bab ii tinjauan pustaka 2.1 staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. bab ii.pdfb....

23
http://repository.unimus.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan nama spesies yang merupakan bagian dari genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati oleh Pasteur dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada era tahun 1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini, pada pengamatan mikroskop berbentuk seperti serangkai buah anggur, sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan (Jawetz et al., 2010). Rosenbach juga mengungkapkan bahwa S. aureus merupakan penyebab infeksi pada luka furunke. Sejak itu, S. aureus dikenal secara luas sebagai penyebab infeksi pada pasien pasca bedah dan pneumonia terutama musim dingin/hujan. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37C, membentuk pigemen paling baik pada suhu ruang yang berkisar antara 20-25C. Koloni bakteri ini berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bulat, menonjol, halus dan berkilau (Jawetz et al., 2010). Menurut Syahrurahman et al (2010) klasifikasi S. aureus adalah sebagai berikut: Kingdom : Eubacteria Devisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Eubacteriales 6 http://repository.unimus.ac.id

Upload: others

Post on 14-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan nama spesies yang

merupakan bagian dari genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati

oleh Pasteur dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan

Rosenbach pada era tahun 1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh

Ogston karena bakteri ini, pada pengamatan mikroskop berbentuk seperti

serangkai buah anggur, sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach

karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan

(Jawetz et al., 2010).

Rosenbach juga mengungkapkan bahwa S. aureus merupakan penyebab

infeksi pada luka furunke. Sejak itu, S. aureus dikenal secara luas sebagai

penyebab infeksi pada pasien pasca bedah dan pneumonia terutama musim

dingin/hujan. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ᵒC, membentuk pigemen

paling baik pada suhu ruang yang berkisar antara 20-25ᵒC. Koloni bakteri ini

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bulat, menonjol, halus dan

berkilau (Jawetz et al., 2010).

Menurut Syahrurahman et al (2010) klasifikasi S. aureus adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Eubacteria

Devisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Eubacteriales

6

http://repository.unimus.ac.id

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

7

Famili : Staphylococaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2.1.1 Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-Positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak

bergerak. Berdasarkan bakteri yang tidak membentuk spora, maka S. aureus

termasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat

tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu

kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat

tetap hidup selama 6-14 minggu (Syahrurahman et al., 2010).

Gambar 1. Staphylococcus aureus (Syahrurahman et al., 2010).

2.1.2 Patogenitas Staphylococcus aureus

Sebagian bakteri S. aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran

pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga

ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat

invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan

http://repository.unimus.ac.id

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

8

manitol. S.aureus yang terdapat di folikel rambut menyebabkan terjadinya

nekrosis pada jaringan setempat (Jawetz et al., 2008).

Toksin yang dihasilkan dari S.aureus (Staphilotoksin, Staphylococcal

enterotoxin, dan Exfoliatin) memungkinkan organisme ini untuk menyelinap pada

jaringan dan dapat tinggal dalam waktu yang lama pada daerah infeksi,

menimbulkan infeksi kulit minor. Koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh

getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis,

selanjutnya disusul dengan sel radang, di pusat lesi akan terjadi pencairan jaringan

nekrotik, cairan abses ini akan mencari jalan keluar di tempat yang resistensinya

paling rendah. Keluarnya cairan abses diikuti dengan pembentukan jaringan

granulasi dan akhirnya sembuh (Syahrurahman et al., 2010).

Staphylococcus aureus menyebabkan sindrom infeksi yang luas. Infeksi

kulit dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembap atau saat kulit terbuka akibat

penyakit seperti eksim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena (Gillespie et

al., 2008) .Infeksi S.aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari

luka, misalnya infeksi pasca operasi atau infeksi yang menyertai trauma. Jika S.

aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka dapat terjadi endokarditis,

osteomielitis hematogenous akut, meningitis atau infeksi paru-paru. Setiap

jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi oleh bakteri S. aureus dan

menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu

peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. S. aureus merupakan bakteri kedua

terbesar penyebab peradangan pada rongga mulut setelah bakteri Streptococcus

alpha. S. aureus menyebabkan berbagai jenis peradangan pada rongga mulut

http://repository.unimus.ac.id

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

9

seperti parotitis, cellulitis, angular cheilitis, dan abses periodontal Djais (Najlah,

2010).

2.2 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus) adalah bakteri S.

aureus yang menjadi kebal atau resistant terhadap antibiotik jenis metisilin.

MRSA mengalami resistant karena perubahan genetik yang disebabkan oleh

paparan terapi antibiotik yang tidak rasional (Putri, 2016).

Faktor-faktor resiko terjadinya MRSA antara lain lingkungan, populasi,

kontak olahraga, kebersihan individu, riwayat perawatan, riwayat operasi, riwayat

infeksi, penyakit, riwayat pengobatan, serta kondisi medis (Biantoro, 2008).

Mekanisme resistensi (dapatan) terjadi apabila adannya kontak dengan agen

antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi,

sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme, dengan

terbentuknya mutan yang resistent terhadap obat antimikroba dapat terjadi secara

cepat dan dapat pula terjadi dengan waktu yang cukup lama, terbentuknya mutan

mikroorganisme yang resistent terhadap antimikroba ini dapat menimbulkan

adanya ketergantungan (dependensi) mikroorganisme mutan terhadap agen

antimikroba (Pratiwi, 2008).

Bakteri gram positif yang dinyatakan resistent terhadap antibiotika adalah

S. aureus. Mikroba ini telah resistent terhadap penisilin, oksalisin dan antibiotika

𝛽-laktam lainnya. S. aureus dapat menyebabkan beberapa sindrom seperti

bakterimia, infeksi saluran pernafasan, endokarditis, infeksi saluran urin, infeksi

pada kulit. Infeksi yang berat diantaranya pneumonia, mestitis, plebitis,

http://repository.unimus.ac.id

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

10

meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis dan endokarditis. S. aureus juga

merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan (Putri,

2016).

2.2.1 Mekanisme Resistensi pada MRSA

Mekanisme resistensi ini disebabkan karena enzim 𝛽 − laktamase yang

merupakan faktor virulensi yang dimediasi via kromosonal dan plasmid. Enzim

ini merusak enzim 𝛽 − laktamase yang merupakan bagian penting penyusun

struktur obat golongan penicillin. Resistensi ini dimediasi oleh gen mccA yang

merupakan bagian monile genomicelement Staphylococcal Chromosomal Cassette

(SCCmec). Ekspresi dari gen ini menyebabkan perubahan reseptor penicillin

(penicillin binding protein/PBP 2a) pada S. aureus. Daerah pengikatan penicillin

yang berubah tersebut akan mengakibatkan antibiotik ini tidak dapat bekerja

untuk menghambat sintesis dinding sel pada S. aureus (Yuwono, 2010).

Resistensi terhadap antimikroba 𝛽-laktam diperankan oleh operon mecA.

Operon mecA secara organisasi, struktur, fungsi dan mekanisme serupa dengan

operon blaZ pada plasmid S. aureus produsen 𝛽-laktamase. Regulator pada

operon blaZ adalah blaI yang menyandi DNA binding protein berfungsi menekan

transkripsi gen 𝛽-laktamase dan b1aR1 berupa signal transduction PBP yang akan

menginduksi transkripsi jika ada 𝛽-laktam. Mekanisme ini analog dengan yang

terjadi pada operon mecA yang dikendalikan oleh regulator mec1 dan mecR1.

(Yuwono, 2010).

Secara in vitro keadaan ini mendasari munculnya heteroresisten yaitu

dalam satu biakan murni MRSA dapat ditemukan populasi sensitif dan populasi

http://repository.unimus.ac.id

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

11

resisten. Umumnya populasi yang resisten tumbuh lebih lambat dibandigkan

populasi yang sensitif, selain dipengaruhi oleh perbedaan aktivitas transkripsi gen

mecA, heteroresisten dipengaruhi polimorfisme gen yang disekitar gen mecA dan

pengaruh gen SCCmec seperti gen grup hmr dan gen grup fem sebagai dampak

heteroresisten ini maka identifikasi MRSA yang hanya didasarkan pada pola

kepekaan terhadap antimikroba atau identifikasi MRSA. (Yuwono, 2010)

Mekanisme resisten MRSA terhadap berbagai antimikroba non 𝛽-laktam

didasari adanya bukti bahwa SCCmec mengandung transposon dan insertion

sequences seperti Tn554 pada ujung 5’ mecA dan 1S431 pada ujung 3’ mecA.

IS431 memiliki kemampuan rekombinasi dan dapat menjadi determinan resistensi

terhadap merkuri, kadnium, tetrasikli. Gen lain yang berada disekitar SCCmec

seperti gen gryA diperkirakan juga berinteraksi dengan SCCmec mengakibatkan

resistensi terhadap kuinolon (Yuwono, 2010)

2.3 Pare (Momordica charantia, L)

Pare merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merambat atau memanjat

dengan pembelit atau berbentuk spiral, bercabang banyak, dan berbau tidak enak.

Batang berusuk lima panjang 2-5 m, dan batang muda berrambut rapat. Daun

tunggal, berbentuk bulat panjang, panjang tangkai 1,5-5,3 cm, letak berseling,

berbagai menjari 5-7, pangkal berbentuk jantung, dan berwarna hijau tua. Bunga

tunggal berkelamin ganda, bertangkai panjang, dan berwarna kuning. Buah

berbentuk bulat memanjang dengan dengan 8—10 rusuk memanjang, berbintil-

bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, berasa pahit. Warna buah hijau, jika

matang berubah menjadi oranye yang pecah dengan katup. Biji banyak, berbentuk

http://repository.unimus.ac.id

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

12

pipih memanjang, keras berwarna cokelat dan berwarna kekuningan (Utami,

2008).

Tanaman pare yang digunakan sebagai obat tradisional, diuretika yang

biasanya direbus atau diperas lalu diminum, digunakan sebagai obat karena

mengandung beberapa zat kimia yang memiliki efek farmakologis seperti tanin

dan flavonoid. Buah pare dimanfaatkan untuk membantu pengobatan diabetes

melitus, batuk berdahak, radang tenggorokan, mata sakit dan merah, demam,

malaria, infeksi cacing gelang, disentri, rematik gout, batu saluran kencing, ASI

sedikit, nyeri sewaktu haid (dismenore), mengobati psoriasi, jerawat dan sariawan

(Dalimarta et al., 2011).

Gambar 2. Buah Pare (Depkes RI, 2017)

2.3.1 Klasifikasi Pare (Momordica charantia, L)

Pare (Momordica charantia, L) berasal dari wilayah asia tropis mulai dari

Indonesia, India hingga Jepang. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat

tradisional yang digunakan untuk berbagai macam keperluan anatara lain sebagai

obat ganguan pencernaan, obat pencahar, dan diabetes (Yunila, 2013). Tanaman

pare di klasifikasikan sebagai berikut :

http://repository.unimus.ac.id

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

13

Kingdom : Plantae.

Super Divisi : Sprematophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Violales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Spesies : Momordica charantia, L

2.3.2 Komponen Kimia dalam Buah Pare

Berdasarkan hasil skrining fitokimia buah pare dalam penelitian

Nurulainia (2017) menunjukkan bahwa ekstrak buah pare dengan pelarut yang

berbeda akan menghasilkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda

pula. Skrining fitokimia buah pare yang menggunakan pelarut etanol

menggandung :

1. Tanin

Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah mampu mengerutkan

dinding sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel.

Terganggunya permeabilitas sel dapat menyebabkan sel tersebut tidak dapat

melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat dan karena

pengerutan dinding sel bakteri sehingga bakteri mati (Anggraini et al., 2016).

2. Flavonoid

Mekanisme kerja flavonoid dengan cara menghambat sintesis protein,

menggangu lapisan lipid dan menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Hal

tersebut dapat terjadi karena flavonoid bersifat lipofilik sehingga akan

http://repository.unimus.ac.id

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

14

mengikat fosfolipid pada membran sel bakteri dan mengganggu permeabilitas

membran sel (Watson, 2007).

3. Saponin

Mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba dan saponi tertentu

menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil

yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk digunakan dalam bidang

kesehatan mekanisme saponin termasuk dalam kelompok zat antibakteri yang

berperan dalam mengganggu permeabilitas membran sel yang menyebabkan

stabilitas membran terganggu dan akhirnya sel bakteri menjadi lisis (Darsana,

2012). Saponin merupakan glikosida yang mempunyai metabollit sekunder

yang banyak terdapat di dalam gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau

sapogenin. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah didasari oleh kebutuhan

akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh. Saponin adalah salah satu tipe

glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan. Dikenal dua macam saponin,

yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida dengan struktur steroid.

Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter.

4. Alkaloid

Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang banyak

ditemukan di alam. Hampir semua alkaloid berasal dari berbagai jenis

tumbuhan. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dan

merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid sering digunakan dibidang

pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa yang mempunyai satu atau lebih

http://repository.unimus.ac.id

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

15

atom nitrogen biasanya terdapat dalam gabungan dan sebagian dari sistem

siklik (Tengo, 2013).

2.4 Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum

mengalami perubahan proses apapun dan umumnya berupa bahan yang

dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku pembuatan ekstrak

dapat menjadi bahan obat atau produk. Menurut Istiqomah 2013 simplisia dibagi

menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :

a. Simplisia Nabati

Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat

tanaman. Eksudat tanaman sendiri adalah sel yang secara spontan keluar atau

dkeluarkan dari sel tanaman dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat

kimia murni.

b. Simplisia Hewani

Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

murni.

c. Simplisia Mineral

Simplisia yang berasal dari bumi, baik sudah ataupun belum diolah dan

tidak berupa zat kimia murni.

Tahapan awal dalam pembuatan ekstrak yaitu pembuatan serbuk simplisia

kering (penyerbukan) kemudia dibuat serbuk dengan peralatan tertentu sampai

derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengeruhi mutu ekstrak yaitu

dengan semakin halus serbuk simplisia maka proses ekstraksi semakin efektif

http://repository.unimus.ac.id

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

16

namun semakin halus serbuk juga semakin rumit secara teknologi peralatan untuk

tahap filtrasi. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan

interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul panas atau kolor yang

dapat mempengaruhi kandungan senyawa di dalamnya. Menurut Istiqomah 2013

berikut ini adalah beberapa tahapan agar simplisia terhindar dari cemaran dan

menghasilkan simplisia yang bermutu :

a. Sortasi Basa

Dilakukan untuk memisahkan kotoran atau benda asing dari bahan

simplisia.

b. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih dan

simplisia yang mengandung zat mudah larut dalam air dilakukan dalam waktu

yang singkat.

c. Perajangan atau Pemotongan

Proses perajangan berfungsi mempercepat proses pengeringan bahan

simplisia sehingga waktu penguapan air semakin cepat. Irisan saat merajang

bahan tidak boleh terlalu tipis karena dapat menyebabkan hilangnya zat yang

mudah menguap.

d. Pengeringan

Tujuan pengeringan agar simplisia tidak mudah rusak sehingga dapat

disimpan dalam waktu yang lama. Proses pengeringan dapat menghentikan

proses enzimatik dalam sel jika kadar air mencapai kurang dari 10% dengan

http://repository.unimus.ac.id

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

17

suhu optimal tidak lebih dari 60ᵒC, dengan mengurangi kadar air dan

menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah terjadinya penurunan mutu dan

kerusakan simplisia.

e. Sortasi Kering

Berfungsi untuk memisahkan benda-benda asing yang masih tertinggal

pada simplisia kering.

f. Penyimpanan

Simplisia ditempatkan pada wadah yang tidak mudah bereaksi dengan

bahan lain, terhindar dari cemaran mikroba dan terkena paparan cahaya secara

langsung.

2.5 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia dari

campurannya menggunkana pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan

ketika telah tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut

dengan konsentrasi dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).

2.5.1 Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dan dilakukan pengocokan beberapa kali pada suhu kamar (Depkes RI,

2006). Prinsip ekstraksi metode ini adalah dicapainya keseimbangan

konsentrasi antara pelarut dan di dalam sel tanaman. Kerugian metode meserasi

ini adalah waktu yang dipakai panjang, menggunakan pelarut yang banyak, dan

beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja

http://repository.unimus.ac.id

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

18

sulit diekstraksi pada suhu kamar. Metode meserasi dapat menghindari

rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).

2. Ultrasound – Assisted Solvent Extraction

Merupakan metode meserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan

bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang

berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal

ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga

menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan

peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi

(Mukhriani, 2014).

3. Perlokasi

Perlokasi adalah proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan

selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang

umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perlokasi cukup sesuai, baik untuk

ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar (Depkes RI, 2006). Serbuk

sampel dibasahi secara pelahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang

dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Kerugian ekstraksi metode ini

adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit

menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak

pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014).

2.5.2 Cara Panas

Pada metode ini selama proses ekstraksi berlangsung melibatkan

pemanasan. Adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi

http://repository.unimus.ac.id

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

19

dibandingkan dengan cara dingin. Beberapa jenis metode ektraksi cara panas,

yaitu:

1. Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan

penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu

dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan

diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali penyari zat aktif dalam

simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali

diekstraksi selama 4 jam (Depkes RI, 2006).

2. Soxhlet

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung

selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di

atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam

labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode

ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut

murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak

memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil

dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada

titik didih (Mukhriani, 2014).

http://repository.unimus.ac.id

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

20

3. Digesti

Digesti adalah maserasi (dengan pengadukan kontinu)pada suhu yang

lebih tinggi dari suhu ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan

padatemperatur 40 – 500C (Depkes RI, 2006).

4. Infusum

Infusum adalah ektraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 –

980C selama waktu tertentu (15 – 20 menit) (Depkes RI, 2006).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik

didih air, yaitu pada suhu 90 – 1000C selama 30 menit (Depkes RI, 2006).

6. Destilasi uap

Destilasi uap digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran

berbagai macam senyawa menguap). Uap terkondensasi selama proses

pemanasan dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)

ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari

metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat tergradasi.

(Mukhriani, 2014)

2.6 Antibakteri

Antibakteri adalah obat yang digunakan untuk membasmi bakteri,

khususnya bakteri yang merugikan manusia, suatu antibakteri yang ideal memiliki

toksisitas yang selektif, berarti obat antibakteri tersebut hanya berbahaya bagi

bakteri, tetapi relatif tidak membahayakan bagi hospes. Obat-obat yang digunakan

http://repository.unimus.ac.id

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

21

untuk membasmi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada manusia,

hewan maupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif artinya obat atau zat

tersebut harus bersifat toksik terhadap mikroorganisme penyebeb penyakit (Djide,

2008). Antibakteri dapat bersifat :

a. Bakteriostatika, yaitu bahan yang dapat menghambat atau menghentikan

pertumbuhan mikroorganisme (bakteri), yang dapat menyebabkan jumlah

mikroorganisme menjadi stationer, tidak dapat lagi multplikasi dan berkembang

biak, contohnya adalah sulfonamide, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,

novobiosin (konsentrasi yang rendah), dan PAS (Para Amino Salicylic Acid).

b. Bakteriosida, yaitu zat atau bahan yang dapat membunuh mikroorganisme

(bakteri). Bakteri akan berkurang atau bahkan habis, tidak dapat melakukan

multiplikasi atau berkembang biak, yang termasuk dalam kelompok ini adalah

penisilin, sealosporin, neomisin, antimikroba yang bersifat bakterostatisk tidak

boleh dikombinasiakan dengan antimikroba bakteriosida (Djide, 2008).

1. Prinsip Kerja Antibakteri

Suatu antibakteri memperlihatkan toksisitas selektif, dimana obat lebih

efektif toksik terhadap mikroorganismenya dibandingkan dengan sel hospes.

Hal ini dapat terjadi karena pengaruh obat yang selektif terhadap

mikroorganisme atau karena obat pada reaksi biokimia dalam parasit lebih

unggul dari pengaruhnya terhadap sel hospes, disamping itu juga struktur sel

mikroorganisme berbeda dengan sel manusia (hospes, inang) (Djide, 2008).

http://repository.unimus.ac.id

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

22

2. Mekanisme Kerja Antibakteri

a. Penghambat sintesis dinding sel

Antimikroba yang merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding

sel bakteri baik gram positif dan gram negatif, antibiotik yang berperan pada

proses menghambat sintesis dinding sel ini adalah semua obat 𝛽 −

𝑙𝑎𝑐𝑡𝑎𝑚. Langkah awal dari reaksi obat adalah ikatan obat pada reseptor sel

bakteri yaitu protein pengikat penisilin (Protein Binding Penicillin) (Jawetz et

al., 2005). Protein ini adalah enzim dalam membran sel bakteri yang terlibat

dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan

dinding sel bakteri, dan menghambat aktivitas enzim transpeptidase yang

membungkus ikatan silang polimer-polimer gula panjang yang membentuk

dinding sel bakteri sehingga dinding sel bakteri menjadi mudah rapuh dan lisis

(Pratiwi, 2008).

b. Hambat fungsi membran sel

Membran sel berperan sebagai barrier permeabilitas selektif yang bersifat

semipermeabel, mengendalikan transpor aktif dan mengontrol komposisi intenal

sel (Jawetz et al., 2005). Adanya gangguan dalam struktur membran sel

mengakibatkan makromolekul dan ion keluar dari sel sehingga menggangu

proses biosintesis dalam membran, hal ini mengakibatkan sel menjadi rusak

atau terjadi kematian (Pratiwi, 2008)

c. Hambat sintesis protein

Antibiotik yang menghambat sintesis protein aminoglikosida, erytomisin,

tetrasiklin, dan linkomisin. Kinerja dari antibiotik ini adalah dengan berikatan

http://repository.unimus.ac.id

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

23

reseptor protein spesifik pada subunit ribosom bakteri dan menghambat

aktivitas inisiasi kompleks sehingga pesan mRNA salah dibaca pada daerah

pengenalan ribosom. Kesalahan pembacaan ini menggakibatkan bakteri tidak

mampu memproduksi protein untuk pertumbuhannya (Jawetz et al., 2005).

d. Hambat sintesis asam nukleat

Hambat sintesis asam nukleat terjadi pada proses transkripsi dan replikasi

mikroorganisme. Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah golongan

kuinolon dan rimpafin. Rimpafisin menghambat sintesis RNA bakteri dengan

cara mengikat subunit 𝛽 −RNA polymerase bakteri sehingga menghambat

transkripsi mRNA (Pratiwi, 2008).

e. Antimetabolit

Menghambat reaksi metabolisme sel bakteri dengan menghasilkan inhibit

enzim competition. Beberapa kelompok utama bahan antibakteri kimiawi

adalah fenol dan persenyawaan fenolat (fenol, o-Kresol, m-Kresol, p-Kresol, o-

fenilfenol, heksilresorsinol dan heksaklorofen), alkohol (etil alkohol dan metil

alkohol), halogen dan persenyawaannya (iodium, gas klor, hipoklorit dan

kloramin), logam berat dan persenyawaannya (merkuri, perak tembaga,

mertiolat, merkurokrom dan metafen, deterjen (deterjen anionik dan kationik),

aldehid (glutaraldehid dan formaldelhid), kemosterilisator gas (Etilenoksid)

(Pelczar, 2008)

2.7 Uji Sensitivitas Antibakteri

Uji sensitivitas antibakteri merupakan metode untuk menentukan tingkat

kerentanan bakteri terhadap senyawa atau zat antibakteri dan untuk mengetahui

http://repository.unimus.ac.id

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

24

senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Uji sensitivitas antibakteri

dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran (dilusi) (Irianto,

2006).

2.7.1 Metode Difusi

1. Disk diffusion

Disk diffution adalah sebuah metode pengujian untuk menentukan aktivitas

agen antimiroba. Cakram kertas saring yang berisi agen antimikroba diletakkan

pada permukaan medium agar yang telah ditanami mikroorganisme pada

permukaannya. Area jernih yang terbentuk setelah inkubasi menunjukkan

adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada

permukaan medium agar. Zona hambatan yang terbentuk diukur untuk

menentukan apakah mikroorganisme uji sensitif atau resisten dengan cara

membandingkan dengan standar pada obat (Pratiwi, 2008).

2. E- test

E- test adalah suatu metode pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengetahui konsentrasi minimal suatu agen antimikroba dalam menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Metode ini menggunakan strip plastik yang

telah mengandung agen antimikroba dari kadar terrendah hingga kadar

tertinggi yang diletakkan pada permukaan medium agar yang telah ditanami

mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

3. Ditch- Plate Technique

Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan agen antimikroba pada

sumuran yang dibuat dengan cara memotong media dalam cawan petri pada

http://repository.unimus.ac.id

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

25

bagian tengahnya dan mikroba uji digoreskan kearah sumuran yang berisi agen

anti mikroba (Pratiwi, 2008).

4. Cup- Plate Technique

Metode ini hampir sama dengan metode disc diffusion. Metode ini

dilakukan dengan cara membuat sumuran pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme dan pada sumuran tersebut diberi agen antimikroba (Pratiwi,

2008).

5. Gradient- Plate Technique

Metode ini menggunakan agen antimikroba dengan konsentrasi bervariasi

yang ditambahkan pada media agar dan diletakkan dalam cawan petri dalam

posisi miring, lalu ditambahkan nutrisi kedua di atasnya dan diinkubasi agar

agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroorganisme

uji digoreskan pada media dan dihitung panjang total pertumbuhan

mikroorganisme maksimum yang dibandingkan dengan panjang pertumbuhan

hasil goresan (Pratiwi, 2008).

2.7.2 Metode Dilusi

Metode ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu dilusi cair dan diusi padat.

1. Dilusi cair

Metode ini dilakukan dengan cara membuat seri pengenceran dari agen

antimikroba dalam media cair lalu ditambahkan mikroba uji yang dilihat

pertumbuhan bakteri dari kekeruhan yang terjadi (Jawetz et.al, 2005). Prinsip

dari metode ini untuk mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar

Bunuh Minimum (KBM) dari agen antimikroba. Suatu larutan antimikroba

http://repository.unimus.ac.id

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

26

pada kadar terkecil yang terlihat jernih setelah penambahan mikroba uji

merupakan kadar hambat minimum dari agen antimikroba. Larutan yang telah

ditetapkan sebagai KHM ini kemudian dikultur lagi untuk mengetahui kadar

bunuh minimum. KBM ditetapkan jika dari larutan tersebut tidak menunjukkan

pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada media cair tanpa agen

antimikroba (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi padat

Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi

padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua kali zat antimikroba.

Medium akhirnya diinokulasi dengan bakteri yang diuji. Tujuan akhirnya

adalah mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan

untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji. Uji

kerentanan dilusi agar membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaannya

terbatas.

http://repository.unimus.ac.id

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

27

2.8 Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Teori

2.9 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabael Terikat

Gambar 4. Kerangka konsep

Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia, L)

Flavonoid : menggangu integritas membran sel bakteri

Tanin : mengerutkan dinding sel bakteri

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

Metode difusi sumuran

Diameter zona hambat

Ekstrak Etanol Buah Pare

dengan konsentrasi 20%, 40%,

60%, dan 80%

Menghambat pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

http://repository.unimus.ac.id

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureusrepository.unimus.ac.id/3147/4/10. BAB II.pdfb. Simplisia Hewani Berupa simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia

http://repository.unimus.ac.id

28

2.10 Hipotesis

Terdapat pengaruh ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia, L)

terhadap pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus.

http://repository.unimus.ac.id