bab ii tinjauan pustaka 2.1. tuberkulosis paru 2.1.1....

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.(Widoyono, 2008) 2.1.2. Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis. Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob. Universitas Sumatera Utara

Upload: phungduong

Post on 01-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara

(droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang

mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.(Widoyono,

2008)

2.1.2. Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan

pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di

Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati

sebagai hari Tuberkulosis.

Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran

0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,

bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal

yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian

warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan

terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau

pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30

detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap

bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara.

Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari

kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008)

2.1.3. Gejala-gejala Tuberkulosis

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah :

- Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

- Dahak bercampur darah.

- Batuk berdarah.

- Sesak napas.

- Badan lemas.

- Nafsu makan menurun.

- Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.

- Demam meriang lebih dari satu bulan.

Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse)

gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu

atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai

tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa

dengan pemeriksaan mikroskopis.(Widoyono, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis

1. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Orang Dewasa

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program

penanggulangan Tuberkulosis. Penemuan dan penyembuhan pasien Tuberkulosis

menular secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat

Tuberkulosis, penularan Tuberkulosis di masyarakat dan sekaligus merupakan

kegiatan pencegahan penularan Tuberkulosis yang paling efektif di masyarakat.

Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan

promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,

didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien Tuberkulosis.

Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama mereka yang BTA

positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa

dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

2. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Anak

Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis

baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan

gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis

Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang

dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat

badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran kelenjar limpe, koli,

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks.

(Depkes RI, 2008).

2.1.5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe PasienTuberkulosis Paru

1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak

menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam :

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis

positif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif.

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.

Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi :

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negative.

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Pengobatan setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

d. Gagal (Failure)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register

Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Lain-lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.6. Cara Penularan Tuberkulosis

Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun

tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien

Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang

lain saat bernapas. Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif,

bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil

Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa menyebar ke

bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ

terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa

inkubasinya selama 3-6 bulan. (Widoyono, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik

dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Menurut Azwar

(1990), peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam

menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang

berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab dalam daerah yang endemis

terhadap penyakit Tuberkulosis.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara

sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan

dengan percikan dahak. Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan

risiko penularan lebih besar dari pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA negatif.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,

sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tubekulosis adalah 17%. Hasil

studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan

dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah).(Widoyono, 2008)

Angka risiko penularan infeksi Tuberkulosis setiap ditunjukan dengan

Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi Tuberkulosis selama satu tahun. ARTI di Indonesia sebesar 1-3% yang

berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang terinfeksi Tuberkulosis.

Setengah dari mereka BTAnya akan positif (0,5%). (Depkes RI, 2008)

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien

Tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang

terinfeksi Tuberkulosis menjadi sakit Tuberkulosis. Infeksi HIV mengakibatkan

kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika

terjadi infeksi penyerta (oportunity), seperti Tuberkulosis, maka yang bersangkutan

akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.(Depkes RI, 2008)

Menurut Amin, Alsagaf dan Saleh yang dikutip Rajagukguk (2008), faktor-

faktor yang erat hubungannya dengan infeksi basil Tuberkulosis adalah :

a. Harus ada sumber penularan

b. Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi, cukup

banyak dan terus menurus.

c. Virulensi (keganasan) basil.

d. Daya tahan tubuh yang menurun sehingga memungkinkan basil Tuberkulosis

berkembang biak.

Menurut Depkes RI (2008) Faktor risiko kejadian Tuberkulosis, secara

ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Bagan 2.1 Faktor Risiko Kejadian Tuberkolosis Paru

transmisi ●Diagnosis tepat

Jumlah kasus TB BTA+ dan cepat Faktor lingkungan : Risiko menjadi TB bila ●Pengobatan tepat

■Ventilasi dengan HIV : dan lengkap ■Kepadatan ● 5-10% setiap tahun ●Kondisi kesehatan ■Dalam ruangan ● >30% lifetime mendukung

Faktor Perilaku

10%

HIV (+)

TERPAJAN INFEKSI

TB

SEMBUH

MATI

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Kosentrasi Kuman ■Keterlambatan diagnosis Lama Kontak dan pengobatan ■Malnutrisi ■Tatalaksana tak memadai ■Penyakit DM, ■Kondisi kesehatan Immuno-supresan Sumber: Depkes RI, (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ● Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati menurut Depkes RI, (2008) Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan : � 50% meninggal � 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi � 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular 2.1.7. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru

Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar setiap

orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya

penyebaran penyakit.

Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host)

dan faktor lingkungan (environment).

Pencegahan Tuberkulosis yang utama bertujuan memutus rantai penularan

yaitu menemukan pasien Tuberkulosis paru dan kemudian mengobatinya sampai

benar-benar sembuh.

Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif diuraikan

sebagai berikut :

1. Melenyapkan sumber infeksi, dengan :

a. Penemuan penderita sedini mungkin.

b. Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat menularkan.

c. Segara diobati.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

2. Memutuskan mata rantai penularan.

3. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis paru.

Untuk memberantas penyakit Tuberkulosis paru kita harus mampu

mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan lingkungan serta

memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut.

Menurut Rajagukguk (2008), yang mengutip penelitian Entjang keberhasilan

usaha pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung pada :

a. Keadaan sosial ekonomi rakyat.

Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat, sehingga nilai gizi dan

sanitasi lingkungan jelek, yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh

mereka sehingga mudah menjadi sakit bila tertular Tuberkulosis.

b. Kesadaran berobat si penderita

Kadang-kadang walaupun penyakitnya agak berat si penderita tidak merasa

sakit, sehingga tidak mau mencari pengobatan.

c. Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya tentang penyakit

Tuberkulosis.

Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis

untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitarnya makin besar pula bahaya si

penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik dirumah maupun tempat

pekerjaannya untuk keluarga dan orang disekitarnya.

2.2. Pengertian Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang

berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi

kehidupan dan perkembangan manusia.

Unsur-unsur lingkungan sebagai berikut :

2.2.1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia yang

bersifat tidak bernyawa misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah

dan benda mati lainnya.

2.2.2. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh-

tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.

2.2.3. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan

manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan seperti pendidikan

pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan,

jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.

2.2.4. Lingkungan Rumah

Menurut Nurhidayah (2007) yang mengutip pendapat Walton, lingkungan

rumah adalah segala sesuatu yang ada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari

lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan

sosial yaitu kepadatan penghuni.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

2.3. Perumahan Sehat

Menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman

(2011), perumahan yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain

memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah

penularan penyakit, dan mencegah terjadinya kecelakaan.

2.3.1. Persyaratan Rumah Sehat

Rumah sehat menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan

Budiman (2011), menetapkan fungsi pokok pembangunan rumah sebagai tempat

tinggal yang sehat, sebagai berikut :

a. Perumahan yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis :

1. Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya

buatan (lampu).

2. Penghawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam

ruangan.

3. Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dalam rumah

(termasuk radiasi).

4. Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar.

b. Perumahan yang memenuhi kebutuhan psikologis :

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

1. Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya (privacy),

tidak terganggu oleh anggota keluarga dalam rumah maupun oleh tetangga

atau orang lewat.

2. Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.

3. Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terlalu ada perbedaan tingkat yang

ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.

4. Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.

5. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan

jenis kelaminnya. Orangtua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak

di atas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak umur 17

tahun ke atas diberi kamar sendiri.

6. Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan

bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai.

7. Ukuran ruang tidur anak yang berumur ≤ 5 tahun sebesar 4,5 m³, dan yang

umurnya � 5 tahun adalah 9 m³. Artinya dalam satu ruangan anak yang

berumur 5 tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5

x 1 x 3 m³, dan diatas 5 tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m³.

8. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.

9. Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya

dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan.

c. Perumahan juga harus mampu mencegah penularan penyakit :

1. Tersedianya air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

2. Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk dan lalat), tikus dan binatang

lainnya bersarang di dalam atau di sekitar rumah.

3. Pembuangan kotoran (tinja) dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.

4. Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.

5. Luas kamar tidur maksimal 3,5 m² per orang dan tinggi langit-langit maksimal

2,7 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk angin,

tidak nyaman secara psikologis (gamang), sedang apabila terlalu sempit akan

menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu

dekat kontak.

6. Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari

pencemaran atau gangguan serangga (lalat, semut, lipas dll) dan tikus serta

debu.

d. Perumahan harus memenuhi keamanan untuk terjadinya kecelakaan.

2.3.2. Sanitasi Perumahan dan Hubungannya dengan Tuberkulosis Paru

Menurut Departemen Kesehatan RI (1997), sanitasi adalah usaha

pencegahan penyakit untuk melenyapkan, mengendalikan faktor-faktor lingkungan

yang merupakan mata rantai penularan penyakit.

Menurut Ehlers dan Steel yang dikutip oleh Rajagukguk (2008) adalah

usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang

dapat merupakan mata rantai penularan penyakit.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, disimpulkan inti dari sanitasi adalah

pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan untuk menghindari penularan penyakit

dari satu orang kepada orang lain.

Bila dihubungkan dengan perumahan sebagai faktor lingkungan, sanitasi

tersebut meliputi kegiatan usaha yang sasarannya adalah segala aspek yang berkaitan

dengan rumah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan

penghuninya.

Penyehatan perumahan dan lingkungan perlu dilakukan karena erat

kaitannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Untuk menunjukkan bahwa kondisi

perumahan yang tidak sehat sangat berpengaruh dalam penularan penyakit dilihat dari

data-data penelitian yang sudah ada.

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun

1980 didapatkan hasil sebagai berikut :

1. 35,8% rumah tidak mempunyai kamar tidur terpisah.

2. 34% rumah mempunyai lubang penghawaan, pencahayaan, lantai, dinding dan

atap yang buruk.

Menurut berbagai penelitian, penyakit saluran pernafasan dan tuberkulosis

dapat dicegah dengan terpenuhinya suatu rumah dari pencahayaan, ventilasi, tidak

lembab, tidak padat penghuni (minimal 10 m³ per orang), mempunyai kamar lebih

dari satu, asap dapur tidak dapat masuk ke kamar tidur/ruang tamu (Kerjasama MUI,

Depkes, Depag dengan UNICEF Indonesia, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Hal diatas menunjukkan betapa besar pengaruh sanitasi perumahan terhadap

kejadian penularan penyakit Tuberkulosis, begitu juga untuk penyakit menular

lainnya apabila rumah tersebut tidak memenuhi syarat sanitasi.

Di daerah-daerah pedesaan, masalah perumahan masih banyak yang belum

memenuhi syarat kesehatan sedangkan di kota-kota sudah ada kemajuan, tetapi di

berbagai tempat masih terdapat perumahan yang sama sekali tidak memenuhi

persyaratan kesehatan, yang sering disebut dengan daerah kumuh (slum area).

Menurut Reksosoebroto (1978) yang dikutip oleh Rajagukguk (2008),

perumahan yang tidak sehat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Taraf sosial ekonomi yang masih rendah

b. Kurangnya pengertian tentang kesehatan

c. Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat

d. Kepadatan penghuni (over crowding)

e. Konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan

Perumahan yang tidak memenuhi persyaratan fisik akan menimbulkan

gangguan kesehatan antara lain yang erat kaitannya dengan penyebaran penyakit

Tuberkulosis paru adalah luas ruangan, ventilasi, konstruksi lantai dan pencahayaan

sinar matahari yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

2.3.3. Luas Ruangan

Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy

(kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfort (kebahagiaan dan

kesenangan) dan relax (ketenangan), disamping itu juga harus memenuhi fisik yang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

meliputi konstruksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik

(Reksosoebroto, 1978).

Salah satu syarat konstruksi yang harus diperhatikan sehubungan dengan

penyakit Tuberkulosis Paru adalah luas ruangan rumah. Ada dua pendapat yang

representatif yang dikutip oleh James and Parkinson (1976) yaitu yang pertama

ukuran luas ruangan suatu perumahan erat kaiatannya dengan terjadinya Tuberkulosis

Paru.

Pendapat kedua dikemukakan oleh Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru

Brandbury yang membuat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian Tuberkulosis

Paru paling besar diakibatkan keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas

ruangannya.

Ruangan suatu rumah juga berperan dalam meningkatkan jumlah bakteri, hal

ini terjadi apabila terdapat sumbernya misalnya adanya penderita Tuberkulosis Paru,

sehingga kondisi ruangan yang memang mendukung perkembangan bakteri dan

mikroorganisme lain akan menyebabkan jumlah bakteri juga mengalami peningkatan

jumlahnya yang membawa resiko bagi orang lain.

Menurut “ Regional Housing Centre “ seperti yang dikutip oleh

Reksosoebroto (1978), suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak

(dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota rata-rata).

Di berbagai negara persyaratan luas ruangan perumahan biasanya ditentukan

berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowing (kepenuh sesakan) dapat

menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Penyebaran penyakit menular seperti Tuberkulosis Paru cepat sekali terjadi pada

rumah yang padat penghuninya.

Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (1997) adalah apabila

dapat menyediakan 2,5 – 3 m² untuk tiap orang anggota keluarga. Menurut Lubis

(1985) over crowing suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah

penghuni sebagai berikut :

a. Dua individu dari jenis kelamin berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan

suami isteri, tidur dalam satu kamar.

b. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang

ditetapkan.

Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur oleh

keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu luas ruang

tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam

satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun.

2.3.4. Ventilasi

Menurut Suyono dan Budiman (2011), hawa segar diperlukan untuk

mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara bebas mempunyai susunan

unsur :

1. Oksigen (zat asam) 20,7%

2. Nitrogen (zat lemas) 78,8%

3. Karbon dioksida (gas asam arang) 0,04%

4. Uap air 0,46%

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

5. Ozon (O�), amoniak (NH�), hidrogen (H2) dan lain-lain.

Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak

yang buruk terhadap kesehatan para penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan

sirkulasi udara sangat diperlukan.

Pengadaan ventilasi menurut Salvato yang dikutip oleh Lubis (1985) dalam

Rajagukguk (2008) adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara

jenuh, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap

menghubungan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan

mikroorganisme di ruangan.

Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan

perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan keaktifan menurun. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan suhu udara yang dikeluarkan oleh tubuh dan tertahan di dalam ruangan,

tidak adanya pergerakan udara serta kelembaban yang tinggi akibat uap air yang

dilepaskan oleh paru-paru.

Keadaan ini dapat diatasi dengan menggerakkan udara dalam ruangan,

misalnya dengan kipas angin atau dengan membuat ventilasi. Tidak adanya ventilasi

yang baik di suatu ruangan akan semakin membahayakan kesehatan jika didalam

ruangan tersebut terdapat penderita Tuberkulosis Paru.

Menurut Suyono dan Budiman (2011), udara segar sangat diperlukan untuk

penggantian hawa dan menjaga temperatur udara dan kelembaban dalam ruangan.

Idealnya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah dari temperatur luar

paling kurang 4º C khususnya untuk daerah tropis. Temperatur kamar sekitar 22-30º

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

C sudah cukup segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33

m³/orang/jam, kelembaban udara sekitar 60% optimum.

Ventilasi udara dalam ruangan harus memenuhi syarat lain di antaranya :

1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, selain itu luas

ventilasi insidentil (buka dan tutup) minimum 5% luas lantai. Jumlah keduanya

menjadi 10% dari luas lantai. Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa agar udara

yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.

2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak tercemar gas atau asap dari

pembakaran sampah, pabrik, knalpot kendaraan, asap rokok, debu, dll.

3. Aliran udara jangan membuat orang masuk angin, untuk ini jangan menempatkan

tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela

atau pintu.

4. Aliran udara mengikuti aturan cross ventilation dengan menempatkan lubang

ventilasi berhadapan/berseberangan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini

jangan terhalang oleh barang-barang besar seperti lemari, dinding sekat dan lain-

lain.

5. Kelembaban udara jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat)

dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-pecah dan

hidung sampai berdarah).

Udara dalam ruangan setelah terpakai susunannya menjadi, oksigen 15,4%,

CO² 4,4%, nitrogen 79,2%, uap air 1,0%.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Beberapa pendapat para ahli yang dikutip oleh Lubis (1985) dalam

Rajagukguk (2008), tentang kondisi paling baik terhadap temperatur kelembaban

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Persyaratan Temperatur dan Kelembaban Perumahan

Pendapat dari : Temperatur (ºC) Kelembaban (%) Mac Nall Joseph Lubart ASHRAE

22,7 – 25 20 – 24,4

25,5 dengan ventilasi ± 17,1 ºC

20 - 60 10 – 50

70 Sumber : Lubis (1985), Perumahan Sehat

Macam ventilasi adalah ventilasi alami dan ventilasi buatan. Ventilasi alami misalnya

dengan memasang jendela dan lobang-lobang angin serta menggunakan bahan-bahan

untuk dinding, lantai yang berpori-pori.

Ventilasi buatan diperlukan untuk membantu fungsi dari ventilasi alami

yang kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik, sehingga kebersihan udara,

kelembaban, temperatur, kecepatan angin dan pergantian udara tidak dapat diatasi.

Ventilasi buatan yang kita kenal di antaranya sebagai berikut :

1. Fan (kipas angin), perputaran baling-baling menghasilkan pergerakan udara ke

depan. Semakin cepat baling-baling diputar, semakin deras angin yang dihasilkan.

Penggunaan kipas angin dapat menimbulkan masuk angin bagi yang tidak tahan.

2. Exhauster/exhaust fan, prinsip kerjanya hampir sama dengan fan, namun

exhauster ditempatkan pada dinding yang fungsinya mengisap udara dalam

ruangan keluar dan sekaligus menarik udara segar dari luar masuk kedalam

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

ruangan melalui lubang udara lain di seberang exhauster tersebut. Exhauster dapat

juga menyedot udara dari luar dan menekan udara kotor keluar ruangan melalui

lubang udara di seberangnya. Ada jenis lain dari exhauster fan ini dipasang pada

lanit-langit atau plafon disebut ceiling fan.

3. Air conditioned (AC). Prinsip kerja AC adalah mengisap udara dalam ruangan,

disaring dan didinginkan kemudian disemprotkan kembali ke dalam ruangan

dengan temperatur yang dapat disesuaikan melalui tombol mekanik atau melalui

remote control.

2.3.5. Lantai

Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi

oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah juga

dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah

biasanya hanya berupa tanah atau batu bata yang langsung diletakkan diatas tanah,

sehingga kelembabannya sangat tinggi dan pada musim panas dapat menyebabkan

udara berdebu.

Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan

belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya

hanya berupa tanah saja.

Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah,

sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan yang kedap air, seperti

semen, susunan tegel dan lain-lain. Sedangkan papan sudah jarang digunakan lagi,

kecuali pada rumah-rumah panggung.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga

dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya. Biasanya

tanah dan debu banyak mengandung mikroorganisme berbahaya antara lain kuman

Tuberkulosis.

Lantai perumahan yang dipersyaratkan di Indonesia seperti telah ditetapkan

oleh Departemen Pekerjaan Umun adalah : tidak mudah aus, kedap air, mudah

dibersihkan, tidak lentur, tidak mudah terbakar dan harus memenuhi normalisasi serta

peraturan yang berlaku.

2.3.6. Pencahayaan Sinar Matahari

Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup.

Karena suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya yang cukup, selain

dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit.

Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan

mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah, dengan demikian sinar

matahari sangat diperlukan di dalam suatu ruangan rumah terutama ruangan tidur,

khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembang biakan kuman

tuberkulosis dan kuman penyakit lainnya.

Penerangan alami yang diperoleh dengan masuknya cahaya matahari yang

terang dan tidak silau sehingga dapat dipergunakan untuk membaca normal atau

sekitar 50-100 lux yang masuk kedalam ruangan melalui jendela, celah maupun

bagian lain dari rumah, selain berguna untuk penerangan juga mengurangi

kelembaban, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya dengan panjang

gelombang di bawah 4000 A yakni sinar ultra violet (Azwar,1990).

Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan, juga dapat mengurangi

kelembaban ruangan, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti

TBC, Influensa, penyakit mata dan lain-lain. (Sanropie, et.al, 1989).

Cara dalam mengupayakan masuknya sinar matahari ke ruangan rumah,

dapat dilakukan dengan membuat jendela kaca, pintu kaca, dinding kaca dan genteng

kaca. Pencahayaan yang baik adalah terang dan tidak silau sehingga dapat

dipergunakan untuk membaca dengan normal. (Depkes, 2002).

2.4. Perilaku

Lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,

kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua,

pelayanan kesehatan, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap

status kesehatan. (Notoatmodjo, 1993).

Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau

dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan dan

sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors) mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

c. Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) meliputi

faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku

para petugas termasuk petugas kesehatan. Juga undang-undang dan peraturan.

Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi

perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.

Bagan 2.2 Skema

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan

Keturunan

Pelayanan Status Lingkungan Kesehatan Kesehatan

Perilaku

Proses Perubahan

Predisposting Enabling Factors Reinforcing Factor Factors (ketersediaan sumber- (sikap dan perilaku (pengetahuan,sikap Sumber/fasilitas) petugas) kepercayaan, tradisi, nilai,dsb)

Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Training Penyuluhan Pemberdayaan Sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Pendidikan Kesehatan (Promosi Kesehatan)

Sumber : Notoatmodjo (2003), Pendidikan dan Perilaku Kesehatan  

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu

sendiri yang mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, bahkan kegiatan

internal seperti berpikir, persepsi dan emosi. (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang baik

bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang

nyata atau practice) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Menurut Becker (1979)

perilaku kesehatan berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk

mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan

sebagainya.

Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam tiga domain

pendidikan yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam

perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, ketiga domain ini diukur dari

pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.4.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah adanya penginderaan terhadap

suatu objek dan sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Penelitian

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di

dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap

subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif

akan bersifat langgeng. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan

kesadaran tidak akan berlangsung lama. Ada enam tingkatan pengetahuan yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen, tetapi masih didalam suatu stuktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada.

2.4.2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup suatu

stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Newcomb seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)

Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam

penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni ;

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti menerima ide tersebut.

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah sikap yang paling tinggi.

2.4.3. Praktek atau Tindakan (Practise)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior) sehingga diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan

antara lain fasilitas dan dukungan berbagai pihak.

Tingkatan-tingkat tindakan :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil

adalah praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan dengan benar secara otomatis atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat

tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

kebenaran tindakannya tersebut.

2.5. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Lingkungan Fisik Rumah : - Luas ruangan - Ventilasi - Lantai - Pencahayaan

Keterangan: ______ :Variabel diteliti ----------: Variabel tidak diteliti 2.6. Hipotesis Penelitian

‐ Pengetahuan Kejadian Tuberkulosis Paru

Karakteristik : - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan

‐ Sikap ‐ Tindakan

- Pengukuran kondisi

fisik rumah - Observasi terhadap

sanitasi perumahan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/4/Chapter II.pdf · 2.1.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis . 1. Penemuan Pasien

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian

sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan pengetahuan, sikap dan tidakan tentang lingkungan fisik

rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu.

Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan, sikap dan tidakan tentang lingkungan

fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu.

BAB III

Universitas Sumatera Utara