laporan laporan pengukuranpengukuan

41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam system ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya, tapi juga berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Kendatipun era manajemen K3 telah dimulai dan diterapkan sejak tahun 1950-an, kecelakaan dan penyakit akibat kerja masih menjadi permasalahan besar sampai saat ini. Di dalam lingkungan kerja terdapat pencemaran lingkungan salah satunya adalah pencemaran udara oleh hasil akhir maupun bahan baku industri seperti debu batu bara, semen, asbes, kapas, debu pada penggilingan padi (debu organik) dan lain-lain Pencemaran udara tersebut menyebabkan beban tambahan dan dapat menimbulkan gangguan bagi tenaga kerja. Sehingga pencemaran yang terjadi menimbulkan berkurangnya produktifitas tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan. 1

Upload: arga

Post on 06-Nov-2015

292 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan pengukuran

TRANSCRIPT

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam system ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya, tapi juga berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Kendatipun era manajemen K3 telah dimulai dan diterapkan sejak tahun 1950-an, kecelakaan dan penyakit akibat kerja masih menjadi permasalahan besar sampai saat ini. Di dalam lingkungan kerja terdapat pencemaran lingkungan salah satunya adalah pencemaran udara oleh hasil akhir maupun bahan baku industri seperti debu batu bara, semen, asbes, kapas, debu pada penggilingan padi (debu organik) dan lain-lain Pencemaran udara tersebut menyebabkan beban tambahan dan dapat menimbulkan gangguan bagi tenaga kerja. Sehingga pencemaran yang terjadi menimbulkan berkurangnya produktifitas tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan.Debu industri adalah salah satu penyebab penyakit paru akibat kerja yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut, sifat kimiawi dan lama paparan. Debu ini salah satunya adalah debu kapas yang dihasilkan oleh industri tekstil dengan bahan baku kapas. Debu apabila dihirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan gangguan fungsi paru yaitu menurunnya nilai kapasitas vital fungsiparu. Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya dalam menampung volume udara. Tenaga kerja pada industri tekstil dalam proses produksinya terpapar oleh debu kapas yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang disebut byssinosis. (Wardhana, 2001)Proses pembuatan benang dari awal sampai akhir dimulai dari pembersihan dan penyortiran kapas hingga proses pemintalan. Proses pemintalan banyak dihasilkan debu organik yang secara nyata dapat menimbulkan gangguan saluran pernafasan dan gangguan fungsi paru. Pada paparan yang terus menerus akan bersifat menetap yang semakin membawa pekerja ke tingkat kelemahan pada fungsi parunya. Beberapa penyakityang berhubungan dengan paparan debu organik seperti hipersensitivitas dan asma. Faktor pencemar pada industri tekstil yaitu debu kapas akan mempengaruhi derajat kesehatan tenaga kerja dan mengganggu produktfitas pekerja. Pada lingkungan industri tekstil sering dijumpai penyakit Byssinosis dan banyaknya keluhan pekerja sakit pada pernafasan sarta dada. Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan penimbunan debu kapas pada paru. Gejala klinis pneumokoniosisini berbeda beda, tergantung jumlah timbunan debu pada kapas. Secara teoritis jika seorang pekerja terpapar debu kapas dalam waktu lama akan terganggu kesehatannya. Berdasarkan uraian diatas peneliti mengadakan penelitian mengenai Pengaruh Paparan Debu Kapas Terhadap Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Bagian Spinning PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.B. Rumusan MasalahApakah ada pengaruh paparan debu kapas terhadap kapasitas fungsi paru pada tenaga kerja di bagian spinning di PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh paparan debu kapas terhadap kapasitas paru pada tenaga kerja khususnya dibagian spinning di PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui jenis dan ukuran debu yang ada di bagian dibagian spinning di PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.

b. Untuk mengetahui kadar debu yang terdapat di tempat kerja, khususnya di dibagian spinning di PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.

c. Untuk menilai lingkungan kerja khususnya diarea unit spining yang kurang sehat bagi pekerja.d. Menilai keadaan fungsi paru pekerja di area spinning.e. Megetahui penyakit apa saja yang sering muncul ditempat kerja adanya paparan debu kapas terhadap pekerja dibagian spinning.D. Manfaat Penelitian1. TeoritisDiharapkan sebagai pembuktian bahwa adanya pengaruh paparan kadar debu kapas dari proses spinning di PT Dunia Textile Group Karanganyar sebagai pencegahan resiko terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).2. Aplikatif

a. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, melakukan penelitiaan secara komprehensif dan mengetahui secara menyeluruh pengaruh paparan debu kapas terhadap pekerja bagian spinning.b. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah wacana serta kepustaaan imu pengetahuan tentang pengaruh paparan debu kapas yang terdapat di perusahaan tekstil terhadap kapasitas fungsi paru pekerja ditempat kerja khususnya di bagian spinning.

c. Bagi Institusi Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Diharapkan sebagai menambah menambah kepustakaan Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya tentang pengaruh paparan debu kapas terhadap kapasitas fungsi paru pekerja bagian spinning di PT Delta Dunia Textile Group Karanganyar.d. Bagi Perusahaan

Diharapkan sebagai bahan masukan kepada perusahaan untuk penanggulangan adanya keluhan pekerja akan BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka1. Pengertian DebuSecara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni ataubercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu.

Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting.

Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

a. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.b. Debu adalah partikel-partikelzat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam dan sebagainyac. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (SuspendedParticulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.2. Macam-macam dan Karakteristik Debua. Macam-MacamSecara garis besar debu dapat dibagi atas 3 macam yaitu :1) Debu OrganikDebu organik dapat menimbulkan efek patofisiologis dan kerusakan alveoli atau penyebab fibrosis pada paru, yang termasuk debu organik misalnya debu kapas, rotan, padi-padian, tebu, daun tembakau, dan lain-lain.2) Debu Mineral

Debu ini terdiri dari persenyawaan yang kompleks seperti SiO2, SnO2, Fe2O3, sifat debu ini tidak fibrosis pada paru.

3) Debu Logam

Debu ini menyebabkan keracunan, akibat absorbsi tubuh mealui kulit dan lambung yang termasuk debu logam tersebut antara lain : Pb, Hg, Cd dan lain-lain.b. Sifat dan karakteristik debu ;Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda antara lain:1) Debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral),2) Debu kimia (debu organic dan anorganik),3) Debu biologis (virus, bakteri, kista),4) Debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb),5) Debu radioaktif (Uranium, Tutonium),6) Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)3. Dampak dari DebuPartikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut:a. Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.b. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photo sintesis.c. Merubah iklim global regional maupun internasionald. Menganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.e. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: Solubity (mudah larut), Komposisi Kimia, Konsentrasi Debu, dan Ukuran partikel debu.4. Reaksi/Gejala Paru Terhadap DebuBerbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas dan faktor imunologis.Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas .Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat.Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru yang restriktif.Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual. Pneumokoniosis biasanya timbul setclah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan.Dalam masa paparan yang sama seseorang tepat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, siikosis, asbestosis dan kanker paru.5. Penyakit yang ditimbulkan oleh Debua. Pneumokoniosis Pekerja Tambang BatubaraPenyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuksimpledancomplicated.Simple Coal Workers Pneumoconiosis(Simple CWP) terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada; bila paparan tidak berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentukcomplicated.Kelainan foto toraks pada simple CWP berupa perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan clapat terjadi di bagian mana saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Senng ditemukan perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak menunjukkan kelainan. Nilai VEP1dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya normal.Complicated Coal Workers Pneumoconiosisatau Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai oleh terjadinya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis biasanya terjadi karena saw atau lebih faktor berikut:1) Terdapat silika bebas dalam debu batubara.2) Konsentrasi debu yang sangat tinggi.3) Infeksi Mycobacterium tubeivulosis atau atipik.4) Imunologi penderita buruk.Pada daerah fibrosis tepat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan penumotoraks; foto toraks pada PMF sering miriptberkulosis, tetapi senng ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru dan luasnya lesi pada foto toraks. Gelaja awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum menjadi lebih sering,Dahakberwarna hitam (melanoptisis). Kenisakan yang luas menimbuikan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas.Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim lahun 1988 menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang atau 1,15% yang foto toraksnya menunjukkan gambaran pneumokoniosis.b. SilikosisPenyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja :

1) Pekerja tambang logam dan batubara.2) Penggali terowongan untuk membuat jalan.3) Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan.4) Pembuat keramik dan batubara.5) Penuangan besi dan baja.6) Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.7) Pembuat gigi enamel.8) Pabrik semen.Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum.Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi.1) Silikosis AkutPenyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentukdjffuse ground glass appearancemirip edema paru.2) Silikosis KronikKelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut tertepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shellcalcification.Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi.Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka yang didapat diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja.3) Silikosis TerakselerasiBentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.c. AsbestosisPenyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di tambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian.Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh (clubbing) senng ditemukan pada asbestosis.Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks.Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia.Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan.d. Bronkitis IndustriBerbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis.Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis industri sedangkan zat-zat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab. Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel.Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan menentukan prognosis.Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66% pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35% pada perempuan. Penelitian pada pekerja pabrik semen di daerah Cibinong pada tahun 1987 tidak menemukan penyakit bronkitis kronik Penelilian yang dilakukan pada tahun 1991 menemukan kekerapan bronkitis kronik yang sangat rendah yaitu 0,5%; prevelensi bronkitis kronik pada para pekerja tersebut rendah bila dibandingkan dengan prevalensi di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik semene. Asma KerjaAsma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh kepekaan saluran napas terhadap paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel. Penyakit mm hanya mengenal sebagian pekerja yang terpapar, dan muncul setelah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap individu masa bebas gejal dan berat ringannya penyakit sangat bervariasi.Berbagai debu dan zat di tempat kerja tepat menimbulkan asma kerja. Zat itu tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan seperti tepung gandum, debu kayu, kopi, buah jarak,colophony, binatang seperti binatang pengerat, anjing, kucing, kutu ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia seperti isosionat, garam platina, khrom, enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dali obat-obatan seperti pada pmduksi piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin sintetik.Pada individu atopik keluhan asma timbul setelah bekerja 4 atau 5 tahun, sedangkan pada individu yang notatopik keluhan ini muncul beberapa tahun Iebih lama. Pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosionat dan colophony gejala dapat timbul lebih awal bahkan kadang-kadang beberapa minggu setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang khas adalah mengi yang berhubungan dengan pekerjaan.Gejala pada tiap individu bervariasi, kebanyakanmembaik pada akhir pekan dan waktu libur. Ananinesis riwayat penyakit yang rinci penting untuk menegakkan diagnosis. Ada individu yang terserang setelah paparan beberapa menit, pada individu lain sering timbul beberapa jam sesudah paparan dengan gejala yang mengganggu pada malam berikutnya.Pemeriksaan faal paru di luar serangan dapat normal. Pada waktu serangan terlihat tanda obstruksi. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi menunjukkan penurunan lebih dari 15% pada waktu serangan. Bilafaal paru normal dan pasien dicurigai menderita asma, pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan pemeriksaan yang menunjang.Indikasi utama uji provokasi bronkus adalah :1) Bila pekerja diduga menderita asma kerja tapi tidak diketahui zat yang menyebabkannya.2) Bila pekerja terpapar oleh lebih dari satu zat yang dapat menyebabkan asma kerja.3) Bila konfirmasi mutiak untuk diagnosis penyakit di perlukan, misalnya sebelum menyuruh penderita berhenti bekerja.f. Kanker ParuMekanisme terjadinya kanker akibat paparan zat belum diketahui secara tuntas. Para ahli sepakat paling kurang ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalab induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian terjadi peningkatan multiplikasi sel yang merupakan manifestasi penyakit.Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel, khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara.Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat mendenta kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang terkena adalah mereka yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan industri kimia.6. Pencegahan,Pengendalian Dan Penanggulangan DebuPengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul yaitu:a. Simpul IYaitu pencegahan terhadap sumbernya antara lain :

1) Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja denganLocal Exhausteratau dengan melengkapiwater sprayerpada cerobong asap.2) Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.b. Simpul IIYaitu pencegahan dilakukan terhadap mediaTransmisi dan udara ambient, memakai metode basah yaitu, penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling). Dengan alat berupaScrubber, Elektropresipitator, dan Ventilasi Umum. Penanaman pohon atau reboisasi.c. Simpul IIIYaituPencegahan Terhadap Tenaga Kerja yang terpapar antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.d. Simpul IVYaitu pencagahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpapar partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit.Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk mengetahui kelainan akibat debu. Rehabilitasi dilakukan terhadap korban yang mengalami cacat organ akibat terpapar partikel debu dalam jangka waktu lama.a. DiagnosisPenyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang udak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama.Anamnesis mengenal riwayat pkerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan, apalagi bila penderita sering berganti tempat kerja. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama paparan hendaklah diketahui secara lengkap.b. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi standar menunit ILO dipakai untuk menilai kelainanyang timbul. Pembacaan foto toraks pneumokoniosis perlu dibandingkan dengan foto standar untuk menentukan klasifikasi kelainan. Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan kasar.Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di saluran napas kecil adalah pemeriksaanFlow Volume CurvedanVolume of Isoflow. Pengukuran kapasitas difusi paru (DLCO) sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan di interstisial; tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan peralatan yang lebih canggih, dan tidak di anjurkan digunakan secara rutin. Pekerja yang pada pemeriksaan awal tidak menunjuickan kelainan, kemudian menderita kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan untuk menukar pekerjaannya.B. Perundang-undangan1. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 huruf g tentang keselamatan kerja.Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.2. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.3. Permenakertrans No. Per-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan PAK (Penyakit Akibat Kerja).4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika dan kimia di tempat kerja.BAB III

HASILA. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran

1. Gambar Alat

Gambar Keterangan

a. Timbangan Analitik1. Nama Bagian : Display

Fungsi : untuk menampilkan angka hasil penimbangan.

2. Nama Bagian : Tempat kertas filter

Fungsi : untuk tempat meletakkan kertas filter yang akan ditimbang.

3. Nama Bagian : tombol on/off

Fungsi : untuk menyalakan dan mematikan timbangan analitik.

b. Personal Dust Sampler1. Nama Bagian : Tombol on/off

Fungsi : untuk menyalakan dan mematikan alat.

2. Nama Bagian : Flow adjustment

Fungsi : untuk mengukur flow rate.

3. Nama Bagian : Flow meter

Fungsi : untuk mengetahui berapa posisi flow rate.

4. Nama Bagian : Holder

Fungsi : untuk memasang filter.

d. High Volume Sampler1. Nama Bagian : Tombol on/off

Fungsi : untuk menghidupkan dan mematikan alat.

2. Nama Bagian : Filter

Fungsi : untuk mengukur kadar debu.

3. Nama Bagian : Flow meter

Fungsi : untuk mengetahui berapa posisi flow rate.

4. Nama Bagian : Holder

Fungsi : untuk memasang filter.

2. Cara Kerja

a. Timbangan Analitik

1) Sambungkan alat dengan arus listrik.2) Tekan tombol On/Off sampai muncul angka 8888, tunggu sampai berubah menjadi 0.3) Masukkan filter ke dalam timbangan.4) Bahan filter dicatat dalam gram.5) Filter diambil, lalu matikan alat.

b. PDS (Personal Dush Sampler)

1) Pasang filter pada holder.2) Alat dihidupkan.3) Flow rate pada posisi 2,5 liter/menit, jika belum tepat maka dapat diatur dengan flow adjust.4) Pasang filter holder pada kerah baju, sedangkan kotaknya dengan bantuan sabuk diikatkan pada pinggang.5) Tunggu sesuai dengan waktu hisap yang sudah ditentukan.

c. HVS (High Volume Sampler)

1) Pasang filter pada alat, sebelumnya filter ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik, berat ini disebut dengan filter kosong.2) Alat dihidupkan dengan flow rate tertentu.3) Waktu dilakukannya pengukuran selama 30 menit.4) Setelah 30 menit, filter ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, filter tersebut sebagai filter terisi.5) Catat hasil yang telah diperoleh.

3. Prosedur Pengukuran

a. Pengukuran Kadar Debu Total

1) Persiapan

a) Menyimpan filter yang diperlukan dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan kondisi stabil.

b) Menimbang filter kosong sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali penimbangan, sehingga diketahui berat filter sebelum engambilan contoh. Mencatat berat filter blanko dan filter contoh masing-masing dengan berat B1 (mg) dan W1 (mg). Masing-masing filter tersebut diatruh dalam holder setelah diberi nomor (kode).

c) Memasukkan filter ke dalam low volume dust sampler holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder.

d) Mengkalibrasi pompa penghisap udara dengan kecepatan laju aliran udara 10 l/menit dengan menggunakan flowmeter (flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yag terakreditasi).

2) Pengambilan contoha) Menghubungkan LVS dengan pompa penghisap udara dengan menggunakan selang silikon atau teflon.

b) Meletakkan LVS pada titik pengukuran (di dekat tenaga kerja yang terpapar debu) dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan tenaga kerja.

c) Menghidupkan pompa penghisap udara dan melakukan pengambilan contohdengan kecepatan laju udara (flowrate) 10 l/menit.

d) Lama pengambilan contoh dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan, dan kondisi di lokasi pengukuran)

e) Pengambilan contoh dilakukan minimal tiga kali dalam delapan jam kerja yaitu pada awal, pertengahan, dan akhir shift kerja.

f) Setelah selesai mengambil contoh, lalu membersihkan debu pada bagian luar holder untuk menghindari kontaminasi.

g) Memindahkan filter dengan menggunakan pinset ke kaset filter dan memasukkan ke dalam desikator selama 24 jam.

3) Penimbangan a) Filter blanko sebagai pembanding dan filter contoh ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blanko dan filter contoh masing-masing B2 (mg) dan W2 (mg).

b) Mencatat hasil penimbangan berat filter blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan sesudah pengukuran.

4) PerhitunganKadar debu total di udara dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C = (mg/l)Atau

C = x103(mg/m3)

Keterangan :

C: kadar debu total (mg/l atau mg/m3)

W2: berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg)

W1: berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg)

B2: berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg)

B1: berat filter blanko sebelum engambilan contoh (mg)

V: volume udara pada waktu pengambilan contoh (l)b. Pengukuran Kadar Debu Perorangan

1) Menyimpan filter PVC di dalam eksikator selama 24 jam agar mendapat kondisi stabil.

2) Menimbang filter PVC kosong sampai diperoeh berat konstan, minimal 3 kali penimbangan sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan contoh. Mencatat berat filter blanko dan filter contoh masing-masing dengan berat B1 (mg) dan W1 (mg).

3) Meletakkan masing-masing filter yang telah ditimbang ke dalam two stage cassette holder yang telah dialasi dengan cellulose support pad, kemudian beri nomor (kode) dengan kertas label.

4) Menyiapkan filter blanko

5) Menghubungkan two stage cassette holder dengan personal vacum pump menggunakan selang silikon.

6) Menghidupkan personal vacum pump, melakukan kalibrasi dengan flowrate 1,9 1/menit (untuk cyclone nylon atau 2,2 l/menit untuk cyclone HD). Mencatat data hasil kalibrasi, kalibrasi dilakukan minimal tiga kali.

7) Melakukan pengambilan sampel selama 4 sampai 8 jam kerja (sesuai dengan kondisi kadar debu di tempat kerja).

B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan

1. Hasil Pengukuran

Pengukuran Personal Dust Sampler (PDS) dan High Volume Sampler (HVS) pada Ruang kuliah 2 Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hari Rabu, 19 Maret 2014 pada pukul 08.00 WIB selesai didapatkan data sebagai berikut :

a. Personal Dust Sampler (PDS)NoNamaFilter Kosong

( gr )Filter isi

( gr )

1. Magdalena 0,05650,0571

b. High Volume Sampler (HVS)

NoNamaFilter Kosong

( gr )Filter isi

( gr )

1.Kelompok 20,49250,4952

2. Perhitungan

a. Personal Dust Sampler (PDS)Kadar debu pada MagdalenaC

= (mg/m3)

=

= = = 24 mg/m3b. High Volume Sampler (HVS)C

= (mg/m3)

=

= = 0 mg/m3

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil pengukuran dan perhitungan kadar debu total di udara ruang kuliah 2 Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan menggunakan Personal Dust Sampler dengan flowrate sebesar 2,5 liter/menit dan waktu 10 menit diperoleh kadar pada probandus bernama Magdalena adalah 24 mg/m3.

High Volume Sampler dengan flow rate sebesar 0,2 liter/menit atau 0,0025 m3/menit dan waktu 15 menit diperoleh kadar 0 mg/m3. Dengan hasil ini bisa kita bandingkan dengan NAB debu kayu yang besarnya 5 mg/m3 selama 8 jam kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika dan kimia di tempat kerja. Hasil pengukuran kadar debu dengan High Volume Sampler tidak melebihi NAB sedangkan pengukuran dengan menggunakan Personal Dush Sampler ini melebihi NAB sehingga dapat membahayakan bagi tenaga kerja yang ada di sekitarnya dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.

Dari hasil percobaan High Volume Sampler diperoleh hasil 0 mg/m3 dikarenakan tidak tertangkapnya debu oleh alat sampler karena kondisi lingkungan yang terkena hujan pada hari sebelumnya dan alat yang jarang dikalibrasi. Dan kemungkinan untuk hasil percobaan Personal Dust Sampler juga kurang valid dikarenakan alat yang jarang dikalibrasi.

BAB V

SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan

1. Pengukuran debu di tempat kerja dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, pengukuran kadar debu total dengan menggunakan Low Volume Sampler (LVS) atau High Volume Sampler (HVS) dan pengukuran pada tenaga kerja yang terpapar dengan menggunakan Personal Dust Sampler (PDS).

2. Berdasarkan hasil pengukuran kelompok 2 dengan Personal Dust Sampler diperoleh kadar pada probandus bernama Magdalena adalah 24 mg/m3, keduanya melebihi NAB. Sedangkan High Volume Sampler diperoleh hasil 0 mg/m3, dan nilai ini telah di bawah NAB yang berlaku yaitu 5 mg/m3 untuk debu kayu. 3. Debu di tempat kerja dapat mengakibatkan dampak terhadap lingkungan dan dampak terhadap kesehatan manusia.4. Pengendalian/ pencegahan debu di tempat kerja dapat dilakukan pada sumber debu, transmisi, dan tenaga kerja.

B. Saran

1. Sebaiknya alat yang digunakan dalam kondisi yang baik dan telah terkalibrasi.2. Sebaiknya praktikan melakukan pengukuran dengan serius dan teliti.3. Praktikan harus mengetahui bagaimana cara kerja alat PDS dan LVS yang digunakan dan mampu melakukan pengukuran kadar debu.4. Kebersihan lingkungan harus tetap diperhatikan sehingga kenyamanan dalam melakukan aktivitas tetap terjaga.DAFTAR PUSTAKASumamur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.

Tim Penyusun. 2012. Buku Pedoman Praktikum Semeter IV. Surakarta : Program D.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja UNS, pp : 6 - 12.1