bab ii revisi

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ..1 Konsep dasar lansia 1.Pengertian Menurut UU No.13 tahun 1998 dalam Maryam(2010) mengatakan bahwa lanjut usia seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Lanjut usia adalah seseorang yang mengalami perubahan fisik, biologis, kejiwaan dan sosial(Fatimah, 2010) Lanjut usia atau lansia merupakan individu yang berada dalam tahapan usia late adulthood atau yang dimagsud dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran usia dimulai dari 60 tahun keatas (Santrock,2006 dalam Widyanto, 2014). Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri untuk mempertahankan fungsi normalnya sehingga

Upload: adisedana93

Post on 31-Jan-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dv

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka1.1.1 Konsep dasar lansia

1. Pengertian

Menurut UU No.13 tahun 1998 dalam Maryam(2010)

mengatakan bahwa lanjut usia seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun keatas.

Lanjut usia adalah seseorang yang mengalami

perubahan fisik, biologis, kejiwaan dan sosial(Fatimah, 2010)

Lanjut usia atau lansia merupakan individu yang berada

dalam tahapan usia late adulthood atau yang dimagsud

dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran usia

dimulai dari 60 tahun keatas (Santrock,2006 dalam Widyanto,

2014).

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri

untuk mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita (Siti, 2009).

Secara umum proses menua di definisikan sebagai

perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik,

progresif, dan detrimental. Proses menua yang progresif

Page 2: BAB II Revisi

terjadi pada usia 60 tahun keatas.memasuki usia 70 tahun

keatas merupakan proses menua dengan resiko tinggi

keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya

kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat

bertahan hidup (Nugroho, 2014)

2. Batasan Umur Lansia

WHO dalam Siti (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa batasan umur

pada lansia antara yaitu anjut Usia (elderly) antara 60-75 tahun, lanjut usia tua

(old) antara 76-90 tahun dan lanjut usiatua (very old) diatas 90 tahun

Menurut Depkes RI(2003) batasan lansia terbagi dalam empat kelompok

yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut

yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54

tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia

lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas

dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70

tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,

menderita penyakit berat, atau cacat.

3. Tipe Lansia

Lansia memiliki berbagai tipe yang dipengaruhi oleh karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial serta ekonomi.

Berikut beberapa tipe lansia, yaitu :

1) Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)

Page 3: BAB II Revisi

Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan

yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe lansia ini

senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih

tau diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat (Kuntjoro dalam

Azizah 2011).

2) Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak

puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak

diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun.

Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu

mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang dianggap baik, takut

mati dan iri hati dengan yang muda (Kuntjoro dalam Azizah 2011).

3) Tipe kepribadian defensive

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol. Mereka

takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa pensiun (Kuntjoro

dalam Azizah 2011).

4) Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya

sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah

dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa

korban dari keadaan (Kuntjoro dalam Azizah 2011).

Page 4: BAB II Revisi

5) Tipe bingung

Pada lansia ini ditandai dengan lansia yang kaget, kehilangan

kepribadian, mengasingkan diri, ,minder, menyesal dan acuh tak

acuh (Widyanto,2014)

6) Tepe pemarah frustasi

Lanjut usia yang pemarah,tidak sabar, mudah tersinggung, selalu

menyalahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan

tipe ini selalu mengekpresikan kepahitan hidupnya (Nugroho,2014)

4. Perubahan Pada Lansia

1) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial menurut Potter & Perry (2009)

meliputi :

(1) Pensiun

Masa pensiun merupakan tahap kehidupan yang

ditandai transisi dan perubahan peran. Terkadang

timbul masalah yang berkaitan dengan isolasi social

dan keuangan. Kehilangan peran kerja sering

memiliki dampak besar bagi orang yang telah

pensiun. Mereka juga kehilangan struktur pada

kehidupan harian saat mereka tidak lagi memiliki

jadwal kerja. Interaksi sosial dan juga interpersonal

yang terjadi pada pada lingkungan kerja juga sudah

hilang. Sebagai penyesuaian, lansia harus menyusun

Page 5: BAB II Revisi

jadwal yang bermakna dan jaringan sosial

pendukung.

(2) Rumah dan lingkungan

Jangkauan kemampuan lansia untuk hidup mandiri

sangat menentukan pilihan tempat tinggal.

Perubahan peran sosial, tanggung jawab keluarga

dan status kesehatan akan mempengaruhi susunan

hidup lansia. Tempat tinggal dan lingkungan memiliki

dampak besar bagi kesehatan. Lingkungan dapat

mendukung atau menghambat fungsi fisik dan sosial,

meningkatkan atau memperburuk perubahan fisik

sebagai contohnya yaitu pemberian warna terhadap

rumah yang terlihat mencolok dapat membantu

lansia mengenali ruangan dengan mudah dan juga

memeriksa perabotan rumah yang disesuaikan

dengan perubahan muskuloskeletal pada lansia.

(3) Seksualitas

Semua lansia, baik sehat maupun sakit, ,merasakan

kebutuhan untuk mengekpresikan perasaan seksual.

Seksualitas melibatkan cinta, kehangatan, kasih

sayang, saling berbagi dan sentuhan. Sentuhan

adalah ekspresi terbuka dengan banyak arti dan

merupakan merupakan bagian dari keintiman.

Page 6: BAB II Revisi

Seksualitas dihubungkan dengan identitas dan

mengakui anggapan bahwa individu mampu

memberi kepada orang lain dan dapat penghargaan

atas pemberiannya tersebut.

(4) Isolasi Sosial

Tingkat isolasi soaial meeningkat seiring usia. Isolasi terkadang

merupakan suatu pilihan, yaitu keinginan untuk tidak berhubungan

dengan orang lain, isolasi juga dapat menjadi respon terhadap

kondisi yang menghambat interaksi dengan pihak lain. Lansia

terhadap isolasi bertambah jika tidak ada dukungan para dewasa

lain, seperti yang terjadi kehilangan peran kerja atau relokasi ke

lingkungan yang asing. Gangguan pendengaran, pengelihatan dan

mobilitas berperan terhadap menurunnya interaksi dengan orang

lain sehingga beresiko mengalami solasi sosial. Beberapa lansia

menarik diri karena merasa ditolak. Lansia merasa dirinya tidak

menarik dan ditolak karena perubahan bentuk tubuh akibat

penyakit atau operasi.

2) Perubahan Kognitif

(1)Demensia

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif

dan memori yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari.

Demensia merupakan bukanlah sekedar penyakit

biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan

Page 7: BAB II Revisi

beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga

terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.

Demensia merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan

daya fikir, dan penurunan kemampuan tersebut

menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan

sehari-hari. Penyabab demensia karena obat-obatan,

emosi, tumor, infeksi, arterosklerosis, prnyakit

pick,dan penyakit alzaimer. kerusakan neuron pada alzaimer

terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan

rusaknya ukuran otak. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah

menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secar biokomia,

produksi asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun.

Asetilkolin terutan terlibat dalam proses ingatan.

(Grayson,2004 dalam Yuli,2014)

(2)Delirium

Delirium atau keadaan bingung akut adalah kongnitif

yang reversible dan biasanya disebabkan oleh faktor

fisologis. Penyebabnya antara lain: tumor, infeksi

serebrovaskular, efek obat, gangguan elektrolit.

Delirium pada lansia terkadang disertai infeksi

sistemik. Delirium juga bisa disebabkan karena faktor

lingkungan seperti lingkungan yang asing, defisit

Page 8: BAB II Revisi

sensorik dan faktor psikososial seperti stress

emosional. Stress bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus

sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan

delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan

transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun

sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal

mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak

jadi terganggu. (Potter&Perry,2009).

(3)Depresi

Pada penghujung kehidupannya,lansia bisa

mengalami depresi, ini bukan merupakan proses

penuaan yang normal, penyakit medis yang dapat

ditangani.

Kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan

noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap

noradrenalin yang menentukan kondisi emosi depresi. Jika kadar

serotonin yang rendah dapat menyebabkan kadar noradrenalin

menjadi tidak normal yang dapat menyebabkan gangguan mood.

Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin rendah maka

menyebabkan depresi. Jika kadar serotonin rendah,noradrenalin

tinggi maka akan menyababkant erjadinya manik

(Potter&Perry,2009).

1.1.2 Depresi

Page 9: BAB II Revisi

1. Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggu fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertaan, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri

( Kap’an dan Sandock, 1998 dalam Yuli,2014)

Depresi adalah perasaan sedih, ketidak berdayaan, dan pesimis,

yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang

ditunjukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam ( Nugroho,

2014)

Depresi adalah suasana hati (afek) yang sedih atau

kehilangan minat atau kesenangan dalam semua aktifitas

selama sekurang-kurangnya dua minggu yang disertai

dengan beberapa gejala yang berhubungan, seperti

kehilangan berat badan dan kesulitan berkonsentrasi

(Idrus, 2007).

Sedangkan menurut Hawai (1996) dalam Yuli (2014)

mengatakan depresi merupakan bentuk gangguan

kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai

dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup,

perasaan tidak berguna, dan putus asa.

2. Etiologi

Page 10: BAB II Revisi

Menurut Stuart dan Sundeen, (1998) dalam Yuli (2014) mengatakan faktor

penyebab depresi adalah:

1) Faktor Predisposisi (pendukung):

(1) Faktor genetic, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif

melalui riwayat keluarga dan keturunan.

(2) Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi

karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri

(3) Teori kehilangan objek, menunjukkan kepada perpisahan traumatika

individu dengan benda atau yang sangat berarti

(4) Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang

negative dan harga diri rendah mempengaruhi system keyakinan dan

penilaian seseorang terhadap stressor.

(5) Model kongnitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah

kognitifyang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri

seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.

(6) Model ketidakberdayaan yang dipelajari, menunjukkan bahwa semata-

mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang

tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam

kehidupannya.

(7) Model perilaku, berkembang dari teori belajar social, yang mengasumsi

penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam

berinteraksi dengan lingkungan

Page 11: BAB II Revisi

(8) Model biologi, menguraikan kimia dalam tubuh yang terjadi selama

depresi, termasuk definisi katekolaim, disfungsi endokrin

2) Stressor pencetus

Ada 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam

perasaan ( depresi ) menurut Stuart dan Sudeen,(1998) dalam Yuli,(2014)

yaitu :

(1) kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk

kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga

diri,karena elemen actual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan,

maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.

(2) Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai

pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-

masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan

masalah.

(3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita

(4) Perubahan fidiologik diakibatkan oleh oba-obatan atau berbagai

penyakit fisik. Seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan

metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.

Faktor-faktor yang menyebaban terjadinya depresi pada lanjut usia yang

tinggal dalam institusional seperti tinggal dipanti wredha (Endah dkk, 2003

dalam Yuli,2014) :

Page 12: BAB II Revisi

1) Faktor psikologis

Menurut Maramis (1995) dalam Yuli (2014) mengatakan pada lanjut usia

permasalahan yang menarik adalah kekurangan kemampuan dalam

beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadipada dirinya.

Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress

lingkungan sering menyebabkan depresi.

2) Faktor psikososial

Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan

dukungan social mengakibatka penyesuaian diri yang negative pada lansia.

Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas,

pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social

yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan

mempertahankan kepuasan hidup sehingga mudah terjadi depresi pada

lansia.

Pekerjaan di waktu muda dulunya yang berkaitan dengan peran sosial dan

pekerjaannya yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal

di isntitusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasan dan

penghargaan diri (Rini, 2001 dalam Yuni,2014).

3) Faktor budaya

Perubahan sosial ekonomi dan nilai sosial masyarakat, mengakibatkan

kecenderungan lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan

perawatan dan banyak yang memilih untuk menaruhnya dipanti lansia

(Darmojo dan Martono, 2004 dalam Yuli,2014). Budaya industrialisasi

Page 13: BAB II Revisi

yang bersifat mandiri dan individualis menganggap lansia sebagai trouble

maker akan menjadi beban sehingga langkah penyelesaiannya dengan

menitipkan dipanti. Kebiasaan yang dilakukan di rumah dengan dipanti

berbeda, lansia sering melakukan aktivitasnya sesuai dengan keinginannya

seperti berbelanja, bermain dengan cucu dan lain-lain sementara lansia

ditaruh dipanti maka kegiatan yang sering dilakukan dirumah, dipanti

tidak bisa melakukannya, akibatnya bagi lansia memperburuk

psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.

2. Tanda dan Gejala depresi

Menurut Kelliat dalam Yuli (2014), tanda-tanda atau gejala depresi dapat

ditemukan pada :

1) Afektif

Kemarahan, ansietas,apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,

kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan , keputusan, kesepian, harga

diri rendah, kesedihan.

2) Fisiologi

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,

gangguan pencernaan, insomnia. Perubahan haid, makan

berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.

3) Kognitif

Kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan

motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang

destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.

Page 14: BAB II Revisi

4) Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,

intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung,

kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik

diri.

Menurut PPDGJ-III Maslim(1997) dalam Yuli (2014), tingkatan depresi ada 3

berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :

1) Depresi Ringan

(1) Kehilangan minat dan kegembiraan.

(2) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

(3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.

(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.

2) Depresi Sedang

(1) Kehilangan minat dan kegembiraan

(2) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas

(3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

(5) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Page 15: BAB II Revisi

3) Depresi Berat

(1) Mood depresif

(2) Kehilangan minat dan kegembiraan

(3) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas

(4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

(5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

(6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

(7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

(8) Tidur terganggu

(9) Disertai waham, halusinasi

(10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.

3. Penatalaksanaan Depresi

Penatalaksanaan depresi menurut Agus dalam Setiawan

(2011) antara lain yaitu :

1) Terapi Fisik

Terapi fisik dapat meningkatkan kemampuan fungsional dari lansia

melalui latihan kekuatan dan keseimbangan. Latihan kekuatan membantu

mencegah menurunnya densitas tulang dan massa otot yang menyebabkan

kelemahan dan cacat fisik. Ketika latihan kekuatan otot dikombinasikan

dengan latihan keseimbangan, secara signifikan dapat mengurangi risiko

tinggi jatuh pada lansia.

Page 16: BAB II Revisi

2) Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan depresi,

sehingga dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat penting. Proses

penuaan mengubah dinamika keluarga, diantaranya ada perubahan posisi

dari dominan menjadi dependen pada lanjut usia. Tujuan dari terapi

terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan

frustasi dan putus asa, merubah dan memperbaiki sikap atau struktur

dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.

3) Terapi kognitif-perilaku

Bertujuan mengubah pola pikirpasien yang selalu negatif (persepsi diri

yang buruk, masa depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak

berguna lagi, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola piker yang netral

atau positif. Ternyata pasien lanjut usia dengan depresi dapat menerima

metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan

terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas, terapi kognitif-

perilaku bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.

4) Terapi Seni

menurut Case dan Dalley dalam Mukhlis (2011), terapi seni merupakan

salah satu jenis dari berbagai jenis terapi ekspresif melibatkan individu

dalam aktivitas kreatif dalam bentuk penciptaan (karya atau produk) seni.

Holt dan Kaiser dalam Mukhlis (2011) mengatakan bahwa melalui

aktifitas seni tersebut individu diasumsikan mendapat media paling aman

Page 17: BAB II Revisi

untuk memfasilitasi komunikasi melalui eksplorasi pikiran, persepsi,

keyakinan, dan pengalaman, khususnya emosi.

4. Pengukuran Tingkat Depresi

Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap

lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai

dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus

dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat

dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.

Salah satu yang paling muadah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai

tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression

Scale (GDS). Alat ini terdiri dari 15 poin pertanyaan dibuat sebagai alat

penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana

yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak”. Skor 0-4 menunjukkan

tidak ada depresi, nilai 5-8 menunjukkan depresi ringan, skor 9-11 termasuk

depresi sedang, skor 12-15 menunjukkan depresi berat (Jason, 2010).

2.1.3 Terapy Clay

1. Pengertian

Clay adalah semacam bahan yang menyerupai lilin, lembut, mudah

dibentuk, dapat mengeras, mengering dengan sendirinya, dan bersifat anti

racun. Penggunaannya aman bagi siapapun, termasuk anak-anak. Clay

memiliki struktur yang sangat liat sehingga sangat mudah dibentuk

menjadi apapun. Hanya dengan mengeringkannya, maka clay yang sudah

dibentuk akan mengeras ( Monica, 2007).

Page 18: BAB II Revisi

Clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain

terbuat dari tanah liat, caly juga ada yang terbuat dari bermacam-macam

bahan yang nantinya bisa dibuat aneka bentuk (Eliyawati, 2005:64 dalam

Listiana, 2012)

Clay adalah bahan yang sering digunakan dalam terapi seni dan

psikoterapi. Banyak yang menganjurkan penggunaan clay sebagai alat

dalam proses terapi individu dan kelompok. Produk clay yang dikenal

dalam sejak jaman prasejarah yaitu dalam bentuk vas, pot, dan simbolis

tokoh-tokoh, termasuk juga tokoh-tokoh manusia (Sholt dan Gavron,

2006). Menurut Sholt dan Gavron (2006) tujuan terapi clay diantaranya :

1) Memfasilitasi ekspresi emosi

Clay digambarkan sebagai alat untuk memfasilitasi dan

memungkinkan dalam mengekspresikan perasaan. Dalam proses

pembuatan clay terdapat beberapa teknik yang dapat mengekspresikan

rasa marah, seperti menggaruk, menggenggam, menusuk, melempar,

dan sebagainya. Ekspresi dapat dilihat melalui komunikasi dan kontak

mata dalam pembuatan clay, kita bisa melihat klien mengekspresikan

perasaanya melalui clay tersebut.

2) Memfasilitasi katarsiss

Jorstad dan Anderson dalam Sholt dan Gavron (2006)

menggambarkan sebuah efek katarsis dari penggunaan clay dalam

psikoterapi. Intensitas keterlibatan emosional saat bekerja dengan clay

Page 19: BAB II Revisi

akan membangkitkan suatu respon afektif, seperti kenangan, pikiran,

dan fantasi.

3) Mengungkap kesadaran

Salah satu aspek dari efek katarsis adalah untuk membawa ide-ide,

perasaan, keinginan, dan kenangan dari masa lalu. Saat klien

menyentuh dan membentuknya terjadi komunikasi dari hasil yang

dibuatnya.

4) Memfasilitasi ekspresi yang kaya dan mendalam.

Clay bekerja sebagai alat komunikasi, clay dapat mengekspresikan

makna tentang kepemilikan, misteri, jebakan, kesempurnaan, dendam,

dan kebodohan.

5) Memfasilitasi komunikasi.

Jorstad (1965) melaporkan bahwa komunikasi verbal menjadi lebih

mudah, pengalaman dan wawasan meningkat dalam situasi terapi.

6) Konkretisasi dan simbolisasi

Konkretisasi mengacu pada proses di mana pikiran, perasaan, fantasi,

dan konflik yang diwujudkan dalam benda-benda konkret. Lowenfeld

dalam Henley dan David R (1991) menggambarkan penggunaan clay

sebagai sarana untuk mengembangkan kesadaran diri, citra diri, dan

konsep diri, dan sebagai sarana memperkuat hubungan antara diri

sendiri dan orang lain. Dalam terapi clay, sebuah format terstruktur

bekerja yang termasuk pembukaan, kerja, diskusi, dan penutupan.

Page 20: BAB II Revisi

Kegiatan terapi diadakan di sebuah ruangan yang cukup terang,

tenang, dan nyaman (Yaretzky, Abraham,Levinson dan Malca, 1996).

2. Jenis Clay

Adonan clay merupakan sejenis adonan menyerupai adonan keramik.

Clay yang telah dibentuk bisa mengeras dan bisa dimanfaatkan sebagai

hiasan sesuai kebutuhan (Indira, 2007). Ada beberapa jenis clay,

diantaranya adalah :

1) Lilin Malam ( color clay)

Lilin mainan fisiknya lentur dan halus, membuatnya mudah dibentuk

menjadi apa saja, sudah mempunyai warna dan tidak bias mengeras

(Stephani, 2010).

2) Paper clay

Paper clay dibuat dari campuran kertas yang direndam dalam air dan

lem. Clay ini biasanya berwarna putih dan harus diberi cat pabila ingin

menghasilkan clay yang berwarna-warni,dan dapat mengeras dengan

cara diangin-anginkan. Adapun paperclay merupakan clay yang

pengeringannya dilakukan di udara terbuka (Indira, 2007).

3) Plastisin Clay (Clay Tepung)

Plastisin clay dapat dibuat sendiri dengan menggunakan tepung

maizena, tapioka, tepung beras, dan benzoate yang dicampur lem putih

(Indira, 2006). Menurut Eliyawati dalam Listiana, (2012), Clay tepung

merupakan salah satu alat permainan edukatif (APE), Clay dapat

Page 21: BAB II Revisi

mengembangkan aspek perkembangan, mendorong aktivitas dan

kreatvitas.

4) Polymer Clay

Polymerclay merupakan clay yang sering digunakan untuk membuat

karakter. Polymerclay ini terdiri dari berbagai macam warna. Proses

pengeringan polymerclay harus dipanggang dalam oven atau dibakar

dalam pembakaran khusus (Indira, 2007).

5) Clay Asli (Tanah Liat)

Tanah liat dengan sifatnya yang mudah dibentuk, lunak dan elastis

banyak digunakan untuk barang-barang kerajinan. Mulai dari yang

kasar seperti tungku, sampai dengan yang halus, seperti guci hiasan

(Subarnas, 2007).

3. Teknik Dasar Membuat Kreasi Clay

Ada beberapa teknik dasar dalam pembuatan kreasi clay,

menurut Schubert (2009) ada sepuluh teknik dasar dalam

pembuatan clay diantaranya adalah:

1) Menggulung

Teknik ini digunakan untuk membuat bulatan

menggunakan kedua telapak tangan

2) Menggilas

Membentuk lembaran menggunakan kayu bulat atau

spidol. Ada dua macam teknik menggilas. Pertama

Page 22: BAB II Revisi

menggilas dengan ketebalan yang sesuai dengan

keinginan sendiri. Kedua, menggilas dengan pengukur

ketebalan.

3) Menekan

(1)Menekan dengan telunjuk. Letakkan malam diatas

meja lalu tekan dengan telunjuk.

(2)Menekan dengan telunjuk disertai tarikan.

Letakkan malam diatas mejadan tekan dengan jari

telunjuk kemudian terik kebawah.

(3)Menekan dengan telunjuk dan telapak tangan.

Letakkan malam ditengah telapak tangan,

kemudian tekan dengan jari telunjuk.

(4) Menekan dengan jempol. Letakkan malam diatas

meja atau jepit diantara jempol dan telunjuk,

kemudian tekan dengan jempol.

(5)Menekan dengan tumit telapak tangan. Letakkan

malam diatas mika atau meja kemudian tekan

dengan tumit telapak tangan

(6)Menekan dengan alat seperti pensil, tutup botol,

kancing, baut dan sisir. Letakkan malam diatas

mika atau meja, kemudian tekan menggunakan

alat dengan bantuan telaak tangan.

4) Meremas

Page 23: BAB II Revisi

Meremas-remas atau menekan dengan ujung jari

sampai menjadi bentuk yang diinginkan.

5) Melinting

Menggunakan beberapa jari tangan , telapak tangan,

atau alat untuk membuat lintingan panjang atau

bulatan.

6) Menggunting

Potong langsung malam dengan gunting atau

tempelkan lilin malam pada kain kasa , lalu gunting.

7) Memotong

Potong malam dengan alat ukir atau lembaran mika

menjadi bentuk yang diinginkan.

8) Mengukir

Ukir malam dengan alt ukir atau pensil.

9) Menyambung

Sambung langsung antar malam atau gunakan bantuan

tusuk gigi atau sedotan.

10) Menempel

Temple malam yang sudah atau belum dibentuk ke

tempat yang diinginkan

Page 24: BAB II Revisi

5. Pengaruh terapi clay terhadap penurunan tingkat deprresi

pada lansia

Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi

perubahan keadaan fi sik; selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan,

kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi

dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu terjadinya

gangguan mental. Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang

banyak dijumpai pada lansia akibat proses penuaan (Irawadi,2013)

Depresi menurut WHO dalam Irawadi(2013) merupakan suatu gangguan

mental umum yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan

atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau

tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah. Masalah ini dapat akut atau

kronik dan menyebabkan gangguan kemampuan individu untuk beraktivitas

sehari-hari. Pada kasus parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri.

Pemberian terapi clay pada lansia yang mengalami depresi akan dapat

mengetahui isi dari perasaan lansia tersebut seperti mengekspresikan perasaan,

mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui, dapat melihat yang

tidak terlihat, memahami sesuatu yang tidak dapat dipahami, meraba ekspresi

(Sholt,Gavron,2006).

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang

dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep

Page 25: BAB II Revisi

memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dan pijakan

untuk melakukan penelitian ( Saryono, 2011).

Gambar 2.1Kerangka konsep penelitian Pengaruh Terapi clay terhadap penurunan tingkat

depresi pada lansia

Keterangan : : Variabel yang diteliti

Terapy Clay Jenis-Jenis Clay :1. Lilin malam/color clay (Stephani,2010).

Depresia. Depresi ringanb. Depresi sedangc. Depresi berat

PPDGJ-III (Maslim,1997) dalam

Yuli, 2014

Faktor yang mempengaruhi depresi dipanti

1) Faktor psikologis2) Faktor psikososial3) Faktor budaya

(Yuli, 2014)

Depresi pada lansia

2. Plastisine clay/Clay tepung(Indira, 2006).3. Clay asli/tanah liat (Subarnas,2007)4. Paper clay (Indira, 2007).

Page 26: BAB II Revisi

: Variabel yang tidak diteliti

: Alur konsep

2.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Terapi Clay Terhadap

Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana

Seraya Denpasar 2015.