bab ii tinjauan pustaka a. kesejahteraan psikologis 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1908/2/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesejahteraan psikologis
1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis
Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh
dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat
menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal
(Ryff & Keyes, 1995). Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa
kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja, akan tetapi
berkaitan juga dengan bagaimana mengembangkan relasi yang positif dengan
orang ain dan menjadi pribadi yang autonomy (Ryff, 1989). Kesejahteraan
psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis.
Ryff menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep
yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan
pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman
hidupnya, selain itu kesejahteraan psikologis dapat dimaknai dengan diperolehnya
kebahagiaan,kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff &
Keyes, 1995).
Kesejahteraan psikologi merupakan tingkat kemampuan individu dalam
menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang
lain, mandiri terhadap tekanan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, memiliki
arti hidup, serta merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu, oleh karena itu
bila seorang individu memiliki penilaian positif terhadap diri sendiri, mampu
bertindak secara otonomi, menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dan makna
hidup, serta mengalami perkembangan kepribadian maka individu tersebut dapat
dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis (A.Daniella B.B., 2012).
Kesejahteraan psikologis berhubungan dengan kepuasan pribadi, engagement,
harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan terhadap diri sendiri,
harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme, termasuk juga mengenali
kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki. Kesejahteraan
psikologis memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang
sedang dilaksanakannya (Batram & Boniwell, 2007).
Kebahagiaan adalah bagian dari keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu
kepuasan yang menyenangkan dan timbul apabila kebutuhan dan harapan individu
terpenuhi. Alston dan Dudley menambahkan bahwa kepuasan hidup merupakan
kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang
disertai tingkat kegembiraan (Hurlock, 1994). Dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya
perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi,
mempunyai pemaknaan hidup yang tinggi dan mampu mengembangkan pribadi
serta bakat dan minat yang dimiliki.
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang
secara psikologis dapat berfungsi secara positif (Ryff & Keyes,1995). Komponen
individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu:
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai
karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan.
Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa
adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif
terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Hal tersebut menurut Ryff
(1989) menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Individu yang
memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam
dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap
masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat
penerimaan diri yang kurang baik yang memunculkan perasaan tidak puas
terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan
mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Dimensi ini berulangkali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam
konsep kesejahteraan psikologis. Ryff (1989) menekankan pentingnya menjalin
hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga
menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen
kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang
tinggi atau baik dalam dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang
hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, mempunyai rasa
afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai
sedikit hubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat dan enggan
untuk mempunyai ikatan dengan orang lain, menandakan bahwa individu
tersebut kurang baik dalam dimensi ini.
c. Otonomi (autonomy)
Dimensi otonomi menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan untuk
menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku.
Seseorang yang mampu untuk menolak tekanan sosial untuk berpikir dan
bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri
dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa individu tersebut baik
dalam dimensi ini. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi
otonomi akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat
keputusan berdasarkan penilaian orang lain, dan cenderung bersikap
konformis.
d. Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery)
Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan
untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik
dirinya. Dengan kata lain, individu tersebut mempunyai kemampuan dalam
menghadapi kejadian-kejadian di luar dirinya. Hal inilah yang dimaksud dalam
dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai denga
kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk
mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental.
Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampakkan
ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki
kontrol terhadap lingkungan luar.
e. Tujuan hidup (purpose in life)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mencapai
tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai rasa keterarahan dalam hidup,
mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai
keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan
mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup, maka individu tersebut
dapat dikatakan mempunyai dimensi tujuan hidup yang baik. Sebaliknya,
seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa
tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat
dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat
membuat hidup lebih berarti. Dimensi ini dapat menggambarkan kesehatan
mental karena kita tidak dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki
oleh seorang individu mengenai tujuan dan makna kehidupan ketika
mendefenisikan kesehatan mental.
f. Perkembangan pribadi (personal growth)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk
mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia.
Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi
secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya
kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan
terhadap pengalaman. Seseorang yang baik dalam dimensi ini mempunyai
perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang
bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu
melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu.
Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan
ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru,
mempunyai perasaan bahwa individu tersebut adalah seorang pribadi yang
membosankan, dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani.
Hurlock (1994) menjelaskan, bahwa ada beberapa esensi mengenai
kebahagiaan,kesejahteraan, antara lain:
a. Sikap menerima (Acceptance)
Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang
timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik (Shaver
& Freedman, dalam Hurlock, 1994). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan
orang lain dan apa yang dimilikinya.
b. Kasih sayang (Affection)
Kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain.
Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin banyak diharapkan yang dapat
diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih yang memiliki pengaruh
yang besar terhadap kebahagiaan seseorang
c. Prestasi (Achivment)
Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila
tujuan ini secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan yang
bersangkutan akan merasa tidak puas dan tidak bahagia.
Berdasarkan esensi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
secara teori hal tersebut memiliki relasi dengan kesejahteraan Psikologis karena
kebahagian (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan
merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia (Ryff,1989).
Pada penelitian ini penulis memilih menggunakan dimensi dari (Ryff &
Keyes,1995) karena bila dilihat dari hasil wawancara yang telah dilakukan dari
beberapa narasumber, aspek-aspek kesejahteraan psikologis antara lain
penerimaan diri yaitu adanya sikap positif terhadap diri sendiri, hubungan positif
dengan orang lain yaitu adanya hubungan yang hangat dan rasa percaya terhadap
orang lain, otonomi yaitu adanya kekmampuan menolak tekanan sosial dan
mampu mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, penguasaan terhadap
lingkungan yaitu kemampuan untuk menghadapi kejadian-kejadian di luar
dirinya, tujuan hidup yaitu adanya rasa keterarahan dalam hidup dan mempunyai
target yang ingin dicapai, dan perkembangan pribadi yaitu individu yang mampu
mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia.
Masing-masing aspek mempunyai keterikatan dengan hasil wawancara yang telah
dilakukan melihat pada hasil wawancara dijelaskan bahwa sedangnya
kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh kurangnya pemenuhan terhadap aspek-
aspek yang dijelaskan sebelumnya . Dengan demikian teori tersebut tepat di
gunakan dalam penelitian ini.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang menurut Ryff (1995), antara lain :
a. Dukungan Sosial
Gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif (mendukung) kepada
seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari orang-
orang yang cukup bermakna dalam hidupnya. An dan Cooney (2006),
menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity)
memiliki peran yang penting pada kesejahteraan psikologis. Hal ini termasuk
kedalam perilaku hubungan (Relation Behaviour) yang mana pemimpin,
mendengar, memfasilitasi, dan mendukung mahasiswa yang bekerja sebagai
karyawan, sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik
(Hersey & Blanchard, 1988). Dukungan sosial yang diberikan adalah untuk
mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan sikologisnya,
sehingga mahasiswa yang menjadi karyawan dapat menerima dirinya lebih
positif.
b. Status sosial ekonomi
Ryff (1999), menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi
sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan psikologis, bahwa tingkat
keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, menunjukkan
tingkat kesejahteraan psikologis juga lebih baik. Ryan dan Deci (2001),
menegaskan status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan
diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Status
sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti
besarnya pemasukan dalam keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan
pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart &
Sorenson, 2000). Sehingga dapat dikatakan, semakin tinggi status sosial dapat
serta merta mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
c. Jaringan sosial
Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif
dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas
yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan membuat seorang
individu memiliki kecenderungan kesejahteraan yang rendah atau yang tinggi
ditunjang dari siapakah orang-orang yanng berada di lingkungan sosial
individu, semakin baik kontak sosial yang terkait dengan individu, semakin
tinggi tingkat kesejahteraan individu tersebut. (Pinquart & Sorenson, 2000).
d. Religiusitas
Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada
Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu
memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih
bermakna (Bastaman, 2000). Pernyataan tersebut memang punyai keterikatan
dengan peranan tentang semakin tinggi seseorang memaknai hidupnya seara
positif maka kesejahteraan hidup yang dirasakan juga tinggi.
e. Kepribadian
Gutie´rrez, Jime´nez, Herna´ndez, dan Puente (2004), menyatakan
kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesejahteraan psikologis.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain
menurut Ryff & Singer (1996) sebagai berikut:
a. Usia
Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia
mempengaruhi perbedaan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Dalam
penelitiannya ditemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi
otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari
dewasa muda hingga madya.
b. Jenis kelamin
Sejak kecil stereotipe gender telah tertanam dalam diri, anak lakilaki
digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu perempuan
digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap
perasaan orang lain (Papalia, dkk., 1998). Tidaklah mengherankan bahwa sifat-
sifat stereotipe ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut
dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap
perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina
keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya.
c. Status sosial ekonomi
Penelitian Diener dan Diener menunjukkan bahwa perubahan
penghasilan seseorang penting untuk kesejahteraan psikologisnya daripada
orang yang berpenghasilan tetap. Diener dan Diener juga mengamati bahwa
orang-orang yang berpenghasilan tinggi berada pada level kepuasan yang
tinggi pula, sehingga mereka dapat merasakan kesejahteraan psikologis (dalam
Hidalgo, 2010).
d. Budaya
Budaya dan masyarakat terkait dengan norma, nilai dan kebiasaan yang
berada dalam masyarakat. Budaya individualistik dan kolektivistik
memberikan perbedaan dalam kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis menyimpulkan faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja berdasarkan
teori Ryff (1995), yaitu dukungan sosial sebagai ungkapan perilaku mendukung
kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari
orang-orang yang bermakna dalam hidupnya, status ekonomi sosial yaitu
tingkatan ekonomi yang dipandang orang lain terhadap individu tersebut, jaringan
sosial yaitu kontak sosial yang dimiliki indiidu dalam lingkungan sekitarnya,
religiusitas yaitu pemaknaan diri individu dalam hidup kepada Tuhan, dan
keribadian sebagai acuan hidup individu dalam bersikap dan bersifat tehadap
kehidupan yang dijalani. Namun penulis lebih memfokuskan dukungan sosial
sebagai dasar variabel bebas penelitian dikarenakan aspek kesejahteraan
psikologis yang diungkapkan Ryff (1989) yaitu hubungan positif dengan orang
lain menunujukkan adanya hubungan kesejahteraan psikologis dengan dukungan
sosial. Selain itu variabel dukungan sosial dirasa lebih relevan dalam pengaruh
aspek-aspek kesejahteraan psikologis pada mahasiswa setelah mengetahui hasil
dari wawanara dan penelitian yang didapatkan sebelumnya yaitu kurangnya
berbagai dukungan dari teman dan rekan kerja mempengaruhi sedangnya
kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja.
B. Dukungan Sosial
1. Pengertian dukungan sosial
Dukungan sosial didefinisikan sebagai adanya atau tersedianya orang-orang
yang dapat diandalkan, dengan memperlihatkan bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menganggap kita bernilai dan mencintai kita (Sarason, 1983).
Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang
menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati,
serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik (King,
2012). Sedangkan menurut Ganster, dkk, (dalam Apollo & Cahyadi, 2012)
dukungan sosial adalah tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan
mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya.
Cohen dan Hoberman ( dalam Isnawati & Suhardi, 2013) menyatakan
bahwa dukungan sosial mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh
hubungan antar pribadi seseorang. Selain itu Rook (1985), mengatakan bahwa
dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan
sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan
interpersonal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek
yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat
seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah.
Dukungan sosial menunjukkan pada hubungan interpersonal yang melindungi
individu terhadap konsekuensi negatif dari stres. Dukungan sosial yang diterima
dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya
diri dan kompeten.
Pierce (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Arti dukungan sosial menurut Etzion
(1984) menyatakan bahwa sebagai hubungan antar pribadi yang di dalamnya
terdapat satu atau lebih ciri-ciri, antara lain: bantuan atau pertolongan dalam
bentuk fisik, perhatian emosional, pemberiaan informasi dan pujian. Brehm &
Kassin (1993) mengemukakan beberapa tipe dukungan sosial, antara lain
berdasarkan kontak sosial dukungan sosial dilihat dari banyaknya kontak sosial
yang dilakukan oleh individu. Pengukuran konteks sosial dalam artian dilihat dari
status perkawinan, hubungan saudara atau teman dalam organisasi informal.
Selanjutnya berdasarkan jumlah pemberian dukungan, artinya dukungan sosial
berperan sebagai jumlah individu yang memberikan bantuan kepada seseorang
yang membutuhkan, Semakin banyak individu yang memberikan bantuan akan
semakin sehat kehidupan individu tersebut.
Pernyataan itu berkaitan dengan kedekatan hubungan dukungan sosial yang
didasarkan pada kualitas hubungan yang terjalin antara pemberi dan penerima
dukungan, bukan kuantitas pertemuan. Berdasarkaan tersedianya pemberi
dukungan individu yang yakin bahwa akan ada orang yang membantunya bila
individu tersebut mengalami kesulitan, kecenderungan lebih percaya diri dan
sehat daripada individu yang tidak merasa yakin jika ada orang yang bersedia
membantunya. Pernyataan pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan
sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang
tertentu dalam hidupnya dan berada dalam lingkungan sosial tersebut yang
membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai.
2. Aspek-aspek dukungan sosial
Di dalam kehidupan sehari-hari dan dalam setiap aspek kehidupan,
dukungan sosial sangat diperlukan. Dukungan sosial memiliki beberapa
komponen diantaranya dijelaskan oleh Sarafino (2010) antara lain :
a. Dukungan emosional.
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap
individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari teman, pasangan atau keluaga,
seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang dihadapi atau
mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan memberikan rasa
nyaman, keastian, perasaan memiliki dan dicintai kepada individu.
b. Dukungan penghargaan.
Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan
penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain. Biasanya
dukungan ini diberikan oleh atasan atau rekan kerja. Dukungan jenis ini akan
membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai.
a. Dukungan instrumental atau konkrit
Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung, misalnya yang
berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu
yang sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti bantuan untuk
menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang dan lainnya
yang dibutuhkan individu.
b. Dukungan jaringan sosial
Dukungan yang berasal dari jaringan ini merupakan bentuk dukungan
dengan memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok serta berbagi dalam
hal minat dan aktivitas sosial. Adanya dukungan ini akan membantu individu
untuk mengurangi stres yang dialami. Hal tersebut juga akan membantu
individu untuk mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran terhadap masalah
yang dihadapinya atau meningkatkan suasana hati yang positif.
c. Dukungan informasi.
Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa nasehat, saran,
pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan.
Dukungan ini biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang
profesional seerti dokter atau psikolog.
Menurut Smet (1994) terdapat empat jenis atau aspek dukungan sosial, yaitu
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dukungan emosional yaitu mencangkup ungkapan empati, keperdulian dan
perhatian terhada orang yang bersangkutan
b. Dukungan penghargaan yaitu terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atas
perasaan individu. Dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain,
misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya
(menambah harga diri).
c. Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti memberikan
pinjaman uang atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres.
d. Dukungan informatif mencangkup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
saransaran atau umpan balik.
Berdasarkan aspek-aspek yang di uraikan di atas, maka peneliti
menggunakan dukungan sosial yang di kemukakan oleh Sarafino (2010) untuk
dijadikan acuan alat ukur, karena aspek tersebut dapat menjelaskan lebih rinci
terhadap dukungan sosial. Aspek-aspek dukungan sosial antara lain: dukungan
emosional yaitu adanya rasa empati dan perhatian yang diterima oleh individu,
dukungan penghargaan yaitu pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-
ide dan perform orang lain, dukungan instrumental yaitu pemberian bantuan
langsung seperti berupa bantuan finansial atau jasa, dukungan jaringan sosial
yaitu bentuk dukungan yang memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok serta
berbagai minat bahkan aktivitas sosial, dan dukungan informasi yaitu dukungan
yang berupa nasehat, saran dan umpan balik dalam menyelesaikan permasalahan.
C. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada
Mahasiswa Yang Bekerja
Mahasiswa yang bekerja merupakan mahasiswa yang mengambil peran
sebagai orang yang mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu dalam tingkat
pendidikan tinggi sambil melakukan suatu aktivitas yang dilakukan untuk orang
lain dengan memberikan talenta mereka kepada majikan untuk mendapatkan
imbalan. Menurut Cohen (dalam Ronen, 1981) bentuk pekerjaan yang paling
banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu (part-time
work). Hal ini disebabkan karena jadwal kerja paruh waktu lebih fleksibel
daripada jadwal kerja penuh waktu, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan
jadwal kerja dengan jadwal kuliahnya. Oleh sebab itu, kuliah sambil bekerja
mejadi kegiatan yang dikenal luas pada kalangan mahasiswa. Beragam alasan
melatarbelakangi para mahasiswa untuk menjalani pekerjaan paruh waktu.
Motte dan Schwartz (2009) mengemukakan berbagai alasan mahasiswa
menjalani pekerjaan paruh waktu, yaitu bekerja untuk membantu orang tua
membiayai kuliah, bekerja untuk mengisi waktu luang, bekerja untuk belajar
hidup mandiri, dan bekerja untuk mencari pengalaman. Mahasiswa yang bekerja
sambil kuliah selain harus menyelesaikan tuntutan sebagai mahasiswa juga harus
memenuhi tuntutan sebagai karyawan. Hal ini tentunya membawa dampak
tersendiri bagi mahasiswa yang bersangkutan.
Mahasiswa yang bekerja sambil kuliah terkadang melupakan kewajibannya
sebagai mahasiswa untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah dan banyak pula yang
kemudian mangkir kuliah disebabkan karena lebih mengutamakan pekerjaan
daripada kuliah. Akan tetapi, terdapat juga mahasiswa yang mampu untuk
mengatasi tugas-tugas kuliah dan juga tuntutan pekerjaan yang diberikan oleh
perusahaan ataupun tempat individu tersebut bekerja. Hal ini disebabkan oleh
dukungan sosial yang diberikan oleh teman kuliah maupun rekan kerja (Yenni,
2007).
Dukungan sosial merupakan salah satu fungsi pertalian sosial yang
menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang
akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima
dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan
kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai,
dihargai dan menjadi bagian dari kelompok (Rook, dalam Smet, 1994).
Berdasarkan pemaparan tersebut menjelaskan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi perasaan individu dalam berbagai hal termasuk kesejahteraan
psikologis individu tersebut, karena pada dasarnya kesejahteraan psikologis
adalah penggambaran sejauh mana individu merasa nyaman, tenang, dan bahagia
berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian
potensi-potensi mereka sendiri (Ryff, 1989). Hal tersebut senada dengan pengaruh
dukungan sosial yang telah diungkapkan sebelumnya, di mana aspek-asek
dukungan sosial mampu memberikan hubungaan yang positif bagi kesejahteraan
psikologis, aspek-aspek dukungan sosial tersebut bersumber dari Sarafino ( 2010).
Aspek yang pertama adalah aspek dukungan emosional, Sarafino (2006)
mengatakan pemberian dukungan emosional berupa pemberian semangat,
kehangatan dalam berinteraksi sosial dan cinta kasih dapat menjadikan individu
percaya bahwa dirinya dikagumi, dihargai, dicintai dalam kehidupan sosial karena
mengetahui bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada
individu tersebut. Miner (1992) mengatakan bahwa adanya dukungan secara
emosi dapat mencegah perasaan tertekan, yaitu mencegah apa yang dipandang
individu sebagai stresor yang diterima, kemudian dukungan sosial dapat
memberikan arti bagi individu dalam penyelesaian masalah. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Demaray dan Malecki (2002) mengatakan bahwa dukungan
emosional membantu individu untuk mengurangi tekanan dan merubah suasana
hati menjadi lebih positif sehingga meningkatkan kesejahteraan individu tersebut.
Sarafino (1990) mengatakan bahwa adanya dukungan emosional membuat
individu memiliki rasa nyaman, rasa memiliki, tentram, dan dicintai sehingga
muncul kesejahteraan dalam diri individu tersebut, sebaliknya tanpa adanya
dukungan emosional yang diterima individu akan memunculkan perasaan
tertekan, emosi yang tidak stabil, stres dan menandakan bahwa individu tersebut
tidak berada dalam kondisi yang sejahtera.
Aspek kedua adalah dukungan instrumental, Caplan, dkk (2007)
mengatakan bahwa dukungan instrumental adalah bantuan nyata seperti bantuan
fisik atau bantuan dalam bentuk sarana seperti memberikan tumpangan saat rekan
kerja tersebut tidak membawa kendaraan. Hal tersebut tentu sangat di butuhkan
oleh mahasiswa yang bekerja dikarenakan dukungan instrumental mampu
mengurangi beberapa kesulitan yang di alami oleh mahasiswa yang bekerja dalam
hal fasilitas yang tidak dapat terpenuhi, menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994)
individu yang menerima bantuan materi akan merasa tenang karena menyadari
ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila dirinya menghadapi
masalah dan kesulitan. Selain itu contoh seperti pemberian bonus dari atasan di
tempat kerja bagi mahasiswa yang bekerja dirasa dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis karena adanya penghargaan dari jerih payah bekerja.
Pernyataan tersebut di dukung oleh teori Gibson, dkk (1994) yang mengatakan
bahwa imbalan atau penghargaan yang di berikan baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hidup individu.
Penelitian yang dilakukan oleh Marliyah (2012) mengatakan bahwa pemberian
dukungan secara langsung (berupa kompensasi, tunjangan, dan lain-lain) akan
meningkatkan semangat kerja, kepuasan dan kesejahteraan bagi karyawan. Hasil
penelitian tersebut dikuatkan oleh teori Jurgensen (dalam Blum, dkk. 1986) yang
mengatakan bahwa imbalan atau gaji merupakan kebutuhan hidup yang paling
mendasar bagi setiap karyawan, sehingga imbalan atau gaji yang sesuai akan
mendorong motivasi kerja karyawan yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan
teori yang telah di jelaskan oleh Gibson, dkk. (1994) jika seorang karyawan tidak
mendapatkan dukungan instrumental seperti imbalan atau gaji yang sesuai
harapan, maka hal tersebut akan menurunkan kesejahteraan individu (mahasiswa
yang bekerja).
Aspek dukungan sosial yang ketiga adalah dukungan informasi, menurut
Sarafino (2006), dukungan informasi adalah dukungan yang bersifat informatif,
dukungan ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana
cara memecahkan persoalan. Cohen dan Shyme (1985) menyatakan bahwa
pemberian dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi
dan merubah pemahaman dari situasi, sehingga mempengaruhi kesejahteraannya.
Mengacu dari teori tersebut individu yang mendapat bantuan informasi maka
dapat mengatasi masalahnya dan mengurangi keragu-raguan, hal tersebut dapat
menurunkan tingkat stres, kecemasan, takut dan kekhawatiran sehingga individu
dapat lebih merasa bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya. Dukungan
informasi yang di berikan dapat membantu seseorang dalam menghadapi masalah
dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalam pekerjaan (Lambert, dkk. 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sinokki (2011) menyebutkan bahwa dukungan
informasi dibutuhkan oleh individu untuk mencegah keterbatasan informasi atau
pemberitahuan sehingga individu tersebut tidak merasa tertekan akibat
keterbatasan informasi yang diterima, hal tersebut dapat membentuk perasaan
sejahtera, sebaliknya jika dukungan informasi tidak diberikan individu akan
merasa tertekan akan keterbatasan informasi dan membuat individu tidak merasa
sejahtera.
Aspek selanjutnya adalah aspek dukungan jaringan sosial, menurut Lawang
(2005) Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu,
saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam
melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Konsep jaringan dalam kapital sosial
menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang
memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Sheridan &
Radmacher (1992) mengatakan bahwa bentuk dukungan jaringan sosial akan
membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki
kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok dengan begitu individu
akan memiliki perasaan senasib.
Horton dan Hunt (1996) menyebutkan bahwa adanya hubungan dalam
sebuah kelompok memunculkan perasaan nyaman, simpati dan rasa
sepenanggungan yang di peroleh individu sehingga timbul kepercayaan terhadap
kelompok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thompson (1995)
didapatkan hasil bahwa dukungan jaringan sosial berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan psikologis dikarenakan dukungan dari jaringan sosial memberikan
dampak positif bagi individu yang mengacu pada keyakinan sikap, orientasi
jaringan (network orientation) yang berkaitan dengan adanya rasa berharap pada
kelompok dalam menghadapi suatu masalah, sehingga memunculkan persepsi
positif yang membuat individu tersebut sejahtera di dalam jaringan sosial yang
dimiliki. Dukungan yang diberikan oleh kelompok membantu individu terhindar
dari persepsi diri yang negatif, rasa kesepian, kesejahteraan diri yang menurun
akibat tidak adanya rasa sepenanggungan, dan kekhawatiran berlebih untuk
melakukan kontak sosial (Rahman, 2009). Hal tersebut menjadi dasar bahwa
tanpa adanya dukungan jaringan sosial membuat individu memiliki tingkat
kesejahteraan yang rendah karena tidak adanya rasa sepenanggungan yang
diberikan oleh kelompok.
Adapun untuk aspek dukungan penghargaan menurut Sarafino (2010)
menyatakan bahwa dukungan penghargaan adalah dukungan yang melibatkan
ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide,
perasaan dan perorma orang lain. Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan
penghargaan menjadi aspek kuat dalam dukungan sosial, karena dari penelitian
yang dilakukan oleh Verawati (2017) didapatkan bahwa dukungan penghargaan
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kesejahteraan psikologis
dimana disebutkan bahwa adanya dukungan penghargaan dapat memunculkan
adanya rasa bahagia karena diperhatian, meningkatnya rasa percaya diri, dan sikap
positif. Munculnya perasaan bahagia dapat dikaitkan dengan kesejahteraan
psikologis seperti yang telah dikatakan oleh Ryff (1995) bahwa kesejahteraan
psikologis dapat dimaknai dengan diperolehnya kebahagiaan. Menurut
Olukolade,dkk (2013) menyatakan bahwa jika aspek dukungan penghargaan yang
diterima individu rendah maka kesejahteraaan psikologis akan cenderung rendah.
Dukungan sosial dimungkinkan akan sangat berpengaruh pada peningkatan
kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Jibeen dan Khalid (2010) mengatakan bahwa dukungan sosial muncul
sebagai prediktor yang signifikan secara langsung dari kedua hasil positif dan
negatif kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin
baik kesejahteraan psikologis yang dirasakan, sebaliknya rendahnya dukungan
sosial mengindikasikan tingginya tekanan psikologis. Sejalan dengan penelitian di
atas, Karlsen, dkk, (2004) dalam penelitiannya menyebutkan dukungan sosial
mempengaruhi kesejahteraan psikologis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial adalah dua variabel yang
berhubungan secara timbal balik, jika individu mendapatkan dukungan sosial
yang tinggi maka kesejahteraan psiologis juga akan meningkat. Terkait hal
tersebut dukungan sosial dirasa akan sangat berpengaruh bagi mahasiswa yang
bekerja karena pada umumnya mahasiswa adalah remaja yang sedang berada pada
tahap mencari jati diri, sehingga pengaruh secara emosional melalui dukungan
sosial dari teman, maupun rekan kerja akan menimbulkan dampak yang lebih
efektif daripada menggunakan aspek lain dalam meningkatkan kesejahteraan
psikologis pada mahasiswa yang bekerja.
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial
dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa yang bekerja. Semakin tinggi
dukungan sosial yang diterima oleh mahasiswa bekerja maka semakin tinggi pula
kesejahteraan psikologis yang dirasakan, namun semakin rendah dukungan sosial
yang diterima oleh mahasiswa bekerja maka semakin rendah pula kesejahteraan
psikologis yang dirasakan.