bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian
Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah
komunikasi interpersonal antara perawat dan klien karena adanya rasa
saling membutuhkan dan saling memberikan pengertian antara
perawat dan klien, yang direncanakan secara sadar dan bertujuan
untuk kesembuhan klien. Sedangkan menurut Dewit (2001),
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mengutamakan
saling pengertian antara pemberi informasi dan penerima informasi
dengan cara menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat
tertentu antara perawat dan klien.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian
komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat
dan klien karena adanya rasa saling membutuhkan dan
mengutamakan saling pengertian yang direncanakan secara sadar
dengan menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat-isyarat tertentu
dan bertujuan untuk kesembuhan klien.
6
2. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses
komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku
klien dan membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada
tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah
mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien
( Purwanto, 1994 ).
3. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001)
adalah kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan
diri; identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi;
kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling
ketergantungan, hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi
dan menerima cinta; mendorong fungsi dan meningkatkan
kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai
tujuan pribadi yang realistik.
Sedangkan menurut Purwanto (1994), adalah membantu klien
untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada, bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan,
7
membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya dan mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
4. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Menurut Kariyoso (1994), unsur-unsur komunikasi meliputi :
1. Komunikator (pembawa berita)
Adalah individu, keluarga maupun kelompok yang mempunyai
inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi sasaran. Komunikator bisa juga
berarti tempat berasalnya sumber pengertian yang
dikomunikasikan.
2. Message (pesan / berita)
Adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui
lambang-lambang pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya.
Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan dan
sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa berupa nasehat
dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan dan sebagainya.
3. Channel (saluran)
Adalah sarana tempat berlakunya lambang-lambang, meliputi
pendengaran, penglihatan penciuman dan perabaan.
4. Komunikan
8
Adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang
yang menerima berita atau lambang, bisa berupa klien, keluarga
maupun masyarakat.
5. Feed back
Adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya
komunikasi. Hal ini bisa juga dijadikan patokan sejauh mana
pencapaian dari pesan yang telah disampaikan.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry (1993) dikutip oleh Nurjannah (2001),
faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi meliputi :
a. Perkembangan
Perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari
sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut agar
komunikasi efektif. Karena cara berkomunikasi dengan anak usia
remaja dan anak usia balita sangatlah berbeda.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu
kejadian atau peristiwa. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan
terhambatnya komunikasi.
c. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga
penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Dalam
9
hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh
oleh nilai pribadinya.
d. Latar Belakang Sosial Budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi.
e. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian.
Emosi seperti marah, sedih, senang, akan dapat mempengaruhi
perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain.
f. Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang
berbeda-beda, menurut Tarned (1990), wanita menggunakan
bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta
membangun dan mendukung keintiman, sedangkan laki-laki
menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang
dilakukan, seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan
sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
10
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar
orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat pada
klien akan berbeda tergantung perannya.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang
efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan
menimbulkan keracunan, ketegangan, dan ketidaknyamanan.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu
menyediakan rasa aman dan kontrol.
6. Prisip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers
dikutip oleh Purwanto (1994) adalah :
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik
maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien
memiliki motivasi untuk merubah dirinya baik sikap, tingkah
11
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual
dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
l. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
Sedangkan menurut Boyd dan Nihart (1998) dikutip oleh
Nurjannah (2001), prinsip komunikasi terapeutik meliputi :
12
a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
b. Tingkah laku profesional mengatur hubungan terapeutik.
c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri
mempunyai tujuan terapeutik.
d. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
e. Kerahasiaan klien harus dijaga.
f. Kompetisi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
g. Implementasi, intervensi berdasarkan teori.
h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan menghindari
membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat
i. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali
pengalamannya secara rasional.
j. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen , klarifikasi dan
hindari perubahan subyek atau topik jika perubahan isi topik tidak
merupakan sesuatu yang sangat menarik klien
7. Sikap Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Menurut Egan (1975) dikutip oleh Keliat (1992), ada lima sikap
atau cara seseorang perawat dalam berkomunikasi dengan klien yaitu :
a. Berhadapan, arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “.
b. Mempertahankan kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
13
c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukan keinginan
untuk menyatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan,
menunjukan keterbukaan untuk berkomuikasi.
e. Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
8. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Arwani (2002), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu :
a. Keiklasan (genuineness)
Kesadaran diri perawat untuk dapat menerima sikap klien tanpa
menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki klien dan
berusaha untuk berinteraksi dengan klien.
b. Empati (empathy)
Empati merupakan perasaan “ pemahaman “ dan “ penerimaan “
perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan
merasakan “ dunia pribadi klien “.
c. Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat
untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “ unek-unek “
(perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.
14
9. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial
Tabel. 2.1. Perbedaan antara Komunikasi Sosial dengan Komunikasi
Terapeutik
KOMPONEN HUBUNGAN
KOMUNIKASI SOSIAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Saling membuka diri
Fokus dari percakapan
Ketepatan dari topik
Hubungan pengalaman dan
topik
Orientasi waktu
Penggunaan perasaan
Penghargaan terhadap
kebaikan individu
Perpisahan atau terminasi
Bervariasi
Tidak diketahui oleh peserta
Sosial, bisnis, umum,
impersonal
Ketidakterlibatan dan
penggunaan dari
pengetahuan yang tidak
langsung
Masa lalu dan masa depan
Saling membagi perasaan
yang tidak enak
Tidak diakui
Terbuka – tertutup
Klien : membuka diri
Perawat : membuka diri
untuk mendorong tujuan
penanganan
Diketahui oleh perawat dan
klien
Pribadi dan relevan untuk
perawat dan klien
Keterlibatan dan
penggunaan dari
pengetahuan langsung
Saat ini
Klien membagi perasaan
dan diberi semangat oleh
perawat
Diakui penuh
Spesifik *) Sumber : Stuart & Sundeen, (1995) dikutip oleh Nurjannah, (2001)
10. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik harus
memperhatikan teknik-teknik komunikasi terapeutik diantaranya :
15
a. Mendengarkan dengan aktif (active listening)
Perawat secara aktif mengikuti apa yang dibicarakan klien dan
memberikan perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan
tepat dan tidak memotong pembicaraan klien (Purwanto, 1994).
b. Mendengar pasif
Kegiatan mendengarkan dengan kegiatan nonverbal untuk klien,
misalnya dengan kontak mata dan menganggukan kepala
(Nurjannah, 2001).
c. Penerimaan
Kesediaan mendengar informasi tanpa menunjukan keraguan
atau ketidaksetujuan dengan tingkah laku yang menunjukan
ketertarikan dan tidak menilai (Nurjannah, 2001)
d. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Memberikan kesempatan pada klien untuk memilih topik
pembicaraan dengan cara menciptakan suasana dimana klien
merasa terlibat penuh dalam suatu pembicaraan (Purwanto, 1994).
e. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengukapkan informasi. Teknik ini berguna untuk
kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat dan
klien (Keliat, 1996).
16
f. Memfokuskan
Kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membantu klien
bicara pada topik yang dipilih dan yang penting dan menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan, yaitu lebih spesifik, lebih jelas,
dan berfokus pada realita (Keliat, 1996).
g. Refleksi
Memberi kesempatan kepada klien untuk memahami sikapnya
sendiri, mengerti perasaan dan kebingungan, keragu-raguan serta
persepsinya yang benar. Hal ini digunakan untuk membantu klien
dalam memngukapkan masalahnya agar menjadi jelas. Menyadari
bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk mampu berfikir
bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai
bagian dengan orang lain (Purwanto, 1994).
h. Observasi
Kegiatan mengamati klien atau orang lain. Dilakukan apabila
terdapat konflik antara verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa
ada pada klien (Stuart dan Sundeen 1995 dikutip oleh Nurjannah
2001).
i. Mengulang (restating)
17
Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Tehnik ini
bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan
melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan perhatian
terhadap apa yang baru saja dikatakan dan menjadi non terapeutik
bila perawat kurang melakukan validasi terhadap interpretasi dari
klien, menilai dan menyakinkan serta bertahan. Digunakan pada
saat mencoba apa yang klien ucapkan (Nurjannah, 200).
j. Eksplorasi (exploring)
Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman, masalah klien yang
perlu diketahui (Purwanto, 1994).
k. Membagi persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan
pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan
memberi informasi (Keliat, 1996).
l. Diam (silence)
Memberi waktu kepada klien dalam menimbang alternatif
tindakan yang perlu dilakukan dan memberikan kesempatan untuk
merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya, meskipun klien tetap
berdiam diri atau merasa malu, tetapi klien tetap merasa bahwa
dirinya tetap berharga dan diterima. Diam dapat mendorong atau
menghambat komunikasi sehingga perawat harus hati-hati dalam
mengemukakan tehnik ini. Bagi klien depresi diam biasa diartikan
sebagai dorongan pengertian dan penerimaan (Purwanto, 1994).
18
m. Memberi informasi
Memberikan informasi pada klien mengenai hal-hal yang tidak
atau belum diketahuinya atau bila klien bertanya. Untuk membina
hubungan saling percaya dengan klien sehingga menambah
pengetahuan klien yang akan berguna untuk mengambil keputusan
secara realistik (Purwanto, 1994).
n. Memberi Saran
Memberi alternatif ide untuk memecahkan masalah. Tepat
dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan
(Keliat, 1996).
o. Pertanyaan terbuka (open-ended question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ Ya “ dan
“ Mungkin “, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas,
sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya, perasaanya
dengan kata-kata sendiri atau dapat memberikan informasi yang
diperlukan (Purwanto, 1994).
p. Assertive
Assertive adalah kemampuan dengan secara menyakinkan dan
nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai hak orang lain (Nurjannah, 2001).
q. Menyimpulkan
Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan
pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi
19
komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Vacarolis, 1990
dikutip oleh Nurjannah, 2001).
r. Memberikan pengakuan / penghargaan (giving recognition)
Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan
pengakuan dan menandakan kesadaran (Schultz dan Videbeck,
1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).
s. Menawarkan diri (Offering self)
Menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang
diharapkan (Schultz dan Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah,
2001).
t. Menghadirkan realitas / kenyataan (presenting reality)
Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai.
Misalnya, “ Saya adalah yang merawat kamu “ (Schultz dan
Videbeck, 1998 dikutip oleh Nurjannah, 2001).
u. Penurunan jarak (reducing distant)
Menurunkan jarak fisik antara perawat dan klien. Hal ini
menunjukan komunikasi nonverbal dimana perawat ingin terlibat
dengan klien (Leddy & Pepper, 1998 dikutip oleh Nurjannah,
2001).
v. Humor
Dugon (1989), menyebutkan humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi
20
ketegangan dan rasa sakit akibat stress, serta meningkatkan
keberhasilan asuhan keperawatan. Sementara Sulivan – Deane
(1998), mengatakan bahwa humor merangsang produksi
katekolamin, sehingga seseorang merasa sehat, dan hal ini akan
meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan serta
memfalitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme ( Nurjannah,
2001).
11. Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik
Perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik melalui empat
tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai serangkaian tugas yang
harus diselesaikan. Keempat tahap itu adalah sebagai berikut :
a. Fase Prainteraksi
Fase prainteraksi merupakan fase dimana perawat belum
bertemu dengan klien. Pada tahap ini perawat memiliki tugas yang
harus diselesaikan yaitu : mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri, menganalisa kekuatan profesional diri dan
keterbatasan, mengumpulkan data dengan klien jika mungkin dan
merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.
b. Fase Perkenalan atau Orientasi
Fase ini dimulai sejak pertemuan pertama dengan klien. Ciri
hubungan pada fase ini masih bersifat dangkal dan sering ditandai
dengan ketidakpastian dan upaya pengalihan perasaan, persepsi,
pikiran dan tindakan klien. Perawat dan klien saling bertukar
21
pikiran dan membuat penilaian tentang perilaku masing-masing
sehingga akan terbentuk hubungan saling percaya atau “trust”.
Fase orientasi ini secara umum dicirikan dengan lima kegiatan
pokok yaitu : testing, building trust, identification of problem and
goals, clarification of roles and contract formation (Arwani,
2002).
Tugas perawat pada fase orientasi meliputi : menentukan
mengapa klien mencari pertolongan, membina rasa percaya,
penerimaan dan komunikasi terbuka, membuat kontrak bersama,
mengeksplorasi pikiran, perasaan dan tindakan, dan
mendefinisikan tujuan dengan klien. (Keliat, 1996 & Nurjannah,
2001)
c. Fase Kerja
Fase kerja merupakan tahap dimana klien memulai kegiatan.
Fokus utama fase ini adalah perubahan perilaku maladaptif
menjadi adaptif. Pada fase kerja ini terbagi dalam dua kegiatan
pokok yaitu :
1) Intregating communication with nursing action (menyatukan
proses komunikasi dengan tindakan keperawatan)
2) Establishing a climate for change (membangun suasana yang
mendukung untuk proses perubahan) (Keliat, 1996 & Arwani,
2002).
22
Tugas perawat pada fase kerja adalah mengeksplorasi stressor
yang sesuai atau relevan, mendorong perkembangan kesadaran diri
klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif, dan
menangani tingkah laku yang dipertahankan klien atau resistance
(Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).
d. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase dimana perawat akan
menghentikan interaksinya dengan klien, baik terminasi sementara
maupun terminasi akhir. Terminasi merupakan fase yang sangat
sulit dan sangat penting dari hubungan terapeutik. Pada fase ini
memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan
sebelumnya, sehingga klien merasa sunyi, menolak, dan depresi.
Perawat perlu mendiskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi
(Purwnto, 1994, Keliat, 1996 & Nurjannah, 2002).
Kegiatan yang dilaksanakan pada fase terminasi meliputi :
Evaluating goals achievement ( penilaian pencapaian tujuan ) dan
separation (perpisahan). Sedangkan tugas perawat pada fase
terminasi adalah menyediakan realitas berubah, melihat kembali
kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan, dan saling
mengeksplorasi perasaan dari penolakan, kehilangan , sedih dan
marah, tingkah laku yang berkaitan (Keliat, 1996, Nurjannah, 2001
& Arwani, 2002).
12. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
23
Faktor-faktor penghambat dalam komunikasi terapeutik menurut
Purwanto (1994), meliputi : kemampuan pemahaman yang berbeda,
pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa
lalu, komunikasi satu arah, kepentingan yang berbeda, memberikan
jaminan yang tidak mungkin, membantu apa yang harus dilakukan
kepada penderita, membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi, menutut
bukti, tantangan, serta penjelasan dari klien mengenai tindakannya,
memberikan kritik mengenai perasaan penderita, menghentikan atau
mengalihkan topik pembicaraan, terlalu banyak bicara yang
seharusnya mendengar dan memperlihatkan sifat jemu dan psimis.
Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa faktor yang dapat
menghambat terciptanya komunikasi yang efektif, diantaranya adalah :
a. Changing The Subject (merubah subyek atau topik)
Merubah obyek pembicaraan akan menunjukan empati yang
kurang terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak
nyaman, tidak tertarik dan cemas. Sehingga idenya menjadi kacau
dan akhirnya informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak
mencukupi.
b. Offering False Reassurance (mengukapkan keyakinan palsu)
Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan
akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak
percaya klien terhadap perawat.
c. Giving Advice (memberi nasehat)
24
Memberi nasehat menunjukan bahwa perawat tahu yang
terbaik dan bahwa klien tidak dapat berfikir untuk diri mereka
sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus melakukan apa yang
dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan
klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah
mereka sendiri.
d. Defensive Comments (komentar yang bertahan )
Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien
tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi
tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa
terancam yang disebabkan hubungannya dengan klien. Agar tidak
defensif perawat perlu mendengarkan klien , walaupun mendengar
belum tentu setuju.
e. Prying or Probing Questions (pertanyaan-pertanyaan
penyelidikan)
Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif.
Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi
yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.
f. Using Cliches (menggunakan kata klise)
Kata-kata klise menunjukan kurangnya penilaian pada
hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat
tidak peduli dengan situasinya.
25
g. In Attentive Listening (mendengar dengan tidak memperhatikan)
Perawat menunjukan sikap tidak tertarik ketika klien sedang
mencoba mengeksplorasikan perasaanya, maka klien akan merasa
bahwa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.
13. Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalm
melaksanakan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Laraia (2001)
meliputi :
a. Kualitas personal
Yang terdiri dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi
perasaan, kemampuan untuk menjadi model peran, altruisme,
tanggung jawab dan etik.
b. Fasilitas komunikasi
Terdiri dari komunikasi verbal, perilaku nonverbal, analisa
masalah dan teknik terapeutik.
c. Dimensi responsif, terdiri dari :
1) Kesejatian
Yaitu pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri
kita yang sebenarnya, ditunjukan dengan adanya kesamaan
antara verbal dan nonverbal.
2) Empati
26
Adalah kemampuan menenmpatkan diri kita pada posisi orang
lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa
yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut
dalam emosi orang lain.
3) Respek / hormat
Adalah perilaku yang menunjukan kepedulian atau perhatian,
rasa suka dan menghargai klien. Perawat menghargai klien
sebagai seseorang yang bernilai dan menerima klien tanpa
syarat.
4) Konkret
Perawat menggunakan istilah yang spesifik dan bukan abstrak
pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan,
pengalaman dan tingkah laku.
d. Dimensi tindakan, terdiri dari :
1) Konfrontasi
Proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk
memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri
klien, agar klien sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya
dalam hal perasaan, tingkah laku dan kepercayaan.
2) Kesegeraan.
Adalah merespon apa yang terjadi antara perawat dan klien
saat itu dan di tempat itu.
27
3) Membuka diri
Adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan dan
pengalaman pribadi kita.
4) Emosional katarsis
Kegiatan ini terjadi pada saat klien didorong untuk
membicarakan hal – hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik.
5) Bermain peran
Tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk
meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan manusia
dan memperdalam kemampuan untuk melihat situasi dari sudut
pandang yang lain dan juga memperkenankan klien untuk
mencobakan situasi baru dalam lingkungan yang aman.
e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari :
1) Resistence
Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat
dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan
untuk berubah telah dirasakan.
2) Transference
28
Adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang
berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya
berhubungan dengan figur yang penting di masa yang lalu.
3) Countertransference
Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat
yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada
kebutuhan, konflik, masalah dan pandangan mengenal dunia
yang tidak disadari perawat.
4) Boundary violations (pelanggaran batas)
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampui batas
hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial,
ekonomi atau personal dengan klien.
f. Hasil terapeutik yaitu untuk klien, masyarakat dan perawat.
B. Persepsi
6. Pengertian
Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas
yang integrated dalam diri individu (Bimo Walgito, 1994). Menurut
Maramis (1999) persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas
atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses
mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera
29
mendapat rangsang. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) persepsi
dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca
indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu
mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati,
baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengertian
persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap rangsang melalui proses mengamati, mengetahui atau
mengartikan setelah panca indera mendapat rangsang sehingga
individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang
hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.
7. Macam-macam Persepsi
Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :
a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
rangsang yang datang dari luar individu
b. Self-perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
rangsang yang datang dari dalam diri individu. Dalam hal ini
yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri.
8. Syarat Terjadinya Persepsi
Agar individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi yaitu : ( Bimo Walgito, 1994 & Sunaryo,
2004)
30
a. Adanya obyek yang dipersepsi, obyek menimbulkan stimulus
yang mengenai alat indera atau reseptor.
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan
persepsi.
c. Adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak
kemudian dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat
untuk mengadakan respon.
9. Proses Terjadinya Persepsi
Menurut Bimo Walgito (1994) proses terjadinya persepsi melalui
tiga proses yaitu :
a. Proses fisik (kealaman) : obyek menimbulkan stimulus, dan
stimulus mengenai alat indera atau reseptor.
b. Proses fisiologis : stimulus yang diterima oleh indera
dilanjutkan oleh saraf sensoris ke otak.
c. Proses psikologis : proses di dalam otak sehingga imdividu
dapat menyadari stimulus yang diterima.
10. Gangguan Persepsi (dispersepsi)
Persepsi individu dapat mengalami gangguan, hal ini dapat
disebabkan karena adanya gangguan otak (kerusakan otak,
keracunan, obat halusinogenik), gangguan jiwa (emosi yang dapat
menyebabkan ilusi) dan pengaruh lingkungan sosio-budaya
(Sunaryo, 2004).
31
Adapun macam-macam gangguan perspsi menurut Mramis
(1999) dikutip oleh Sunaryo (2004) terdaoat tujuh macam gangguan
persepsi yaitu : halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi,
gangguan somatosensorik pada reaksi konversi, gangguan
psikologik dan agnosia.
C. Kepuasan klien
11. Pengertian
Kepuasan klien seringkali dipandang sebagai suatu komponen
yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan
dengan kesembuhan klien dari sakit atau luka. Hal itu lebih
berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu sendiri,
berkaitan pula dengan sasaran dan outcome pelayanan. Menurut
Hafizurrahman (2004), kepuasan adalah tingkat keadaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil membandingkan
penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam
hubungannya dengan harapan seseorang.
Wesley (1992) dikutip oleh Nurrachmah (2001) menyatakan
bahwa kepuasan klien merupakan sutu situasi dimana klien dan
keluarga menganggap bahwa biaya yang dikeluarkan sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diterima dan tingkat kemajuan kondisi
kesehatan yang dialaminya. Menurut Kotler (1993) kepuasan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil)
yang dirasakan, dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson
32
(2002) kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa
harapanya telah terpenuhi atau terlampui. Sedangkan menurut
Nurrachmah (2001), kepuasan klien didefisinikan sebagai evaluasi
paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya
memenuhi atau melebihi harapan.
Dari beberapa definisi kepuasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian kepuasan adalah situasi dimana klien dan kelurga
merasa bahwa produk yang didapatkan baik itu pelayanan yang
diterima maupun kondisi kesehatan yang dialaminya memenuhi atau
bahkan melebihi harapan yang diinginkan.
12. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan
Hafizurrahman (2004), mengatakan bahwa kepuasan pelanggan
rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dengan pendekatan dan
perilaku petugas serta mutu informasi yang diterima, prosedur
perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersediri, mutu
makanan , pengaturan kunjungan, outcome terapi dan perawatan
yang diterima.
Sedangkan menurut Supranto (2001), beberapa faktor penentu
kepuasan pelayanan kesehatan adalah : reliabilitas (kompetensi dan
kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan
waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan),
komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan saling
33
pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jaminan
rasa aman (dari resiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk
mengerti keluhan dan keinginan pasien) dan ujud pelayanan yang
dirasakan.
Rangkuti (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor yang
menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan
mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa.
Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa,
juga ditentukan oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang
bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat.
Lima dimensi jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan klien
menurut Christopher Lovelock (1994) dikutip oleh Rangkuti (2002)
adalah :
a. Reliability (keandalan)
Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai
dengan yang dijanjikan.
b. Responsiveness (cepat tanggap)
Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen
menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan.
c. Assurance (jaminan)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk pelayanan
dengan rasa percaya diri.
d. Emphaty (empati )
34
Karyawan harus memberikan perhatian secara individual
kepada konsumen dan megerti kebutuhan konsumen.
e. Tangible (kasat mata )
Penampilan fasilitas fisik, peralatan personel dan alat-alat
komunikasi.
3. Dimensi Kepuasan
Azwar (1994), seperti halnya mutu pelayanan, dimensi kepuasan
klien sangat bervariasi secara umum. Dimensi kepuasan tersebut
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta
standar pelayanan profesi. Disini ukuran kepuasan pemakai jasa
pelayanan kesehatan terbatas hanya pada penerapan kode etik
serta standar pelayanan profesi saja, Dalam hal ini mencakup
penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : hubungan dokter
dengan klien (doctor-patien relationship), kenyamanan pelayanan
(amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan
dan kompetisi teknis (scientific knowledge and technical skill),
efektifitas pelayanan (effectives) dan keamanan tindakan (safety)
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan. Disini ukuran kepuasan memakai jasa
pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua
35
persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan
yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup
penilaian terhadap kepuasan klien mengenai : ketersediaan
pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan
(appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue),
penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian
pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan
kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient)
dan mutu pelayanan kesehatan (quality).
Kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila proses penyampaian
jasa dari si pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan apa yang
dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor
subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan
pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam kulitas jasa, yaitu :
kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen ,
kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen
dan spesifikasi kualitas jasa, kesenjangan antara spesifikasi jasa dan
jasa yang disajikan, kesenjangan antara penyampaian jasa actual dan
komunikasi eksternal kepada konsumen (Hafizurrahman, 2004).
4. Manfaat kepuasan
Menurut Tjiptono (2003) dikutip oleh Hafizurrahman (2004),
Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya : hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya
36
menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembeli ulang,
dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan, membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik
dimata pelanggan, laba yang diperoleh dapat meningkat.
Kepuasan pelanggan berupa sebuah kontinum yang bergerak
dari sangat tidak puas ke arah sangat puas, jika sustu perusahaan
bermaksud mempertinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka harus
memperhatikan dua unsur yaitu nilai produk bagi pelanggan
(selanjutnya disebut nilai bagi pelanggan) dan harapan pelanggan
terhadap produk.
D. Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan klien
Fungsi dari komunikasi terapeutik adalah mendorong dan
menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien, yang bertujuan untuk
membantu klien mengurangi beban perasaan dan pikiran, mengurangi
keraguan, serta membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
untuk kesembuhan klien.
Teknik komunikasi terapeutik melibatkan klien sepenuhnya dalam
pemberian asuhan keperawatan. Sehingga klien akan merasa dirinya
dihargai dan diakui. Dalam hal ini klien akan membuka diri dengan
perawat begitu juga perawat akan membuka diri dengan klien. Hal ini
akan mendukung klien untuk mengeksplorasi perasaannya sehingga
37
perawat mampu menggali permasalahan klien. Jika semua permasalahan
klien dapat dipenuhi sesuai harapannya maka kepuasan klien dapat
tercapai.
E. Kerangka Teori
38
Faktor penghambat komunikasi terapeutik :1. Pemahaman, penafsiran
dan kepentingan yang berbeda
2. Komunikasi satu arah3. Membicarakan hal-hal
yang bersifat pribadi4. Memperlihatkan sifat
jemu dan psimis
Faktor – faktor yang mempengaruhi
kemampuan perawat :1. Kualitas personal2. Fasilitasikomunikasi3. Dimensi responsif4. Dimensi tindakan5. Kebuntuan terapeutik6. Hasil terapeutik
Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik :1. Perkembangan dan nilai2. Jenis kelamin dan emosi3. Latar belakang sosial
budaya4. Peran dan hubungan5. Jarak dan lingkungan 6. Pengetahuan dan persepsi
Kemampuan perawat dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik :1. Fase Pra interaksi2. Fase Orientasi3. Fase Kerja4. Fase Terminasi
Kepuasan klien
Faktor yang mempengaruhi kepuasan :1. Pendekatan dan perilaku petugas2. Perawatan yang diterima3. Out come terapeutik4. Fasilitas pelayanan5. Prosedur perjanjian6. Waktu tunggu7. Pengaturan kunjungan
Gambar 1. Kerangka Teori
Menurut Nurjannah (2001), Purwanto (1994) dan Hafizurrahman (2004)
F. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
G. Variabel Penelitian
13. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel independent adalah variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) atau
variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik.
14. Variabel Dependen (variabel terikat)
39
Variabel Independen
Persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan
Komunikasi Terapeutik
Variabel Dependen
Kepuasan Klien
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kepuasan klien.
H. Definisi Operasional, Variabel dan skala Penelitian
15. Variabel persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik
Persepsi klien tentang kemampuan perawat dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik, yaitu penilaian klien terhadap kemampuan
verbal dan nonverbal perawat dalam melaksanakan komunikasi pada
klien selama memberikan asuhan keperawatan. Skala Interval.
16. Variabel kepuasan klien
Kepuasan klien yaitu suatu ungkapkan perasaan klien atas komunikasi
yang dilakukan perawat selama memberikan asuhan keperawatan.
Skala Interval.
I. Hipotesis
Ada hubungan antara persepsi klien tentang kemampuan perawat
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien di
ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang.
40