bab ii tinjauan pustaka -...

21
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gastritis 1. Pengertian Gastritis Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Smaltzer dan Bare, 2002). Sedangkan menurut Hirlan tahun 2005, gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001). Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price & Wilson, 2005). 2. Klasifikasi Gastritis Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : a. Gastritis akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. b. Gastritis kronik Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis hipertrofik.

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Gastritis

    1. Pengertian Gastritis

    Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering

    diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan

    cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh

    penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi

    (Smaltzer dan Bare, 2002). Sedangkan menurut Hirlan tahun 2005,

    gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung

    atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi.

    Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung,

    secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel

    radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001). Gastritis adalah suatu

    keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

    kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis

    akut dan kronik (Price & Wilson, 2005).

    2. Klasifikasi Gastritis

    Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

    a. Gastritis akut

    Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung

    yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.

    b. Gastritis kronik

    Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung

    yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga

    perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis

    hipertrofik.

  • 9

    1) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta

    perdarahan dan erosi mukosa.

    2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan

    mukosa. Pada perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan

    kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan

    karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel chief.

    3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-

    nodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan

    hemoragik.

    3. Etiologi

    a. Gastritis akut

    Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis

    obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau

    intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia

    dan trauma langsung (Muttaqin, 2011).

    1) Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS

    (Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide,

    Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-

    deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa

    lambung (Gelfand, 1999).

    2) Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1985).

    3) Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii,

    Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species,

    E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis (Anderson, 2007)

    4) Infeksi virus oleh Sitomegalovirus (Giannkis, 2008).

    5) Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan

    Phycomycosis (Feldman,1999).

    6) Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu

    (komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim

  • 10

    gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga

    menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009).

    7) Iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma

    langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara

    agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas

    mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada

    mukosa lambung (Wehbi, 2008).

    Sedangkan penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres

    fisik dan makanan, minuman.

    1) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,

    pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kersusakan susunan saraf

    pusat, dan refluks usus-lambung.

    2) Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu

    dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan

    agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.

    b. Gastritis kronik

    Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi

    ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis

    kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi menurut Wehbi (tahun 2008

    dalam Muttaqin, 2011)

    1) Gastritis infeksi

    a) H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini

    merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson,

    2007)

    b) Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis

    (Wehbi, 2008)

    c) Infeksi parasit.

    d) Infeksi virus.

  • 11

    2) Gastritis non-infeksi

    a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan,

    terdapat kira-kira 60% serum pasien gastritis kronik

    mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya (Genta, 1996).

    b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk

    garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin

    (Mukherjee, 2009)

    c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang

    menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa

    lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi,

    2008).

    d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan

    dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn,

    Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain,

    Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik

    pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic

    granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas,

    Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang

    berhubungan dengan kanker lambung (Shapiro, 2006).

    e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis

    dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004).

    4. Patofisiologi

    Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya

    bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap

    berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan

    terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus

    yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab

    gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan

    menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel

    yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid

  • 12

    (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida,

    steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga

    diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum

    bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan

    efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price &

    Wilson, 2002).

    Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) patafisiologi gastritis yaitu

    mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan

    terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid,

    prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier

    ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah

    perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf

    colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan

    menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan

    tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin

    dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.

    5. Manifestasi Klinik

    Menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi

    yaitu gastritis akut dan gastritis.

    a. Manifestasi klinik gastritis akut

    Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah,

    merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula

    perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian

    disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika

    dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-

    obatan atau bahan kimia tertentu.

  • 13

    b. Manifestasi klinik gastritis kronik

    Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil

    mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan fisik

    tidak dijumpai kelainan.

    6. Penatalaksanaan

    a. Gastritis Akut

    Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksaanaan medis pada pasien

    gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk

    menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila

    pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan.

    Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila

    perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan

    prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas.

    Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam,

    pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen

    penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum dan bila

    korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi.

    Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) penatalaksanaanya jika

    terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif

    berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis

    reseptor H2. Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan

    bedah.

    b. Gastritis kronik

    Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksanaan medis pada pasien

    gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan

    istirahat, mengurangi stres. Sedangkan menurut Mansjoer (2001)

    penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat

    dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi dan menghindari

    penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris

  • 14

    berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi

    eradikasi.

    7. Komplikasi

    Menurut Mansjoer (2001), komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu

    gastritis akut dan gastritis kronik.

    a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian

    atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.

    b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian

    atas, ulkus, perforasi dan anemia.

    8. Diet pada Gastritis

    Makanan yang disajikan perlu diatur pada penderita gastritis, terutama

    mengingat bahwa penyakit ini berhunbungan dengan alat pencernaan.

    Berikut hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengaturan makananan

    menurut Irianto (2007):

    a. Keadaan akut, lambung diistirahatkan tanpa makanan selama 24-48

    jam, hanya diberi minuman agak dingin. Hindarkan minuman dingin

    atau minuman panas.

    b. Berikan makanan secara bertahap, misalnya bubur saring, dan

    berangsur-angsur makanan lunak, makan biasa.

    c. Berikan makanan yang mudah dicerna, misalnya bubur beras, kentang

    pure, roti bakar, tepung yang dibuat pudding, sementara untuk lauk

    pauk, misalnya daging ayam, telur, ikan tanpa duri yang direbus atau

    dipanggang.

    d. Makanan atau minuman yang tidak boleh diberikan meliputi:

    1) Sayuran dan buah-buahan berserat dan mengandung gas, seperti

    sawi, kol, nangka, daun singkong.

    2) Bumbu-bumbu makanan yang merangsang, seperti cabe, lada dan

    cuka.

    3) Minuman beralkohol, kopi.

  • 15

    4) Makanan yang dimasak dengan santan kental atau digoreng.

    5) Porsi makanan diberikan sedikit, tetapi frekuensinya sering.

    B. Faktor-Faktor Kekambuhan Gastritis

    1. Stres

    a. Pengertian stres

    Setiap orang pernah mengalami stres, dan orang yang normal dapat

    beradaptasi dengan stres jangka panjang atau jangka pendek hingga

    stress itu berlalu. Hartono (2007) mendefinisikan stres adalah reaksi

    non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus

    stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat

    individual, sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama

    tanggapannya bagi orang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat

    kematangan berpikir, tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi

    seseorang terhadap lingkungannya.

    Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap

    kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenpmena universal yang

    terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap

    orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu

    yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres

    dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004).

    b. Macam-macam stres

    Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Kusmiati dan

    Desminiarti (tahun 1990 dalam Sunaryo, 2004), dapat digolongkan

    menjadi stres fisik, stres kimiawi, stres mikrobiologik, stres fisiologik,

    stres proses pertumbuhan dan perkembangan serta stres psikis.

  • 16

    1) Stres fisik

    Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena

    temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising,

    sinar matahari, atau tersengat arus listrik.

    2) Stres kimiawi

    Stress ini disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat

    beracun, gas, prinsipnya karena senyawa kimia.

    3) Stres mikrobiologik

    Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri

    atau parasite.

    4) Stres fisiologik

    Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh,

    diantaranya gangguan struktur tubuh, fungsi organ, jaringan dan

    lain-lain.

    5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

    Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan

    perkembangan seperti pada masa bayi hingga tua.

    6) Stres psikis atau emosional

    Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau

    ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri

    seperti hubungan interpersonal, social budaya, atau factor

    keagamaan.

    c. Penyebab stres

    Adapun menurut Brench Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres

    ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu

    penyebab makro dan penyebab mikro.

    1) Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam

    kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan

    kebangkrutan.

  • 17

    2) Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari

    seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah yang

    dimakan, dan antri.

    d. Tanda dan gejala stres

    Menurut Lukaningsih (2011) Stres memiliki dua gejala, yaitu gejala

    fisik dan psikis.

    a. Gejala stres secara fisik dapat berupa jantung berdebar, nafas cepat

    dan memburu/terengah-engah, mulut kering, lutut gemetar, suara

    menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat, berkeringat

    banyak, tangan lembab, letih yang tak beralasan, merasa gerah,

    panas, otot tegang.

    b. Keadaan stres dapat membuat orang-orang yang mengalaminya

    merasa gejala-gejala psikoneurosa, seperti bingung, salah paham,

    agresi, labil, jengkel, marah, lekas panic, cermat secara berlebihan.

    e. Tingkat stres

    Menurut Rasmun (2004), stres dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu stres

    ringan, sedang dan berat.

    1) Stres ringan

    Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari

    seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang

    misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan

    biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam.

    Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi

    terus menerus.

    2) Stres sedang

    Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa

    hari. Contoh dari stresor yang menimbulkan stres sedang adalah

    kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan,

  • 18

    mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi

    dalam waktu yang lama.

    3) Stres berat

    Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu

    sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat

    menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak

    harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.

    f. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres

    Menurut Sunaryo (2004), setiap individu akan mendapat efek stres

    yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu

    faktor biologis dan faktor psikoedukatif:

    1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,

    neurofsiologik, dan neurohormonal.

    2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian,

    pengalaman dan kondisi lain yang mempengaruhi.

    g. Tahapan stres

    Stress yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,

    menurut Amberg (tahun 1979 dalam Hawari, 2001) bahwa tahapan

    stress sebagai berikut :

    1) Tahap pertama

    Merupakan tahap yang paling ringan, yang disertai perasaan nafsu

    bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan

    pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan

    penglihatan menjadi tajam.

    2) Tahap kedua

    Pada tahap ini seseorang merasa letih sewaktu bangun pagi, terasa

    lelah setelah makan siang, cepat lelh menjelang sore, sering

    mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung

  • 19

    berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan

    tengkuk semakin tegang dan tidak bias santai.

    3) Tahap ketiga

    Seseorang mengalami gangguan lambung dan usus seperti keluhan

    gastritis, buang air besar tidak teratur, gangguan pola tidur seperti

    sulit untuk tidur kembali, tenaga seperti tidak ada, perasaan tidak

    tenang, ketegangan otot semakin terasa.

    4) Tahap keempat

    Pada tahap ini seseorang akan merasa pekerjaan yang

    menyenagkan menjadi membosankan, tidak mampu melaksanakan

    tugas sehari-hari, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun

    karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak

    diketahui penyebabnya, gangguan pola tidur.

    5) Tahap kelima

    Ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu

    menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan

    pada system pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan

    kecemasan semakin meningkat.

    6) Tahap keenam

    Tahap ini merupakan puncak dan seseorang mengalami panik dan

    perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung

    semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan

    berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

    h. Pengukuran tingkat stres

    Tingkat stres adalah hasil penelitian terhadap berat ringannya stress

    yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini diukur dengan

    menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh

    Lovilbond & Lovilbond (1995). Psychometric Properties of The

    Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS

    adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur

  • 20

    status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42

    dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai

    status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk

    pemahaman, pengertian dan pengukuran yang berlaku di manapun dari

    status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai

    stres.

    Kategori tingkatan stres menggunakan instrumen DASS 42 yang terdiri

    dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Jumlah skor dari

    pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal), 30-59

    (ringan), 60-89 (sedang), 90-119 (berat), dan > 120 (sangat berat)

    (Sriati, 2008)

    2. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi

    lambung

    a. Kebiasaan makan

    Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu

    memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap

    pengaruh fisiologi, psikologi dan sosial budaya. Kebiasaan makan atau

    pola makan dapat diartikan suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk

    melakukan sesuatu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat

    diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan

    makan secara sehat. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah

    susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau

    kelompok orang pada waktu tertentu. terjadinya gastritis dapat

    disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu

    frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung

    menjadi sensitif bila asam lambung meningkat (Baliwati, 2004).

    Kebiasaan makan dihihat dari segi gizi terbagi menjadi dua yaitu

    kebiasaan makan yang baik dan yang buruk. Kebiasaan makan yang

  • 21

    baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi,

    sedangkan kebiaaan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat

    menghambat terpenuhinya kecukupan gizi, seperti adanya pantangan

    tang berlawanan dengan konsep gizi.

    Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung.

    Asam lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk

    kedalam lambung dengan jadwal yang teratur. Produksi asam lambung

    akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan

    makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena

    kobdisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan

    sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak

    teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini

    berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga

    dapat mengiritasi dinsing mukosa pada lambung sehingga timbul

    gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat

    menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke

    kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).

    b. Frekuensi makan dan minum

    Frekuensi makan dan minun adalah jumlah makan dan minum dalam

    sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan

    diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut

    sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan

    jenis makanan. Jika dirata-rata, umunya lambung kosong antara 3-4

    jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya

    lambung.

    Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang

    penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong,

  • 22

    atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan

    mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).

    Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap

    waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan

    biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai

    sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam

    lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam,

    maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih

    sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa

    nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

    c. Jenis makanan dan minuman untuk pasien gastritis

    Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,

    dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu

    sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada

    orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan,

    seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

    Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang

    sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal

    ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai

    dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin

    berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan

    pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan

    dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang

    disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

  • 23

    Jenis makanan pada penderita gastritis ada 2 yaitu jenis makanan yang

    disarankan dan dihindari (lambung sehat.com):

    1) Jenis makanan yang disarankan

    Para penderita maag dan radang lambung disarankan untuk

    mempertimbangkan makanan yang dapat mengurangi serangan

    nyeri lambung, seperti kentang, pisang, brokoli, kol, dan bubur.

    a) Kentang

    Sumber karbohidrat yang baik dan mampu memberikan rasa

    kenyang yang cukup lama. Bubur kentang atau jus kentang

    yang bersifat basa di pagi hari bermanfaat untuk menetralisir

    asam lambung sebelum Anda menyantap makanan lain.

    b) Pisang Masak

    Mengandung kalium, selain melon, pepaya dan tomat. Kalium

    yang dikandung dalam buah-buahan tersebut bermanfaat

    menyeimbangkan pH (derajat keasaman) di dalam lambung.

    Pisang juga mampu memberi rasa kenyang sehingga amat baik

    dikonsumsi di antara waktu makan. Selain itu, pisang juga kaya

    akan potasium yang mampu menormalkan peningkatan tekanan

    darah akibat serangan stres.

    c) Brokoli

    Merupakan sumber kalium dan sulfur yang baik. Sulfur mampu

    berperan sebagai antioksidan pelindung lapisan dalam kulit

    lambung. Brokoli juga kaya akan vitamin C yang baik untuk

    memelihara stamina tubuh. Makanan lain yang mengandung

    sulfur adalah bawang merah dan bawang putih.

    d) Bubur Ayam

    Bagi penderita sakit maag akut sangat berguna untuk mencegah

    dan meringankan sakit. Sebaiknya hindari sate jeroan yang

    sulit dicerna, namun sebagai penambah rasa boleh ditambahkan

    telur rebus, kecap dan sedikit kerupuk.

  • 24

    e) Lidah Buaya

    Bermanfaat meredakan panas dalam dan mempercepat

    penyembuhan luka. Kandungan saponinnya mempunyai

    kemampuan antiseptik, sedangkan kandungan antrakuinon dan

    kuinonnya berkhasiat sebagai antibiotik, penghilang rasa sakit

    dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Selain itu,

    kandungan mukopolisakarida di dalam lidah buaya juga

    berguna untuk memulihkan radang, termasuk radang saluran

    pencernaan dan arthritis.

    f) Permen Karet (bukan utk dimakan)

    Aktivitas mengunyah bisa merangsang produksi air liur yang

    bersifat basa sehingga mampu menetralisir asam lambung.

    Selain itu, bertambahnya produksi air liur juga dapat

    meningkatkan upaya pembersihan lambung.

    2) Jenis makanan yang harus dihindari oleh penderita maag:

    a) Makanan dan minuman yang terlalu banyak mengandung gas

    dan serat seperti sawi, kol, nangka, pisang ambon, kedondong,

    durian dan minuman bersoda.

    b) Makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti

    kopi, minuman beralkohol, sari buah sitrus dan tape.

    c) Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat

    pengosongan lambung. Makanan jenis ini, seperti kue tart,

    keju, makanan berlemak, dan cokelat, dapat menyebabkan

    peningkatan peregangan di lambung dan berakibat

    meningkatnya asam lambung.

    d) Makanan yang mengandung cuka pedas dan merica yang dapat

    merusak dinding lambung.

    e) Makanan yang bersumber karbohidrat seperti beras ketan, mie,

    bihun, bulgur, jagung, singkong, tales, serta dodol.

    f) Makanan yang terbuat dari santan.

  • 25

    d. Pengukuran Frekuensi Pangan (Food Frequency)

    Food frequency questionnaire (FFQ) dikenal sebagai metode frekuensi

    pangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi pada

    konsumsi pangan seseorang. Oleh karena itu, diperlukan kuesioner

    yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi

    konsumsi pangan (Riyadi, 2004).

    3. Pemakaian obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung

    Gastritis dapat disebabkan karena mengkonsumsi obat-obat tertentu. Obat

    anti nyeri (aspirin, neuralgin, piroxicam, paracetamol), obat anti inflamasi

    nonsteroid (OAINS), antibiotik, kortikosteroid (hormon), tablet besi,

    suplemen kalium, jamu-jamuan dan obat kemoterapi adalah beberap jenis

    obat yang memiliki efek menyebabkan gastritis. Selain itu, menelan racun

    atau zat kimia tertentu pun berpotensi menyebabkan gastritis, seperti

    menelan asam korosif, alkohol dan lainnya (Santoso, 2008).

    Obat-obatan banyak yang dijual secara bebas di Indonesia. Obat-obatan

    daftar G (obat yang perlu resep dokter) dapat dengan mudah dibeli tanpa

    menggunakan resep. Pemakaian obat-obatan yang luas ini menyebabkan

    kejadian efek samping obat meningkat. Beberapa obat menimbulkan efek

    samping yang berhubungan dengan saluran cerna. Molekul-molekul obat

    yang bersifat asam akan langsung mengiritasi mukosa lambung dan

    inhibisi atau hambatan pengeluaran kadar prostaglandin yang bersifat

    protektif terhadap mukosa lambung. Prostaglandin dihambat karena

    dianggap bertanggung jawab terhadap munculnya inflamasi dan rasa nyeri

    (Santoso, 2008).

    Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia

    heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan

    penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam

    arakhidonat (Brooker, 2009). Siklooksigenase merupakan enzim yang

  • 26

    penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat.

    Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa

    lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin

    mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak

    mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam

    dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel

    mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat

    menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga

    kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut

    hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil.

    Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan

    dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari

    selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).

    C. Hubungan antara stres, frekuensi makan dan minum, pemakaian obat-

    obatan dengan kekambuhan gastritis

    Stres menurut Selye (tahun 1950 dalam Hawari 2006) adalah respons tubuh

    yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntunan beban stresnya. Orang

    yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem

    pencernaannya, misalnya pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal

    ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan.

    Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga

    lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Orang yang memiliki

    pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut

    harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung

    akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbulnya rasa nyeri.

    Obat-obatan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kerusakan pada saluran

    pencernaan terutama pada lambung dan mempengaruhi pemenuhan nutrisi

    yang berakibat terhadap proses pencernaan makanan, pola makan dan

  • 27

    penyerapan makanan (Miller, 2004). Terjadinya kekambuhan gastritis dapat

    disebabkan karena stres, frekuensi konsumsi makanan dan minunam serta

    mengkonsumsi obat-obat tertentu yang dapat mengiritasi lambung.

    D. Kerangka Teori

    Setelah memperhatikan tentang uraian-uraian mengenai konsep diri prestasi

    belajar, maka disusun kerangka teori sebagai berikut :

    Gambar 2.1 : Kerangka Teori

    (Dermawan & Rahyuningsih, 2010)

    E. Kerangka Konsep

    Berdasarkan masalah penelitian dan uraian-uraian mengenai faktor-faktor

    kekambuhan dan gastritis, maka digambarkan suatu kerangka konsep

    penelitian sebagai berikut:

    Faktor kekambuhan gastritis:

    1. Stres

    a. Fisik

    b. Psikologis

    2. Kebiasaan Menkonsumsi Alkohol

    3. Konsumsi Obat-obatan

    4. Kebiasaan Merokok

    5. Frekuensi konsumsi bahan pangan yang

    mengiritasi lambung

    6. Kebiasaan makan makanan merangsang

    (pedas, asam)

    Kambuh Penyebab gastritis :

    1. Infeksi Bakteri ; seperti

    H. Pylory, H. heilmanii,

    E. coli, Streptococci,

    staphylococci

    2. Refluks isi usus kedalam

    lambung

    3. Alkohol

    4. Obat-obatan

    5. Stres fisik

    6. Makanan dan minuman

    yang bersifat iritan

    Gastritis

  • 28

    Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

    F. Variabel Penelitian

    1. Variabel Bebas atau Independen

    Variabel bebas (independent) variabel yang menjadi sebab timbulnya

    variabel terikat (dependent). Variabel independent dalam penelitian ini

    adalah stres, frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi

    lambung dan pemakaian obat-obatan yang mengiritasi lambung.

    2. Variabel Terikat atau Dependen

    Variabel terikat (dependent) adalah variable yang dipengaruhi atau yang

    menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel

    dependent dalam penelitian ini adalah kekambuhan gastritis.

    G. Hipotesis

    Berdasarkan teori yang telah di uraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini

    dapat dirumuskan:

    1. Ada hubungan antara stres dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja

    Puskesmas Kedungmundu Semarang.

    2. Ada hubungan antara frekuensi makan dan minuman yang mengiritasi

    lambung dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Puskesmas

    Kedungmundu Semarang.

    3. Ada hubungan antara pemakaian obat-obat yang dapat mengiritasi

    lambung dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Puskesmas

    Kedungmundu Semarang.

    Variabel independent :

    1.

    Variabel dependent :

    Stres

    Frekuensi konsumsi

    makanan dan minuman

    Pemakaian obat-obatan

    Kekambuhan

    gastritis