bab i,ii,ii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga
pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm
H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan
udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling
sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai akibat trauma
toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB,
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks
(pneumotoraks iatrogenik).Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga
pleura, yaitu :
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknyaudara dan dalamparu.
2. Penetrasidinding dada (dalamkasus yang lebihjarangperforasiesofagusatau
abdomen) dan pleura parietal, sehinggaudara dan
luartubuhmasukdalamrongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas
misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak
kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai
sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar
antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks
antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1) paling sering pada usia
20-30tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering
disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering padaorang-
orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka
1
yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi
dan pada kiri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pneumothoraks ?
2. Apa Etiologi Terjadinya Pneumothoraks ?
3. Bagaimana Patofisiologi Pneumothoraks ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinik Pneumothoraks ?
5. Apa Saja Komplikasi Pneumothoraks ?
6. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang Pneumothoraks ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Pneumothoraks ?
8. Bagaimana Askep Pneumothoraks ?
9. Bagaimana Laporan Kasus Pneumothoraks ?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Pengertian Pneumothoraks
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Etiologi Terjadinya Pneumothoraks
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Patofisiologi Pneumothoraks
4. Untuk Mengetahuidan Memahami Manifestasi Klinik Pneumothoraks
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Komplikasi Pneumothoraks
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pemeriksaan Penunjang Pneumothoraks
7. Untuk Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Pneumothoraks
8. Untuk Mengetahui dan Memahami Askep Pneumothoraks
9. Untuk Mengetahui dan Memahami Laporan Kasus Pneumothoraks
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pneumothoraks
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang
pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di dalam ruang potensial antara
pleura parietal dan viseral( kapita selekta kedokteran jilid2,2000).
Keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (IPD Jilid I,939).
Laserasi paru-paru, atau keluarnya udara dari paru yang cedera ke dalamrongga
pleural (KMB Brunner & Suddart, 464).
2.2 Etiologi
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya:
o Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi
jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini
diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam
paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Faktor predisposisinya adalah
merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama.
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit
paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis
kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
o Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan
kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis).
o Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-
paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.
3
2.3 Patofisiologi
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan
kebocoran/tusukan/laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps
sebagian/komplit berhubungan dengan udara/cairan masuk ke dalam ruang
pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi,
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik.
4
Trauma Dada
Mengenai Rongga Thoraks Sampai Rongga Pleura, Udara Bisa Masuk
(Pneumothoraks)
Terjadi Robekan Pembuluh Darah Intercostal, Pembuluh Darah
Jaringan Paru-paru
Karena Tekanan Negatif Intrapleura, Maka Udara Luar
Akan Terhisap Masuk Ke Rongga Pleura (Sucking Wound)
Terjadi Perdarahan : (Perdarahan Jaringan
Interstitium, Perdarahan Intraalveolar Diikuti Kolaps
Kapiler Kecil-kecil dan Atelektasi)
Gangguan Perfusi
JaringanTahanan Perifer
Pembuluh Paru Naik (Aliran Darah Turun)
Open Pneumothoraks
Close Pneumothoraks
Tension Pneumothoraks
- Ringan Kurang 300 cc---Di Punksi
- Sedang 300-800 c---Di Pasang Drain
- Berat Lebih 800 cc---Torakotomi
Tekanan Pleura Terus Meningkat
2.4 Manifestasi Klinik
Mungkin lebih besar dari biasanya, mungkin pula normal. Terdapat bagian
dada yang tertinggal dalam gerakan pernapasan. Pada palpasi didapatkan fremitus
yang berkurang disisi trauma, mungkin teraba krepitasi karena emfisema sub kutan.
Juga ditemukan adnya pergeseran dari trakea, posisi jantung, dan mediastinum. Pada
perkusi ditemukan adnya hiper sonor atau timpani. Bising napas yang berkurang pada
auskultasi.
Pemeriksaan coin test. Sebuah logam ditekankan pada dinding thoraks
anterior dan diketuk dengan uang logam lainnya. Sementara itu dilakukan auskultasi
pada dinding thoraks posterior. Jika ada udara dalam rongga pleura, akan terdengar
suara metalik yang khas. Jika terdapat akumulasi cairan dan udara dalam rongga
pleura dan pasien merubah posisinya secara tiba-tiba, akan terdengar suara gerakan
air yang disebut sebagai succussion splash. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, 2000).
2.5Komplikasi
1. Atelektasis
2. ARDS
3. Infeksi
4. Edema pulmonary
5. Emboli paru
6. Efusi pleura
7. Empyema
8. Emfisema
9. Penebalan pleura
5
Nyeribernafas /pernafasanasimetris /adanyajejasatau trauma
Mendesak Paru-Paru (Kompresi dan Dekompresi),
Pertukaran Gas Berkurang
Sesak Napas yang Progresif
Gangguan Pola Pernapasan
Gangguan Rasa
Nyaman
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen dada (untuk menunjukkan adanya udara diluar paru-paru)
2. Gas darah arteri.
Pada foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis.
Mediastinal shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita
inspirasi atau ekspirasi.
2.7 Penatalaksanaan
A. Prinsip Penatalaksanaan Trauma Toraks
1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey-secondary survey)
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif (berturutan)
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan
pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
a. Tindakan Bedah Emergency
1. Krikotiroidotomi
2. Trakheostomi
3. Tube Torakostomi
4. Torakotomi
5. Eksplorasi vaskular
B. PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (UMUM)
Tindakan dekompressi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara
luar, ada beberapa cara :
1. Menusukkan jarum melalui diding dada sampai masuk kerongga pleura ,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan:
6
a. Jarum infus set ditusukkan kedinding dada sampai masuk kerongga
pleura.
b. Abbocath : jarum Abbocath no. 14 ditusukkan kerongga pleura dan
setelah mandrin dicabut, dihubungkan dengan infus set.
c. WSD : pipa khusus yang steril dimasukkan kerongga pleura.
C. PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (Spesifik)
1. Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
2. Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps
total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral),
deviasi trakhea , venous return ↓ → hipotensi &respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula)
2. WSD
3. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan
sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound . Terjadi
kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
7
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
4. Water Sealed Drainage
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga
pleura)
TUJUANNYA :
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura / lubrican.
1. Perubahan Tekanan Rongga Pleura
2. Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
3. Atmosfir 760 760 760
4. Intrapulmoner 760 757 763
5. Intrapleural 756 750 756
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :
Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
CARA PEMASANGAN WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
8
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah
sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps.
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada.
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Penatalaksanaan: WSD
A. B.
C. D.
9
PEMASANGAN WSD
PemasanganSelang WSD
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi
sebagai botol penampung.
Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
Dapat dihubungkan sengan suction control
10
Tabung WSD DenganSistimSatuBotol&DuaBotol
3. WSD dengan 3 botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan
manometer.
Tabung WSD denganSistimTigabotol
2.8 Askep Pneumothoraks
A. Pengkajian :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
11
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani ,
hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
C. Pemeriksaan Diagnostik :
12
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa
d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
D. Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
A. Intevensi Keperawatan :
13
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
INTERVENSI RASIONAL
a. Berikan posisi yang nyaman,
biasanya dnegan peninggian
kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak
mungkin.
b. Obsservasi fungsi pernapasan,
catat frekuensi pernapasan,
dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
c. Jelaskan pada klien bahwa
tindakan tersebut dilakukan
untuk menjamin keamanan.
d. Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus
adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
e. Pertahankan perilaku tenang,
bantu pasien untuk kontrol diri
dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan
dalam.
f. Perhatikan alat bullow
a. Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Distress pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
c. Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
d.
e. Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
f. Membantu klien mengalami efek
fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
14
drainase berfungsi baik, cek
setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah
hisapan yang benar.
2) Periksa batas cairan pada
botol penghisap,
pertahankan pada batas
yang ditentukan.
3) Observasi gelembung
udara botol penempung.
4) Posisikan sistem drainage
slang untuk fungsi
optimal, yakinkan slang
tidak terlipat, atau
menggantung di bawah
saluran masuknya ke
tempat drainage. Alirkan
akumulasi dranase bela
perlu.
5) Catat karakter/jumlah
drainage selang dada.
g. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
g. .
1) Mempertahankan tekanan negatif
intrapleural sesuai yang
diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum/drainase
cairan.
2) Air penampung/botol bertindak
sebagai pelindung yang
mencegah udara atmosfir masuk
ke area pleural.
3) gelembung udara selama
ekspirasi menunjukkan lubang
angin dari penumotoraks/kerja
yang diharapka. Gelembung
biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area
pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau
slang buntu.
4) Posisi tak tepat, terlipat atau
pengumpulan bekuan/cairan pada
selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5) Berguna untuk mengevaluasi
perbaikan kondisi/terjasinya
perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.
h. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
unutk engevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
15
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
INTERVENSI RASIONAL
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.
a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
16
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non
invasif.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-
tehnik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang
dapat menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
c. Ajarkan metode distraksi
selama nyeri akut.
d. Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi yang nyaman;
misal waktu tidur,
belakangnya dipasang bantal
kecil.
e. Tingkatkan pengetahuan
tentang: sebab-sebab nyeri,
dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
f. Kolaborasi denmgan dokter,
pemberian analgetik.
a. Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b. Akan melancarkan peredaran darah,
sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
akan terpenuhi, sehingga akan
mengurangi nyerinya.
c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan.
d. Istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
e. Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
f. Analgetik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri akan berkurang.
g. Pengkajian yang optimal akan
17
g. Observasi tingkat nyeri, dan
respon motorik klien, 30
menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 -
2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
18
2.9 Laporan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Tn. R.N.DENGAN PNEUMOTHORAX
DENGAN PEMASANGAN WSD
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn.R.N.
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 78 tahun
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : SBY
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : pensiunan PNS
Tanggal masuk : 07-03-2002
No Reg : 10139789
Tanggal pengkajian : 25-03-2002 jam 08.00 WIB
Diagnosa Medik : Pneumotoraks paru kiri post terpasang WSD
2. Alasan MRS : sesak, nyeri dada kiri pada tanggal 7 maret 2002
3. Keluahan utama
Nyeri pada dada kiri luar
P, telah dilakukan tindakan pemasangan slang pada dada kiri luar karena adanya udara berlebihan di paru
Q, nyeri seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut yang dirasakan bertambah bila dibuat gerak, batuk
R, nyeri pada dada kiri terutama tempat pemasangan slang, terdapat luka sekitar dada kiri sebanyak 9 tempat kanan dan kiri 3 tempat untuk pemasangan karet dibawah kulit, disamping itu klien kadang-kadang masih batuk kering
19
S, klien merasa tidak sesak, sesaknya berkurang dan lebih enak sejak dipasang slang tersebut, kebutuhan istirahat cukup, tidur dengan posisi setengah duduk dengan bantal yang agak ditinggikan.
T , Waktu sesak, nyeri kadang-kadang, sesaat
4. Riwayat Penyakit Sekarang
- Terpasang WSD dan Cutanue suction sejak tanggal 11 maret 2002 akibat
komplikasi empisium kutis akibat mengejan pada saat BAB
- 11-03-2002 bedah thoraks WSD bisa diganti dengan mesin BD dan
suction negatif – 18 cm H2O, Multple insisi
- Kontrol foto tiap 6 jam massage daerah emphysema sub kutis kearah
insisi,
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM, hipertensi, asma disangkal
6. Riwayat kesehatan keluarga
- penyakit keturunan disangkal
- kepala ruamh tanggal 30 tahun
- anak 1 orang
- isteri DM dan HT dengan teratur periksa ke poli
7. Pola Aktifitas Sehari –hari (Activity Daily Living)
NO
Uraian
Aktivitas sehari-hari
Rumah Rumah Sakit
1 Pola Nutrisi Makan 3 kali perhari seadanya (nasi, lauk, pauk dan sayuran) seperti yang disajikan di keluarganya
Mulai minum sediktis-sedikit kurang lebih 1 botol aqua besar
2 Pola Eliminasi BAB lancar 1 kali perhari, konsistensi lembek, kuning.
BAK
Kencing spontan
BAB pernah menggunakan obat lewat dubur
3 Pola Istirahat/tidur Tidak ada masalah (3-4 Kadang-kadang
20
jam tidur siang) dan malam (7-8 jam)
tersakit/nyeri pada dada kirinya disaat tidur.
4 Pola Personal Hygiene
Mandi 2-3 kali perhari dengan menggunakan sabun mandi, kuku dipotong tiap 1 minggu
Klien dilap oleh keluarganya 2 kai sehari
5 Pola Aktifitas Kegiatan sehari-hari mengikuti program kegiatan di sekolahannya
Klien tidur terlentang dengan kepala agak ditinggikan 45 o /setengah duduk
6 Ketergantungan Merokok sejak tahun 1970, setiap hari habis 10 batang.
Tidak ada
8. Psikososial
a. Kosep diri
Identitas
Status klien dalam keluarga : ayah, puas dengan status dan posisinya dalam keluarga, puas terhadap jenis kelaminnya
Peran
Senang terhadap perannya, sanggup melaksanakan perannya sebagai kepala rumah tangga,
Harapan klien terhadap penyakit yang sedang dideritanya :
Klien mengharapkan cepat sembuh dan dapat melaksanakan kembali tugasnya sebagai seorang kepala rumah tangga
Sosial / Interaksi
Dukungan keluarga : aktif, reaksi saat interaksi kooperatif dan ada kontak mata.
b. Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan : Allah
Sumber kekuatan/harapan disaat sakit : Allah
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : membaca kitab suci
Klien yakin bahwa penyakitnya dapat disembuhkan dan menganggap bahwa penyakitnya ini hanya cobaan dari Allah.
21
9. Pengkajian Sistem
Keadaan umum
Keadaan umum sedang (aktivitas sebagian dibantu) dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
TTV = suhu 36,5 oC, nadi 92 kali/mnt, tensi 120/80 mmHg, RR 32 kali/menit
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, nyeri pada dada kiri dan bertambah bila dibuat gerak
Obyektif : Pernafasan vesikuler +/ menurun, RR 28 X/menit , tanpa bantuan oksigen, sputum (-), tidak terdengar stridor, tidak ditemukan ronchii dan wheezing pada lapang paru basal kanan dan kiri, terpasang WSD produksi 30 cc, retraksi intercostals dan klavikula (-), ekspansi paru simetris, krepitasi pada lapangan paru kiri dan kanan
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : -
Obyektif : Denyut nadi 96 kali/menit, tensi 130/80, terpasang infuse RL.
Sistem Neurosensori
Subyektif : -
Obyektif : GCS (V 5 M 6 E 4), refleks pupil positif, isokhor 3 mm/3mm, refelsk fisiologis (+), refleks patologis (-)
Sistem genitourinaria
Subyektif : kencing spontan
Obyektif : pola eliminasi, BAK lancar kuning
Sistem digestif
Subyektif : -
Obyektif :Bu (+) normal
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : tangan dan kaki dapat digerakkan secara aktif tanpa bantuan, pada
Obyektif : tonus otot baik, Kekuatan otot +5/+5 +5/+5,
22
10. Data penunjang
a. Hasil Laboratorik
Tanggal 18-03-2002
Hb : 14,1 mg% (11,4 – 15,1 mg%)
Trombosit : 207 X 109/l (150 – 300 X 109/l )
Leukosit : 6,6 X 109/l (4,3 – 11,3 X 109/l )
PCV : 40,9 ( 0,38-0,42 )
Lymph 15,6
Mono 4,8 %
Gran 79,6%
Eos < 10 %
Baso < 3 %
Tanggal 7 maret 2002
GDA 390 mg/dl
SGOT 17 gr/dl
SGPT 29 gr/dl
b. Hasil foto (21-03-2002)
Penumothoraks sinestra, pneumomediastinum, emphysema subkutan
11. Penatalaksanaan
Terapi Pengobatan :
- Perawatan WSD dan vulnus
- Codein 2 x 10 mg
- Laxadine 2 dd CI
- Diit TkTP
- Observasi TTV
Diagnosa keperawatan :
1. Perubahan kenyamanan (Nyeri) berhubungan dengan trauma insisi jaringan
dan sekunder pemasangan WSD.
2. Perubahan pola pernafasan berhubungan dengan menurunya fungsi pernafasan
3. Risiko terhadap tranmisi infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasive
pemasangan WSD, dan muiltiple insisi.
23
4. Risiko terjadi komplikasi/penyakitnya berulang berhubungan dengan proses
perjalanan penyakitnya.
II. Perencaaan
1. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
sekunder pemasangan WSD
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.Ajarkan Relaksasi :
1) Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian expectoran
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.1) Akan melancarkan peredaran
darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. expectorans memblok lintasan batuk, sehingga batuknya berkurang.
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
24
2. Perubahan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya fungsi
pernafasan
Tujuan
Setelah dilakukan tindkaan keperawatand an pengobatan +, 5 hari pola pernafasan klien kembali normal
Kriteria :
- Klien dapat menyebutkan faktor penyebab
- Klien dapat menyatakan cara efektif untuk mengatasi masalahanya
- Pernafasan nomral 16-24 kali/mnt, nadi 70-80 kali/mnt
- Ventilasi inspirasi : ekspiransi 2 :1
- Tidak sesak
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor pola pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman dan intensitas)
2. Lakukan dan ajarkan klien untuk mengatur posisi dengan tidur setengah duduj atau duduj
3. Ajarkan klien cara batuk yang efektif dan kembang kempis paru:- nafas dalam dengan
menggunakan pernafasan dadak
- ditahan 3-5 detik dan dihembuskan secara perlahan dengan mengeggunakan mulut
- ulangi yangkedu kalinya, gunakan dengan kuat batuk diantara kedua batuknya
4. Pertahankan hidrasi dengan minum yang cukup 1,5 liter.hari
5. lanjutkan dengan penyuluhan dan pendidikan kesehatan
6. jelaskan klien untuk mengatasi sesaknya secara terkontrol
1. Data monitoring keadaan umum dan perkembangan penyakitnya.
2. psosis inimelonggarkan kerja paru dalam kembang kempis dan tikan menekan diafragma
3. Batuk efektif dan pernafasan yang dalam daldah tindkan untuk mengeluarkan dahak dan melatih kembang kempis paru.
4. Hidrasi untuk mengencerkan dahak sehingga melancarakan proses ventilasi, transormasi dan difusi.
5. Proses pembelajaran dan keterlibatan klien dalam mengatasi masalahanya
6. Latiahn ini untuk melatih kembang kempis paru dan kemandirian.
3. Risiko terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan tindakan invasive
WSD, dan multiple insisi
Tujuan : tidak terjadi infeksi selama
25
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi (pemasanagn infuse, WSD, dan kateter)
- TTV normal (suhu 36-37oC)
- Leukosit 8.000-10.000.
INTERVENSI RASIONAL
a. Identifikasi tanda-tanda terjadinya infeksi pada pemasangan WSD dan multiple insisi.
b. Anjurkan klien dan keluarga ikut menjaga kebrsihan sekitar luka dna pemasangan alat, serta kebersihan lingkungan serta tehnik mencuci tangan sebelum tindakan.
c. Lakukan perawatan luka pada pemasangan WSD, dan multple insisi.
d. Identifikasi factor pendukung dan penghambat klien dan keluarga dalam peningkatan pertahanan tubuh, makan dna minum
a. Infeksi yang diketahui secara dini mudah diatasi sehingga tidak terjadi perluasan infeksi.
b. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Dapat membantu menurunkan kontak infeksi nosokomial.
d. Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden infeksi
DAFTAR PUSTAKA
26
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
27
Makalahkeperawatanmedikalbedah .1
Asuhankeperawatanpneumothoraks
28