5 - bab i, ii, ii

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata sebagai indra penglihatan dapat terkena berbagai kondisi yang salah satunya disebabkan oleh infeksi ataupun peradangan. Bila terjadi infeksi pada mata dan tidak segera ditangani ataupun diobati maka akan menyebabkan gangguan mata dan menimbulkan berbagai macam komplikasi. Salah satu infeksi pada mata adalah endoftalmitis 1 . Endoftalmitis adalah peradangan berat pada rongga intraokular yaitu humor aqueus dan humor vitreus akibat infeksi setelah trauma ataupun pembedahan, atau endogen akibat sepsis. Peradangan supuratif di dalam rongga intraokular akan memberikan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah bakteri dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen) 2 . Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Biasanya ditandai dengan kehilangan penglihatan secara akut, nyeri hebat pada mata, periorbital edema, hipopian, proptosis dan adanya eksudat di camera oculi anterior (COA) dan vitreous 3 . Di Amerika Serikat kasus endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua kasus endoftalmitis. Sekitar 60% kasus disebabkan oleh 1

Upload: neysaazaliaefrimaisa

Post on 22-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5 - BAB I, II, II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mata sebagai indra penglihatan dapat terkena berbagai kondisi yang salah

satunya disebabkan oleh infeksi ataupun peradangan. Bila terjadi infeksi pada

mata dan tidak segera ditangani ataupun diobati maka akan menyebabkan

gangguan mata dan menimbulkan berbagai macam komplikasi. Salah satu infeksi

pada mata adalah endoftalmitis1.

Endoftalmitis adalah peradangan berat pada rongga intraokular yaitu humor

aqueus dan humor vitreus akibat infeksi setelah trauma ataupun pembedahan, atau

endogen akibat sepsis. Peradangan supuratif di dalam rongga intraokular akan

memberikan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah

bakteri dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik

melalui peredaran darah (endogen)2. Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan

kondisi klinis. Biasanya ditandai dengan kehilangan penglihatan secara akut, nyeri

hebat pada mata, periorbital edema, hipopian, proptosis dan adanya eksudat di

camera oculi anterior (COA) dan vitreous3.

Di Amerika Serikat kasus endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya

terjadi pada 2-15% dari semua kasus endoftalmitis. Sekitar 60% kasus disebabkan

oleh endoftalmitis eksogen. Penyebab paling umum adalah endoftalmitis post

katarak. Endoftalmitis post traumatik terjadi pada 4-13% dari semua cidera

penetrasi okular. Kejadian endoftalmitis yang disebabkan oleh benda asing

intraokular didapatkan 7-13%. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada

bola mata berkolerasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endoftalmitis4.

Etiologi dari endoftalmitis dapat diketahui dengan kultur humor aqueus dan

humor vitreus. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat bermanfaat adalah

ultrasonografi dan polymerase chain reaction (PCR). Hasil kultur menentukan

jenis penyebab dan antibiotika yang tepat untuk mengatasinya. Pada kasus

endoftalmitis pasca operatif dapat dilakukan tanpa tindakan vitrektomi. Toksin

yang dihasilkan organisme penyebab dapat merusak jaringan dan menimbulkan

reaksi radang dan berahir pada hilangnya penglihatan5.

1

Page 2: 5 - BAB I, II, II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 1. Anatomi Mata

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu1 :

1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberi bentuk pada

bola mata dan bagian terluar yang melindungi bola mata.

2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskular yang terdiri atas iris, badan

siliar dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur

jumlah sinar masuk ke dalam bola mata oleh otot dilator, sfingter iris

dan otot siliar. Badan siliar yang terletak dibelakang iris menghasilkan

humor aqueus yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada

pangkal iris.

3. Retina, terletak paling dalam dan memiliki 10 lapisan yang merupakan

membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan

pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

2

Page 3: 5 - BAB I, II, II

Corpus vitreus atau badan kaca yang menempati daerah belakang lensa

merupakan bagian terbesar dari isi bola mata yaitu sebesar 4/5 dari isi bola mata.

Corpus vitreus merupakan masa glatinosa dengan volume 4,3 cc, bersifat

transparan, tak berwarna dengan konsistensi seperti gelatin dan avaskular. Corpus

vitreus berfungsi membentuk bola mata dan merupakan salah satu media refraksi6.

2.2. Definisi

Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh jaringan intraokular, yang

mengenai dua dinding bola mata yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sklera

dan kapsula tenon, yang terjadi akibat adanya infeksi2.

2.3. Klasifikasi

Endoftalmitis infeksi diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis dan

waktu awitan. Klasifikasi endoftalmitis secara luas yaitu endoftalmitis pasca

operasi, endoftalmitis pasca trauma dan endoftalmitis endogen. Endoftalmitis

pasca operasi diklasifikasikan menjadi: 1) endoftalmitis akut pasca operasi, 2)

endoftalmitis kronik pasca operasi dan 3) endoftalmitis yang berhubungan dengan

filter bleb konjungtiva7.

2.3.1.Endoftalmitis Pasca Operasi

Endoftalmitis akut pasca bedah katarak adalah bentuk paling sering dari

endoftalmitis, dan hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri8. Endoftalmitis

akut pasca operasi katarak merupakan endoftalmitis yang terjadi dalam waktu

enam minggu setelah operasi katarak7. Namun, dalam 75-80% kasus muncul di

minggu pertama pasca operasi. sekitar 56-90% dari bakteri yang menyebabkan

akut endoftalmitis adalah gram positif, dimana yang paling sering adalah

Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Pada

pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi ditemui injeksi silier, hilangnya

refleks fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia, penurunan

visus dan kekeruhan vitreus8.

Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat hingga enam

minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan hingga sedang dengan tanda-tanda mata

3

Page 4: 5 - BAB I, II, II

merah, penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan tanda-tanda

khas adanya kapsul putih dan kekeruhan di badan vitreus lebih kurang

dibandingkan endoftalmitis akut. Penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik

adalah beberapa bakteri dengan virulensi rendah. Mikroorganisme yang sering

ditemukan sebagai penyebab diantaranya Propionibacterium acnes,

Staphylococcus koagulase negatif dan jamur7.

Endoftalmitis terkait bleb filter konjungtiva. Pembentukan fistula filtrasi

mengarahkan cairan ruang bawah konjungtiva. Akumulasi cairan ini dapat

menjadi situs peradangan yang dapat disebabkan adanya inokulasi bakteri selama

operasi, atau bisa terjadi selama periode pasca operasi. Mikroorganisme

penyebabnya yaitu Hemophilus influenza dan Staphylococcus sp7.

2.3.2.Endoftalmitis Pasca Trauma

Setelah terjadi cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase tinggi

(20%), terutama jika terkait dengan adanya benda asing intraokular. Manifestasi

klinis endoftalmitis pasca trauma adalah rasa sakit, injeksi siliaris, hipopion dan

kekeruhan di vitreus. Agen bakteri yang paling sering menyebabkan endoftalmitis

post trauma adalah dari kelompok Bacillus dan Streptococcus9.

Jamur yang sering mengakibatkan endoftalmitis supuratif adalah

aktinomises, aspergillus, phitomikosis sporothrix dan kokidioides. Endoftalmitis

yang disebabkan oleh jamur, masa inkubasinya lambat kadang-kadang 14 hari

setelah infeksi dengan gejala mata merah dan sakit14.

Dalam endoftalmitis post traumatik, khususnya dengan masuknya benda

asing, sangatlah penting untuk dilakukan vitrektomi segera, dengan membuang

benda asing intraokular dan aplikasi terapi antibiotik yang kuat9.

2.3.3.Endoftalmitis Endogen

Bentuk endoftalmitis ini tidak berhubungan dengan operasi atau pun

trauma. Endoftalmitis endogen biasanya disebabkan oleh yakit sistemik, baik

melalui mekanisme penurunan pertahanan host atau adanya fokus popentensial

infeksi. Penyebab tersering adalah sepsis, pasien dengan penurunan kekebalan

tubuh kronis, penggunaan kateter dan kanula intravena. Agen bakteri yang

4

Page 5: 5 - BAB I, II, II

biasanya menyebabkan endoftalmitis endogen adalah Staphylococcus aureus,

Escherichia coli, dan spesies Streptococcus. Namun agen yang paling sering

menyebabkan endoftalmitis endogen adalah jamur (62%), bakteri gram positif

(33%), dan bakteri gram negatif (5%) kasus9.

2.4. Etiopatogenesis

Endoftalmitis terjadi akibat infiltrasi mikroorganisme patogen ke dalam

intraokuler. Perjalanan penyakit dan tingkat keparahan dipengaruhi oleh virulensi

dan jumlah inokulasi mikroorganisme patogen, keadaan imunologis pasien dan

waktu dilakukannya pemeriksaan8.

Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal mata, bersifat relative

tidak virulen, namun dilaporkan dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan

yang bermakna. Staphylococcus epidermidis memiliki protein adhesive di

permukaannya yang dapat melindunginya dari respon imun tubuh dan antibiotik.

Dilaporkan menyebabkan tajam penglihatan akhir 20/400 atau lebih buruk.

Staphylococcus aureus menghasilkan beberapa faktor virulen, yaitu adhesin,

toksin sitolitik dan enzim proteolitik yang diatur oleh regulator transkripsi

staphylococcal accessory regulator (sar) dan accessory gene regulator (agr).

Adhesin yang diproduksi memudahkan perlekatan dengan matriks ekstraselular

dan protein plasma. Staphylococcus aureus menghasilkan toksin alfa, beta,

gamma, delta dan Panton-Valentine leukocidin (PVL) yang berperan dalam

perusakan sel dan pelepasan mediator inflamasi. Beberapa penelitian

menyebutkan toksin alfa merupakan faktor virulen Staphylococcus aureus yang

terpenting9.

Pseudomonas aeruginosa mampu menginvasi sel epitel dan hidup serta

bermultiplikasi di dalamnya. Bakteri ini menghasilkan eksotoksin yang

menghambat sintesis protein dan merusak membran sel. Enzim protease yang

dihasilkan menghancurkan matriks ekstraselular stroma kornea dan sel-sel imun8.

Terdapat tiga fase infeksi pada endoftalmitis, yaitu fase inkubasi, fase akselerasi

dan fase destruksi. Fase inkubasi awal berlangsung selama 16-18 jam, dimana

belum terdapat gejala klinis. Selanjutnya, inokulasi mikroorganisme patogen

intraokuler diatas batas kritis akan diikuti dengan kerusakan barier akuos, ditandai

5

Page 6: 5 - BAB I, II, II

dengan eksudasi fibrin dan infiltrasi neutrofil ke bilik mata depan. Fase inkubasi

ini ditentukan oleh waktu regenerasi mikroorganisme patogen dan karakteristik

spesifik mikroorgansime patogen seperti produksi toksin. Infiltasi tertinggi

terdapat pada Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, yang

terjadihanya dalam 3 hari setelah infeksi10.

Reaksi imun yang terjadi juga mengakibatkan edema kornea, infiltrasi sel

inflamasi ke badan vitreus dan periflebitis retina. Reaksi inflamasi pada segmen

anterior diikuti dengan reaksi imun spesifik infiltrasi makrofag dan limfosit di

vitreus. Hanya dalam 3 hari setelah infeksi intraokuler, akan dihasilkan antibodi

spesifik terhadap mikroorganisme patogen. Antibodi ini berkontribusi membasmi

mikroorganisme patogen dengan opsonisasi dan fagositosis dalam waktu 10 hari.

Pada saat ini pemeriksaan kultur cairan akuos atau vitreus dapat negatif

disebabkan reaksi inflamasi yang berat sedang berlangsung. Fase ini merupakan

fase detruksi, dimana mediator dan sel inflamasi akan menimbulkan efek

destruktif pada retina dan proliferasi vitreoretina10.

2.5. Manifestasi Klinis

Pengenalan dini terhadap kecurigaan endoftalmitis memegang peranan

penting dalam penegakan diagnosis. Berdasarkan anamnesis, didapatkan riwayat

operasi intraokuler dalam waktu 6 minggu terakhir atau trauma tembus.

Manifestasi klinis yang paling sering dikeluhkan menurut studi EVS diantaranya

penurunan tajam penglihatan pada 94% pasien, mata merah pada 82% pasien,

nyeri pada 74% pasien dan edem palpebra pada 35% pasien. Gejala lain yang

dapat ditemukan diantaranya fotofobia dan lesi putih pada kornea10.

6

Page 7: 5 - BAB I, II, II

Gambar 2. Gambaran Klinis Endoftalmitis

Temuan klinis endoftalmitis akut pada pemeriksaan diantaranya defek pupil

aferen, konjungtiva kemosis dan hiperemis, edema dan infiltrasi kornea, sel dan

dan flare pada bilik mata depan, hipopion. EVS melaporkan hipopion ditemukan

pada 86% pasien. Kelainan segmen posterior dapat ditemukan berupa penurunan

atau bahkan hilangnya reflex fundus, vitritis, retinitis, ablasi retina dan periflebitis

retina8.

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosa endoftalmitis selain melihat gejala klinis, dibutuhkan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan

diantaranya adalah pewarnaan gram, kultur dan sensitivitas antimikroba dengan

sampel cairan akuos dan vitreus8. Pemeriksaan kultur mikrobiologi tidak dapat

mengidentifikasi seluruh kasus infeksi. Pada studi yang dilakukan di Inggris,

dilaporkan kultur positif hanya didapatkan sebesar 55%. Kultur cairan akuos saja

tidak cukup menunjang diagnosis, karena terdapat 57% kultur akuos negatif pada

endoftalmitis pasca operasi katarak dengan kultur vitreus positif8. Berlainan

dengan hal tersebut, dilaporkan oleh Mollan et al dan survey British

Ophthalmological Surveillance Unit (BOSU) terdapat 60% kasus kultur akuos

positif, dengan kultur vitreus negatif12.

Pemeriksaan biologi molekuler, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pemeriksaan kultur. Diantaranya dapat

mendeteksi bakteri dalam jumlah kecil dari sampel yang sedikit, dapat

7

Page 8: 5 - BAB I, II, II

memberikan informasi kuantitatif dan bahkan dapat mendeteksi bakteri pada

pasien yang telah diberikan antibiotik intravitreal12.

Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi

(USG). Pemeriksaan ultrasonografi dapat bermanfaat terutama bila sulit menilai

segmen posterior karena kekeruhan segmen anterior. Ultrasonografi dapat

mendeteksikekeruhan vitreus, membran vitreus, penebalan korioretina, ablasi

retina, choroidal detachment dan sisa masa lensa12.

Gambar 3. Ultrasonografi Mata

2.7. Penatalaksanaan

Endoftalmitis akut merupakan kasus emergensi, memerlukan tatalaksana

yang cepat dan tepat untuk dapat mempertahankan fungsi penglihatan.

Tatalaksana dapat berupa pemberian medikamentosa maupun operasi11.

Tujuan utama tatalaksana endoftalmitis adalah eradikasi mikroorganisme

patogen, mengatasi komplikasi dan mengembalikan atau mempertahankan fungsi

penglihatan terbaik. Tujuan tambahan dari tatalaksana endoftalmitis diantaranya

menghilangkan keluhan, mencegah panoftalmitis dan mempertahankan integritas

bola mata11.

Terapi medikamentosa terdiri dari antibiotik dan anti inflamasi sebagai

terapi definitif. Cara pemberian obat ini dapat dengan injeksi intravitreal, injeksi

8

Page 9: 5 - BAB I, II, II

subkonjungtiva, topikal ataupun sistemik. Terapi medikamentosa lainnya seperti

obat anti glaukoma dan sikloplegik dapat diberikan sebagai terapi suportif11.

2.7.1.Injeksi Antibiotik Intravitreal

Injeksi antibiotik intravitreal merupakan terapi utama endoftalmitis akut.

Konsentrasi antibiotik intraokuler setelah injeksi intravitreal lebih tinggi

dibandingkan cara pemberian lain. Injeksi antibiotik subkonjungtiva dan

antibiotik topikal tidak mencapai konsentrasi obat intravitreal yang cukup8.

Gambar 4. Injeksi Intravitreal

Tatalaksana awal yang cepat sangat penting dalam keberhasilan tatalaksana

endoftalmitis akut pasca operasi katarak sehingga antibiotik harus diberikan tanpa

menunggu hasil kultur. Vankomisin memiliki spektrum luas terhadap bakteri

gram positif termasuk MRSA dan B.aureus. Vankomisin tidak bersifat toksik

pada dosis terapi 1mg/0,1 mL dan memiliki waktu paruh yang panjang. Studi EVS

melaporkan 100% bakteri gram positif sensitif terhadap vankomisin8.

Pilihan terbaik antibiotik terhadap bakteri gram negatif masih kontroversial.

Aminoglikosida (gentamisin 0,1 mg/0,1 mL atau amikasin, 0,4 mg/0,1mL)

sebelumnya penggunaannya direkomendasikan untuk bakteri gram negatif.

Beberapa studi melaporkan bahwa aminoglikosida bersifat toksik terhadap retina

dan RPE pada dosis tidak jauh dari dosis terapi. Amikasin dilaporkan kurang

toksik dibandingkan gentamisin. Ceftazidim direkomendasikan terhadap bakteri

gram negatif karena memiliki spektrum luas, toksisitas terhadap retina lebih

9

Page 10: 5 - BAB I, II, II

rendah 2,36 dan 100% bakteri gram negatif sensitif terhadap ceftazidim.

Kelebihan ceftazidim lainnya yaitu ceftazidim lebih efektif dibandingkan

amikasin dalam suasana asam dan hipoksik yang ditemukan pada vitreus dengan

endoftalmitis. Pemberian antibiotik vankomisin dan ceftazidim intravitreal

kombinasi harus dengan spuit terpisah karena jika digabungkan akan mengalami

presipitasi8.

Vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang dapat diberikan bila tidak ada

perbaikan atau terjadi perburukan dalam 48-72 jam. EVS melaporkan kasus

dengan vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang maupun prosedur tambahan

lainnya memiliki derajat penyakit yang lebih berat sehingga memiliki prognosis

yang lebih buruk8.

Gambar 5. Alur Follow Up Intervitrreal Antibiotik

10

Injeksi intravitreal

Ulangi injeksi intravitreal

Bertambah buruk

Refleks fundus (+) Reaksi COA,

Lanjutkan terapi

Bertambah buruk (-)

Konsul Spesialis Lanjutkan terapi oral / topikal

Pars plana vitrectomy (PPV)

MembaikTidak ada perubahan signifikan

24-36 jam pertama setelah injeksi

Page 11: 5 - BAB I, II, II

2.7.2. Injeksi Antibiotik Subkonjungtiva dan Antibiotik Topikal

Injeksi antibiotik subkonjungtiva dan antibiotik topikal sering diberikan

sebagai tambahan injeksi antibiotik intravitreal pada kasus endoftalmitis pasca

operasi katarak. Rasionalisasi pendekatan ini adalah untuk mendapatkan

konsentrasi antibiotik intraokuler yang lebih tinggi dan mencapai konsentrasi

antibiotik yang lebih tinggi pada segmen anterior dibandingkan dengan injeksi

intravitreal saja. Pemberian antibiotik topikal memiliki daya penetrasi vitreus

yang sangat buruk walaupun pada mata afakik. Regimen antibiotik yang diberikan

disesuaikan hasil kultur dan sensitifitas, diantaranya 1) vankomisin

subkonjungtiva (25mg dalam 0,5 mL) dan ceftazidim subkonjungtiva (100mg

dalam 0,5 mL) dan 2) vankomisin topikal (50mg/mL) dan ceftazidim (100

mg/mL) tiap setengah hingga 1 jam12.

2.7.3.Antibiotik Sistemik

Pemberian antibiotik intravena masih kontroversi mengenai manfaatnya.

Sawar darah okuler tidak intak pada keadaan inflamasi, namun tidak jelas apakah

konsentrasi antibiotik intravitreal cukup setelah pemberian antibiotik intravena.

EVS melaporkan pemberian antibiotik intravena tidak bermanfaat sebagai

tambahan injeksi antibiotik intravitreal pada kasus endoftalmitis akut pasca

operasi katarak, tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan akhir dan kejernihan

media8.

Penggunaan antibiotik intravena berdasarkan pertimbangan temuan klinis,

misalnya pada pasien dengan 1 mata fungsional yang mengalami infeksi hebat

atau pada pasien dengan immunocompromised, dapat diberikan vankomisin atau

cefazolin untuk bakteri gram positif dan ceftazidim untuk bakteri gram negativ2.

Vankomisin memberikan spektrum luas terhadap bakteri gram positif.

Konsentrasi intraokuler setelah pemberian intravena dapat mencapai dosis terapi

pada mata yang mengalami inflamasi. Dosis vankomisin yang dapat diberikan

yaitu 1 g intravena setiap 12 jam dan kombinasi dengan ceftazidim 1-2g intravena

setiap 8 jam, selama 7 hari. Vankomisin dan ceftazidim diekskresikan oleh ginjal

sehingga diperlukan dosis yang disesuaikan pada pasien dengan kelainan ginjal

dan sebaiknya dilakukan evaluasi fungsi ginjal selama pemberian obat8.

11

Page 12: 5 - BAB I, II, II

Ciprofloksasin oral dapat diberikan pada pasien rawat jalan terutama

terhadap Staphylococcus koagulase negatif. Obat ini memiliki spektrum luas dan

penetrasi vitreus yang baik, namun dikatakan saat ini efektivitasnya telah

berkurang. Gatifloksasin, florokuinolon generasi keempat dilaporkan memiliki

potensi yang lebih baik terhadap bakteri gram positif dan memiliki daya penetrasi

mata yang baik.

2.7.4.Kortikosteroid

Tujuan pemberian kortikosteroid pada endoftalmitis akut adalah untuk

mengurangi efek perusakan dari inflamasi yang berat. Kortikosteroid dapat

diberikan secara sistemik, topikal, injeksi intravitreal maupun injeksi

subkonjungtiva kombinasi dengan pemberian antibiotik8.

Studi yang dilakukan oleh Das dkk, ditemukan injeksi deksametason

intravitreal bermanfaat dalam mengurangi inflamasi, namun tidak mempengaruhi

tajam penglihatan akhir. Sebaliknya, studi yang dilakukan oleh Shah dkk

melaporkan tajam penglihatan akhir setelah injeksi intravitreal steroid justru

menurun. Beberapa studi merekomendasikan pemberian prednison 1 mg/kg berat

badan secara oral tiap pagi selama 3-5 hari. Selain itu dapat juga diberikan

deksametason intravitreal (400μg/0,1mL) pada saat biopsi vitreus atau vitrektomi.

Prednison asetat 1 % topikal tiap 1-2 jam juga dapat diberikan. Pemberian injeksi

kortikosteroid subkonjungtiva yang dapat diberikan diantaranya deksametason 4-

8mg8.

2.7.5.Vitrektomi

Sebagai salah satu pilihan tatalaksana endoftalmitis, vitrektomi pars plana

memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat mengeluarkan organisme penyebab

dan toksinnya, materi inflamasi dan kekeruhan, menghilangkan membran vitreus

yang dapat menyebabkan ablasi retina, pengambilan sampel untuk kultur serta

perbaikan distribusi antibiotik intravitreal13. Dibalik keuntungan tersebut, tidak

adanya vitreus menyebabkan peningkatan toksisitas obat dan terdapat komplikasi

setelah vitrektomi pars plana, yaitu perdarahan, katarak, glaukoma dan ablasi

retina12.

12

Page 13: 5 - BAB I, II, II

Gambar 6. Vitrektomi Pars Plana

Studi EVS menunjukkan bahwa vitrektomi awal pada endoftalmitis akut

pasca operasi katarak tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan

biopsy vitreus sederhana dan injeksi antibiotik intravitreal apabila tajam

penglihatan awal ≥ 1/300. Pasien dengan tajam penglihatan awal persepsi cahaya,

vitrektomi segera memiliki prognosis tajam penglihatan akhir yang lebih baik8.

Berdasarkan ESCRS guidelines vitrektomi dini merupakan gold standard

untuk endoftalmitis akut. Vitrektomi bermanfaat dalam diagnosis dini dan

mengurangi kebutuhan operasi ulang. Keadaan dimana vitrektomi dini tidak dapat

dilakukan, misalnya jika operator vitreoretina atau ruangan operasi vitreoretina

tidak tersedia, maka tatalaksana dini adalah dengan injeksi antibiotik intravitreal10.

Apabila pengobatan gagal, maka dilakukan eviserasi. Enukleasi dilakukan

apabila mata telah tenang dan ftisis bulbi14.

2.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga

lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan

panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata

termasuk sklera dan kapsula tenon2.

13

Page 14: 5 - BAB I, II, II

Tabel 1. Perbedaan Endoftalmitis dan Panoftalmitis

Gejala Klinis Endoftalmitis Panoftalmitis

Radang Intraokular Intraocular, intraorbota

Demam Tidak nyata Nyata

Sakit bola mata Ada Berat

Pergerakan bola mata Masi dapat Sakit, tidak bergerak

Eksoftalmos Tidak ada Mata menonjol

Bedah Eviserasi Enukleasi

2.9. Prognosis

Penelitian yang dilakukan EVS mengungkapkan terdapat beberapa faktor

resiko yang dihubungkan dengan prognosis tajam penglihatan buruk. Faktor

resiko paling kuat adalah tajam penglihatan awal persepsi cahaya. Faktor resiko

lainnya diantaranya usia tua, diabetes mellitus, robekan pada kapsul posterior,

tekanan intraokuler yang rendah atau tinggi, defek pupil aferen, rubeosis dan tidak

adanya refleks fundus15.

Dilaporkan tajam penglihatan akhir mencapai 20/100 pada endoftalmitis

dengan bakteri penyebab kokus gram positif koagulase negatif sebanyak 84%,

Staphylococcus aureus 50%, Streptococcus 30%, Enterococcus 14% dan

organisme gram negatif 56%. Dilaporkan terdapat beberapa mikroorganisme

dapat steril secara spontan selama proses respon inflamasi okuler15.

Tatalaksana dini endoftalmitis penting terhadap hasil tajam penglihatan

akhir. Aziza melaporkan kasus endoftalmitis pasca operasi di RSCM periode

Januari 2007-Juli 2010 dengan tajam penglihatan akhir 6/12 atau lebih baik

didapatkan pada tindakan vitrektomi dengan injeksi antibiotik intravitreal sebesar

30% dan injeksi antibiotik intravitreal saja sebesar 26,2%. Faktor yang

mempengaruhi tajam penglihatan akhir lebih buruk dari 6/12 adalah riwayat

diabetes mellitus, komplikasi intra operasi (prolaps vitreus), awitan terjadinya

endoftalmitis dan rentang waktu diangnosis hingga mendapatkan terapi15.

14

Page 15: 5 - BAB I, II, II

BAB III

KESIMPULAN

Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh jaringan intraokular yang

disebabkan oleh bakteri, jamur ataupun keduanya. Tanda dan gejala yang

ditunjukam antara lain adanya penurunan visus, nyeri, hiperemi konjungtiva,

pembengkakan, hipopion, konjungtiva kimosis dan edema kornea. Jenis dari

endoftalmitis terdiri dari endoftalmitis pasca operasi, endoftalmitis pasca trauma

dan endoftalmitis endogen. Penatalaksanaan endoftalmitis adalah pemberian

antibiotik ataupun antifungi baik secara sistemik ataupun injeksi, pemberian

kortikosteroid dan pembedahan. Prognosis endoftalmitis bergantung pada durasi,

jangka waktu sampai penatalaksanaannya, virulensi bakteri, pertahanan dari tubuh

dan keparahan dari trauma. Diagnosis yang tepat dan cepat dengan tatalaksana

yang sesuai dapat meningkatkan angka kesembuhan endoftalmitis.

15