gangguan perkembangan psikologis dan assessment psikologis

43
BAB 1 PENDAHULUAN Pribadi yang ada dalam setiap diri manusia timbul sebagai hasil dari proses perkembangan. Pada setiap tahapan perkembangan terdapat beberapa aspek perkembangan yang mengalami tumbuh kembang secara kompleks, memiliki karakterisitk yang berbeda sesuai dengan tahapan usia masing- masing. Aspek-aspek tersebut meliputi perkembangan fisik atau biologis, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosio- emosional (Maramis WF et al, 2009). Bila salah satu aspek terganggu saat proses perkembangan maka tidak hanya berdampak pada aspek tersebut namun juga dapat menghambat perkembangan aspek lainnya. Dalam PPDGJ III gangguan perkembangan psikologis merupakan suatu gangguan pada diri seseorang yang memiliki gambaran seperti onset munculnya gejala bervariasi selama masa bayi atau anak, adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi yang berlangsung erat dengan kematangan biologis dari susunan sistem saraf pusat serta berlangsung secara terus menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa. 1

Upload: gekwahyu

Post on 20-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

BAB 1

PENDAHULUAN

Pribadi yang ada dalam setiap diri manusia timbul sebagai hasil dari proses

perkembangan. Pada setiap tahapan perkembangan terdapat beberapa aspek perkembangan

yang mengalami tumbuh kembang secara kompleks, memiliki karakterisitk yang berbeda

sesuai dengan tahapan usia masing-masing. Aspek-aspek tersebut meliputi perkembangan

fisik atau biologis, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosio-emosional (Maramis

WF et al, 2009).

Bila salah satu aspek terganggu saat proses perkembangan maka tidak hanya

berdampak pada aspek tersebut namun juga dapat menghambat perkembangan aspek lainnya.

Dalam PPDGJ III gangguan perkembangan psikologis merupakan suatu gangguan pada diri

seseorang yang memiliki gambaran seperti onset munculnya gejala bervariasi selama masa

bayi atau anak, adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi yang berlangsung

erat dengan kematangan biologis dari susunan sistem saraf pusat serta berlangsung secara

terus menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa.

1

Page 2: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

BAB 2

ISI

2. 1. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80)

Gangguan ini adalah gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak awal

perkembangan. Kondisi ini secara tidak langsung berkaitan dengan kelainan neurologis,

mekanisme bicara, gangguan sensori, retardasi mental, atau faktor lingkungan. Anak

mungkin lebih mampu berkomunikasi atau mengerti pada situasi tertentu yang sangat

dikenalnya daripada situasi lain, tetapi kemampuan berbahasa pada setiap keadaan sedikit

terganggu (Maslim, 2001).

Kesulitan utama diagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah

membedakannya dengan variasi perkembangan anak normal. Anak dengan perkembangan

yang normal mempunyai variasi yang besar pada usia saat pertama kali belajar berbicara dan

berbahasa. Anak normal dengan keterlambatan berbicara (slow speaker) sebagian besar bisa

berkembang menjadi normal. Sebaliknya, anak dengan gangguan perkembangan khas bicara

dan berbahasa, meskipun pada akhirnya sebagian besar mencapai tingkat normal dari

keterampilan berbahasa, namun juga akan diikuti oleh masalah-masalah yang lainnya seperti

kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta

gangguan emosional dan prilaku. Terdapat empat kriteria utama yang digunakan untuk

menemukan terjadinya gangguan klinis yang nyata yaitu: a. Keparahan; b. Perjalanan

penyakit; c. Pola; d. Masalah yang menyertai (Maslim, 2001).

Kesulitan kedua dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan

berbahasa adalah membedakannya dengan retardasi mental atau kelambatan perkembangan

global. Kecurigaan pada gangguan perkembangan khas jika ditemukan bahwa kelambatan

perkembangan yang ditemukan tidak menyimpang dari tingkat rata-rata umum fungsi

kognitif. Pada umumnya, retardasi mental akan disertai dengan pola prestasi intelektual yang

tidak merata dan hendaya berbahasa yang lebih berat (Maslim, 2001).

Kesulitan ketiga dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan

berbahasa adalah membedakannya dari suatu gangguan sekunder akibat dari ketulian yang

berat atau beberapa kelainan neurologis atau struktur lain yang khas. Ketulian yang berat

pada awal masa kanak-kanak hampir selalu dapat menimbulkan keterlambatan perkembangan 2

Page 3: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

bahasa yang menyolok. Kelainan artikulasi yang lansung disebabkan oleh langit-langit mulut

yang terbelah atau disatria yang diakibatkan oleh cerebral palsy juga dapat menyebabkan

gangguan berbicara. Gangguan berbicara dan berbahasa yang disebabkan oleh hal-hal ini

tidak termasuk dalam gangguan khas berbicara dan berbahasa (Maslim, 2001).

2.1.1 Gangguan Artikulasi berbicara Khas (F80.0).

Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan khas dimana penggunaan suara

untuk berbicara dari anak, berada di bawah tingkat yang sesuai dengan tingkat mentalnya,

namun tingkat kemampuan bahasanya berada dalam batas normal. Perlu diperhatikan bahwa

usia penguasaan suara untuk berbicara dan cara suara berkembang, menunjukan variasi yang

cukup besar pada masing-masing individu. Pada perkembangan normal, anak berusia 4 tahun

biasanya akan terjadi kesalahan mengungkapkan suara bicara, namun kesalahan ini dapat

dimengerti dengan mudah oleh orang lain. Pada usia 6-7 tahun, sebagian besar suara untuk

berbahasa akan diperoleh. Meskipun kesulitan berbicara dapat menetap dengan kombinasi

suara tertentu, tetapi hal ini tidak menyebabkan masalah dalam komunikasi. Pada usia 11-12

tahun, penguasaan dari hampir semua suara untuk berbicara harus dicapai (Maslim, 2001).

Pada perkembangan yang abnormal, kemahiran suara bicara akan terlambat

dan/menyimpang sehingga hal ini dapat menimbulkan misartikulasi berbahasa anak dengan

kesulitan orang lain memahami, subtitusi suara bicara dan inkontinensi mengeluarkan suara

(anak dapat dengan benar mengucapkan beberapa kata tetapi tidak dapat untuk kata-kata yang

lainnya). Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi diluar batas variasi

normal bagi usia mental anak. Pada gangguan ini, kecerdasan (intelegensia) non verbal anak

masih dalam batas normal. kelainan artikulasi tidak langsung diakibatkan oleh suatu kelainan

sensorik, struktural atau neurologis. Kesalahan ucap pada gangguan ini ditemukan tidak

normal dalam konteks pemakaian bahasa percakapan sehari-hari (Maslim, 2001).

Sebagian besar anak dengan gangguan artikulasi bahasa berespon baik pada

pengobatan. Kesulitan artikulasi bahasa bisa ditangani dengan baik dan tidak menetap hingga

dewasa. Namun, jika gangguan artikulasi ini juga diikuti dengan gangguan berbahasa

ekspresif, prognosis gangguan akan menjadi lebih buruk dan perlu terapi bicara yang lebih

spesifik untuk menanganinya (Maslim, 2001).

2.1.2 Gangguan berbahasa ekspresif (F80.1).

Gangguan berbahasa ekspresif adalah gangguan perkembangan khas dengan

kemampuan anak dalam mengekspresikan bahasa lisan/ucapan dibawah rata-rata usia

3

Page 4: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

mentalnya, namun pengertian bahasa dalam batas normal, dengan atau tanpa gangguan

artikulasi (Sadock BJ et al, 2010).

1) Epidemiologi

Prevalensi gangguan bahasa ekspresif berada pada rentang 3-10% dari semua anak

usia sekolah, dengan sebagian besar perkiraan adalah 3 dan 5% lebih sering 2-3 kali pada

anak laki-laki (Sadock BJ et al, 2010).

2) Etiologi

Penyebab spesifik gangguan bahasa ekspresif tidak diketahui. Kerusakan otak

yang samar serta keterlambatan pematangan perkembangan otak dicurigai menjadi

penyebab yang mendasari gangguan ini. Faktor genetik diperkirakan memainkan peran

dalam gangguan ini. Terdapat bukti yang menunjukan bahwa gangguan bahasa terdapat

dalam frekuensi yang lebih tinggi pada keluarga tertentu. Beberapa studi juga

menunjukan bahwa pada anak kembar monozigot, ditemukan adanya kecenderungan

kejadian bersama mengalami gangguan komunikasi yang signifikan. Faktor lingkungan

dan pendidikan juga dicurigai turut berperan di dalam gangguan perkembangan bahasa

dan perkembangan pada anak (Sadock BJ et al, 2010).

3) Penegakan Diagnosis

Perlu diperhatikan bahwa pada umumnya terdapat variasi individu yang cukup besar

dalam tingkat perkembangan bahasa yang normal. Namun, pada anak berusia 2 tahun

yang ditemukan tidaknya ada kata yang terucap atau hanya kemunculan beberapa kata,

hal ini dapat menjadi tanda yang bermakna dalam mencurigai keterlambatan pada anak.

Tanda keterlambatan lain juga dapat diberikan pada anak berusia 3 tahun yang tidak

mampu mengerti kata majemuk sederhana. Tanda lain yang muncul belakangan dapat

berupa perkembangan kosakata yang terbatas, kesulitan dalam memilih dan mengganti

kata-kata yang tepat, penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum,

pemendekan ucapan yang panjang, struktur kalimat yang mentah, kesalahan kalimat

(syntactical), kehilangan awalan dan akhiran yang khas serta kesalahan/kegagalan dalam

menggunakan aturan tata bahasa seperti kata penghubung, kata ganti, artikel dan kata

kerja/benda yang mengalami perubahan. Dapat dijumpai generalisasi yang tidak tepat dari

aturan tata bahasa, seperti kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan mengurut

kejadian yang telah lewat. Ketidakmampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan

kelambatan atau abnormalitas dalam bunyi kata yang dihasilkan (Sadock BJ et al, 2010).

4

Page 5: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Diagnostik ditegakan jika tingkat keparahan dari kelambatan perkembangan

berbahasa ekspresif telah melewati batas variasi normal dari umur mental anak, namun

kemampuan pengertian bahasa masih dalam batas normal. Penggunaan bahasa non verbal

(Senyum dan gerakan tubuh) dan bahasa internal yang tampak dalam imajinasi atau

dalam permainan khayalan tetap utuh. Dalam hal ini, kemampuan dalam komunikasi

sosial tanpa kata tidak terganggu. Anak sebagai kompensasi dari kekurangannya akan

berusaha berkomunikasi dengan menggunakan demonsterasi, gerakan tubuh, mimik atau

bunyi-bunyi non bahasa. Namun, anak sebagian besar akan menjumpai kesulitan dalam

hubungan dengan teman sebayanya, gangguan emosional, gangguan prilaku dan/atau

aktivitas berlebih serta kurang perhatian. Gangguan kehilangan pendengaran parsial

sering ditemukan dalam kasus ini, namun hal ini tidak harus menjadi penyebab dari

kelambatan bahasa. Gangguan dalam percakapan dapat dianggap sebagai penyebab

terbesar dalam gangguan perkembangan berbahasa ekspresif (Sadock BJ et al, 2010).

4) Perjalanan penyakit dan Prognosis

Prognosis pada umumnya baik. Kecepatan dan derajat pemulihan tergantung pada

keparahan gangguan, motivasi anak untuk berperan dalam terapi, dan pemberian bahasa

yang tepat waktu dan intervensi terapeutik lain (Sadock BJ et al, 2010).

5) Terapi

Berbagai tehnik telah digunakan untuk membantu seorang anak dalam memperbaiki

penggunaan kata pada pembicaraan. Intervensi langsung melibatkan ahli patologi bahasa

dan bicara yang langsung berhubungan dengan anak. Intervensi dengan melibatkan guru

atau orang tua yang telah terlebih dahulu dilatih terbukti efektif dalam meningkatkan

efektifitas terapi bahasa (Sadock BJ et al, 2010).

2.1.3 Gangguan berbahasa Reseptif (F80.2)

Gangguan berbahasa reseptif adalah gangguan perkembangan khas ditandai dengan

kemampuan anak untuk mengerti bahasa di bawah rata-rata usia mentalnya. Namun, dalam

hampir semua kasusnya dalam perkembangannya, kemampuan bahasa ekspresif juga akan

kemungkinan besar juga ikut terganggu dalam gangguan ini (Sadock BJ et al, 2010).

1) Epidemiologi

Prevalensi diperkirakan terentang dari 1 sampai 13% untuk gangguan bahasa reseptif

maupun ekspresif. Gangguan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan (Sadock BJ et al, 2010).

2) Etiologi

5

Page 6: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Penyebab utama gangguan bahasa reseptif tidak diketahui secara pasti. Teori awal

menunjukan bahwa disfungsi perseptual, cedera serebral yang samar, keterlambatan

maturasi dan faktor genetik sebagai kemungkinan faktor penyebab gangguan ini.

Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan ini juga dapat disebabkan karena

adanya gangguan dasar pada diskrimanasi auditorik anak. Hal ini karena sebagian besar

anak dengan gangguan ini lebih responsif terhadap lingkungan dibandingkan suara bicara

(Sadock BJ et al, 2010).

3) Diagnosis

Gangguan ini perlu dicurigai jika ditemukan anak tidak mampu memberi respon

terhadap nama benda yang umum pada umur 1 tahun, anak ditemukan tidak mampu

mengidentifikasi beberapa objek sederhana dalam umur 18 bulan serta anak ditemukan

gagal mengikuti instruksi sederhana pada umur 2 tahun. Kesulitan yang ditemukan pada

massa lanjut seperti kesulitan dalam pengertian struktur tata bahasa (bentuk kalimat,

pertanyaan, perbandingan, dsb) dan pengertian kehalusan bahasa (nada suara, gerakan

tubuh, dsb) (Maslim, 2001).

Diagnostik gangguan berbahasa reseptif ditegakan jika tingkat kelambatan dalam

bahasa reseptif anak berada di luar batas normal rata-rata usia mental anak dan jika

kriteria gangguan perkembangan pervasif tidak dijumpai pada anak. Pada hampir semua

kasus, perkembangan bahasa ekspresif juga ditemukan terlambat. Gangguan berbahasa

reseptif mempunyai tingkat hubungan yang tinggi dengan gangguan sosio-emosional-

perilaku. Meskipun tidak khas, anak dengan gangguan ini menunjukan hiperaktivitas,

kurang perhatian, kecanggungan sosial, anxietas, sensitifitas dan malu yang tidak wajar.

Anak dengan gangguan berbahasa reseptif yang berat biasanya disertai dengan

kelambatan dalam perkembangan sosial, dapat mengulang kata yang tidak mereka

mengerti dan menunjukan pola perhatian yang terbatas. Meskipun demikian, anak dengan

gangguan berbahasa reseptif berbeda dengan anak autistik dalam hal interaksi sosial yang

lebih normal, pemanfaatan orang tua untuk berlindung normal, penggunaan gerak tubuh

yang hampir normal, dan ditemukan hanya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi.

Kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi dapat ditemukan, tetapi tingkat

ketulian tidak cukup untuk menimbulkan hendaya berbahasa (Sadock BJ et al, 2010).

Pemeriksaan bicara dan bahasa yang lengkap, sebelum terapi bicara dan bahasa,

biasanya dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan bahasa reseptif, terlepas dari tidak

adanya penelitian yang terkendali mengenai terapi gangguan. Beberapa ahli terapi

6

Page 7: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

menyukai lingkungan stimuli yang ringan, dimana anak diberikan instruksi linguistik

individual. Beberapa lainnya menganjurkan bahwa instruksi bicara dan bahasa

diintegrasikan ke dalam berbagai lingkungan dengan kelompok anak yang diajarkan

beberapa struktur bahasa secara bersama-sama. Banyak gejala yang terlibat dalam

gangguan, sehingga lingkungan pendidikan yang khusus dan kecil mungkin bermanfaat

dalam memaksimalkan hasil terapi (Sadock BJ et al, 2010).

4) Perjalanan gangguan dan prognosis

Prognosis keseluruhan untuk gangguan bahasa reseptif adalah kurang baik

dibandingkan gangguan berbahasa ekspresif. Jika ganggua ditemukan pada anak yang

masih kecil, prognosisnya menjadi semakin buruk. Hal ini disebabkan karena masa anak-

anak awal adalah waktu dimana bahasa berkembang paling cepat. Anak kecil dengan

gangguan mungkin akan tampak tertinggal dibandingkan dengan anak normal yang

sebaya. Selama jangka panjang, beberapa anak dengan gangguan berbahasa ini mencapai

fungsi bahasa yang mendekati normal. Secara keseluruhan, prognosis untuk anak-anak

yang mendapatkan gangguan bahasa resepetif sangat bervariasi tergantung pada sifat dan

keparahan kerusakan (Sadock BJ et al, 2010).

5) Terapi

Psikoterapi sering diperlukan karena anak-anak dengan gangguan ini sering memiliki

masalah emosional dan prilaku. Perhatian khusus harus diberikan untuk meningkatkan

citra diri anak dan keterampilan sosial. Konseling keluarga di mana orangtua diajarkan

pola interaksi yang sesuai dengan anak yang juga akan membantu pengobatan (Sadock BJ

et al, 2010).

2.1.4 Afasia yang didapat dengan Epilepsi/ Sindrom Landau-Kleffnerr (F80.3).

Sindrom ini merupakan suatu gangguan yang didahului terlebih dahulu dengan

perkembangan berbahasa yang normal, kemudian kehilangan kedua kemampuan berbahasa

reseptif dan ekspresif, namun intelegensia umum masih dalam batas normal. Onset gangguan

disertai dengan abnormalitas paroksismal pada EEG dan dalam banyak kasus disertai kejang

epileptik. Pada umumnya, onset gangguan ini berada pada rentang umur 3-7 tahun, tetapi

dapat juga muncul lebih awal atau lebih lambat. Pada seperempat jumlah kasus, akan terjadi

kehilangan berbahasa secara perlahan-lahan dalam beberapa bulan. Namun, pada kasus lain,

onset terjadi secara mendadak dalam beberapa hari atau minggu (Maslim, 2001).

Hubungan temporal antara onset kejang dengan kehilangan berbahasa bervariasi,

biasanya salah satu mendahului yang lain dalam beberapa bulan sampai 2 tahun. Khas pada

7

Page 8: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

gangguan ini adalah ditemukannya hendaya berbahasa reseptif yang sangat berat., dengan

kesulitan dalam pengertian melalui pendengaran yang sering timbul pada manifestasi awal.

Beberapa anak menjadi membisu, mengeluarkan suara ulang yang tak berarti atau kekurang

lancaran berbahasa. Pada beberapa kasus, kualitas suara terganggu dengan hilangnya alunan

suara yang normal. Kadang-kadang gangguan berbahasa timbul-hilang dalam fase awal

gangguan ini. Gangguan emosional dan prilaku sering menyusul beberapa bulan setelah

gangguan berbahasa, tetapi hal itu cenderung membaik pada saat anak mampu berkomunikasi

(Maslim, 2001).

Penyebab kondisi ini tidak diketahui pasti, namun dengan ciri khas yang ditunjukan

diperkirakan disebabkan proses radang pada otak. Perjalanan penyakit ini cukup bervariasi:

kira-kira dua pertiga dari anak-anak ini akan tetap kurang mampu dalam bahasa reseptif

sedangkan satupertiganya mampu untuk sembuh sempurna (Maslim, 2001).

2.1.5 Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya (F80.8).

2.1.6 Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa YTT (F80.9).

Gangguan berbicara dan berbahasa kategori ini harus dihindarkan sejauh mungkin dan

hanya digunakan untuk gangguan yang tidak ditentukan dengan hendaya yang bermakna

dalam pengembangan bicara atau bahasa yang tidak termasuk retardasi mental dan kelainan

neurologis (sensoris atau fisik) (Maslim, 2001).

2.2 Gangguan perkembangan belajar khas (F81).

Gangguan perkembangan belajar khas adalah suatu gangguan pada pola normal

kemampuan penguasaan keterampilan yang terganggu sejak stadium awal dari perkembangan

yang bukan semata-mata akibat dari kurangnya kesempatan belajar atau pun berhubungan

dengan cedera otak yang didapat ataupun penyakit lainnya. Gangguan ini lebih banyak

berasal dari kelainan proses kognitif, khususnya beberapa tipe disfungsi biologis. Gangguan

ini lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan (Maslim, 2001).

Dalam mendiagnosis gangguan perkembangan belajar khas, terdapat 5 hal yang perlu

diperhatikan dalam menegakan diagnosis kasus yakni (Maslim, 2001):

a. Variasi normal dalam prestasi sekolah.

b. Perjalanan taraf perkembangan gangguan.

c. Keterampilan skolastik yang perlu pengajaran dan pembelajaran.

d. Penyebab dari kesulitan membaca.

e. Belum bakunya cara terbaik dalam penggolongan gangguan perkembangan khas

kemampuan skolastik.

8

Page 9: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Gangguan perkembangan belajar khas terdiri dari sekelompok gangguan yang

ditandai oleh adanya hendaya yang khas dan bermakna dalam belajar keterampilan skolastik.

Hendaya dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari gangguan yang lain (retardasi

mental, defisit neurologis yang besar, masalah visus dan daya dengar yang tidak terkoreksi,

atau gangguan emosiona), walaupun mungkin terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut.

Gangguan perkembangan belajar khas seringkali terdapat bersamaan dengan sindrom klinis

lain (seperti gangguan pemusatan perhatian atau gangguan tingkah laku) atau gangguan

perkembangan lain (gangguan perkembangan motorik khas atau gangguan perkembangan

khas berbicara atau berbahasa). Etiologi dari gangguan perkembangan belajar khas tidak

diketahui, tetapi diduga hal ini disebabkan oleh faktor biologis yang berinteraksi dengan

faktor non biologis (seperti kesempatan belajar dan kualitas pengajaran) (Sadock BJ et al,

2010).

Terdapat syarat dasar dalam diagnosis gangguan perkembangan belajar khas

diantaranya adalah (Sadock BJ et al, 2010) :

a. Terdapat hendaya yang bermakna dalam keterampilan skolastik tertentu.

b. Hendayanya harus khusus dalam arti bahwa tidak semata-mata karena adanya retardasi

mental atau hendaya ringan pada intelegensia umum.

c. Hendaya harus dalam perkembangannya.

d. Tidak ada faktor luar yang menjadi alasan untuk kesulitan skolastik.

e. Gangguan perkembangan belajar khas tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus

atau pendengaran yang tak terkoreksi.

2.2.1 Gangguan membaca khas (F81.0).

Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna dalam

perkembangan kemampuan membaca, yang tidak semata-mata dijelaskan dari usia mental,

masalah ketajaman pandangan, atau dari tidak adekuatnya pendidikan. Kemampuan

mengerti/memahami bacaan, mengenali kata pada bacaan, kemampuan membaca secara

lantang, dan pelaksanaan tugas/pekerjaan yang membutuhkan kemampuan membaca

mungkin semua akan terkena. Kesulitan mengeja seringkali dihubungkan dengan gangguan

membaca khas dan sering menetap sampai remaja walau kemampuan membaca sudah

sempurna. Anak-anak dengan gangguan membaca khas seringkali mempunyai riwayat

gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa dan pemeriksaan yang seksama

tentang fungsi berbahasa sering mengungkapkan kesulitan yang berada bersama. Selain

kegagalan akademik, absen dari sekolah dan masalah penyesuaian sosial merupakan kesulitan

9

Page 10: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

yang sering dijumpai, terutama sekali pada akhir pendidikan dasar dan menengah pertama

(Sadock BJ et al, 2010).

1) Epidemiologi

Suatu perkiraan sebesar 4% anak usia sekolah di amerika serikat memiliki

gangguan membaca. Studi prevalensi menemukan angka yang berkisar antara 2% dan

8%. Anak laki-laki 3-4 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan, dilaporkan

memiliki ketidakmampuan membaca pada sampel yang merujuk secara klinis. Studi

epidemiologis yang teliti menemukan angka yang hampir sama antara laki-laki dan

perempuan yang memiliki gangguan membaca. Anak laki-laki dengan gangguan

membaca mungkin lebih sering dirujuk untuk evaluasi dibandingkan anak perempuan

karena masalah perilaku yang sering terkait (Sadock BJ et al, 2010).

2) Etiologi

Tidak ada penyebab tunggal yang diketahui menyebabkan gangguan membaca. Hal

ini dikarenakan penyebab gangguan membaca diduga disebabkan oleh multifaktorial.

Gangguan membaca diduga disebabkan karena beberapa faktor seperti faktor genetika,

gangguan defisit samar-samar visual dan verbal, serebral palsi, komplikasi kehamilan,

kesulitan prenatal dan pascanatal, prematuritas, BBLR, dan lain sebagainya. Gangguan

membaca berat sering kali diserat dengan masalah psikiatrik. Gangguan membaca

mungkin merupakan akibat gangguan psikiatrik yang telah ada sebelumnya atau

menyebabkan gangguan emosional dan perilaku. Namun, hubungan ini belum dapat

dipastikan dengan pasti (Sadock BJ et al, 2010).

3) Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis gangguan membaca khas, kemampuan membaca anak

harus secara bermakna lebih rendah tingkatannya daripada kemampuan yang diharapkan

pada usianya. Terdapat beberapa kesalahan dalam kemampuan membaca secara lisan

seperti yang digambarkan dengan (Maslim, 2001) :

a. Penghilangan (ommision), penggantian (Subtitution) dan distorsi pada imbuhan kata

atau suku kata.

b. Kecepatan membaca yang lamban.

c. Salah mengawali, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari teks dan

ketidaktepatan menyusun kalimat.

d. Memutar-balikkan kata dalam kalimat atau huruf dalam kata

10

Page 11: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

e. Pada akhir masa kanak dan masa dewasa, biasanya kesulitan mengeja lebih parah

daripada kesulitan membaca.

Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat gangguan

perkembangan berbicara atau berbahasa. Pada beberapa kasus mungkin juga ada masalah

dalam proses penglihatan. Meskipun demikian, hal tersebut tak ada hubungan langsung

terhadap buruknya kemampuan membaca anak. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian

juga ditemukan. Biasanya sering terlihat overaktivitas dan impulsivitas. Pola yang tepat dari

kesulitan perkembangan dalam massa prasekolah bervariasi dari satu anak ke anak yang lain

(Maslim, 2001).

Gangguan membaca biasanya tampak pada usia 7 tahun (kelas 2). Pada kasus berat,

bukti-bukti kesulitan membaca mungkin tampak pada umur 6 tahun (kelas satu). Kadang-

kadang gangguan membaca terkompensasi pada tingkat dasar awal, terutama jika disertai

dengan skor yang tinggi pada tes kecerdasan. Pada kasus tersebut, gangguan mungkin tidak

terlihat sampai umur 9 tahun (Maslim, 2001).

Gangguan emosional dan/prilaku yang menyertainya biasanya juga ada pada masa

usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun pertama sekolah,

tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir selalu ada pada akhir masa

kanak dan remaja. Perasaan rendah diri sering dijumpai dan kesulitan penyesuaian di sekolah

dan hubungan dengan teman sebaya (Sadock BJ et al, 2010).

4) Perjalanan gangguan dan prognosis

Banyak anak dengan gangguan membaca mendapatkan pengetahuan dari bahasa yang

dicetak pada masa 2 tahun pertama sekolah dasar, bahkan tanpa bantuan untuk

memperbaikinya. Jika dibetikan dini, pada kasus yang lebih ringan, tidak diperlukan lagi

terapi perbaikan di akhir kelas satu atau dua. Pada kasus yang berat dan bergantung pada

pola defisit dan kekuatan, terapi remidial dapat dilanjutkan hingga sekolah menengah atau

tingkat SMU (Sadock BJ et al, 2010).

5) Terapi

Seperti dalam psikoterapi, hubungan ahli terapi dengan dan pasien sangat penting

dalam meningkatkan keberhasilan terapi. Anak-anak dengan gangguan membaca harus

ditempak dalam kelas yang sedekat mungkin dengan tingkat fungsional sosialnya dan

diberikan beban khusus dalam membaca. Satu metoda terapi yang sering digunakan

adalah dengan mendorong perhatian anak untuk menguasai fonetik sederhana, diikuti

11

Page 12: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

dengan mencampur unit tersebut menjadi kata dan kalimat. Suatu pendekatan yang secara

sistematis mendorong penggunaan indera sangat dianjurkan (Sadock BJ et al, 2010).

2.2.2 Gangguan mengeja khas (F81.1)

Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna dalam

perkembangan kemampuan mengeja tanpa riwayat gangguan membaca khas, yang bukan

disebabkan oleh rendahnya usia mental, masalah ketajaman penglihatan atau pendidikan

sekolah yang tidak adekuat. Kemampuan untuk mengeja secara lantang (lisan) dan

menuliskan kata secara benar keduanya terkena. Anak memiliki sebuah masalah seperti

kemampuan tulisan tangan tidak harus dimasukan ke dalam gangguan ini. Namun, dalam

beberapa kasus, kesulitan mengeja juga berhubungan dengan masalah kemampuan menulis.

Berlainan dengan pola gangguan membaca khas yang biasa, kesalahan mengeja ternyata

secara fonetik benar (Maslim, 2001).

Penegakan diagnosis gangguan mengeja khas harus melihat kemampuan mengeja

secara bermakna dibawah tingkat yang seharusnya sesuai dengan usianya. Penilaian

gangguan ini sebaiknya dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan mengeja yang

baku. Kemampuan membaca anak harus dalam batas normal dan harus tidak ada riwayat

sebelumnya yang bermakna tentang kesulitan membaca. Kesulitan dalam mengeja bukan

sebagai akibat cara pengajaran yang tidak adekuat atau karena kekurangan daya penglihatan,

pendengaran atau fungsi neurologis, dan bukan didapat sebagai akibat gangguan neurologis,

psikiatris atau lainnya (Maslim, 2001).

Meskipun diketahui bahwa gangguan mengeja murni berbeda dari gangguan

membaca yang berhubungan dengan kesulitan mengeja, ternyata sedikit sekali diketahui

tentang awal kejadian, perjalanan penyakitnya, hubungan atau akibat dari gangguan mengeja

(Maslim, 2001).

2.2.3 Gangguan berhitung khas (F81.2)

Gangguan berhitung khas adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan

keterampilan aritmetika yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas intelektual dan

tingkat pendidikan seseorang. Kelemahan gangguan ini terletak pada kelemahan pada

penguasaan kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang, kali dan bagi (bukan

kemampuan matematika yang lebih abstrak seperti aljabar, trigonometri, geometri atau

kalkulus). Tidak adanya kemampuan matematika ini dapat mengganggu kinerja sekolah atau

aktivitas hidup sehari-hari (Maslim, 2001).

12

Page 13: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

1) Epidemiologi

Prevalensi gangguan berhitung sendiri diperkirakan terjadi dalam kira-kira 1% anak-

anak usia sekolah, yaitu kira-kira 1 dari 5 anak dengan gangguan belajar. Studi

epidemiologi menunjukan bahwa hingga 6% anak-anak usia sekolah memiliki kesulitan

dalam berhitung. Gangguan matematika dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi

pada anak perempuan (Sadock BJ et al, 2010).

2) Etiologi

Timbulnya gangguan berhitung, serupa dengan gangguan belajar lain, cenderung

disebabkan setidaknya sebagian oleh faktor genetik. Suatu teori awal mengajukan defisit

neurologis di hemisfer serebri kanan sebagai penyebabnya, terutama pada area lobus

oksipitalis. Regio ini bertanggung jawab untuk memproses stimulus visuospasial yang

selanjutnya bertanggung jawab untuk keterampilan matematis (Sadock BJ et al, 2010).

Saat ini, penyebab dianggap multifaktorial, sehingga faktor kematangan, kognitif,

emosional, pendidikan dan sosioekonomi turut berperan di dalam berbagai derajat dan

kombinasi untuk gangguan berhitung (Sadock BJ et al, 2010).

3) Diagnosis

Pada penegakan diagnosis, gangguan berhitung harus ditemukan. Kemampuan

berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada tingkat yang seharusnya

dicapai sesuai umurnya. Gangguan ini dinilai dengan cara pemeriksaan untuk

kemampuan berhitung yang baku. Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam

batas normal sesuai dengan sesuai dengan umur mental anak (Maslim, 2001)

Sebagian besar anak dengan gangguan berhitung dapat diklasifikasikan selama kelas

dua dan tiga dalam sekolah dasar. Kinerja anak yang terkena dalam menangani konsep

angka dasar, seperti berhitung dan menjumlahkan mengalami gangguan meskipun

kemampuan keterampilan intelektual di bidang lain dalam batas normal. Selama dua atau

tiga tahun pertama sekolah dasar, seorang anak dengan gangguan berhitung tampak

mengalami kemajuan dalam matematika dengan menyandarkannya pada hafalan. Tetapi

dengan segera, saat aritmatika berkembang menjadi tingkat yang kompleks yang

memerlukan diskrriminasi dan manipulasi hubungan ruang dan numerik, adanya

gangguan dicurigai (Maslim, 2001)

Kesulitan berhitung ternyata beraneka ragam termasuk: sulit megerti konsep

perhitungan yang mendasari, tidak mengerti istilah dan lambang matematika, tidak

mengenal angka, kesulitan mengaksarakan upaya perhitungan dasar, kesulitan mengenal

13

Page 14: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

angka yang terkait dengan soal berhitung, kesulitan dalam menjajarkan angka yang sesuai

atau meletakan titik desimal atau lambang berhitung, tidak pandai mengatur ruang dalam

perhitungan matematika dan tidak mampu untuk menghafal perkalian secara memuaskan

(Maslim, 2001)

4) Perjalanan gangguan dan prognosis

Aspek dengan gangguan berhitung biasanya dapat diidentifikasikan pada usia 8 tahun

(kelas 3). Pada beberapa anak, gangguan ini dapat terlihat pada usia 6 tahun (kelas 1).

Namun, pada kasus lain, gangguan bisa tidak terlihat hingga usia 10 tahun (Kelas 5) atau

lebih. Sejauh ini, sejumlah kecil data studi longitudinal tersedia untuk memperkirakan

pola jelas perjalanan perkembangan dan akademik pada anak yang digolongkan memiliki

gangguan berhitung pada kelas awal. Di sisi lain, anak dengan gangguan berhitung

sedang yang tidak mendapatkan intervensi bisa mengalami komplikasi, termasuk

kesulitan akademik yang berlanjut, rasa malu konsep diri yang buruk, frustasi dan

depresi. Komplikasi ini dapat menimbulkan keengganan untuk datang ke sekolah, bolos,

dan akhirnya putus asa mengenai keberhasilan akademiknya (Sadock BJ et al, 2010).

5) Terapi

Terapi yang paling efektif pada gangguan berhitung adalah terapi pendidikan

meskipun masih menjadi kontroversi hingga saat ini. MATH, suatu program mulitmedia

dalam “self-instructional/ group instructional” telah berhasil dalam mengatasi gangguan

berhitung pada anak (Sadock BJ et al, 2010).

2.2.4 Gangguan belajar campuran (F81.3)

Gangguan belajar campuran merupakan kategori sisa gangguan yang batasannya tidak

jelas. Pada gangguan ini, terdapat hendaya pada kemampuan berhitung, membaca atau

mengeja secara bermakna, tetapi tidak dapat diterangkan sebagai akibat dari retardasi mental

atau pengajaran yang tidak adekuat, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan,

pendengaran atau fungsi neurologis (Maslim, 2001).

2.2.5 Gangguan perkembangan belajar lainnya

Gangguan perkembangan menulis ekspresif termasuk dalam gangguan perkembangan

belajar lainnya (Sadock BJ et al, 2010).

2.2.6 Gangguan perkembangan belajar YTT (F81.9)

Kategori ini harus dihindarkan sebisa mungkin dan dipergunakan hanya untuk

gangguan yang tidak khas dengan disabilitas yang bermakna tentang belajar yang tidak

14

Page 15: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

disebabkan oleh retardasi mental, masalaj ketajaman penglihatan atau pengajaran yang tidak

adekuat (Sadock BJ et al, 2010).

2.3 Gangguan perkembangan motorik khas (F82)

Gangguan koordinasi perkembangan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan

kinerja di dalam aktivitas harian yang memerlukan koordinasi berada dibawah tingkat yang

diharapkan untuk usia dan tingkat intelektual anak. Gangguan koordinasi perkembangan juga

dapat ditunjukan dengan keterampilan motorik halus dan kasar yang canggung sehingga

menimbulkan kinerja yang buruk di dalam olahraga dan bahkan tulisan tangan. Anak dengan

gangguan koordinasi perkembangan dapat lebih sering terbentur atau menjatuhkan barang-

barang dibandingkan saudara kandungnya (Maslim, 2001).

1) Epidemiologi

Prevalensi gangguan koordinasi perkembangan diperkirakan sekitar 5% anak usia

sekolah. Rasio laki-laki terhadap perempuan pada populasi rujukan cenderung

menunjukan peningkatan angka gangguan ini pada laki-laki. Laporan di dalam

literatur mengenai resiko rasio laki-laki dibandingkan perempuan berkisar dari 2:1

hingga 4:1. Angka ini dapat meningkat juga akibat bias berupa meningkatnya

pengawasan mengenai perilaku motorik laki-laki dibandingkan perempuan (Sadock

BJ et al, 2010).

2) Etiologi

Penyebab gangguan koordnasi perkembangan tidak diketahui dan diyakini

meliputi organik dan perkembangan. Faktor resiko yang didalilkan turut berperan di

dalam gangguan ini mencakup prematuritas, hipoksia, malnutrisi, perinatal dan berat

lahir rendah. Gangguan koordinasi perkembangan serta gangguan komunikasi

memiliki kaitan yang erat, meskipun agen penyebab spesifik untuk kedua tidak

diketahui. Masalah koordinasi juga lebih sering ditemukan pada anak dengan sindrom

hiperaktivitas dan gangguan belajar. Gangguan koordinasi perkembangan memiliki

penyebab multifaktorial (Sadock BJ et al, 2010).

3) Diagnosis

Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan

koordinasi motorik yang tidak semata-mata disebabkan oleh retardasi mental atau

gangguan neurologis khas baik yang didapat atau yang kongenital (selain dari yang

secara implisit ada kelainan koordinasi). Sesuatu yang biasa bahwa kelambanan

15

Page 16: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan melaksanakan tugas

kognitif visuo-spasial (Maslim, 2001)

Pedoman diagnostik gangguan perkembangan motorik khas ditemukan koordinasi

motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara bermakna di bawah rata-rata

kemampuan dari anak dalam usia mentalnya. Gangguan perkembangan motorik khas

dinilai dengan tes baku dari koordinasi motorik halus dan kasar. Kesulitan dalam

koordinasi haruslah tampak dalam fase perkembangan awal (bukan merupakan

hendaya yang didapat), dan juga bukan akibat langsung dari gangguan penglihatan

atau pendengaran atau dari gangguan neurologis lainnya (Maslim, 2001)

Tanda klinis yang mengarahkan adanya gangguan koordinasi motorik terlihat

paling awal pada massa bayi, saat anak yang terkena mulai berusaha melakukan

tindakan yang memerlukan koordinasi motorik. Gambaran klinis yang penting adalah

gangguan kinerja anak yang jelas terganggu pada koordinasi motorik. Kesulitan

dalam koordinasi motorik mungkin bervariasi menurut usia dan stadium

perkembangan anak (Maslim, 2001)

Pada massa bayi dan masa anak-anak awal gangguan mungkin bermanifestasi

sebagai keterlambatan kejadian perkembangan normal, seperti berputar, merangkak,

duduk, berdiri, berjalan, mengacingkan baju, dan mengunci retsleting celana. Antara

umur 2 dan 4 tahun, kecanggungan tampak pada hampir semua aktivitas yang

memerlukan koordinasi motorik. Anak yang terkena tidak dapat memegan benda dan

mereka mudah menjatuhkannya; Gaya berjalan mereka tidak mantap; mereka

seringkali tersandung pada kakinya sendiri; dan mereka mungkin menabrak anak-

anak lain saat berusaha mendekati mereka (Maslim, 2001)

Pada anak yang lebih besar gangguan koordinasi motorik mungkin terlihat dalam

permainan di meja, seperti mencocokan kepingan gambar atau membangun balok, dan

pada tiap jenis permainan bola. Walaupun tidak ada ciri spesifik yang patognomonik

untuk gangguan koordinasi motorik, kejadian perkembangan seringkali terlambat.

Banyak anak dengan gangguan juga memiliki gangguan bicara. Anak yang lebih tua

mungkin juga memiliki masalah kesulitan sekolah sekunder, termasuk masalah

perilaku dan emosional, yang memerlukan intervensi teraupetik (Maslim, 2001).

4) Perjalanan gangguan dan prognosis.

Sedikit data tersedia mengenai hasil perjalan gangguan secara longitudinal

prospektif pada anak dengan gangguan koordinasi perkembangan yang diterapi dan

16

Page 17: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

anak yang tidak diterapi. Sebagian besar, meskipun kecanggungan dapat berlanjut

terus, beberapa anak dapat mengkompensasi dengan menumbuhkan minat pada

keterampilan lain. Kecanggungan umumnya berlangsung hingga remaja dan masa

dewasa. Gambaran yang lazim dikaitkan mencakup keterlambatan pencapaian

tonggak non motorik, gangguan berbahasa ekspresif dan gangguan campuran bahasa

reseptif-ekspresif (Sadock BJ et al, 2010).

5) Terapi

Terapi gangguan koordinasi motorik termasuk latihan motorik perseptual, teknil

latihan neurofisiologis untuk disfungsi motorik dan pendidikan fisik yang

dimodifikasi. Teknik Montessori mungkin berguna bagi banyak anak prasekolah,

karena menekankan perkembangan keterampilan motorik. Tidak ada latihan atau

metoda latihan tunggal yang tampaknya lebih menguntungkan atau efektif

dibandingkan dengan yang lainnya (Sadock BJ et al, 2010).

2.4 Gangguan perkembangan khas campuran (F83)

Keadaan ini merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas, konsepnya

inadekuat (tetapi perlu) dengan gangguan perkembangan khas campuran dari berbicara dan

berbahasa, keterampilan akademik, dan/atau fungsi motorik, tetapi tidak ada satu gejala yang

cukup dominan untuk dibuat sebagai diagnosis utama. Sering gangguan perkembangan khas

ini dihubungkan dengan hendaya dalam fungsi kognitif, dan kategori campuran ini hanya

digunakan jika terjadi tumpang tindih yang jelas. Jadi kategori ini harus digunakan jika

dipenuhi kriteria dari dua atau lebih F80, F81 dan F82 (Maslim, 2001)

2.5 Gangguan perkembangan pervasif (F84)

Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial

yang timbul-balik dan dalam pola komunikasi, serta dan aktivitas yang terbatas, stereotipik,

berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi

individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya (Sadock

BJ et al, 2010).

2.5.1 Autisme masa kanak (F84.0)

Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan/atau

hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri fungsi yang

abnormal dalam tiga bidang yakni interaksi sosial, komunikasi dan prilaku yang terbatas dan

berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai 4 kali lebih banyak pada anak laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan (Maslim, 2001).

17

Page 18: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Diduga peranan genetika juga ikut

berpengaruh terhadap terjadinya autisme. Selain itu, kelainan temuan-temuan neurokimia

juga ikut terlibat dalam autisme dengan peningkatan jalur katekolamin dan serotonin pada

anak autisme. Penyebab-penyebab lainnya yang diduga juga ikut berpengaruh terhadap

kejadian autisme diantara adalah cedera otak, defisit retikulum, perubahan struktur

serebellum, lesi hipokampus dan lain-lain (Maslim, 2001).

Pada autisme pada massa kanak, biasanya tidak ada riwayat perkembangan normal

yang jelas. Tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun, sehingga

diagnosis sudah dapat ditegakkan meskipun gejala-gejalanya dapat ditemukan pada semua

kelompok umur (Maslim, 2001)

Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (Reciprocal

interaction). Hal ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional,

yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap terhadap emosi orang lain dan/atau

kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial. Pada autisme masa kanak

ditemukan adanya hendaya kualitatif dalam komunikasi. Hal ini berbentuk dengan kurangnya

penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial. Demikian juga

terdapat pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang dan stereotipik pada anak

dengan autisme. Hal ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam

berbagai aspek kehidupan sehari-hari (Maslim, 2001)

Berbagai pendekatan terapeutik telah dianjurkan untuk menangani dan menatalaksana

anak-anak autis, namun keberhasilannya terbatas. Terapi perilaku dengan pemanfaatan

keadaan yang sedang berlaku dilaporkan meningkatkan kemahiran bicara. Perilaku

dekstruktif dan agresi sering dapat diubah dengan manajemen perilaku. antagonis opiat yang

kuat, baru-baru ini terbukti mengubah masalah-masalah perilaku, penarikan diri dan

stereotipik. Model penanganan harian dengan menggunakan permainan, terapi kemampuan

berbicara dan latihan antarperorangan terstruktur juga menampakan harapan (Maslim, 2001)

2.5.2 Autisme tidak khas (F84.1)

Gangguan perkembangan pervasif yang dibedakan dari autisme dalam usia awalnya

atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik. Jadi abnormalitas dan/atau hendaya

perkembangan baru timbul untuk pertama kalinya setelah berusia 3 tahun serta tidak cukup

ditunjukan abnormalitas dalam satu atau dua dari tiga bidang psikopatologi yang dibutuhkan

untuk diagnosis autisme (interaksi sosial timbal balik, komunikasi, serta prilaku terbatas,

stereotipik dan berulang-ulang) meskipun terpadat abnormalitas yang khas pada bidang lain.

18

Page 19: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Autisme tidak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental yang berat, yang

sangat rendah kemampuannya sehingga pasien tidak mampu menampakan gejala yang cukup

untuk menegakan diagnosis autisme. Ini juga tampak pada individu dengan gangguan

perkembangan yang khas dari bahasa reseptif yang berat. Jadi, autisme tak khas secara

bermakna merupakan kondisi yang terpisah dari autisme (Maslim, 2001)

2.5.3 Sindrom rett (F84.2)

Suatu kondisi yang belum diketahui sebabnya, sejauh ini hanya dilaporkan terjadi

pada anak perempuan. Secara khas ditemukan bahwa di samping suatu pola perkembangan

awal yang normal atau mendekati normal terdapat suatu kehilangan keterampilan gerakan

tangan yang telah didapat (sebagian/ menyeluruh) dan kemampuan berbicara bersamaan

dengan terdapatnya kemunduran/ perlambatan pertumbuhan kepala, yang biasanya terjadi

sekitar usia 7-24 bulan. Gejala yang khas adalah gerakan tangan seperti memeras sesuatu

yang stereotipik, hiperventilasi serta kehilangan kemampuan untuk gerakan tangan yang

bertujuan. Perkembangan fungsi sosialisasi dan bermain terhenti pada usia 2 atau 3 tahun

pertama, tetapi perhatian sosial cenderung untuk tetap dipertahankan. Pada usia menengah

kanak terdapat ataksia tubuh, apraksia, disertai skoliosis atau kifoskoliosis dan kadang

terdapat koreoatetosis. Selalu terjadi suatu dampak gangguan jiwa yang berat yang

berkembang pada masa kanak awal atau menengah (Sadock BJ et al, 2010).

Pada sebagian besar sindrom ini, onset penyakit terjadi pada usia 7-24 bulan. Gejala

khas yang paling menonjol adalah hilangnya kemampuan tangan yang bertujuan dan

keterampilan motorik manipulatif yang terlatih. Disertai kehilangan atau hambatan seluruh

atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti mencuci tangan yang stereotipik

dengan fleksi lengan di depan dada atau dagu, membasahi tangan secara stereotipik dengan

saliva, hambatan dalam fungsi mengunyah makanan dan sering terjadi episode hiperventilasi.

Secara khas tampak anak tetap dapat tersenyum sosial dan melihat orang sekitar, tetapi tidak

terjadi interaksi sosial dengan mereka pada awal masa kanak (walaupun interaksi sosial dapat

berkembang kemudian). Cara berdiri dan berjalan cenderung untuk melebar, otot hipotonik,

koordinasi gerakan tubuh memburuk serta skoliosis atau kifoliosis yang berkembang

kemudian. Atrofi spinal spinal dengan hendaya motorik berat muncul kemudian pada saat

remaja dan dewasa pada 50% pasien. Kemudian muncul spatisitas dan rigiditas, yang

biasanya lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Serangan

epileptik yang mendadak biasanya dalam bentuk kecil, dengan onset serangan umumnya

sebelum usia 8 tahun dan hal ini terjadi pada sebagian besar kasus. Berbeda sekali dengan

19

Page 20: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

autisme, disini jarang terjadi prilaku mencederai diri secara sengaja serta preokupasi

stereotipik kompleks atau rutin (Sadock BJ et al, 2010).

Pola perkembangan gejala gangguan ini akan menetap hingga dewasa dan kehilangan

kemampuan motorik umum secara progresif dan persisten. Dalam kebanyakan kasus,

perbaikan yang didapat cukup terbatas (Sadock BJ et al, 2010).

2.5.4 Gangguan desintegrasi masa kanak lainnya (F84.3)

Gangguan desintegtasi masa kanak lainnya adalah suatu gangguan perkembangan

pervasif yang ditandai oleh adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit,

serta adanya kehilangan yang nyata dari keterampilan terlatih pada beberapa bidang

perkembangan, setelah bulan penyakit berlangsung, disertai dengan adanya abnormalitas

yang khas dari fungsi sosial, komunikasi dan prilaku. Kadang ada periode prodromal berupa

keadaan sakit yang samar-samar, anak menjadi gelisah, mudah tersinggung, cemas dan

overaktif. Hal ini juga diikuti dengan kemiskinan dan kehilangan kemampuan berbicara dan

berbahasa disertai dengan disintegrasi prilaku. Pada beberapa kasus hilangnya kemampuan

terjadi secara progresif dan menetap tetapi lebih sering bahwa penurunan yang terjadi

sesudah beberapa bulan akan menetap (plateau) dan kemudian terdapat perbaikan yang

terbatas. Prognosis biasanya amat buruk dan sebagian besar penderita akan mengalami

retardasi mental yang sangat berat. Terdapat ketidakpastian tentang perluasan kondisi ini

yang berbeda dengan keadaan autisme. Pada beberapa kasus gangguan ini terlihat sebagai

akibat dari ensefalopati, tetapi diagnosis harus dibuat pada gejala prilaku. Setiap keterkaitan

dengan kondisi neurologis harus diberi kode secara terpisah (Sadock BJ et al, 2010).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan suatu perkembangan normal yang jelas sampai usia

minimal 2 tahun, yang diikuti dengan kehilangan yang nyata dari keterampilan yang sudah

diperoleh sebelumnya disertai dengan kelainan kualitatif dalam fungsi-fungsi sosial. Biasanya

juga terjadi regresi yang berat atau kehilangan kemampuan berbahasa, regresi dalam

kemampuan bermain, keterampilan sosial dan prilaku adaptif dan sering dengan hilangnya

pengendalian buang air besar atau kecil, kadang-kadang disertai dengan kemorosotan

pengendalian motorik. Yang khas pada gangguan ini adalah terjadi bersamaan dengan

hilangnnya secara menyeluruh perhatian/minat terhadap lingkungan, adanya mannerisme

motorik yang stereotipik dan berulang serta hendaya dalam interaksi sosial dan komunikasi

yang mirip dengan autisme (Sadock BJ et al, 2010).

20

Page 21: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

2.5.5 Gangguan aktivitas berlebih yang berhubungan dengan retardasi mental dan

gerakan stereotipik (F84.4).

Gangguan ini adalah suatu gangguan yang tak jelas batasannya dengan validitas

nosologis yang belum pasti. Kategori ini dibuat karena anak dengan retardasi mental berat

(iq<50) yang menunjukan masalah besar dalam hiperaktivitas dan gangguan pemusatan

perhatian sering memperlihatkan prilaku stereotipik, beberapa anak cenderung tidak responsif

terhadap obat stimulansia (tidak seperti penderita dengan IQ yang normal) dan mungkin juga

memperlihatkan suatu reaksi disforik berat (kadang dengan retardasi psikomotor) saat

mendapat stimulansia. Pada anak remaja gejala overaktif cenderung diganti dengan aktivitas

yang menurun (suatu gambaran yang tidak terjadi pada anak hiperkinetik dengan IQ normal).

Juga sering terdapat hubungan sindrom ini dengan perlambatan perkembangan yang

bervariasi, baik yang khusus maupu umum (Sadock BJ et al, 2010).

Diagnosis gannguan ini tergantung kepada kombinasi antara perkembangan yang

tidak serasi dari overaktivitas yang berat, streotipi motorik dan retardasi mental berat. Ketiga

hal ini harus ada untuk menegakkan diagnosis gangguan ini (Sadock BJ et al, 2010).

2.5.6 Sindrom asperger (F84.5)

Sindrom asperger adalah suatu gangguan dengan validitas nosologis yang belum

pasti, ditandai oleh abnormalitas yang kualitatif sama seperti pada autisme, yaitu hendaya

dalam interaksi sosial yang timbal balik disertai dengan keterbatasan perhatian dan aktivitas

yang sifatnya stereotipik dengan pengulangan pola yang sama. Gangguan ini berbeda dengan

autisme karena tidak adanya keterlambatan atau retardasi umum kemampuan berbahasa atau

perkembangan kognitif. Sebagian besar penderita mempunyai tingkat intelegensia rata-rata

normal, tetapi sering didapatkan mereka bersikap canggung/ kikuk. Kondisi ini banyak terjadi

pada anak laki-laki. Terdapat kecenderungan yang kuat bahwa abnormalitas yang terjadi akan

berlangsung sampai massa remaja dan dewasa (Maslim, 2001)

Diagnosis gangguan ini berdasarkan kombinasi antara hambatan umum yang secara

klinik jelas berupa keterlambatan bahasa atau perkembangan kognitif, disertai gejala seperti

autisme yaitu defisiensi kualitatif fungsi interaksi sosial yang timbal balik dengan pola

prilaku perhatian dan aktivitas yang terbatas, berulang dan stereotipik. Mungkin terdapat

masalah komunikasi yang sama seperti pada autisme, tetapi terdapatnya retardasi kemampuan

bahasa yang jelas akan menyingkirkan diagnosis (Maslim, 2001)

21

Page 22: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

2.5.7 Gangguan perkembangan pervasif lainnya (F84.8)

2.5.8 Gangguan perkembangan pervasif YTT (F84.9)

Diagnosis ini merupakan kategori diagnosis sisa yang harus dipergunakan untuk

gangguan yang tidak dapat memenuhi deskripsi umum gangguan perkembangan pervasif,

tetapi terdapat informasi yang tidak memadai atau adanya hal yang kontradiktif yang

memenuhi kriteria untuk kode F84 lainnya (Sadock BJ et al, 2010).

2.6 Jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis

1) Asesmen Pemfungsian Intelektual

Asesmen kemampuan dan atau kekurangan intelektual merupakan salah satu tugas orisinal

yang dilakkan psikolog, karena ada sebagian psikolog dan ada masa dimana faktor inteligensi

dinilai dan atau dianggap paling berperan dalam perkembangan kepribadian dan pendalaman

disiplin seseorang dalam melakoni kehidupannya, di bidang apa pun (American Phsychiatric

Association, 1994).

2) Asesmen Kepribadian

Asesmen kepribadian merupakan istilah yg umum dalam upaya umtuk menemukan pola

perilaku dan pola pikiran atau penyesuaian diri seseorang secara khas terhadap

lingkungannya. Dalam asesmen kepribadian, pendapat psikoanalisis tentang adanya subtansi

yg direpresi, merupakan asumsi yang tidak dapat dihindarkan. Setiap gejala yg tampil dalam

perilaku, selain didasari oleh intensi yang sadar, juga sangat penting mengenai peran yang

tidak sadar. Dalam banyak kasus bisa dikemukakan, bahwa perilaku yang disadari atau

disengaja, sering dilatarbelakangi kebutuhan atau motivasi yang tidak sadar. Oleh karena itu,

sangat dianjurkan untuk memahami latar belakang itu, antara lain dengan melihat simbol atau

latar belakang motivasi dibalik tingkah laku sadarnya (Depkes, 2009)

Laporan kepribadian bersifat dinamis, dan berarti menggunakan teori-teori yang

menggunakan pendekatan psikodinamik, tetapi tidak harus selalu psikoanalisis dari Sigmund

Freud. Asesmen kepribadian pada dasarnya terdapat pembagian menjadi projective assesment

dan objective assesment (Depkes, 2009)

a) Asesmen Proyektif

Asesmen proyektif berkembang dari perspektif teoritis yang menampilkan karakterisitika

dinamis sebagai inti kepribadian (seperti teori psikoanalisis). Karena itu, metode dasarnya

melibatkan upaya menyiapkan subyek dalam suatu bentuk kisah, ambifus, dan hampir tanpa

isi terhadap mana untuk berespons bersama suatu minimum struktur atau instruksi. Secara

teoretis, pemeriksa menganggap bahwa bila semua alat tes berisikan suatu isi yang minimum

22

Page 23: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

maka respons subyek hanya merupakan fungsi kepribadian subyek. Dapat dikatakan, makin

banyak kesempatan subyek harus berespons bebas idiosinkratis, makin personal dan

bermaknalah respons-respons itu. Berdasarkan pandangan teori psikodinamik mengenai

kepribadian, proyeksi dilihat sebagai alat yang sensitif bagi aspek tak sadar

perilaku.mekanisme pertahan diri dan kecenderungan laten disimpulkan dari data fantasi tak

terstruktur yang dihasilkan dalam konteks dimana tidak ada jawaban yang benar dan salah

(Lingam et al, 2012).

b) Asesmen Obyektif

Pendekatan asesmen obyektif kepribadian merupakan usaha yang secara ilmiah berusaha

menggambarkan karakteristika atau sifat-sifat individu atau kelompok sebagai alat untuk

memprediksi perilaku.Standarisasi sangat penting dalam tes obyektif. Secara singkat,

asesmen obyektif merupakan pendekatan yang terstruktur, ilmiah, dan non subyektif dalam

deskripsi individual (Wiramihardja, 2012)

3) Asesmen Pemfungsian Neuropsikologis

Asesmen neuropsikologis melibatkan pengukuran tanda-tanda perilaku yang mencerminkan

kesehatan atau kekurangan dalam fungsi otak. Terdapat tiga kegiatan psikolog klinis dalam

asesmen neuropsikologis, yaitu menyangkut fokus perhatian asesmen ini, sejumlah alat tes

neuropsikologis yang utama, dan bukti-bukti riset menyangkut reliabilitas dan validitas tes

untuk asesmen neuropsikologis (Lingam et al, 2012).

a) Pertanyaan-pertanyaan Asesmen Neuropsikologis yang Memerlukan Jawaban

Asesmen neuropsikologis berusaha untuk membujuk kehadiran, dan lokasi, dari cedera otak

dengan enam pertanyaan berikut (Lingam et al, 2012). :

Apakah gangguan otak itu jelas lokasinya atau kabur?

Apakah gangguan bersangkutan dengan pergeseran jaringan atau penyakit jaringan?

Apakah gangguan bersifat progresif atau non progresif?

Apakah gangguan akut atau kronik?

Apakah disfungsi itu organik atau fungsional?

Mungkinkah “Minimal Brain Dysfunction?”

b) Berbagai Tes Asesmen Neuropsikologis

Tes Persepsi Visual

Tes-tes Persepsi Pendengaran

Test of Tactile Perception

Test of Motor Coordination and Steadiness

23

Page 24: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

Test of Sensomotor Construction Skill

Test of Memory

Test of Verbal (Kemampuan Bahasa)

Test of Conceptuan Reasoning Skill

4) Asesmen Perilaku

Asesmen perilaku merupakan pendekatan situasi spesifik, dimana variasi spesifik

dalam keadaan lingkungan dengan teliti dan periksa untuk menentukan peranan mereka

terhadap pemfungsian klien. Asesmen perilaku dapat juga dilihat sebagai pandangan

konseptual yang didalamnya, pengaruh resiprokal tindakan orang dan konteks-konteks

lingkungan, mendapat penekanan. Secara tipikal asesor perilaku akan berusaha untuk

mengidentifikasikan hubungan antara interpersonal klien dan lingkungan fisiknya dan

perilaku yang mencerminkan permasalahan klien dalam kehidupannya (Tanuwijaya, 2003).

Ada pun landasan penggunaan asesmen perilaku adalah perspektif perilaku dimana

pemfungsian manusia dilihat sebagai produk dari interaksi yang terus menerus antara pribadi

dan situasi. Orang membentuk kehidupannya sendiri melalui perilakunya, pemikiran dan

perencanaan, serta emosinya (Tanuwijaya, 2003).

a) Metode Asesmen Perilaku

Terdapat lima metode asesmen perilaku yang umumnya dikenal orang, yaitu observasi

naturalistik, pemantauan sendiri, laporan diri situasi spesifik oleh klien, observasi analog, dan

observasi dan rating oleh orang lain yang signifikan (Tanuwijaya, 2003).

b) Laporan Diri dalam Asesmen Perilaku

Kalau pusat perhatian dan observasi pada laporan diri adalah perilaku spesifik yang terjadi

dalam perangkat spesifik, maka laporan diri memiliki nilai akurasi yang tinggi. Pengukuran

laporan diri telah berkembang untuk mengakses aspek-aspek situasi seperti juga untuk

mengakses perilaku (Tanuwijaya, 2003).

c) Asesmen Analog

Asesmen analog bisa jadi dilaksanakan dengan cara berikut: paper-and-pencil test, audiotape

atau video tape test, enacment tests, role play test, dan stimulasi. Metode-metode ini berbeda

dalam alat yang mana situasi analog ditampilkan dalam partisipan klien dan dalam tipe

respons yang diminta dari klien (Tanuwijaya, 2003).

d) Observasi Perilaku dan Peringkatan Perilaku Orang Dekat

Teman bermain, orang tua, guru-guru, dan staf bangsal psikiatris diminta untuk melakukan

observasi langsung atau secara restospektif membuat peringkat atas perilaku klien. Metode

24

Page 25: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

ini menampilkan sumber data yang menyeluruh karena cara di mana orang dipandang oleh

orang yang secara signifikan sangat kuat mempengaruhi perilaku dan persepsi diri orang

(American Psychiatric Association, 2013)

e) Wilayah Tambahan Asesmen Perilaku

Asesmen respons fisiologis dan asesmen kognitif spesifik menampilkan dua wilayah

tambahan area dalam asesmen kepribadian (Wiramihardja, 2012).

Asesmen Psikofisiologis

Pengukuran atau penilaian psikofisiologis, yang mengukur besarnya keadaan psikologi yang

ditampilkan dalam gejala-gejala fisiologis, fisik, atau organik, secara umum dapat

didefinisikan sebagai “kuantifikasi kejadian-kejadian biologis sebagaimana mereka

berhubungan dengan pengubah-pengubah psikologis” (Wiramihardja, 2012).

Asesmen Kognitif-Perilaku

Target dasar atau umum asesmen kognitif keperilakuan, adalah respons spesifik, tetapi

respons-respons ini adalah aktivitas kognitif klien atau subyek penelitian dan bukan kejadian

yang dapat diamati. Dalam hal ini, kejadian-kejadian kognitif bukan merupakan bagian

asesmen perilaku. Meskipun demikian, asesmen respons-respons kognitif yang spesifik

dalam situasi spesifik, baik sebagai bantuan untuk penanggulangan atau pengubah terikat

dalam penelitian, merupakan tambahan penting bagi asesmen perilaku (Soetjiningsih, 1998).

25

Page 26: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam PPDGJ-III gangguan psikologis merupakan suatu gangguan pada diri

seseorang yang memiliki gambaran seperti onset munculnya gejala bervariasi selama masa

bayi atau kanak, adanya hendaya atau kelambatan perkembangan fungsi yang berhubungan

erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat serta berlangsung secara terus

menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa. Pada sebagian

besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial dan/atau

koordinasi motorik. Gambaran yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif

dengan bertambahnya usia anak (walaupun deficit yang lebih ringan sering menetap sampai

masa dewasa). Masing-masing dari gangguan perkembangan psikologi mempunyai etiologi

spesifik tersendiri serta kriteria diagnostik yang berbeda sehingga diperlukan tatalaksana

yang berbeda untuk setiap gangguan tersebut.

26

Page 27: Gangguan Perkembangan Psikologis Dan Assessment Psikologis

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.

5th ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing 2013

Depkes RI. 2009. Pedoman Pelatihan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh

Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan dasar.

Lingam R, Jongmans MJ, Ellis M, et al. 2012. Mental health difficulties in children with

developmental coordination disorder. Pediatrics. Available

from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22451706 [accessed on 22 April 2015]

Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :

Airlangga University Press

Maslim, R. 2001. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III

(PPDGJ-III). Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan Medik.

Sadock BJ and Sadock VA. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hlm. 597-601. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC

Wiramihardja, Sutardjo A., Prof, Dr. 2012. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika

Aditama.

27