3) Penanaman

Penanaman ubi jalar yang dilakukan petani di lokasi penelitian adalah

sistem monokultur. Proses penanaman ubi jalar dengan sistem monokultur artinya

dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu ubi.

Dari 35 petani responden hanya 3 petani saja yang menggunakan sistem tanam

tumpang sari. Tanaman yang ditumpangsarikan dengan ubi antara lain jagung dan

kacang tanah. Penanaman ubi jalar di daerah penelitian dilakukan pada bulan

 November dan Maret. Jarak tanam bibit ubi antara 0-30 cm. Teknik penanaman

stek ubi jalar ditanam dengan posisi miring terhadap tanah atau mendekati posisi

tertidur. Alasan petani menanam dengan posisi tersebut agar menghasilkan umbi

dengan jumlah lebih banyak. Tenaga kerja yang digunakan untuk menanam stek

ubi jalar adalah tenaga kerja wanita sebanyak 2,15 HOK dengan upah sebesar Rp.

15.000. Penanaman di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.

(4) Pengairan

Pengairan bertujuan untuk memberikan atau menambahkan unsur hara dan

mineral pada tanaman terutama di saat musim kemarau. Di lokasi penelitian,

 petani mengandalkan air hujan sebagai sumber utama untuk mengairi lahan. Jika

musim kemarau datang maka petani mengairi lahan ubi jalar melalui irigasi yang

 berasal dari waduk Situgede. Waktu pengairan tidak ditentukan secara pasti oleh petani sedangkan menurut anjuran pengairan perlu rutin dilakukan hingga

tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan baru dihentikan pada umur 2-3 minggu

sebelum panen.

(5) Penyulaman

Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan

dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh atau afkir. Cara penyulaman

yakni dengan mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman

Page 77: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 77/119

61 

 baru. Penyulaman dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada waktu satu

minggu setelah tanam. Pada lokasi penelitian, penyulaman juga biasanya

dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Penyulaman umumnya

dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang

digunakan untuk penyulaman sebanyak 1,11 HOK.

(6) Pembongkaran Sementara

Pembongkaran sementara merupakan proses pembukaan kembali sisi-sisi

guludan ubi jalar. Bongkaran guludan selanjutnya didiamkan selama 1 minggu.

Setelah 1 minggu, bongkaran tersebut ditaburkan pupuk kandang di kedua atau

satu sisi dan pupuk NPK di sisi lainnya (jika ingin menggunakannya) kemudian

 bongkaran kembali ditutup.Tujuan dilakukan pembongkaran sementara agar dapat

memberikan ruang masuk cahaya matahari ke dalam tanah sehingga dapat

menjadikan ukuran umbi lebih besar dan menggemburkan tanah.

(7) Penyiangan

Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi. Gulma

merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat

menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi

dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa

tersaingi oleh tumbuhan lain. Kegiatan ini dilakukan oleh petani di lokasi

 penelitian setelah tanaman berumur 2-4 minggu. Jumlah rata-rata tenaga kerja

yang digunakan untuk penyiangan sebanyak 1,11 HOK.

(8) Pembalikan Batang

Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan

merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru

tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskanuntuk memperbesar umbi. Pembalikan batang hanya dilakukan oleh beberapa

 petani saja di lokasi penelitian.

(9) Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan terpenting dalam berusahatani ubi jalar.

Petani di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan dan

 pembongkaran sementara. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani di lokasi

 penelitian dalam bertani ubi jalar antara lain pupuk kandang, pupuk urea dan

Page 78: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 78/119

62 

 pupuk phonska. Pupuk kimia lainnya seperti pupuk NPK, TSP, dan KCl jarang

digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak

yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di lokasi penelitian. Rata-

rata jumlah pupuk kandang yang digunakan adalah 99,64 kg/ha, urea sebanyak

99,64 kg/ha, dan phonska sebanyak 82,56 kg/ha. Sedangkan pupuk NPK

digunakan petani sebanyak 41,28 kg/ha, TSP sebanyak 51,96 kg/ha, KCl hanya

sebanyak 1,14 kg/ha. Selain pupuk jenis padat, sebagian kecil petani pun

menggunakan pupuk cair sebanyak 49,11 ml/ha.

Pemberian pupuk jenis padat dilakukan dengan membuat alur pada guludan

dengan kedalaman 5-10 cm kemudian pupuk ditaburkan sambil ditimbun dengan

tanah. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan sebanyak

1,36 HOK.

(10) Pengendalian Hama dan Penyakit

Di lokasi penelitian, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar

dilakukan sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian

menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang lebih dari 10 persen

sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya dilakukan

 penanganan dengan memangkas atau mencabutnya

Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi di lokasi penelitian

adalah lanas dan ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau

ke musim hujan atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang.

Akibatnya ubi jalar yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan

daun umbi pun menjadi banyak berlubang sehingga hanya sekitar 20-50 persen

saja dari total jumlah panen biasanya yang dapat dipanen. Pengendalian hama

 penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sebanyak 50 mldicampurkan dengan 20 liter air. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan

untuk pengendalian hama penyakit sebanyak 0,1 HOK.

(11) Panen

Ubi jalar di lokasi penelitian dapat dipanen pada umur 3,5-4 bulan.

Pengambilan keputusan waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga

kebutuhan finansial petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada

umur 3,5 bulan ubi akan langsung dipanen. Rata-rata hasil panen per Ha yang

Page 79: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 79/119

63 

dijual petani sebanyak 92,326 ton. Harga ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi

mengikuti harga pasar berkisar Rp. 1.200- Rp. 2.000. Pada Tabel 17 disajikan

rata-rata jumlah panen dan harga jual yang diterima petani di daerah penelitian

yang dibedakan berdasarkan luasan lahan.

Tabel 17. Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani dengan

Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

Keterangan < 0,5 Ha > 0,5 Ha

Jumlah panen (kg/Ha) 13.422,15 12.967,26

Harga Jual (Rp/kg) 1.832 2.000

Pada Tabel 17 diketahui jumlah panen ubi jalar petani dengan luas lahan <

0,5 Ha sebesar 13.422,15 kg/Ha, sedikit lebih besar dibandingkan dengan petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha yaitu 12.967,26 kg/Ha. Rata-rata harga jual yang

diterima petani pun berbeda, petani dengan luas lahan < 0,5 Ha memperoleh harga

 jual sebesar Rp.1.832/kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha

memperoleh harga jual sebesar Rp.2.000/kg.

Semua petani di lokasi penelitian menjual hasil panen langsung di lahannya

dengan biaya panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani

menerima penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan

 pemanenan antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubi

 jalar, pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan

 pengangkutan hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli

umbi dengan kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan.

Sistem penjualan ubi jalar dilakukan dengan sistem bukti artinya tengkulak

akan memberikan tanda bukti sesuai dengan jumlah panen ubi jalar pada petani.

Upah yang diterima oleh tenaga kerja pemanenan disesuaikan dengan jumlahumbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp.100

untuk setiap pekerja. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk panen

sebanyak 0,44 HOK.

d. Kendala Produksi

Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem produksi adalah

serangan organisme pengganggu tanaman seperti lanas atau hama boleng. Lanas

merupakan kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru,

Page 80: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 80/119

64 

namun coraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan

daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung. Telur menetas menjadi

larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang

atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejalanya adalah terdapat

lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan

 berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah

 berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi

hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata (Jayanto 2009).

Ini terjadi karena perubahan musim secara tiba-tiba dan persoalan ini belum

teratasi secara efektif. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi

sebaiknya petani melakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman

lain selain ubi jalar.

Permasalahan lain adalah saluran irigasi agak terhambat setelah adanya

 pembangunan wisata Situgede sehingga menyulitkan petani dikala musim

kemarau tiba. Untuk itu, pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi

 pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata

setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian.

5.4.3. Subsistem Pasca Panen

Ubi jalar yang sudah memasuki masa panen dipanen menggunakan cangkul

kemudian umbi dibersihkan dari tanah yang melekat dan selanjutnya ubi yang

 berukuran besar dimasukkan dalam karung untuk selanjutnya dibawa ke gudang

 pengumpulan untuk ditimbang beratnya. Tidak ada kriteria pasti untuk

mengelompokkan ubi ke dalam kategori baik, yang terpenting umbi berukuran

 besar dan tidak terserang hama. Umbi berukuran kecil dan masih berkualitas baik

 biasanya dimanfaatkan menjadi tepung ubi sedangkan kualitas buruk dibiarkan dilahan. Tidak terdapat kendala yang berarti di dalam subsistem pasca panen.

5.4.4. Subsistem Pemasaran

a.Saluran Pemasaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, setidaknya terdapat

enam saluran pemasaran dalam usahatani ubi jalar. Penjabaran dari setiap saluran

 pemasaran adalah sebagai berikut:

Page 81: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 81/119

65 

1. Petani Ubi-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran terpendek dari sejumlah saluran

 pemasaran yang ada. Petani ubi dalam saluran ini langsung menjualnya kepada

konsumen akhir yang langsung membeli di lahan.

2.  Petani Ubi-Tengkulak-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran pemasaran kedua, petani ubi menjual hasil panennya kepada

tengkulak yang datang langsung ke lahan petani. Petani yang menjalankan saluran

ini adalah petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Tengkulak

selanjutnya menjual ubi ke pengecer di pasar tedekat seperti Pasar Petir, Bogor,

dan Ciampea. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. Harga beli ubi

ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position

 petani di daerah penelitian masih rendah.

3.  Petani Ubi-Tengkulak-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran pemasaran ketiga, petani ubi menjual hasil panennya kepada

tengkulak. Saluran ini pun dilakukan oleh petani yang tidak tergabung dalam

kelompok tani. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan

 bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. Selanjutnya

tengkulak menjualnya ke pedagang besar di pasar. Pedagang besar kemudian

menjualnya ke pengecer. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir.

4.  Petani Ubi-Poktan-Pabrik Saos-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang dari saluran

 pemasaran yang ada dan saluran yang paling banyak dilakukan petani di daerah

 penelitian. Dalam saluran ini, ubi yang dijual ke poktan selanjutnya dijual ke pabrik saos yang sudah menjalin kerjasama dengan poktan. Saos ini kemudian

dijual ke pedagang besar, dilanjutkan ke pengecer dan konsumen akhir. Harga beli

ubi oleh poktan mengikuti harga ubi yang berlaku di pasar.

5.  Petani Ubi-Poktan-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran ini, petani menjual ubi hasil panennya kepada poktan baik

dalam bentuk ubi segar ataupun dalam bentuk sawutan (ubi yang telah diparut dan

dikeringkan). Selanjutnya poktan mengolah ubi segar dan sawutan tersebut

Page 82: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 82/119

66 

menjadi tepung ubi. Tepung ubi selanjutnya dijual ke pengecer di wilayah

Jakarta, Tangerang, dan Bekasi untuk selanjutnya dijual pada konsumen akhir.

6.  Petani Ubi-Pengecer-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran yang paling sedikit dilakukan

oleh petani di daerah penelitian. Petani menjual ubi langsung kepada pengecer di

 pasar terdekat.

Adapun dalam bentuk bagan saluran pemasaran komoditas ubi jalar dapat

dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang

Berdasarkan pada saluran pemasaran ubi jalar yang ada di daerah penelitian

menunjukkan bahwa petani menjual hasil panennya ke tempat yang berbeda satu

sama lain. Adapun sebaran dan persentase tempat tujuan petani menjual ubi

 jalarnya disajikan pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18. Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar

Tempat Tujuan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Poktan Setempat 20 57,14Tengkulak 12 34,29

Pasar 3 8,57

Jumlah 35 100

Tabel 18 menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian paling banyak

menjual hasil panennya ke poktan setempat dengan persentase sebesar 57,14

 persen. Harga beli ubi jalar yang ditetapkan oleh gapoktan mengikuti harga jual

Petani

Ubi

Konsumen akhir

TengkulakPedagang

Besar

Pengecer

Poktan

Pabrik Saos

Konsumen

akhir

Pengecer

Pedagang

Besar

Pen ecer

Pedagang Pengecer

Konsumen Akhir

Pengecer

Konsumen Akhir

Page 83: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 83/119

67 

ubi yang berlaku di pasar. Saat pengambilan data penelitian, harga jual ubi sebesar

Rp. 2.000. Lembaga selanjutnya yang menjadi tempat tujuan petani menjual ubi

 jalarnya adalah tengkulak yaitu sebesar 34,29 persen. Harga jual yang diterima

 petani berkisar Rp.1.200-1.800. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang

 bergabung dalam kelompok tani menerima harga lebih tinggi dibandingkan

dengan petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Petani yang menjual

hasil panennya ke tengkulak hanya bertindak selaku price taker karena bargaining

 position petani ubi jalar di daerah penelitian yang masih lemah sehingga mereka

hanya menerima harga yang ditentukan oleh tengkulak sedangkan hanya sebagian

kecil (8,57 persen) dari petani responden yang berada di daerah penelitian yang

menjualnya langsung ke pasar. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung

dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat

memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar.

Harga jual ubi yang diterima oleh petani pun berbeda. Sebaran harga jual

yang diterima oleh petani ubi jalar di daerah penelitian disajikan pada Gambar 6

di bawah ini.

Gambar 6. Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar di daerah

 penelitian sebanyak 66 persen menerima harga jual ubi sebesar Rp.2.000.

Persentase terbesar kedua yaitu sebanyak 20 persen petani menerima harga jual

ubi sebesar Rp.1.500. Harga jual ubi terbesar kedua selanjutnya yaitu sebesar

Page 84: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 84/119

68 

Rp.1.800 diterima oleh petani di daerah penelitian sebesar 8 persen sedangkan

 persentase terendah yaitu sebanyak 3 persen petani menerima harga masing-

masing Rp.1.200 dan Rp.1.700. Perbedaan harga tersebut diakibatkan oleh

 perbedaan tempat tujuan menjual ubi yang dilakukan oleh petani di daerah

 penelitian.

b. Kendala Pemasaran

Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem pemasaran adalah harga

 jual ubi fluktuatif sehingga disaat supply ubi di pasar melimpah dan menyebabkan

harga ubi sangat rendah petani enggan untuk memanen ubi dan membiarkannya

saja di lahan. Harga yang berfluktuasi juga menyebabkan modal yang telah

dikeluarkan petani pada musim sebelumnya tidak kembali sehingga petani

kesulitan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya. Keadaan

tersebut dapat diatasi petani dengan memberikan nilai tambah pada ubi jalar

sehingga disaat supply ubi meningkat, petani dapat mengolahnya menjadi produk

lain seperti tepung dan keripik ubi jalar. Dengan cara ini petani dapat memperoleh

tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk membeli input produksi di

musim tanam berikutnya.

5.4.5. Subsistem Pendukung

Lembaga pendukung yang terdapat dalam usahatani ubi jalar di daerah

 penelitian adalah kelompok tani, penyuluh dari Dinas Pertanian melalui BP3K

Kabupaten Bogor dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi

Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Kelompok tani berperan dalam pengadaan input

 produksi usahatani ubi jalar seperti bibit dan pupuk kimia, pemasaran ubi jalar

 baik dalam bentuk  fresh product maupun olahan, pelatihan budidaya maupun

 pengolahan ubi jalar, dan memfasilitasi penyuluhan serta pelatihan yang diberikanoleh Dinas Pertanian dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi

Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Ketiga lembaga ini sangat berpengaruh bagi

 pengembangan usahatani ubi jalar baik dalam hal budidaya maupun pasca panen.

Adapun rekapitulasi rata-rata penggunaan input produksi dalam usahatani

ubi jalar di Desa Cikarawang beserta harganya baik untuk petani dengan luas

lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha disajikan pada Tabel 19 di bawah ini.

Page 85: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 85/119

69 

Tabel 19. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa

Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

Input Produksi < 0,5 Ha > 0,5 HaJumlah Harga

(Rp/satuan)

Jumlah Harga

(Rp/satuan)

Pupuk Kandang (kg)  4.735,26 1.489 1.677,42 1.544

Pupuk Urea (kg)  112,10 4.842 83,87 1.075

Pupuk cair (ml)  64,97 10.000 29,03 12.500

Pupuk KCl (kg)  2,04 2.500 - -

Pupuk TSP (kg)  67,52 2.589 32,26 2.500

Pupuk Phonska (kg)  135,03 3.516 16,13 2.560

Pupuk NPK (kg)  10,19 3.000 80,65 3.000

Pestisida (kg)  177,07 21.400 6,45 4.667TKLK (HOK)  113,11 21.049 43,65 21.049

Irigasi (tahun)  1,00 801.189 1,00 523.656

Pajak Lahan (tahun)  1,00 801.189 1,00 523.656

TKDK (HOK) 56,40 21.049 3,37 21.049

Penyusutan (tahun) 1,00 46.312 1,00 52.813

Sewa lahan (tahun) 1,00 6.450.106 1,00 8.064.516

Dapat diketahui bahwa petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menggunakan

 pupuk phonska jauh lebih banyak yaitu sebanyak 135,03 kg daripada petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha yang hanya menggunakan sebanyak 16,13 kg

sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru lebih banyak menggunakan

 pupuk NPK yaitu sebanyak 80,65 kg. Ini menunjukkan bahwa petani dengan luas

lahan < 0,5 Ha lebih memilih menggunakan pupuk phonska untuk memenuhi

kebutuhan unsur makro tanamannya sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5

Ha lebih memilih menggunakan pupuk NPK daripada phonska.

Page 86: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 86/119

70 

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIKARAWANG

Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya

tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

secara individu dan bersifat komersial. Analisis pendapatan usahatani terdiri atas

analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C rasio.

Analisis pendapatan meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas

 biaya total. Komponen penyusun analisis pendapatan adalah penerimaan baik

tunai maupun tidak tunai dan biaya baik bersifat tunai maupun diperhitungkan.

Adapun analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan petani

responden berdasarkan luas lahan garapan petani yakni luas lahan kurang dari 0,5

Ha (petani gurem) dan lebih dari 0,5 Ha. Pengelompokan luas lahan tersebut

didasarkan pada pengelompokan luas lahan oleh Dinas Pertanian menjadi tiga

 bagian yaitu < 0,5 Ha (petani gurem), 0,5-1 Ha, dan > 1 Ha. Di daerah penelitian

tidak terdapat responden dengan luas lahan usahatani ubi jalar > 1 Ha sehingga

 pengelompokan 0,5-1 Ha disingkat menjadi > 0,5 Ha.

6.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak

tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan

tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penjumlahan antara

 penerimaan tunai dan tidak tunai disebut penerimaan total usahatani. Penerimaan

usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per

kilogram dengan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu musim.

Pada luas lahan garap petani < 0,5 Ha, rata-rata produktivitas petani sebesar

13,306 ton per Ha sedangkan pada luas lahan antara > 0,5 Ha produktivitasnya

adalah 12,935 ton per Ha. Namun penerimaan total petani dengan luas lahan > 0,5

Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini disebabkan

karena harga jual yang mereka terima pun berbeda, harga jual ubi dari petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5

Ha. Adapun harga jual ubi jalar di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha

adalah Rp. 1.832 dan pada luas lahan antara > 0,5 Ha adalah Rp. 2.000. Perbedaan

Page 87: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 87/119

71 

harga yang diterima oleh petani tersebut dihasilkan dari rata-rata harga jual yang

diterima oleh petani responden di daerah penelitian. Setiap petani menjual ubi

tidak hanya ke satu tempat yang sama sehingga harga yang diterima pun

 bervariasi. Petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menjual ubi ke tiga tempat yang

 berbeda yaitu poktan, tengkulak, dan pasar sedangkan petani dengan luas lahan >

0,5 Ha hanya menjual ubi jalar ke poktan setempat. Ini menyebabkan rata-rata

harga ubi di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha berbeda.

Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat

 bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi

tawarnya terhadap harga jual ubi jalar.

Selain itu, penerimaan tidak tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih

rendah. Artinya petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih sedikit mengonsumsi

secara pribadi hasil produksinya atau lebih banyak hasil yang dijual sehingga

 penerimaannya pun menjadi lebih besar. Rata-rata jumlah ubi yang dikonsumsi

oleh petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya sebanyak 32,26 kg sedangkan

 petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebanyak 116,15 kg. Ini menunjukkan bahwa

 petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sudah berpikir lebih komersil dari petani

dengan luas lahan < 0,5 Ha yang cenderung lebih subsisten.

Penerimaan total petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp. 24.592.816

dan penerimaan total petani dengan luas lahan antara > 0,5 Ha sebesar Rp.

25.935.484. Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai

usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga.

Walaupun produktivitas ubi di wilayah tersebut hampir sama yaitu sebesar 13,281

ton namun penerimaan tunai hanya sebesar Rp. 10.017.883,60 dan total

 penerimaan sebesar Rp. 10.198.907,60. Hal ini dikarenakan harga jual ubi diwilayah tersebut masih sangat rendah yaitu Rp. 754,26/kg. Selengkapnya

disajikan pada Tabel 20.

Page 88: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 88/119

72 

Tabel 20. Perbandingan Penerimaan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan >

0,5 Ha per Musim Tanam

Komponen Penerimaan Nilai (Rp)

< 0,5 Ha > 0,5 Ha

Penerimaan Tunai- Ubi yang dijual  24.380.002  25.870.968 

Penerimaan Tidak Tunai

- Konsumsi oleh RT 212.814 64.516

Total Penerimaan  24.592.816  25.935.484 

Mayoritas petani responden penelitian menjual hasil panennya kepada

 poktan setempat. Mekanisme penjualannya adalah perwakilan pengurus poktan

yang biasanya diwakili oleh ketua poktan datang langsung ke lahan petani dan

membeli di lokasi tersebut. Adapun beban biaya panen dan pasca panen

merupakan tanggungan poktan. Alasan petani menjual hasil panennya kepada

 poktan adalah karena alasan kemudahan, merasa tidak enak atau sungkan karena

 banyak membantu dalam penyediaan input produksi, dan faktor kebiasaan.

Pembayaran hasil panen kepada petani tidak diberikan pada hari yang sama

dengan hari panen melainkan 3-7 hari kemudian.

6.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar

Biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan biaya

diperhitungkan atau tidak tunai. Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai

yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan

merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang

tunai.

Pada Tabel 21 diketahui bahwa total biaya yang dikeluarkan petani dengan

luas lahan < 0,5 Ha jauh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha. Biaya total untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha

sebesar Rp. 22.683.655 sedangkan untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya

sebesar Rp. 13.591.107. Hal serupa juga terjadi dengan pengeluaran tunai.

Pengeluaran tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha juga jauh lebih besar

daripada pengeluaran petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Pengeluaran tunai petani

dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp. 15.000.082 dan pengeluaran petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp. 5.402.755. Hal ini terjadi karena petani

dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih efisien dalam penggunaan input produksi terlihat

Page 89: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 89/119

73 

dari jumlah input produksi yang digunakan jauh lebih sedikit daripada petani

dengan luas lahan < 0,5 Ha sehingga biaya yang dikeluarkan pun menjadi jauh

lebih kecil.

Tabel 21. Perbandingan Biaya Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

 per Musim Tanam

Komponen Biaya < 0,5 Ha > 0,5 Ha

Nilai (Rp) Persentase

(%)

Nilai (Rp) Persentase

(%)

BiayaTunai 

Pupuk Kandang 5.349.873 23,58 2.589.516 19,05

Pupuk Urea 542.794 2,39 90.161 0,66

Pupuk cair   649.682 2,86 362.903 2,67

Pupuk KCl 5.096 0,02 0,00 0,00

Pupuk TSP 174.791 0,77 80.645 0,59

Pupuk Phonska 474.744 2,09 41.290 0,30

Pupuk NPK 30.573 0,13 241.935 1,78

Pestisida  3.789.299 16,70 30.108 0,22

TKLK   2.380.853 10,50 918.884 6,76

Irigasi  801.189 3,53 523.656 3,85

Pajak Lahan 801.189 3,53 523.656 3,85

Total Biaya Tunai 15.000.082  66,13  5.402.755  39,75

Biaya

Diperhitungkan

Pupuk Kandang  1.699.560  7,49  -  -

TKDK 1.187.155 5,23 71.023 0,52

Penyusutan 46.312 0,20 52.813 0,39

Sewa lahan 6.450.106 28,44 8.064.516 98,49

Total Biaya

Diperhitungkan 

7.683.574 33,87 8.188.352 60,25

Total Biaya 22.683.655 100,00 13.591.107 100,00

Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani

ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Total biaya

yang dikeluarkan pada penelitian ini lebih besar daripada penelitian sebelum.

Biaya usahatani pada penelitian sebelum sebesar Rp. 8.304.829,20. Hal ini

dikarenakan memang jumlah input yang digunakan pada penelitian ini lebih

 banyak. Pada penelitian sebelumnya, biaya tunai input yang dikeluarkan hanyalah

 pupuk urea, TSP, phonska, TKLK, dan pajak lahan.

Pada komponen biaya tunai, biaya terbesar yang dikeluarkan petani baik

 petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha adalah biaya

Page 90: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 90/119

74 

 pupuk kandang dengan persentase sebesar 23,58 persen untuk petani dengan luas

lahan < 0,5 Ha dan sebesar 19,05 persen untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha.

Ini menunjukkan bahwa petani masih lebih menyukai menggunakan pupuk

organik daripada pupuk kimia. Pupuk organik yang digunakan berasal dari sisa

umbi yang membusuk dan dibiarkan di lahan serta kotoran hewan seperti kotoran

kerbau dan kotoran ayam.

Biaya tenaga kerja luar keluarga pada petani dengan luas < 0,5 Ha maupun

luas lahan > 0,5 Ha juga memiliki persentase yang besar dalam komponen biaya

tunai petani sama halnya pada penelitian sebelumnya. Hampir setiap kegiatan

seperti pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, dan pemupukan

menggunakan jasa dari TKLK atau buruh tani. Para pekerja biasanya dibayar

langsung setelah selesai bekerja. Untuk pekerja pria dibayar sekitar Rp. 20.000-

Rp. 25.000 ditambah dengan bayaran natura berupa makan dan rokok sedangkan

 pekerja wanita dibayar sekitar Rp. 15.000-Rp. 20.000 tanpa natura. Namun untuk

kegiatan pengolahan lahan, petani membayar pekerja dengan sistem borongan

disesuaikan dengan luas lahan petani.

Pada komponen biaya diperhitungkan, persentase terbesar adalah biaya

lahan. Ini merupakan opportuniy cost  jika lahannya disewakan kepada orang lain.

Biaya terbesar berikutnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Petani dengan luas

lahan < 0,5 Ha mengeluarkan biaya lebih besar untuk komponen tenaga kerja

dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan

 petani dengan luas lahan < 0,5 Ha (petani gurem) lebih banyak menggunakan

tenaga kerja dari dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha.

Penggunaan TKDK lebih sedikit digunakan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha

karena sebagian besar petani telah menggunakan jasa buruh tani untukmengerjakan lahan ubinya.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pada bab kerangka pemikiran,

apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus

dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Komponen biaya

 penyusutan cukup kecil nilainya karena peralatan yang dimiliki petani hanya

 berupa peralatan sederhana seperti cangkul, golok, parang, garpu, dan pacul.

Page 91: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 91/119

75 

Tabel 22 menunjukkan sebaran biaya penyusutan petani dengan luas lahan < 0,5

Ha dan > 0,5 Ha.

Tabel 22. Sebaran Biaya Penyusutan pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

Biaya Penyusutan (Rp.) < 0,5 Ha (orang) > 0,5 Ha (orang)

< 20.000 8

20.000 - < 40.000 10 1

40.000 - < 60.000 4 2

60.000 - < 80.000 5

80.000 - < 100.000 1 1

> 100.000 3

Jumlah 31 4

Rata-rata (Rp.) 46.312 52.813

Dari sejumlah komponen biaya yang dikeluarkan petani, hanya nilai biaya

 pupuk NPK saja yang lebih besar dikeluarkan oleh petani dengan luas lahan > 0,5

Ha dibanding petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa

 petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih banyak menggunakan pupuk NPK

dibandingkan penggunaan pupuk kimia jenis lain.

6.3. Pendapatan Usahatani Ubi Jalar

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan

total. Pendapatan tunai diperoleh dari hasil selisih penerimaan tunai dengan biaya

tunai sedangkan pendapatan total merupakan selisih penerimaan total dengan

 biaya total. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui pendapatan atas biaya tunai dan

 pendapatan atas biaya total baik pada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan

 petani dengan luas lahan > 0,5 Ha.

Pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah

sebesar Rp. 9.379.921. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas

lahan > 0,5 Ha sebesar Rp. 20.468.213. Kemudian pendapatan atas biaya total

 petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah sebesar Rp. 1.909.161. Sedangkan

 pendapatan atas biaya total petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp.

12.344.377. Dengan demikian, pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total

Page 92: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 92/119

76 

 petani dengan luas lahan lebih dari 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas

lahan kurang dari 0,5 Ha.

Tabel 23. Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan >

0,5 Ha per Musim TanamKeterangan Nilai (Rp.)

< 0,5 Ha > 0,5 Ha

Penerimaan

Penerimaan Tunai 24.380.002 25.870.968

Penerimaan Diperhitungkan 212.814 64.516

Total Penerimaan  24.592.816  25.935.484 

Pengeluaran 

Pengeluaran Tunai 15.000.082 5.402.755

Pengeluaran Diperhitungkan 7.683.574 8.188.352

Total Pengeluaran  22.683.655  13.591.107 Pendapatan atas Biaya Tunai 9.379.921 20.468.213

Pendapatan atas Biaya Total 1.909.161 12.344.377

R/C rasio atas Biaya Tunai 1,63 4,79

R/C rasio atas Biaya Total 1,07 1,90

Analisis R/C rasio juga menunjukkan penerimaan usahatani yang akan

diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai

R/C rasio maka semakin besar juga penerimaan usahatani yang diperoleh. Hal

tersebut menunjukkan kegiatan usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih

 besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. R/C rasio atas biaya tunai

 petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar 4,79 sedangkan petani dengan luas

lahan < 0,5 Ha sebesar 1,63. Artinya adalah setiap seribu rupiah biaya yang

dikeluarkan petani maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 4.790 (luas

lahan > 0,5 Ha) dan Rp. 1.630 (luas lahan < 0,5 Ha). Sedangkan untuk R/C rasio

atas biaya total luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha adalah sebesar 1,07 dan 1,90

artinya setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani maka akan memperoleh

 penerimaan sebesar Rp. 1.070 (luas lahan < 0,5 Ha) dan Rp. 1.900 (luas lahan >

0,5 Ha). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar menguntungkan baik bagi

 petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha.

Hasil ini pun tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai

usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

dengan nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,88 dan R/C atas biaya total

Page 93: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 93/119

77 

sebesar 1,23. Hasil penelitian tersebut menunjukkan usahatani ubi jalar di daerah

 penelitian tersebut juga menguntungkan. Hal tersebut karena nilai R/C atas biaya

tunai maupun biaya total lebih besar dari satu.

Page 94: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 94/119

78 

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan

efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh faktor yang

sifatnya dapat dikendalikan maupun tidak oleh petani. Pada bagian ini akan

membahas analisis faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan analisis

efisiensi teknis serta faktor  –   faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis

 produksi ubi jalar di Desa Cikarawang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan  stochastic frontier Cobb-Douglass

dan linier berganda. Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat

efisiensi teknis. Parameter penduga yang digunakan adalah  Maximum Likelihood

(MLE). Metode MLE digunakan untuk menduga keseluruhan parameter faktor

 produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen error. Metode MLE

menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan

sejumlah faktor produksi yang digunakan.

Terdapat tujuh variabel independen penduga faktor produksi ini antara lain

luas lahan (X1), jarak tanam dalam baris (X2), tenaga kerja (X3), jumlah pupuk

kandang (X4), jumlah pupuk N (X5), jumlah pupuk P (X6), dan jumlah pestisida

(X7). Pada model fungsi produksi yang dibentuk, seluruh variabel independen

memiliki nilai VIF di bawah 10 sehingga menunjukkan bahwa tidak terjadi

multikolinieritas pada fungsi produksi tersebut.

Keberadaan nilai koefisien yang negatif sebaiknya dihindari untuk dua

alasan.  Pertama, agar relevan dengan analisis ekonomi maka nilai koefisien

fungsi produksi harus positif. Ini berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-

Douglas adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input

sehingga setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan

 produksi yang lebih besar (Soekartawi 2002). Kedua, nilai koefisien yang negatif

menyebabkan penurunan fungsi biaya dual tidak dapat dilakukan, sehingga dalam

 penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi yang memiliki nilai koefisien

keseluruhan yang positif (Coelli 1998).

Page 95: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 95/119

79 

7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Ubi Jalar

Hasil pendugaan terhadap fungsi produksi stochastic frontier  menggunakan

tujuh variabel independen diperlihatkan pada Tabel 20. Nilai parameter pada

fungsi produksi stochastic frontier  (MLE) menunjukkan elastisitas produksi batas

dari sejumlah input yang digunakan. Elastisitas pada fungsi produksi batas yang

lebih besar menunjukkan bahwa peningkatan masing-masing input produksi

dengan asumsi input lainnya tetap akan berpengaruh pada peningkatan produksi

yang lebih besar dibandingkan dengan fungsi produksi rata-rata. Tabel 24

menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi  stochastic frontier  

dengan metode MLE beserta nilai signifikansinya dengan menggunakan fungsi

 produksi Cobb-Douglas.

Tabel 24.  Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb

Douglas dengan Metode MLE

Variabel Koefisien MLE t-hitung

Konstanta 2,293 3,651

Ln Luas lahan (Ha) 0,799* 7,264

Ln Jarak tanam (cm) -0,001 -0,033

Ln Tenaga kerja (HOK) 0,182 1,307

Ln Pupuk kandang (kg) 0,061* 1,940

Ln Pupuk N (kg) -0,064* -2,135Ln Pupuk P (kg) -0,099* -2,767

Ln Pestisida (ml) 0,002 0,072

Σ   0,095

γ  0,999

R-sq 0,762

Keterangan: * nyata pada  5 % t-tabel = 1,703

 Nilai koefisien MLE fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan output

yang bernilai negatif serta berpengaruh nyata yaitu pada variabel pupuk N dan

 pupuk P. Seperti telah dibahas pada bab metode penelitian, penggunaan fungsi

Cobb-Douglas berada dalam keadaan law of diminishing return untuk setiap

inputnya. Dengan demikian, model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak dapat

digunakan untuk mengestimasi produksi ubi jalar pada penelitian ini sehingga

fungsi produksi linier berganda digunakan dalam penelitian ini. Tabel 25

menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi  stochastic frontier  

dengan metode MLE dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda.

Page 96: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 96/119

80 

Tabel 25.  Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier

Berganda dengan Metode MLE

Variabel Koefisien MLE t-hitung

Konstanta 0,585 1,344

Luas lahan (Ha) 15,866* 11,912Jarak tanam (cm) -0,013 -0,729

Tenaga kerja (HOK) 0,036* 3,364

Pupuk kandang (kg) 0,000 0,656

Pupuk N (kg) -0,105* -8,981

Pupuk P (kg) -0,209* -4,259

Pestisida (ml) 0,014* 1,786

Σ   0,744

γ  0,125

R-sq 0,916

Keterangan: *

 

nyata pada  5 % t-tabel = 1,703

Pada Tabel 25 diketahui nilai parameter γ sebesar 0,125. Artinya adalah

 perbedaan antara produksi yang sesungguhnya dengan kemungkinan produksi

maksimum sebesar 12,5 persen disebabkan karena perbedaan inefisiensi teknis.

Parameter γ merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (µi) terhadap varians

total produksi (i).

Hasil pendugaan parameter dengan menggunakan fungsi produksi linier

 berganda menunjukkan nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 91,6 persen,

artinya sebesar 91,6 persen keragaman produksi ubi jalar di daerah penelitian

dapat dijelaskan oleh input-input produksi yang digunakan dalam model

sedangkan sisanya sebesar 8,4 persen dijelaskan oleh komponen error yang tidak

dimasukkan dalam model. Koefisien dari variabel-variabel pada fungsi produksi

linier berganda tidak menunjukkan elastisitas seperti pada fungsi produksi Cobb-

Douglas sehingga diperlukan perhitungan elastisitas produksi dari setiap variabel

fungsi produksi. Hasil perhitungan nilai elastisitas produksi dari setiap variabel

independen fungsi produksi linier berganda ditunjukkan pada Tabel 26.

Page 97: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 97/119

81 

Tabel 26. Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan

Metode MLE

Variabel Elastisitas

Luas lahan (Ha) 7,669*

Jarak tanam (cm) 0,709Tenaga kerja (HOK) -0,118*

Pupuk kandang (kg) 0,191

Pupuk N (kg) -0,375*

Pupuk P (kg) -5,386*

Pestisida (ml) -5,391*

Keterangan: * nyata pada  5 % t-tabel = 1,703

Hasil perhitungan elastisitas fungsi produksi stochastic frontier linier

 berganda dengan metode MLE menunjukkan bahwa faktor produksi yang

 berpengaruh nyata dan bernilai positif terhadap produksi ubi jalar di daerah

 penelitian pada taraf nyata 5 persen hanyalah variabel luas lahan. Sebaliknya,

variabel tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, dan pestisida bernilai negatif dan

 berpengaruh nyata sedangkan variabel yang bernilai positif tetapi berpengaruh

tidak nyata antara lain jarak tanam dan pupuk kandang.

Di daerah penelitian, variabel luas lahan memiliki nilai elastisitas positif dan

 berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel ini yaitu

sebesar 7,669. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Defri 2011. Nilai

koefisien lahan sebesar 7,669 menunjukkan setiap peningkatan luas lahan sebesar

satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi sebesar 7,669 persen, cateris

 peribus. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi ubi jalar masih berbanding

lurus dengan luas lahan. Penggunaan lahan sangat berpengaruh besar terhadap

 produksi ubi.

Variabel jarak tanam memiliki nilai elastisitas positif tetapi tidak

 berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Artinya setiap

 penambahan atau pengurangan jarak tanam ubi dalam satu guludan tidak akan

 berpengaruh pada peningkatan produksi ubi. Hal ini diduga terjadi karena variasi

 jarak tanam stek ubi yang dilakukan oleh petani responden rendah atau dapat

dikatakan jarak tanam stek ubi jalar hampir seragam yaitu 5-20 cm.

Tenaga kerja memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata

terhadap produksi ubi pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien tenaga kerja

sebesar -0,118 menunjukkan setiap peningkatan jumlah penggunaan tenaga kerja

Page 98: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 98/119

82 

sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi sebesar 0,118 persen,

cateris peribus. Hal ini menunjukkan rata-rata tenaga kerja yang digunakan petani

di daerah penelitian yaitu sebanyak 29,885 HOK seperti yang sudah dikemukakan

sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Penggunaan tenaga kerja oleh petani

 baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga di daerah penelitian

sangat lazim mulai dari proses penyiapan guludan, penanaman, pemupukan,

hingga pemanenan.

Variabel pupuk kandang bernilai elastisitas positif dan berpengaruh tidak

nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Nilai koefisien pupuk kandang

sebesar 0,191. Hal ini menunjukkan rata-rata pupuk kandang yang digunakan

 petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 3,2 ton seperti yang sudah

dikemukakan sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Berdasarkan informasi

yang diperoleh dari petani menunjukkan bahwa pupuk kandang memiliki peran

 penting untuk meningkatkan kesuburan tanah yang akan mempengaruhi

 pertumbuhan ubi jalar. Ini dapat dilihat dari jumlah penggunaan pupuk kandang

yang paling besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk lainnya.

Variabel pupuk N memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata

terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai

elastisitas pupuk N adalah sebesar -0,375. Hal ini menjelaskan bahwa

 penambahan penggunaan pupuk N sebesar satu persen justru akan mengurangi

 produksi sebesar 0,375 persen. Kondisi di lapangan petani menggunakan pupuk N

rata-rata sebanyak 20,89 kg per hektar. Jumlah tersebut sebenarnya masih berada

di bawah dosis pupuk yang dianjurkan dalam usahatani ubi jalar adalah 45-90 kg

 N/H, namun diduga penyebabnya adalah karena petani di daerah penelitian selain

menggunakan pupuk urea yang di dalamnya mengandung unsur N, petani jugamenggunakan pupuk kandang dalam jumlah besar yaitu sebanyak 3,2 ton/Ha.

Pupuk kandang sendiri juga diketahui mengandung unsur N yang besar sehingga

unsur N yang digunakan petani dalam usahtani ubi jalar di daerah penelitian sudah

cukup bahkan berlebih.

Variabel pupuk P memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata

terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai

koefisien variabel ini sebesar -5,386. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan

Page 99: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 99/119

83 

 penggunaan pupuk P sebesar satu persen justru akan mengurangi produksi ubi

 jalar di daerah penelitian sebesar 5,386 persen. Hal ini diduga terjadi akibat

 penggunaan pupuk P yang terkandung dalam pupuk phonska melebihi batas yang

dianjurkan yaitu 25 kg phonska/Ha sedangkan rata-rata penggunaan pupuk

 phonska di lapang sebesar 75,58 kg phonska/Ha sehingga penambahan

 penggunaan pupuk P akan mengurangi produksi ubi jalar.

Di daerah penelitian, variabel pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan

 berpengaruh nyata terhadap produksi ubi. Nilai koefisien lahan sebesar 5,391

menunjukkan setiap peningkatan penggunaan pestisida sebesar satu persen maka

akan menurunkan produksi ubi sebesar 5,391 persen, cateris peribus. Rata-rata

 penggunaan pestisida di daerah penelitian sebanyak 91,76 kg. Ini menunjukkan

 penggunaan pestisida di daerah penelitian sudah cukup bahkan berlebih. Kejadian

ini juga diduga terjadi akibat residu penggunaan pestisida sebelumnya sehingga

lahan tidak bisa menyerap kandungan pestisida dengan baik. Berdasarkan hasil

wawancara di lapang, petani yang melakukan penyemprotan pestisida cenderung

hanya menduga-duga takaran yang mereka gunakan, tidak ada jumlah pasti yang

diberikan petani sehingga diduga melebihi dosis yang dianjurkan. Takaran yang

lebih banyak biasanya digunakan saat jumlah hama penyakit yang menyerang

tanaman lebih banyak.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel pupuk N, pupuk P, dan

 pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap

 produksi ubi di daerah penelitian. Penyebabnya diduga terjadi akibat penggunaan

 pupuk maupun pestisida yang melebihi batas dari yang dianjurkan sehingga

 peningkatan penggunaannya justru akan menurunkan produksi ubi jalar. Untuk

itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah subsistem pendukung yangada diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada petani mengenai

 penerapan teknologi pemupukan berimbang dan pestisida tepat guna sesuai

dengan dosis anjuran agar dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi jalar.

7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis

Efisiensi teknis dianalisis menggunakan model fungsi produksi stochastic

 frontier.  Sebaran efisiensi teknis petani responden dapat dilihat pada Tabel 27.

Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani

Page 100: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 100/119

84 

responden hanya sebesar 0,564 dengan nilai terendah 0,131 dan nilai tertinggi

0,955. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa rata-rata

 produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas

maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Petani

responden masih memiliki banyak kesempatan untuk memperoleh hasil potensial

yang lebih tinggi seperti yang diperoleh petani yang memiliki nilai efisiensi teknis

 paling tinggi. Dalam jangka pendek, secara rata-rata petani ubi jalar di daerah

 penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 40,94 persen (1-

0,564/0,955).

Tabel 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi

Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa CikarawangIndeks Efisiensi Jumlah (orang) Persentase (%)

 0,2 7 20,00

> 0,2 –  0,3 2 5,71

> 0,3 –  0,4  2 5,71

> 0,4 –  0,5  5 14,29

> 0,5 –  0,6  0 0,00

> 0,6 –  0,7  3 8,57

> 0,7 –  0,8  3 8,57

> 0,8 –  0,9  4 11,43

> 0,9 –  1  9 25,71Total 35 100

Rata-rata 0,564

Minimum 0,131

Maksimum 0,955

Adapun sebaran efisiensi petani ubi jalar di Desa Cikarawang berdasarkan

luas lahannya disajikan dalam Tabel 28 berikut. Pada Tabel 28 dapat diketahui

 bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden dengan luas lahan berturut-

turut < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha sebesar 0,474 dan 0,576. Berdasarkan nilai rata-ratatersebut menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani

dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah 57,6 persen dari produktivitas maksimum yang

dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik sedangkan rata-rata

 produktivitas ubi jalar yang dicapai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar

47,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem

 pengelolaan yang terbaik. Hal ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil

analisis pendapatan yang telah dijabarkan sebelumnya dimana petani dengan luas

Page 101: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 101/119

85 

lahan > 0,5 Ha lebih efisien dari aspek biaya. Berdasarkan sebaran efisiensi petani

 berdasarkan luas lahan ternyata petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru memiliki

nilai efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan petani yang memiliki luas

lahan < 0,5 Ha.

Tabel 28. Sebaran Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi

Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

Indeks

Efisiensi

< 0,5 Ha > 0,5 Ha

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

 0,2 5 16,13 2 0,50

> 0,2 –  0,3 2 6,45 0 0,00

> 0,3 –  0,4  2 6,45 0 0,00

> 0,4 –  0,5  5 16,13 0 0,00

> 0,5 –  0,6  0 0,00 0 0,00

> 0,6 –  0,7  2 6,45 1 0,25

> 0,7 –  0,8  3 9,68 0 0,00

> 0,8 –  0,9  4 12,90 0 0,00

> 0,9 –  1  8 25,81 1 0,25

Total 31 100 4 100

Rata-rata 0,576 0,474

Minimum 0,131 0,167

Maksimum 0,955 0,931

Tabel 29 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi

teknis petani di daerah penelitian dengan menggunakan efek inefisiensi teknis dari

fungsi produksi  stochastic frontier . Variabel yang berpengaruh nyata terhadap

efek inefisiensi adalah usia petani dan pengalaman.

Tabel 29. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic

 Frontier  

Variabel Nilai Dugaan t-rasio

Konstanta 5,606 2,778

Usia petani -0,122* -3,085Tingkat pendidikan -0,139 -1,199

Pengalaman 0,074* 2,598

Keikutsertaan poktan -0,010 -0,012

Varietas yang ditanam -0,293 -0,272

Status dalam Rumah Tangga 0,808 1,074

Status usahatani -0,911 -1,407

Status kepemilikan lahan 1,126 1,594

Pola tanam -0,145 -0,147

Keterangan: * nyata pada  5 % t-tabel = 1,703

Page 102: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 102/119

86 

Adapun pengaruh dari masing-masing efek inefisiensi teknis diuraikan

sebagai berikut:

1. Usia Petani

Faktor usia responden diduga berpengaruh negatif dan nyata terhadap

inefisiensi teknis usahatani ubi jalar di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen.

Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010. Koefisien pada

faktor usia sebesar -0,122 menunjukkan bahwa penambahan usia petani satu tahun

maka akan menurunkan tingkat inefisiensi sebesar 0,122 cateris paribus. Hasil ini

sesuai dengan hipotesis awal dimana diduga semakin bertambah usia petani maka

akan menurunkan tingkat inefisiensi karena semakin tua petani menunjukkan

semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya.

Mayoritas petani responden di daerah penelitian berusia 46-55 tahun

menunjukkan petani masih berada pada usia produktif. Selain itu, bertani ubi jalar

 pun tidak membutuhkan teknik budidaya yang sulit untuk diterapkan serta tidak

terlalu membutuhkan kemampuan fisik yang besar. Oleh karena itu, di lokasi

 penelitian penambahan usia petani responden tidak menyebabkan peningkatan

tingkat inefisiensi teknis. Pada Gambar 7 di bawah ini membuktikan bahwa

semakin tua usia petani tidak menyebabkan penurunan produktivitas ubi jalar.

Gambar 7. Hubungan antara Usia Petani dengan Produktivitas Ubi Jalar  

2. Tingkat Pendidikan

Faktor tingkat pendidikan adalah lama waktu (tahun) yang digunakan petani

untuk menjalani pendidikan formalnya. Tingkat pendidikan diduga berpengaruh

negatif tetapi tidak nyata. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh

Page 103: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 103/119

87 

Khotimah 2010 dimana pendidikan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi

teknis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama tingkat pendidikan formal

 petani maka akan menurunkan tingkat inefisiensi produksi ubi jalar. Hasil ini

sesuai dengan hipotesis awal yang telah dikemukakan. Pendidikan dapat

menurunkan tingkat inefisiensi karena pendidikan pada umumnya akan

mempengaruhi cara berpikir petani. Pengetahuan membaca dan menulis dapat

digunakan petani untuk membuat catatan seputar kegiatan usahataninya.

Kemampuan membaca petani juga dapat digunakan untuk membaca tulisan-

tulisan seperti brosur, majalah, surat kabar, dan media cetak lainnyayang berkaitan

dengan usahataninya sehingga dapat menambah pengetahuan petani. Gambar 8

menunjukkan hubungan antara produktivitas dan lama pendidikan petani

responden di daerah penelitian.

Gambar 8. Hubungan antara Lama Pendidikan dengan Produktivitas Ubi Jalar  

3. Pengalaman

Pengalaman diukur berdasarkan lamanya (jumlah waktu) petani telah

 berusahatani ubi jalar. Tabel 29 menunjukkan bahwa pengalaman petani diduga

 berpengaruh positif dan nyata pada taraf nyata 5 persen terhadap efek inefisiensi.

Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010. Koefisien pada

faktor pengalaman sebesar 0,074 menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman

 petani satu persen justru akan meningkatkan inefisiensi teknis sebesar 0,074

 persen. Hal ini bisa terjadi karena semakin lama pengalaman petani dalam

Page 104: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 104/119

88 

 berusahatani ubi jalar maka akan merasa semakin benar apa yang sudah biasa

diterapkannya. Salah satu indikatornya adalah hasil produksi yang baik menurut

 petani sehingga petani enggan mengikuti saran-saran yang diberikan penyuluh

walaupun pada nyatanya apa yang telah diterapkannya selama bertani tidak sesuai

anjuran. Gambar 9 menunjukkan hubungan antara produktivitas dan pengalaman

 petani responden di daerah penelitian.

Gambar 9. Hubungan antara Pengalaman dengan Produktivitas Ubi Jalar  

4. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani

Variabel keikutsertaan dalam kelompok tani dianggap dapat mewakili

variabel pendidikan non formal petani. Ini dikarenakan dalam sebuah kelompok

tani akan terdapat kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan dan pelatihan yang

merupakan bagian dari pendidikan non formal petani. Tabel 29 menunjukkan

 bahwa faktor keikutsertaan petani dalam kelompok tani diduga berpengaruh

negatif tetapi tidak nyata. Koefisien keikutsertaan poktan sebesar -0,010. Artinya

 bahwa keikutsertaan petani dalam kelompok tani akan menrunkan tingkat

inefisiensi petani dalam berusahatani ubi jalar atau menyebabkan efisiensi teknis

 produksi ubi jalar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak

ikut serta dalam kelompok tani. Ini disebabkan karena pendidikan yang diperoleh

 petani dalam kelompok tani berupa penyuluhan dan pertemuan rutin akan

membuka wawasan petani serta menambah keterampilan dan pengalaman petani

dalam mengelola usahataninya. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena

Page 105: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 105/119

89 

sebanyak 82,58 persen (29 orang) dari seluruh responden penelitian telah

tergabung dalam kelompok tani setempat sehingga variasinya rendah.

5. Varietas yang Ditanam

Faktor varietas yang ditanam diduga memberikan pengaruh negatif terhadap

inefisiensi teknis. Hasil perhitungan pada Tabel 29 menunjukkan bahwa varietas

yang ditanam memiliki pengaruh tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Nilai

negatif pada variabel ini menunjukkan bahwa penggunaan varietas Ace dapat

memperkecil tingkat inefisiensi teknis dibandingkan dengan menanam varietas

 jenis lain. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena hanya sebanyak 11,43

 persen saja (4 orang) dari seluruh responden penelitian yang tidak menanam

varietas Ace.

6. Status dalam Rumah Tangga

Status dalam rumah tangga diduga akan berpengaruh positif tetapi tidak

nyata terhadap inefisiensi teknis pada taraf nyata 5 persen. Artinya petani yang

 berstatus sebagai kepala keluarga akan lebih tidak efisien secara teknis. Hal ini

terjadi karena status sebagai kepala keluarga menjadikan petani bertanggung

 jawab terhadap kelangsungan hidup keluarganya sehingga menuntut seseorang

untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika hasil dari bertani ubi jalar

dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga maka petani akan

mencari tambahan pekerjaan lain sehingga konsentrasinya terhadap usahatani ubi

 jalar sedikit berkurang. Petani responden di daerah penelitian, selain berusahatani

ubi jalar juga bekerja sebagai peternak. Hal tersebut dapat menyebabkan petani

memluangkan waktu lebih banyak untuk mengurus ternaknya, dimana hewan

ternak harus diberi makan minimal dua kali dalam sehari berbeda halnya dengan

tumbuhan.7. Status Usahatani

Status usahatani ubi jalar petani sebagai pekerjaan utamanya diduga

 berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Tabel 29 menunjukkan variabel

status usahatani negatif tetapi tidak nyata. Artinya petani yang menganggap

 bertani ubi jalar sebagai pekerjaan utamanya akan lebih efisien secara teknis

dibandingkan dengan petani yang hanya menganggap bertani ubi jalar sebagai

 pekerjaan sampingan saja. Petani yang menganggap bertani ubi jalar sebagai

Page 106: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 106/119

90 

 pekerjaan utamanya lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam usahatani ubi

 jalar.

8. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan diduga akan berpengaruh positif dan tidak

 berpengaruh nyata terhadap inefisiensi secara teknis. Hasil ini sesuai dengan

 penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010 dimana variabel kepemilikan lahan

 berpengaruh positif terhadap inefisiensi usahatani ubi jalar. Ini diduga terjadi

karena petani yang mempunyai lahan sendiri (petani pemilik) bebas menentukan

faktor-faktor produksi yang digunakannya baik berupa lahan, peralatan, dan

sarana produksi lainnya tanpa dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain serta

 petani tidak mengeluarkan untuk untuk menyewa lahan sehingga kurang

 berorientasi pada hasil produksi. Petani menganggap bahwa jika hasil produksinya

rendah maka tidak akan terlalu merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Berbeda

halnya jika petani menyewa atau menyakap lahan. Petani yang menyewa atau

menyakap lahan mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan dan menerapkan

sistem bagi hasil bagi petani penyakap sehingga mereka berusaha menggunakan

input produksi yang tersedia secara efisien agar memperkecil kerugian yang

mungkin didapatkan.

9. Pola Tanam

Pola tanam tumpangsari diduga akan berpengaruh negatif terhadap

inefisiensi teknis. Namun demikian, pola tanam tumpangsari pengaruhnya tidak

nyata. Artinya pola tanam tumpangsari akan menurunkan inefisiensi atau

menyebabkan efisiensi teknis produksi ubi lebih tinggi dibandingkan pola tanam

monokultur.

Pada penelitian ini, fokus yang dilakukan hanya untuk melihat efisiensi darikonsep efisiensi teknis saja dimana efisiensi teknis tercapai di saat sejumlah faktor

 produksi yang ada dapat menghasilkan output yang tinggi sedangkan kedua

konsep lainnya yaitu efisiensi harga dan efisiensi ekonomis tidak dianalisis dalam

 penelitian ini. Untuk itu, agar diperoleh analisis efisiensi yang lebih komprehensif

sebaiknya penelitian selanjutnya menganalisis kedua konsep lainnya yaitu

efisiensi harga dan efisiensi ekonomis.

Page 107: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 107/119

91 

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,

maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Efisiensi biaya dapat diperoleh dari luasan lahan > 0,5 Ha. Pendapatan

usahatani petani di daerah penelitian dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih

 besar daripada luas lahan < 0,5 Ha baik atas biaya tunai maupun biaya

total. Analisis R/C rasio pun menunjukkan nilai yang lebih besar pada

luasan lahan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi

 jalar di daerah penelitian menguntungkan untuk dilaksanakan karena

nilai R/C rasio menunjukkan nilai lebih dari 1.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di daerah penelitian

adalah luas lahan, tenaga kerja, penggunaan pupuk N, pupuk P, dan

 pestisida.

3. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden hanya sebesar 0,564

artinya rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4

 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber

inefisiensi teknis yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis yaitu usia

 petani dan pengalaman.

8.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat

disampaikan antara lain:

1. Sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat

 bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat mempermudah

 pemerolehan input produksi, meningkatkan pengetahuan petani melalui

 penyuluhan, mempermudah pemasaran produk, dan memperkuat posisi

tawarnya terhadap harga jual ubi jalar.

2. Disaat  supply ubi meningkat di pasaran, petani sebaiknya memberikan

nilai tambah pada ubi jalar dengan mengolahnya menjadi produk lain

Page 108: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 108/119

92 

seperti tepung dan keripik ubi jalar sehingga petani dapat memperoleh

tambahan pendapatan.

3. Sebaiknya pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dapat

lebih mensosialisasikan dan mengefektifkan teknologi budidaya ubi jalar

sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubijalar.

4. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya

dilakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain

ubi jalar.

5. Pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di

wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat

sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian.

6. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi alokatif

dan ekonomis sehingga diperoleh analisis efisiensi yang lebih

komprehensif.

Page 109: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 109/119

93 

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga W. 1999. Beberapa Alternatif Pendekatan untuk Mengukur Efisiensi dan

In-Efisiensi dalam Usahatani. Informatika Pertanian 8.

Aisah N. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani

Tomat dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier di Desa

Karawang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa

Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

AjiN. 2008. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam Rangka

Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok [skripsi]. Bogor: Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Astuti I. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani

Kentang di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2010. Pola Pangan Harapan Tahun 2008-2009.

Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.

[BKP] Badan KetahananPangan. 2010. Nasi Aruk dan Ketahanan Pangan

 Nasional. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2011. Pemanfaatan Pangan Lokal Perkuat

Ketahanan Pangan. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.

[BPS] Badan Pusat Statistik Nasiona Jawa Barat. 2010. Luas panen-Produktivitas-

Produksi Tanaman Ubi Jalardi Jawa Barat. Bandung: BadanPusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik Nasional. 2012a. Berbagai tahun. Luas panen-

Produktivitas-Produksi Tanaman Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-

2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[BPS] BadanPusat Statistik Nasional. 2012 b. Hasil Sensus Penduduk

2010.Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[BPPP Kementan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian

Pertanian.2011. Kajian Keterkaitan Perdagangan Ubi Jalar untung

Mendukung Program Keanekaragaman Pangan dan Gizi. Jakarta: BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Panduan

PengelolaanUsahatani ( Ipomoea batatas). Bandung: Balai Pengkajian

Teknologi Per-

tanian Jawa Barat.

[BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikan dan Kehutanan

Kabupaten Bogor. 2011.Data Kelompok Tani Wilayah Dramaga. http://

 bp4k.bogorkab.go.id.[10 November 2011]. 

Page 110: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 110/119

94 

Brahmana MC. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi

Usahatani Padi Lahan Kering dengan Pendekatan Stochastic Production

 Frontier di Desa Tanggeung, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Coelli T, D.S.P. Rao, dan Battese G.E. 1998. An Introduction to Efficiency and

Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher. London.

Daniel M. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara.

Defri K. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Purwasari Kecamatan

Dramaga Kabupaten Bogor)[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen,

InstitutPertanian Bogor.

Destialisma 2009. Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. Jakarta: Dit PHP-PPHP.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012. Petunjuk Teknis

Pengelolaan Produksi Ubi Jalar.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. 2011. Rencana

Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2010-2014.

Dumaria E. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan,

Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Haryani D. 2009. Analisis Efisiensi Usahatani. Padi Sawah Pada Program

Pengelolaan Tanaman Dan Sumberdaya Terpadu Di Kabupaten Serang

Provinsi Banten. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Hasyim A dan M Yusuf. 30 Juli 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai

Bahan Pangan Substitusi Beras. Tabloid Sinar Tani.

Herdiman F. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung

Malang Kecamatan Tenjolaya Kabuaten Bogor. [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hutauruk T L.2008. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi DiKecamatan Telagasari,Kabupaten Karawang, Jawa Barat :

PendekatanStochastic ProductionFrontier. [skripsi]. Bogor: Fakultas

Pertanian.

Institut PertanianBogor.

Jayanto A D. 2009. Budidaya Ubi Jalar. Deputi Menegristek Bidang

Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Khotimah H. 2010. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi jalar

di Kecamatan Cilimus Kabupaten kuningan Jawa Barat ; Pendekatan

StochasticProduction Frontier.[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Page 111: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 111/119

95 

Krisdiana R dan Heriyanto. 2011. Prospek Pengembangan dan Kendala Usahatani

Ubi Jalar di Lahan Kering Masam. http://www.puslittan.bogor.net. 

[10November 2011].

Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi

Program Benih Bersertifikat: Pendekatan Stochastic Production Frontier.

Studi kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang

[skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

 Nurmala S D. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi

Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecaatan Darmaga,

Kabupaten Bogor). [skripsi].Bogor: FakultasEkonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Prayoga A. 2010. Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Organik

Lahan Sawah. Jurnal Agro Ekonomi Volume 28 (1):1-19.

Rachmina D dan Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan PendapatanUsahatani Padi ProgramBenih Bersertifikat di Kabupaten Karawang:

Pendekatan Stochastic Production Frontier.Jurnal Agribisnis dan Ekonomi

Pertanian Volume 2. No 1-Juni 2008.

Rahayu S. 2005. SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung: Alfabeta.

Sari W S. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Talas di

Kecamatan Bogor Barat,Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Soeharjo A. 1973. Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi A, Soeharjo, John L Dillon, J BrianHardaker. 1986. Ilmu Usahatani

dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI-Press.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Edisi

Revisi 2002. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sukiyono K. 2005. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai

Merah di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro

Ekonomi 23 (2):176-190.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Penerbit Glalia

Indonesia.

Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suyastiri N M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi

Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di

Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan

Volume 13 (1):51-60.

TasmanA. 2010. Pengukuran Efisiensi : Pendekatan Stochastic Frontiers. Jambi:

Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi.

Zuraida N. 2009. Status Ubi Jalar sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Sumber

Karbohidrat. Iptek Tanaman Pangan 4 (1):69-80.

Page 112: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 112/119

96 

LAMPIRAN

Page 113: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 113/119

97 

Lampiran 1. Tabel Pola Pangan Harapan 2008-2009 

 No Kelompok Pangan Th. 2008 Th. 2009 PPH Nasional

Gram

Skor

PPH Gram

Skor

PPH Gram

Skor

PPH

1 Padi-padian 326,0 25,0 314,4 25,0 275 5,0

2 Umbi-umbian 51,7 1,6 40,2 1,2 100 2,5

3 Pangan hewani 90,0 15,7 84,8 14,8 150 24,0

4 Minyak dan lemak 22,8 5,0 21,8 4,9 20 5,0

5

Buah/biji

 berminyak 7,6 1,0 6,8 0,9 10 1,0

6 Kacang-kacangan 24,4 6,2 22,4 5,7 35 10,07 Gula 25,8 2,4 23,8 2,2 30 2,5

8 Sayur dan buah 241,7 25,1 199,5 21,0 250 30,0

9 Lain-lain 51,9 0,0 53,6 0,0 - 0,0

Total

Skor PPH 81,9 75,7 100Sumber : Susenas 2008 dan 2009; BPS, diolah pusat BKP

Lampiran 2. Perkembangan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan

Tahun 2005 –  2010*)

(000 ton)Komoditi

TahunPertumb.

(%)2005 2006 2007 2008 2009 2010

*) 

Padi

Jagung

Kedelai

Kacang Tanah

Kacang Hijau

Ubi Kayu

Ubi Jalar

54.151

12.524

808

836

321

19.321

1.857

54.455

11.609

748

838

316

19.987

1.854

57.157

13.288

593

789

322

19.988

1.887

60.326

16.317

776

770

298

21.757

1.882

64.399

17.630

975

778

314

22.039

2.058

66.411

18.364

908

780

292

23.908

2.051

4,19

8,43

4,30

-1,34

-1,75

4,42

2,07

Sumber : BPSKeterangan : *) Angka Sementara 

Page 114: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 114/119

98 

Lampiran 3. Persentase Rumah Tangga Pertanian di Jawa dan Luar Jawa dengan

Sumber Pengahasilan Utama 

Sumber PenghasilanUtama

Jawa (%) Luar Jawa(%)

Indonesia (%)

Tanaman Pangan 32,47 31,97 32,24

Hortikultura 4,89 3,94 4,45

Perkebunan 4,81 29,52 16,09

Kehutanan 1,38 0,26 0,87

Peternakan 4,52 3,16 3,90

Perikanan 1,94 4,13 2,94

Pertanian Lain 1,23 2,00 1,58

Buruh Pertanian 9,43 4,94 7,38

Luar Pertanian 39,34 20,07 30,54

Sumber: BPSdalam Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2010-

2014

Lampiran 4. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Ubi Jalar di

Beberapa Provinsi Indonesia Tahun 2011

Provinsi Luas Panen

(Ha)

Produktivitas

(Kw/Ha)

Produksi (ton)

Sumatera Utara 13.629 123,03 167.680

Jawa Barat 28.033 150,62 422.228

Jawa Tengah 8.127 179,28 145.698

Jawa Timur 14.340 152,95 219.324 Nusa Tenggara Timur 15.160 82,49 125,048

Papua 35.810 101,05 361.870Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Lampiran 5. Luas panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Ubi Jalar

Provinsi Jawa Barat

TahunLuas Panen

(Ha)Produktivitas(Ku/Ha)

Produksi

(Ton)

2007 28 096 133,73 375 7142008 27 252 138,15 376 490

2009 33 387 140,67 469 646

2010 30 073 143,32 430 998

2011 28 033 150,62 422 228

Keterangan : Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Page 115: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 115/119

99 

Lampiran 6. Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa

Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008

No Kecamatan 2007 2008

Produk-

si (ton)

Luas

Panen

(Ha)

Produktiv-

itas (ton/ha)

Produk-

si (ton)

Luas

Panen

(Ha)

Produktiv-

itas (ton/ha)

1 Tenjolaya 8.857 291 14,59 8.732 603 14,48

2 Cibungbulang 244 655 14,35 8.822 601 14,68

3 Ciampea 2.540 122 14,61 8.576 586 14,63

4 Dramaga 2.040 135 14,57 2.720 190 14,32

5 Megamendung 2.604 152 13,71 3.644 269 13,55

Sumber: BPS Kabupaten Bogor 2009

Page 116: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 116/119

100 

Lampiran 7. Output Frontier 4.1 Cobb-Douglas

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminal

data file = b-dta.txt

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

 beta 0 0.15646305E+01 0.63238341E+00 0.24741802E+01

 beta 1 0.77955046E+00 0.11651197E+00 0.66907329E+01

 beta 2 0.47402077E-02 0.43662874E-01 0.10856380E+00

 beta 3 0.95086622E-01 0.16515517E+00 0.57574113E+00

 beta 4 0.20910603E-01 0.35892061E-01 0.58259687E+00

 beta 5 -0.67089973E-01 0.32809789E-01 -0.20448158E+01 beta 6 -0.76976047E-01 0.39488253E-01 -0.19493404E+01

 beta 7 0.28053361E-01 0.29886929E-01 0.93864985E+00

sigma-squared 0.20197388E+00

log likelihood function = -0.17128106E+02

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

 beta 0 0.22932925E+01 0.62809119E+00 0.36512095E+01

 beta 1 0.79904093E+00 0.10999768E+00 0.72641619E+01

 beta 2 -0.10633516E-02 0.31867162E-01 -0.33368257E-01

 beta 3 0.18192212E+00 0.13922626E+00 0.13066653E+01 beta 4 0.61482233E-01 0.31699894E-01 0.19395091E+01

 beta 5 -0.63903571E-01 0.29937151E-01 -0.21345909E+01

 beta 6 -0.99588106E-01 0.35987243E-01 -0.27673169E+01

 beta 7 0.21225518E-02 0.29337534E-01 0.72349359E-01

delta 0 0.12349210E+01 0.81411721E+00 0.15168836E+01

delta 1 -0.22024088E-01 0.10696798E-01 -0.20589421E+01

delta 2 -0.94417290E-02 0.25227724E-01 -0.37426004E+00

delta 3 0.84595768E-02 0.87830439E-02 0.96317141E+00

delta 4 0.66160053E+00 0.22411848E+00 0.29520124E+01

delta 5 -0.13323815E-01 0.25247062E+00 -0.52773723E-01

delta 6 0.26232518E+00 0.19160583E+00 0.13690877E+01delta 7 -0.13666066E+00 0.15374437E+00 -0.88888232E+00

delta 8 0.90337597E-01 0.17140481E+00 0.52704235E+00

delta 9 0.23246404E+00 0.25732509E+00 0.90338663E+00

sigma-squared 0.95146750E-01 0.28309083E-01 0.33609972E+01

gamma 0.99999999E+00 0.42489306E-04 0.23535334E+05

log likelihood function = -0.79730133E+01

LR test of the one-sided error = 0.18310185E+02

Page 117: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 117/119

101 

Lampiran 8. Output Frontier 4.1 Linier Berganda

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminaldata file = a-dta.txt

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

 beta 0 -0.45404992E-01 0.48189339E+00 -0.94222069E-01

 beta 1 0.16182887E+02 0.15607741E+01 0.10368501E+02

 beta 2 -0.51594744E-02 0.23416878E-01 -0.22033144E+00

 beta 3 0.39958029E-01 0.12870683E-01 0.31045773E+01

 beta 4 -0.76191003E-04 0.61867954E-03 -0.12315100E+00

 beta 5 -0.10476762E+00 0.13788879E-01 -0.75979791E+01

 beta 6 -0.23066665E+00 0.53178122E-01 -0.43376231E+01

 beta 7 0.12502479E-01 0.84923740E-02 0.14722007E+01sigma-squared 0.14818430E+01

log likelihood function = -0.52003917E+02

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

 beta 0 0.58478542E+00 0.43504038E+00 0.13442095E+01

 beta 1 0.15866282E+02 0.13320080E+01 0.11911552E+02

 beta 2 -0.13346385E-01 0.18296637E-01 -0.72944470E+00

 beta 3 0.36270559E-01 0.10782128E-01 0.33639516E+01

 beta 4 0.46774556E-03 0.71302204E-03 0.65600435E+00 beta 5 -0.10471485E+00 0.11659904E-01 -0.89807645E+01

 beta 6 -0.20899118E+00 0.49069053E-01 -0.42591239E+01

 beta 7 0.13983410E-01 0.78310321E-02 0.17856407E+01

delta 0 0.56057301E+01 0.20176402E+01 0.27783597E+01

delta 1 -0.12222414E+00 0.39619305E-01 -0.30849643E+01

delta 2 -0.13877245E+00 0.11571339E+00 -0.11992774E+01

delta 3 0.73845877E-01 0.28428411E-01 0.25976083E+01

delta 4 -0.10117960E-01 0.86291313E+00 -0.11725352E-01

delta 5 -0.29344096E+00 0.10783107E+01 -0.27213025E+00delta 6 0.80775514E+00 0.75184726E+00 0.10743607E+01

delta 7 -0.91948044E+00 0.65368281E+00 -0.14066156E+01

delta 8 0.11259729E+01 0.70635991E+00 0.15940499E+01

delta 9 -0.14551309E+00 0.99242179E+00 -0.14662424E+00

sigma-squared 0.74412895E+00 0.22678952E+00 0.32811434E+01

gamma 0.12498623E+00 0.34529814E+00 0.36196612E+00

log likelihood function = -0.43141106E+02

LR test of the one-sided error = 0.17725623E+02

Page 118: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 118/119

102 

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.60688775E+00

2 1 0.93108641E+00

3 1 0.95279773E+004 1 0.35201988E+00

5 1 0.47857353E+00

6 1 0.83299569E+00

7 1 0.19241129E+00

8 1 0.41374286E+00

9 1 0.41009902E+00

10 1 0.65233257E+00

11 1 0.13105300E+00

12 1 0.48312822E+00

13 1 0.47333914E+00

14 1 0.91350980E+0015 1 0.79473209E+00

16 1 0.16678930E+00

17 1 0.73408890E+00

18 1 0.17034694E+00

19 1 0.19389374E+00

20 1 0.20707499E+00

21 1 0.95494074E-01

22 1 0.60495389E+00

23 1 0.83184963E+00

24 1 0.17838283E+00

25 1 0.92166984E+00

26 1 0.81293210E+00

27 1 0.28056510E+00

28 1 0.91998186E+00

29 1 0.15907751E+00

30 1 0.73151873E+00

31 1 0.89741584E+00

32 1 0.96603533E+00

33 1 0.39501732E+00

34 1 0.93047508E+00

35 1 0.93290755E+00

mean efficiency = 0.56426227E+00

Page 119: Ubi Jalar Desa Cikarawang

7/23/2019 Ubi Jalar Desa Cikarawang

http://slidepdf.com/reader/full/ubi-jalar-desa-cikarawang 119/119

Lampiran 9. Foto Beberapa Kegiatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang