bab ii tinjauan pustaka a. preparat awetan preparat...

9
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan 1. Pengertian Preparat Awetan Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland, 2002). Karena pada umumnya dalam pengamatan preparat awetan parasitologi dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan penggunaan mikroskop. Sedangkan pada penggunaan mikroskop harus memperhatikan dua hal penting, yaitu : a. Kemampuan memisahkan artinya jarak terkecil antara dua titik objek, jika keduanya masih terlihat sebagai titik yang terpisah. b. Pembesaran artinya sebagai rasio ukuran bayangan terhadap ukuran objek dalam istilah jarak linear (Finn Geneser, 1994). 2. Macam Preparat Dalam penyajian preparat awetan parasitology didasarkan atas sampel yang digunakan dalam pembuatan preparat permanen :

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

17 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preparat Awetan

1. Pengertian Preparat Awetan

Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun

penyiapan sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun

anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan

(W.A. New Dorland, 2002).

Karena pada umumnya dalam pengamatan preparat awetan

parasitologi dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung

secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas

dengan penggunaan mikroskop. Sedangkan pada penggunaan

mikroskop harus memperhatikan dua hal penting, yaitu :

a. Kemampuan memisahkan artinya jarak terkecil antara dua titik

objek, jika keduanya masih terlihat sebagai titik yang terpisah.

b. Pembesaran artinya sebagai rasio ukuran bayangan terhadap

ukuran objek dalam istilah jarak linear (Finn Geneser, 1994).

2. Macam Preparat

Dalam penyajian preparat awetan parasitology didasarkan atas

sampel yang digunakan dalam pembuatan preparat permanen :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

6

a. Preparat cacing, preparat yang sampelnya berupa telur cacing

maupun cacing dewasa yang didapat lewat muntahan atau feaces.

b. Preparat protozoa, preparat yang menggunakan sampel berupa

protozoa yang ditemukan dalam feaces.

c. Preparat entomology, preparat yang menggunakan sampel berupa

kutu, insekta, dll.

d. Preparat tropozoit, preparat yang menggunakan sampel darah yang

dibuat apusan (darah tebal maupun darah tipis) untuk menemukan

tropozoit, sizon dan gametosit pada penyakit malaria.

(Is. Suhairiah Ismid, 2000)

3. Macam Pewarnaan

Macam-macam pewarnaan berdasarkan kegunaannya, antara

lain :

a. Teknik pewarnaan dan pengawetan MIF (Merthiolate [Thiomersal]

Iodine Formaldehyde), untuk mengidentifikasi trofozoit-trofozoit

protozoa manusia dan kista-kistanya, tetapi juga dapat dipakai

untuk (mengidentifikasi) telur-telur cacing.

b. Teknik pewarnaan dengan yodium dan pulasan supravital,

membantu di dalam membeda-bedakan protozoa.

c. Teknik pewarnaan feulgen, untuk mengenali asam

deoksiribonukleat (DNA).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

7

d. Teknik pewarnaan dengan Hematoxylin Heidenhain, untuk

memperlihatkan struktur-struktur organism-organisme.

B. Pewarnaan Hematoxylin Heidenhain

Tujuan pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras alami dan

untuk lebih memperjelas berbagai unsur, dan gambaran mikroskopis telur

cacing (LEESON, C.Roland,2009).

Pada dasarnya bentuk telur cacing tidak menunjukkan kontras antara

bagian-bagiannya. Agar suspensi telur cacing dapat dipelajari strukturnya

dengan mikroskop cahaya biasa, perlu diberikan kontras melalui pewarnaan.

Metode pewarnaan telur cacing bertujuan selain agar tampak nyata, juga agar

bagian-bagian telur dapat dibedakan. Bahan pewarna secara selektif akan

mewarnai bagian-bagian telur cacing. Sebagian bahan pewarna bersifat

sebagai senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan meningkat

suspensi telur membentuk garam. Komponen telur cacing yang terwarna oleh

bahan pewarna basa disebut basofilik (bahasa yunani : senang basa) dan yang

terwarna oleh bahan pewarna asam disebut asidofilik.

Contoh bahan pewarna basa adalah toluidin blue dan methylen blue.

Hematoxylin yang umum dipakai secara rutin termasuk pewarna basa akan

mewarnai komponen telur cacing yang basofilik (mengandung bahan asam :

asam nukleat, glikosaminuglikan dan asam glikoprotein). Contoh bahan

pewarna asam : orange G, eosin, acid fuchsin, mewarnai komponen

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

8

asidofilik. Diantara bahan pewarna yang sering dipakai adalah kombinasi

antara hematoxylin dan eosin.

Banyak pewarna lain, seperti trichome (misalnya : metode Mallory

dan Masson) digunakan dalam prosedur yang berbeda. Bahan tersebut dapat

membantu untuk membeda-bedakan atau mengamati gambaran mikroskopis

telur cacing (Subowo, 2009).

Pewarna inti yang paling umum adalah Hematoksilin, yang sifat

memulasnya tergantung pada adanya hasil oksidasinya dalam larutan, yaitu

hematein. Bila dipulas dengan zat demikian, komponen telur cacing tampak

biru. Hematoksilin besi, yang memulas komponen menjadi biru tua atau

hitam, mempunyai aplikasi luas. Pada kebanyakan metode yang

menggunakan hematoksilin besi, seseorang memulas dengan zat itu secara

berlebihan, kemudian mengadakan diferensiasi secara regresif dalam larutan

asam lemah atau larutan garam feri.

Agar dapat memperlihatkan struktur-struktur organisme organisme,

maka perlu mewarnai mereka dengan suatu zat warna atau dengan zat-zat

warna. Zat warna yang paling baik dan paling biasa dipakai dalam karya-

karya parasitologik dan histologik adalah hematoxylin, yang diekstraksi dari

kayu gelondongan (yang berwarna coklat merah). Hematoxylin saja

mempunyai sifat-sifat mewarnai yang lemah, dan perlu dipakai suatu

mordant (bahan penajam) untuk membuatnya menjadi efektif. Banyak

formula yang berbeda-beda telah dipakai untuk membuat larutan-larutan zat

warna hematoxylin. Pada beberapa bahan mordant dicampur dengan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

9

hematoxylin, sedang pada yang lain dipakai secara terpisah. Banyak

persenyawaan yang berbeda-beda dipakai sebagai mordant-mordant.

Sebagian besar berupa garam logam berat seperti misalnya besi, timah,

tembaga, coklat, tungsten, atau molybdenum. Satu dari pewarnaan

hematoxylin yang paling baik adalah Heidenhain’s iron-hematoxylin.

Pergantian bertingkat dalam konsentrasi alkohol dipakai pada semua

prosedur pewarnaan dan dehidrasi untuk mencegah distorsi (perubahan

bentuk).

Pada pewarnaan Heidenhain’s hematoxylin yang klasik, usapan-

usapan yang telah diwarnai dihilangkan warnanya dengan tawas besi. Jika

diinginkan, pemakaian mordant dan waktu pewarnaan dapat lebih lama.

Usapan-usapan itu dapat diberi mordant selama 2 jam dan diwarnai selama 4

jam, atau dapat diberi mordant selama 4 jam atau 24 jam. Waktu-waktu yang

lebih lama ini memberikan pewarnaan yang sedikit lebih baik (tepat), tetapi

tidak cukup untuk membuatnya bermanfaat untuk tujuan-tujuan rutin

(Norman, D.Levine, 1995).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

10

C. Gambaran Umum Telur Cacing Ascaris lumbricoides

1. Klasifikasi Ascaris lumbricoides

Nama Latin : Ascaris lumbricoides

Phylum : Nemathelminthes

Sub Phylum : Ascaridoidea

Ordo : Ascaridida

Family : Ascaridae

Genus : Ascaris

Species : Ascaris lumbricoides

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Secernantea

(Arief Mansjoer, 2002)

2. Morfologi Telur Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides atau yang disebut cacing gelang merupakan

salah satu infeksi cacing yang paling umum pada manusia. Cacing

berwarna merah muda atau putih kekuningan dan terlihat mengkilap.

Cacing dewasa berbentuk silindris, dengan ujung bagian depan

meruncing. Merupakan cacing nematoda terbesar yang menginfeksi

manusia. Cacing betina berukuran panjang 20-35 cm dan yang jantan 15-

31 cm, dengan ujung bagian belakang melengkung.

Telur yang telah dibuahi (fertilized) berukuran 60 mikron dan 75

mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan 50 mikron. Telur

cacing ini mempunyai kulit telur yang tak berwarna yang sangat kuat. Di

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

11

luarnya, terdapat lapisan albumin yang permukaannya berdungkul

(mamillation) yang berwarna coklat oleh karena menyerap zat warna

empedu. Di dalam kulit telur cacing masih terdapat suatu vitelline tipis,

tetapi lebih kuat daripada kulit luar. Selubung vitelline meningkatkan

daya tahan telur cacing Ascaris lumbricoides terhadap lingkungan

sekitarnya, sehingga dapat bertahan sampai 1 tahun lamanya. Telur yang

telah dibuahi ini mengandung sel telur yang tak bersegmen. Ditiap kutub

telur yang berbentuk lonjong atau bulat ini terdapat rongga udara. Telur

yang tak dibuahi (unfertilized) dijumpai di dalam tinja, bila didalam

hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini bentuknya lebih lonjong.

Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak

teratur. Pada telur yang tak dibuahi tidak dijumpai rongga udara. Didalam

tinja manusia kadang-kadang ditemukan telur cacing yang telah

kehilangan lapisan albuminnya, sehingga sulit untuk menentukan

diagnosis telur cacing. Sebagai pegangan, adanya ovum yang besar di

dalam telur cacing cukup untuk menentukan jenisnya (Soedarto, 1990).

Pada pemeriksaan tinja hospes dapat ditemukan, yaitu :

a. Telur yang dibuahi, berukuran 60 x 45 ul, bulat atau oval dengan

dinding telur yang kuat, terdiri atas 3 lapis, yaitu :

1. Lapisan luar terdiri atas lapisan albuminoid dengan permukaan

tidak rata, bergerigi, berwarna kecoklat-coklatan karena pigmen

empedu.

2. Lapisan tengah merupakan lapisan chitin, terdiri atas polisakarida.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

12

3. Lapisan dalam, membrane vitelline yang terdiri atas sterol yang liat

sehingga telur dapat tahan sampai satu tahun.

b. Telur yang dekortikasi adalah telur yang dibuahi akan tetapi

kehilangan lapisan albuminoidnya. Baik yang kortikasi maupun

dekortikasi, keduanya terapung di dalam larutan garam jenuh (pekat)

c. Telur yang tidak dibuahi, mungkin dihasilkan oleh betina yang tidak

subur atau terlalu cepat dikeluarkan oleh betina yang subur. Telur ini

berukuran 90 x 40 ul, berdinding tipis, akan tenggelam dalam larutan

garam jenuh

Resistensi telur sangat besar, tetapi tidak tahan terhadap

pengeringan langsung (sinar matahari langsung). Telur dapat bertahan

sampai bertahun-tahun (dalam 7 tahun yang masih survive 10%)

(Soejoto, 1996).

Gambar Telur cacing Ascaris lumbricoides 1. Telur yang fertilized

(telah dibuahi), 2. Telur yang unfertilized (tidak dibuahi), 3. Telur

dengan kulit luar terkelupas (Soedarto, 1990).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan Preparat ...digilib.unimus.ac.id/files//disk1/107/jtptunimus-gdl...secara mikroskopik, oleh sebab itu pengamatan ini tidak terlepas dengan

13

3. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

Telur biasanya keluar dari tubuh hospes bersama tinja dalam

keadaan belum bersegmen. Dalam tanah, apabila keadaan linkungan

cukup baik dan menguntungkan, akan menjadi telur yang bersifat

infektius dan mengandung larva yang dapat bergerak dalam waktu kira-

kira 3 minggu. Apabila telur tertelan oleh manusia bersama makanan atau

minuman, atau secara langsung melalui tangan kotor, karena kontaminasi

dengan tanah, akan menetas di dalam intestinum tenue (usus halus) dan

keluar larva. Kemudian larva ini menembus dinding usus dan masuk

saluran limfe dan darah. Mengikuti aliran darah, melalui vena portae ke

hepar, kemudian terus ke jantung kanan, ke paru-paru. Di dalam paru-

paru menembus dinding kapiler darah masuk ke dalam alveoli. Disini

tinggal sementara kemudian migrant melalui bronchiolus, bronchi, naik

sepanjang trachea sampai epiglottis lalu turun ke bawah melalui usofagus

sampai intestinum tenue dan tambah menjadi dewasa. Cacing dewasa

betina yang bertelur terjadi kira-kira 2 bulan sesudah infeksi.

Penyakit yang ditimbulkan disebut Ascariasis dan terdapat pada

manusia untuk semua umur. Bertelur sebanyak 200.000 butir/ekor/hari.

Seekor cacing mampu bertelur sampai 26 juta butir telur.