bab iii ,ii

35
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar udara Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya, yang terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus yang selanjutnya bandar udara umum disebut dengan bandar udara. (Peraturan Menteri Perhubungan no. KM 11 Tahun 2010) B. Bagian – bagian bandar Udara Bagian – Bagian dari bandar Udara yaitu : 1. Runway (landasan pacu), adalah tempat pesawat melakukan take off dan landing. 2. Taxiway, adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landasan pacu ke daerah apron dan sebaliknya atau dari landasan pacu ke hangar pemeliharaan. 3. Apron, adalah tempat pesawat mengambil ancang atau pemanasan (turn up atau warm up), harus diadakan di tempat yang sangat dekat ujung landasan pacu unuk 19

Upload: amir-s-adu

Post on 05-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ,II

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bandar udara

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-

batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas

landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan

intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan

dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya,

yang terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus yang selanjutnya

bandar udara umum disebut dengan bandar udara. (Peraturan Menteri

Perhubungan no. KM 11 Tahun 2010)

B. Bagian – bagian bandar Udara

Bagian – Bagian dari bandar Udara yaitu :

1. Runway (landasan pacu), adalah tempat pesawat melakukan take off dan

landing.

2. Taxiway, adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landasan pacu ke

daerah apron dan sebaliknya atau dari landasan pacu ke hangar pemeliharaan.

3. Apron, adalah tempat pesawat mengambil ancang atau pemanasan (turn up

atau warm up), harus diadakan di tempat yang sangat dekat ujung landasan

pacu unuk mengadakan pemeriksaan akhir sebelum lepas landas bagi pesawat

dan juga sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang/barang.

4. Holding buy, adalah apron yang relatif kecil yang ditempatkan pada suatu

tempat yang mudah dicapai di bandar udara untuk parkir pesawat sementara.

5. Marking, merupakan tanda – tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan

landasan pacu dan taxiway agar pilot mendapat alat bantu dalam

mengemudikan pesawatnya mendarat ke landasan pacu serta menuju apron

melalui taxiway.

6. Perlampuan, adalah suatu sistem alat bantu navigasi bagi pilot bila keadaan

cuaca buruk dan pada malam hari.

19

Page 2: BAB III ,II

C. Bagian – bagian dari Runway

Pada runway, ada beberapa elemen – elemen dasar yaitu :

1. Perkerasan struktural yang berlaku sebagai tumpuan pesawat.

2. Bahu landas, berbatasan dengan perkerasan struktural direncanakan sebagai

penahan erosi akibat air dan semburan jet serta melayani perawatan landasan.

3. Runway safety area (area keamanan landasan), termasuk didalamnya

perkerasan struktural, bahu landas serta area bebas halangan, rata dan

pengaliran airnya terjamin. Area ini harus mampu dilalui peralatan – peralatan

pemadam kebakaran, mobil – mobil ambulans, truk – truk penyapu landasan

(sweeper), dalam keadaan dibutuhkan mampu dibebani pesawat yang keluar

dari perkerasan struktural.

4. Blast Pad, suatu area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada

permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan. Area ini selalu menerima

Jet Blast yang berulang, area ini bisa dengan perkerasan atau ditanami dengan

rumput.

5. Safety Area (perluasan area keamanan), dibuat apabila dianggap perlu,

ukurannya tidak tertentu tergantung kebutuhan.

D. Letak dan Arah Landasan Pacu

Dalam menentukan letak dan arah landasan pacu, perlu diperhatikan beberapa

faktor yang mempengaruhi lokasi yaitu :

1. Pengembangan daerah sekitarnya

Hal ini merupakan faktor yang yang sangat penting, karena kegiatan –

kegiatan Bandar Udara, terutama ditinjau dari kebisingan yang seringkali

merupakan keberatan dari penduduk di sekitar Bandar Udara tersebut. Lokasi

Bandar Udara yang berdekatan dengan daerah permukiman sedapat mungkin

harus dihindarkan.

2. Kondisi atmosfer dan meteorologi

Menurunnya kapasitas lalu lintas udara dari suatu Bandar Udara seringkali

diakibatkan oleh adanya kabut dan asap sehingga mengurangi jarak

20

Page 3: BAB III ,II

penglihatan. Untuk itu sangat perlu untuk memperhatikan kondisi atmosfer

dan meteorologi di sekitar Bandar Udara.

3. Kesediaan lahan

Kondisi lalu lintas udara kian lama kian bertambah seiring dengan

meningkatnya kebutuhan manusia akan transportasi, itu berarti tidak menutup

kemungkinan akan meningkatnya volume lalu lintas dan ukuran pesawat yang

akan beroperasi semakin besar sehingga perluasan areal landasan sangat

dibutuhkan.

E. Analisa Angin

Dalam perencanaan landasan pacu sebuah analisa angin adalah dasar bagi

perencanaan lapangan terbang, sebagai pedoman pokok, landasan pada sebuah

lapangan terbang arahnya harus sedemikian hingga searah dengan “Prevailing

Wind” (arah angin dominan). Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas,

pesawat dapat mengadakan manuver sejauh komponen angin samping (Cross

Wind) tidak berlebihan.

Maksimum Cross Wind yang diizinkan tergantung bukan saja pada ukuran

pesawat tetapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.

Menurut FAA, untuk pesawat – pesawat kecil tidak lebih dari 10 knots dan untuk

pesawat – pesawat besar atau campuran adalah 13 knots.

ICAO juga menentukan bahwa landasan pacu harus diorientasi sehingga

pesawat dapat mendarat atau lepas landas paling sedikit 95 persen dari waktu

dengan kepesatan komponen angin sisi (Cross Wind) tidak melebihi :

1. 37 km/jam (20 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL) 1500

m atau lebih, kecuali bila landasan mempunyai daya pengereman yang jelek

yaitu dari pengalaman berkali – kali mendapatkan koefisien gesek memanjang

tidak cukup baik.

2. 24 km/jam (13 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL)

antara 1200 – 1499 m.

3. 19 km/jam (10,3 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL)

kurang dari 1200.

21

Page 4: BAB III ,II

F. Perencanaan Geometrik Landasan Pacu

Runway merupakan bagian dari fasilitas sisi udara yang digunakan sebagai

tempat landing dan take off pesawat yang beroperasi pada suatu Bandar Udara.

Dalam perencanaan geometrik runway, FAA menggunakan keterangan yang

dikeluarkan oleh pabrik - pabrik pesawat untuk menentukan besarnya kebutuhan

akan panjang runway. Keterangan ini diberikan dalam bentuk grafik - grafik

prestasi yang mengaitkan panjang runway dengan faktor – faktor kondisi lokal

dari suatu bandar udara. Sedangkan ICAO menggunakan suatu standar yang

disebut “Aeroplane Reference Field Length” (ARFL). Menurut ICAO, ARFL

merupakan panjang landasan pacu minimum yang dibutuhkan pesawat untuk

melakukan take off pada kondisi maximum structural take off weight (MSTOW),

elevasi muka laut, kondisi standar atmosfer, keadaan tanpa angin bertiup dan

tanpa kemiringan (kemiringan = 0).

1. Panjang Runway

A. Metode FAA

Menurut FAA, untuk menghitung kebutuhan akan panjang runway

terdapat asumsi desain dan beberapa faktor yang dianggap sangat

berpengaruh. Asumsi desain tersebut antara lain tidak ada hambatan,

tidak ada angin dan kemiringan memanjang nol sedangkan faktor yang

berpengaruh adalah temperatur udara, berat pesawat dan kondisi

permukaan runway. Faktor – faktor ini kemudian secara sistimatis

dihubungkan dalam satu grafik yang dikeluarkan oleh pabrik suatu

pesawat dan telah disahkan oleh FAA (Advisory Circular AC 150/5235-

4B). Perlu dicatat, bahwa didalam menentukan grafik kebutuhan akan

panjang runway tergantung dari pesawat dan jenis mesin pesawat.

Sebelum menentukan panjang runway terlebuh dahulu menentukan

berat operasional pesawat yang didapatkan dari grafik Payload/Range

For Long-Range Cruise. Dalam menentukan panjang runway, FAA

memberikan 2 macam grafik yaitu grafik take off dan landing. Untuk

take off terdapat 2 macam grafik yaitu standard day dan standard day +

22

Page 5: BAB III ,II

27oF (STD + 15oC). Untuk landing terdapat 3 macam grafik berdasarkan

flaps peawat yaitu flaps 15, 30 dan 40 dengan kondisi dry dan wet.

Dari grafik - grafik tersebut dapat dilihat faktor apa saja yang

mempengaruhi kebutuhan panjang runway dari suatu bandar udara

sehingga di dalam perencanaan faktor – faktor yang telah diuraikan

diatas dapat menyesuaikan dengan kondisi lokal suatu bandar udara.

(Advisory Circular AC 150/5235-4B).

Ketinggian Standard Day Temperatur

Feet Meter oF oC0

2.000

4.000

6.000

8.000

0

610

1.219

1.829

2.438

59,0

51,9

44,7

37,6

30,5

15,00

11,04

7,06

3,11

- 0,85

Untuk mempermudah didalam menentukan kebutuhan akan

panjang runway, FAA melakukan pendekatan untuk berbagai klasifikasi

bandar udara. Klasifikasi bandar udara tersebut dapat dilihat dalam tabel

berikut :

Klasifikasi Bandar UdaraPanjang runway

(kaki)

23

Tabel 8. Ketentuan panjang landasan pacu secara pendekatan untuk berbagai klasifikasi bandar udara

Tabel 7. Standard day menurut FAA

Sumber : Advisory Circular AC 150/5325-4B, 2005

Page 6: BAB III ,II

Bandar Udara UtilitasTahap utilitas dasar ITahap utilitas dasar IITahap utilitas umum ITahap utilitas umum II

Bandar Udara TransportKelompok rancangan pesawat I dan IIKelompok rancangan pesawat III dan IV

2.0002.5003.0003.500

5.0007.000 – 12.000

24

Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.

Page 7: BAB III ,II

25

Gambar 4. Payload/Range For Long-Range Cruise model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 8: BAB III ,II

26

Gambar 5. Take off runway length Standart Day model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 9: BAB III ,II

27

Gambar 6. Take off runway length Standart Day +15 oC model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 10: BAB III ,II

28

Gambar 7. Landing runway length Flaps15 model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 11: BAB III ,II

29

Gambar 8. Landing runway length Flaps 30 model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 12: BAB III ,II

B. Metode ICAO

ICAO merekomendasikan panjang runway yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan lokal dari suatu Bandar Udara. Kondisi tersebut yaitu elevasi, temperatur, kemiringan runway (slope), angin permukaan dan kondisi permukaan runway. Secara matematis ICAO memberikan panjang minimum yang dibutuhkan dalam persamaan berikut:

Panjang Runway Aktual = (ARFL x Fe x Ft x Fs) + Fw ……….(1)

Dengan :

ARFL = Panjang landas pacu minimum yang dibutuhkan

pesawat untuk melakukan take off (m)

Fe = Faktor koreksi elevasi

Ft = Faktor koreksi temperatur

Fs = Faktor koreksi kemiringan (slope)

Fw = Faktor koreksi angin permukaan

30

Gambar 9. Landing runway length Flaps 40 model B.737 - 300

(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)

Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005

Page 13: BAB III ,II

1) Faktor Koreksi Elevasi

Semakin tinggi letak suatu bandar udara, maka semakin besar

kebutuhan landasan pacuyang dibutuhkan pesawat untuk terbang. ICAO

merekomendasikan penambahan sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (100

ft) dihitung dari ketinggian permukaan laut (mean sea level), dimana :

Fe = 1 + 0,07 x h

300 …………… (2)

Dengan :Fe = Faktor koreksi elevasi

H = Ketinggian elevasi landasan (m)

2) Faktor Koreksi Temperatur

Menurut ICAO panjang landas pacu perlu dikoreksi terhadap

temperatur setiap 1% untuk setiap kenaikan 1oC atau setiap kenaikan 1.000

m dari permukaan laut maka temperatur turun sebesar 6,5oC. Temperatur

ini didapatkan dari perhitungan temperatur harian pada bulan terpanas

dalam suatu tahun yaitu :

T = Ta + 1/3 (Tm – Ta) ............... (3)

Dengan :

T = Aerodome references temperature

Ta = Temperatur rata – rata dalam satu bulan dari harian rata –

rata pada bulan terpanas

Tm= Temperatur rata – rata dalam satu bulan dari harian yang

terpanas (maksimum) pada bulan terpanas

. Dengan dasar ini ICAO merekomendasikan koreksi terhadasp

temperatur sebagai berikut :

Ft = 1 + 0,01 x [T – (15 – 0,0065h)] ..(metrik) …(4)

Dengan :

Ft = Faktor koreksi temperatur

T = Aerodome references temperature

3) Faktor Koreksi Kemiringan (slope)

31

Page 14: BAB III ,II

Oleh ICAO panjang runway ditambah 10% untuk setiap 1%

kemiringan landasan. Sehingga :

Fs = 1 + 0,1 x s ………….. (5)

Dengan :

Fs = Faktor koreksi kemiringan (slope)

s = Kemiringan/slope (%)

4) Angin Permukaan

Perkiraan pengaruh angin terhadap panjang landasan dapat dilihat

dalam tabel berikut :

Tabel 9. Angin permukaan pada runway

Kekuatan Angin Persentase Pertambahan/ PenguranganPanjang Runway tanpa angin

+ 5

+ 10

- 5

- 3

- 5

+ 7

Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila angin bertiup

pada haluan (head wind) pesawat dan sebaliknya bila angin bertiup pada

buritan (tail wind) maka runway yang dibutuhkan akan lebih panjang.

Angin pada permukaan runway sangat dipengaruhi oleh arah angin

dominan dengan persyaratan tidak kurang dari 95% komponen cross wind.

Apabila arah angin dominan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,

maka dapat dianggap bahwa tidak ada angin yang bertiup disepanjang

runway.

5) Kondisi Permukaan Landas Pacu

Nasa dan FAA berpendapat bahwa genangan air (standing water)

pada runway harus dihindari karena menyebabkan pengereman yang

sangat jelek dan memperlambat traksi pada saat lepas landas. Genangan air

pada runway menyebabkan gaya hidroplaning dimana roda pesawat

32

Sumber : Heru basuki,1986.

Page 15: BAB III ,II

berputar di atas lapisan air tipis setebal 0,6 – 1,27 cm. Hidroplaning

merupakan fungsi dari tekanan angin roda ban, kondisi kembang ban dan

kemiringan runway (slope).

Vp = 10√ P …………(6)

Dengan :

Vp = Kecepatan hidroplaning yang terjadi (mil/jam)

P = Tekanan angin roda ban pesawat (psi)

Variasi tekanan angin pada ban pesawat komersil yaitu antara 120

psi sampai dengan 200 psi. Untuk menanggulangi resiko hidroplaning dan

memperbaiki koefisian gesek rem, maka dibuat “GROOVES (alur – alur)”

rah transversal pada roda pesawat. Grooves biasanya dibuat sebesar 6 mm

dengan jarak 2,54 cm antara satu dengan yang lainnya.

2. Lebar Runway

Untuk menentukan lebar runway yang dibutuhkan, perlu adanya

klasifikasi bandar udara menurut panjag runway yang dihitung berdasarkan

ketinggian mula laut rata – rata (sea level) dan kondisi pada temperatur

standar yaitu sebesar 15oC. ICAO mengkategorikan klasifikasi bandar udara

berdasarkan kode huruf, sedangkan FAA mengkategorikan klasifikasi

bandar udara berdasarkan fungsi bandar udara sebagai Air Carier dan

bandar udara sebagai General Avitation. General Avitation dibagi menjadi

utility yaitu bandar udara dengan bobot pesawat < 12.500 lbs, basic

transport yaitu bandar udara dengan bobot pesawat sampai dengan 6.000 lbs

dan general transport yaitu bandar udara dengan bobot pesawat sampai

dengan 175.000 lbs. Untuk mempermudah kategori klasifikasi ini, FAA

mengelompokkan pesawat menurut tipikal/jenis masing – masing pesawat

yang diatur dalam Advisory Circular Appendix AC 150/5300.

Tabel 10. Aerodrome reference code menurut ICAO

Kode Elemen 1 Kode Elemen 2

33

Page 16: BAB III ,II

Kode

AerodromeReference

Field Length“ARFL”

KodeHuruf

Lebar Wingspan

Jarak terluar roda pendaratan

(Outer Main Gear Wheel

Sapan)1 2 3 4 51

234

< 800 m

800 – 1.200 m1.200 – 1.800 m> 1.800 m

A

BCDE

Sampai tidaktermasuk 41/2 m

15 – 24 m24 – 36 m36 – 52 m52 – 60 m

Sampai tidaktermasuk 41/2 m

41/2 – 6 m9 – 14 m9 – 14 m9 – 14 m

Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.

Tabel 11. Kategori Pesawat menurut FAA

Group Jenis – jenis Pesawat

I

II

III

IV

B.727 – 100, B.737 – 200, DC.9 -40BAC,III

DC 8, 707, 720, 720, 727 – 200, L 1011

B.747

Jenis Pesawat yang Lebih Besar dari Group III, Pesawat Masa Depan

Sumber : Heru basuki,1986.

34

Page 17: BAB III ,II

Tabel 11. Standar Ukuran Runway ICAO dan FAA

1 2 3 4 I II I II I II III IV V VI

Lebar

Perkerasana 60 - 75 75 - 100 100 - 150 150 60 75 75 100 100 100 100 150 150 200

Daerah Amanb 200 270 500 500 120 150 300 300 500 500 500 500 500 500

Bahu Landasanc 10 10 20 25 35 40

Kemiringan %

Perkerasan, memanjang

maksimum 2,0 2,0 1,54 1,25 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Efektivitas Maksimum 2,0 2,0 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

Perubahan maksimum 2,0 2,0 1,5 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Laju Perubahan kemiringan kurva

transisi per 100 kaki 0,4 0,4 0,2 0,1 0,33 0,33 0,33 0,33 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Perkerasan

Perkerasan melintang

maksimumd 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Daerah aman membujur

maksimume 2,0 2,0 1,75 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Daerah aman melintang

maksimum 3,0 3,0 2,5 2,5 5,0 5,0 5,0 5,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0

Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988. Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Edisi kedua jilid 1

a Paling sedikit 100 kaki untuk operasi instrumentasi Presisi

b Pendekatan ke landasan dengan presisi dan tak presisi membutuhkan 500 kaki untuk kode 1 dan 2, dan 1000 kaki untuk kode 3 dan 4

c Perkerasan dan bahu landasan paling sedikitnya 200 kaki untuk kode - kode D dan E

d 2,0 Untuk kode - kode A dan B, 1,5 untuk kode - kode C, D dan E

e 150 kaki jika bobot kotor lebih dari 150.000 Lb

Kategori Pendekatan C, D, E TransportICAO

Visual dan tak Presisi

Presisi

Kategori pendekatan A, B, FAA

35

Tabel 12. Standar Ukuran Runway ICAO dan FAA

Page 18: BAB III ,II

3. Kapasitas Runway

Untuk menentukan kapasitas runway, digunakan analisis kapasitas

praktis dimana metode ini memungkinkan pendekatan (aproksimasi)

kapasitas per tahun praktis (practical annual capacity / PANCAP) dan

kapsitas perjam praktis (practical hourly capacity / PHOCAP) dan tidak

dikaitkan dengan besarnya penundaan. Metode ini dipengaruhi konfigurasi

landasan pacu, kelas pesawat dan persentase komposisi campuran pesawat.

Tabel 13. Penggolongan pesawat terbang untuk cara – cara kapasitas praktis

Kelas Jenis – jenis Pesawat

A

B

C

D

E

B.707, 747, 720, DC-10 dan L-1011

B.727, B.737, DC-9 BAC-11 dan semua pesawat perusahaan

penerbangan bermesin piston dan turboprop besar.

Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk

perusahaan penerbangan, seperti F.27 dan pesawat jet bisnis.

Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller

bermesin ganda dan beberapa pesawat dengan mesin tunggal

yang besar.

Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal

Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.

Tabel 14. Persentase komposisi campuran pesawat.

CampuranPersentase Kelas Tertentu

A B C D + E

1 0 0 0 90

2 0 30 30 40

3 20 40 20 20

4 60 20 20 0

Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.

Konfigurasi Landasan Pacu Campuran PANCAP(Pergerakan/Thn)

PHOCAP(Pergerakan/jam)

36

Page 19: BAB III ,II

IFR VFRLandasan pacu tunggal(kedatangan = keberangkatan)

1234

215.000195.000180.000170.000

53524442

99765445

Sejajar berjarak rapat(Bergantung pada IFR)

1234

385.000330.000295.000280.000

64635554

19815210890

Tidak tergantung IFR kedatangan/ keberangkatan sejajar

1234

425.000390.000355.000330.000

79797974

19815210890

Tidak tergantung IFR kedatangan dan keberangkatan

1234

430.000390.000360.000340.000

1061048884

19815210890

Sejajar bebas ditambah dua landasan pacu sejajar berjarak rapat

1234

770.000660.000590.000560.000

128126110108

396304216180

Landasan V terbuka lebar dengan operasi yang bebas

1234

425.000340.000310.000310.000

79797674

1981369484

V terbuka, tidak bebas, operasi menjauhi titik potong

1234

420.000335.000300.000295.000

71706360

1981369484

V terbuka, tidak bebas, operasi menuju titik potong

1234

235.000220.000215.000200.000

57565050

108866653

Dua landasan berpotongan di dekat ujung landasan

1234

375.000310.000275.000255.000

71706360

1751258369

Dua landasan berpotongan di tengah

1234

220.000195.000195.000190.000

61605347

99765852

Dua landasan berpotongan di ujung jauh landasan

1234

220.000195.000180.000175.000

55544642

99765457

Tabel 15. Kapasitas Tahunan praktis landasan pacu untuk perencanaan jangka panjang Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.

G. Perencanaan Struktur Tebal Perkerasan Runway

37

Page 20: BAB III ,II

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan daya

dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dengan campuran aspal dengan

agregat, digelar diatas permukaan suatu material granular mutu tinggi disebut

perkerasan fleksibel. Perkerasan fleksibel terdiri dari beberapa lapisan yaitu

surface course, base course dan sub base course yang digelar di atas tanah asli

yang disebut sub grade.

Dalam perencanaan suatu runway terdapat beberapa metode perencanaan

antara lain : metode CBR yang dikembangkan oleh US Corporation of Engineers,

metode FAA, metode LCN dari Inggris, metode asphalt institute dan metode

Canadian yang dikembangkan oleh Canadian Departemen of Transportation.

Perencanaan struktur perkerasan dalam penulisan ini menggunakan metode FAA.

Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Federation Aviation

Administration (FAA). Dasar dari perencanaan ini adalah analisa statistik dari

perbandingan – perbandingan kondisi lokal tanah, sistim drainase, cara dan

tingkah laku pembebanan. Metode ini banyak dipengaruhi oleh besarnya

pergerakan pesawat, nilai CBR lapisan tanah dasar (sub grade) dan lapis pondasi

bawah (sub base) dan besarnya beban yang bekerja pada runway.

Adapun langkah – langkah dalam perencanaan struktur tebal perkerasan

dengan metode FAA, yakni :

1. Menentukan data perencanaan untuk masing – masing pesawat, dari

karakteristik dan konfigurasi pesawat yang akan dilayani, dengan menentukan

ramalan keberangkatan tahunan (Annual Departure) dan berat lepas landas

maksimum (MSTOW), CBR subgrade dan CBR base course.

2. Beban roda dihitung dengan ketentuan 95% dari berat kotor pesawat yang

ditumpu oleh roda pendaratan utama:

W2 = 1

Jumlah roda pendaratan utama x 95% x MSTOW .…(7)

3. Dari karakteristik dan konfigurasi pesawat yang akan dilayani, dilakukan

perhitungan untuk dikonversikan terhadap pesawat rencana, dalam hal tipe

roda pendaratan, beban roda (whell load), beban roda pesawat rencana dan

keberangkatan tahunan (equivalen annual departure) dari pesawat rencana.

38

Page 21: BAB III ,II

4. Hitung jumlah keberangkatan tahunan (forecast annual departure = R2)

dengan mengkonversi tipe roda pendaratan ke tipe roda pesawat

rencanadengan menggunakan tabel faktor konversi roda pendaratan.

Tabel 16. Faktor konversi tipe roda pendaratan

Konversi Dari Ke Faktor Pengali

Single Wheel

Single Wheel

Dual Wheel

Double Dual Tandem

Dual Tandem

Dual Tandem

Dual Wheel

Double Dual Tandem

Dual Wheel

Dual Wheel

Dual Tandem

Dual Tandem

Dual Tandem

Single Wheel

Dual Wheel

Single Wheel

Dual Wheel

Dual Wheel

0,8

0,5

0,6

1,00

2,00

1,70

1,30

1,70

1,00

Sumber : Heru basuki,1986.

5. Menghitung Equivalent Annual Departure dengan ketentuan :

Log R1 = (Log R2) (W 2W 1 )1/2 …………….(8)

Dimana :

R1 = Equivalent Annual Departure Pesawat Rencana

R2 = Annual Departure pesawat – pesawat campuran dengan

konfigurasi roda pendaratan pesawat rencana

W1 = Beban roda dari pesawat rencana

W2 = Beban roda dari pesawat yang dinyatakan

6. Dengan menggunakan grafik rencana perkerasan lentur yang sesuai dengan

pesawat rencana, dicari tebal perkerasan total dengan memperhatikan nilai

CBR tanah dasar.

7. Mencari tebal pondasi bawah (Sub base) dengan menggunkan grafik rencana

perkerasan yang sama dengan memperhatikan nilai CBR pondasi bawah.

39

Page 22: BAB III ,II

8. Mencari tebal lapis permukaan (surface) sesuai dengan grafik pesawat

rencana.

9. Mencari tebal lapisan pondasi atas (base course) dengan memperhatikan tebal

pondasi bawah (sub base) dan lapis permukaan (surface).

10. Mengevaluasi tebal lapis pondasi atas yang diperoleh terhadap tebal minimum

base course yang dibutuhkan.

Tabel 17. Tebal minimum base course yang diperlukan

Aircraft DesignDesign load Range

(Kg)

Minimum Base Course Thickness

Inch Mm

Single Wheel13.600 – 22.700

22.700 – 34.000

4

6

100

150

Dual Wheel22.700 – 45.000

45.000 – 90.700

6

8

150

200

Dual Tandem45.000 – 113.400

113.400 – 181.000

6

8

150

200

757

76790.700 – 181.000 6 150

DC-10

L1011181.000 – 272.000 8 200

B-747181.000 – 272.000

272.000 – 385.700

6

8

150

200

C-13034.000 – 56.700

56.700 – 79.400

4

6

100

150

Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995

Dari grafik – grafik yang ada, aanual departure terbatas hanya sampai 25.000

dalam usia rencana. Untu tingkat annual departure lebih dari 25.000, maka tebal

perkerasan total harus ditambah.

40

Page 23: BAB III ,II

Tabel 18. Tebal perkerasan untuk Annual Departure > 25.000

Tingkat Annual Departure % 25.000 tebal departure

50.000

100.000

150.000

200.000

104

108

110

112

Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995

41

Page 24: BAB III ,II

42

Gambar 10 : Grafik rencana perkerasan flexible pesawat Dual Wheel Gear

Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995.

Page 25: BAB III ,II

H. Proyeksi lalu lintas Udara

Perkiraan arus lalu lintas udara di Bandar Udara ditujukan untuk

menghitung Annual Departure. Terdapat beraneka ragam teknik perkiraan untuk

perencanaan Bandar udara. Metode proyeksi yang digunakan pada penulisan ini

yaitu metode regresi linier yaitu suatu metode yang didasarkan pada sutau

pengujian pola historis kegiatan dan menganggap bahwa faktor – faktor tersebut

yang menentukan variasi lalu lintas pada masa lalu akan terus menunjukkan

hubungan – hubungan yang serupa pada masa depan. Hubungan yang

mendasarinya adalah :

Y = a + bx …………….(9)

(ΣY1).(ΣX12) – (ΣX1).(ΣX1Y1) …………….(10)

n.ΣX12 - (ΣX1

2)

n.ΣX1Y1 – (ΣX1).(ΣY1) …………….(11)

n.ΣX12 - (ΣX1

2)

Untuk mengetahui garis trend tersebut termasuk garis linear, maka perlu

dilakukan pengujian regresi linear dengan rumus berikut :

n.(ΣX1Y1) – (ΣX1).(ΣY1) ………….(12)

{n.(ΣX12) - (ΣX1)2}.{n.(ΣY1

2) - (ΣY1)2}

Dimana :

Y = Jumlah pada n tahun yang dihitung

n = Jumlah pengamatan

ΣY1 = Jumlah yang diamati

ΣX1 = Jumlah tahun pengamatan

R = Regresi linear

43

a =

b =

R =

Page 26: BAB III ,II

(Sumber : Sudjana,1986)

44