bab ii revisi
DESCRIPTION
dvTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka1.1.1 Konsep dasar lansia
1. Pengertian
Menurut UU No.13 tahun 1998 dalam Maryam(2010)
mengatakan bahwa lanjut usia seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas.
Lanjut usia adalah seseorang yang mengalami
perubahan fisik, biologis, kejiwaan dan sosial(Fatimah, 2010)
Lanjut usia atau lansia merupakan individu yang berada
dalam tahapan usia late adulthood atau yang dimagsud
dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran usia
dimulai dari 60 tahun keatas (Santrock,2006 dalam Widyanto,
2014).
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
untuk mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Siti, 2009).
Secara umum proses menua di definisikan sebagai
perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik,
progresif, dan detrimental. Proses menua yang progresif
terjadi pada usia 60 tahun keatas.memasuki usia 70 tahun
keatas merupakan proses menua dengan resiko tinggi
keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat
bertahan hidup (Nugroho, 2014)
2. Batasan Umur Lansia
WHO dalam Siti (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa batasan umur
pada lansia antara yaitu anjut Usia (elderly) antara 60-75 tahun, lanjut usia tua
(old) antara 76-90 tahun dan lanjut usiatua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Depkes RI(2003) batasan lansia terbagi dalam empat kelompok
yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut
yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54
tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas
dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70
tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,
menderita penyakit berat, atau cacat.
3. Tipe Lansia
Lansia memiliki berbagai tipe yang dipengaruhi oleh karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial serta ekonomi.
Berikut beberapa tipe lansia, yaitu :
1) Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)
Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe lansia ini
senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih
tau diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat (Kuntjoro dalam
Azizah 2011).
2) Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak
diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun.
Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu
mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang dianggap baik, takut
mati dan iri hati dengan yang muda (Kuntjoro dalam Azizah 2011).
3) Tipe kepribadian defensive
Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol. Mereka
takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa pensiun (Kuntjoro
dalam Azizah 2011).
4) Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa
korban dari keadaan (Kuntjoro dalam Azizah 2011).
5) Tipe bingung
Pada lansia ini ditandai dengan lansia yang kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, ,minder, menyesal dan acuh tak
acuh (Widyanto,2014)
6) Tepe pemarah frustasi
Lanjut usia yang pemarah,tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan
tipe ini selalu mengekpresikan kepahitan hidupnya (Nugroho,2014)
4. Perubahan Pada Lansia
1) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial menurut Potter & Perry (2009)
meliputi :
(1) Pensiun
Masa pensiun merupakan tahap kehidupan yang
ditandai transisi dan perubahan peran. Terkadang
timbul masalah yang berkaitan dengan isolasi social
dan keuangan. Kehilangan peran kerja sering
memiliki dampak besar bagi orang yang telah
pensiun. Mereka juga kehilangan struktur pada
kehidupan harian saat mereka tidak lagi memiliki
jadwal kerja. Interaksi sosial dan juga interpersonal
yang terjadi pada pada lingkungan kerja juga sudah
hilang. Sebagai penyesuaian, lansia harus menyusun
jadwal yang bermakna dan jaringan sosial
pendukung.
(2) Rumah dan lingkungan
Jangkauan kemampuan lansia untuk hidup mandiri
sangat menentukan pilihan tempat tinggal.
Perubahan peran sosial, tanggung jawab keluarga
dan status kesehatan akan mempengaruhi susunan
hidup lansia. Tempat tinggal dan lingkungan memiliki
dampak besar bagi kesehatan. Lingkungan dapat
mendukung atau menghambat fungsi fisik dan sosial,
meningkatkan atau memperburuk perubahan fisik
sebagai contohnya yaitu pemberian warna terhadap
rumah yang terlihat mencolok dapat membantu
lansia mengenali ruangan dengan mudah dan juga
memeriksa perabotan rumah yang disesuaikan
dengan perubahan muskuloskeletal pada lansia.
(3) Seksualitas
Semua lansia, baik sehat maupun sakit, ,merasakan
kebutuhan untuk mengekpresikan perasaan seksual.
Seksualitas melibatkan cinta, kehangatan, kasih
sayang, saling berbagi dan sentuhan. Sentuhan
adalah ekspresi terbuka dengan banyak arti dan
merupakan merupakan bagian dari keintiman.
Seksualitas dihubungkan dengan identitas dan
mengakui anggapan bahwa individu mampu
memberi kepada orang lain dan dapat penghargaan
atas pemberiannya tersebut.
(4) Isolasi Sosial
Tingkat isolasi soaial meeningkat seiring usia. Isolasi terkadang
merupakan suatu pilihan, yaitu keinginan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain, isolasi juga dapat menjadi respon terhadap
kondisi yang menghambat interaksi dengan pihak lain. Lansia
terhadap isolasi bertambah jika tidak ada dukungan para dewasa
lain, seperti yang terjadi kehilangan peran kerja atau relokasi ke
lingkungan yang asing. Gangguan pendengaran, pengelihatan dan
mobilitas berperan terhadap menurunnya interaksi dengan orang
lain sehingga beresiko mengalami solasi sosial. Beberapa lansia
menarik diri karena merasa ditolak. Lansia merasa dirinya tidak
menarik dan ditolak karena perubahan bentuk tubuh akibat
penyakit atau operasi.
2) Perubahan Kognitif
(1)Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif
dan memori yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
Demensia merupakan bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan
beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga
terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
Demensia merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan
daya fikir, dan penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan
sehari-hari. Penyabab demensia karena obat-obatan,
emosi, tumor, infeksi, arterosklerosis, prnyakit
pick,dan penyakit alzaimer. kerusakan neuron pada alzaimer
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan
rusaknya ukuran otak. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah
menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secar biokomia,
produksi asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun.
Asetilkolin terutan terlibat dalam proses ingatan.
(Grayson,2004 dalam Yuli,2014)
(2)Delirium
Delirium atau keadaan bingung akut adalah kongnitif
yang reversible dan biasanya disebabkan oleh faktor
fisologis. Penyebabnya antara lain: tumor, infeksi
serebrovaskular, efek obat, gangguan elektrolit.
Delirium pada lansia terkadang disertai infeksi
sistemik. Delirium juga bisa disebabkan karena faktor
lingkungan seperti lingkungan yang asing, defisit
sensorik dan faktor psikososial seperti stress
emosional. Stress bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus
sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan
delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan
transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun
sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal
mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak
jadi terganggu. (Potter&Perry,2009).
(3)Depresi
Pada penghujung kehidupannya,lansia bisa
mengalami depresi, ini bukan merupakan proses
penuaan yang normal, penyakit medis yang dapat
ditangani.
Kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan
noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap
noradrenalin yang menentukan kondisi emosi depresi. Jika kadar
serotonin yang rendah dapat menyebabkan kadar noradrenalin
menjadi tidak normal yang dapat menyebabkan gangguan mood.
Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin rendah maka
menyebabkan depresi. Jika kadar serotonin rendah,noradrenalin
tinggi maka akan menyababkant erjadinya manik
(Potter&Perry,2009).
1.1.2 Depresi
1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggu fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertaan, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri
( Kap’an dan Sandock, 1998 dalam Yuli,2014)
Depresi adalah perasaan sedih, ketidak berdayaan, dan pesimis,
yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang
ditunjukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam ( Nugroho,
2014)
Depresi adalah suasana hati (afek) yang sedih atau
kehilangan minat atau kesenangan dalam semua aktifitas
selama sekurang-kurangnya dua minggu yang disertai
dengan beberapa gejala yang berhubungan, seperti
kehilangan berat badan dan kesulitan berkonsentrasi
(Idrus, 2007).
Sedangkan menurut Hawai (1996) dalam Yuli (2014)
mengatakan depresi merupakan bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai
dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup,
perasaan tidak berguna, dan putus asa.
2. Etiologi
Menurut Stuart dan Sundeen, (1998) dalam Yuli (2014) mengatakan faktor
penyebab depresi adalah:
1) Faktor Predisposisi (pendukung):
(1) Faktor genetic, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif
melalui riwayat keluarga dan keturunan.
(2) Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri
(3) Teori kehilangan objek, menunjukkan kepada perpisahan traumatika
individu dengan benda atau yang sangat berarti
(4) Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang
negative dan harga diri rendah mempengaruhi system keyakinan dan
penilaian seseorang terhadap stressor.
(5) Model kongnitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitifyang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
(6) Model ketidakberdayaan yang dipelajari, menunjukkan bahwa semata-
mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang
tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam
kehidupannya.
(7) Model perilaku, berkembang dari teori belajar social, yang mengasumsi
penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam
berinteraksi dengan lingkungan
(8) Model biologi, menguraikan kimia dalam tubuh yang terjadi selama
depresi, termasuk definisi katekolaim, disfungsi endokrin
2) Stressor pencetus
Ada 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan ( depresi ) menurut Stuart dan Sudeen,(1998) dalam Yuli,(2014)
yaitu :
(1) kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga
diri,karena elemen actual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan,
maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
(2) Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai
pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-
masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
(3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi
perkembangan depresi, terutama pada wanita
(4) Perubahan fidiologik diakibatkan oleh oba-obatan atau berbagai
penyakit fisik. Seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan
metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
Faktor-faktor yang menyebaban terjadinya depresi pada lanjut usia yang
tinggal dalam institusional seperti tinggal dipanti wredha (Endah dkk, 2003
dalam Yuli,2014) :
1) Faktor psikologis
Menurut Maramis (1995) dalam Yuli (2014) mengatakan pada lanjut usia
permasalahan yang menarik adalah kekurangan kemampuan dalam
beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadipada dirinya.
Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress
lingkungan sering menyebabkan depresi.
2) Faktor psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan
dukungan social mengakibatka penyesuaian diri yang negative pada lansia.
Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas,
pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan
mempertahankan kepuasan hidup sehingga mudah terjadi depresi pada
lansia.
Pekerjaan di waktu muda dulunya yang berkaitan dengan peran sosial dan
pekerjaannya yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal
di isntitusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasan dan
penghargaan diri (Rini, 2001 dalam Yuni,2014).
3) Faktor budaya
Perubahan sosial ekonomi dan nilai sosial masyarakat, mengakibatkan
kecenderungan lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan
perawatan dan banyak yang memilih untuk menaruhnya dipanti lansia
(Darmojo dan Martono, 2004 dalam Yuli,2014). Budaya industrialisasi
yang bersifat mandiri dan individualis menganggap lansia sebagai trouble
maker akan menjadi beban sehingga langkah penyelesaiannya dengan
menitipkan dipanti. Kebiasaan yang dilakukan di rumah dengan dipanti
berbeda, lansia sering melakukan aktivitasnya sesuai dengan keinginannya
seperti berbelanja, bermain dengan cucu dan lain-lain sementara lansia
ditaruh dipanti maka kegiatan yang sering dilakukan dirumah, dipanti
tidak bisa melakukannya, akibatnya bagi lansia memperburuk
psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.
2. Tanda dan Gejala depresi
Menurut Kelliat dalam Yuli (2014), tanda-tanda atau gejala depresi dapat
ditemukan pada :
1) Afektif
Kemarahan, ansietas,apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan , keputusan, kesepian, harga
diri rendah, kesedihan.
2) Fisiologi
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,
gangguan pencernaan, insomnia. Perubahan haid, makan
berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
3) Kognitif
Kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan
motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang
destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.
4) Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,
intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung,
kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik
diri.
Menurut PPDGJ-III Maslim(1997) dalam Yuli (2014), tingkatan depresi ada 3
berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :
1) Depresi Ringan
(1) Kehilangan minat dan kegembiraan.
(2) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
(3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
2) Depresi Sedang
(1) Kehilangan minat dan kegembiraan
(2) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
(3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
(5) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
3) Depresi Berat
(1) Mood depresif
(2) Kehilangan minat dan kegembiraan
(3) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
(4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
(5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
(8) Tidur terganggu
(9) Disertai waham, halusinasi
(10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.
3. Penatalaksanaan Depresi
Penatalaksanaan depresi menurut Agus dalam Setiawan
(2011) antara lain yaitu :
1) Terapi Fisik
Terapi fisik dapat meningkatkan kemampuan fungsional dari lansia
melalui latihan kekuatan dan keseimbangan. Latihan kekuatan membantu
mencegah menurunnya densitas tulang dan massa otot yang menyebabkan
kelemahan dan cacat fisik. Ketika latihan kekuatan otot dikombinasikan
dengan latihan keseimbangan, secara signifikan dapat mengurangi risiko
tinggi jatuh pada lansia.
2) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, diantaranya ada perubahan posisi
dari dominan menjadi dependen pada lanjut usia. Tujuan dari terapi
terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, merubah dan memperbaiki sikap atau struktur
dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
3) Terapi kognitif-perilaku
Bertujuan mengubah pola pikirpasien yang selalu negatif (persepsi diri
yang buruk, masa depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak
berguna lagi, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola piker yang netral
atau positif. Ternyata pasien lanjut usia dengan depresi dapat menerima
metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan
terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas, terapi kognitif-
perilaku bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
4) Terapi Seni
menurut Case dan Dalley dalam Mukhlis (2011), terapi seni merupakan
salah satu jenis dari berbagai jenis terapi ekspresif melibatkan individu
dalam aktivitas kreatif dalam bentuk penciptaan (karya atau produk) seni.
Holt dan Kaiser dalam Mukhlis (2011) mengatakan bahwa melalui
aktifitas seni tersebut individu diasumsikan mendapat media paling aman
untuk memfasilitasi komunikasi melalui eksplorasi pikiran, persepsi,
keyakinan, dan pengalaman, khususnya emosi.
4. Pengukuran Tingkat Depresi
Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai
dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus
dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat
dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.
Salah satu yang paling muadah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai
tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression
Scale (GDS). Alat ini terdiri dari 15 poin pertanyaan dibuat sebagai alat
penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana
yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak”. Skor 0-4 menunjukkan
tidak ada depresi, nilai 5-8 menunjukkan depresi ringan, skor 9-11 termasuk
depresi sedang, skor 12-15 menunjukkan depresi berat (Jason, 2010).
2.1.3 Terapy Clay
1. Pengertian
Clay adalah semacam bahan yang menyerupai lilin, lembut, mudah
dibentuk, dapat mengeras, mengering dengan sendirinya, dan bersifat anti
racun. Penggunaannya aman bagi siapapun, termasuk anak-anak. Clay
memiliki struktur yang sangat liat sehingga sangat mudah dibentuk
menjadi apapun. Hanya dengan mengeringkannya, maka clay yang sudah
dibentuk akan mengeras ( Monica, 2007).
Clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain
terbuat dari tanah liat, caly juga ada yang terbuat dari bermacam-macam
bahan yang nantinya bisa dibuat aneka bentuk (Eliyawati, 2005:64 dalam
Listiana, 2012)
Clay adalah bahan yang sering digunakan dalam terapi seni dan
psikoterapi. Banyak yang menganjurkan penggunaan clay sebagai alat
dalam proses terapi individu dan kelompok. Produk clay yang dikenal
dalam sejak jaman prasejarah yaitu dalam bentuk vas, pot, dan simbolis
tokoh-tokoh, termasuk juga tokoh-tokoh manusia (Sholt dan Gavron,
2006). Menurut Sholt dan Gavron (2006) tujuan terapi clay diantaranya :
1) Memfasilitasi ekspresi emosi
Clay digambarkan sebagai alat untuk memfasilitasi dan
memungkinkan dalam mengekspresikan perasaan. Dalam proses
pembuatan clay terdapat beberapa teknik yang dapat mengekspresikan
rasa marah, seperti menggaruk, menggenggam, menusuk, melempar,
dan sebagainya. Ekspresi dapat dilihat melalui komunikasi dan kontak
mata dalam pembuatan clay, kita bisa melihat klien mengekspresikan
perasaanya melalui clay tersebut.
2) Memfasilitasi katarsiss
Jorstad dan Anderson dalam Sholt dan Gavron (2006)
menggambarkan sebuah efek katarsis dari penggunaan clay dalam
psikoterapi. Intensitas keterlibatan emosional saat bekerja dengan clay
akan membangkitkan suatu respon afektif, seperti kenangan, pikiran,
dan fantasi.
3) Mengungkap kesadaran
Salah satu aspek dari efek katarsis adalah untuk membawa ide-ide,
perasaan, keinginan, dan kenangan dari masa lalu. Saat klien
menyentuh dan membentuknya terjadi komunikasi dari hasil yang
dibuatnya.
4) Memfasilitasi ekspresi yang kaya dan mendalam.
Clay bekerja sebagai alat komunikasi, clay dapat mengekspresikan
makna tentang kepemilikan, misteri, jebakan, kesempurnaan, dendam,
dan kebodohan.
5) Memfasilitasi komunikasi.
Jorstad (1965) melaporkan bahwa komunikasi verbal menjadi lebih
mudah, pengalaman dan wawasan meningkat dalam situasi terapi.
6) Konkretisasi dan simbolisasi
Konkretisasi mengacu pada proses di mana pikiran, perasaan, fantasi,
dan konflik yang diwujudkan dalam benda-benda konkret. Lowenfeld
dalam Henley dan David R (1991) menggambarkan penggunaan clay
sebagai sarana untuk mengembangkan kesadaran diri, citra diri, dan
konsep diri, dan sebagai sarana memperkuat hubungan antara diri
sendiri dan orang lain. Dalam terapi clay, sebuah format terstruktur
bekerja yang termasuk pembukaan, kerja, diskusi, dan penutupan.
Kegiatan terapi diadakan di sebuah ruangan yang cukup terang,
tenang, dan nyaman (Yaretzky, Abraham,Levinson dan Malca, 1996).
2. Jenis Clay
Adonan clay merupakan sejenis adonan menyerupai adonan keramik.
Clay yang telah dibentuk bisa mengeras dan bisa dimanfaatkan sebagai
hiasan sesuai kebutuhan (Indira, 2007). Ada beberapa jenis clay,
diantaranya adalah :
1) Lilin Malam ( color clay)
Lilin mainan fisiknya lentur dan halus, membuatnya mudah dibentuk
menjadi apa saja, sudah mempunyai warna dan tidak bias mengeras
(Stephani, 2010).
2) Paper clay
Paper clay dibuat dari campuran kertas yang direndam dalam air dan
lem. Clay ini biasanya berwarna putih dan harus diberi cat pabila ingin
menghasilkan clay yang berwarna-warni,dan dapat mengeras dengan
cara diangin-anginkan. Adapun paperclay merupakan clay yang
pengeringannya dilakukan di udara terbuka (Indira, 2007).
3) Plastisin Clay (Clay Tepung)
Plastisin clay dapat dibuat sendiri dengan menggunakan tepung
maizena, tapioka, tepung beras, dan benzoate yang dicampur lem putih
(Indira, 2006). Menurut Eliyawati dalam Listiana, (2012), Clay tepung
merupakan salah satu alat permainan edukatif (APE), Clay dapat
mengembangkan aspek perkembangan, mendorong aktivitas dan
kreatvitas.
4) Polymer Clay
Polymerclay merupakan clay yang sering digunakan untuk membuat
karakter. Polymerclay ini terdiri dari berbagai macam warna. Proses
pengeringan polymerclay harus dipanggang dalam oven atau dibakar
dalam pembakaran khusus (Indira, 2007).
5) Clay Asli (Tanah Liat)
Tanah liat dengan sifatnya yang mudah dibentuk, lunak dan elastis
banyak digunakan untuk barang-barang kerajinan. Mulai dari yang
kasar seperti tungku, sampai dengan yang halus, seperti guci hiasan
(Subarnas, 2007).
3. Teknik Dasar Membuat Kreasi Clay
Ada beberapa teknik dasar dalam pembuatan kreasi clay,
menurut Schubert (2009) ada sepuluh teknik dasar dalam
pembuatan clay diantaranya adalah:
1) Menggulung
Teknik ini digunakan untuk membuat bulatan
menggunakan kedua telapak tangan
2) Menggilas
Membentuk lembaran menggunakan kayu bulat atau
spidol. Ada dua macam teknik menggilas. Pertama
menggilas dengan ketebalan yang sesuai dengan
keinginan sendiri. Kedua, menggilas dengan pengukur
ketebalan.
3) Menekan
(1)Menekan dengan telunjuk. Letakkan malam diatas
meja lalu tekan dengan telunjuk.
(2)Menekan dengan telunjuk disertai tarikan.
Letakkan malam diatas mejadan tekan dengan jari
telunjuk kemudian terik kebawah.
(3)Menekan dengan telunjuk dan telapak tangan.
Letakkan malam ditengah telapak tangan,
kemudian tekan dengan jari telunjuk.
(4) Menekan dengan jempol. Letakkan malam diatas
meja atau jepit diantara jempol dan telunjuk,
kemudian tekan dengan jempol.
(5)Menekan dengan tumit telapak tangan. Letakkan
malam diatas mika atau meja kemudian tekan
dengan tumit telapak tangan
(6)Menekan dengan alat seperti pensil, tutup botol,
kancing, baut dan sisir. Letakkan malam diatas
mika atau meja, kemudian tekan menggunakan
alat dengan bantuan telaak tangan.
4) Meremas
Meremas-remas atau menekan dengan ujung jari
sampai menjadi bentuk yang diinginkan.
5) Melinting
Menggunakan beberapa jari tangan , telapak tangan,
atau alat untuk membuat lintingan panjang atau
bulatan.
6) Menggunting
Potong langsung malam dengan gunting atau
tempelkan lilin malam pada kain kasa , lalu gunting.
7) Memotong
Potong malam dengan alat ukir atau lembaran mika
menjadi bentuk yang diinginkan.
8) Mengukir
Ukir malam dengan alt ukir atau pensil.
9) Menyambung
Sambung langsung antar malam atau gunakan bantuan
tusuk gigi atau sedotan.
10) Menempel
Temple malam yang sudah atau belum dibentuk ke
tempat yang diinginkan
5. Pengaruh terapi clay terhadap penurunan tingkat deprresi
pada lansia
Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi
perubahan keadaan fi sik; selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan,
kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi
dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
gangguan mental. Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang
banyak dijumpai pada lansia akibat proses penuaan (Irawadi,2013)
Depresi menurut WHO dalam Irawadi(2013) merupakan suatu gangguan
mental umum yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan
atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau
tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah. Masalah ini dapat akut atau
kronik dan menyebabkan gangguan kemampuan individu untuk beraktivitas
sehari-hari. Pada kasus parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri.
Pemberian terapi clay pada lansia yang mengalami depresi akan dapat
mengetahui isi dari perasaan lansia tersebut seperti mengekspresikan perasaan,
mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui, dapat melihat yang
tidak terlihat, memahami sesuatu yang tidak dapat dipahami, meraba ekspresi
(Sholt,Gavron,2006).
2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang
dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep
memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dan pijakan
untuk melakukan penelitian ( Saryono, 2011).
Gambar 2.1Kerangka konsep penelitian Pengaruh Terapi clay terhadap penurunan tingkat
depresi pada lansia
Keterangan : : Variabel yang diteliti
Terapy Clay Jenis-Jenis Clay :1. Lilin malam/color clay (Stephani,2010).
Depresia. Depresi ringanb. Depresi sedangc. Depresi berat
PPDGJ-III (Maslim,1997) dalam
Yuli, 2014
Faktor yang mempengaruhi depresi dipanti
1) Faktor psikologis2) Faktor psikososial3) Faktor budaya
(Yuli, 2014)
Depresi pada lansia
2. Plastisine clay/Clay tepung(Indira, 2006).3. Clay asli/tanah liat (Subarnas,2007)4. Paper clay (Indira, 2007).
: Variabel yang tidak diteliti
: Alur konsep
2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Terapi Clay Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana
Seraya Denpasar 2015.