bab ii tinjauan pustaka a. keterlibatan ayah dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2858/3/bab...

25
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan di Indonesia 1. Definisi Pengasuhan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013) pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang diartikan sebagai menjaga, merawat, memelihara, mendidik anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dsb). Coparenting atau pengasuhan bersama didefisiniskan oleh Doherty & Beaton (dalam Santrock, 2007) sebagai jumlah dukungan yang saling diberikan oleh orangtua dalam membesarkan anak. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah terlibat dalam seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak, melakukan kontak dengan anak, dukungan finansial, banyaknya aktivitas bermain yang dilakukan bersama- sama (Palkovitz, 2002). Parenting adalah tugas yang disandang oleh pasangan suami-istri ketika mereka sudah mempunyai keturunan (Andayani dan Koentjoro, 2012). Nurhidayah (2008) dalam jurnalnya mendefinisikan parenting adalah tugas yang disandang oleh pasangan suami-isteri ketika mereka sudah mempunyai keturunan dengan mengarahkan anak menjadi individu yang mandiri di masa dewasanya. Menurut Garbarino (dalam Astuti, 2015), pengasuhan (parenting) adalah suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu

Upload: duonghuong

Post on 08-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan di Indonesia

1. Definisi Pengasuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013) pengasuhan berasal

dari kata “asuh” yang diartikan sebagai menjaga, merawat, memelihara,

mendidik anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dsb). Coparenting

atau pengasuhan bersama didefisiniskan oleh Doherty & Beaton (dalam

Santrock, 2007) sebagai jumlah dukungan yang saling diberikan oleh

orangtua dalam membesarkan anak.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah terlibat dalam seluruh

aktivitas yang dilakukan oleh anak, melakukan kontak dengan anak,

dukungan finansial, banyaknya aktivitas bermain yang dilakukan bersama-

sama (Palkovitz, 2002). Parenting adalah tugas yang disandang oleh

pasangan suami-istri ketika mereka sudah mempunyai keturunan (Andayani

dan Koentjoro, 2012). Nurhidayah (2008) dalam jurnalnya mendefinisikan

parenting adalah tugas yang disandang oleh pasangan suami-isteri ketika

mereka sudah mempunyai keturunan dengan mengarahkan anak menjadi

individu yang mandiri di masa dewasanya.

Menurut Garbarino (dalam Astuti, 2015), pengasuhan (parenting)

adalah suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu

15

15

hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian, dan

respon yang tepat pada kebutuhan anak.

Dalam budaya patriarki, pengasuhan anak kerap diserahkan kepada

ibu. Bastian (2017) dalam jurnalnya mengatakan bahwa, ayah berperan

sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga. Keterlibatan ayah dalam

pengasuhan sering dianggap sebatas sebagai pendukung ibu. Padahal ayah

sebetulnya punya peran yang sangat besar dalam pengasuhan anak. Ayah

memiliki kemampuan yang sama baiknya dengan ibu untuk mengenali dan

menanggapi berbagai kebutuhan anak. Ayah bisa juga berperan sebagai guru,

panutan dan penasihat.

Menurut Alfian Rokhmansyah di bukunya yang berjudul Pengantar

Gender dan Feminisme (dalam Sakina dan Siti, 2017), patriarki berasal dari

kata patriarkat, berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai

penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. Sistem patriarki yang

mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan

ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek kegiatan

manusia.

Dagun (2013) menyatakan bahwa peran pengasuhan ayah sangat

diperlukan dalam rentang perkembangan anak karena peran ayah berbeda

dengan peran ibu dalam pengasuhan. Seorang ayah dapat menunjukkan sikap

melindungi, sikap memelihara, rasa kasih sayang, rasa cinta kepada anaknya

sehingga membawa dampak yang berarti dalam perkembangan anak

selanjutnya. Adanya perbedaan pola asuh yang ditunjukkan antara ibu dan

16

16

ayah yaitu pada anak perempuan lebih ditekankan pada penanaman norma-

norma kesopanan dan susila serta bagaimana anak bergaul di lingkungan.

Sedangkan, pada anak laki-laki lebih pada bagaimana etika bergaul dalam

lingkungan sosial dan nilai-nilai maskulinitas yaitu kekuatan fisik dan

persaingan (Hasyim, Kurniawan, Hayati, 2011).

Pembagian tugas dalam keluarga bagi ayah dibatasi berkaitan dengan

lingkungan luar keluarga, sang ayah hanya dianggap sebagai sumber materi

dan yang hampir menjadi orang asing dalam keluarga, karena seolah-olah

hanya berurusan dengan dunia di luar keluarga (Gunarsa, 2008).

Maka dapat disimpulkan bahwa pengasuhan adalah proses interaksi

antara orang tua dan anak yang meliputi aktivitas bersama, memberi

petunjuk, memberikan fasilitas nyaman bagi anak, serta melindungi anak saat

mereka tumbuh berkembang.

2. Dampak kurang terlibatnya ayah dalam pengasuhan anak

Dampak yang terjadi apabila seoarang ayah kurang terlibat dalam

pengasuhan anak yaitu bagi anak putri, ketidakhadiran seorang ayah dapat

mengganggu peran jenisnya yaitu saat menginjak remaja akan kesulitan dalam

bergaul dengan lawan jenisnya. Sedangkan bagi anak putra dalam

perkembangannya menuju dewasa sangat dipengaruhi oleh situasi keluarganya

apabila posisi ibu lebih mendominasi maka hal ini dapat menyebabkan si anak

menganggap ayahnya bukan model panutannya, yang akan mengakibatkan

kurang memperlihatkan sikap sebagai seorang laki-laki (Dagun, 2013).

17

17

Tentang dampak fatherless terhadap perkembangan psikologis anak

didapatkan pemahaman bahwa ketiadaan peran ayah dalam kehidupan anak

akan berdampak pada rendahnya harga diri (self-esteem), adanya perasaan

marah, malu, karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat mengalami

pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah. Kehilangan peran ayah juga

menyebabkan seorang anak akan merasakan kesepian (loneliness),

kecemburuan (envy), selain kedukaan (grief) dan kehilangan (lost) yang sangat,

disertai pula oleh rendahnya kontrol diri (self-control), inisiatif, keberanian

mengambil resiko (risk taking) , dan psychology well-being, serta

kecenderungan neurotik (Sundari, dkk 2013)

Gunarsa (2008) ayah yang kurang menyadari fungsinya di rumah

akhirnya kehilangan tempat dalam perkembangan anak, anak membutuhkan

ayah bukan hanya sebagai sumber materi, akan tetapi sebagai pengarah

perkembangan bagi anak, terutama perannya di kemudian hari.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak

kurangnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak bukan hanya berdampak

pada perkembangan anak, melainkan pada ayah sendiri akan kehilangan tempat

dalam perkembangan anak selanjutnya.

3. Dimensi-dimensi keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dengan tuna

rungu

Menurut Lamb dkk (dalam Andayani & Koentjoro, 2012) keterlibatan

ayah memiliki tiga komponen, yaitu :

18

18

a. Paternal Engagement

Mencakup kontak dan interaksi ayah dan anak secara langsung dalam

konteks pengasuhan meliputi kegiatan yang dilakukan bersama.

Komponen ini merepresentasikan waktu yang dihabiskan dalam

interaksi langsung ayah-anak. Kedekatan antara ayah-anak dapat

terbina dalam hal berkomunikasi yang baik dengan anak saat

berkomunikasi dengan anak, ayah menciptakan suasana yang nyaman

dengan anak agar anak berani mengungkapkan perasaan dan

permasalahan yang sedang dihadapi.

b. Accessibility

Mencakup kehadiran dan keterjangkauan ayah bagi anak. Interaksi

tersebut diantaranya ayah melakukan pengawasan terhadap anak secara

tidak langsung tetapi ayah tetap ada untuk anak yaitu ketika anak

sedang bermain ataupun belajar di rumah teman, ayah mengawasi

dengan cara menelfon dan menanyakan keberadaan anak, dan kegiatan

yang dilakukan.

c. Responsibility

Bentuk keterlibatan yang paling intens karena melibatkan perencanaan,

pengambilan keputusan dan mengorganisasi.

Gurbuztruk & Sad (2010) dalam penelitiannya mengukur keterlibatan

orang tua dalam pengasuhan anak menggunakan 8 aspek :

19

19

a. Communication with teacher/school

Hal ini mencakup bagaimana orang tua untuk dapat menghubungi guru

atau administrator di sekolah untuk dapat bertukar informasi tentang

kemajuan anak dan saran bersama.

b. Helping with homework

Hal ini mengukur bagaimana frekuensi pemantauan dan umpan balik

orang tua secara efektif dalam tugas. Tugas-tugas tersebut mencakup

baik tugas sekolah dan kegiatan berbasis rumah.

c. Personal development

Mencakup tentang pengembangan diri orang tua agar lebih terlibat

dalam pendidikan anak-anak mereka, misalnya dengan membaca

perkembangan anak atau mengikuti kurikulum baru.

d. Volunteering subscale

Hal ini mencakup pernyataan tentang secara sukarela mengambil

bagian aktif dalam kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler yang diikuti

oleh anak.

e. Communication with child

Memiliki komunikasi yang demokratis bersama anak dan memiliki

komunikasi yang mengembirakan dengan anak

f. Enabling home settings

Hal ini bagaimana orang tua mampu untuk menciptakan ataupun

mengatur lingkungan rumah secara fisik maupun emosional untuk

memudahkan anak dalam belajar.

20

20

g. Supporting personality development

Bagaimana orang tua membantu anak menjadi pribadi yang lebih

bertanggung jawab, percaya diri, mandiri,dan dapat lebih meneliti

orang.

h. Supporting social-cultural development

Bagaimana orang tua mendukung dan mendorong anak-anak untuk

dapat mengambil bagian dalam kegiatan sosial, seni dan kegiatan

seperti teater, pramuka, puisi, musik dan olah raga.

Berdasarkan beberapa aspek yang telah dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuh anak yaitu komunikasi

dan kedekatan antara ayah-anak harus tercipta berjalan dengan baik. Ayah juga

harus dapat memantau terhadap perkembangan anak, serta mampu mendorong

anak untuk dapat lebih bertanggung jawab dan mandiri serta mampu untuk

menciptakan suasana fisik dan emosional dalam rumah agar anak nyaman

untuk belajar.

Hal ini peneliti merangkum beberapa aspek tersebut untuk dijadikan

acuan dalam penelitian ini tentang keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak

dengan tuna rungu, pendapat Lamb dkk (dalam Andayani & Koentjoro, 2012)

dan aspek yang digunakan oleh Gurbuztruk & Sad (2010) dalam penelitiannya

tentang pengasuhan orang tua :

a. Paternal engagement

Mencakup kontak dan interaksi ayah dan anak secara langsung dalam

konteks pengasuhan meliputi kegiatan yang dilakukan bersama.

21

21

Komponen ini merepresentasikan waktu yang dihabiskan dalam

interaksi langsung ayah-anak. Kedekatan antara ayah-anak dapat

terbina dalam hal berkomunikasi yang baik dengan anak.saat

berkomunikasi dengan anak, ayah menciptakan suasana yang nyaman

dengan anak agar anak berani mengungkapkan perasaan dan

permasalahan yang sedang dihadapi.

b. Accessibility

Mencakup kehadiran dan keterjangkauan ayah bagi anak. Interaksi

tersebut diantaranya ayah melakukan pengawasan terhadap anak secara

tidak langsung tetapi ayah tetap ada untuk anak yaitu ketika anak

sedang bermain ataupun belajar di rumah teman, ayah mengawasi

dengan cara menelfon dan menanyakan keberadaan anak, daan

kegiatan apa yang di lakukan.

c. Responsibility

Bentuk keterlibatan yang paling intens karena melibatkan perencanaan,

pengambilan keputusan dan mengorganisasi

d. Enabling home settings

Hal ini bagaimana orang tua mampu untuk menciptakan ataupun

mengatur lingkungan rumah secara fisik maupun emosional untuk

memudahkan anak dalam belajar

22

22

e. Supporting personality development

Bagaimana orang tua membantu anak menjadi pribadi yang lebih

bertanggung jawab, percaya diri, mandiri, dan dapat lebih meneliti

orang.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan

Andayani & Koentojoro (2004) mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan berdasarkan beberapa

penelitian sebagai berikut:

a. Faktor kesejahteraan psikologis

Faktor kesejahteraan psikologis diteliti dari dimensi negatif misalnya

tingkat depresi, tingkat stress, atau dalam dimensi yang lebih positif seperti

well-being. Selain itu, identitas diri yang menunjuk pada harga diri dan

kebermaknaan diri sebagai individu dalam lingkungan sosialnya juga

berkaitan dengan dimensi ini. Apabila kesejahteraan psikologis orangtua

dalam kondisi rendah, orientasi orang tua adalah lebih kepada pemenuhan

kebutuhannya sendiri sehingga dapat diprediksi bahwa perilaku orang tua

terhadap anak lebih terpusat pada bagaimana orang tua mencapai

keseimbangan diri.

b. Faktor kepribadian

Kepribadian dapat merupakan faktor yang muncul dalam bentuk

kecenderungan perilaku. Kecenderungan ini kemudian diberi label sebagai

sifat-sifat tertentu, atau dapat pula disebut sebagai kualitas individu,

termasuk salah satu diantaranya adalah kemampuan seseorang untuk

23

23

mengenali dan mengelola emosinya. Selanjutnya, dalam proses

pengasuhan anak, ekspresi emosi dapat berperan pula pada proses

pembentukan pribadi anak.

c. Faktor sikap

Sikap adalah suatu kumpulan keyakinan, perasaan dan perilaku terhadap

orang atau objek. Secara internal sikap akan dipengaruhi oleh kebutuhan,

harapan, pemikiran dan keyakinan yang diwarnai pula oleh pengalaman

individu. Secara eksternal, sikap dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya

dimana individu berada. Dalam konteks pengasuhan anak, sikap muncul

dalam era seputar kehidupan keluarga dan pengasuh, seperti sikap tentang

siapa yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak. Perubahan perspektif

tentang pengasuhan anak mengalami perubahan pada akhir abad 20

sehingga faktor komitmen menjadi satu aspek dari sikap positif terhadap

pengasuhan anak. Apabila orang tua mempersepsi dan mempunyai sikap

bahwa pekerjaan adalah hal yang paling penting dalam hidupnya,

pekerjaan akan menjadi lebih penting dari pada pengasuhan anak.

d. Faktor keberagaman

Keberagaman atau masalah spiritual merupakan faktor yang mendukung

keterlibatan orang tua dalam pengasuhan. Ayah yang religius cenderung

egalitarian dalam urusan rumah tangga dan anak-anak. Mereka keberatan

mengerjakan tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Selanjutnya sikap

egalitarian inilah yang meningkatkan keterlibatan ayah dengan anak.

24

24

Lamb, dkk (dalam Jacobs & Kelly, 2006) mengemukakan faktor-

faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak

berdasarkan rangkuman dari beberapa ahli yaitu :

a. Motivasi

Para laki-laki yang memiliki keyakinan atau pemikiran yang

progresif berkembang cenderung memiliki motivasi untuk terlibat dalam

pengasuhan anak dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki cara

pandang tradisional. Para ayah yang tidak terlalu banyak menghabiskan

waktu dengan pekerjaan mereka cenderung untuk lebih mudah dan lebih

memiliki motivasi untuk terlibat dalam pengasuhan anak, dan sebaliknya

para ayah yang merasa harga dirinya bergantung dari pekerjaannya maka

akan berfikir bahwa karirnya adalah segalanya dan pada akhirnya

mengorbankan keterlibatan mereka dalam mengasuh anak.

b. Keterampilan dan kepercayaan diri

Dua komponen keterampilan dan kepercayaan diri sangat

mempengaruhi keterlibatan ayah. Menurut studi penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan keterampilan sangat

mempengaruhi bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ayah yang menganggap diri

mereka memiliki keterampilan yang tinggi dalam perawatan anak

cenderung menunjukkan keterlibatan dan tanggung jawab yang lebih besar

dalam mengasuh anak (dalam Sanderson & Thompson, 2002). Seberapa

yakin seseorang mampu menjalankan perannya sebagai orang tua dan

25

25

seberapa puas seseorang menjalankan perannya sebagai orang tua akan

mempengaruhi kepercayaan dirinya sebagai orang tua. Dan hal ini

sekaligus akan mempengaruhi pula tingkat keterlibatan dalam mengasuh

anak.

c. Dukungan sosial dan stres

Keyakinan ibu mengenai keterlibatan ayah dalam pengasuhan,

kepuasan pernikahan, serta konflik dalam pekerjaan dan keluarga

merupakan bentuk-bentuk dari dukungan sosial dan sekaligus sebagai

stressor atau pemicu stress yang mempengaruhi keterlibatan orang tua

dalam pengasuhan anak. Secara umum keyakinan perempuan mengenai

seberapa sering suaminya atau pasangannya terlibat dalam pengasuhan

sangat berhubungan dengan keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan. Para

wanita cara fikir yang tradisional mengenai peran gender juga cenderung

memiliki pasangan yang kurang terlibat aktif dalam pengasuhan anak.

Lebih lanjut lagi interaksi emosi yang positif dengan pasangan akan

mempengaruhi kondisi psikologis dari laki-laki yang juga akan

mempengaruhi keinginannya untuk terlibat dalam pengasuhan. Ayah yang

memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi biasanya lebih berperan dalam

pengasuhan anak. Work family conflict semakin sering ibu menghabiskan

waktu bekerja, semakin sering pula waktu yang dihabiskan ayah dalam

pengasuhan anak.

26

26

d. Faktor institusional

Kebijakan dimana para ayah itu bekerja tentunya akan menentukan

lama bekerjanya ayah itu bekerja di perusahaan. Dan selanjutnya hal ini

tentu akan mempengaruhi seberapa banyak waktu yang akan dihabiskan

dengan keluarga, termasuk dengan anak-anaknya. Atau dengan kata lain,

semakin banyak waktu yang dihabiskan bekerja maka semakin sedikit

waktu yang dihabiskan bersama dengan anak-anaknya. Yeung, Sandberg,

Davis-Kean, dan Hofferth (2001) menunjukkan bahwa, setiap jam yang

dihabiskan ayah di tempat kerja mengurangi satu menit jumlah waktu

yang seharusnya dihabiskan seorang ayah dengan anaknya dalam satu

minggu.

Berdasarkan pemamparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang menghambat keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak yaitu

bagaimana orang tua (ayah) tidak dalam keadaan stress dan memiliki sifat-

sifat tertentu yang nantinya akan ditunjukkan dengan sikap yang berisikan

tentang nilai-nilai dan norma untuk di tunjukkan pada anak untuk

membentuk suatu kepribadian anak. Hal ini sejalan dengan pendapat

Andayani & Koentjoro (2004) bahwa faktor penghambat keterlibatan ayah

dalam pengasuhan yaitu seperti faktor kesejahteraan psikologis,

kepribadian, sikap, dan keberagaman.

27

27

B. Kehidupan Anak dengan Tuna Rungu

1. Pengertian Anak Tuna Rungu

Tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan dengar yang diakibatkan oleh kerusakan organ pendengaran

(Wasito dkk, 2010). Anak yang memiliki kelainan pendengaran atau tunarungu

adalah anak yang mengalami gangguan atau kerusakan pada satu atau lebih

organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga

bagian dalam yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang

tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya

dengan baik (Mohammad Efendi, 2006).

Anak dengan tuna rungu adalah mereka yang kehilangan

pendengarannya baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf)

yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam

kehidupan sehari-hari (Soemantri, 2006). Lebih lanjut lagi menurut

Kemendikbud (2016) tuna rungu adalah istilah umum yang digunakan untuk

kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra

pendengarannya.

Berdasarkan pengertian yang telah di kemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa tuna rungu adalah ketika seseorang mengalami kerusakan

organ pendengaran sehingga mengakibatkan ketidakmampuan dalam

menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya.

28

28

2. Penyebab Tuna Rungu

Penyebab terbesar tuna rungu menurut Graham (dalam Desiningrum,

2016) 75% tuna rungu disebabkan oleh abnormalitas genetik, yang bersifat

dominan maupun resesif. Beberapa kondisi genetik menyebabkan kondisi

ketunarunguan sebagai abnormalitas primer; dan sekitar 30% kasus tunarungu

adalah bagian dari abnormalitas fisik dan menjadi sebuah sindrom, seperti

Waardenburg syndrome atau Usher syndrome. Penyebab lain dari tuna rungu

adalah infeksi virus seperti cytomegalovirus (CMV), toxoplasma, dan syphilis.

Selain itu, kelahiran prematur juga menjadi penyebab signifikan tuna rungu

dan sering dihubungkan dengan kelainan fisik bawaan, masalah kesehatan, dan

kesulitan belajar.

Menurut Efendi (2006) menyatakan bahwa terdapat 3 penyebab tuna

rungu, diantaranya adalah :

a. Tuna rungu sebelum lahir (prenatal), yaitu tuna rungu yang terjadi

ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Adapun

penyebabnya adalah herditas atau keturunan, maternal rubella,

pemakaian antibiotic over dosis, serta Texoemia.

b. Tuna rungu saat lahir (neonatal), yaitu tuna rungu yang terjadi saat anak

dilahirkan. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketuna runguan

yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain; lahir premature,

Rbesus factor, Tang verlossing.

c. Tuna rungu setelah lahir (posnatal), yaitu tuna rungu yang terjadi

setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Kondisi ketuna runguan ini dapat

29

29

terjadi karena di sebabkan oleh; penyakit meningitis cerebralis, infeksi,

otitis media kronis.

Berdasarkan pemamparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab

dari tuna rungu yaitu dapat terjadi mulai dari sebelum anak dilahirkan, saat

anak dilahirkan, dan setelah anak dilahirkan. Bahkan penggunaan obat-obatan

yang melebihi dosis yang ditentukan merupakan pemicu terjadinya tuna rungu

pada anak.

3. Dampak tuna rungu

Seorang anak yang telah terdiagnosa menderita kehilangan

pendengarannya, maka pada awalnya akan kesulitan dalam mengekspresikan

emosi seperti cemas, takut, marah atau depresi. Anak dengan tuna rungu juga

mengalami self-esteem yang rendah karena memiliki hambatan dalam

berkomunikasi dan kemampuan bahasa yang rendah, sehingga mempengaruhi

tingkat kepercayaan diri. Dalam segi komunikasi dan bahasa, anak akan belajar

untuk membangun keterampilan komunikasi dalam bentuk lain, seperti bahasa

tubuh, gerak tubuh, atau ekspresi wajah, yang akan mewakili informasi tentang

apa yang diinginkan seseorang dan apa yang dirasakan (Desiningrum, 2016).

Anak yang mengalami kelainan pendengaran akan menanggung

konsekuensi sangat kompleks, terutama berkaitan dengan masalah

kejiwaannya. Kondisi ini semakin tidak menguntungkan bagi penderita tuna

rungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya. Hal ini

karena, penderita akan mengalami berbagai hambatan dalam meniti

30

30

perkembangannya, terutama pada aspek bahasa, kecerdasan dan penyesuaian

sosial (Efendi, 2006).

Lebih lanjut lagi, menurut Soemantri (2006), perkembangan emosi,

sosial, bahkan perilaku dari remaja tuna rungu seringkali menyebabkan anak

tuna rungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering

mengakibatkan munculnya tekanan psikologis. Kemiskinan bahasa membuat

anak dengan tuna rungu memiliki hambatan dalam interaksi sosial, dan

kemudian akan berimbas kembali pada perkembangan perilakunya di

masyarakat.

Dampak lain dari ketunarunguan yang dirasakan oleh keluarga atau

orang tua adalah timbulnya rasa bersalah ataupun rasa berdosa, menghadapi

cacat anaknya dengan perasaan kecewa karena tidak memenuhi harapannya,

orang tua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari anak-anak

lain, hingga pada akhirnya muncul perasaan bahwa orang tua menerima

anaknya beserta keadaanya sebagaimana mestinya (Soemantri, 2006)

C. Dinamika Psikologis Ayah dengan Anak Tuna Rungu

Anak dengan tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan dengar yang diakibatkan oleh kerusakan organ

pendengaran (Wasito, Sarwindah, Sulistiani, 2010). Akibat kekurangannya ini

biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap

lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang

memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya.

31

31

Dengan penilaian lingkungan yang demikian anak tuna rungu merasa benar-

benar kurang berharga (Soemantri, 2006).

Kekurangan dan hambatan yang dirasakan oleh anak dengan tuna rungu

tersebut disinilah peran orang tua dibutuhkan. Rakhmawati (2015) dalam

jurnalnya yaitu peran keluarga dalam pengasuhan anak yaitu peran ibu antara

lain: menumbuhkan perasaan sayang,cinta, melaui kasih sayang dan

kelembutan seorang ibu. Peran ayah antara lain: Menumbuhkan rasa percaya

diri dan kompeten kepada anak, menumbuhkan untuk anak agar mampu

berprestasi, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab.

Hendriani, Handariyati, Sakti (2006) dalam jurnalnya tentang

penerimaan keluarga terhadap individu yang mengalami keterbelakangan

mental, mengungkapkan bahwa terdapat dua kemungkinan sikap yang akan

dimunculkan oleh anggota keluarga terhadap individu yang terbelakang mental

yaitu menerima atau menolak. Secara normatif, sebagian besar orang tentunya

menyatakan telah menerima keberadaan mereka, sebab bagaimanapun mereka

telah ditakdirkan menjadi bagian dari keluarga

Slameto (dalam Kosasih, 2016) Orang tua perlu menerima kondisi anak

dengan segala kekuranganya karena hal tersebut akan mempengaruhi proses

perkembangan pada anak termasuk didalamnya adalah proses belajar anak.

Aritama (dalam Evitasari dkk, 2015) penerimaan terhadap segala kondisi di

dalam diri merupakan hal yang paling mendasar ketika individu ingin sukses

dan berdamai dengan keadaan. Oleh sebab itu, penerimaan sangat dibutuhkan

32

32

apabila seorang ayah yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus dapat

terlibat dalam pengasuhan.

Hasyim, dkk (2011) konsep laki-laki yang tergambar di masyarakat

yang menuntut laki-laki sebagai kepala keluarga yang harus memiliki

kemampuan mencari nafkah, mampu melindungi istri dan anak, harus dapat

mengangkat harkat dan martabat, serta pengambil keputusan dalam rumah

tangga menjadikan laki-laki menjadi pusat dalam berbagai aspek kehidupan

dalam rumah tangga.

Tuntutan-tuntutan tersebut membuat laki-laki tidak mempunyai banyak

waktu bersama dengan keluarga terutama dalam pengasuhan anak dengan tuna

rungu, terutama satu peran penting keluarga terkait dengan perawatan anak

adalah peran pengasuhan, yang dalam menjalankan peran ini keluarga sangat

dipengaruhi oleh salah satu faktor keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak

(Supartini, 2004).

Tuntutan yang dirasakan oleh ayah dengan tuna rungu tentang laki-laki

yang terus dituntut dengan perannya yang harus menafkahi istri dan anak serta

melindungi keluarga dan menjadi pusat dalam berbagai aspek kehidupan dalam

rumah tangga. Menjadikan ayah dengan tuna rungu tidak lepas dari rasa stres

yang dirasakan yang nantinya akan menjadikan stres menjadi penghambat ayah

untuk dapat terlibat dalam pengasuhan anak dengan tuna rungu. Seperti yang

dijelaskan oleh Lamb, dkk (dalam Jacobs & Kelly, 2006) bahwa keterlibatan

ayah dalam pengasuhan, kepuasan pernikahan, serta konflik dalam pekerjaan

dan keluarga merupakan bentuk-bentuk dari dukungan sosial dan sekaligus

33

33

sebagai stressor atau pemicu stres yang mempengaruhi keterlibatan orang tua

dalam pengasuhan anak.

Kurangnya waktu yang dihabiskan ayah bersama dengan anak akan

mempengaruh kedekatan pengasuhan yang dilakukan oleh ayah kepada anak

dengan tuna rungu. Hal ini sejalan dengan pendapat Lamb, dkk (dalam Jacobs

& Kelly, 2006) bahwa terdapat 4 faktor mempengaruhi keterlibatan ayah untuk

dapat terlibat dalam pengasuhan yaitu motivasi, keterampilan dan kepercayaan

diri, mukungan sosial dan stres, faktor institusional.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu faktor motivasi. Lamb,

dkk (dalam Jacobs & Kelly, 2006) menjelaskan bahwa para ayah yang tidak

terlalu banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaan mereka cenderung untuk

lebih mudah dan lebih memiliki motivasi untuk terlibat dalam pengasuhan

anak, dan sebaliknya para ayah yang merasa harga dirinya bergantung dari

pekerjaannya maka akan berfikir bahwa karirnya adalah segalanya dan pada

akhirnya mengorbankan keterlibatan mereka dalam mengasuh anak.

D. Studi kritis terhadap penelitian sebelumnya

Berdasarkan hasil penelitian studi eksplorasi tentang peran ayah dalam

pengasuhan anak usia dini oleh Abdullah, (2010) didapatkan hasil sebagai

berikut; (a) kualitas dan kuantitas interaksi ayah dalam kegiatan rekreasi

keluarga menunjukkan kualitas interaksi ibu-anak terlihat cenderung lebih

mendalam dibandingkan ayah-anak. (b) persepsi ayah tentang pengasuhan anak

usia dini, bahwa ayah menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas

bersama ayah-ibu; dan sebagian ayah lagi menyatakan mempunyai kekurangan

34

34

atau mengalami kendala dalam mengasuh anak. (c) penilaian istri terhadap

pengasuhan yang dilakukan suami, didapatkan hasil secara umum, waktu ibu

bersama anak lebih banyak daripada waktu ayah bersama anak sehingga

interaksi ibu-anak lebih banyak daripada interaksi ayah-anak.

Isu yang diangkat dalam penelitian ini sesuai dengan fenomena yang

ada di masyarakat, dan sangat penting untuk mengetahui bagaimana gambaran

peran ayah dalam pengasuhan anak. Penelitian tersebut menggunakan dua

metode yaitu kuantitatif dan kualitatif untuk melihat gambaran umum peran

ayah dalam pengasuhan anak. Kelebihan lain juga bahwa peneliti terlibat

langsung saat pengambilan data untuk melakukan observasi lapangan guna

untuk memperkuat data yang ada. Subjek yang dilibatkan juga banyak dan

bervariasi.

Namun demikian peneliti tersebut belum memaparkan faktor apa saja

yang menjadi penghambat keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Peneliti

lebih berfokus pada kriteria anak dengan usia tertentu seperti pembatasan anak

usia dini dan tidak membahas peran ayah pada anak diberbagai kalangan usia,

khususnya remaja yang pada masanya membutuhkan perhatian dari ayah untuk

kemandirian sosio-emosionalnya.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mengetahui

tentang faktor apa saja yang menjadi penghambat ayah untuk dapat terlibat

dalam pengasuhan anak, khususnya anak dengan tuna rungu. Andayani dan

Koentjoro (2012) menjelaskan bahwa keterlibatan ayah dalam proses

pendidikan dan pengasuhan anak berkontribusi besar bagi perkembangan

35

35

kognitif dan emosional anak dan bahkan akan membuat anak menjadi lebih

percaya diri dan berani.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Aprilia (2009), yang

menggunakan metode studi literatur tentang pengembangan kemandirian

remaja tuna rungu menunjukkan bahwa kemandirian pada remaja tuna rungu

banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pada akhirnya bermuara pada

kondisi dan situasi pola interaksi diantara keluarga, terutama kemampuan dan

kualitas mereka dalam berkomunikasi sebagai modalitas utama.

Penelitian tersebut membahas tentang kemandirian anak tuna rungu dan

kemudian membaginya secara lebih spesifik lagi tentang kemandirian anak

tuna rungu menjadi 3 tahap yaitu kemandirian emosional, nilai, dan

kemandirian perilaku. Penelitian tersebut menyatakan bahwa selama proses

pengembangan kemandirian remaja tuna rungu faktor yang paling

berkontribusi adalah proses interaksi antara orang tua.

Penelitian tersebut hanya berisi tentang studi literasi dan tidak

melibatkan secara langsung anak dengan tuna rungu beserta orang tuanya

khususnya ayah untuk diwawancarai dan tidak menjelaskan secara detail

tentang bagaimana interaksi ayah dan ibu secara terpisah. Allen dan Delly,

(2002) menjelaskan bahwa manfaat dari terlibatnya ayah dalam pengasuhan

anak memiliki kontribusi yaitu dalam perkembangan kognitif, sosial,

emosional bahkan berpengaruh pada penurunan perkembangan anak yang

negatif.

36

36

Berdasarkan studi kritis dari hasil penelitian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dengan tuna

rungu merupakan hal yang sangat penting, melihat dari kontribusi yang

diberikan orang tua khususnya ayah pada perkembangan anak sangatlah besar.

Oleh karena itu, peneliti ingin lebih mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi ayah utuk dapat terlibat dalam pengasuhan anak dengan tuna

rungu.

E. Pertanyaan Penelitian

1. Central Question

Bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dengan tuna rungu?

2. Sub Question

Tabel 1

Pertanyaan Penelitian

No Aspek Question

1. Paternal

engagement

a. Seberapa sering anda berinteraksi dengan anak anda?

b. Bagaimana anda membangun kedekatan dengan anak?

c. Berapa waktu yang anda habiskan bersama anak?

d. Kegiatan apa yang sering anda lakukan bersama anak?

e. Bagaimana anda membangun suasana yang nyaman bagi

anak anda saat bersama anda?

2. Accessibility a. Bagaimana cara anda mengawasi anak anda saat berada di

sekolah ataupun di luar lingkungan sosialnya?

b. Seberapa sering anda mengikuti kegiatan pertemuan di

sekolah?

37

37

c. Apakah anda mengetahui kegiatan apa saja yang diikuti

oleh anak anda di sekolah ataupun bersama dengan teman-

temannya?

3. Responsibility

a. Berapa jam waktu yang anda habiskan bersama anak?

b. Hal apa saja yang anda lakukan untuk membantu anak

anda dalam mengeksplorasi potensi yang dia miliki?

c. Bagaimana anda mendukung keputusan yang telah

menjadi keputusan anak anda?

4. Enabling home

settings

a. Siapa yang lebih mendominasi mengatur urusan di dalam

rumah?

b. Bagaimana anda mengatur atau menjaga keharmonisan

rumah?

c. Bagaimana anda mendekatkan diri pada anak saat anak

membutuhkan anda?

5. Supporting

personality

development

a. Bagaimana anda membantu anak anda untuk bisa lebih

mandiri dan bertanggung jawab?

b. Aktivitas seperti apa saja yang anda lakukan bersama anak

anda untuk membantunya lebih mandiri dan bertanggung

jawab?

38

38