awetan tumbuhan.doc

15
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK PENGAWETAN BASAH TANAMAN Nama : Wini Mudiatur Rohmah NIM : 1147020076 Semester/Kelompok : II B / 3 Tanggal Praktikum : 3 Maret 2015 Tanggal Pengumpulan : 17 Maret 2015 Dosen : Drs. H. MomiSahromi Asisten : RahmatTaufiq M.A., S.Si JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Upload: winininot

Post on 09-Dec-2015

357 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: awetan tumbuhan.doc

LAPORAN

PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

PENGAWETAN BASAH TANAMAN

Nama : Wini Mudiatur Rohmah

NIM : 1147020076

Semester/Kelompok : II B / 3

Tanggal Praktikum : 3 Maret 2015

Tanggal Pengumpulan : 17 Maret 2015

Dosen : Drs. H. MomiSahromi

Asisten : RahmatTaufiq M.A., S.Si

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015

Page 2: awetan tumbuhan.doc

I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

1. Mahasiswa mampu membuat larutan pengawetan basah bagi tanaman

2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari larutan pengawetan yang

digunakan

3. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat pengawetan tumbuhan

1.2 Dasar Teori

Pengawetan makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan bertujuan

menghilangkan atau menghambat proses penghancuran (dekomposisi) oleh

mikroorganisme. Pengawetan obyek biologi terdiri atas dua cara yaitu pengawetan

basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan

obyek biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan

mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga

organisme perusak/penghancur tidak bekerja. Obyek biologi yang berukuran kecil

diawetkan dalam bentuk slide mikroskop. Pengawetan basah dibuat dengan cara

merendam tumbuhan atau binatang baik dalam bentuk utuh atau pun bagian-

bagiannya dalam larutan pengawet. Larutan pengawet yang digunakan berupa alkohol

dengan konsentrasi 50%-70%, campuran formalin, asam asetat dan alkohol (larutan

FAA) atau formalin 4%.. Tempat menyimpan awetan basah harus tertutup rapat dan

spesimen di dalamnya harus terendam. Larutan pengawet harus digunakan secara

hati-hati karena bersifat racun (Satino 2007).

pengawetan basah pada tumbuhan merupakan teknik pengawetan tumbuhan atau

tanaman dengan mengawetkan dalam suatu cairan pengawet , baik dalam bentuk utuh

ataupun bagian – bagian pada organ tumbuhan salah satu contoh pengawet yang

digunakan adalah alkohol, dengan konsentrasi antara 30 %, 50% dan 70 %..

padatumbuhan tingkat rendah seperti lumut menggunakan konsentrasi rendah

sedangkan pada tumbuhan tingkat tinggi seperti kayu kayu menggunakan alkohol

dengan konsentrasi tinggi. Untuk koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ

tubuhnya, pengawetan dan penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan

Page 3: awetan tumbuhan.doc

pula kelestarian objek tersebut. Perlu ada pembatasan pengambilan objek. Salah

satunya dengan cara pembuatan awetan. Pengawetan dapat dilakukan terhadap objek

tumbuhan maupun hewan. Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun kering. Cara

dan bahan pengawet nya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Untuk organ

tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah.

Sedang untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa

herbarium ( Suyitno, 2004)

pengawetan merupakan tindak lanjut setelah proses fiksasi , fungsi dari

pengawetan yaitu agar objek menjadi awet, tidak rusak jaringannya dan terhindar dari

serangan bakteri dan jamur. Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan

pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru ,

terutama untuk spesimen- spesimen yang suli ditemukan dialam.Untuk pengawetan

yang baik perlu diperhatikan prinsip prinsip di bawah ini:

Pengawetan harus merata pada seluruh bidang spesimen

Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan

sebanyak mungkin di dalam tanaman

Dalam pengawetan bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan (faktor

bahan pengawetnya).

Faktor waktu yang digunakan.

Metode pengawetan yang digunakan

Salah satu metode yang digunakan yaitu dengan Dehidrasi. Dehidrasi paling

umum menggunakan etanol. Dilakukan dehidrasi karena jaringan difiksatif dengan

bahan water base lalu diletakkan di parafin yang oil base. Dehidrasi harus bertahap

konsentrasinya agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Bisa mulai pewarnaan pada

etanol 70% atau 80% (lebih baik dengan pewarna serbuk agar konsentrasi etanol

tidak menurun). Yang perlu diperhatikan adalah dari etanol 96% ke etanol absolut,

Page 4: awetan tumbuhan.doc

etanol 96% harus dihisap dengan kertas saring untuk meminimalisir kontaminasi

etanol absolut. Untuk jaringan umum, tinggal lihat bagan. Untuk jaringan khusus

(misal, jaringan kecil), maka waktu inkubasi bisa berbeda (Waluyo,2008).

II. METODE

2.1. Alat dan Bahan

No Alat jumlah Bahan jumlah

1 Botol jam 1 buah Tanaman paku 1pohon

lengkap

2 Slide preparat 1 buah aquades 118,42cc

3 Gelas kimia 1 buah Alkohol 95% 131,58cc

4 Gelas ukur 250 cc 1 buah benang

5 Jarum 1 buah

6 Pipet tetes 1 buah

7 Corong 1 buah

2.2. Cara Kerja

Alat dan bahan

disiapkan

alkohol 95%

diambil sebanyak 50%/95 x 250 = 131,58 cc menggunakan gelas ukur

ditambah aquades 45%/95 x 250 = 118,42 cc

(larutan)

Tanaman paku

Dicuci bersih

Diikat pada slide peparat dengan benang

Dimasukkan pada botol jam

Ditambah larutan pengawet

Page 5: awetan tumbuhan.doc

Hasil

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Pengamatan tanaman paku sebelum menjadi awetan basah

Hasil Pengamatan Literatur

a b c (Dokumen Pribadi, 2015)

Gambar tangan

Keterangan

a. akar

b. batang

c. daun

Page 6: awetan tumbuhan.doc

( )

3.2 tanaman paku awetan basah

Hasil Pengamatan Literatur

(Dokumenpribadi, 2015)

Gambar tangan

Keterangan

a. Akar

b. Batang

c. Daun

Pada percobaan kali ini yaitu mengenai pengawetan basah tanaman dengan

menggunakan metode Dehidrasi yang paling umum menggunakan etanol.

Page 7: awetan tumbuhan.doc

Menurut( Waluyo, 2008). Dilakukan dehidrasi karena jaringan difiksatif dengan

bahan water base lalu diletakkan di parafin yang oil base. Dehidrasi harus bertahap

konsentrasinya agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Bisa mulai pewarnaan pada

etanol 70% atau 80% (lebih baik dengan pewarna serbuk agar konsentrasi etanol

tidak menurun). Yang perlu diperhatikan adalah dari etanol 96% ke etanol absolut,

etanol 96% harus dihisap dengan kertas saring untuk meminimalisir kontaminasi

etanol absolut. Untuk jaringan umum, tinggal lihat bagan. Untuk jaringan khusus

(misal, jaringan kecil), maka waktu inkubasi bisa berbeda. larutan pengawet yaitu

alkohol 50 % dengan mencampurkan alkohol 118,42cc dengan aquades 131,58cc

sehingga menjadi larutan pengawet 250 cc.

Spsimen yang digunakan yaitu tanaman paku (Pteridophyta) tumbuhan paku

(Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan yang hampir dapat dijumpai

pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi

yang jenis jenisnya telahjelas mempunyai kormus dan dapat dibedakan dalam tiga

bagian pokok yaitu akar, batang, dan daun. Bagi manusia, tumbuhan paku telah

banyak dimanfaatkan antara lain sebagai tanaman hias, sayuran dan bahan obat-

obatan. Namun secara tidak langsung, kehadiran tumbuhan paku turut memeberikan

manfaat dalam ekosistem hutan (Triharso, 1996). Tumbuhan paku dapat dibedakan

menjadi dua bagian utama yaitu organ vegetatif yang terdiri dari akar, batang,

rimpang, dan daun. Sedangkan organ generatif terdiri atas spora, sporangium,

anteridium, dan arkegonium. Sporangium tumbuhan paku umumnya berada di bagian

bawah daun serta membentuk gugusan berwarna hitam atau coklat. Gugusan

sporangium ini dikenal sebagai sorus. Letak sorus terhadap tulang daun merupakan

sifat yang sangat penting dalam klasifikasi tumbuhan paku. Tumbuhan Paku atau

Pteridophyta merupakan kelompok tumbuhan yang sudah beradaptasi penuh pada

kehidupan habitat darat. Tumbuhan Paku memiliki karakteristik atau cirri yang lebih

maju dibandingkan dengan tumbuhan spora lainnya seperti alga dan lumut. Hal ini

dapat dilihat dari struktur organ vegetatif seperti akar, batang dan daun yang sudah

menyerupai ciri vegetatif tumbuhan tingkat tinggi (Spermatophyta). Tumbuhan paku

Page 8: awetan tumbuhan.doc

sepertihalnya tumbuhan lumut mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) antara

fase sporofit (penghasil spora) dan fase gametofit (penghasil gamet).

Klasifikasitumbuhan paku terutama berdasarkan atas perbedaan dan persamaan

bentuk dan jenis spora, sehingga dikenal pengelompokkan tumbuhan paku yaitu paku

homospor (isospor), heterospor dan paku peralihan. Sebagain besar tumbuhan paku

banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias, seperti suplir,paku menjangan, paku

tiang (Alsophyla), paku sarang burung (Asplenium nidus). Disamping itubebrapa jenis

telah dimanfaatkan sebagai bahan dasar obat seperti obat antidiuretika (beser) seperti

Lycopodium (paku kawat). Ada juga yang dimanfaatkan sebagai lalab dan sayuran

seperti semanggi. Klasifikasi tumbuhan paku dibagi atas 4 kelas, yaitu:

1. Kelas Psilotinae (Paku telanjang)

Psilotinae termasuk tumbuhan paku tingkat rendah. Sporofit pada tumbuhan paku

kelas ini mempunyai cirri yaitu tidak mempunyai akar sejati tetapi masih berupa

rhizoid, mempunyai batang yang sering tidak berdaun sehingga disebut sebagai paku

telanjang.

2. Kelas Lycopodinae

Jenis tumbuhan paku yang temasuk kelas ini mempunyai ciri, yaitu sporofit yang

sudahmemiliki atas akar, batang dan daun. Tumbuhan paku kelas ini berupa

tumbuhan yang menjalar dipermukaan tanah. Memeliki batang kecil dengan

percabangan menggarpu (dikotom). Daun umumnya banyak berukuran kecil tersusun

dalam lingkaran, spiral atau berhadapan. Sporangium yangdihasilkan tunggal terletak

pda ketiak daun.

3. Kelas Equisetinae

Kelompok tumbuhan paku yang temasuk kelas ini memilki cirri batangnya beruas,

berbuku dan berongga, mengandung silkia. Daun kecil-kecil seperti sisik, terletak

melingkar pda buku-buku. Sporangiumnya melekat pada sporofil yang berbentuk

perisai dan bertangkai. Sporofil tersusun menjadi strobilus yang letaknya diujung

percabangan. Spora yang dihasilkan mempunyai bentuk yang sama dilengkapi

dengan empat ekor (elatera) yang berfungsi dalam proses penyebaran dan berdifat

Page 9: awetan tumbuhan.doc

higroskopik, dalam keadaan kering mengembang, dan dalam keadaan basah akan

menggulung.

4. Kelas Filicinae

Jenis tumbuhan paku yang termasuk kelas ini merupkan golongan paku yang terbesar

jumlahnya. Ciri khas tumbuhan paku kelas ini daunnya besar, pada waktu

muda tergulung. Kedudukan daunnya menyirip. Spora dihasilkan dalam sporangium

yang tersusun dalam kumpulan sporangium yang disebut sorus (jamak=sori) yang

umumnya terletak pada permukaan bawah daun. Paku kelas ini umumnya termasuk

paku homospor dan pakuhetrospor ( Kinho, 2011).

Pada pengamatan yang kami lakukan dihasilkan penampakan tanaman paku

menampakan bentuk yang baik atau utuh dan warna pada hijau pada tanaman paku

berubah menjadi kecoklat-coklatan itu disebabkan karena unsur warna hijau tanaman

akan dilarutkan oleh alkohol. Hal ini sesuai dengan ( Dirjen POM RI, 1979).

pernyataan Alkohol ( Aethanolum) atau etanol merupakan cairan tidak berwarna,

jenih, mudah menguap dan mudah bergerak mempunyai bau khas dan rasa panas,

mudah terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak berasapn jauh dari nyala api

oleh karena itu harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya,

ditempat sejuk d, kelarutannya sangat mudah terlarut dalam air, kloroform, dan dalam

eter yang berguna sebagai pembersih.

IV Kesimpulan

Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pengawetan basah tanaman dapat

dilakukan dengan melarutkan tanaman pada pada larutan pengawet. Pengawetan

basah tanaman paku digunakan larutan pengawet alkohol 50% yang berfungsi

mengawetkan jaringan tanaman agar utuh.

Page 10: awetan tumbuhan.doc

Daftar Pustaka

DIRJEN POM RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Departeman

Kesehatan Republik Indonesia.

Kinho, J. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Taman Nasional

Aketajawe-Lolobata. Manado : Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Steenis, C.G.G.J.Van. 2003. Flora. Cet. 9. Jakarta: PT Pradnya Paramitha.

Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan Objek Biologi. Jurusan Biologi.

Triharso, 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.

Waluyo, Lud. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. Malang: Universitas

Muhammadiah Malang.