b_bab i-ii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi sebagai salah satu indikator status
kesehatan masih sangat tinggi di negara-negara berkembang, jika hal
ini sampai terus berlanjut maka generasi penerus terutama bayi yang
akan menanggung semua itu, padahal bayi adalah aset terbesar bagi
sebuah negara dan nilai yang diberikan bagi mereka tercermin dalam
kesejahteraan yang mereka terima (Chilfiyani, 2006).
Angka kematian bayi di Indonesia mencapai 32 per 1000
kelahiran hidup (Supas, 2005). Angka ini merupakan angka tertinggi di
antara negara-negara ASEAN. Maka dari itu di Indonesia, program
kesehatan bayi baru lahir tercakup dalam program kesehatan ibu.
Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Saver (MPS),
target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah untuk
menurunkan angka kematian neonatal (Tim Penyusunan Laporan
MDGs Indonesia, 2007).
Selain itu angka kematian perinatal, yaitu jumlah bayi lahir mati
dan kematian bayi berumur kurang dari tujuh hari pertama sesudah
lahir, mencapai angka 24 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi
dalam periode perinatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang
1
2
baiknya penanganan bayi yang lahir sehat dapat menyebabkan
kelainan-kelainan antara lain infeksi. Infeksi dapat terjadi oleh karena
perawatan bayi yang kurang baik antara lain pemotongan tali pusat
dengan bahan/ cairan yang kurang bersih (Prawirohardjo S, 2002).
Penyebab kematian neonatal kelompok 8-28 hari tertinggi
adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia,
diare), kemudian feeding problem (14,3%). Infeksi sebagai penyebab
kematian neonatal masih banyak dijumpai. Infeksi ini termasuk
Tetanus Neonatorum, Sepsis, Pneumonia. Tali pusat merupakan pintu
masuk satu-satunya kuman Clostridium tetani penyebab dari penyakit
pada neonatus (bayi berusia kurang dari satu bulan). Angka kematian
kasus (Case Fatality Rate) sangat tinggi menurut profil kesehatan
Indonesia penyebab kematian bayi pada tahun 1998 adalah tetanus
neonatorum yang merupakan prosentase tertinggi yaitu 19,3% dari
1000 kelahiran hidup bayi umur 0-1 tahun periode tahun 1998 di
Indonesia (Triatmadja, 2004). Proporsi kematian karena Tetanus
neonatorum dari hasil survey menunjukkan tertinggi di antara penyakit
infeksi yaitu 9,5% (SKRT, 2001). Case Fatality Rate Tetanus sangat
tinggi. Pengobatannya sulit namun pencegahan (imunisasi ibu hamil)
merupakan kunci untuk menurunkan angka kematian ini, selain
persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang tepat (Djaja,
2003).
3
Infeksi pada masa neonatal baik infeksi lokal maupun infeksi
sistemik bisa dihindari apabila ibu yang baru melahirkan bayinya
mempunyai kemampuan tentang merawat bayinya termasuk merawat
tali pusat yang memenuhi syarat kesehatan. Fenomena di masyarakat
menunjukkan bahwa ibu-ibu yang melahirkan anak pertamanya ada
yang belum tahu cara merawat tali pusat bayinya. Kebanyakan ibu-ibu
nifas tidak suka melihat tali pusat yang mengering, mereka akan
membubuhkan sesuatu dengan mengira hal itu akan membantu
penyembuhan (Depkes RI, 2004). Agar ibu yang baru melahirkan
bayinya bisa merawat tali pusat bayi dengan memenuhi syarat
kesehatan maka diperlukan persepsi yang benar tentang perawatan
tali pusat.
Menurut SDKI 2002-2003, Propinsi DIY memiliki angka
kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut menduduki
peringkat terendah kedua di Indonesa setelah Propinsi Bali dengan
angka 14 per 1000 kelahiran hidup (BPPN, 2007). Pada tahun 2007
jumlah kelahiran bayi di Propinsi DIY mencapai 44.437 jiwa. Dari
kelima daerah di DIY, Kabupaten Kulon Progo menduduki angka
kematian bayi peringkat tertinggi di Propinsi DIY dengan jumlah 60
bayi (Profil Kesehatan Propinsi DIY, 2008).
Menurut SDKI 2002-2003 empat dari sepuluh kelahiran
dilakukan di fasilitas kesehatan milik pemerintah (rumah sakit
pemerintah atau puskesmas), dan 31% dilakukan di fasilitas kesehatan
4
swasta dimana terdapat tenaga kesehatan profesional yang
memberikan pelayanan persalinan di tempat mereka praktek (rumah
sakit swasta, klinik, praktek dokter/ bidan/ bidan di desa). Dalam
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tentang pelayanan kepada ibu
dan bayi pada masa nifas di fasilitas kesehatan. Selain itu bidan
melakukan kunjungan ke rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan
minggu keenam setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan
ibu dan bayi melalui penatalaksanaan tali pusat yang benar. Hasil yang
diharapkan dari pelayanan ini untuk menurunkan kejadian infeksi pada
ibu dan bayi (Depkes, 2002).
Berdasarkan alasan di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai persepsi ibu-ibu primipara dalam merawat tali
pusat bayi di RSUD Wates Kulon Progo tahun 2009.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan
masalahnya adalah “Bagaimanakah persepsi ibu primipara mengenai
perawatan tali pusat di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun
2009?”.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang perawatan tali pusat
bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik ibu primipara di Bangsal Nifas RSUD
Wates Kulon Progo tahun 2009.
b. Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang tujuan perawatan
tali pusat bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun
2009.
c. Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang cara merawat tali
pusat bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun
2009.
d. Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang infeksi tali pusat
bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun 2009.
e. Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang perhatian dalam
perawatan tali pusat bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon
Progo tahun 2009.
f. Diketahuinya persepsi ibu primipara tentang motivasi perawatan
tali pusat bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo tahun
2009.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Bagi bidan dapat memperoleh gambaran persepsi dan perhatian
ibu tentang perawatan tali pusat bayi yang menjadi bahan evaluasi
maupun informasi dalam melaksanakan asuhan kebidanan.
2. Manfaat Teoritis
Untuk acuan penelitian yang akan datang sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan penelitian lebih lanjut
mengenai perawatan tali pusat bayi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian deskriptif mengenai perawatan tali pusat pernah
dilakukan oleh Widy Astuti pada tahun 2005 dengan judul “Tingkat
Pengetahuan Ibu Primipara Tentang Memandikan dan Merawat Tali
Pusat Bayi di Bangsal Nifas RSUD Wates Kulon Progo Tahun 2005”
menggunakan pendekatan cross sectional dan teknik total sampling
dengan jumlah responden 30 orang. Dari penelitian ini didapatkan hasil
tingkat pengetahuan ibu primipara tentang memandikan dan merawat
tali pusat bayi umumnya kurang.
Penelitian lainnya yaitu “Perbedaan Lama Pelepasan Tali Pusat
Antara yang Dibiarkan Terbuka Tanpa Pembungkus dengan Dibungkus
Kassa Steril di BPS Pipin Heriyanti Yogyakarta Tahun 2006” oleh Laily
Chilfiyani pada tahun 2006 menggunakan sampel insidental, yaitu
7
sebanyak 24 responden. Penelitian eksperimen semu ini dilakukan
dengan pendekatan waktu longitudinal dan dihasilkan tali pusat yang
tanpa pembungkus lebih cepat lepas daripada kelompok yang
dibungkus kassa steril.
Imam Subagio pada tahun 2002 meneliti “Lama Pelepasan Tali
Pusat pada Perawatan Tali Pusat Menggunakan Air Steril
Dibandingkan dengan Alkohol 70% dan Yodium Povidon 10% di
Rumah Sakit Dr. Sardjito” menggunakan tehnik random sampling
dengan tiga kelompok perlakuan. Penelitian eksperimental pada 81
responden ini menyimpulkan pelepasan tali pusat pada kelompok air
steril lebih cepat secara bermakna dibandingkan dengan alkohol 70%
maupun yodium-povidon 10%. Secara klinis dan laboratorium tidak ada
yang menunjukkan gejala-gejala sepsis.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti,
yaitu persepsi ibu primipara tentang perawatan tali pusat bayi,
menggunakan pendekatan cross sectional dan teknik total sampling
dimana sejauh pengetahuan peneliti belum pernah diteliti.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses penginderaan yang
dilakukan oleh pancaindera, kemudian stimulus yang diterima diolah
dan diinterprestasikan sehingga individu mengerti dan menyadari
tentang apa yang diinderanya. Selain itu dalam persepsi terdapat
unsur evaluasi atau penilaian terhadap stimulus yang diterima.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan
pengorganisasian, pengintegrasian terhadap stimulus yang
diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti atau
merupakan respon yang disintegrated dalam diri individu (Walgito,
2002).
Menurut Walgito (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor objek atau
faktor stimulus, alat indra, dan perhatian. Ketiga faktor tersebut
saling berkaitan, sehingga satu sama lain saling berhubungan dan
sulit dipisahkan. Dalam memberikan persepsi seseorang tidak akan
lepas dari kondisi individu yang bersangkutan, misalnya: perasaan,
kemampuan berfikir dan pergaulan individu. Untuk itu persepsi
bersifat individual karena adanya individual difference.
8
9
Menurut Rakhmad (2002), bahwa faktor-faktor personal yang
mempengaruhi persepsi interpersonal antara lain:
a) Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan, luas dan
kualitas persepsi individu. Individu yang mempunyai pengalaman
banyak akan cenderung lebih mudah dan cepat memahami
sebuah objek atau peristiwa dibandingkan dengan individu yang
sama sekali belum memiliki pengalaman.
b) Motivasi
Motivasi individu terhadap suatu objek dapat
mempengaruhi individu, antara lain motif biologis, ganjaran,
hukuman karakteristik kepribadian serta perasaan terancam.
c) Kepribadian
Kepribadian juga turut andil dalam persepsi individu,
misalnya individu yang cenderung defensif akan selalu
menyalahkan orang lain dalam situasi netral sekalipun.
Persepsi merupakan komponen dari sikap. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable), maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz cit Azwar, 2003).
Secara lebih spesifik sikap diformulasikan sebagai ’derajat afek
positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis’ (Thurstone
cit Azwar, 2003). Dalam hal ini persepsi positif diartikan sebagai
10
persepsi atau anggapan yang favorable atau mendukung objek,
sedangkan persepsi negatif adalah anggapan yang tidak favorable
atau tidak mendukung objek.
2. Primipara
Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan
satu kali (Maimunah, 2005).
3. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat atau funiculus umbilicalis terbentang dari
permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan
berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus
umbicalis secara normal berinsersi di bagian tengah plasenta.
Tali pusat yang menempel pada pusat bayi lama kelamaan
akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat
sangat dipengaruhi oleh aliran udara yang mengenainya (Saifuddin,
2008).
Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat
koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab dan
kotor. Sisa potongan tali pusat menjadi sebab utama
terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat
dicegah dengan membiarkan tali pusat kering dan bersih.
Tali pusat dijadikan tempat koloni bakteri yang
berasal dari lingkungan sekitar. Pada bayi yang ditrawat di
rumah sakit bakteri S aureus adalah bakteri yang sering
11
dijumpai yang berasal dari sentuhan perawat bayi yang
tidak steril. Pengetahuan tentang faktor yang menyebabkan
terjadinya kolonisasi bakteri pada tali pusat sampai saat ini
belum diketahui pasti. Selain S aerus, bakteri E colli dan B
streptococci juga sering dijumpai berkoloni pada tali pusat.
Pemisahan yang terjadi antara pusat dan tali pusat
dapat disebabkan oleh keringnya tali pusat atau
diakibatkan oleh terjadinya inflamasi karena terjadi infeksi
bakteri. Pada proses pemisahan secara normal jaringan
yang tertinggal sangat sedikit, sedangkan pemisahan yang
diakibatkan oleh infeksi masih menyisakan jaringan dalam
jumlah banyak yang disertai dengan timbulnya abdomen
pada kulit (BCRCP cit Paisal, 2007).
Tetanus neonatorum menyebabkan kematian bayi yang
tinggi di negara berkembang karena pemotongan tali pusat masih
banyak menggunakan alat-alat tradisional. Masuknya kuman
tetanus (Clostridium tetani) sebagian besar melalui tali pusat. Masa
inkubasinya sekitar 3 sampai 10 hari, dan makin pendek masa
inkubasinya penyakit semakin fatal. Tetanus neonatorum
menyebabkan kerusakan pada pusat matorik, jaringan otak, pusat
pernafasan dan jantung (Manuaba, 1998).
Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan
sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan
12
menariknya. Bila tali pusat belum juga puput setelah 4
minggu, atau adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal
tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar
cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus,
dan/ atau bayi demam tanpa sebab yang jelas maka kondisi
tersebut menandakan munculnya penyulit pada neonatus
yang disebabkan oleh tali pusat (Paisal, 2007).
Banyak perawatan tali pusat telah ditemukan yang bertujuan
membuat tali pusat kering dan segera lepas dengan risiko infeksi
sekecil mungkin. Metode perawatan tali pusat menurut beberapa
ahli:
a. John Biddulph dan John Stace (1999)
Untuk mencegah infeksi tali pusat berikan Aktiflavin 1%
dalam spiritus atau kristal violet 1% (Gentian Violet) dalam spiritus
atau spiritus untuk kulit setiap hari.
b. Hellen Farrer (2001)
Tali pusat harus selalu dilihat waktu mengganti popok
sampai lepas dan lukanya sembuh. Tali pusat dirawat dan dijaga
kebersihannya dengan larutan alkohol 70% minimal dua kali sehari
dan lebih sering lagi jika tampak basah dan lengket. Untuk
membersihkan tali pusat, ujungnya harus dijauhkan dari kulit
dengan memakai tangan yang satu sementara bagian pangkalnya
dibersihkan memakai tangan lain dengan lidi kapas yang sudah
13
dicelup ke dalam larutan alkohol. Jika perawatan umbilikus masih
diperlukan pada saat bayi dipulangkan dari rumah sakit, kepada ibu
harus dianjurkan agar tetap menggunakan larutan alkohol dengan
kain wol katun yang diplintir untuk membersihkan umbilikus.
Penggunaan kapas lidi kadang-kadang dapat mencederai luka
umbilikus yang belum sempurna.
c. Sarwono Prawirohardjo (2002)
Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan alkohol
70% atau iodine povidon 10% serta dibalut kasa steril, pembalut
tersebut diganti setiap hari atau setiap tali basah/ kotor.
Membungkus ujung potongan tali pusat adalah kerja tambahan.
d. Abdul Bari Saifudin (2002)
Prinsip perawatan tali pusat adalah sebagai berikut :
1) Mempertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar
terkena udara dan tutupi dengan kain bersih dan longgar.
2) Melipat popok di bawah tali pusat.
3) Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, dicuci dengan sabun
dan air bersih, dan dikeringkan betul-betul.
g. JNPK-KR dalam APN (2007)
Perawatan tali pusat meliputi :
1) Jangan membungkus puntung tali pusat atau perut bayi atau
mengoleskan bahan ramuan apapun ke puntung tali pusat.
2) Nasehati hal yang sama bagi ibu dan keluarganya
14
3) Mengoleskan alkohol atau betadine (terutama jika pemotong
tali pusat tidak terjamin DTT atau steril) masih diperkenankan
tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat
basah/ lembab
4) Berikan nasehat pada ibu dan keluarga :
a) Lipat popok di bawah puntung tali pusat.
b) Jika puntung tali kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT
dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan
menggunakan kain bersih.
c) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan jika
pusat menjadi merah, bernanah atau berdarah atau berbau.
d) Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) menjadi merah,
mengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk bayi ke
fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir.
h. Chairudin Lubis (2003)
Untuk perawatan tali pusat, tidak satupun yang lebih baik
daripada yang lainnya untuk membatasi kolonisasi bakteri. Yang
penting ialah membuat tali pusat kering. Untuk itu dapat dipakai
obat-obat topikal antara lain:
1) Triple dye (2,29 g brillian green, 1,14 g proflavine hemisulfate
dan 2,29 g crystal violet dalam air)
2) Salep Bacitracin
3) Krem Silver sulfadiazine
15
4) Betadin 10%
5) Alkohol
Semua obat di atas kecuali alkohol dapat memperlambat
atau mengurangi kolonisasi bakteri pada tali pusat, terutama
Staphilococcus aureus. Alkohol diduga mempercepat kering dan
lepasnya tali pusat tapi tidak efektif membatasi kolonisasi bakteri.
i. Depkes RI (2002)
Suatu studi yang dilakukan oleh Brain (1993)
menunjukkan bahwa dengan apus alkohol dan diikuti taburan
bedak antiseptik dapat mempercepat waktu lepasnya tali pusat.
Akan tetapi pada suatu uji coba klinis besar, ditemukan bahwa
meskipun bedak antiseptik dapat mempercepat pelepasan tali
pusat lebih dini, namun bekas tali pusat tersebut lama sembuhnya
(Mungford Somchiwong dan Waterhouse, 1986). Tetapi beberapa
studi menyimpulkan tidak ada peningkatan kejadian infeksi pada
luka tali pusat jika dibiarkan terbuka dan tidak dilakukan apapun
selain membersihkan luka tersebut dengan air bersih (Dignan,
1994, Rush, Chalmers dan Enkin, 1989).
Untuk diwaspadai bagi negara-negara beriklim tropis,
penggunaan alkohol yang populer dan terbukti efektif ini di daerah
panas alkohol mudah menguap dan terjadi penurunan
efektivitasnya, terutama dalam suasana kelembaban yang tinggi
(bila tidak dijaga agar selalu dingin dan kering). Sehingga
16
penggunaan bahan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan
infeksi, kecuali bila obat tersebut dijaga tetap kering dan dingin.
Karena tidak ada bukti kuat dan penggunaan alkohol tersebut
mahal serta sulit untuk mendapat bahan yang berkualitas, untuk
sementara dianjurkan agar ibu nifas membiarkan saja luka tali
pusat mengering sendiri hasil-hasil penelitian tersebut dia atas
menunjukkan bahwa dengan membiarkan tali pusat mengering,
dan hanya dibersihkan setiap hari menggunakan air bersih,
merupakan cara yang paling cost effective untuk perawatan tali
pusat.
Bidan hendaknya menasehati ibu nifas agar tidak
membubuhkan apapun pada sekitar tali pusat, karena dapat
mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan meningkatnya
kelembaban (akibat penyerapan oleh bahan tersebut) badan bayi
sehingga menciptakan kondisi yang ideal bagi tumbuhnya bakteri.
Penting untuk dinasehatkan kepada ibu dan mereka yang
merawat bayi, agar tali pusat dibiarkan terbuka agar tetap kering.
Ibu nifas mungkin membutuhkan dukungan dalam hal ini, karena
kebanyakan ibu nifas tidak suka melihat tali pusat yang
mengering. Mereka lebih memilih untuk membungkus tali pusat
tersebut atau membubuhkan sesuatu dan mengira hal itu akan
membantu penyembuhan. Karena hal itu perlu diupayakan
17
dengan sungguh-sungguh agar hal tersebut tidak dilakukan
(Depkes RI, 2002).
j. Frances William S. (2003)
Perawatan tali pusat sehari-hari :
1) Biarkan tali pusat terkena udara
2) Sisa tali pusat akan lebih cepat kering, sembuh, dan lepas jika
terkena udara. Jangan menutupnya dengan celana plastik dan
popok. Jika basah keringkan benar-benar.
3) Membersihkan sisa tali pusat
Bidan akan memberi saran tentang alat yang dipakai
untuk membersihkan tali pusat. Gunakan kapas bersih dan
lembab lalu usapkan pada tali pusat dengan hati-hati, daerah
sekitarnya, dan celah-celah pusat.
4) Setelah tali pusat lepas
Mungkin ada sedikit darah, lalu luka akan sembuh.
Bersihkan dan keringkan setiap hari hingga benar-benar
sembuh.
5. Penghambat Pelepasan Tali Pusat
a. Pengikatan tali pusat yang kendur
Pengikatan tali pusat yang kendur ataupun pengikatan tali
pusat yang tidak menjamin penekanan terus-menerus pada tali
18
pusat memungkinkan terjadinya perdarahan (Prawirohardjo,
2002).
b. Penggunaan pakaian yang menutup rapat tali pusat
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun,
karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain
memperlambat lepasnya tali pusat, juga menimbulkan risiko
infeksi. Jika terpaksa ditutup, tutup atau ikat dengan longgar
pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan
bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa
agar cepat mengering dan lepas (Paisal, 2007).
c. Pembubuhan bahan-bahan pada tali pusat
Membubuhi bahan apapun pada daerah sekitar tali pusat
dapat mengakibatkan infeksi, karena meningkatnya kelembaban
(akibat penyerapan oleh bahan tersebut) badan bayi sehingga
menciptakan kondisi yang ideal bagi tumbuhnya bakteri (Depkes
RI, 2002).
6. Lama Pelepasan Tali Pusat
Lama penyembuhan tali pusat dikatakan cepat jika kurang
dari 5 hari, normal jika antara 5 sampai dengan 7 hari, dan lambat
jika lebih dari 7 hari (Paisal, 2007).
19
B. Kerangka Teori
Penghambat pelepasan tali pusat :Pengikatan tali pusat
yang kendurPenggunaan pakaian
yang menutup rapat tali pusat
Pembubuhan bahan-bahan pada tali pusat
Keadaan tali pusat yang basah/ lembab
Tidak infeksiLama pelepasan tali pusat:Cepat : < 5 hariNormal : 5 – 7 hariLambat : > 7 hari
Infeksi
Tetanus neonatorum
Kematian neonatal
Tindakan merawat tali pusat
Persepsi Ibu primipara tentang perawatan tali pusat :diberi povidon iodine 10%diberi larutan gentian violet 1%diberi aktiflavin 1% dalam spiritusdiolesi triple dyediolesi salep bacitracindiolesi krem silver sulfadiazinediolesi/ dikompres alkohol 70 %dibersihkan dengan air matang dan
sabundibubuhi ramuan tertentudibungkus kasa steril keringdibiarkan terbuka tanpa
pembungkus
PengalamanMotivasi Kepribadian
20
Gambar 1. Kerangka teori modifikasi dari Manuaba (1998), John B. dkk. (1999), Rakhmad (2002), Sarwono P. (2002), Dsepkes RI (2002), Chairudin L. (2003) dan Paisal (2007)
C. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka konsep
Persepsi ibu primipara tentang perawatan tali
pusat
Positif Negatif
21