bab ii tinjauan pustaka a. praktik perawatan...

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitus 1. Pengertian praktik Praktik merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik). Praktik merupakan perilaku terbuka (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya (Notoatmodjo, 2007), yaitu : a. Praktik terpimpin (Guided response) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (Mechanism) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2. Tanggung jawab perawat dalam praktik Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya, terutama terkait dengan lingkup praktik dan wewenang perawat. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama bersifat kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan

Upload: phamkien

Post on 01-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Praktik Perawatan Dekubitus

1. Pengertian praktik

Praktik merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang

diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik). Praktik merupakan perilaku

terbuka (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya

(Notoatmodjo, 2007), yaitu :

a. Praktik terpimpin (Guided response)

Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)

Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau

mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2. Tanggung jawab perawat dalam praktik

Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan

berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan

kewenangannya, terutama terkait dengan lingkup praktik dan

wewenang perawat. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri

perawat profesional melalui kerjasama bersifat kolaborasi dengan

klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

7

keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Lingkup

perawat dalam praktik keperawatan profesional meliputi sistem klien

(individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat) dalam rentang

sehat-sakit sepanjang daur kehidupan (Asmadi, 2008).

Standar praktik keperawatan merupakan salah satu perangkat yang

diperlukan setiap tenaga profesional, dan mengidentifikasi harapan yang

minimal bagi para perawat profesional dalam memberi asuhan

keperawatan yang aman, efektif dan etis. Dengan adanya standar praktik

keperawatan, profesi keperawatan dapat mewujudkan tanggung jawab atau

kebulatan tekadnya untuk melindungi masyarakat (Priharjo, 2008).

Standar praktik keperawatan membantu dan menuntun perawat dalam

menjalankan tugasnya memberi asuhan keperawatan.

SK Menkes No.674/Menkes/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000

tentang registrasi dan praktik keperawatan dengan tegas meyebutkan

bahwa dalam menjalankan praktiknya, perawat dapat bekerja secara

perorangan atau kelompok (Asmadi, 2008). Dengan disepakatinya

kewenangan perawat dalam menjalankan praktik keperawatannya dalam

SK Menkes ini, secara hukum perawat mempunyai tanggung jawab

sebagai berikut :

a. Melaksanakan asuhan keperawatan mandiri

Dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan, perawat

diharapkan dalam memberi asuhan ini mampu menegakkan diagnosis

keperawatan dan memberi asuhan sesuai standar yang disusun oleh

organisasi profesi.

b. Menjalankan tindakan dari profesi lain

Secara konseptual, sebelum menjalankan pesanan dokter

(mis,,memberi obat) perawat harus yakin dulu bahwa pesanan yang

diberikan benar-benar jelas dan dapat dilaksanakan. Perawat harus pula

mengikuti pesanan dari waktu ke waktu, dalam arti perawat harus

tahu kapan pesanan mulai diberikan, dihentikan atau diganti.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

8

3. Pengertian dekubitus

Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit

normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan

tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa (Potter, 2006).

. a. Faktor Resiko Dekubitus

Berbagai faktor resiko dapat menjadi presdiposisi terjadinya luka

dekubitus pada kilen (Potter, 2006), antara lain :

1) Gangguan input sensorik

Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap

nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas

kulit.

2) Gangguan fungsi motorik

Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko

tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan

tetapi tidak mampu mengubah posisi mandiri untuk

menghilangkan tekanan tersebut.

3) Perubahan tingkat kesadaran

Klien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat

kesadaran tidak mampu melindungi dirinya dari dekubitus, klien

bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan

tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan

itu. Klien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu

mengubah ke posisi yang lebih baik.

4) Gips, traksi dan peralatan lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya,

klien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus

karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips

yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekana

yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat atau jika

ekstremitasnya bengkak.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

9

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan

akibat utama tekanan. Tetapi ada faktor-faktor tambahan yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya dekubitus yang lebih lanjut pada

pasien. Termasuk diantaranya gaya gesek dan friksi, kelembaban,

nutrisi yang buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi

perifer, obesitas, kakeksia dan usia.

b. Patogenesis dekubitus

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadi dekubitus adalah,

intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan

besarnya tekanan, dan toleransi jaringan.

Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah

sakrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberositis

iskial. Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dan

tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, semakin besar pula

insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat

mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar

daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan

aliran darah kedalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi

hipoksia sehingga terjadi cedera.

c. Klasifikasi Dekubitus

Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan

dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan

(Potter, 2006).

1) Tahap I

Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar,

kulit tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi

indikator.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

10

2) Tahap II

Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau

dermis, ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi

lecet atau lubang yang dangkal.

3) Tahap III

Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang

rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi

tidak melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak

jaringan sekitarnya.

4) Tahap IV

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif,

kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga

seperti tendon, kapsul sendi, dll.

Metode lain klasifikasi luka adalah warna luka, yang

memperlihatkan fase penyembuhan. Luka nekrotik diklasifikasikan

dengan luka hitam, luka disertai eksudat dan debris berserat kuning

diklasifikasikan dengan luka kuning, dan luka pada fase penyembuhan

aktif dan bersih disertai dengan granulasi berwarna merah muda

hingga merah dan jaringan epitel diklasifikasikan dengan warna

merah. Tidak ada konsensus mengenai cara terbaik dalam

mengklasifikasi luka dekubitus, tapi secara umum disepakati bahwa

diperlukan lebih dari sekedar klasifikasi tahapan atau warna untuk

memberi gambaran dekubitus yang lengkap dan komprehensif.

4. Perawatan dekubitus

a. Pengkajian dan identifikasi masalah

Dapat dilakukan pengkajian/assessment pada dekubitus menurut

Ayello (Potter, 2006) yaitu sebagai berikut :

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

11

Tabel 2.1 Pengkajian Karakteristik Dekubitus

Karakteristik Keterangan

Anatomical location, age of wound

Luka kronik penyembuhannya lebih lambat,

luka yang berada dekat anus perlu

diobservasi secara teratur

Size, shape,stage Menentukan panjang dan lebar ulkus,

gunakan lidi kapas untuk mengukur

kedalaman luka

Sinus tract Secara hati-hati gunakan lidi kapas steril

untuk menentukan lokasi keluarnya nanah

Eksudat Catat jumlah, warna, dan karakteristik

Sepsis Semua dekubitus dianggap koloni kuman,

diperhatikan adanya eksudat purulen,

berbau, eritema, edema, nyeri, demam, dan

peningkatan sel darah putih

Surounding skin Melindungi kulit sekitarnya dari kerusakan

Margin, maserasi Mengidentifikasi batas luka , evaluasi

maserasi dan tentukan tindakan untuk

melindungi kulit

Eritema, Epitelialisasi, Eskar Evaluasi penyembuhan luka yang ditandai

dengan beberapa perubahan pada ulkus,

tonus kulit

Nekrotik, Novaskularisasi, Nose Jaringan nekrotik harus dibuang untuk

menetapkan tahap dan penyembuhan ulkus,

bila mungkin dilakukan debridemen

Tension, Tenderness to Touch,

Tissue bod

Mengidentifikasi bagian dasar jaringan dan

mengobati rasa nyeri

Setiap perawat harus melakukan evaluasi setiap karakteristik luka

dekubitus dengan cara membuat lembar/format status dekubitus.

Dokumentasikan kedalam asuhan keperawatan tentang kondisi luka dan

berikan intervensi yang tepat sesuai dengan hasil pengkajian.

Identifikasi masalah dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab

langsung dari luka, dan segala patofisiologi yang mendasari merupakan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

12

suatu persyaratan dalam merencanakan perawatan yang tepat dan juga

untuk mencegah kekambuhan luka dalam jangka panjang.

Penyebab utama dari kebanyakan dekubitus adalah adanya tekanan

yang terus menerus, yang seringkali disertai dengan gesekan dan

kekuatan menggosok. Hilangnya sensoris yang berhubungan dengan

stroke, paraplegi, multiple sklerosis atau diabetes, dapat turut serta

membantu terjadinya dekubitus dan harus diperhitungkan ketika

merencanakan perawatan yang segera dan merencanakan pencegahan

dekubitus di masa yang akan datang. Dalam kasus ulkus tungkai

penyebab langsungnya dapat tanpa cedera traumatis ringan, tetapi

masalah utama yang mendasarinya biasanya adalah masalah vaskuler.

Jika masalah yang mendasarinya tidak diperhatikan, maka

penyembuhan luka tidak mungkin berhasil.

Ulkus tungkai pada diabetes dapat secara langsung disebabkan oleh

penggunaan alas kaki yang terlalu sempit, tetapi lambatnya

penyembuhan sebagian dapat disebabkan oleh mikro-angiopati.

Penatalaksanaan diabetes dan efek sampingnya, paling tidak sama

pentingnya dengan pemilihan balutan luka yang terbaik untuk

meningkatkan penyembuhan. Jika penyebab suatu luka dan semua

patofisiologi yang mendasarinya diabaikan, maka pengobatan hanya

akan diarahkan untuk meringankan gejala-gejala masalah tersebut.

Bahkan bila lukanya telah sembuh, masih terdapat kemungkinan besar

nantinya akan kambuh.

b. Prinsip perawatan dekubitus

Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama

dengan luka apapun juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar

operasional prosedur) yang sudah baku, yaitu : mengatasi perdarahan

(hemostasis) ; mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai

fokus infeksi ; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

13

krusta yang tebal, dan pus ; menyediakan temperature, kelembaban,

dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan dalam proses

penyembuhan ; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan

epitilialisasi dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta

masuknya mikroorganisme patogen (Morison,2003).

Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan

fisiologis lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau

potensial yang memperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan

suatu lingkungan lokal yang optimal juga untuk rekonstruksi dan

epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.

Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen,

pembersihan, dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik

harus dilakukan debridemen. Prinsip perawatan luka menurut Morison

(2003) adalah :

1) Membuang jaringan mati

Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan

serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas

yang sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah

dengan anestesi umum atau lokal merupakan metode yang paling

cepat untuk memperoleh lapisan luka yang bersih. Meskipun

demikian tindakan tersebut mungkin tidak perlu bagi lansia atau

pasien yang sangat lemah, dimana metode lain dapat dicoba

dilakukan.

Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga

jaringan sehat dapat bergenerasi. Pembuangan jaringan nekrotik

diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang menjadi sumber

infeksi, agar lebih mudah melihat bagian dasar luka sehingga

dapat menentukan tahap ulkus secara akurat, dan memberikan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

14

dasar yang bersih yang diperlukan untuk proses penyembuhan

(Potter, 2006).

Metode debridemen yang digunakan harus tergantung dengan

metode yang paling sesuai dengan kondisi klien dan tujuan

perawatan. Perlu diingat bahwa selama proses debridemen

beberapa observasi luka normal yang mungkin terjadi antara lain

adalah adanya peningkatan eksudat, bau dan bertambahnya

ukuran luka.

Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai

bagian dasar granulasi bersih, maka tujuan perawatan luka lokal

selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang tepat untuk

penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung

pembentukan jaringan granulasi baru.

2) Perawatan luka yang terinfeksi

Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh mikroorganisme

yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses

penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan

luka guna mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan

sensitivitas mikroorgansme terhadap antibiotik, apabila luka

tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infeksi, seperti

nyeri setempat dan eritema, edema lokal, eksudat berlebihan, pus

dan bau busuk.

3) Perawatan luka dengan banyak eksudat

Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang tampak jelas

terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus

menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat

menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko infeksi luka.

Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

15

tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak

melekat.

4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam

merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat

khususnya pada luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan,

atau dekubitus luas di daerah sakrum.

5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat

Banyak balutan yang sesuai untuk menangani luka superficial

yang bersih. Memberikan lingkungan yang lembab dengan terus

menerus akan dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan

mengurangi rasa nyeri serta melindungi permukaan luka dari

kerusakan mekanis lebih lanjut dan kontaminasi. Balutan yang

ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak terganggu selama

beberapa hari.

c. Metode pembersihan luka

Ada dua metode dasar untuk pembersihan luka secara mekanik :

irigasi dan menyikat langsung dengan bola kapas atau kasa.

Kesulitan dari irigasi adalah bagaimana caranya untuk memakai

larutan pembersih dengan tekanan yang cukup sehingga dapat

meluruhkan debris tanpa merusak jaringan yang ada di bawahnya.

Untuk luka yang yang tidak terlalu terkontaminasi, air steril atau

larutan 0,9% adalah agens pembersih pilihan. Pada keadaan dimana

terdapat resiko tinggi terhadap infeksi luka, maka keadaan tersebut

merupakan indikasi untuk pengunaan larutan antiseptik (Morison,

2003).

Karakteristik antiseptik yang ideal (Morison, 2003) antara lain,

mampu membunuh mikroorganisme dalam rentang yang luas, tetap

efektif terhadap berbagai macam pengenceran, non toksik terhadap

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

16

jaringan tubuh manusia, tidak mudah menimbulkan reaksi

sensitivitas, baik lokal maupun sistemik. Bekerja secara efisien,

meski terdapat bahan-bahan organik (misal, pus dan darah) dan

bereaksi secara cepat, tidak mahal serta awet.

Jika luka sangat terkontaminasi oleh bahan-bahan asing atau

jaringan nekrotik, pembersihan luka diperlukan setiap kali

mengganti balutan. Namun bila lukanya bersih, hanya terdapat

sedikit eksudat, dan bergranulasi sehat, pembersihan yang berulang

dapat lebih membahayakan dibandingkan keuntungannya.

Pembersihan berulang dapat mengakibatkan trauma pada jaringan

halus yang baru terbentuk, mengurangi suhu permukaan luka, dan

mengangkat eksudat yang mempunyai sifat bakterisida.

d. Pemberian balutan

Jika ada kulit yang rusak maka biasanya diperlukan balutan

untuk melindungi jaringan yang berada di bawahnya dari sebuah

kerusakan yang lebih lanjut dan untuk menggantikan sementara

beberapa fungsi kulit yang utuh (Morison, 2003).

Karakteristik balutan luka yang ideal (Morison, 2003) antara

lain, tidak melekat dan impermeable terhadap bakteri, mampu

mempertahankan kelembaban yang tinggi pada tempat luka

sementara juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan. Sebagai

penyekat suhu, non toksik dan non alergenik, nyaman dan mudah

disesuaikan, awet. Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut

dan tidak perlu sering mengganti balutan serta murah harganya.

Rencana perawatan akan berubah sesuai dengan tingkat

penyembuhan ulkus. Contoh ; pada luka nekrotik, sebelumnya

penggunaan balutan membran untuk mendebrid luka dengan cara

autolisis. Kemudian pada tahap-tahap dekubitus (tahap III dan IV)

yang menghasilkan eksudat memerlukan balutan yang mampu

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

17

menyerap eksudat tersebut. Pada daerah kemerahan atau yang

mengalami kerusakan integritas kulit, maka direkomendasikan

penggunaan produk perawatan kulit yang memberi lubrikasi dan

melindungi serta meningkatkan penyembuhan luka. Jika ulkus

berwarna merah muda dan disertai granulasi pada seluruh bagian

maka ulkus tersebut perlu dibalut untuk meningkatkan

penyembuhan. Lingkungan lembab dan bersih akan meningkatkan

migrasi sel epitel ke seluruh permukaan ulkus.

Metode lain untuk mengobati luka lokal antara lain, seperti

metode energi elektromagnetik, telah digunakan untuk membantu

proses penyembuhan luka. The Agency For Health Care Policy and

Research/AHCPR, 1994 dalam Potter (2006) merekomendasikan

tindakan elektoterapy untuk mengobati dekubitus tahap III dan IV

yang tidak berespon dengan tindakan konvensional. Ketersediaan

fasilitas kesehatan dan melibatkan tim kesehatan lain juga ikut

mempengaruhi keberhasilan perawatan dekubitus.

B. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan

pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2010).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

18

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2007),

dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :

a. Tahu ( know )

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini merupakan

tingkat pengertian yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya.

c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden

(Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan ini berkaitan dengan

pengetahuan perawat tentang teori dan praktik perawatan dekubitus.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

19

4. Sumber – sumber pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang

berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media

elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat

dan sebagainya.

5. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah :

a. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi

respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang

berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana

keuntungannya, mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mudah

mengenali dekubitus baik dari tanda, gejala, cara penanganan serta

efek yang ditimbulkan, oleh sebab ini faktor pendidikan sangat

mempengaruhi tingkat pengetahuan seorang perawat dalam menyikapi

suatu kejadian dekubitus.

b. Media massa

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai

informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang lebih

sering terpapar media massa (TV, internet, radio, majalah, pamflet, dan

lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan

dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti

paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang. Media masa sebagai jendela informasi dapat

menjadi salah satu sumber bagi para perawat untuk memahami

dekubitus dan perawatannya.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

20

c. Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling

berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat

berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi.

Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan

individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model

komunikasi media dengan demikian hubungan sosial dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.

d. Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh

dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya

sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar

organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari

berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

Pengetahuan yang berkaitan dengan dekubitus sangat penting

diketahui oleh seorang perawat antara lain tentang pengertian

dekubitus, faktor-faktor resiko apa saja yang dapat menyebabkan

dekubitus, karakteristik dekubitus, dan yang terpenting mengetahui cara

melakukan perawatan dekubitus. Setelah perawat memiliki pengetahuan

yang benar tentang dekubitus, maka diharapkan perawat mampu

melakukan praktik perawatan dekubitus sesuai dengan standar

operasional prosedur, sehingga dapat mengurangi angka kejadian

dekubitus.

C. Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

21

seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi

bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkatan sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang

terendah hingga yang tertinggi yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang

terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap

ceramah-ceramah.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

(Azwar, 2002), yaitu :

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

22

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu

dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.

c. Pengaruh kebudayaan.

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan

demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

d. Media massa.

Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang

tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral

dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem

yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

f. Pengaruh faktor emosional.

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

g. Pendidikan

Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam

bersikap.

D. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Praktik Perawatan

Dekubitus

Seseorang setelah mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan akan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

23

yang diketahui atau disikapi. Hal inilah yang disebut dengan praktik

kesehatan. Oleh karena itu pengetahuan, sikap dan praktik ini memliki

indikator yang sama yaitu sehubungan dengan penyakit, pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan serta kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Secara teori perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu

mengikuti tahap-tahap yang meliputi perubahan pengetahuan, perubahan

sikap hingga perubahan praktik. Beberapa peneliti telah membuktikan hal

tersebut, namun penelitian lain juga membuktikan hal yang sebaliknya,

artinya terdapat seseorang yang telah berperilaku positif, meskipun

pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari

dalam maupun dari luar. Perilaku terdiri dari 3 domain yaitu pengetahuan,

sikap dan tindakan. Faktor yang membentuk perilaku ini disebut determinan.

Banyak teori tentang determinan perilaku ini, masing-masing berdasarkan

pada asumsi-asumsi yang dibangun. Salah satu teori determinan perilaku

menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisa bahwa

faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor-faktor

yang mempermudah atau membentuk terjadinya perilaku seseorang, antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, norma sosial dan budaya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors ), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan terjadinya sebuah perilaku, hal ini berupa sarana dan

prasarana kesehatan, sumber-sumber khusus yang mendukung dan

keterjangkaunan fsilitas kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

menjadi pendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yaitu sikap dan

perilaku petugas kesehatan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

24

E. Kerangka Teori

Faktor Pemungkin :

Fasilitas / sarana dan

prasarana kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Green

Sumber : Notoatmodjo (2010)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Keyakinan

4. Norma Sosial

5. Budaya

Praktik perawatan

dekubitus

Faktor Penguat :

Sikap dan Perilaku

Petugas Kesehatan

Variabel terikat

Variabel bebas

Praktik penanganan

dekubitus

Pengetahuan

Sikap

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

25

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap perawat

tentang dekubitus.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah praktik perawatan dekubitus.

H. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan praktik perawatan

dekubitus di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

2. Ada hubungan antara sikap perawat dengan praktik perawatan dekubitus

di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli... · Pengkajian dan identifikasi masalah ... dekubitus dengan

6