penglkajian psikologis

26
Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANSIA 2.1.1 Definisi lansia Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan

Upload: redo-candra

Post on 31-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

psikologis pengkajian

TRANSCRIPT

Page 1: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANSIA

2.1.1 Definisi lansia

Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial

(BKKBN

1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami

proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya

tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur

dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari

pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa

tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai

beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif

sebagai beban keluarga dan masyarakat

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial

sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah

kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya

ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan

sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia

menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda

2.1.2 Klasifikasi lansia

WHO dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai

berikut:middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-

74 tahun, old usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90

tahun.

Page 2: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari

penuaan merujuk kepada kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia

tua” (old old). Dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old

secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65 sampai 74 tahun, yang biasanya

aktif, vital dan bugar. Old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old

berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005).

2.1.3 Konsep Menua

Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi

seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).

Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan

proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal

kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang

orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder

merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang

sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang (Busse,1987; J.C

Horn & Meer,1987 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2005). Banyak perubahan

yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan

yang bersifat bertahap (gradual loss). Watson (2003) mengungkapkan bahwa

lansia mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem

persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,

sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem

genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan

perubahan-perubahan mental menyangkut perubahan ingatan (memori).

Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong lintang antar

kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ tampaknya mengalami

kehilangan fungsi sekitar 1 persen per tahun, dimulai pada usia sekitar 30 tahun

(Setiati, Harimurti

& Roosheroe, 2006).

Page 3: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Aspek Biologis Proses Penuaan

Teori ‘radikal bebas’ merupakan salah satu dari beberapa teori mengenai

proses penuaan. Teori ‘radikal bebas’ diperkenalkan pertama kali oleh Denham

Harman pada tahun 1956. Harman menyebutkan bahwa produk hasil

metabolisme oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan

berbagai komponen penting selullar, termasuk protein, DNA dan lipid, dan

menjadi molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan

mengganggu fungsi sel lainnya. Teori radikal bebas menyatakan bahwa

terdapat akumulasi radikal bebas secara bertahap di dalam sel sejalan

dengan waktu, dan bila kadarnya melebihi konsentrasi ambang maka mereka

mungkin berkontribusi pada perubahan-perubahan yang seringka li dikaitkan

dengan penuaan (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).

2.2 KOGNITIF

2.2.1 Definisi Kognitif

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita

menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek

pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).

2.2.2 Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :

1. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.

Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri

ketika ditanya) menunjukkan informasi yang ”overlearned”. Kegagalan

dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism,

distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota,

gedung dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan

menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan

waktu

Page 4: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang

paling sensitif untuk disorientasi.

2. Bahasa

Fungsi bahasa merupaka kemampuan yang meliputi 4 parameter,

yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.

1. Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode

yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta

pasien menulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan

atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan

perintah tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat

yang diucapkan seseorang.

4. Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek

beserta bagian-bagiannya.

3. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus

spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.

1. Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah

kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya

kembali

2. Konsentrasi

Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk

memusatkan perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-

turut

Page 5: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata

secara terbalik.

4. Memori

1. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi yang diperolehnya.

a. Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

b. Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya

pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.

2. Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi berupa gambar.

5. Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk

membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta

orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau membangun

kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

6. Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

7. Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik

buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak (Goldman, 2000).

2.2.3 Neurosains kognitif

Lobus frontalis

Korteks frontalis, khususnya area prafrontalis, membesar

secara khusus pada manusia, dibandingkan dengan spesies lain. Secara

anatomis, girus frontalis superior, medial dan inferior membentuk aspek

lateral dari lobus frontalis. Secara fungsional, korteks motorik, korteks

pramotorik dan korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian yang utama.

Korteks motorik terlibat dalam pergerakan otot spesifik; korteks

pramotorik terlibat dalam gerakan terkoordinasi berbagai otot; dan

korteks asosiasi terlibat

Page 6: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

dalam integrasi informasi sensoris yang diproses oleh korteks sensorik

primer.

Jalur dari dan ke lobus frontalis adalah banyak dan

kompleks, tetapi satu kelompok jalur yang menghubungkan area

prafrontalis dan nukleus mediodorsal dari talamus mempunyai kaitan

dengan gangguan psikiatrik. Daerah magnoselular dari nukleus talamik

menonjol keluar ke aspek orbital dan medial dari area prafrontalis; daerah

parviselular menonjol keluar ke arah dorsolateral. Lesi yang mengenai

jalur magnoselular menyebabkan hiperkinesis, euforia dan perilaku yang

tidak sesuai, kadang-kadang disebut sebagai sindrom pseudopsikotik.

Lesi yang mengenai jalur parviselular menyebabkan hipokinesis, apati

dan gangguan kognisi, kadang-kadang disebut sindrom pseudodepresi.

Gejala tambahan dapat berupa dandanan yang buruk, retardasi

psikomotor, penurunan perhatian, kekerasan motorik, kesulitan perubahan

mental dan kemampuan abstrak yang buruk.

Fungsi utama korteks frontalis adalah aktivasi motorik,

intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian dan aspek

produksi bahasa (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997).

Lobus temporal

Lobus temporalis, terletak di setiap sisi kepala berperan

dalam fungsi memori, terutama bagian medial dimana terdapat dua

struktur penting, yaitu hipokampus dan amigdala.

Hipokampus

Hipokampus berperan sebagai gerbang memori yang harus

dilewati ketika memori baru menuju penyimpanan permanen

(korteks). Hipokampus tidak menerima langsung input dari neokorteks.

Data yang diterimanya berasal dari area asosiasi yang ditransmisikan

terlebih dahulu ke korteks entorinal atau amigdala sebelum ke

hipokampus. Kerusakan pada hipokampus dapat berakibat amnesia

anterograde, dimana pasien tidak mampu membentuk memori baru,

sedangkan memori lamanya masih tersimpan dengan baik.

Page 7: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

Amigdala

Amigdala, terletak di samping hipokampus dalam lobus

temporalis medial, merupakan struktur penting dalam memori emosional.

Seseorang dengan kerusakan pada amigdala mungkin dapat mengingat

kejadian yang pernah dialaminya, tetapi tidak bisa mengingat kandungan

emosi di dalamnya.

Selain penting dalam fungsi memori, lobus temporalis juga

penting dalam fungsi bahasa, dimana terdapat struktur penting,

yaitu area Wernicke, yang terletak di sekeliling girus Heschl di bidang

superior temporal. Serat-serat auditorik berjalan dari badan genikulatus

medial dari talamus ke girus Heschl pada bidang superior temporal. Di

sekeliling girus Heschl adalah korteks auditorik yang dikenal sebagai

area Wernicke. Serat-serat dari area Wernicke diproyeksikan ke area

Broca di lobus frontal inferior melalui fasikulus arkuatus dan

mungkin jalur substansia alba lainnya. Area Broca dapat dianggap

sebagai korteks motorik. Sebagai perluasan dari korteks premotorik, area

Broca dapat membuat kode yang menghasilkan program artikulasi

untuk area korteks motorik yang melayani pergerakan mulut, lidah

dan laring (Goldman, 2000).

Lobus Parietalis

Lobul parietalis superior dan lobul parietalis inferior

membentuk lobus parietal. Lobul parietalis inferior termasuk girus

supramarginalis dan girus angularis. Korteks asosiasi untuk input visual,

taktil dan auditoris terkandung dalam lobus parietalis. Lobus parietalis

kiri mempunyai peranan istimewa dalam proses verbal; lobus parietalis

kanan mempunyai peranan yang lebih besar dala proses visual-spasial

(Kaplan, Sadock & Grebb, 1997).

2.3 Kognitif pada Lansia

Setiati, Harimurti & Roosheroe (2006) menyebutkan adanya perubahan

kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan

meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di

otak

Page 8: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

(menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama

transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan

mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian

masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang

baru saja

terjadi.

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai

kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam

pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Penurunan terkait

penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan

memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan

pada struktur dan fungsi otak. Raz dan Rodrigue (dalam Myers, 2008)

menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak lanjut

usia, meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran ventrikel

dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, hipokampus dan

serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan densitas sinaps,

kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA. Raz dan

Rodrigue(2006) juga menambahkan terjadinya hiperintensitas substansia

alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar hingga

daerah posterior, akibat perfusi serebral yang berkurang (Myers, 2008) Buruknya

lobus frontalis seiring dengan penuaan telah memunculkan hipotesis lobus

frontalis, dengan asumsi penurunan fungsi kognitif lansia adalah sama

dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua populasi

tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi dan fungsi

eksekutif (Rodriguez-Aranda & Sundet dalam Myers, 2008).

2.3.1 Karakteristik Demografi Penurunan Kognitif pada Lansia

Status Kesehatan

Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan

kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah

kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi

reduksi substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal,

penurunan

Page 9: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus

frontalis. Angina pektoris, infark miokardium, penyakit

jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan

memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot, 2003 dalam

Myers,

2008)

Faktor usia

Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia

menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16%

pada kelompok umur 65-69, 21% pada 70-74, 30% pada 75-79, dan

44% pada 80+. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya

hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan

et al, 2007).

Status Pendidikan

Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik

dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi

(Scanlan,

2007).

Jenis Kelamin

Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan kognitif.

Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam

perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam

area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti

hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan

dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal.

Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi

kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel

saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe dkk, 2007

dalam Myers, 2008).

2.4 MMSE (Mini Mental Status Examination)

2.4.1. Tujuan

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status

Page 10: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

mental singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk

membedakan antara

Page 11: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan

banyaknya penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE

berubah menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan

gangguan kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya

penyakit Alzheimer.

2.4.2. Gambaran

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang

dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi,

kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari

dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan

konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau

mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali

3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda,

mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat,

menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual

(menyalin gambar).

Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar

sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk

dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30

(performance sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama kali

direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini

menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang

dengan status pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa

demensia dapat didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang

dengan skor MMSE antara 24-27. Gambaran ini terfokus pada keakuratan

dalam populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif untuk

mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi, dimana skor

ambang 24 tidak spesifik pada orang dengan status pendidikan rendah.

Page 12: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini

dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan

atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk

penggunaannya.

2.4.4 Validitas

Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan berbagai tes

lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek lain fungsi kognitif pada

berbagai populasi. Contohnya, skor MMSE sesuai dengan keseluruhan,

kecerdasan performance ataupun verbal dari Wechsler Adult Intellligence Scale

(WAIS) (Wechsler 1958) atau revisinya (WAIS-R) (Wechsler 1981) pada pasien

demensia, stroke, skizofrenia atau depresi, dan lansia-lansia sehat. Skor MMSE

juga memiliki kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien

geriatri dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dengan skor pada

Alzheimer’s Disease Assessment Scale-Cognitive (ADAS-COG) dan juga pada

tes-tes lain seperti Information-Memory-Concentration (IMC), Wechsler Memory

Scale (Wechsler 1945), tes composite neuropsychological dan Brief Cognitive

Rating Scale ( BCRS).

Lima studi melaporkan bahwa MMSE sensitif untuk mendeteksi

demensia. Pada satu studi diantaranya, skor MMSE pasien dengan

demensia (N=29) lebih rendah daripada pasien dengan depresi dengan gangguan

kognitif (N=10), depresi tanpa gangguan kognitif (N=30) dan subjek kontrol

psikiatri normal (N=63). Pada studi lain, skor pasien demensia (N=44) lebih

rendah daripada pasien dengan diagnosis penyakit psikiatri lain (N=33), atau

diagnosis neurologis (N=33), atau subjek kontrol (N=23). Suatu studi yang

terfokus pada lansia di panti jompo (N=201) menemukan bahwa lansia

dengan demensia memilki skor MMSE lebih rendah daripada lansia tanpa

demensia atau curiga demensia.

Skor 23 pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang skor

yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang

menilai

Page 13: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

keefektifan ambang skor MMSE < 23 untuk mendeteksi demensia,

sensitivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifisitas berkisar antara 52%-

99% (N=23-74

orang dengan demensia dan 24-2,663 orang tanpa demensia).

2.4.5 Reliabilitas

Dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai

alfa Cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada pasien lansia yang dirawat di layanan

medis (N=372) dan lansia di panti jompo (N=34).

Reliabilitas MMSE lain telah ditemukan sebesar 0,827 dalam suatu studi pada

pasien demensia (N=19), 0,95 dalam studi pada pasien dengan berbagai

gangguan neurologis (N=15), dan 0,84-0,99 dalam dua studi pada lansia di panti

jompo (N=35 dan 70). Koefisien korelasi intrakelas berkisar antara 0,69-0,78

didapatkan dalam studi di panti jompo lainnya (N=48). Rata-rata nilai kappa

sebesar 0,97 didapatkan dari 5 peneliti skor performance MMSE secara

terpisah pada 10 pasien neurologis.

2.4.6. Penggunaan Klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah

diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya

serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif

yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi

suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.

Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai

instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar

demensia. Tes ini juga digunakan secara luas pada praktik klinis dan

kecermelangannya sebagai instrumen skrining kognitif telah dibukt ikan dengan

pencatuman bersama dengan Diagnostic Interview Schedule (DIS), dalam studi

National Institute of Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan

MMSE sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria

diagnosis penyakit Alzheimer dikembangkan oleh konsorsium National Institute

of Neurological and

Page 14: penglkajian psikologis

Universitas Sumatera Utara

Communication Disorders and Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related

Disorders Association (McKhann dkk, 1984).

Data psikometri luas MMSE menunjukkkan bahwa tes ini memiliki tes

retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis klinis

independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE

dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat,

beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor

berdasarkan umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia.

Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya

atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang

terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain (misalnya

terbatasnya item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau

judgment), MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang

sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi).

Walaupun batasan- batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi

instrumen yang sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000).

2.4.7 Interpretasi MMSE

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat

pemeriksaan :

1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal

2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif

3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif