bab ii problematika penanganan penyeludupan ... ii.pdf1961, (b) konvensi tentang zat psikotropika...

33
42 BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN NARKOBA DI INDONESIA Pada bab ini akan di jelaskan mengenai kejahatan narkoba sebagai suatu kejahatan transnational crime, dan bagaimana dinamika permasalahan narkoba yang sering kali terjadi di Indonesia, serta juga akan menjelaskan apa saja upaya- upaya pemerintah dalam menghadapi penyeludupan narkoba di Indonesia,baik upaya yang dilakukan di dalam negeri maupun upaya yang dilakukan di luar negeri, karena sampai dengan saat ini permasalahan narkoba masih belum bisa terselesaikan secara maksimal. 2.1 Narkoba Sebagai Kejahatan Transnasional Merujuk pada definisi umum PBB yang menyatakan bahwa kejahatan narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional yang dimana proses kejahatannya melewati batas-batas teritorial suatu negara, 44 berdasarkan pada kenyataan bahwa kejahatan narkoba ialah suatu kejahatan yang berbahaya dan bersifat transnasional maka pada tingkat globab menyepakati tiga konvensi tentang pengendalian narkoba, yaitu (a). Konvensi tunggal tentang obat narkoba tahun 1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized crime as a security threat and security theories” dalam western Balkans security observer, no 13 tahun 2009 (Belgradi: carl Schmitt and Copenhagen school of security studies, 2009) hal 42 atau dikases dalam https://www.academia.edu/29255897/TRANSNATIONAL_ORGANIZED_CRIME.docx. (10/01/2020, 12:00 WIB)

Upload: others

Post on 17-Aug-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

42

BAB II

PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN NARKOBA DI

INDONESIA

Pada bab ini akan di jelaskan mengenai kejahatan narkoba sebagai suatu

kejahatan transnational crime, dan bagaimana dinamika permasalahan narkoba

yang sering kali terjadi di Indonesia, serta juga akan menjelaskan apa saja upaya-

upaya pemerintah dalam menghadapi penyeludupan narkoba di Indonesia,baik

upaya yang dilakukan di dalam negeri maupun upaya yang dilakukan di luar negeri,

karena sampai dengan saat ini permasalahan narkoba masih belum bisa

terselesaikan secara maksimal.

2.1 Narkoba Sebagai Kejahatan Transnasional

Merujuk pada definisi umum PBB yang menyatakan bahwa kejahatan

narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional yang dimana proses

kejahatannya melewati batas-batas teritorial suatu negara,44 berdasarkan pada

kenyataan bahwa kejahatan narkoba ialah suatu kejahatan yang berbahaya dan

bersifat transnasional maka pada tingkat globab menyepakati tiga konvensi tentang

pengendalian narkoba, yaitu (a). Konvensi tunggal tentang obat narkoba tahun

1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi

44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized crime as a security threat and security

theories” dalam western Balkans security observer, no 13 tahun 2009 (Belgradi: carl Schmitt and

Copenhagen school of security studies, 2009) hal 42 atau dikases dalam

https://www.academia.edu/29255897/TRANSNATIONAL_ORGANIZED_CRIME.docx.

(10/01/2020, 12:00 WIB)

Page 2: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

43

Perserikatan Bangsa-bangsa tentang lintas gelap narkotika dan zat psikotropika

1988.45

Dari adanya fenomena kejahatan transnasional secara tidak langsung

mengacu pada arus globalisasi dan kemajuan dari adanya suatu teknologi yang

membuat peningkatan cukup besar pada kejahatan transnasional. adanya

peningkatan angka perdagangan narkoba membuka secara luas peluang dari

transaksi illegal, sehingga tidak dapat dikontrol dan mengakibatkan ancaman bagi

sebuah negara. Kejahatan yang semakin terorganisir ini membuat upaya

pencegahan dan pemberantasan semakin sulit untuk dilakukan diakibatkan

perdagangan narkoba yang sudah membentang diseluruh penjuru dunia.46

Berdasarkan konvensi tunggal 1961 dimana hal ini merupakan suatu

kebijakan supresi tegas terhadap penyalahgunaan dan penyeludupan narkoba,

sehingga menekan setiap negara untuk mengkriminalisasikan para pelalu tindak

kejahatan penyalahgunaan dan penyeludupan narkoba. Dalam konvensi ini juga

mengatur tentang daftar-daftar narkotika yang termasuk dalam kategori

pengawasan Internasional, yang dimana dalam hal ini setiap negara berhak

melaporkan apabila menggunakan bahan-bahan narkotika kepada Dewan

Pengawasan Narkotika Internasional (INCB-International Narcotics Control

Board).47 Akan tetapi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 belumlah mengatur

45 V.L Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: tantangan Indonesia dalam penanggulangan

penyalahgunaan narkoba, diakses dalam

http://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/3944/4129. (10/01/2020, 12:00 WIB) 46 A. Fadillah, Kejahatan perdagangan narkoba (Drugs Trafficking) Global (studi kasusu di

Indonesia), Academia Edu, Hal 3 (10/01/2020, 12:10 WIB) 47 Ibid

Page 3: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

44

tentang perawatan bagi siapa saja yang sudah menggunakan narkotika. Sementara

Konvensi tentang Zat Psikotropika 1971 sudah mulai membahas perihal pentingnya

perawatan berupa Rehabilitasi dan sudah mulai mempelopori kebijakan pelarangan

penyalahgunaan psikotropika yang kemudian menghasilkan list daftar psikotropika

kedalam empat golongan termasuk dalam pengawasan Internasional.48 Dalam

konvensi inipun sebenarnya sudah mulai muncul perihal pengecualian hukuman

bagi penyalahgunaan narkotika, yaitu dengan mengganti hukuman penjara menjadi

perawatan rehabilitasi, adanya pendidikan, aftercare maupun reintegrasi sosial.

Sejak tahun 1972 telah dilakukan amandemen terhadap Single Convention

Narcotics Drugs 1961 Geneva dengan protocol 1972 yang menghimbau perlu

adanya perawatan dan rehabilitasi terhadap siapun yang merasa dirinya pecandu

narkoba. Selain itu juga ada penambahan pasal tentang perawatan, pendidikan,

aftercare sehingga hal ini nantinya yang mengganti hukuman para pecandu

narkoba.49

Sementara pada the UN Conventions against Illicit Traffic in Narcotics

Drugs and Psychotropic Substances of 1998 menekankan tahapan-tahapan secara

menyeluruh agar bisa melawan peredaran atau penyeludupan gelap narkotika yang

dilakukan oleh organisasi kriminal salah satunya pencucian uang dan pengawasan

prekusor. Pada intinya pembuatan regulasi dan peraturan tentang pencegahan dan

penyalahgunaan narkotika di Indonesia tidaklah terlepas dari rasa semangat gerakan

48 Ibid 49 Ibid hal 27

Page 4: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

45

global yang anti narkoba sehingga mengacu pada berbagai produk konvensi sosial

masyarakat Internasional.50

Perdagangan narkoba di kanca Internasional sejatinya sudah tersebar ke

berbagai belahan dunia, sebagai imbas dari adanya keringanan dalam berinterkasi

satu sama lain. Hasil riset yang dilakukan oleh Bovin memperlihatkan bahwa

struktur Internasional sangat mempengaruhi jaringan perdagangan narkoba

internasional.51 Struktur dari bisnis ekonomi dunia pun sudah menciptakan kelas-

kelas negara yang di kategorikan sebagai perspektif sistem dunia (world system)

sebagai negara inti maupun negara periferi. Yang dimaksud negara inti ialah negara

yang sudah jauh lebih maju sedangkan negara periferi ialah negara yang masih

dalam tahap berkembang.52 Dalam hal ini, negara berkembang selalu mampu

menduduki posisi paling bawah ketimbang negara maju, hal ini disebabkan karena

negara berkembang sangat banyak memiliki keterbatasan. Negara berkembang

berusaha menciptakan komoditas yang dapat dijual dengan harga tinggi, akan tetapi

dengan memiliki biaya produksi yang rendah. Hal ini dilakukan oleh negara

berkembang agar mampu mengimbangi suatu perdagangan di negara maju yang

kemudian bisa menjual harga tinggi di negara berkembang.53

50 Ibid 51 R. bovin. “drugs trafficking networks in the world economy” di akses dalam jurnal

https://www.academia.edu/26318316/KEJAHATAN_PERDAGANGAN_NARKOBA_DRUGS_

TRAFFICKING_GLOBAL_STUDI_KASUS_DI_INDONESIA_ (10/01/2020, 12:20 WIB) 52 Ibid 53 Ibid

Page 5: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

46

2.1.1 Kejahatan Narkoba di Indonesia

Permasalahan narkoba di Indonesia cukup terbilang sebagai permasalahan

yang bersifat urgent dan kompleks. Karena dalam kurun waktu satu dekade terakhir

permasalahan ini menjadi marak, dibuktikan dengan bertambahnya jumlah

penyalahgunaan atau pecandu narkoba yang semakin signifikan.54 seiring

meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin

beragam polanya dan semakin masif juga jaringan sindikatnya. Dampak dari

penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa

depan suatu individu saja tetapi juga mengancam masa depan suatu bangsa dan

negara. Sampai dengan saat ini hal menariknya ialah peredaran narkoba sudah

merambat pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan

juga sudah menyentuh daerah-daerah perdesaan.

Dalam peta perdagangan narkotika dunia, posisi Indonesia sudah bergeser

dari ‘negara transit’ berubah menjadi ‘negara tujuan’ perdagangan barang-barang

ilegal.55 Secara kondisi geografis, letak Indonesia sangat membantu karena berada

di antara dua benua Asia dan Australia serta dua Samudera Pasifik dan Samudera

Indonesia. Sifat sebuah negara yang sangat memiliki banyak kepulauan yaitu

17.508 Pulau dengan memiliki garis pantai dan perbatasan terpanjang, sangat

memungkinkan menjadi sebuah wilayah sebagai target produsen opium terbesar di

Asia: Golden Triangle dari Laos, Mnyambar, Thailand.56 Jalur yang digunakan

54AG Rinenggo, 2017, Penyebaran zat adiktif narkotika, diakses dalam

http://eprints.ums.ac.id/53111/3/BAB%20I.pdf (10/01/2020, 12:20 WIB) 55 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-

none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 12:35 WIB) 56 Ibid

Page 6: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

47

secara konvensional ialah melewati jalur udara dari luar negri ke Indonesia dan

tercatat meliputi Amerika Serikat-Jakarta, Malaysia-Jakarta, Malaysia-Tanggerang

dan lain sebagainya.57 Akan tetapi seiring dengan semakin ketatnya sistem

pengawasan melalui jalur udara yaitu di tiap-tiap bandara, maka terdapat lagi jalur

laut sebagai cadangan atau alternative pengganti yang digunakan para sindikat.

Gambar 2.1 Pintu masuk sabu di Indonesia

Sumber: Peta jalur masuk narkoba melalui jalur tikus di laut (William, 2015)

Gambar 1 menunjukkan bahwa titik masuk jalur sabu dari Malaysia

(Melaka dan Serawak), Papua Nugini dan Timor Leste ke kota pelabuhan terdekat

untuk kemudian didistribusikan ke berbagai kota di Indonesia. Peredaran gelap

narkotikad an penyeluudpan barang narkoba ini sering kali melewati jalur laut dari

luar negri ke Indonesia yang meliputi: Tiongkok-jakarta, Malaysia-Tanjung balai

57 Badan Narkotika Nasional,Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2015. Jakarta:

BNN. (10/01/2020, 12: 40 WIB)

Page 7: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

48

Karimun, Iran-Jakarta-Sukabumi, Malaysia-Entikong, Malaysia-Nunukan-

Samarinda-Pare-pare, Jakarta-Bali-Sumaterah. Sementara jalur domestik atau

dalam negeri umumnya merata di jalur Aceh-Pekanbaru- lalu destinasi terakhir

Jakarta; Pontianak-Jakarta; Jakarta-Bali Kota; Jakarta-Bekasi; Jakarta-Surakarta;

Jakarta-Surabaya-Malang; Jakarta-Pontianak Entikong.58

Gambar 2.2 Pintu masuk narkoba jenis ganja

Sumber: Peredaran narkoba di dalam negeri (William, 2015).

Sementara Gambar 2 menunjukkan jalur masuk Ganja terutama dari Aceh

ke kota tujuan utama Jakarta melalui berbagai kota. Mengenai data peredaran

narkoba yang selalu masuk ke Indonesia banyak sekali terjadi diwilayah-wilayah

perbatasan terutama para sindikat selalu melihat peluang sebelum memasok barang

ke Indonesia. Menurut Badan Narkotika Nasional pada tahun 2016 terdapat 807

58 Wiliam, jalur tikus narkoba, diakses dalam https://www.liputan6.com/news/read/2389854/jalur-

tikus-penyelundupan-narkotika (10/01/2020, 13:00 WIB)

Page 8: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

49

kasus yang berhasil di catat dengan total tersangka hingga mencapai 1.238 orang.59

Kepala Badan Narkotika itu menjelaskan bahwa dari pengungkapan kasus

sepanjang 2016 ini pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti sitaa. Rincian

yaitu 20 ribu batang pohon ganja, 16 hektare ladang ganja, 2,6 ton ganja kering, 1

ton sabu, 754 ribu butir ekstasi, 586.16 gram ekstasi bubuk, 581,5 gram heroin,

108.12 gram morfin, 4.94 gram kokain, 0,32 Liter hashish, 5.012 butir G, dan 2

butir benzodiazepine.60 Selain dari pada itu kasus pada tahun 2018 terdapat 6 kasus

yang berhasil ditangkap dengan penangkapan 1 ton sabu-sabu yang diangkut oleh

kapal ikan berbendera singapura, terjadi penangkapan pada saat itu melalui jalur

laut, kapal tersebut tidak hanya membawa sabu-sabu tetapi juga membawa 41

karung narkoba jenis ganja.61

Selain dari pada itu data terakhir yang berhasil di rilis pada tahun 2019 ini

pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap penyeludupan 30kg sabu

jaringan Malaysia yang dikirim melalui jalur laut.62 Untuk mengelabui petugas.

“… Narkoba golongan I tersebut dikemas kedalam beberapa bungkus teh

hijau dan disimpan di dalam sebuah mobil mini bus yang berhasil

diamankan tim BNN di Deli Serdang. Sumaterah Utara.” 63

Penyeludupan yang terjadi ini terungkap dengan kerja sama BNN dengan Tim Bea

Cukai Medan, diketahui bahwa sabu-sabu tersebut diambil dari Pelabuhan

59 Nanda perdana putra, BNN ungkap 807 kasus narkotika sepanjang 2016, Liputan6.com, diakses

dalam https://www.liputan6.com/news/read/2685608/bnn-ungkap-807-kasus-narkotika-sepanjang-

2016 (10/01/2020, 13:10 WIB) 60 Ibid 61 Zen teguh, 6 kasus narkoba terbesar di Indonesia, batam setera sindikat anyer, Inews.Id diakses

dalam https://www.inews.id/news/nasional/6-kasus-narkoba-terbesar-di-indonesia-batam-setara-

sindikat-anyer (10/01/2020, 13:15 WIB) 62 Nanda febrianto, pasar narkoba fantastis ada di Indonesia, diakses dalam

https://www.tagar.id/pasar-narkoba-fantastis-ada-di-indonesia (10/01/2020, 13:20 WIB) 63 Ibid hal

Page 9: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

50

Sekinchan dekat Port Klang Malaysia oleh seorang pria berinisial IH (46)

mengggunakan kapal nelayan.64

Sementara itu dari banyaknya jenis narkoba yang beredar luas di Indonesia

tercatat bahwa narkoba jenis ganja, sabu-sabu dan ekstasi merupakan narkotika

yang palinh banyak dan sering di gunakan oleh para pengguna sehingga mecapai

85% dan hal ini juga tercatat sebagai paling banyak diselundupkan diakibatkan

permintaan yang banyak pula65 Sebagai gambaran menurut The United Nations of

Drugs and Crime (UNODC) setidaknya terdapat 44 buah narkotika jenis baru

psychoactive substances (NPA) di Indonesia dari keseluruhan 461 NPA di dunia.

Jenis sabu-sabu bukan hanya diperoleh dari luar saja tapi juga sudah ditemukan

sabu-sabu (methamphetamine) yang telah berhasil diproduksi dalam skala besar di

Indonesia.66

Hasil survei BNN 2014 juga telah mengumpulkan data dari pengguna jenis

narkoba dalam tiga kategori kelompok yaitu kategori pelajar/mahasiswa, para

pekerja atau para kepala rumah tangga. Tiga jenis narkoba (ganja, sabu-sabu, dan

ekstasi) amat populer dan sering digunakan pada tiga kategori tersebut dengan

sedikit perbedaan pola pemakaian selain ganja dan sabu, ada juga obat-obat yang

sering di konsumsi para kelompok pelajar dan pekerja yaitu pil koplo.67

64 Ibid 65 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-

none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 13:35 WIB) 66 Ibid 67 Ibid hal 24

Page 10: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

51

2.2 Upaya Pemerintah Indonesia Menghadapi Penyeludupan Narkoba

Sebagian besar individu masih relative berfikir bahwa penanggulangan

penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Indonesia masih sangat longgar

dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari

dikeluarkannya Intruksi Presiden Republik Indonesia (INPRES) Nomor 6 Tahun

1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelejen Nasional (BAKIN) untuk bisa

menaggulangi enam permasalahan yang menonjol dan salah satunya ialah

penanggulangan penyalahgunaan narkotika.68 Selain dari pada itu negara-negara

lain sudah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut narkotika

dan memperketat sistem hukum yang digunakan, berbeda halnya dengan Indoensia

yang masih sangat tergolong lemah atau biasa-biasa saja. Karena hal inilah

kemudian Pemerintah membentuk suatu badan dari kepolisian yaitu Satuan narkoba

yang menangani maraknya permasalahan kasus narkoba di seluruh wilayah

Indonesia.69

Untuk memberantas penyalahgunaan narkoba tidaklah cukup jika

kerjasama peemrintah dan aparatur penegak hukum saja yang terlibat tetapi juga

dibutuhkan kerja sama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat diharapkan agar

mampu membantu pihak kepolisian dengan segera mungkin melaporkan terhadap

68 Harmawati, Peran pemerintah dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba di Makassar

Sulawesi Selatan, proposal skripsi, 2016, hal 21 (10/01/2020, 13:50 WIB) 69 Paul ricardo, upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba oleh kepolisian (studi kasus

satuan narkoba polres metro bekasi), Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 6 No.III Desember 2010,

diakses dalamhttps://media.neliti.com/media/publications/4190-ID-upaya-penanggulangan-

penyalahgunaan-narkoba-oleh-kepolisian-studi-kasus-satuan-n.pdf ( 10/01/2020, 14:00 WIB)

Page 11: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

52

pihak kepolisian jika menemukan adanya transaksi narkoba yang terjadi di

sekitarnya.

Di Indonesia sendiri dalam sejarahnya penggunaan narkotika hanya

didasarkan untuk kepentingan medis, hal ini sudah ada sejak zaman kolonial

Belanda, namun penyalahgunaan narkoba baru disadari pada tahun 1970-an seiring

dengan adanya upaya Pemerintah Orde Baru untuk mencegah hal tersebut dengan

mengelurkan Inpres Nomor 6 tahun 1971 tentang permasalahan Nasional yang

kritikal.70 Masalah penyalahgunaan narkoba pada era tersebut masih belum begitu

signifikan dan tidak ada kebijakan khusus dari Pemerintah Orde Baru dalam hal ini

berupaya untuk mencegah maraknya penyalahgunaan dan penyeludupan narkotika

di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru juga menggangap bahwasanya masyarakat

Indonesia yang berlandaskan pada nilai pancasila dan agama yang bertuhan dapat

menyeimbangkan diri mereka, serta menjaga diri ancaman penyalahgunaan barang

ilegal tersebut.71

Penyebaran narkotika dan obat-obatan terlarang saat ini mencapai tingkat

yang sangat tinggi, kejahatan ini tidak lagi dipandang sebagai kejahatan yang biasa

melainkan sudah menjadi kejahatan yang sifatya sangat mengancam.

Ketidakpuasan akan pelaksanaan kegiatan penanggulangan narkotika dan obat-

obatan terlarang telah mengakibatkan bangsa Indonesia berfikir untuk

menyempurnakan peraturan-peraturan atau regulasi yang membahasa tentang

70 Keputusan presiden repubik Indonesia,No 116 Tahun 1999 tentang badan nkoordinasi narkotika

nasional 71 Opcit

Page 12: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

53

narkorika. Undang –undang Nomor 35 tentang narkotika berperan melindungi

masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika, mencegah dan memberantas

peredaran gelap narkotika, dalam undang-undang ini diatur juga mengenai

precursor narkotika karena precursor narkotika merupakan zat atau bahan pemula

atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.72

2.2.1 Pembentukan Badan Narkotika Nasional

1. Badan Narkotika Nasional

Meningkatnya penyeludupan, penyebaran dan penggunaan narkotika di

Indonesia sejak tahun 1971 membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan berbgai

instruksi, salah satunya dengan adanya intruksi nomor 6 tahun 1971 kepada kepala

badan koordinasi intelejen nasional untuk secara sigap menanggapi serta

menanggulangi permasalahan tersebut.73 Kejahatan transnasional spesifik dalam

pengedaran narkotika di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia setiap

tahunnya selalu mengalami kenaikan yang cukup drastis dari tahun ke tahun,

Undang-undang nomor 9 tahun 1976 sudah tidak bisa lagi menyelesaikan masalah-

masalah kejahatan narkotika, sehingga akhirnya pada saat itu dibentuklah Badan

Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 22 Maret 2002 berdasarkan keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 17 tahun 2002 yang merupakan lembaga

72 Keputusan presiden repubik Indonesia,No 116 Tahun 1999 tentang badan nkoordinasi narkotika

nasional 73 AR. Sujono dan Bony Daniel, 2012, Komentar dan pembahasan undang-undang nomor 35 Tahun

2009 tentang naarkotika, Jakarta : sinaar grafika hal 8 (10/01/2020, 14:05 WIB)

Page 13: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

54

nonstrukrual yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab

langusng kepada Presiden Republik Indonesia.74

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan pemberanatsan dan

peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika maka dibentuklah Badan

Narkotika Nasional (BNN). Kedudukan BNN ini ialah sebagai lembaga pemerintah

non kementrian yang berkedudukan langsung dibawah presiden dan bertanggung

jawab kepada presiden.75 BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah

kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Badan Narkotika

mempunyai perwakilan di berbagai daerah provinsi dan kabupaten/kota. BNP

berkedudukan di ibukota provinsi yang merupakan lembaga non stuktural yang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan

BNK berkedudukan di kabupaten/kota yang selanjutnya dalam peraturan presiden

adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Bupati/Walikota.76

Dalam pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika diatur bahwa kedudukan BNN provinsi dan BNN

kabupaten/kota merupakan instansi vertikal.77 Kepada presiden. BNN ini

berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah

74 Ibid 75 MUHAMMAD AL IMRAN, Efektivitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi

Selatan Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Narkotika Dikalangan Remaja Kota

Makassar, dalam skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020,

14:15 WIB) 76 Peraturan presiden republik Indonesia No 83 tahun 2007 tentang badan narkotika nasional, badan

narkotika provinsi, badan narkotika kabupaten/kota. dikases dalam https://ngada.org/ps83-2007.htm

(10/01/2020, 14:30 WIB) 77 Ibid

Page 14: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

55

Negara Republik Indonesia. BNN mempunyai setiap perpanjangan tangan di

berbgai daerah provinsi dan kabupaten/kota. BNN provinsi berkedudukan di

ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota

kabupaten/kota.78 Dalam pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur bahwa kedudukan BNN provinsi dan BNN

kabupaten/kota merupakan instansi vertikal.79

Selain daripada itu tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden

Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional diatur

bahwa:

“…Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BNN juga bertugas menyusun

dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika,

prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau

dan alcohol.” 80

Dalam pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika dan Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun

2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur wewenang dari BNN, yaitu: Dalam

melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan

penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor

78 Ibid 79 Muhammad al imran, Efektivitas kinerja badan narkotika nasional provinsi sulawesi selatan

dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika dikalangan remaja kota makassar, dalam

skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020, 14:35 WIB) 80 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional

(10/01/2020, 15:00 WIB)

Page 15: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

56

Narkotika. Kemudian dalam pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur bahwa:81

1. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dilaksanakan oleh

penyidik BNN

2. Penyidik BNN sebagaima dimaksud pada ayat (1) diangkat dan

diberhentikan oleh kepala BNN

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan

pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan peraturan kepala BNN

Hal mendasar yang sangat penting dan perlu diperhatikan juga ialah bahwa BNN

merupakan instasni yang bersifat vertikal, sesuai dalam pasal 31 ayat (1) dan (2)

Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan

Narkotika Nasional diatur tentang instansi vertikal yaitu:82

1. Instasni vertikal adalah pelaksana tugas, fungsi dan wewenang BNN di

daerah

2. Instansi vertikal BNN terdiri dari:

a. BNN Provinsi yang selanjutnya disebut dengan BNNP, dan

b. BNN Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut dengan

BNNK/Kota

81 Ibid 82 Ibid

Page 16: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

57

2. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)

Badan narkotika nasional provinsi (BNNP) berkedudukan di ibukota

provinsi, bertanggung jawab kepada Kepala BNN. BNNP juga mempunyai

tugas melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah

Provinsi.83 Dalam pasal 34 peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun

2010 tentang badan narkotika nasional diatur susunan organisasi BNNP terdiri

dari: Kepala BNNP, satu bagian tata usaha yang membawahkan sebanyak-

banyaknya empat Sub bagian dan sebanyak-banyaknya lima bidang dan setiap

bidang membawahkan sebanyak-banyaknya lima seksi.84

3. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota

BNNK/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, berada dan

bertanggung jawab kepada Kepala BNNP. BNNK/Kota mempunyai tugas

melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah

Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 37 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23

Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur Susunan organisasi

BNNK/Kota terdiri dari Kepala BNNK/Kota, satu Subbagian Tata Usaha; dan

Sebanyak-banyaknya lima Seksi.85

Sejauh ini Badan Narkotika Nasional (BNN) telah berupaya untuk bisa

menekan peningkatan kejahatan narkoba, walaupun upaya tersebut masih

83 Muhammad Al Imran, Efektivitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan

Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Narkotika Dikalangan Remaja Kota Makassar,

dalam skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020, 15:00

WIB) 84 Ibid hal 44 85 Ibid hal 45

Page 17: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

58

belum maksimal membuat pemerintah Indonesia untuk tetap menahan

peningkatannya. Selain dari pada itu mengenai luasnya cakupan narkoba yang

harus di hadapi oleh BNN dan instansi pemerintah dan non pemerintah terkait

lainnya, beberapa tantangan yang harus di pahami dalam pelaksanaan kebijakan

penanggulangan narkoba di Indonesia adalah mengenai prioritas implementasi

kebijakan dan kesenjangan dalam pelaksanaan kebijakan deskriminalisasi yang

mencakup pola pikir, sistem yang tidak maksimal berjalan, kesenjangan

infrastruktur dan target layanan rehabilitasi, serta metode rehabilitasi yang lebih

terbukti.86 Inpres ini nyatanya dianggap mampu menjangkau semua masalah

penyalahgunaan narkotika, terutama karena tidak ada definisi narkotika yang

tepat, hukuman ringan, maupun agen khusus yang berurusan dengan masalah

narkotika.

2.2.2 Memperketat Regulasi

Dalam sistem penguatan hukum atau regulasi perundangan dan peraturan,

Indonesia sudah sangat di untungkan dengan lahirnya regulasi yang sangat jelas

dalam melakukan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

Regulasi sejatinya sudah dibangun sejak lama mengingat bahwa dampak dari

narkoba itu mempengaruhi sistem ketahanan nasional suatu negara. Berbagai

upaya perbaikan telah dijalankan dari berbgai pihak terutama dari aspek konstitusi

sehingga sesuai dengan tantangan masa kini, pada awal masa kemerdekaan

Pemerintah Indonesia menggunakan dua instrumen hukuman dari Belanda, yaitu

86 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-

none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 15:20 WIB)

Page 18: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

59

Ordonansi Anestesi a.k.a Verdoovende Middllen Ordonanti.87 Hal ini

dimaksudkan agar mampu menyatukan regulasi atau peraturan mengenai opiat dan

anastesi lainnya yang tersebar dalam berbagai tata cara untuk memenuhi penyatuan

hukum narkotika di Belanda, serta Opium Verpakkings Bepalingen yang

merupakan regulasi terkait kemasan opiat. Kedua instrumen hukum Belanda ini

dilaksanakan sesuai dengan aturan Transisi Pasal II UUD 1945.88

Berdasarkan hal tersebut agar mampu menghadapi kecenderungan angka

yang semakin meningkat dan tidak sama sekali mengalami penurunan, Presiden

Joko Widodo mengambil langkah tegas dan bersikap keras, sejak tahun 2014

beliau melakukan penolakan pengajuan grasi 64 terpidana, langkahnya ini

kemudian membuat masyarakat takjub dan merasa kaget.89 Meskipun hukuman

mati terhadap pidana narkoba masih menjadi kontroversi para pakar semenjak

kasus Bali Nine.90 Presiden Joko Widodo menegaskan dalam pernyataanya

dihadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta,

dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM pada

Selasa,09/12/2014:

“Kesalahan itu sulit dimaafkan karena mereka umumnya adalah para

bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah

merusak masa depan generasi penerus bangsa. Saya mendapat laporan,

sedikitnya 4,5 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pemakai narkoba.

Dari jumlah itu 1,2 juta sudah tidak dapat direhabilitasi karena sudah sangat

parah dan antara 30-40 orang setiap hari meninggal dunia karena narkoba.

87 Ibid hal 25 atau (Staatsblad 1927 No. 278 jo. No. 536) 88 Ibid 89 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-

none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 16:00 WIB) 90 Lubis, N. L., 2009. Depresi dan tinjauan psikologis. Jakarta: Prenada Media Group. (10/01/2020,

16:10 WIB)

Page 19: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

60

Penolakan permohonan grasi sangat penting untuk menjadi shock therapy

bagi para bandar, pengedar maupun pengguna.” 91

Sikap tegas presiden terkait penyalahgunaan narkoba baik secara bentuk

hukuman berat seumur hidup atau hukuman mati ialah keharusan mengingat

masalah yang bersifat kompleks ini dapat menimbulkan polarisasi tanpa mengenal

stratifikasi sosial maupun tingkatan usia. Sebagai contoh kasus adanya

penangkapan salah seorang petinggi besar Universitas Hasanuddin Makassar yang

diketahui menggunakan sabu-sabu, hal ini kemudian menjadi bukti kuat bahwa

narkotika sangat luar binasa. Narkoba bukan hanya memberikan dampak bagi kaum

muda saja tetapi juga seorang yang secara ekonomi mapan dan secara intelektual

berpendidikan tinggi pun bisa menjadi korban.92

Selama masa kepemimpinan bapak Joko Widodo, pemerintah sudah

menjalankan eksekusi pidana mati dalam bentuk tiga gelombang; enam terpidana

mati dieksekusi pada 18 Januari 2015, delapan terpidana mati pada tanggal 29 April

2015, dan empatnya lagi terpidana mati pada 29 Juli 2016.93 Selain menjadi berani

Presiden Joko Widodo juga berharap agar bisa mewujudkan pelaksanaan metode

ini dapat lebih komprehensif dan terintegrasi. Beliau juga meminta untuk bergerak

secara bersama dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba kepada seluruh pihak

yaitu BNN, Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI),

Kementrian hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementrian Komunikasi dan

Informasi, kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial dan Direktorat Jenderal Bea

91 Opcit 92 Ibid 93 Ibid

Page 20: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

61

Cukai, sekiranya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan ialah tindakan tegas,

penutupan celah penyeludupan dan program rehabilitasi untuk bisa memutus rantai

jaringan pelanggaran narkotika.94

2.2.3 Kerjasama Internasional

Kerjasama internasional merupakan bentuk perwujudan kondisi suatu

masyarakat yang saling bergantung satu sama lain, bukan hanya manusia saja yang

harus hidup saling bergantung, namun negara juga memerlukan hal yang sama.

Kerjasama internasional dapat terbentuk karena adanya masalah-masalah yang

terjadi dalam skala internasional yang muncul dalam beberapa bidang seperti

ideologi, social, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup suatu masyarakat, dan

security. Untuk melakukan suatu kerjasama dibutuhkanlah suatu tempat atau wadah

yang dilakukan untuk bisa melancarkan kegiatan kerjasama tersebut. Kerjasama ini

harus dilakukan antar negara untuk saling menghargai kepentingan nasionalnya

masing-masing dengan adanya keputusan secara bersama yang disepakati oleh

negara-negara yang menjadi anggota dalama kerjasama tersebut. Tujuan dari

adanya kerjasama yang hendak di bangun ditentukan oleh persamaan kepentingan

di tiap-tiap negara yang terlibat untuk meningkatkan kesehjatraan bersama. Hal ini

dikarenakan hubungan kerjasama internasional dapat mempercepat proses

peningkatan kesehjatraan dan penyelesaian masalah diantara dua negara atau lebih.

Kerjasama dalam menanggulangi kejahatan antar negara seperti pengedaran

atau penyeluudpan narkotika sangat dibutuhan karena pada dasarnya pelaku

94 Ibid hal 26

Page 21: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

62

kejahatan akan selalu berupaya untuk menghindarkan dirinya dari tuntutan hukum

dengan berbagai cara, diantaranya mereka bisa melarikan diri ke negara lain

bersama hasil kejahatannya atau mereka bisa melakukan persembunyian di

berbagai negara lainnya, sedangkan di pihak lain penegak hukum khususnya

kepolisian suatu negara mempunyai kewenangan hanya terbatas diwilayah

yuridiksi negaranya.95 Jadi dalam menyelesaikan suatu masalah dalam penyidikan

narkoba memang dibutuhkan kerjasama antar negara, khususnya kerjasaman pihak

kepolisian dalam memberantas kejahatan transnasional.96

2.2.3.1 Kerjasama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Polis Dirja

Malaysia (PDRM)

Kedua negara Indonesia-Malaysia dalam hal ini menjalin kerjasama dalam

penanganan kejahatan transnasional hingga pengawasannya di wilayah perbatasan

kedua negara. Mereka menyepakati bahwa akan meningkatkan kerjasama dalam

menangani permasalahan terorisme dan perdagangan narkoba. Kerja sama yang

disepakati ialah pertukaran informasi antara pasukan polisi Indonesia dan Malaysia

melalui penandatanganan naskah kesepahaman (Mou) GBC Malindo (General

Border Committee Malaysia-Indonesia) protap ke-15 oleh Kapolri Jenderal (Pol)

Timur Pradopo dengan Ketua Polis Negara Tan Sri Ismail Omar pada bulan

Desember tahun 2010 di Kuala Lumpur,Malaysia.97 kedua negara sepakat untuk

saling tukar-menukar informasi yang bisa ditindak lanjuti oleh kedua pihak dalam

95 H. Iskandar Hasan dan Nina Narumati, 2013, Kerjasama kepolisian dan penegak hukum

Internasional, Jakarta: PT Firris bahtera perkasa hal 13, (14/01/2020, 09:00 WIB) 96 Ibid 97 “Polri-PDRM Kerja Sama Menindak Kejahatan Transnasional”,

http://www.antaranews.com/berita/236218/polri-pdrm-kerja-sama-menindak-

kejahatantransnasional, (14/01/2020, 09:05 WIB)

Page 22: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

63

upaya penegakan hukum maupun pencegahan terjadinya tindak kejahatan

perdagangan narkoba.

Gambar 2.3 Majlis Menandatangani Prosedur Tetap (PROTAP) Malindo

Sumber: “PDRMPOLRI”, https://www.rmp.gov.my/news-

detail/2014/06/10/majlismenandatangani-prosedur-tetap-(protap)-malindo-no.-15-pdrm-polri,

Upaya POLRI dan PDRM dalam menanggulangi peredaran narkotika

khususnya di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia (MALINDO) dimulai sejak

tahun 2005. Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya sudah membuat perundang-

undangan yang menyangkut masalah produksi, distribusi dan oenggunan dari obat-

obat terlarang (Dangerous Drugs Ordinance),98 Dimana nantinya wewenang ini

diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk membahas masalah pengaturannya.

Pada tahun 2002, Pemerintah Indonesia mengambil sikap yang lebih serius dalam

98 Dimas Triwibowo Herjuno, Kerjasama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) Dan Polis Diraja

Malaysia (PDRM) Dalam Menanggulangi Peredaran Nakotika Di Perbatasan Wilayah Malaysia -

Indonesia (2010 – 2016), diakses dalam https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/788/jbptunikompp-gdl-

dimastribo-39364-1-unikom_d-l.pdf (14/01/2020, 09:15 WIB)

Page 23: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

64

menghadapi peredaran narkotika. POLRI memerlukan sebuah penanganan

pencegahan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan penyeluudpan

narkotika yang harus dilaksanakan secara komprehensif, efektiv dan efisien, dengan

cara melibatkan berbagai pihak yang terkait baik pemerintah maupun masyarakat

yang ada.99

Kerjasama POLRI dan PDRM dalam penanggulangan peredaran gelap

narotika sudah dijalankan sejak dilakukanya penandatangan nota kesepahamanan

POLRI dan PDRM di Bali pada tanggal 19 Mei 2005. Nota kesepahaman ini

ditandatangani bersamaan dengan pelaksanaan Konferensi ASEANAPOL ke-25 di

Bali tanggal 16-20 Mei 2005.100 Adapun bentuk kerja sama yang disepakati ialah:

(a) Pertukaran Informasi mengai hal-hal narkotika, (b) Melakukan penanggulangan

bersama untuk bisa membasmi sumber-sumber pemasokan illegal, (c) bekerjasama

dalam penindakan produksi dan perdagangan illegal baik dalam kerjasama regional

maupun Internasional, (d) pertukaran pengalaman dalam metode penyelidikan dan

penyitaan narkoba dan bahan-bahan berbahaya lain yang sudah disembunyikan oleh

paar sindikat, (e) Pertukaran informasi mengenai modus operandi yang digunakan

para tersangka, (f) pertukaran informasi perihal jaringan dan orang-orang yang ikut

serta dalam perdagangan gelap narkotika bahan-bahan berbahaya illegal serta jalu-

jalur baru yang di gunakan dalam transportasi perdagangan illegal tersebut, (g)

Pnerapan instrument teknis baru dalam pelatihan dan pertukran informasi dengan

teknologi modern dalam mendeteksi perdagangan narkoba dan bahan berbahay

99 Ibid 100 Ibid hal 10

Page 24: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

65

lainnya, (h) Menyediakan informasi tentang jenis-jenis narkotika dan bahan-bahan

berbahaya lainnya, (i) Melanjutkan investigasi dalam bentuk pengawasan secara

bersama dalam operasi pengiriman barang. 101

2.2.3.2 Kerjasama Multilateral ASEAN Senior Officials on Drugs Matters

(ASOD)

Selain bentuk kerjasama bilateral Indonesia dalam hal ini sebagai salah satu

negara ASEAN juga mempunyai kebijakan multilateral untuk bisa menanggulangi

penyeludupan narkotika dan obat-obatan terlarang, yang tercantum dalam wadah

ASEAN Senior Ofiicials on Drug Matters (ASOD).102 Wadah ini dibentuk pada saat

pertemuan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) sejak setelah di tandatangani

ASEAN Declaration of Prinsiples to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.

Pembentukan wadah sebagai salah satu perwujudan kongkrit ASEAN sebagai

bentuk upaya dalam menanggulangi permasalahan kejahatan narkoba yang ada.

Pada awalnya tahun 1981 ASEAN telah membentuk ASEAN Drug Experts sebagai

sub-komite di bawah Committee on Social Development (COSD) dan Narcotic

Desk di Sekretariat ASEAN. Selanjutnya pada sidang tahunan selanjutnya ASEAN

ke-8 tahun 1984, ASEAN Drugs Experts mengubah namanya menjadi ASEAN

Senior Officials on Drug Matters (ASOD). Sehingga Secara resmi, ASOD didirikan

pada tahun 1984 yang kemudian menghasilkan Rencana Aksi ASEAN terhadap

pengendalian penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika, melalui sidang

101 Ibid 102 Devi Anggraini, Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-

Obatan Berbahaya di Asia Tenggara, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober

2016, diakses dalam http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf

(14/01/2020, 09:20 WIB)

Page 25: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

66

tahunan.103 ASOD dalam hal ini merupakan elemen utama dari sebuah kerangka

ASEAN yang dibentuk khusus untuk menangani permasalahan transnational drug

trafficking. ASOD disini memiliki wewenang agar mampu meningkatkan dari

berbgai implementasi ASEAN Declaration of Principle to Combat the Drug

Problem of 1976, mengkonsolidasi usaha kolaboratif untuk kemudian bisa

mengawasi dan mencegah permasalahan narkoba di kawasan, selain itu juga

diharapkan nantinya bisa membasmi dan mengevaluasi semua program ASEAN

mengenai pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika.104

Sebagai sebuah wadah bagi negara-negara ASEAN yang menjalin

kerjasama agar bisa menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran

narkotika dan obatobatan berbahaya, ASOD memiliki tugas antara lain sebagai

berikut. Pertama, melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the

Abuse of Narcotics Drugs. Kedua, menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan

strategi Negara ASEAN dalam menanggulangi permasalahan narkoba serta

bagaimana cara pemberantasanya di wilayah kawasan ASEAN, ketiga,

mengkonsolidasikan dan mampu memperkuat penanggulangan secara bersama

terutama di bagian penegak hukum agar bisa lebih maksimal dalam bekerja, adanya

penyusunan undang-undang serta upaya preventif dalam bentuk pendidikan,

memberikan pemahaman tentang bahaya narkoba kepada masyarakat, serta adanya

pengawasan agar tidak dilakukanya penananman narkoba dalam jenis apapun itu,

dan yang tidak kalah penting ialah peningkatan dari semua organisasi-organisasi

103 Ibid hal 46 104 Ibid

Page 26: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

67

non-pemerintah, ke empat melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug

Abuse Control sebagaimana yangn telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug

Experts ke-8 di Jakarta tahun 1984. Kelima, menjalankan pedoman tentanng bahaya

narkotika yang telah di tetapkan oleh International Conference on Drug Abuse and

Illicit Trafficking yang dimana negara anggota ASEAN sudah berpartisipasi secara

aktiv. Keenam yaitu mendorong kerjasama dan partisipasi oleh pihak ketiga dalam

usaha untuk memberantas peredaran narkotika, ketujuh lebih meningkatkan upaya

yang mengarah pada tercapainya pelaksanaan ketentuan yang sudah diatur oleh

PBB yang tentunya berkaitan dengan masalah peredaran dan penyeludupan

narkotika.105

Sebagai organisasi yang memiliki concern khusus terhadap narkoba, ASOD

pada tahun 1994 sudah mulai melaksanakan tugas dan fungsinya yang kemudian

melahirkan rencana kegiatan ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control yang

meliputi empat bidang yang menjadi piroritas. Langkah-langkah prioritas tersebut

antara lain sebagai berikut: (a) menyediakan pendidikan terkait bahaya naarkoba

serta bahaya dari pemakaian narkoba, (b) membagikan bentuk pelayanan perawatan

dan rehabilitasi untuk para pengguna narkotika, (c) melangsungkan pemberdayaan

untuk para pengguna.106

105 Ibid hal 47 106 Ibid hal 47

Page 27: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

68

2.2.3.3 Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Lembaga Swadaya

Masyarkat (LSM) Malaysia dalam Mencegah Peredaran Narkoba

Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia bukan lagi sebagai

negara transit narkoba tetapi juga sudah merupakan negara tujuan utama

(destination country) bagi para pengedar narkoba, hal tersebut dapat dilihat dari

permintaan pasar yang ada di Indonesia.107 Dengan adanya perkembangan narkoba

yang semakin pesat mendorong perlu adanya upaya yang akan dilakukan untuk

mengurangi pemasok barang haram tersebut, upaya yang di spesifikan disini ialah

upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas peredaran narkoba dengan cara

preventif, yaitu dengan LSM dari Malaysia dengan melaksanakan kegiatan

sosialisasi, program rehabilitasi, dan peralihan informasi mengenai

penanggulangan narkoba.108

a. Program Edukasi atau Sosialisasi

Peredaran narkoba dan pemakaian narkoba sebenarnya tidak terlepas dari

pengetahuan para pengendar dan pemakai narkoba, oleh Karena itu menjadi hal

penting pemerintah untuk bisa membangun pola edukasi tentang bahaya dari

narkoba, ditinjau dari kasus yang terjadi pada tahun 2016 terdapat beberpa kasus

yang berhasil terungkap tentang kejahatan narkoba baik dari segi jumlah dengan

barang bukti maupun dari segi pelaku diantaranya ialah: pada tanggal 18 dan 24

maret 2016 BNN mengungkap sindikat internasional narkotika jenis sabu-sabu dan

107 Wisnu aditiya, kerjasama pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam menangani peredaran

narkoba, Skripsi 2017, jurusan ilmu hubungan internasional, universitas pembangunan nasional

veteran Yogyakarta. (14/01/2020, 10:00 WIB) 108 Ibid

Page 28: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

69

ektasi rute Malaysia-Medan Jakarta, dan dilakukan penangkapan di wilayah

Jakarta, Medan dan Depok. BNN kemudian menyita barang bukti sebanyak 21

barang yaitu 76,511kg sabu-sabu, 14.951 butir ektasi.109

Kejadian tersebut dengan jelas membuktikan bahwa kejahatan narkoba di

Indonesia memasuki pada fase cukup serius, adapun bentuk penanggulangan yang

dilakukan sejauh ini adalah dengan menekan permintaan narkoba dari dalam negeri.

Strategi yang dilakukan merupakan tindakan deteksi dini dilakukan dengan: (a)

Melaksanakan kegiatan berupa penyuluhan yang melibatkan semua unsur terkait

tentang bahaya penyalahgunaandan peredaran gelap narkoba, (b) Mengoptimalkan

peran dari masyarakat yaitu dengan melalui komunitas peduli dan anti narkoba,

agar bisa menanamkan jiwa dan pemikiran bahwa narkoba adalah public enemy, (c)

Mengoptimalkan fungsi media sebagai sarana penyebaran infromasi mengenai

bahaya narkoba, termasuk melangsungkan kegiatan seminar anti narkoba. 110

sedangkan untuk pihak pecandu atau korban yang bersangkutan mengenai

penyalahgunaan narkoba, dilakukan bentuk penyelamatan melalui rehabilitas

dengan penanganan, dengan tujuan agar supaya mampu membuat masyarakat yang

mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan ini dapat

dilakukan dengan banyak cara seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan

dalam keluarga, penyuluhan yang dilkaukan oleh pihak yang berkompeten baik di

109 “BNN Bongkar Sindikat Internasional Di Medan, Puluhan Narkoba Disita”,

http://www.hetanews.com/article/49669/bnn-bongkar-sindikat-internasional-di-medan-

puluhannarkoba-disita, (14/01/2020, 10:05 WIB) 110 Wisnu aditiya, kerjasama pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam menangani peredaran

narkoba, Skripsi 2017, jurusan ilmu hubungan internasional, universitas pembangunan nasional

veteran Yogyakarta (14/01/2020, 10:10 WIB)

Page 29: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

70

lingkungan sekolah dan masyarakat, pengawasan di tempat-tempat hiburan

malam.111

Selain dari pada hal diatas, agar mampu meminimalisir jumlah peredaran

dan penyeluudpan narkotika yang terjadi di Indonesia maka diperlukan juga strategi

dalam bentuk pemberantasan. Pemerintah Indonesia melakukan upaya tersebut

tidak hanya bekerja sama dengan PDRM tetapi juga dengan LSM yang ada di

Malaysia, salah satu upayanya adalah bersama PEMADAM Malaysia melakukan

kegiatan sosialiasi ke masyarakat yang berada di wilayah dekat dengan perbatasan

Indonesia-Malaysia.112 Pemerintah Indonesia dalam hal ini dapat diwakili oleh

pemerintah daerah ataupun lembaga yang bersangkutan seperti BNNP/BNNK,

langkah ini lakukan dari terlaksananya kegiatan kunjungan dari Pemadam negara

Malaysia yaitu pada cabang Kuala Lumpur bertepatan pada tanggal 29 Oktober

tahun 2016 ke kabupaten Bengkalis, Kepualaun Riau. Maksud dari hal ini ialah

pemadam Malaysia ingin mebentuk suatu kerjasama dengan pihak Pemerintah

Daerah Kabupaten Bengkalis untuk menangani permasalahan narkoba tersebut. Hal

ini dengan senang hati diterima secara baik oleh pihak Pemda Bengkalis sebagai

bentuk upaya agar bisa mencegah peredaran gelap narkotika.

Rombongan PEMADAM Kuala Lumpur terdiri sebanyak 42 orang yang

pada saat itu diketuai oleh Shalan Abroz. Adapun berbagaii bentuk kegiatan yang

hendak dilakukan ialah para personil Pemadam menginap selama 4 hari, nantinya

mereka akan berbaur secara merata dengan orang tua angkat mereka, selama 4 hari

111 Ibid hal 64 112 Ibid hal 65

Page 30: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

71

ini mereka tentunya melaksanakan berbgai kegiatan positive yang pada umumnya

dilakukan oleh para pendatang misalnya mereka melakukan renovasi rumah yang

sudah tidak layak, renovasi beberpa musolah yang sekiranya membutuhkan bantuan

perbaikan, dan tidak kalah penitng disetiap kegiatan mereka selalu menyelengi

tentang pendidikan, dan bahay dari narkoba itu sendiri, adanya saling tukar

informasi.113

Melalui program saling tukar informasi ini kemudian kedua belah pihak bisa

saling bercerita sharing tentang bagaimana agar bisa terhindar dari narkoba dan apa

saja bahaya dari narkoba itu sendiri, dan untuk Kabupaten Bengkalis ini upaya

bentuk pencegahan akan langsung di sosialisasikan oleh pihak BNNK. Begitu pula

pada bagian Pemerintah Kabupaten secara bersama dengan pemangku kepentingan

akan terus melakukan kegiatan penyuluhan dan penyampaian informasi tentang

bahaya narkoba agar para remaja dan anak-anak tidaklah terlibat dalam kasusu

ini.114

b. Pertukaran Pengetahuan Mengenai Penanganan Korban/Pecandu

Narkoba

Rehabilitasi akibat mengkonumsi narkotika merupakan salah satu upaya

untuk menyelamatkan para si pecandu dari pengaruh narkoba. Adapun dasar

hukum bagi penyelenggaraan rehabilitasi adalah :

113 “PEMADAM Malaysia Sosialisasi Bahaya Narkoba di Pambang, Bengkalis”,

http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=114778&judul=%20PEMADAM%20Malaysia%20Sos

ialisasi%20Bahaya%20Narkoba%20di%20Pambang,%20Bengkalis 114 Ibid

Page 31: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

72

1. Pasal 54 UU No 35/2009 Tentang Narkotika. Pecandu dan korban

penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.115

2. PP No 25/2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu narkotika.

Pelaksanaan rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan

“Rehabilitasi Pengguna Narkotika”,Narkoba dilakukan oleh Institusi

Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditetapkan berdasarkan

ketentuan.116

3. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menkumham, Menkes,

Mensos, Jaksa Agung, Kapolri & Kepala BNN: Tentang Penanganan

Pecandu Narkotika & Korban Penyalahgunaan narkotika Ke Dalam

Lembaga Rehabilitasi.117

Dalam mengatasi penyeludupan dan peredaran narkoba di Indonesia,

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah melakukan upaya dalam bentuk

penyelamatan melalui itu tadi rehabilitasi. Untuk itu pemerintah Indonesia yang

kemudian mmepunyai perpanjangan tangan melalui pihak BNN melalukan

kerjasama dengan pihak LSM Malaysia tentang pengetahuan rehabilitasi. Karena

115 “Rehabilitasi Pengguna Narkotika”, http://sp.beritasatu.com/home/rehabilitasi-

penggunanarkotika/68401, (14/01/2020, 10:20 WIB) 116 “PP Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika”,

http://bali.bnn.go.id/perundang-undangan/peraturan-pemerintah-republik-indonesia-nomor-25-

tahun-2011-tentang-pelaksanaan-wajib-lapor-pecandu-narkotika/, (14/01/2020, 10:20 WIB) 117 “Peraturan Bersama: Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial

Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik”,

http://bali.bnn.go.id/cms/wpcontent/uploads/2014/06/PERATURAN-BERSAMA-KETUA-

MAHKAMAH-AGUNGDKK.pdf (14/01/2020, 10:40 WIB)

Page 32: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

73

perlu kita kethaui bahwa Pengasih Malaysia merupakan LSM yang telah memiliki

kreadibilitas tinggi terhadap upataa rehabilitasi.118

LSM Pengasih Malaysia awal mulanya berasal dari sebuah komuniitas yang

hanya memiliki 4 personil dimana ke empat orang tersebut baru saja bebas dari

engaruh kecanduan narkotika, hingga akhirnya mereka bersepakat untuk

membangun komunitas pengasih pada tahun 1987, yang kemudian semakin lama

semakin tahun komunitas ini semakin tumbuh menjadi besar, yang tepat pada saat

itu pulau narkoba menjadi suatu isu kejahatan yang bersifat trasnantional. Sehingga

akahirnya ke empat kerabat tersebut berinisiatif mendaftarkan Pengasih ini menjadi

lembaga resmi pada tanggal 25 September 1991.119

Dalam rangka untuk meyederhanakan penjelasan diatas maka dapat lebih

dipahami melalui bagan dibawah ini:120

118 Opcit 119 “Ringkasan Perihal Pengasih”, http://pengasih.org/, (14/01/2020, 10:45 WIB) 120 Diolah oleh penulis

Page 33: BAB II PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN ... II.pdf1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi 44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized

74

Bagan 2.1 Penanganan Narkoba

Permasalahan Narkoba di Indonesia

Upaya Pemerintah

BNN Regulasi Kerjasama

Internasional

BNN BNNK BNNP

Bilateral Kerjasama

aktor non -

pemerintah

Multirateral