laporan awetan

16
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK “AWETAN BASAH HEWAN” Nama : Ria Andani NIM : 1147020051 Semester/Kelompok : II B/4 Tanggal Praktikum : 17 Februari 2015 Tanggal Pengumpulan : 24 Februari 2015 Dosen : Drs. H. Momi Sahromi Asisten : Safitri Sumarnoh

Upload: ria

Post on 10-Dec-2015

662 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan awetan

LAPORAN

PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

“AWETAN BASAH HEWAN”

Nama : Ria Andani

NIM : 1147020051

Semester/Kelompok : II B/4

Tanggal Praktikum : 17 Februari 2015

Tanggal Pengumpulan : 24 Februari 2015

Dosen : Drs. H. Momi Sahromi

Asisten : Safitri Sumarnoh

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015

Page 2: laporan awetan

I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

a. Mahsiswa mampu membuat larutan pengawetan basah hewan

b. Mahasiswa mengetahui fungsi dari larutan pengawetan

c. Mahasiswa mengetahui manfaat pengawetan basah hewan

1.2 Dasar teori

Pengawetan adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukan dalam

laboratorium biologi. Pengawetan terutama dilakukan terhadap tumbuhan dan

hewan yang susah ditemukan atau hanya diperoleh dari tempat-tempat tertentu,

misalnya dari laut atau gunung. Dengan diawetkannya bahan-bahan makhluk

hidup, maka kita dapat menggunakan  spesimen untuk waktu lama. Pengawetan

hewan dan tumbuhan dapat dilakukan dengan cara basah atau kering. Cara dan

bahan yang digunakan bervariasi., tergantung pada sifat objeknya (Wijaya, 2002).

Media awetan terdiri dari awetan basah dan awetan kering. Awetan basah

dibuat dengan cara merendam tumbuhan dan atau binatang baik dalam bentuk

utuh ataupun bagian-bagiannya dalam larutan pengawet. Larutan  pengawet 

tersebut  umumnya  berupa  alcohol  dengan konsentrasi  50%  – 70%,  campuran 

formalin,  asam  asetat  dan  alcohol (larutan FAA) atau larutan formalin 4%.

Larutan alcohol biasanya digunakan untuk mengawetkan binatang rendah dari

Phylum Arthropoda. Pengawet FAA banyak digunakan untuk mengawetkan

specimen tumbuh-tumbuhan. Untuk tumbuhan tingkat rendah seperti lumut

biasanya digunakan FAA konsentrasi rendah, sedangkan untuk tumbuhan berkayu

menggunakan FAA dengan konsentrasi tinggi. Larutan formalin 4% digunakan

untuk mengawetkan binatang atau bagian tubuh binatang dengan cara

merendamkannya. Hal yang perlu diperhatikan pada media awetan basah adalah

tempat yang digunakan untuk menyimpan awetan basah tersebut harus tertutup

rapat dan specimen  yang  ada  di  dalamnya  harus  terendam,  oleh  karena  itu

volume larutan pengawetnya harus dijaga. Hal lainnya yang harus diperhatikan

adalah ketika digunakan, larutan pengawet jangan sampai tertelan karena bersifat

racun (Johnstone dan Al-Shuaili, 2001).

Page 3: laporan awetan

Annelida berasal dari kata Annulus yang berarti cincin-cincin kecil,

gelang-gelang atau ruas-ruas, dan Oidus yang berarti bentuk. Oleh sebab itu,

Annelida juga dikenal sebagai cacing gelang. Annelida berbeda dengan kelompok

hewan lain, hewan ini mempunyai struktur tubuh yang lebih kompleks dengan

karakteristik :

1. Tubuh dibagi menjadi bagian-bagian yang bersegmen yang disebut

metamer atau somiter

2. Terdapat rongga tubuh yang merupakan pembatas antara saluran

pencernaan dengan dinding tubuh.

3. Terdapat segmen preoral

4. Sistem saraf terdiri dari sepasang ganglion preoral dorsal ,otak dan

sepasang korda saraf

5. Kutikula tidak berkitin dan permukaan tubuh terdapat bulu- bulu atau setae

(Khairuman & Amri, 2009).

Cacing tanah sebagai anggota Annelida dapat digunakan untuk memberi

gambaran struktur umum dari filum ini. Tubuh cacing tanah memiliki selom

bersepta(bersekat), tetapi saluran pencernaan,pembuluh saraf dan tali saraf

memanjang menembus septa itu. Sistem pencernaan terdiri atas: faring,

esophagus, tembolok,empedal, dan usus halus. Sistem sirkulasi tertutup tersusun

atas jaringan pembuluh darah yang memiliki hemoglobin. Pembuluh darah kecil

pada permukaan tubuh cacing tanah berfungsi sebagai organ pernapasan. Cacing

ini lebih tinggi taksonomi nya dibandingkan dengan Platyhelminthes dan

Nemathelminthes karena telah mempunyai ronngga tubuh sejati, umumnya cacing

ini bersifat bebas namun ada juga yang bersifat parasit (Suyitno & Sukirman.

2001).

Terdapat sekitar 15.000 spesies Annelida yang telah diketahui menghuni

habitat laut, air tawar dan tanah yang lembab. Annelida yang hidup di tanah,

berperan penting dalam memperbaiki struktur tanah untuk pertanian dan

mengembalikan mineral yang penting untuk menjag kesuburan tanah. Beberapa

contoh kelas Oligochaeta yang penting adalah Pheretima (cacing tanah) yang

Page 4: laporan awetan

mampumenghancurkan sampah dan membantu proses sirkulasi bahan organik di

tanah serta sebagai makanan sumberprotein bagi ternak. Contoh lainnya adalah

Perichaeta(cacing hutan), Tubifex (cacing air), Lumbricus rubellus yang banyak

diternakkan orang karena berkhasiat untukmengobati penyakit tifus, ekstraknya

sebagai minuman kesehatan dan bahan kosmetik (Khairuman & Amri, 2009).

Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah sebagian

besar tergolong dalam famili Megascopecidae, terutama dari genus pheretima.

Tetapi dari beberapa hasil penelitian  terungkap pula bahwa cacing tanah yang

luas penyebarannya di Indonesia adalah dari jenis Pontoscolex corethrurus.

Cacing ini tersebar luas di tanah pertanian, belukar, dan lapangan yang ditumbuhi

rumput-rumputan (Nurdin, 1982).

Sistem Organ Pada Annelida

a.Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan lengkap, yaitu terdiri dari mulut yang berhubungan

dengan faring, esifagus ( kerongkongan ), tembolok, empela,intestinum ( usus

halus )dan anus.

b. Sistem Eksresi

Alat eksresi Annelida berupa sepasang nefrida yang terdapat pada tiap-

tiap segmen, yang disebut sebagai metanefrida. Hewan ini mempunyai sistem

peredaran darah tertutup. Pembuluhnya membujur dengan cabang- cabang kapiler

kecil yang terdapat pada setiap segmen.

c. Sistem Respirasi

Alat pernafasannya berupa kulit atau insang.

d. Sistem Reproduksi

Annelida dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Meskipun

Annelida bersifat hermaprodit, tapi untuk terjadinya fertilisasi tetap diperlukan

perkawinan antara dua individu cacing. Alat reproduksinya disebut Klitelium

(Nurdin, 1982).

Page 5: laporan awetan

II. METODE

2.1 Alat dan bahan

No Alat Jumlah No Bahan Jumlah1 Botol jam 1 buah 1 Cacing tanah 1 ekor

2 Pipet tetes 1 buah 2Larutan formalin

40%10 ml

3 Gelas bekel 1 buah 3 Kloroform secukupnya4 Kaca preparat 1 buah5 Benang secukupnya

1.2 Cara kerja

Siapkan alat dan bahan

Cuci bahan (cacing tanah) yang akan diawetkan

Siapkan larutan pengawet formalin 4% :

Formalin 40 %= 125

×240=9,6 ≈ 10 ml

Aquades=2425

×240=230 ml

Masukkan cacing kedalam totol jam yang sudah diberi larutan

formalin 4%

Biarkan cacing hingga mati

Ikat cacing pada kaca preparat dengan benang

Masukkan kedalam botol jam yang sudah diberi larutan pengawet

formalin sebanyak 240 ml

Biarkan cacing sampai awetan jadi

Page 6: laporan awetan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Gambar foto Gambar tangan Gambar literatur

(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)

(Sumber : Kahiruman & Amri, 2009)

Ket:1. Botol jam2. Label3. Kaca preparat4. Spesimen (cacing)5. Larutan pengawet

Ket:1. Botol jam2. Label3. Kaca preparat4. Spesimen (cacing)5. Larutan pengawet

Pembiusan cacing(Sumber : Dokumentasi

pribadi, 2015)

Ket:1. Kapas+kloroform2. Cacing3. Botol jam

Page 7: laporan awetan

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu awetan basah hewan kelompok kami

menggunakan cacing tanah sebagai spesimen hewan awetan. Pengawetan

ini menggunakan larutan formalin murni yang diubah menjadi 4%. Cacing

termasuk kedalam Annellida yang mana tidak mempunyai tulang

belakang, bertubuh lunak dan kecil. Pada proses pengawetan, spesimen

yang digunakan dicuci terlebih dahulu kemudian dimatikan dengan

pembius kloroform. Fungsi dari klorform adalah untuk membius spesimen

agar memudahkan pada saat pengawetan. Setelah hewan terbius dan mati,

cacing diikatkan pada kaca preaparat dengan benang. Hal ini bertujuan

agar ketika cacing direndam dalam larutan pengawet cacing tidak

mengambang atau tetap dalam keadaan diam. Kemudian pindahkan cacing

kedalam botol jam yang sudah diisi dengan larutan pengawet dan biarkan

selama beberapa hari. Larutan pengaet yang digunakan dadalah formalin

40% yang dibuat menjadi 4%. Caranya dengan mengambil formalin

murni 40% diambil sebanyak 10 ml kemudian dicampurkan dengan air

sebanyak 230 ml. Praktikan menggunakan larutan pengawet sebanyak 4%

karena hewan yang praktikan awetkan termasuk hewan kecil dan lunak

sehingga dipakai persentase terkecil. Jika memakai persentase lebih dari

4% maka spesimen yang kami awetkan akan hancur

Klasifikasi Ilmiah Cacing Tanah :

Kingdom : Animalia

Phylum : Annelida

Kelas : Clitellata

Ordo : Haplotaxida

Famili : Lumbricidae

Genus : Lumbricus

Jenis : Lumbricus rubellus (Kadaryanto, 2006).

Page 8: laporan awetan

Berikut morfologi cacing menurut Kahiruman & Amri (2009) :

Cacing tanah terbagi menjadi lima bagian, yakni bagian depan

(anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung

(dorsal), dan bagian bawah atau perut (ventral). Mulut terdapat di depan

segmen pertama, sedangkan anus berada d bagian belakang segmen

terakhir. Mulut dan anus ini bukan merupakan segmen, melainkan bagian

dari tubuh tersendiri. Mulut cacing juga dilengkapi dengan prostomium

(bibir mulut), yakni berupa tonjolan daging yang dapat menutup lubang

mulut. Prostomium terdiri atas sel-sel sensor berstruktur seperti lensa yang

menggantikan fungsi mata. Selain itu, prostomium juga mampu

membedakan material berbahaya selama proses makan. Dibagian bawah

setiap segmen, selain memiliki seta, juga terdapat pori-pori yang

berhubungan dengan alat eksresi (nephredia). Fungsi seta adalah sebagai

pencemgkeram atau pelekat yang kuat. Gerakannya diatur oleh otot

memanjang dan melingkar. Sedangkan pori-pori berfungsi menjaga

kelembapan kulit agar selalu basah. Lendir juga berfungsi memudahkan

cacing bergerak dan melicinkan tubuh. Lendir dihasilkan oleh kelenjar

lendir (mukus).

Manfaat dari pengawetan basah ini adalah sebagai pembelajaran

mahasiswa mengenai awetan basah hewan, karena dalam dalam biologi

kita akan melakukan pengawetan pada berbagai hewan. Kita juga dapat

mengetahui berapa persentase larutan pengawet yang digunakan sesuai

dengan jenis hewan yang dipakai, karena tiap-tiap hewan mempunyai

struktur yang berbeda-beda, baik bagian organ dalam maupun organ luar.

Terdapat banyak beberapa kriteria pelarutan pengawetan, untuk hewan

yang berukuran besar dan termasuk hewan tingkat tinggi formalin yang

digunakan yaitu formalin 10%, sedangkan untuk hewan yang lebih kecil

seperti serangga, reptil dan sebagainya digunakan formalin 5%. Sedangkan

untuk hewan tingkat rendah seperti gastropoda, molusca, dan vermes

digunakan larutan formalin 4%. Untuk mengawetkan cacing tanah,

praktikan menggunakan larutan formalin 4%. Seperti yang dikemukakan

Page 9: laporan awetan

oleh Johnstone dan Al-Shuaili (2001), bahwa larutan formalin 4%

digunakan untuk mengawetkan awetan basah dengan cara merendamnya

dalam larutan dan digunakan pada binatang tingkat rendah.

IV. KESIMPULAN

Larutan pengawet yang praktikan gunakan adalah larutan formalin

4% yang dibuat dari larutan formalin 40%. Larutan ini dibuat dengan cara

mencampurkan 10 ml formalin 40% dengan air sebanyak 230 ml. Fungsi

dari larutan pengawet formalin 4& ini untuk mengawetkan spesimen

hewan yang digunakan sebagai bahan pembelajaran juga penelitian para

mahasiswa termasuk praktikan. Sedangkan rumus untuk membuat larutan

formalin 4% dari larutan formalin 40% adalah :

Formalin 40 %= 125

×240

Aquades=2425

×240

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak dan Sanjaya. 1995. Media Pendidikan. Bandung: Pusat Pelayanan dan

Pengembangan Media Pendidikan IKIP-Bandung.

Johnstone, A.H. dan Al-Shuaili A. 2001. Learning in The Laboratory;Some

Thoughts from The Literature.U.Chem.Ed, 5:42-51.

Kadaryanto. 2006. Biologi 1. Solo: Yudhistira.

Khairuman dan Khairul Amri. 2009. Mengeruk Keuntungan dari Beternak

Cacing.

Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Suyitno, A. Dan Sukirman. 2001. Biologi Bilingual. Jakarta: Ydhistira Ghalia

Indonesia.

Wijaya, A. 2012. Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Teknik Media Tanam. Jember:

Faperta Univesitas Jember.

Page 10: laporan awetan

LAMPIRAN

Setelah pembiusan

Proses pembiusan dengan kloroform

Perendaman cacing dengan larutan formalin 4%