protokol tambahan pad a konvensi-konvensi · pdf filepad a konvensi-konvensi jenewa ......

176
PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN BUKAN INTERNASIONAL (PROTOKOL II) Disusun oleh : DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA 2003

Upload: dangxuyen

Post on 30-Mar-2018

237 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PROTOKOL TAMBAHANPADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA

12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN

PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN

BUKAN INTERNASIONAL (PROTOKOL II)

Disusun oleh :

DIREKTORAT JENDERAL

ADMINISTRASI HUKUM UMUM

DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

2003

PROTOKOL TAMBAHANPADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA

12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN

PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN

BUKAN INTERNASIONAL (PROTOKOL II)

Disusun oleh :

DIREKTORAT JENDERAL

ADMINISTRASI HUKUM UMUM

DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

2003

PENGANTAR

Memahami akan pentingnya data informasi yang lengkap,

sistematis dan akurat mengenai Terjemahan Protokol I dan II

Konvensi Jenewa Tahun 1949, maka diterbitkan Buku Terjemahan

Protokol Tambahan pada Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus

1949 dan yang berhubungan dengan Perlindungan Korban-korban

Pertikaian-pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) dan

Bukan Internasional (Protokol II).

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat

dan instansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta, serta

kalangan akademisi di dalam mencari data mengenai Keputusan

Presiden tentang amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, sehingga memungkinkan terlaksananya penerbitan buku

himpunan ini, disampaikan ucapan terima kasih.

Semoga penerbitan Buku Terjemahan Protokol Tambahan

pada Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 dan yang

berhubungan dengan Perlindungan Korban-korban Pertikaian-

pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) dan Bukan

Internasional (Protokol II), akan bermanfaat bagi masyarakat dan

dapat memudahkan kelancaran pelaksanaan tugas bagi instansi

yang memerlukannya.

Jakarta, Agustus 2003

DIREKTUR JENDERAL

ADMINISTRASI HUKUM UMUM

ZULKARNAIN YUNUS, S.H., M.H.

NIP. 040034478

iii

1

PROTOKOL - I

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-

KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949, DAN YANG

BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN

KORBAN-KORBAN SENGKETA-SENGKETA

BERSENJATA INTERNASIONAL

(PROTOKOL -I)

PEMBUKAAN

Pihak-Pihak Peserta Agung,

Mengumumkan hasrat keinginan mereka yang

sungguh-sungguh untuk melihat terwujudnya, perdamaian

diantara rakyat-rakyat.

Mengingat bahwa sesuai dengan Piagam Perserikatan

Bangsa-Bangsa setiap negara berkewajiban untuk tidak

melakukan ancaman atau penggunaan kekerasan di dalam

hubungan-hubungan internasionalnya terhadap kedaulatan,

keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik dari sesuatu

Negara, atau dengan cara apapun lainnya yang bertentangan

dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Berpendapat, sekalipun demikian, perlu menegaskan

kembali dan mengembangkan ketentuan-ketentuan yang

melindungi para korban sengketa-sengketa bersenjata

dan melengkapi tindakan-tindakan yang bertujuan untuk

memperkuat kembali penerapannya.

Menyatakan keyakinan mereka bahwa tidak satupun

ketentuan di dalam protokol ini atau di dalam Konvensi-

konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dapat diartikan

sebagai mengesahkan atau mengijinkan setiap tindakan

agresi atau setiap penggunaan kekerasan yang bertentangan

dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2

Menegaskan kembali selanjutnya bahwa

ketentuan-ketentuan dari Konvensi-Konvensi Jenewa

tanggal 12 Agustus 1949 dan Protokol ini harus diterapkan

sepenuhnya di dalam segala keadaan bagi semua orang yang

dilindungi oleh persetujuan-persetujuan tersebut tanpa suatu

pembedaan yang merugikan yang didasarkan atas sifat atau

asal mula sengketa bersenjata itu atau atas sebab-sebab yang

ditimbulkan oleh atau yang dianggap berasal dari Pihak-

pihak dalam sengketa.

Telah menyetujui sebagai berikut :

BAB - I

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal 1 --- Asas-asas umum dan ruang lingkup penerapan

1. Pihak-pihak Peserta Agung berjanji untuk

menghormati dan menjamin dihormatinya

Protokol ini dalam segala keadaan.

2. Dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam

Protokol ini atau di dalam persetujuan-

persetujuan internasional 1ainnya, orang-orang

sipil dan kombatan-kombatan tetap berada di

bawah perlindungan dan kekuasaan asas-asas

hukum internasional yang berasal dari kebiasaan

yang telah berlaku, dari asas-asas kemanusiaan

dan dari suara hati nurani rakyat.

3. Protokol ini, yang melengkapi Konvensi-

konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 untuk

perlindungan korban-korban perang, harus

berlaku di dalam situasi-situasi yang disebut

dalam pasal 2 yang umum dikenal pada

Konvensi-Konvensi tersebut.

3

4. Yang dimaksud situasi-situasi di dalam ayat

di atas termasuk pula sengketa-sengketa

bersenjata yang didalamnya rakyat-rakyat

sedang berperang melawan dominasi

kolonial dan pendudukan asing dan melawan

pemerintahan-pemerintahan rasialis untuk

melaksanakan hak menentukan nasib sendiri

mereka, sebagaimana yang dijunjung tinggi

di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

dan Deklarasi tentang Asas-asas Hukum

Internasional mengenai Hubungan-hubungan

Persahabatan dan Kerjasama di antara Negara-

Negara sesuai dengan Piagam Perserikatan

Bangsa-bangsa.

Pasal 2 --- Definisi - definisi

Untuk tujuan-tujuan Protokol ini :

(a) “Konvensi Pertama”, “Konvensi Kedua”,

“Konvensi Ketiga” dan “Konvensi

Keempat", masing-masing berarti

Konvensi Jenewa untuk Perbaikan

Keadaan yang luka dan sakit dalam

Angkatan Perang di Medan Pertempuran,

tanggal 12 Agustus 1949, Konvensi

Jenewa untuk Perbaikan Keadaan

Anggota Angkatan Perang di Laut yang

Luka, Sakit dan Korban Karam. tanggal

12 Agustus 1949; Konvensi Jenewa

mengenai Periakuan Tawanan Perang.

tanggal 12 Agustus 1949; Konvensi

Jenewa mengenai Perlindungan Orang-

orang Sipil di Waktu Perang tanggal

12 Agustus 1949; untuk perlindungan

korban-korban Perang;

4

(b) “Peraturan-peraturan hukum internasional

yang dapat diterapkan dalam sengketa

bersenjata” berarti peraturan-peraturan

yang dapat diterapkan dalam sengketa

bersenjata seperti yang dimaksudkan

di dalam persetujuan-persetujuan

internasional yang didalamnya yang

diartikan dengan Pihak-Pihak dalam

sengketa adalah Pihak-pihak, dan asas-

asas dan peraturan-peraturan hukum

internasional yang secara umum diakui

yang dapat diterapkan dalam sengketa

bersenjata;

(c) “Negara Pelindung” berarti sebuah negara

netral atau negara lainnya bukan pihak

dalam sengketa yang telah ditunjuk oleh

suatu Pihak dalam sengketa dan disetujui

oleh Pihak lawannya dan yang telah

menyetujui untuk melaksanakan fungsi-

fungsi yang dibebankan kepada suatu

Negara Pelindung berdasarkan Konvensi

dan Protokol ini;

(d) “pengganti” berarti suatu organisasi yang

bertindak menggantikan suatu Negara

Pelindung sesuai dengan Pasal 5.

Pasal 3 --- Permulaan dan akhir penerapan.

Tanpa mengurangi arti ketentuan-ketentuan

yang dapat diterapkan di segala waktu :

(a) Konvensi dan Protokol ini harus berlaku

sejak dari permulaan setiap situasi seperti

yang disebut dalam Pasal I dari Protokol ini;

5

(b) Penerapan Konvensi dan Protokol ini

harus berakhir, di wilayah pihak-pihak

dalam sengketa, pada saat diakhirinya

secara umum operasi-operasi militer dan

dalam hal wilayah-wilayah yang diduduki,

pada saat diakhirinya pendudukan itu

kecuali, didalam kedua keadaan tersebut,

bagi orang-orang yang pembebasan

terakhir, pemulangan atau penempatan

kembali mereka berlangsung sesudahnya.

Orang-orang ini harus tetap memperoleh

manfaat dari ketentuan-ketentuan

yang bersangkutan dari Konvensi dan

Protokol ini sampai pembebasan terakhir,

pemulangan dan penempatan kembali

mereka.

Pasal 4 --- Kedudukan hukum pihak - pihak dalam

sengketa.

Penerapan Konvensi itu dan Protokol ini,

maupun diadakan persetujuan-persetujuan

yang mengukuhkannya, tidak boleh

mempengaruhi kedudukan hukum dari Pihak-

Pihak dalam sengketa. Baik pendudukan

suatu wilayah ataupun penerapan Konvensi

dan Protokol ini tidak boleh mempengaruhi

kedudukan hukum dari wilayah yang masih

menjadi masalah.

Pasal 5 --- Penunjukan negara-negara pelindung dan

penggantinya.

1. Kewajiban dari Pihak-pihak dalam sengketa

untuk sejak permulaan sengketa itu menjamin

pengawasan dan pelaksanaan Konvensi

6

itu dan Protokol ini dengan penerapan sistim

Negara-Negara Pelindung, termasuk inter alia -

penunjukan dan penerimaan negara-negara itu,

sesuai dengan ayat-ayat berikut ini. Negara-

negara Pelindung harus berkewajiban menjaga

kepentingan-kepentingan dari Pihak-Pihak

dalam sengketa.

2. Sejak dari permulaan situasi termaksud dalam

Pasal l, setiap Pihak dalam sengketa tanpa

menunda-nunda harus menunjuk sebuah

negara pelindung untuk tujuan menerapkan

Konvensi dan Protokol ini, begitu pula tanpa

menunda-nunda dan untuk tujuan yang sama

harus mengijinkan kegiatan-kegiatan sebuah

Negara Pelindung yang telah disetujuinya

setelah penunjukan oleh Pihak lawannya.

3. Apabila sejak dari permulaan situasi termaksud

dalam Pasal 1, sebuah Negara Pelindung

belum ditunjuk atau disetujui, maka Komite

Internasional Palang Merah, tanpa mengurangi

hak dari sesuatu organisasi kemanusiaan

yang tak berpihak lainnya untuk berbuat

serupa, harus menawarkan jasa-jasa baiknya

kepada Pihak-Pihak dalam sengketa dengan

mengingat kepada penunjukkan tanpa ditunda-

tunda sebuah Negara Pelindung yang disetujui

oleh Pihak-pihak dalam sengketa. Untuk

tujuan itu maka ia, inter alia, boleh meminta

masing-masing Pihak memberikan kepadanya

sebuah daftar dari sedikitnya lima negara yang

oleh pihak tersebut dianggap dapat diterima

untuk bertindak sebagai Negara Pelindung

atas namanya dalam hubungan dengan pihak

7

lawannya, dan meminta kepada setiap pihak

lawan untuk memberikan sebuah daftar dari

sedikitnya lima negara yang akan diterima

sebagai Negara Pelindung dari Pihak Pertama;

daftar-daftar ini harus disampaikan kepada

Komite (Internasional Palang Merah ) di dalam

waktu dua minggu setelah menerima permintaan;

Komite tersebut harus memperbandingkannya

dan mencari persetujuan atas sesuatu negara

yang diusulkan yang namanya tercantum

didalam kedua daftar tersebut.

4. Apabila tidak ada Negara Pelindung, walaupun

adanya ayat tersebut diatas, maka Pihak-

pihak dalam sengketa harus menerima tanpa

menunda-nunda tawaran yang mungkin dibuat

oleh Komite Internasional Palang Merah atau

oleh suatu organisasi lainnya yang menawarkan

semua jaminan tidak berpihak dan upaya-

upaya, setelah konsultasi gang harus diadakan

dengan Pihak-Pihak yang dimaksud dan

memperhatikan hasil konsultasi itu. untuk

bertindak sebagai pengganti. Berfungsinya

pengganti itu harus mendapatkan persetujuan

dari Pihak-Pihak dalam sengketa; Pihak-pihak

dalam sengketa harus melakukan setiap usaha

untuk memungkinkan dilakukannya operasi-

operasi oleh organisasi pengganti didalam

melaksanakan kewajiban-kewajibannya

berdasarkan Konvensi dan Protokol ini.

5. Sesuai dengan Pasal 4, penunjukan dan

penerimaan Negara Pelindung untuk tujuan

menerapkan Konvensi dan Protokol ini tidak

boleh mempengaruhi kedudukan hukum dari

8

Pihak-pihak dalam sengketa atau dari sesuatu

wilayah, termasuk wilayah yang diduduki.

6. Pemeliharaan hubungan-hubungan diplomatik

antara Pihak-pihak dalam sengketa atau

pemberian kepercayaan untuk melindungi

kepentingan-kepentingan sesuatu Pihak dan

warga negaranya kepada sebuah Negara ketiga

sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum

Internasional mengenai hubungan-hubungan

diplomatik tidak merupakan penghalang bagi

ditunjuknya Negara-negara Pelindung untuk

tujuan menerapkan Konvensi dan Protokol ini.

7. Setiap sebutan suatu Pelindung selanjutnya di

dalam Protokol ini termasuk pula pengganti.

Pasal 6 --- Orang-orang yang memenuhi syarat keahlian

1. Pihak-pihak Peserta Agung dengan bantuan

Perhimpunan-Perhimpunan Palang Merah

Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan

Matahari Merah) harus berusaha juga dimasa

damai, untuk mendidik tenaga-tenaga yang

memenuhi syarat keahlian guna memungkinkan

pelaksanaan Konvensi dan Protokol ini, dan

khususnya kegiatan-kegiatan Negara-negara

Pelindung.

2. Pengadaan tenaga-tenaga tersebut dan

pelatihannya berada di dalam yurisdiksi dalam

negeri.

3. Komite Internasional Palang Merah harus

memiliki bagi kepentingan Pihak-pihak Peserta

Agung daftar-daftar tenaga-tenaga yang sudah

9

terdidik sedemikian yang mungkin untuk tujuan

itu telah ditetapkan dan dikirimkan kepadanya

oleh Pihak-pihak Peserta Agung.

4. Didalam setiap hal, syarat-syarat yang

mengatur dipekerjakannya tenaga-tenaga itu

diluar wilayah nasional, harus tunduk pada

persetujuan-persetujuan khusus antara pihak-

pihak yang bersangkutan.

Pasal 7 --- Sidang-sidang

Negara penyimpan Protokol ini harus

mengadakan sidang dari Pihak-pihak Peserta

Agung, atas permintaan dari satu atau lebih

Pihak-pihak tersebut itu dan atas persetujuan

suara terbanyak dari pihak-pihak tersebut,

untuk mempertimbangkan masalah-masalah

umum mengenai penerapan Konvensi dan

Protokol.

10

BAB - II

YANG LUKA, SAKIT DAN KORBAN KARAM

BAGIAN - I --- PERLINDUNGAN UMUM

Pasal 8 --- Peristilahan

Untuk tujuan-tujuan dari Protokol ini :

(a) yang dimaksud dengan “yang luka” dan

“yang sakit” adalah orang-orang, baik

militer maupun sipil yang karena trauma,

penyakit atau gangguan mental atau

ketidak-mampuan jasmani, memerlukan

bantuan atau perawatan kesehatan, dan

yang menjauhkan diri dari setiap tindakan

permusuhan.

lstilah-istilah ini juga meliputi hal-hal

kesehatan ibu, bayi-bayi yang baru lahir

dan orang-orang lainnya yang mungkin

memerlukan bantuan atau perawatan

kesehatan yang segera, seperti halnya ibu-

ibu yang lemah atau sedang mengandung,

dan yang menjauhkan diri dari tindakan

permusuhan.

(b) yang dimaksud dengan “korban karam”

adalah orang-orang baik militer maupun

sipil, yang hidupnya berada dalam

hahaya di laut maupun di perairan lainnya

sebagai akibat kemalangan yang dialami

oleh mereka atau oleh kapal atau alat

angkutan udara yang membawa mereka

dan yang tidak melakukan tindakan

permusuhan. Orang-orang ini asalkan

11

mereka terus menjauhkan diri dari

setiap tindakan permusuhan, akan tetap

dianggap sebagai korban karam selama

penyelamatan mereka sampai mereka

memperoleh kedudukan lain berdasarkan

Konvensi dan Protokol ini;

(c) yang dimaksud dengan “anggota-anggota

dinas kesehatan” adalah orang-orang

yang oleh suatu Pihak dalam sengketa

ditugaskan khusus untuk tujuan-tujuan

kesehatan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (e) atau untuk administrasi satuan-

satuan kesehatan atau untuk pelaksanaan

kerja atau administrasi pengangkutan

kesehatan. Penugasan-penugasan itu

dapat bersifat tetap atau sementara. Di

dalam istilah ini termasuk:

(i) tenaga-tenaga dinas kesehatan

dan suatu pihak dalam sengketa,

baik militer maupun sipil.

termasuk mereka yang diterangkan

didalam Konvensi Pertama dan

Konvensi Kedua, dan mereka yang

ditugaskan pada organisasi-

organisasi pertahanan sipil:

(ii) tenaga-tenaga kesehatan dari

Perhimpunan-Perhimpunan Palang

Merah Nasional (Bulan Sabit Merah,

Singa dan Matahari Merah) dan

perhimpunan-perhimpunan pemberi

bantuan sukarela nasional lainnya

yang patut diakui dan diberi kuasa

oleh suatu pihak dalam sengketa;

12

(iii) tenaga-tenaga kesehatan dari satuan

kesehatan atau pengangkutan

kesehatan seperti diterangkan

didalam Pasal 9, ayat (2).

(d) yang dimaksud dengan anggota-anggota

dinas “keagamaan” adalah rokhaniwan-

rokhaniwan, militer maupun sipil, seperti

petugas agama, yang khusus bekerja pada

tempat ibadah mereka dan ditugaskan :

(i) pada angkatan Perang dari Pihak

dalam sengketa;

(ii) pada satuan kesehatan atau

pengangkutan kesehatan dan Pihak

dalam sengketa;

(iii) pada satuan kesehatan atau

pengangkutan kesehatan seperti

diterangkan dalam Pasal 9, ayat (2);

atau

(iv) pada organisasi pertahanan sipil dan

Pihak dalam sengketa.

Penugasan tenaga-tenaga dinas

keagamaan itu dapat hersifat tetap atau

sementara, dan ketentuan-ketentuan yang

berhubungan dengannya yang tercantum

di dalam sub-ayat (k) berlaku bagi

mereka;

(e) “satuan-satuan kesehatan” berarti

hentukan-hentukan dan satuan-satuan

lainnya, baik militer maupun sipil,

13

yang diselenggarakan untuk tujuan-

tujuan kesehatan, yaitu pencarian,

pengumpulan, pengangkutan, diagnosa

atau penanganan termasuk penanganan

pertolongan pertama bagi yang luka,

sakit dan korban karam, atau untuk

pencegahan penyakit. Istilah ini juga

mengandung arti, misalnya rumah-rumah

sakit dan satuan-satuan serupa lainnya,

pusat-pusat transfusi darah, pusat-

pusat dan lembaga-lembaga pengobatan

pencegahan, depo-depo kesehatan, dan

tempat-tempat penyimpanan alat-alat

kesehatan dan obat-obatan dan satuan-

satuan tersebut. Satuan-satuan kesehatan

itu dapat berupa benda tidak bergerak atau

bergerak, bersifat tetap atau sementara:

(f) “pengangkutan kesehatan” berarti

pengangkutan melalui darat, laut dan udara

bagi yang luka, sakit, korban karam, tenaga

kesehatan, tenaga petugas keagamaan

(rokhaniwan), peralatan, kesehatan atau

perbekalan kesehatan yang dilindungi oleh

Konvensi dan Protokol ini;

(g) “angkutan kesehatan” berarti setiap alat

pengangkutan, baik militer maupun sipil,

tetap atau sementara, yang ditugaskan

khusus untuk pengangkutan kesehatan

dan berada di bawah kontrol seorang

pejabat yang berwenang dari Pihak dalam

sengketa;

(h) “kendaraan kesehatan” berarti alat angkut

kesehatan apa saja melalui darat:

14

(i) “kapal dan atas angkut kesehatan” berarti

alat angkut kesehatan apa saja melalui air;

(j) “pesawat - terbang kesehatan” berarti atas

angkut kesehatan apa saja melalui udara;

(k) “tenaga kesehatan tetap”, “satuan kesehatan

tetap” dan “angkutan kesehatan tetap”

berarti semuanya itu yang ditugaskan

khusus untuk tujuan-tujuan kesehatan

selama suatu jangka waktu yang tidak

ditentukan. “Tenaga kesehatan sementara”.

“kesatuan kesehatan sementara” dan

“angkutan kesehatan sementara” berarti

semuanya itu yang ditugaskan khusus

untuk tujuan-tujuan kesehatan selama

jangka waktu terbatas di dalam seluruh

jangka waktu itu, kecuali ditentukan

lain daripada tersebut itu. Istilah-istilah

“tenaga kesehatan”, “satuan kesehatan”

dan “angkutan kesehatan” meliputi baik

golongan tetap maupun sementara.

(l) “lambang pengenal” adalah lambang

pengenal palang merah bulan sabit merah

atau singa dan matahari merah di atas

dasar putih apabila digunakan untuk

perlindungan satuan-satuan dan alat

angkut kesehatan, atau tenaga-tenaga

dinas kesehatan dan dinas keagamaan

(rokhaniwan), perlengkapan atau

perbekalan kesehatan;

(m) “isyarat pengenal” adalah setiap isyarat

atau pesan yang ditentukan secara khusus

untuk menandai satuan-satuan atau alat

15

angkut kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam Bab III Iampiran I Protokol ini.

Pasal 9 --- Bidang Penerapan

1. Bab ini, yang ketentuan-ketentuannya

dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan yang

luka, sakit dan korban karam, harus berlaku

bagi semua mereka yang terkena oleh situasi

yang disebut di dalam Pasal 1, tanpa sesuatu

pembedaan yang merugikan yang didasarkan

atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,

agama atau keyakinan, pandangan politik

atau pandangan lainnya. asal kebangsaan atau

sosial, kekayaan, keturunan atau kedudukan

lainnya, atau atas kriteria lain yang serupa.

2. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

hal-hal sebagaimana dimaksud dari Pasal-pasal

27 dan 32 dari Konvensi Pertama harus berlaku

bagi satuan-satuan dan alat angkut kesehatan

yang bersifat tetap (kecuali kapal-kapal rumah

sakit, yang baginya berlaku Pasal 25 dari

Konvensi Kedua) dan anggota-anggotanya

disediakan bagi Pihak dalam sengketa untuk

tujuan-tujuan kemanusiaan :

(a) oleh sebuah Negara netral atau Negara

lainnya yang bukan pihak dalam sengketa;

(b) oleh sebuah perhimpunan pemberi

bantuan yang diakui dan dikuasakan dari

Negara tersebut diatas;

(c) oleh sebuah organisasi kemanusiaan

internasional yang tidak berpihak.

16

Pasal 10 --- Perlindungan dan Perawatan

l. Semua yang luka, sakit dan korban karam, dari

pihak manapun mereka itu, harus dihormati

dan dilindungi.

2. Dalam segala keadaan mereka itu harus

diperlakukan secara perikemanusiaan dan harus

memperoleh perawatan kesehatan dan perhatian

penuh yang diperlukan karena keadaan mereka

sampai sejauh apa yang dapat dilakukan dan

dengan sesedikit mungkin penundaan. Tidak

boleh ada perbedaan diantara mereka itu yang

didasarkan atas alasan apapun selain daripada

keadaan kesehatan mereka.

Pasal 11 --- Perlindungan bagi orang-orang

1. Kesehatan dan keutuhan jasmani atau rokhani

dari orang-orang yang berada di bawah

kekuasaan Pihak-Pihak lawannya atau yang

diinternir, ditahan atau dengan cara lain

dicabut kemerdekaannya sebagai akibat dari

suatu situasi tersebut dalam Pasal 1, tidak

boleh dibahayakan jiwanya oleh suatu tindakan

yang tidak dapat dibenarkan atau sengaja tidak

dilakukan.

Karena itu, adalah dilarang menempatkan

orang-orang yang ditetapkan dalam Pasal ini

dibawah suatu prosedur perawatan kesehatan

yang tidak didasarkan pada keadaan kesehatan

orang yang bersangkutan dan yang tidak

sesuai dengan ukuran-ukuran perawatan

kesehatan yang diakui secara umum yang akan

diterapkan dalam keadaan kesehatan serupa

17

pada orang-orang warganegara dari Pihak yang

menjalankan prosedur dan yang sama sekali

tidak dicabut kemerdekaannya.

2. Terutama adalah dilarang melaksanakan

terhadap orang-orang tersebut diatas, sekalipun

dengan persetujuan mereka

(a) mutilasi anggota tuhuh;

(b) percobaan-percobaan kesehatan ataupun

ilmiah:

(c) memindahkan jaringan syaraf tubuh atau

organ-organ tubuh untuk pencangkokan.

kecuali apabila tindakan-tindakan itu

dapat dibenarkan sesuai dengan keadaan

sebagaimana diatur dalam ayat (1).

3. Pengecualian-pengecualian terhadap

pelarangan dalam ayat 2 huruf c dapat dilakukan

hanya didalam hal pemberian sumbangan darah

untuk transfusi atau sumbangan kulit untuk

mengenten, asalkan saja diberikan secara

sukarela dan tanpa suatu paksaan apapun atau

tipu muslihat, dan kemudian hanya untuk

tujuan-tujuan pengobatan penyakit, dengan

syarat-syarat yang sesuai dengan ukuran-

ukuran pengobatan dan pengawasan kesehatan

yang diakui secara umum, yang bertujuan bagi

kemanfaatan pemberi sumbangan maupun

penerima sumbangan.

4. Setiap tindakan sengaja atau sengaja tidak

dilakukan yang membahayakan, secara gawat

kesehatan jasmani atau rokhani ataupun

keutuhan jasmani seseorang yang berada di

18

dalam kekuasaan suatu pihak yang bukan Pihak

tempat ia bergantung dan yang melanggar

setiap larangan tersebut dalam ayat (1) dan ayat

(2) ataupun yang tidak mau memenuhi syarat-

syarat seperti tersebut dalam ayat 3, akan

merupakan pelanggaran terhadap Protokol ini.

5. Orang-orang yang disebut di dalam ayat (1)

berhak menolak suatu operasi pembedahan.

Dalam hal penolakan ini, tenaga dinas

kesehatan harus berusaha mendapatkan sebuah

pernyataan tertulis mengenai hal tersebut, yang

ditanda tangani atau diakui oleh pasien.

6. Setiap Pihak dalam sengketa harus memiliki

suatu catatan kesehatan untuk setiap sumbangan

darah bagi transfusi atau sumbangan kulit bagi

pengentenan oleh orang-orang yang disebut

dalam ayat (1), jika sumbangan itu dibawah

tanggung jawab Pihak tersebut. Selain itu,

setiap pihak dalam sengketa harus berusaha

memiliki suatu catatan tentang semua prosedur

pengobatan yang dilakukan berkaitan dengan

setiap orang yang diinternir, ditahan atau

dengan cara lain yang dicabut kemerdekaannya

sebagai akibat suatu situasi yang disebut dalam

Pasal 1.

Catatan-catatan ini harus setiap saat selalu

tersedia untuk pemeriksaan oleh Negara

Pelindung.

19

Pasal 12 --- Perlindungan satuan - satuan kesehatan.

1. Satuan-satuan kesehatan harus setiap saat

selalu dihormati dan dilindungi dan tidak boleh

menjadi sasaran serangan.

2. Ayat (1) harus berlaku bagi satuan-satuan

kesehatan sipil asalkan mereka:

(a) termasuk dalam salah satu dari Pihak-

Pihak dalam sengketa:

(b) diakui dan dikuasai oleh pejabat yang

berwenang dari salah satu Pihak-Pihak

dalam sengketa, atau

(c) dikuasai sesuai dengan Pasal 9 ayat

(2), dari Protokol ini atau Pasal 27 dari

Konvensi Pertama.

3. Pihak-pihak dalam sengketa diundang untuk

saling memberitahu mengenai letak tempat

dari satuan-satuan kesehatan yang menetap.

Tiadanya pemberitahuan itu tidak boleh

membebaskan salah satu dari Pihak-Pihak

tersebut dan kewajiban mematuhi ketentuan-

ketentuan ayat (1).

4. Dalam keadaan apapun satuan-satuan kesehatan

tidak boleh dipergunakan dalam usaha untuk

melindungi obyek-obyek militer dari serangan.

Apabila mungkin Pihak-Pihak dalam sengketa

harus menjamin bahwa satuan-satuan kesehatan

ditempatkan sedemikian rupa sehingga serangan-

serangan terhadap obyek-obyek militer tidak

membahayakan keselamatan mereka.

20

Pasal 13 --- Penghentian perlindungan bagi satuan-satuan

kesehatan sipil.

1. Perlindungan yang merupakan hak bagi satuan-

satuan kesehatan sipil tidak boleh berakhir

kecuali jika mereka dipergunakan di luar fungsi

kemanusiaan mereka untuk melakukan tindakan-

tindakan yang merugikan musuh. Akan tetapi

perlindungan dapat berakhir hanya setelah

diberikan suatu peringatan dengan menetapkan,

manakala dianggap patut, suatu batas waktu yang

layak, dan setelah peringatan seperti itu masih tetap

diabaikan.

2. Hal-hal berikut ini tidak boleh dianggap sebagai

tindakan-tindakan yang membahayakan musuh :

(a) bahwa anggota-anggota dari satuan tersebut

dilengkapi dengan senjata-senjata ringan

perorangan untuk pertahanan diri atau untuk

pertahanan yang luka-luka dan yang sakit

yang berada didalam tanggung jawabnya.

(b) bahwa kesatuan itu dikawal oleh sebuah

satuan piket atau oleh satuan pengawal atau

oleh satuan pengantar;

(c) bahwa senjata-senjata ringan dan amunisi

yang disita dari yang luka-luka dan yang

sakit, dan yang belum diserahkan kepada

dinas ketentaraan yang berhak, diketemukan

pada satuan-satuan kesehatan tersebut.

(d) bahwa anggota-anggota Angkatan Perang

dan kombatan-kombatan lainnya terdapat

21

di dalam satuan tersebut karena alasan-

alasan kesehatan.

Pasal 14 --- Pembatasan atas rekuisisi satuan-satuan

kesehatan sipil

1. Penguasa pendudukan berkewajiban menjamin

bahwa kebutuhan kesehatan bagi penduduk

sipil diwilayah yang didudukinya tetap selalu

dipenuhi.

2. Penguasa pendudukan karenanya tidak boleh

merekuisisi satuan-satuan kesehatan sipil,

perlengkapan mereka, material mereka atau jasa

jasa dari anggota-anggota mereka, selama sumber-

sumber perlengkapan, material dan jasa-jasa ini

diperlukan bagi penyediaan pelayanan kesehatan

yang layak untuk penduduk sipil dan bagi

perawatan kesehatan yang masih harus diteruskan

pada setiap orang yang luka-luka dan yang sakit

yang sudah berada di dalam perawatan.

3. Asalkan ketentuan umum di dalam ayat (2)

tetap dipenuhi, Penguasa Pendudukan boleh

merekuisisi sumber-sumber tersebut diatas.

dengan syarat-syarat khusus sebagai berikut :

(a) bahwa sumber-sumber tersebut diperlukan

untuk perawatan kesehatan yang segera

dan layak bagi anggota-anggota Angkatan

Perang yang luka-luka dan sakit dan

Penguasa Pendudukan atau tawanan-

tawanan perang;

(b) bahwa rekuisisi itu berlaku terus hanya

selama adanya keharusan demikian, dan

22

(c) bahwa pengaturan-pengaturan mendesak

dibuat untuk menjamin tetap terus

dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan

kesehatan penduduk sipil dan mereka

yang luka-luka dan yang sakit yang

masih dalam perawatan, yaitu mereka

yang dikenakan rekuisisi itu.

Pasal 15 --- Perlindungan bagi anggota-anggota dinas

kesehatan sipil dan dinas keagamaan.

1. Anggota-anggota dinas kesehatan sipil harus

dihormati dan dilindungi.

2. Apabila diperlukan, semua bantuan yang bisa

diperoleh harus diberikan kepada anggota-

anggota dinas kesehatan sipil di wilayah

dimana dinas-dinas kesehatan sipil tercerai

berai oleh sebab kegiatan tempur.

3. Penguasa Pendudukan harus memberikan

kepada anggota-anggota dinas kesehatan sipil

di wilayah-wilayah pendudukan setiap bantuan

yang memungkinkan mereka melaksanakan

fungsi-fungsi kemanusiaan mereka sesuai

kemampuan yang ada pada mereka. Penguasa

Pendudukan tidak boleh menuntut bahwa di

dalam melaksanakan fungsi-fungsi itu tenaga-

tenaga kesehatan tersebut harus memberikan

pengutamaan bagi perawatan seseorang

kecuali atas dasar alasan kesehatan. Mereka

tidak boleh dipaksa melakukan tugas-tugas

yang tidak sesuai dengan tugas kemanusiaan

mereka.

23

4. Anggota-anggota dinas kesehatan sipil harus

mempunyai hak masuk ke setiap tempat dimana

jasa-jasa mereka sangat diperlukan dengan

dikenakan tindakan-tindakan pengawasan dan

Pengamanan selama Pihak yang bersangkutan

dalam sengketa menganggapnya perlu.

5. Rokhaniwan-rokhaniwan dari dinas keagamaan

sipil harus dihormati dan dilindungi, Ketentuan-

ketentuan dan Konvensi dan Protokol ini

yang mengenai perlindungan dan pengenalan

anggota-anggota dinas kesehatan harus berlaku

sama pada orang-orang tersebut itu.

Pasal 16 --- Perlindungan umum tugas-tugas kesehatan.

1. Di dalam keadaan apapun seseorang tidak boleh

dihukum karena melakukan kegiatan-kegiatan

kesehatan yang sesuai dengan norma-norma

etika kedokteran, tidak peduli apakah orang

tersebut menarik manfaat dari kegiatannya itu.

2. Orang-orang yang bekerja dalam kegiatan-

kegiatan kesehatan tidak boleh dipaksa

untuk melakukan tindakan-tindakan atau

melaksanakan pekerjaan yang bertentangan

dengan aturan-aturan etika kedokteran atau

ketentuan-ketentuan lainnya yang bertujuan

bagi manfaat orang yang luka-luka, yang sakit

atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

dan Konvensi atau Protokol ini, atau dipaksa

untuk tidak melakukan tindakan-tindakan atau

melaksanakan pekerjaan yang diwajibkan

24

oleh kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan

tersebut.

3. Tidak seorangpun yang bekerja dalam kegiatan-

kegiatan kesehatan boleh dipaksakan untuk

memberikan kepada siapapun, baik dari Pihak

lawan maupun dari Pihaknya sendiri, kecuali

diwajibkan oleh Undang-undang dari Pihak

tersebut terakhir, keterangan mengenai mereka

yang luka-luka dan yang sakit yang berada atau

pernah berada di dalam perawatannya, apabila

pada pendapatnya keterangan itu akan terbukti

merugikan diri orang-orang yang dirawat itu

atau keluarga mereka.

Namun, peraturan-peraturan mengenai

kewajiban memberitabukan tentang penyakit-

penyakit yang dapat menular harus dihormati.

Pasal 17 --- Peranan penduduk sipil dan perhimpunan-

perhimpunan bantuan

1. Penduduk sipil harus menghormati mereka

yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,

sekalipun dari Pihak lawan, dan tidak boleh

melakukan tindakan kekerasan terhadap

mereka. Penduduk sipil dan perhimpunan-

perhimpunan bantuan, seperti Perhimpunan-

Perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan

Sabit Merah, Singa dan Matahan Merah), harus

diperbolehkan mengumpulkan dan merawat

yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,

juga di daerah-daerah yang diserbu atau yang

diduduki, sekalipun atas prakarsa mereka

sendiri.

25

Tidak seorangpun boleh dirugikan, dituntut

dinyatakan bersalah atau dihukum karena

melakukan tindakan-tindakan kemanusiaan itu.

2. Pihak-Pihak dalam sengketa boleh meminta

kepada penduduk sipil dan perhimpunan-

perhimpunan bantuan seperti disebut dalam ayat

1 untuk mengumpulkan dan merawat mereka

yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,

dan mencari mereka yang tewas dan melaporkan

tempatnya, Pihak-pihak dalam sengketa itu

harus memberikan baik perlindungan maupun

fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi mereka

yang memenuhi permintaan itu. Apabila Pihak

lawan menguasai atau menguasai kembali

daerah. pihak tersebut harus juga memberikan

perlindungan dan fasilitas-fasilitas serupa

selama diperlukan.

Pasal 18 --- Pengenalan

1. Setiap pihak dalam sengketa harus herusaha

menjamin bahwa anggota-anggota dinas

kesehatan dan dinas keagamaan dan satuan-

satuan dan alat angkut kesehatan dapat

dikenal.

2. Setiap Pihak dalam sengketa harus berusaha

mengambil dan melaksanakan metoda-

metoda dan tata cara (prosedur) yang akan

memungkinkan untuk mengenal satuan-satuan

dan alat angkut kesehatan yang menggunakan

lambang pengenal dan isyarat pengenal.

3. Diwilayah pendudukan dan di daerah-daerah

dimana pertempuran sedang berlangsung atau

26

mungkin akan terjadi, anggota-anggota dinas

kesehatan dan dinas keagamaan hendaknya

dapat dikenal dengan lambang pengenal

dan dengan suatu kartu tanda pengenal yang

menerangkan kedudukan mereka.

4. Dengan seijin pejabat yang berwenang, satuan-

satuan dan alat angkut kesehatan harus ditandai

dengan lambang pengenal. Kapal-kapal dan

angkutan perairan yang disebut dalam Pasal 22

dan Protokol ini harus di tandai sesuai dengan

ketentuan-ketentuan dan Konvensi kedua.

5. Selain dari lambang pengenal itu, suatu Pihak

dalam sengketa, sebagaimana ditetapkan

didalam Bab III dan lampiran I pada Protokol

ini, dapat mengijinkan penggunaan isyarat

pengenal untuk mengenal satuan-satuan dan

alat angkut kesehatan. Dengan perkecualian,

didalam hal-hal khusus seperti tercantum di

dalam Bab tersebut, alat angkut kesehatan

boleh menggunakan tanda-tanda pengenal

tanpa memperlihatkan lambang pengenal.

6. Penerapan ketentuan-ketentuan dan ayat (1)

sampai dengan 5 dari pasal ini diatur oleh Bab-

bab I sampai dengan III dari Lampiran 1 pada

Protokol ini.

Tanda-tanda yang dimaksudkan dalam Bab

III dari Lampiran itu semata-mata untuk

penggunaan satuan-satuan dan alat angkut

kesehatan, kecuali sebagaimana ditetapkan

di dalamnya. tidak boleh dipergunakan untuk

suatu tujuan lain dari pada untuk mengenal

satuan-satuan dan alat angkut seperti yang

diperinci di dalam Bab tersebut.

27

7. Pasal ini tidak memberikan kewenangan yang

lebih luas lambang pengenal itu dimasa damai

selain yang diterangkan di dalam Pasal 44 dan

Konvensi Pertama.

8. Ketentuan-ketentuan Konvensi dan Protokol ini

yang mengenai pengawasan atas penggunaan

lambang pengenal dan yang mengenai

pencegahan dan penindakan terhadap setiap

penyalahgunaannya harus berlaku bagi isyarat

pengenal.

Pasal 19 --- Negara-Negara Netral dan lainnya yang bukan

pihak-pihak dalam sengketa.

Negara-negara netral dan negara lainnya yang

bukan Pihak-Pihak dalam sengketa harus

menerapkan ketentuan-ketentuan yang relevan

dan Protokol ini pada orang-orang yang

dilindungi oleh Bagian ini yang dapat diterima

atau diasingkan di dalam wilayah mereka.

dan pada setiap orang yang tewas dan Pihak-

Pihak dalam sengketa yang mungkin mereka

temukan.

Pasal 20 --- Larangan tindakan - tindakan pembatasan.

Tindakan-tindakan pembatasan terhadap

orang-orang atau benda-benda yang dilindungi

oleh Bagian ini adalah dilarang.

28

BAGIAN - II --- PENGANGKUTAN KESEHATAN

Pasal 21 --- Kendaraan-kendaraan kesehatan

Kendaraan-kendaraan kesehatan harus

dihormati dan dilindungi dan cara yang sama

seperti satuan-satuan kesehatan yang bergerak

berdasarkan Konvensi-Konvensi dan Protokol

ini.

Pasal 22 --- Kapal-kapal rumah sakit dan alat angkut air

penyelamat pantai.

1. Ketentuan-ketentuan dari Konvensi-konvensi

yang mengenai :

(a) kapal-kapal yang diterangkan dalam

Pasal-Pasal 22. 24, 25 dan 27 dan

Konvensi Kedua,

(b) sekoci-sekoci penolong dan atas angkut

air kecil mereka,

(c) tenaga-tenaga kesehatan dan para awak

kapal mereka, dan

(d) yang luka, sakit dan korban karam yang

berada di kapal.

harus juga berlaku manakala perahu tersebut

mengangkut orang-orang sipil yang luka, sakit

dan korban-korban karam yang tidak termasuk

dalam salah satu dari golongan-golongan

yang dimaksudkan dalam Pasal 13 Konvensi

Kedua. Namun orang-orang sipil itu tidak boleh

diserahkan kepada sesuatu Pihak yang bukan

Pihaknya, atau ditawan di laut. Apabila mereka

berada dalam kekuasaan suatu pihak dalam

sengketa yang bukan Pihaknya sendiri, bagi

29

mereka ini harus berlaku Konvensi keempat

dan Protokol ini.

2. Perlindungan yang ditetapkan oleb Konvensi

bagi perahu-perahu yang dimaksud dalam

Pasal 25 dari Konvensi kedua harus berlaku

pula bagi perahu-perahu rumah sakit yang

disediakan guna tujuan-tujuan kemanusiaan

untuk suatu pihak dalam sengketa :

(a) oleh sebuah Negara netral atau negara

lainnya yang bukan Pihak dalam sengketa;

atau

(b) oleh sebuah organisasi kemanusiaan

internasional yang tidak berpihak.

asalkan, didalam kedua hal tersebut.

syarat-syarat yang diterangkan dalam

Pasal tersebut dipenuhi.

3. Alat angkutan air kecil yang dimaksud

dalam Pasal 27 dan Konvensi Kedua harus

dilindungi walaupun seandainya tidak dibuat

pemberitahuan lebih dulu seperti dikemukakan

dalam Pasal tersebut. Namun demikian Pihak-

Pihak dalam sengketa diminta untuk saling

memberitabukan setiap perincian dari alat

angkut air itu guna memungkinkan pengenalan

mereka dan pemberian pengakuan mereka.

30

Pasal 23 --- Kapal-kapal dan angkutan air kesehatan

lainnya.

1. Kapal-kapal dan alat angkutan air kesehatan

yang lain dari yang dimaksudkan dalam Pasal

22 dari Protokol ini dan Pasal 38 dari Konvensi

kedua, harus dihormati dan dilindungi, baik

dilaut maupun di perairan lainnya, dengan cara

yang sama seperti satuan-satuan kesehatan

bergerak berdasar-kan Konvensi dan Protokol

ini. Karena perlindungan hanya dapat efektif

apabila kapal-kapal itu dapat dikenal dan diakui

sebagai kapal-kapal atau alat angkutan air

kesehatan, maka perahu-perahu itu hendaknya

ditandai dengan lambang pengenal dan sejauh

mungkin sesuai dengan ayat (2), Pasal 43 dari

Konvensi Kedua.

2. Kapal-kapal dan alat angkutan air yang dimaksud

dalam ayat (1) harus tetap tunduk kepada hukum

perang. Setiap kapal perang di atas permukaan

air yang dapat dengan segera memberlakukan

komandonya boleh memerintahkan kapal-

kapal itu berhenti, memerintahkan kapal-kapal

itu berangkat, atau menyuruh kapal-kapal itu

harus mematuhi setiap komandonya. Kapal-

kapal dan alat angkutan air yang demikian itu

tidak boleh dengan cara apapun mengalihkan

dari tugas kesehatan mereka selama kapal-

kapal itu diperlukan bagi yang luka-Iuka, sakit

dan korban karam yang ada di atas kapal.

3. Perlindungan yang ditetapkan dalam ayat (1)

akan berakhir hanya di bawah syarat-syarat

yang dimaksud dalam Pasal-Pasal 34 dan 35

dari Konvensi Kedua.

31

Suatu penolakan yang jelas untuk mematuhi

komando yang diberikan sesuai dengan ayat

(2) harus dianggap sebagai tindakan yang

merugikan musuh berdasarkan Pasal 34 dari

Konvensi Kedua.

4. Suatu Pihak dalam sengketa dapat

memberitabukan kepada Pihak lawannya

sejauh mungkin sebelum pelayaran di mulai

tentang nama, uraian, waktu pelayaran

yang diharapkan, arah dan kecepatan yang

diperkirakan dari kapal atau alat angkutan air

kesehatannya, khususnya dalam hal kapal-

kapal yang berukuran diatas 2.000 ton bobot

mati, dan dapat memberikan keterangan

lainnya yang akan memudahkan pengenalan

dan pengakuan.

Pihak lawan dalam pada itu harus

memberitabukan tentang telah diterimanya

keterangan tersebut.

5. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 37 dari

Konvensi Kedua harus berlaku bagi anggota-

anggota dinas kesehatan dan dinas keagamaan

di atas kapal-kapal dan alat angkutan air yang

demikian itu.

6. Ketentuan-ketentuan dan Konvensi Kedua

harus berlaku bagi yang luka-luka, sakit

dan korban karam, yang dimaksud dalam

golongan-golongan yang dimaksud dalam

Pasal 13 dari Konvensi Kedua dan dalam Pasal

44 dari Protokol ini, yang mungkin berada di

atas kapal-kapal kesehatan dan alat angkutan

air seperti tersebut itu. Orang-orang sipil yang

luka-luka, sakit dan korban karam yang tidak

32

termasuk dalam salah satu dari golongan-

golongan yang dimaksudkan dalam Pasal 13

dan Konvensi Kedua, selama di laut, tidak

boleh diserahkan kepada setiap Pihak yang

bukan Pihaknya sendiri atau untuk pindah dari

kapal-kapal atau alat angkutan air itu; apabila

mereka berada di dalam kekuasaan suatu Pihak

dalam sengketa yang bukan Pihaknya sendiri,

mereka ini harus dilindungi oleh Konvensi

Keempat dan Protokol ini.

Pasal 24 --- Perlindungan alat angkutan udara kesehatan

Alat angkutan udara kesehatan harus dihormati

dan dilindungi, tunduk pada ketentuan-

ketentuan dari Bab ini.

Pasal 25 --- Alat angkutan udara kesehatan di daerah-

daerah yang tidak dikuasai oleh pihak lawan.

Didarat dan diatas daerah-daerah yang secara

fisik dikuasai oleh angkatan perang yang

bersahahat atau di laut dan diatas laut dari

daerah-daerah yang tidak secara fisik dikuasai

oleh suatu Pihak lawan, Penghormatan dan

perlindungan alat angkutan udara dan suatu

Pihak dalam sengketa tidak tergantung kepada

sesuatu persetujuan dengan suatu Pihak lawan.

Akan tetapi demi keselamatan yang lebih

besar, suatu pihak dalam sengketa yang alat

angkutan udara kesehatannya beroperasi di

daerah-daerah itu dapat memberitahu pihak

lawannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

29, khususnya ketika alat angkutan udara

itu sedang melakukan penerbangan yang

33

membawa-nya sampai berada di dalam jarak

tembak sistim senjata dari permukaan bumi ke

udara dan Pihak lawannya.

Pasal 26 --- Alat angkutan udara kesehatan di daerah-

daerah serangan atau yang serupa.

1. Di darat dan diatas bagian-bagian dan daerah

serangan yang secara fisik dikuasai oleh

angkatan perang kawan dan di darat dan

diatas daerah-daerah yang belum dengan jelas

dikuasai secara fisik oleh siapa, perlindungan

bagi alat angkutan udara kesehatan dapat

menjadi efektif sepenuhnya hanya melalui

persetujuan sebelumnya antara pejabat-pejabat

militer yang berwenang dan Pihak-Pihak

dalam sengketa, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29. Walaupun dalam keadaan tiadanya

persetujuan seperti itu, alat angkutan udara

kesehatan yang melakukan penerbangan atas

resikonya sendiri harus dihormati setelah

dikenal.

2. “Daerah serangan” berarti suatu daerah di darat

dimana unsur-unsur yang sedang bergerak maju

dan angkatan perang yang sedang berperang

berada dalam keadaan saling berhadapan satu

sama lainnya, terutama dimana kedua-duanya

dihadapkan pada tembakan langsung dari

darat.

Pasal 27 --- Alat angkutan udara kesehatan didaerah-daerah

yang dikuasai oleh Pihak Lawan.

l. Alat angkutan udara kesehatan dan suatu Pihak

dalam sengketa harus terus dilindungi ketika

34

sedang melakukan penerbangan di atas daerah-

daerah darat dan laut yang secara fisik dikuasai

oleh suatu Pihak lawan, asalkan persetujuan

sebelumnya bagi penerbangan-penerbangan

seperti itu telah diperoleh dari pejabat yang

berwenang dan Pihak lawan itu.

2. Sebuah alat angkutan udara kesehatan yang

terbang di atas suatu daerah yang secara

fisik dikuasai oleh Pihak lawan tanpa, atau

menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari

suatu persetujuan yang ditetapkan dalam ayat

(1) di atas, baik disebabkan oleh kesalahan

navigasi atau karena suatu keadaan darurat

yang menimpa keselamatan penerbangannya

itu. harus berusaha sedapat-dapatnya untuk

mengenalkan dirinya dan memberitahu Pihak-

lawan tentang keadaanya.

Segera setelah alat angkutan udara kesehatan

itu diakui oleh pihak lawan, maka Pihak lawan

ini harus melakukan segala usaha yang patut

untuk memberikan perintah mendarat atau

turun di laut, seperti ditunjukkan dalam Pasal

30, ayat (1) atau mengambil langkah-langkah

lain guna menyelamatkan dirinya sendiri, dan

di dalam kedua hal itu, memberikan waktu

bagi alat angkutan udara itu untuk mematuhi

perintahnya sebelum melancarkan suatu

serangan terhadap alat angkutan udara tersebut.

Pasal 28 --- Pembatasan-pembatasan terhadap operasi-

operasi alat angkutan kesehatan.

1. Pihak-pihak dalam sengketa dilarang

mempergunakan alat angkutan udara kesehatan

35

mereka untuk mencoba mendapatkan sesuatu

keuntungan militer atas Pihak lawannya.

Kehadiran alat angkutan udara kesehatan tidak

boleh dipergunakan dalam suatu usaha untuk

menjadikan sasaran-sasaran militer bebas

(immune) dari sasaran serangan.

2. Alat angkutan udara kesehatan tidak boleh

dipergunakan untuk mengumpulkan atau

mengirimkan bahan-bahan keterangan

intelijens dan tidak boleh membawa sesuatu

alat perlengkapan yang dimaksudkan untuk

tujuan-tujuan seperti itu. Alat angkutan udara

kesehatan dilarang membawa seseorang atau

muatan yang tidak termasuk di dalam perumusan

dalam Pasal 8, huruf f. Membawa kedalam

alat angkutan udara kesehatan barang-barang

bernilai pribadi milik penumpang atau alat-

alat perlengkapan yang semata-mata bertujuan

untuk memudahkan navigasi. komunikasi

atau pengenalan pesawat tersebut tidak boleh

dilarang.

3. Alat angkutan udara kesehatan tidak boleh

membawa persenjataan apapun kecuali senjata-

senjata ringan dan amunisi yang diambil dan

yang luka-luka, sakit dan korban karam yang

berada dalam alat angkutan udara itu dan yang

belum diserahkan kepada dinas kctentaraan

yang berhak, dan senjata-senjata ringan

perorangan itu yang mungkin diperlukan

untuk memungkinkan anggota-anggota dinas

kesehatan di dalam alat angkutan udara itu

melakukan pembelaan diri mereka dan yang

luka-luka, sakit dan korban karam yang berada

di dalam tanggung jawab mereka.

36

4. Ketika melakukan penerbangan seperti yang

dimaksud dalam Pasal-pasal 26 dan 27,

alat angkutan udara kesehatan tidak boleh

dipergunakan untuk mencari yang luka-luka,

sakit dan korban karam, kecuali dengan

persetujuan sebelumnya dari Pihak lawan.

Pasal 29 --- Pemberitahuan dan persetujuan mengenai alat

angkutan udara kesehatan.

1. Pemberitahuan berdasarkan Pasal 25, atau

permintaan untuk mengadakan persetujuan

sebelumnya berdasarkan Pasal-Pasal 26,27,28

(ayat 4), atau 31 harus menyatakan jumlah alat

angkutan udara yang diusulkan, rencana-rencana

penerbangan mereka dan alat-alat pengenalan,

dan harus benar-benar dimaksudkan bahwa setiap

penerbangan akan dilaksanakan sesuai dengan

Pasal 28.

2. Suatu Pihak yang menerima suatu

pemberitahuan seperti dimaksud dalam Pasal

25 harus dengan segera mengumumkan telah

diterimanya pembentahuan itu.

3. Suatu Pihak yang menenma suatu permintaan

akan persetujuan sebelumnya berdasarkan

Pasal-Pasal 26, 27, 28 (ayat 4), atau 31 harus

dengan secepat mungkin memberitahu Pihak

yang mengajukan permintaan itu:

(a) bahwa permintaan itu disetujui;

(b) bahwa permintaan itu ditoiak: atau

(c) tentang usul-usul alternatif yang layak

terhadap permintaan itu. Pihak tersebut

dapat juga mengusulkan suatu pelarangan

37

atau pembatasan penerbangan-

penerbangan lain di dalam daerah selama

waktu terlibat. Apabila Pihak yang

memajukan permintaan itu menerima

usul-usul alternatif itu. maka ia harus

memberitahu kepada Pihak lainnya itu

tentang telah diterimanya usul-usul

alternatif itu.

4. Pihak-Pihak tersebut harus mengambil langkah-

langkah yang diperlukan untuk menjamin

bahwa pemberitahuan dan persetujuan dapat

dihuat secepatnya.

5. Pihak-pihak tersebut diatas juga harus

mengambil langkah-langkah yang perlu untuk

menyebarluaskan dengan cepat isi dari setiap

pemberitahuan dan persetujuan itu kepada

satuan-satuan militer yang bersangkutan

dan harus menginstruksikan satuan-satuan

itu mengenai alat-alat pengenalan yang

akan dipergunakan oleh alat angkutan udara

kesehatan tersebut.

Pasal 30 --- Pendaratan dan pemeriksaan alat angkutan

udara kesehatan.

1. Alat angkutan udara kesehatan yang terbang di

atas daerah-daerah yang secara fisik dikuasai

oleh Pihak lawan, atau diatas daerah-daerah

yang belum dengan jelas dikuasai secara fisik.

dapat diperintahkan untuk mendarat atau turun

di laut, secara layak, untuk membolehkan

pemeriksaan sesuai dengan ayat-ayat berikut

ini. Alat angkutan udara kesehatan harus

mematuhi perintah yang demikian itu.

38

2. Apabila sebuah alat angkutan udara seperti

itu mendarat atau turun ke laut, baik karena

diperintahkan untuk melakukan hal itu maupun

karena sebab-sebab lain, alat angkutan udara

tersebut dapat mematuhi untuk dilakukannya

dikenakan pemeriksaan semata-mata untuk

mematuhi hal-hal seperti yang dimaksud dalam

ayat (3) dan (4).

Setiap pemeriksaan demikian harus dimulai

tanpa ditunda-tunda dan harus dilakukan secara

cepat.

Pihak yang melakukan pemeriksaan tidak

boleh meminta yang luka-luka dan sakit untuk

dipindahkan dari alat angkutan udara itu kecuali

pemindahan mereka itu sangatlah penting bagi

pemeriksaan. Pihak tersebut harus di dalam

keadaan apapun menjamin bahwa keadaan

yang luka-luka dan sakit tidak dirugikan oleh

pemeriksaan atau pemindahan itu.

3. Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa

alat angkutan udara tersebut :

(a) adalah sebuah alat angkutan udara

kesehatan didalam pengertian seperti

dalam Pasal 8, huruf (j),

(b) adalah tidak melanggar syarat-syarat

tercantum dalam Pasal 28, dan,

(c) tidak terbang bukan tanpa atau melanggar

suatu persetujuan sebelumnya dimana

persetujuan seperti itu diperlukan,

maka alat angkutan udara tersebut

beserta penumpang-penumpangnya yang

39

termasuk dari Pihak lawan atau sebuah

negara netral atau negara lain yang bukan

Pihak dalam sengketa harus diijinkan

untuk melanjutkan penerbangannya tanpa

ditunda-tunda.

4. Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa

alat angkutan udara tersebut

(a) adalah bukan alat angkutan udara

kesehatan di dalam pengertian seperti

dalam Pasal 8, huruf (f),

(b) melanggar syarat-syarat yang tercantum

dalam Pasal 28, atau

(c) telah terbang bukan tanpa atau melanggar

suatu persetujuan sebelumnya dimana

persetujuan itu diperlukan.

maka alat angkutan udara tersebut

boleh disita. Para penumpangnya harus

diperlakukan sesuai dengan ketentuan-

ketentuan yang berhubungan dengan-nya

dari Konvensi dan Protokol ini.

Setiap alat angkutan udara yang disita,

yang telah ditugaskan sebagai sebuah alat

angkutan udara kesehatan yang bersifat

tetap, boleh dipergunakan setelah itu

hanya sebagai sebuah alat angkutan udara

kesehatan.

Pasal 31 --- Negara-negara netral atau negara lainnva yang

bukan pihak-pihak dalam sengketa.

1. Kecuali dengan persetujuan sebelumnya. alat

angkutan udara kesehatan tidak boleh terbang

diatas atau mendarat di wilayah dari sebuah

40

negara netral atau negara lainnya yang bukan

suatu Pihak dalam sengketa. Akan tetapi dengan

suatu persetujuan demikian, alat angkutan udara

itu harus dihormati sepanjang penerbangannya

dan juga selama waktu singgah di wilayah

tersebut. Namun demikian alat angkutan udara

itu harus tunduk pada setiap panggilan untuk

mendarat atau turun di laut, sebagaimana

diisyaratkan.

2. Apabila didalam keadaan tidak ada suatu

persetujuan atau menyimpang dan ketentuan-

ketentuan dan suatu persetujuan sebuah

alat angkutan udara terbang di atas wilayah

dari suatu negara netral atau negara lainnya

yang bukan suatu pihak dalam sengketa,

baik disebabkan kesalahan navigasi atau

karena suatu keadaan darurat yang menimpa

keselamatan penerbangan, maka alat angkutan

udara tersebut harus melakukan setiap usaha

memberitabukan tentang penerbangannya

itu dan mengenalkan diri. Segera setelah alat

angkutan udara kesehatan itu dikenal, Negara

itu harus melakukan segala usaha yang layak

untuk memerintahkannya mendarat atau turun

ke laut seperti dimaksud dalam Pasal 30, ayat

1, atau mengambil langkah-langkah lain untuk

menyelamatkan kepentingannya sendiri, dan

kesemuanya itu untuk mematuhi perintahnya

sebelum melancarkan suatu serangan terhadap

alat angkutan udara tersebut.

3. Jika sebuah alat angkutan udara, baik karena

adanya persetujuan maupun karena berada

didalam keadaan dimaksud dalam ayat (2) di

41

atas, mendarat atau turun di laut di wilayah

dari sebuah negara netral atau negara lain

yang bukan Pihak dalam sengketa, baik karena

diperintahkan untuk melakukan hal itu atau

karena sebab-sebab lain, alat angkutan udara

tersebut harus dikenakan pemeriksaan dengan

tujuan untuk menetapkan apakah alat angkutan

udara terbang itu benar-benar sebuah alat

angkutan udara kesehatan. Pemeriksaan itu

harus dimulai tanpa ditunda-tunda dan harus

dilakukan dengan cepat. Pihak yang melakukan

pemeriksaan tidak boleh meminta luka-luka

dan sakit dari Pihak yang menjalankan alat

angkutan udara itu agar dipindahkan dari alat

angkutan udara kecuali pemindahan mereka

itu memang sangat penting bagi pemeriksaan.

Pihak yang melakukan pemeriksaan dalam

keadaan apapun harus menjamin bahwa keadaan

yang luka-luka dan sakit tidak dirugikan oleh

pemeriksaan atau pemindahan itu.

Apabila pemeriksaan itu membuktikan

bahwa alat angkutan udara itu adalah benar-

benar sebuah alat angkutan udara kesehatan,

maka alat angkutan udara beserta para

penumpangnya, selain dan mereka yang harus

ditahan sesuai dengan peraturan-peraturan

hukum internasional yang dapat diterapkan

dalam sengketa bersenjata, harus diperbolehkan

melanjutkan kembali penerbangannya, dan

fasilitas-fasilitas yang layak harus diberikan

bagi dilanjutkannya penerbangan itu.

Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa

alat angkutan udara itu bukan alat angkutan

udara kesehatan, maka alat angkutan udara

itu harus disita dan para penumpangnya harus

diperlakukan sesuai dengan ayat 4.

42

4. Selain dari untuk sementara, yang luka-luka,

sakit dan korban karam yang diturunkan dari

sebuah alat angkutan udara kesehatan dengan

seijin dari pejabat setempat di wilayah sebuah

Negara netral atau Negara lainnya yang bukan

Pihak dalam sengketa, kecuali disetujui dengan

cara lain antara Negara tersebut dan Pihak-

Pihak dalam sengketa, harus ditahan oleh

Negara tersebut, dimana peraturan-peraturan

hukum internasional yang dapat diterapkan

dalam sengketa bersenjata mengharuskan

demikian, sehingga dengan cara seperti itu

mereka tidak dapat lagi ambil bagian dalam

peperangan. Biaya perawatan di rumah sakit

dan pengasingan mereka harus dibebankan

oleh Negara tersebut kepada Negara asal yang

bersangkutan.

5. Negara-negara netral atau lainnya yang bukan

Pihak-Pihak dalam sengketa harus menerapkan

syarat-syarat dan pembatasan-pembatasan

apapun secara sama bagi semua Pihak dalam

sengketa terhadap jalur penerbangan alat

angkutan udara kesehatan di atas wilayahnya

atau terhadap pendaratan alat angkutan udara

kesehatan diwilayahnya.

43

BAGIAN - III --- ORANG - ORANG YANG HILANG

DAN TEWAS.

Pasal 32 --- Ketentuan Umum.

Dalam pelaksanaan Bagian ini, kegiatan-

kegiatan dan Pihak-pihak Peserta Agung,

Pihak-Pihak dalam sengketa dan Organisasi-

organisasi kemanusiaan inter-nasional yang

disebutkan dalam Konvensi dan Protokol ini

pertama-tama harus benar-benar terdorong

terutama oleh hak dan keluarga-keluarga untuk

mengetahui nasib anggota-anggota keluarga

mereka.

Pasal 33 --- Orang-orang yang hilang

1. Segera keadaan mengijinkan, dan seiambat-

lambatnya mulai saat berakhirnya perang yang

aktif berlangsung, setiap pihak dalam sengketa

harus mencari orang-orang yang dilaporkan

hilang oleh pihak lawan. Pihak lawan itu

harus menyampaikan semua keterangan yang

bersangkutan dengan persoalan mengenai

orang-orang yang hilang itu agar supaya

memudahkan pencariannya.

2. Agar supaya memudahkan pengumpulan

keterangan sesuai dengan ayat tersebut di

atas. maka berkaitan dengan orang-orang

yang tidak akan mendapatkan pertimbangan

yang menguntungkan berdasarkan Konvensi

dan Protokol ini, setiap Pihak dalam sengketa

harus:

(a) mencatat keterangan yang diperinci

dalam pasal 138 dan Konvensi ke empat

44

yang mengenai orang-orang yang telah

ditahan, dihukum penjara atau dengan

cara lain dimasukkan dalam tawanan

selama lebih dari dua minggu sebagai

akibat peperangan atau pendudukan, atau

yang telah meninggal dunia selama dalam

masa penahanan;

(b) Sejauh mungkin memudahkan dan

apabila perlu melaksanakan pencarian

dan pencatatan keterangan-keterangan

mengenai orang-orang itu, jika mereka

itu telah meninggal dalam keadaan

lain sebagai akibat permusuhan atau

pendudukan.

3. Keterangan-keterangan mengenai orang-

orang yang dilaporkan hilang sesuai dengan

ayat I dan permintaan-permintaan mengenai

keterangan-keterangan itu harus dikirimkan

secara langsung atau melalui Negara Pelindung

atau Badan Pencarian Pusat dari Komite

Internasional Palang Merah atau Perhimpunan-

Perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan

Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah).

Apabila keterangan itu tidak dikirimkan

melalui Komite Internasional Palang Merah dan

Badan Percarian Pusatnya, setiap Pihak dalam

sengketa harus menjamin bahwa keterangan itu

juga diberikan kepada Badan Pencarian Pusat.

4. Pihak-pihak dalam sengketa harus berusaha

bersepakat mengenai pengaturan-pengaturan

bagi regu-regu yang akan mencari, mengenal

dan menemukan kembali yang tewas dari

daerah-daerah medan pertempuran, termasuk

45

pengaturan-pengaturan, apabila dianggap

layak, agar regu-regu tersebut disertai oleh

tenaga-tenaga dari Pihak lawan pada waktu

melaksanakan tugasnya di daerah-daerah yang

dikuasai oleh Pihak lawan. Anggota-anggota

regu tersebut harus dihormati dan dilindungi

sewaktu-waktu melaksanakan semata-mata

tugas-tugas kewajibannya itu.

Pasal 34 --- Jenazah orang vang tewas.

1. Jenazah orang-orang yang meninggal karena

sebab-sebab yang berhubungan dengan

pendudukan atau di dalam tahanan sebagai

akibat dari pendudukan atau permusuhan

dan jenazah dari orang-orang yang bukan

warganegara dari negara dimana mereka

meninggal sebagai akibat dari permusuhan

harus dihormati, dan tempat-tempat kuburan

semua orang itu harus dihormati, diperlihatkan

dan ditandai sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 130 dan Konvensi ke empat, apabila

jenazah atau kuburan mereka tidak mendapat

pertimbangan yang lebih menguntungkan

berdasarkan Konvensi dan Protokol ini.

2. Segera setelah keadaan dan hubungan antara

Pihak-pihak yang bermusuhan mengijinkan,

maka Pihak-Pihak Peserta Agung yang

wilayah-wilayahnya menjadi tempat letak

pemakaman itu dan sedapat mungkin pula

tempat-tempat lain dan jenazah orang-orang

yang tewas sebagai akibat permusuhan atau

selama pendudukan atau dalam tahanan, harus

mengadakan persetujuan-persetujuan agar

supaya :

46

(a) memudahkan bagi anggota-anggota

keluarga yang meninggal dan wakil-wakil

dari dinas-dinas pencatatan makam resmi

memasuki tempat-tempat pemakaman

tersebut dan mengatur persiapan-

persiapan yang praktis untuk masuk ke

tempat-tempat pemakaman itu;

(b) melindungi dan memelihara secara tetap

tempat-tempat pemakaman itu;

(c) memudahkan pemulangan jenazah-

jenazah yang meninggal itu dan barang-

barang milik pribadinya ke tanah air

mereka atas permintaanya kecuali jika

negara itu berkeberatan, atas permintaan

anggota-anggota keluarganya.

3. Dalam keadaan tiadanya persetujuan-

persetujuan seperti yang dimaksud dalam ayat

huruf (b) dan atau huruf (c) dan apabila negara

asal dari yang meninggal itu tidak bersedia

mengurus atas biayanya pemeliharaan tempat-

tempat pemakaman itu, maka pihak peserta

Agung yang wilayahnya menjadi tempat letak

pemakaman itu dapat menawarkan fasilitas

bagi pemulangan jenazah-jenazah yang tewas

itu ke negara asalnya. Apabila tawaran seperti

itu belum diterima, maka setelah habis masa

waktu lima tahun mulai dari tanggal penawaran

itu dibuat dan dengan pemberitahuan tepat pada

waktunya kepada negara asal yang meninggal,

Pihak Peserta Agung boleh mengambil

mengatur dalam peraturan undang-undangnya

sendiri mengenai tempat-tempat penguburan

dan pemakaman.

47

4. Suatu Pihak Peserta Agung yang wilayahnya

menjadi tempat pemakaman seperti dimaksud

dalam Pasal ini harus diperbolehkan

mengeluarkan jenazah dari makam hanya ;

(a) jika sesuai dengan ayat-ayat (2) huruf (c)

dan (3), atau

(b) apabila mengeluarkan jenazah dari makam

itu merupakan soal mengesampingkan

kepentingan masyarakat termasuk hal-hal

kepentingan kedokteran dan penyelidikan,

dalam hal mana Pihak Peserta Agung itu

harus senantiasa menghormati jenazah,

dan harus memberitahu negara asal yang

meninggal itu tentang maksudnya untuk

mengeluarkan jenazah dan makamnya

beserta pula dengan perincian tentang

tempat penguburan kembali yang

dimaksudkannya.

48

BAB - III

CARA-CARA DAN ALAT-ALAT PEPERANGAN

STATUS KOMBATAN DAN TAWANAN PERANG

BAGIAN - I --- CARA - CARA DAN ALAT - ALAT

PEPERANGAN

Pasal 35 --- Ketentuan-ketentuan dasar

1. Dalam setiap sengketa bersenjata, hak dari

Pihak-pihak dalam sengketa untuk memilih

cara-cara atau alat-alat peperangan tidak tak

terbatas.

2. dilarang menggunakan senjata-senjata,

projektil-projektil dan bahan-bahan dan cara-

cara peperangan yang bersifat mengakibatkan

luka (injury) yang berlebihan atau penderitaan

yang tidak perlu.

3. dilarang menggunakan cara-cara atau alat-

alat peperangan yang bertujuan, atau dapat

diharapkan mengakibatkan kerusakan yang

hebat, meluas dan berjangka waktu lama

terhadap keadaan lingkungan alam.

Pasal 36 --- Senjata-senjata baru.

Didalam penyelidikan, pengembangan

menghasilkan atau mendapatkan suatu senjata

baru, alat-alat atau cara peperangan, suatu

Pihak Peserta Agung berkewajiban menetapkan

apakah di dalam keadaan tertentu atau segala

keadaan penggunaannya tidak akan dilarang

oleh Protokol ini atau oleh sesuatu peraturan

lain dari hukum internasional yang berlaku

terhadap Pihak Peserta Agung tersebut.

49

Pasal 37 --- Larangan Tindakan Licik

1. dilarang untuk membunuh, melukai

atau menawan seorang musuh dengan

mempergunakan kelicikan. Tindakan-tindakan

mengelabuhi musuh hingga menyebabkan

musuh percaya bahwa ia berhak atau

berkewajiban untuk memberi perlindungan di

bawah ketentuan-ketentuan hukum internasio-

nal yang berlaku dalam sengketa bersenjata,

dengan maksud menghianati kepercayaan itu,

merupakan kelicikan. Tindakan-tindakan

berikut ini adalah contoh-contoh kelicikan

(a) pura-pura bermaksud untuk berunding

di bawah bendera gencatan senjata atau

menyerah;

(b) pura-pura (menyatakan diri) tidak mampu

karena luka-luka atau sakit;

(c) Pura-pura sebagai orang sipil, status

bukan kombatan; dan

(d) pura-pura status dilindungi dengan

mempergunakan tanda-tanda, lambang-

lambang atau pakaian seragam

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Negara

netral atau Negara lainnya bukan pihak

dalam sengketa.

2. Tipu daya dalam perang tidak dilarang. Tipu

daya demikian adalah tindakan-tindakan yang

bertujuan untuk menyesatkan seorang musuh

atau untuk membujuknya berbuat tidak hati-

hati tetapi yang tidak melanggar ketentuan

hukum internasional yang berlaku dalam

sengketa bersenjata dan yang bukan merupakan

kelicikan karena tipu daya itu mengundang

50

kepercayaan dari seorang musuh berkenaan

dengan perlindungan di bawah hukum

internasional. Contoh-contoh tentang tipu daya

seperti itu adalah sebagai berikut: penggunaan

penyamaran, umpan, gerakan militer tipuan

dan keterangan yang menyesatkan.

Pasal 38 --- Lambang-lambang yang diakui

1. dilarang mempergunakan tidak selayaknya

lambang pengenal palang merah, bulan sabit

merah atau singa dan matahari merah atau

lambang-lambang, tanda-tanda atau isyarat-

isyarat lainnya yang telah ditetapkan oleh

Konvensi atau oleh Protokol ini. Juga dilarang

menyalahgunakan dengan sengaja di dalam

suatu sengketa bersenjata lambang-lambang,

tanda-tanda atau isyarat-isyarat, termasuk

bendera gencatan senjata dan lambang

perlindungan harta benda kebudayaan.

2. Dilarang mempergunakan lambang pengenal

Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecuali jika

dikuasakan penggunaannya oleh Organisasi

tersebut.

Pasal 39 --- Lambang-lambang Kebangsaan

1. Dilarang mempergunakan di dalam suatu

sengketa bersenjata bendera-bendera atau

lambang-lambang, lencana-lencana atau

pakaian-pakaian seragam militer dari negara-

negara netral atau negara lainnya yang bukan

pihak-pihak dalam sengketa.

51

2. Dilarang mempergunakan bendera-bendera

atau lambang-lambang, lencana-lencana atau

pakaian seragam militer dari Pihak-pihak

lawan pada waktu melancarkan serangan-

serangan atau untuk menghalang-halangi.

menguntungkan, melindungi gerakan-gerakan

militer.

3. Tidak satupun ketentuan dalam Pasal ini atau

dalam Pasal 37, ayat (I) huruf d, mempengaruhi

ketentuan-ketentuan hukum internasional

yang telah ada dan diakui secara umum yang

berlaku pada kegiatan mata-mata atau untuk

penggunaan bendera-bendera di dalam cara

melakukan sengketa bersenjata di laut.

Pasal 40 --- Markas

Dilarang memerintahkan bahwa tidak boleh

ada seorangpun dibiarkan hidup. mengancam

seorang musuh dengan cara demikian atau

melakukan permusuhan atas dasar hal

tersebut.

Pasal 41 --- Perlindungan bagi seorang musuh yang "hors

de combat”

1. Seorang yang diakui atau yang didalam keadaan

tertentu, harus diakui sebagai hors de combat

tidak boleh dijadikan sasaran serangan.

2. Seseorang adalah hors de combat apabila :

(a) ia berada didalam kekuasaan suatu Pihak

lawan;

(b) ia terang-terangan menyatakan suatu

maksud untuk menyerah, atau

52

(c) ia telah diserahkan dalam keadaan tidak

sadar atau kalau tidak dalam keadaan

tidak berdaya disebabkan oleh luka-luka

atau sakit dan karenanya tidak mampu

membela diri.

asalkan didalam setiap hal-hal tersebut itu

ia sama sekali tidak melakukan sesuatu

tindakan bermusuhan dan tidak mencoba

melarikan diri.

3. Apabila orang-orang yang berhak atas

perlindungan sebagai tawanan-tawanan perang

jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan

didalam keadaan-keadaan tempur yang tidak

biasa yang tidak memungkinkan pengungsian

mereka sebagaimana ditetapkan dalam Bab

III, Bagian I dan Konvensi ketiga, mereka ini

harus dibebaskan dan segala tindakan-tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan harus diambil

untuk menjamin keselamatan mereka.

Pasal 42 --- Penumpang - penumpang Alat Angkutan Udara

1. Tidak seorangpun yang terjun dengan payung

dan sebuah alat angkutan udara yang dalam

keadaan bahaya (distress) boleh dijadikan

sasaran serangan selama dalam penerjunannya

itu.

2. Setelah sampai di darat didalam wilayah yang

dikuasai suatu Pihak lawan, seseorang yang

telah terjun payung dan sebuah alat angkutan

udara dalam keadaan bahaya harus diberi

kesempatan untuk menyerah sebelum dijadikan

sasaran serangan, kecuali jelas bahwa ia

melakukan suatu tindakan permusuhan.

53

3. Pasukan-pasukan lintas udara tidak dilindungi

oleh Pasal ini.

BAGIAN - II --- STATUS KOMBATAN DAN TAWANAN

PERANG

Pasal 43 --- Angkatan Perang.

1. Angkatan perang dari suatu Pihak dalam

sengketa terdiri dari semua angkatan, kelompok-

kelompok dan satuan-satuan bersenjata yang

diorganisir yang berada dibawah suatu komando

yang bertanggung jawab kepada Pihak tersebut

atas perbuatan bawahannya, bahkan apabila

Pihak tersebut diwakili oleh sebuah Pemerintah

atau suatu kekuasaan yang tidak diakui oleh

suatu Pihak lawan. Angkatan Perang seperti

itu harus tunduk pada suatu peraturan disiplin

tentara, yang intern alia, harus berlaku sesuai

dengan ketentuan hukum internasional yang

dapat diterapkan dalam sengketa bersenjata.

2. Anggota-anggota angkatan perang dari suatu

Pihak dalam sengketa (selain dari tenaga-

tenaga kesehatan dan rokhaniwan-rokhaniwan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan

Konvensi ketiga) adalah kombatan, yaitu

mereka yang mempunyai hak untuk turut serta

secara langsung dalam permusuhan.

3. Apabila suatu pihak dalam sengketa

menggabungkan kedalam angkatan perangnya

para militer atau badan penegak hukum yang

bersenjata, maka Pihak itu harus memberitahu

Pihak-pihak lain dalam sengketa.

54

Pasal 44 --- Kombatan dan Tawanan Perang.

1. Setiap kombatan, sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 43, yang jatuh ke dalam kekuasaan

Pihak lawan harus menjadi tawanan perang.

2. Walaupun semua kombatan berkewajiban

mematuhi ketentuan-ketentuan hukum

internasional yang berlaku dalam sengketa

bersenjata, pelanggaran-pelanggaran

terhadap ketentuan-ketentuan itu tidak boleh

menghilangkan hak seorang kombatan sebagai

kombatan atau haknya sebagai seorang tawanan

perang, jika ia jatuh kedalam kekuasaan Pihak

lawan, kecuali sebagaimana ditetapkan dalam

ayat-ayat 3 dan 4.

3. Untuk meningkatkan perlindungan bagi

penduduk sipil dari akibat-akibat peperangan,

maka kombatan-kombatan wajib membedakan

diri dari penduduk sipil ketika mereka sedang

terlibat dalam suatu serangan atau dalam

suatu operasi militer sebagai persiapan untuk

suatu serangan. Akan tetapi, dengan mengakui

bahwa terdapat keadaan-keadaan didalam

sengketa bersenjata dimana seorang kombatan-

kombatan bersenjata tidak dapat membedakan

diri dari penduduk sipil disebabkan oleh

sifat peperangan itu, maka ia harus tetap

mendapatkan kedudukannya sebagai kombatan,

asalkan saja dalam keadaan seperti itu ia

membawa senjatanya secara terang-terangan :

(a) selama setiap pertempuran (military

engagement), dan

55

(b) selama waktu ia dapat dilihat oleh pihak

musuhnya ketika ia sedang terlibat dalam

suatu penyebaran militer menjelang

dilancarkannya suatu serangan dimana ia

ikut serta.

Tindakan-tindakan yang sesuai dengan

persyaratan dalam ayat ini tidak

boleh dianggap sebagai tindakan licik

sebagaimana dimaksud Pasal 37, ayat 1

huruf c.

4. Seorang kombatan yang jatuh kedalam

kekuasaan suatu pihak lawan ketika ia

dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan-

persyaratan yang disebut dalam kalimat kedua

ayat 3 itu akan kehilangan haknya sebagai

seorang tawanan perang, namun demikian

kepadanya akan diberikan perlindungan yang

sama dalam segala hal seperti yang diberikan

kepada tawanan perang oleh Konvensi Ketiga

dan oleh Protokol ini. Perlindungan ini

mencakup perlindungan-perlindungan yang

sama dengan yang diberikan kepada tawanan-

tawanan perang oleh Konvensi Ketiga dalam

hal dimana seseorang diadili dan dihukum

karena pelanggaran yang dilakukannya.

5. Setiap kombatan yang jatuh ke dalam kekuasaan

suatu pihak lawan pada saat tidak terlibat dalam

suatu serangan atau dalam suatu operasi militer

sebagai persiapan untuk suatu serangan tidak

akan kehilangan hak-haknya sebagai seorang

kombatan dan sebagai tawanan perang karena

kegiatan-kegiatannya sebelumnya.

56

6. Pasal ini sama sekali tidak mengurangi hak

seseorang sebagai seorang tawanan perang

sesuai dengan Pasal 4 dari Konvensi Ketiga.

7. Pasal ini tidak dimaksudkan untuk merubah

praktek negara yang telah diterima secara umum

yang berhubungan dengan pemakaian seragam

oleh kombatan-kombatan yang ditugaskan

pada satuan-satuan reguler berseragam dan

bersenjata suatu Pihak dalam sengketa.

8. Selain dari pada golongan-golongan

(categories) orang-orang yang disebut dalam

Pasal 13 dari Konvensi Pertama dan Kedua,

semua anggota angkatan perang dari suatu

Pihak dalam sengketa seperti dirumuskan

dalam Pasal 43 dari Protokol ini, akan diberi

hak mendapatkan perlindungan berdasarkan

Konvensi-Konvensi tersebut jika mereka itu

luka-luka atau sakit atau dalam hak Konvensi

Kedua, korban karam di laut atau di perairan

lainnya.

Pasal 45 --- Perlindungan bagi orang-orang yang telah ikut

serta dalam permusuhan.

1. Seorang yang ikut serta dalam permusuhan dan

jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan

akan dianggap sebagai tawanan perang, dan

oleh karena itu akan dilindungi oleh Konvensi-

konvensi Ketiga, apabila ia menuntut status

demikian, atau apabila tampaknya ia berhak

akan status semacam itu atau apabila Pihak

yang ia taati menuntut kedudukan demikian

atas namanya dengan pemberitahuan kepada

57

Negara penahan atau kepada Negara Pelindung.

Apabila timbul suatu keragu-raguan apakah

orang semacam itu berhak akan status tawanan

perang, ia akan tetap mempunyai status itu

dan oleh karenanya akan dilindungi oleh

Konvensi Ketiga dan oleh Protokol ini sampai

saat statusnya ditetapkan oleh Mahkamah yang

berwenang.

2. Apabila seseorang yang telah jatuh dalam

kekuasaan suatu Pihak lawan tidak ditahan

sebagai seorang tawanan perang dan akan

diadili oleh Pihak tersebut karena suatu

pelanggaran yang timbul dari permusuhan ia

harus mendapat hak untuk mengemukakan

haknya atas status tawanan perang di hadapan

suatu Mahkamah dan memohon masalah

tersebut diputuskan.

Apabila prosedur yang dapat diterapkan,

memberi kemungkinan keputusan ini akan

ditetapkan sebelum pemeriksaan pengadilan

atas pelanggarannya. Wakil-wakil dari

Negara Pelindung berhak untuk menghadiri

sidang-sidang Mahkamah dimana masalah

itu diputuskan, kecuali dalam keadaan yang

sangat khusus, persidangan tersebut diadakan

in camera untuk kepentingan keamanan negara.

Dalam keadaan demikian, Negara Penahan

harus memberitabukan secepatnya kepada

Negara Pelindung.

3. Setiap orang yang telah ikut serta dalam

permusuhan yang tidak berhak akan status

tawanan perang dan yang tidak mendapat

perlakuan yang lebih menguntungkan sesuai

dengan Konvensi Keempat setiap saat akan

58

berhak mendapat perlindungan dari Pasal 75

Protokol ini. Dalam wilayah pendudukan,

setiap orang seperti itu, kecuali jika ia ditahan

sebagai seorang mata-mata harus juga berhak

atas hak-haknya berkomunikasi berdasarkan

Konvensi tersebut, sekalipun ada Pasal 5 dari

Konvensi Keempat itu.

Pasal 46 --- Mata-mata

1. Tanpa mengecualikan ketentuan lain dan

Konvensi atau Protokol ini, setiap anggota

angkatan perang dari suatu Pihak dalam

sengketa yang jatuh ke dalam kekuasaan suatu

Pihak lawan ketika sedang melakukan kegiatan

mata-mata tidak akan mempunyai hak atas

status tawanan perang dan akan diperlakukan

sebagai mata-mata.

2. Seorang anggota angkatan perang dari

suatu pihak dalam sengketa yang atas nama

Pihak dimana ia bergabung, berada dan di

wilayah yang dikuasai oleh Pihak lawan,

mengumpulkan atau berusaha mengumpulkan

keterangan-keterangan tidak akan dianggap

melakukan kegiatan mata-mata apabila ia pada

waktu berbuat demikian mengenakan pakaian

seragam angkatan perangnya.

3. Seorang anggota angkatan perang dari

Pihak dalam sengketa yang menjadi seorang

penduduk dari wilayah yang diduduki Pihak

lawan dan yang, atas nama Pihak dimana ia

bergabung, mengumpulkan atau berusaha

mengumpulkan keterangan-keterangan bernilai

militer di wilayah tersebut, tidak akan dianggap

59

melakukan perbuatan mata-mata kecuali

apabila ia melakukannya dengan tindakan yang

tidak benar /palsu atau sengaja dengan cara

diam-diam. Lagi pula, penduduk seperti itu

tidak akan kehilangan haknya mendapat status

tawanan perang dan tidak dapat diperlakukan

sebagai seorang mata-mata kecuali jika ia

ditangkap ketika sedang melakukan kegiatan

mata-mata.

4. Anggota angkatan perang dan suatu Pihak

dalam sengketa yang bukan penduduk wilayah

yang diduduki oleh Pihak lawan dan yang

telah melakukan kegiatan mata-mata di dalam

wilayah tersebut tidak akan kehilangan haknya

akan status tawanan perang dan tidak dapat

diperlakukan sebagai seorang mata-mata

kecuali jika ia tertangkap sebelum ia bergabung

kembali dengan angkatan perang dimana ia

menjadi anggotanya.

Pasal 47 --- Tentara Bayaran

1. Tentara bayaran tidak akan mendapat hak

sebagai seorang kombatan atau seorang

tawanan perang.

2. Tentara bayaran adalah setiap orang yang :

(a) direkrut secara lokal atau diluar Negara

itu untuk bertempur di dalam suatu

sengketa bersenjata.

(b) yang secara nyata ikut serta dalam

permusuhan;

(c) mempunyai motifasi untuk ikut serta

dalam permusuhan terutama karena

60

keinginan mendapat keuntungan pribadi

yang dijanjikan oleh atau atas nama Pihak

dalam sengketa, konpensasi material yang

jauh melebihi yang dijanjikan kepada atau

dibayarkan kepada kombatan yang nama,

pangkat atau fungsi dalam kekuatan

bersenjata dari pihak tersebut.

(d) bukan warganegara dari suatu Pihak

dalam sengketa ataupun bukan penduduk

wilayah yang dikuasai oleh suatu Pihak

dalam sengketa:

(e) bukan anggota angkatan perang suatu

pihak dalam sengketa; dan

(f) tidak dikirim oleh suatu negara yang

bukan Pihak dalam sengketa untuk

bertugas resmi sebagai anggota dan

angkatan perangnya.

61

BAB - IV

PENDUDUK SIPIL

BAGIAN - I --- PERLINDUNGAN UMUM

TERHADAP AKIBAT

PERMUSUHAN.

SUB BAGIAN - I --- KETENTUAN DASAR DAN

PENERAPANNYA DILAPANGAN

Pasal 48 --- Ketentuan dasar

Agar dapat dijamin penghormatan dan

perlindungan terhadap penduduk sipil dan

obyek sipil, Pihak-Pihak dalam sengketa setiap

saat harus membedakan penduduk sipil dari

kombatan dan antara obyek sipil dan sasaran

militer dan karenanya harus mengarahkan

operasinya hanya terhadap sasaran-sasaran

militer saja.

Pasal 49 --- Definisi tentang serangan dan ruang lingkup

penerapan.

1. “Serangan” berarti tindakan kekerasan terhadap

pihak lawan, baik dalam penyerangan atau

dalam pertahanan.

2. Ketentuan-ketentuan Protokol ini yang

berhubungan dengan serangan berlaku bagi

semua serangan dalam wilayah mana saja

dilaksanakan, termasuk wilayah nasional milik

Pihak dalam sengketa tetapi yang berada di

bawah pengawasan Pihak lawan.

62

3. Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini berlaku

bagi setiap peperangan darat, udara atau laut

yang dapat mempengaruhi penduduk sipil,

perorangan sipil atau obyek sipil di darat.

Selanjutnya ketentuan-ketentuan tersebut

berlaku juga bagi semua serangan dari laut

atau dari udara terhadap sasaran di darat, akan

tetapi dengan cara lain tidak mempengaruhi

ketentuan-ketentuan hukum internasional yang

berlaku dalam sengketa bersenjata di laut atau

di udara.

4. Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini menambah

ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan

perlindungan kemanusiaan yang tercantum di

dalam Konvensi Keempat, terutama Bab II

nya, dan perjanjian-perjanjian internasional

lainnya yang mengikat Para pihak Peserta

Agung, maupun ketentuan-ketentuan hukum

internasional lainnya yang berhubungan

dengan perlindungan orang sipil dan obyek

sipil didarat, di laut ataupun di udara dari

akibat permusuhan.

SUB BAGIAN - II --- ORANG-ORANG SIPIL DAN

PENDUDUK SIPIL

Pasal 50 --- Definisi tentang orang-orang sipil dan

penduduk sipil

1. Seorang sipil adalah setiap orang yang tidak

termasuk dalam salah satu dari penggolongan-

penggolongan orang-orang yang disebut dalam

Pasal 4 A(1), (2), (3) dan (6) dari Konvensi

63

Ketiga dan dalam Pasal 43 dari Protokol ini.

Bila ada keraguan apakah seseorang itu seorang

sipil, maka orang itu harus dianggap sebagai

seorang sipil.

2. Penduduk sipil terdiri dari semua orang sipil.

3. Hadirnya dilingkungan penduduk sipil orang-

orang yang tidak termasuk di dalam definisi

orang sipil tidak mengurangi sifat sipil dari

penduduk itu.

Pasal 51 --- Perlindungan bagi penduduk sipil

1. Penduduk sipil dan orang-orang sipil

perorangan harus mendapatkan perlindungan

umum terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari

operasi-operasi militer. Agar perlindungan ini

dapat dirasakan hasilnya, ketentuan-ketentuan

berikut ini, yang merupakan tambahan pada

ketentuan-ketentuan hukum internasional

lainnya yang dapat diterapkan, harus dipatuhi

dalam segala keadaan.

2. Dengan demikian penduduk sipil maupun

perorangan-perorangan sipil tidak boleh

menjadi sasaran serangan. Tindakan-tindakan

atau ancaman-ancaman kekerasan yang tujuan

utamanya adalah menyebarkan teror dikalangan

penduduk sipil adalah dilarang.

3. Orang-orang sipil harus mendapat perlindungan

yang diberikan oleh Bagian ini, kecuali dan

selama mereka ikut serta langsung dalam

permusuhan.

64

4. Serangan yang tidak membedakan sasaran

adalah dilarang. Serangan-serangan yang tidak

membedakan sasaran itu adalah :

(a) serangan-serangan yang tidak ditujukan

terhadap sasaran khusus militer;

(b) serangan-serangan yang mempergunakan

suatu cara atau alat-alat tempur yang

tidak dapat ditujukan terhadap sasaran

khusus militer;

(c) serangan-serangan yang memper-

gunakan suatu cara atau alat-alat tempur

yang akibat-akibatnya tidak dibatasi

sebagaimana ditentukan oleh Protokol

ini; dan karena itu, dalam tiap hal

tersebut, serangan-serangan seperti itu

pada hakekatnya adalah menyerang

tanpa membeda-bedakan sasaran-sasaran

militer dengan orang-orang sipil dan

obyek-obyek sipil.

5. Jenis-jenis serangan berikut ini adalah antara

lain yang harus dianggap sebagai yang tidak

membeda-bedakan sasaran :

(a) suatu serangan dengan pemboman dengan

menggunakan cara-cara atau alat-alat

apapun yang memperlakukan sejumlah

sasaran militer yang jelas terpisahkan

dan berbeda yang terletak disebuah kota

besar, kota, desa atau daerah lain yang

juga berisikan pemusatan orang-orang

sipil dan obyek-obyek sipil sebagai suatu

sasaran militer tunggal; dan

65

(b) suatu serangan yang dapat diduga akan

menimbulkan kerugian yang tidak perlu

berupa jiwa orang-orang sipil, luka-luka

dikalangan orang-orang sipil, kerusakan

obyek-obyek sipil, atau gabungan dari

semuanya itu yang akan merupakan hal

yang melampaui batas dibandingkan

dengan keuntungan militer yang

konkrit dan langsung yang diharapkan

sebelumnya.

6. Serangan-serangan terhadap penduduk sipil

atau orang-orang sipil dengan cara tindakan-

tindakan pembatasan adalah dilarang.

7. Kehadiran atau gerakan-gerakan penduduk

sipil atau orang-orang sipil perorangan tidak

boleh dipergunakan untuk menjadikan tempat-

tempat atau daerah-daerah tertentu kebal dari

operasi-operasi militer, khususnya dalam usaha

untuk melindungi sasaran-sasaran militer dan

serangan-serangan atau untuk melindungi,

membantu atau menghalang-halangi operasi-

operasi militer. Pihak-pihak dalam sengkcta

tidak boleh mengarahkan gerakan penduduk

sipil atau orang-orang sipil perorangan agar

supaya berusaha melindungi sasaran-sasaran

militer dari serangan-serangan atau melindungi

operasi-operasi militer.

8. Setiap pelanggaran terhadap larangan-larangan

itu tidak boleh membebaskan Pihak-pihak dalam

sengketa dari kewajiban-kewajiban hukum

mereka berkaitan dengan pendudukan sipil dan

orang-orang sipil, termasuk kewajiban untuk

66

mengambil tindakan-tindakan pencegahan

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 57.

SUB BAGIAN - III --- OBYEK-OBYEK SIPIL

Pasal 52 --- Perlindungan urnum bagi obyek-obyek sipil

1. Obyek-obyek sipil tidak boleh dijadikan

sasaran serangan atau tindakan pembatasan.

Obyek-obyek sipil adalah semua obyek yang

bukan sasaran militer seperti dirumuskan

dalam ayat (2).

2. Serangan-serangan harus dengan tegas dibatasi

hanya pada sasaran-sasaran militer. Sebegitu

jauh mengenai obyek-obyek, sasaran-sasaran

militer dibatasi pada obyek-obyek yang oleh

sifatnya, letak tempatnya, tujuannya atau

kegunaannya memberikan sumbangan yang

efektif bagi aksi militer yang jika dihancurkan

secara menyeluruh atau sebagian, direbut atau

dinetralisasi, didalam keadaan yang berlaku

pada waktu itu, memberikan suatu keuntungan

militer yang pasti.

3. Apabila diragukan apakah suatu obyek yang

biasanya diabdikan pada tujuan-tujuan sipil,

seperti tempat pemujaan, rumah atau tempat

tinggal lainnya atau rumah sekolah, sedang

digunakan untuk memberikan sumbangan

yang efektif bagi aksi militer, maka obyek itu

harus dianggap sebagai tidak dipergunakan

sedemikian.

67

Pasal 53 --- Perlindungan bagi obvek-obyek budaya dan

tempat pemujaan

Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dan

Konvensi Den Haag tentang Perlindungan

obyek-obyek budaya jika terjadi sengketa

bersenjata tanggal 14 Mei 1954, dan dari

Piagam-Piagam Internasional lainnya yang

bersangkutan dengan hal itu, adalah dilarang :

(a) melakukan tindakan-tindakan permusuhan

apapun yang ditujukan terhadap

monumen-monumen sejarah, karya-karya

seni atau tempat-tempat pemujaan yang

merupakan warisan budaya atau spirituil

dari suatu bangsa;

(b) menggunakan obyek-obyek seperti itu

untuk menunjang usaha militer;

(c) menjadikan obyek-obyek seperti itu

sebagai obyek pembatasan.

Pasal 54 --- Perlindungan obyek-obvek yang mutlak

diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk

Sipil.

1. Menimbulkan kelaparan sampai mati pada

orang-orang sipil sebagai suatu cara berperang

adalah dilarang.

2. Dilarang untuk menyerang, menghancurkan,

meniadakan atau menelantarkan obyek-

obyek yang mutlak diperlukan adanya bagi

kelangsungan hidup penduduk sipil, seperti

bahan makanan, daerah-daerah pertanian yang

menghasilkan bahan makanan, hasil panen,

ternak, instalasi air minum dan perbekalan

68

bangunan pengairan, dengan tujuan khusus

untuk meniadakan nilai obyek-obyek itu

sebagai sumber pangan bagi penduduk sipil atau

bagi Pihak lawan, apapun alasannya, apakah

untuk melaparkan sampai mati penduduk sipil,

menyebabkan mereka mengungsi, atau karena

alasan lainnya lagi.

3. Larangan-larangan termaksud dalam ayat (2)

tersebut diatas tidak boleh berlaku bagi obyek-

obyek yang tercakup oleh ayat itu apabila obyek-

obyek itu dipergunakan oleh Pihak lawan :

(a) semata-mata sebagai sumber pangan bagi

anggota-anggota angkatan perangnya;

atau

(b) kalaupun tidak sebagai sumber pangan,

tetapi langsung menunjang aksi militer,

asalkan saja, dalam hal apapun,

terhadap obyek-obyek itu tidak akan

diambil tindakan-tindakan yang akan

membiarkan penduduk sipil hidup dengan

bahan makanan yang sedemikian tidak

mencukupi hingga menyebabkan mereka

mati kelaparan atau memaksa mereka

untuk mengungsi.

4. Obyek-obyek tersebut diatas tidak boleh

dijadikan obyek pembatasan.

5. Dengan mengakui kebutuhan-kebutuhan vital

dari Pihak manapun dalam sengketa di dalam

pertahanan wilayah nasionalnya terhadap

penyerbuan, maka penangguhan dari larangan-

larangan yang tercantum dalam ayat (2) dapat

69

dilakukan oleh suatu Pihak dalam sengketa

di dalam wilayah yang berada di bawah

kekuasaannya diniana kebutuhan militer yang

sangat mendesak memerlukannya.

Pasal 55 --- Perlindungan lingkungan alam

1. Didalam peperangan harus dijaga agar

melindungi lingkungan alam terhadap

kerusakan yang meluas, jangka panjang dan

parah. Dalam perlindungan ini termasuk

larangan penggunaan cara-cara atau alat-alat

perang yang dimaksudkan atau dapat diharapkan

mengakibatkan kerusakan sedemikian

terhadap lingkungan alam dan karena itu

merugikan kesehatan, atau kelangsungan hidup

penduduk.

2. Serangan-serangan terhadap lingkungan alam

dengan cara pembatasan adalah dilarang

Pasal 56 --- Perlindungan bangunan dan instalasi yang

mengandung tenaga yang membahayakan

1. Bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi

yang mengandung tenaga yang membahayakan,

yaitu bendungan, tanggul dan pusat (stasiun)

pembangkit tenaga listrik nuklir, tidak boleh

dijadikan obyek serangan, sekalipun obyek-

obyek tersebut merupakan sasaran militer,

apabila serangan seperti itu dapat menyebabkan

terlepasnya tenaga yang membahayakan dan

kerugian-kerugian hebat dikalangan penduduk

sipil sebagai akibatnya. Sasaran-sasaran

militer lainnya yang terletak di atau di dekat

bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi

70

tersebut tidak boleh dijadikan obyek serangan

apabila serangan itu dapat menyebabkan

terlepasnya tenaga yang membahayakan dari

bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi

itu dan kerugian-kerugian hebat dikalangan

penduduk sipil sebagai akibatnya.

2. Perlindungan istimewa terhadap serangan

seperti ditetapkan oleh ayat 1 harus berakhir :

(a) bagi sebuah bendungan atau sebuah

tanggul hanya apabila bangunan itu

dipergunakan di luar fungsinya yang biasa

dan sebagai penunjang tetap, mempunyai

arti penting dan langsung untuk operasi-

operasi militer dan apabila serangan itu

merupakan satu-satunya cara yang dapat

dilakukan untuk mengakhiri fungsinya

sebagai penunjang itu ;

(b) bagi sebuah pusat pembangkit tenaga

listrik nuklir hanya apabila instalasi

ini memberikan tenaga listrik sebagai

penunjang tetap, mengandung arti

penting dan langsung untuk operasi-

operasi militer dan apabila serangan itu

merupakan satu-satunya cara yang dapat

dilakukan untuk mengakhiri fungsinya

sebagai penunjang itu,

(c) bagi sasaran-sasaran militer lainnya yang

terletak di atau di dekat bangunanbangunan

atau instalasi-instalasi tersebut hanya

apabila dipergunakan sebagai penunjang

tetap, mengandung arti penting dan

langsung untuk operasi-operasi militer

71

dan apabila serangan itu merupakan satu-

satunya cara yang dapat dilakukan untuk

mengakhiri fungsinya sebagai penunjang itu.

3. Didalam segala hal, penduduk sipil dan orang-

orang sipil harus tetap berhak atas semua

perlindungan yang diberikan kepada mereka oleh

hukum internasional, termasuk perlindungan

tindakan-tindakan pencegahan yang ditetapkan

dalam Pasal 57. Apabila perlindungan itu

berakhir dan ada diantara bangunan-bangunan,

instalasi-instalasi atau sasaran-sasaran militer

tesebut dalam ayat 1 diserang, maka haruslah

diambil segala tindakan pencegahan yang

praktis untuk menghindarkan terlepasnya

tenaga yang membahayakan itu.

4. Dilarang untuk menjadikan setiap bangunan,

instansi atau sasaran militer tersebut dalam

ayat 1 sebagai obyek tindakan pembatasan.

5. Pihak-pihak dalam sengketa akan berusaha

untuk menghindari penempatan sesuatu

sasaran militer didekat bangunan-bangunan

atau instalasi tersebut dalam ayat 1. Namun

demikian, instalasi-instalasi bangunan-

bangunan atau instalasi-instalasi yang

dilindungi dari serangan diperbolehkan dan

instalasi tersebut tidak akan dijadikan sebagai

obyek serangan, asalkan instalasi-instalasi itu

tidak dipergunakan dalam permusuhan kecuali

untuk aksi-aksi bertahan yang diperlukan

guna menangkis serangan-serangan terhadap

bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi

yang dilindungi itu dan bahwa persenjataannya

terbatas pada senjata-senjata yang mampu

72

hanya untuk menghalau aksi permusuhan

terhadap bangunan-bangunan atau instalasi-

instalasi yang dilindungi itu.

6. Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak

dalam sengketa bersenjata didorong untuk

membuat persetujuan-persetujuan lebih lanjut

diantara mereka untuk memberikan tambahan

perlindungan bagi obyek-obyek yang

mengandung tenaga yang membahayakan.

7. Agar dapat memudahkan pengenalan-

identifikasi obyek-obyek yang dilindungi oleh

Pasal ini. Para Pihak dalam sengketa dapat

memberikan lambang dengan tanda khusus

yang terdiri dari sekelompok tiga lingkaran

berwarna merah jingga terang (orange) yang

diletakkan pada sumbu yang sama, seperti di

jelaskan dalam pasal 16 dari Lampiran I pada

Protokol ini. Tiadanya tanda tersebut sama

sekali tidak membebaskan suatu Pihak dalam

sengketa dan kewajiban-kewajiban Pasal ini.

BAGIAN - IV --- TINDAKAN PENCEGAHAN

Pasal 57 --- Pencegahan dalam serangan

1. Didalam cara melakukan operasi-operasi

militer, perhatian yang terus menerus harus

diberikan untuk menyelamatkan penduduk

sipil, orang-orang sipil dan obyek-obyek sipil.

2. Berkenaan dengan serangan-serangan,

tindakan-tindakan pencegahan seperti berikut

ini harus diambil :

73

(a) mereka yang merencanakan atau

memutuskan dilancarkannya suatu

serangan harus :

(i) melakukan segala sesuatu yang

mungkin dikerjakan untuk meneliti

bahwa sasaran-sasaran yang akan

diserang bukanlah orang-orang

sipil maupun obyek-obyek sipil dan

tidak berada dibawah perlindungan

khusus, melainkan sasaran militer

di dalam pengertian ayat 2 dan Pasal

52 dan bahwa ketentuan-ketentuan

dari Protokol ini tidak melarang

untuk menyerang,

(ii) mengambil segala tindakan

pencegahan yang dapat dikerjakan

dalam memilih alat-alat dan cara-

cara serangan, dengan mengingat

untuk menghindarkan, dan dalam

keadaan apapun mengurangi,

kerugian yang tidak perlu berupa

tewasnya orang-orang sipil, terluka

orang-orang sipil dan rusaknya

obyek-obyek sipil;

(iii) berusaha untuk mengambil

keputusan untuk melancarkan

suatu serangan dapat diduga akan

mengakibatkan kerugian yang tidak

perlu berupa tewasnya orang-orang

sipil, terlukanya orang-orang sipil,

rusaknya obyek-obyek sipil. atau

gabungan dan semuanya itu. yang

merupakan hal-hal berlebih-lebihan

74

dibandingkan dengan keuntungan

militer yang nyata dan langsung

yang semula diharapkan.

(b) suatu serangan harus dibatalkan atau

ditunda apabila menjadi jelas bahwa

sasarannya adalah bukan sasaran militer

atau berada di bawah perlindungan khusus

atau bahwa serangan itu akan diduga

akan mengakibatkan kerugian yang tidak

perlu berupa tewasnya orang-orang sipil,

terlukanya orang-orang sipil, rusaknya

obyek-obyek sipil, atau gabungan dan

semuanya itu, yang merupakan hal

berlebih-lebihan dibandingkan dengan

keuntungan militer yang nyala dan

langsung yang semula diharapkan;

(c) Peringatan pendahuluan yang efektif

harus diberikan terhadap serangan-

serangan yang dapat merugikan penduduk

sipil kecuali keadaan tidak mengijinkan.

3 Apabila pilihan dimungkinkan antara beberapa

sasaran militer untuk memperoleh keuntungan

militer yang sama, maka sasaran yang akan

dipilih adalah sasaran yang apabila diserang

dapat diharapkan mengakibatkan bahaya yang

paling kecil bagi nyawa orang-orang sipil dan

obyek-obyek sipil.

4. Didalam cara melakukan operasi-operasi

militer di laut atau diudara, setiap Pihak

dalam sengketa, sesuai dengan hak-haknya

dan kewajibannya berdasarkan ketentuan-

ketentuan hukum internasional yang dapat

75

diterapkan dalam sengketa bersenjata, harus

mengambil segala tindakan pencegahan yang

masuk diakal untuk menghindarkan jatuhnya

korban jiwa orang-orang sipil dan rusaknya

obyek-obyek sipil.

5. Tidak satupun ketentuan dan Pasal ini dapat

diartikan sebagai mengijinkan dilancarkan-

nya serangan apapun terhadap penduduk sipil,

orang-orang sipil atau obyek-obyek sipil.

Pasal 58 --- Tindakan pencegahan terhadap akibat-akibat

serangan.

Pihak-pihak dalam sengketa harus sejauh

mungkin dilakukan :

(a) tanpa mengurangi arti Pasal 49 dari

Konvensi Keempat berusaha untuk

memindahkan penduduk sipil, orang-

orang sipil dan obyek-obyek sipil yang

berada dibawah kekuasaan mereka dari

daerah dekat sasaran-sasaran militer.

(b) menghindarkan penempatan-penempatan

sasaran-sasaran militer di dalam atau di

dekat daerah-daerah yang berpenduduk

padat;

(c) mengambil tindakan-tindakan yang perlu

lainnya untuk melindungi penduduk sipil,

orang-orang sipil dan obyek-obyek sipil

terhadap bahaya-bahaya yang diakibatkan

oleh operasi-operasi militer.

76

SUB BAGIAN - V --- KAWASAN-KAWASAN DAN

DAERAH-DAERAH DI BAWAH

PERLINDUNGAN ISTIMEWA.

Pasal 59 --- Kawasan-kawasan yang tidak dipertahankan

1. dilarang bagi Pihak-pihak dalam sengketa

untuk menyerang, dengan cara apapun juga,

kawasan-kawasan yang tidak dipertahankan.

2. Pejabat-pejabat yang berwenang dari suatu Pihak

dalam sengketa dapat mengumumkan sebagai

suatu kawasan yang tidak dipertahankan setiap

tempat yang berpenduduk yang ada di dekat

atau didalam sebuah daerah-daerah dimana

angkatan perang bertempur, yang mungkin

dapat diduduki oleh suatu Pihak lawan. Suatu

kawasan seperti itu harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

(a) Semua kombatan, baik senjata-senjata

bergerak (mobile weapons) maupun

perlengkapan-perlengkapan militer

bergerak, harus telah dievakuasi.

(b) Instalasi-instalasi atau bangunan-

bangunan militer yang menetap tidak

boleh dipergunakan untuk hal yang

bersifat bermusuhan;

(c) pejabat-pejabat atau penduduk tidak

boleh melakukan tindakan-tindakan

permusuhan; dan

(d) tidak boleh dilakukan kegiatan-kegiatan

untuk menunjang operasi-operasi militer;

3. Kehadiran di dalam kawasan ini orang-orang

yang secara istimewa dilindungi di bawah

77

Konvensi dan Protokol ini, dan pasukan-

pasukan polisi yang tetap ditugaskan untuk

tujuan semata-mata memelihara hukum dan

ketertiban, tidaklah bertentangan dengan

syarat-syarat yang ditetapkan dalam ayat (2).

4. Pengumuman yang dibuat bcrdasarkan ayat (2)

diatas harus dialamatkan kepada Pihak lawan

dan harus merumuskan dan menerangkan

setepat mungkin batas-batas dari tidak

dipertahankan itu. Pihak dalam sengketa yang

kepadanya pengumuman itu dialamatkan

harus memberitabukan telah diterimanya

pengumuman itu dan harus memperlakukan

kawasan tersebut sebagai suatu kawasan yang

tidak dipertahankan, kecuali jika syarat-syarat

yang ditetapkan dalam ayat (2) di atas tidak

benar-benar dipatuhi, dalam hal demikian

Pihak itu harus dengan segera memberitabukan

kepada pihak yang membuat pengumuman.

Meskipun jika syarat-syarat yang ditetapkan

dalam ayat (2) tidak dipenuhi kawasan itu

harus senantiasa mendapat perlindungan yang

ditetapkan oleh peraturan lain dari Protokol

ini dan aturan-aturan lain dalam hukum

internasional yang berlaku dalam sengketa

bersenjata.

5. Pihak-pihak dalam sengketa dapat menyetujui

ditetapkannya kawasan-kawasan yang tidak

dipertahankan sekalipun kawasan-kawasan

itu tidak memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan dalam ayat (2), persetujuan itu

harus merumuskan dan rnenerangkan setepat

mungkin batas-batas dari kawasan yang tidak

78

dipertahankan; kalau perlu, dapat menetapkan

pula cara-cara pengawasannya;

6. Pihak yang menguasai suatu kawasan yang

diatur oleh persetujuan seperti itu harus

menandainya, sejauh mungkin, dengan tanda-

tanda yang dapat disetujui oleh Pihak lainnya,

yang harus dipasang di tempat-tempat dimana

tanda-tanda itu dapat dengan jelas terlihat,

terutama digaris kelilingnya dan batas-batasnya

dan di jalan besar;

7. Suatu kawasan kehilangan kedudukannya

sebagai suatu kawasan yang tidak dipertahankan

apabila tidak lagi memenuhi syarat-syarat

yang ditetapkan dalam ayat (2) atau dalam

persetujuan yang dikemukakan dalam ayat

(5). Dalam hal yang mungkin terjadi seperti

itu, kawasan tersebut harus tetap mendapatkan

perlindungan seperti yang ditetapkan oleh

ketentuan-ketentuan lainnya dari Protokol ini

dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum

internasional yang dapat diterapkan dalam

sengketa bersenjata.

Pasal 60 --- Daerah Demiliterisasi

1. Pihak-pihak dalam sengketa dilarang untuk

memperluas operasi-operasi militernya

sampai ke daerah-daerah yang telah mereka

beri kedudukan sebagai daerah yang

didemiliterisasi berdasarkan persetujuan

diantara mereka, apabila perluasan operasi

militer itu bertentangan dengan syarat-syarat

dalam persetujuan itu;

79

2. Persetujuan itu harus merupakan suatu

persetujuan yang tegas, dapat diadakan secara

lisan atau tertulis, baik secara langsung

maupun melalui sebuah negara Pelindung atau

sesuatu organisasi kemanusiaan yang tidak

berpihak, dan dapat terdiri atas pernyataan-

pernyataan dari masing-masing Pihak

yang saling dipertukarkan dan kesepakatan

bersama. Persetujuan itu dapat diadakan di

masa damai maupun setelah pecahnya perang,

dan hendaknya merumuskan dan menerangkan

setepat mungkin batas-batas dari daerah

demiliterisasi itu dan jika perlu menetapkan

cara-cara pengawasannya;

3. Pokok persoalan dan suatu persetujuan

seperti itu biasanya harus berupa daerah yang

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(a) semua kombatan, baik senjata-senjata

bergerak maupun perlengkapan-

perlengkapan militer bergerak, harus

telah dievakuasi;

(b) instalasi-instalasi atau bangunan-

bangunan militer yang menetap tidak

boleh dipergunakan untuk hal yang

bersifat bermusuhan.

(c) pejabat-pejabat atau penduduk tidak

boleh melakukan tindakan-tindakan

permusuhan, dan

(d) setiap kegiatan yang berkaitan dengan

usaha militer harus telah berhenti.

Pihak-pihak dalam sengketa harus bersepakat

mengenai penafsiran yang akan diberikan

80

kepada syarat yang ditetapkan dalam huruf d

dan mengenai orang-orang yang akan diijinkan

masuk kedaerah demiliterisasi selain mereka

yang disebut dalam ayat (4)

4. Kehadiran orang-orang yang dilindungi

secara istimewa di bawah Konvensi dan

Protokol ini, dan Pasukan-pasukan polisi yang

tetap ditugaskan untuk tujuan semata-mata

memelihara hukum dan ketertiban, tidaklah

bertentangan dengan syarat-syarat yang

ditetapkan dalam ayat (3),

5. Pihak yang menguasai daerah seperti itu harus

menandainya, sejauh mungkin, dengan tanda-

tanda yang dapat disetujui oleh Pihak lainnya,

yang harus dipasang ditempat-tempat dimana

tanda-tanda itu dapat dengan jelas terlihat,

terutama di garis kelilingnya dan batas-

batasnya serta di jalan-jalan besar.

6. Apabila pertempuran berlangsung dekat suatu

daerah demiliterisasi, dan apabila Para Pihak

dalam sengketa telah menyetujui, maka tidak

satupun pihak dan mereka dapat mempergunakan

daerah itu untuk tujuan-tujuan yang berhubungan

pelaksanaannya operasi-operasi militer atau secara

sepihak membatalkan status daerah tersebut.

7. Apabila salah satu Pihak-pihak dalam sengketa

melakukan suatu pelanggaran terang-terangan

atas ketentuan-ketentuan dari ayat (3) atau

(6), maka Pihak lainnya harus dibebaskan dan

kewajiban-kewajibanya di bawah persetujuan

yang memberikan kepada daerah itu status

daerah demiliterisasi. Dalam keadaan seperti

81

itu, daerah tersebut kehilangan status itu tetapi

harus tetap mendapatkan perlindungan yang

ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan lainnya

dari Protokol ini dan peraturan-peraturan

lainnya dari hukum internasional yang dapat

diterapkan dalam sengketa bersenjata.

SUB BAGIAN - VI --- PERTAHANAN SIPIL

Pasal 61 --- Definisi dan Ruang Lingkup

Untuk keperluan Protokol ini :

(a) “Pertahanan Sipil” berarti pelaksanaan

beberapa atau semua tugas kemanusiaan

tersebut di bawah di maksudkan untuk

melindungi penduduk sipil terhadap

bahaya-bahaya, dan membantunya

agar pulih kembali dan akibat-akihat

langsung dari permusuhan atau bencana

kehancuran dan juga memberikan kondisi

yang diperlukan untuk kelangsungan

hidupnya. Tugas-tugas itu adalah :

(i) memberi peringatan;

(ii) pengungsian (evakuasi);

(iii) pengurusan tempat-tempat ber-

lindung;

(iv) pengurusan tindakan-tindakan

pemadaman lampu;

(v) pertolongan;

82

(vi) pelayanan kesehatan, termasuk

pertolongan pertama, dan bantuan

keagamaan;

(vii) pemadaman kebakaran;

(viii) deteksi dan penandaan daerah-

daerah bahaya;

(ix) dekontaminasi dan tindakan-

tindakan perlindungan serupa;

(x) penyediaan akomodasi darurat

dan perbekalan;

(xi) bantuan darurat dalam mengatur

kembali dan menjaga ketertiban

dalam wilayah yang dilanda

bencana;

(xii) perbaikan darurat bagi bangunan-

bangunan umum yang sangat

diperlukan;

(xiii) pemakaman darurat bagi yang

meninggal;

(xiv) bantuan dalam penyelamatan

obyek-obyek yang sangat penting

bagi kelangsungan hidup;

(xv) kegiatan-kegiatan tambahan yang

diperlukan untuk melaksanakan

setiap tugas tersebut diatas,

termasuk, tetapi tidak terbatas pada

perencanaan dan pengorganisasian.

83

(b) “Organisasi pertahanan sipil” berarti

organisasi-organisasi dan satuan-satuan

lainnya yang di organisir atau dikuasakan

oleh pejabat yang berwenang dan suatu

Pihak dalam sengketa untuk melaksanakan

setiap tugas yang dimaksud dalam huruf a

diatas, dan yang ditugaskan dan mengabdi

semata-mata kepada tugas-tugas tersebut.

(c) “personil” dan organisasi pertahanan sipil

berarti orang-orang yang ditugaskan oleh

suatu Pihak dalam sengketa khusus untuk

menjalankan tugas-tugas tersebut dalam

huruf a, termasuk personil yang ditunjuk

oleh pejabat yang berwenang dan Pihak

tersebut secara khusus untuk organisasi

tersebut.

(d) “material” dan organisasi pertahanan

sipil berarti peralatan, perbekalan

dan angkutan yang dipergunakan oleh

organisasi tersebut untuk menjalankan

tugas-tugas yang disebut dalam huruf a.

Pasal 62 --- Perlindungan Umum

1. Organisasi pertahanan sipil orang-orang sipil

(civilian civil defence organizations) dan

anggota-anggota mereka harus dihormati dan

dilindungi, sesuai dengan ketentuan-ketentuan

Protokol ini, terutama ketentuan-ketentuan dari

Bagian ini. Mereka akan berhak menjalankan

tugas pertahanan sipil mereka, kecuali dalam

keadaan kepentingan militer yang sangat

mendesak.

84

2. Ketentuan-ketentuan dari ayat (1) akan juga

berlaku bagi orang-orang sipil, yang walaupun

bukan anggota dari organisasi pertahanan sipil

orang-orang sipil, memenuhi seruan dan pejabat

yang berwenang dan menjalankan tugas-tugas

pertahanan sipil di bawah pengawasannya.

3. Gedung-gedung dan material yang digunakan

untuk tujuan-tujuan pertahanan sipil dan

tempat-tempat berlindung yang disediakan

bagi penduduk sipil dilindungi oleh Pasal 52.

Obyek-obyek yang digunakan untuk tujuan-

tujuan pertahanan sipil tidak boleh dihancurkan

atau dialihkan dan penggunaannya yang benar

kecuali oleh Pihak yang memiliki obyek-obyek

itu.

Pasal 63 --- Pertahanan sipil dalam wilayah pendudukan

1. Di wilayah-wilayah pendudukan, organisasi

pertahanan sipil orang-orang sipil akan

menerima dan para pejabat fasilitas-fasilitas

yang diperlukan untuk menjalankan tugas-

tugas mereka. Dalam keadaan apapun, personil

mereka tidak dapat dipaksakan menjalankan

kegiatan yang akan mengganggu pelaksanaan

tugas-tugas tersebut secara benar.

Penguasa Pendudukan tidak akan merubah

struktur atau personil dan organisasi-organisasi

tersebut sedemikian yang dapat mengganggu

pelaksanaan misi mereka secara efisiensi.

Organisasi-organisasi itu tidak akan diharuskan

memberikan prioritas kepada warganegara

atau kepentingan-kepentingan dari Penguasa

tersebut.

85

2. Penguasa Pendudukan tidak akan memaksa

mereka atau membujuk organisasi-organisasi

pertahanan sipil orang-orang sipil untuk

melaksanakan tugas-tugas mereka dengan

cara yang bertentangan dengan kepentingan-

kepentingan penduduk sipil.

3. Penguasa Pendudukan dapat melucuti personil

pertahanan sipil untuk kepentingan keamanan.

4. Penguasa Pendudukan tidak boleh mengalihkan

dan penggunaan yang sebenarnya maupun

merampas gedung-gedung atau material milik

atau yang digunakan oleh organisasi-organisasi

pertahanan sipil, jika pengalihan atau perampasan

itu akan merugikan penduduk sipil.

5. Asalkan saja ketentuan umum dalam ayat

(4) di atas terus menerus dipenuhi, Penguasa

Pendudukan dapat merekuisisi atau mengalihkan

penggunaan yang sebenarnya sumber-sumber

itu, dengan tunduk kepada syarat-syarat khusus

berikut ini :

(a) bahwa gedung-gedung atau material itu

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan lain dari penduduk sipil; dan

(b) bahwa rekuisisi atau pengalihan itu

hanya berlangsung selama ada kebutuhan

tersebut.

6. Penguasa Pendudukan tidak boleh mengalihkan

atau merekuisisi tempat-tempat berlindung yang

disediakan bagi penggunaan penduduk sipil atau

yang diperlukan oleh penduduk sipil.

86

Pasal 64 --- Organisasi Pertahanan sipil orang-orang sipil

dari Negara-negara netral atau Negara lainnya

yang bukan Pihak-Pihak dalam sengketa

dan organisasi yang di koordinir secara

internasional.

1. Pasal-pasal 62, 63, 65 dan 66 harus juga

berlaku bagi anggota-anggota dan material

dan organisasi pertahanan sipil orang-orang

sipil dari Negara-negara netral atau Negara

lainnya yang bukan Pihak dalam sengketa yang

melaksanakan tugas-tugas pertahanan sipil

seperti tersebut dalam Pasal 61 di wilayah dan

suatu Pihak dalam sengketa, dengan seijin dan

di bawah pengawasan Pihak itu. Pemberitahuan

tentang bantuan itu harus dilakukan sesegera

mungkin kepada Pihak lawan yang bersangkutan.

Dalam keadaan apapun kegiatan itu tidak boleh

dianggap sebagai suatu campur tangan dalam

sengketa. Akan tetapi kegiatan itu hendaknya

dilaksanakan dengan memperhatikan kepada

kepentingan-kepentingan keamanan dan Pihak-

pihak dalam sengketa yang bersangkutan.

2. Pihak-pihak dalam sengketa yang menerima

bantuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan Pihak-pihak Peserta Agung

yang memberikan bantuan itu hendaknya

mempermudah pelaksanaan koordinasi

internasional dan aksi-aksi pertahanan sipil

itu apabila layak. Dalam hal-hal seperti itu,

organisasi-organisasi internasional yang ada

hubungannya itu dicakup oleh ketentuan-

ketentuan dalam Sub Bagian ini.

87

3. Di wilayah-wilayah yang diduduki, Kekuasaan

Pendudukan hanya boleh memindahkan atau

membatasi kegiatan-kegiatan organisasi-

organisasi pertahanan sipil yang terdiri dari

orang-orang sipil dari Negara-negara netral

atau lainnya yang bukan Pihak-pihak dalam

sengketa dan kegiatan-kegiatan organisasi-

organisasi koordinasi internasional, apabila ia

dapat menjamin pelaksanaan yang memadai

tugas-tugas pertahanan sipil dari sumber-

sumbernya atau dari sumber-sumber wilayah

yang didudukinya itu.

Pasal 65 --- Berakhirnya perlindungan

1. Perlindungan yang menjadi hak dan organisasi-

organisasi pertahan sipil orang-orang sipil,

anggota-anggota, gedung-gedung, tempat-

tempat perlindungan material mereka, tidak

akan berakhir kecuali jika mereka ini melakukan

atau dipergunakan untuk melakukan, di luar

tugas-tugas mereka yang sebenarnya, tindakan-

tindakan yang merugikan musuh. Akan tetapi

perlindungan dapat berakhir hanya setelah

diberikan suatu peringatan yang menetapkan,

secara layak, suatu batas waktu yang masuk

akal, dan setelah peringatan itu tetap tidak

diindahkan.

2. Hal-hal berikut ini tidak boleh dianggap

sebagai tindakan yang merugikan musuh :

(a) bahwa tugas-tugas pertahanan sipil

dilakukan dibawah pengarahan atau

pengawasan pejabat-pejabat militer;

88

(b) bahwa anggota-anggota sipil dari

pertahanan sipil bekerja sama dengan

anggota-anggota militer di dalam

menjalankan tugas-tugas pertahanan sipil,

atau bahwa beberapa anggota militer

ditugaskan pada organisasi-organisasi

pertahanan sipil yang terdiri dari orang-

orang sipil;

(c) bahwa pelaksanaan tugas-tugas

pertahanan sipil secara kebetulan dapat

menguntungkan anggota-anggota militer

yang telah jadi korban, terutama mereka

yang hors de combat.

3. Juga tidak akan dianggap sebagai suatu tindakan

yang membahayakan musuh apabila anggota-

anggota sipil pertahanan sipil membawa

senjata-senjata ringan perorangan untuk tujuan

memelihara ketertiban atau untuk bela diri.

Tetapi, di daerah-daerah di mana pertempuran

didarat sedang berlangsung atau mungkin

akan terjadi, Para pihak dalam sengketa harus

mengambil tindakan-tindakan yang layak

untuk membatasi senjata-senjata itu sampai

kepada senjata-senjata genggam, seperti pistol

atau revolver, agar dapat membantu dalam

membeda-bedakan antara anggota-anggota

sipil pertahanan sipil dan kombatan-kombatan.

Walaupun anggota-anggota pertahanan sipil

membawa senjata-senjata ringan perorangan

lainnya di daerah-daerah tersebut, namun

mereka harus dihormati dan dilindungi segera

setelah mereka dikenal demikian.

89

4. Pembentukan organisasi-organisasi pertahanan

sipil orang-orang sipil di sepanjang berkaitan

dengan komando militer, dinas wajib yang

berlaku bagi mereka, juga tidak akan menghapus

perlindungan yang diberikan oleh Sub Bagian

ini kepada mereka.

Pasal 66 --- Pengenalan

1. Setiap Pihak dalam sengketa harus berusaha

menjamin bahwa organisasi-organisasi

pertahanan sipilnya, anggota-anggota, gedung-

gedung dan material mereka, dapat mudah

dikenal pada waktu mereka mengabdikan

diri mereka semata-mata bagi pelaksanaan

tugas-tugas pertahanan sipil. Tempat-tempat

berlindung yang disediakan bagi penduduk

sipil hendaknya dapat dikenal dengan sama

mudahnya.

2. Setiap pihak dalam sengketa harus juga berusaha

mengambil dan melaksanakan cara-cara

(metoda) dan prosedur yang memungkinkannya

mengenali tempat-tempat berlindung penduduk

sipil maupun anggota-anggota, gedung-

gedung dan material pertahanan sipil, yang

pada masing-masing dipasang tanda pengenal

internasional pertahanan sipil.

3. Di wilayah-wilayah yang diduduki dan di

daerah-daerah dimana pertempuran tengah

berlangsung atau diduga akan terjadi, anggota-

anggota pertahanan sipil yang terdiri dari

orang-orang sipil hendaknya dapat dikenal

90

melalui tanda pengenal yang menerangkan

kedudukan mereka.

4. Tanda pengenal Internasional pertahanan sipil

adalah sebuah segitiga sama sisi berwarna biru

diatas dasar merah jingga manakala digunakan

bagi perlindungan organisasi-organisasi

pertahanan sipil, anggota-anggota, gedung-

gedung dan material mereka serta bagi tempat-

tempat berlindung sipil.

5. Selain daripada itu tanda pengenal itu, Pihak-

Pihak dalam sengketa dapat bersepakat

mengenai penggunaan isyarat-isyarat pengenal

bagi tujuan-tujuan pengenalan pertahanan sipil.

6. Penerapan ketentuan-ketentuan dari ayat (1)

sampai (4) itu diatur oleh Sub Bagian V dari

Lampiran I pada Protokol ini.

7. Dimasa damai, tanda yang digambarkan dalam

ayat 4 itu boleh dipergunakan untuk tujuan-

tujuan pengenalan pertahanan sipil, dengan

seijin dari pejabat nasional yang berwenang.

8. Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak dalam

sengketa harus mengambil tindakan-tindakan

yang diperlukan untuk mengawasi pemasangan

tanda pengenal internasional pertahanan

sipil itu dan mencegah serta menindak setiap

penyalahgunaan tanda pengenal itu.

9. Pengenalan personil kesehatan dan keagamaan,

satuan-satuan kesehatan dan angkutan-

angkutan kesehatan pertahanan sipil juga

diatur oleh Pasal 18.

91

Pasal 68 --- Anggota-anggota angkatan Perang dan Satuan-

satuan militer yang ditugaskan pada organisasi-

organisasi pertahanan sipil.

1. Anggota-anggota angkatan perang dan satuan-

satuan militer yang ditugaskan pada organisasi

pertahanan sipil harus dihormati dan dilindungi

asalkan :

(a) anggota-anggota dan satuan-satuan itu

ditugaskan secara tetap dan mengabdi

khusus pada tugas yang disebut dalam

Pasal 61.

(b) jika ditugaskan demikian, anggota-

anggota itu tidak lagi melakukan tugas

militer apapun lainnya selama sengketa

berlangsung;

(c) anggota-anggota itu dapat dibeda-

kan dengan jelas dari anggota-anggota

angkatan perang lainnya melalui

pemasangan secara menyolok tanda

pengenal internasional pertahanan sipil

yang besarnya haruslah sepantasnya,

dan anggota-anggota itu diperlengkapi

dengan kartu pengenal yang menerangkan

kedudukan mereka seperti ditunjukkan

dalam Sub Bagian V dari Lampiran I

pada Protokol ini;

(d) Anggota-anggota dan satuan-satuan itu

hanya diperlengkapi dengan senjata-

senjata ringan perorangan untuk tujuan

memelihara ketertiban atau untuk

pertahanan diri, dalam hal ini ketentuan-

ketentuan Pasal 65, ayat (3) harus juga

berlaku;

92

(e) anggota-anggota itu tidak turut serta

secara langsung dalam permusuhan, dan

tidak melakukan, atau digunakan untuk

melakukan di luar tugas-tugas pertahanan

sipil mereka, tindakan-tindakan yang

merugikan Pihak lawan;

(f) anggota-anggota dan satuan-satuan itu

melaksanakan tugas-tugas pertahanan

sipil mereka hanya di dalam wilayah

nasional Pihak mereka sendiri.

Tidak ditaatinya syarat-syarat yang ditetapkan

dalam huruf e diatas oleh seorang anggota

angkatan perang yang diikat oleh syarat-syarat

tercantum dalam huruf a dan huruf b diatas

adalah dilarang.

2. Apabila jatuh ke dalam kekuasaan suatu Pihak

lawan, anggota-anggota militer yang bertugas

di dalam organisasi-organisasi pertahanan sipil

menjadi tawanan perang.

Di wilayah yang diduduki itu mereka boleh

dipekerjakan pada tugas-tugas pertahanan sipil

jika memang di butuhkan, tetapi hanya untuk

kepentingan penduduk sipil dari wilayah itu,

asalkan saja, jika pekerjaan itu berbahaya,

mereka sukarela melakukan tugas-tugas

tersebut.

3. Gedung-gedung dan barang-barang penting

dari perlengkapan dan angkutan-angkutan dari

satuan-satuan militer yang ditugaskan pada

organisasi-organisasi pertahanan sipil harus

secara jelas ditandai dengan tanda pengenal

93

internasional pertahanan sipil. Tanda pengenal

ini besarnya haruslah sepantasnya.

4. Material dan gedung-gedung dari satuan-

satuan militer yang secara tetap ditugaskan

pada organisasi-organisasi pertahanan sipil

dan khusus untuk melaksanakan tugas-tugas

pertahanan sipil, apabila jatuh ke tangan

suatu Pihak lawan, akan tetap tunduk kepada

peraturan-peratuan hukum perang. Barang-

barang itu tidak boleh dialihkan kegunaannya

dari tujuan-tujuan pertahanan sipilnya selama

diperlukan bagi pelaksanaan tugas-tugas

pertahanan sipil, kecuali bila timbul kebutuhan

militer yang sangat mendesak, hal inipun tidak

dapat dilakukan jika tidak dibuat terlebih

dahulu pengaturan-pengaturan bagi penyediaan

yang cukup untuk keperluan penduduk sipil.

BAGIAN - II --- PERTOLONGAN BAGI

KEPENTINGAN PENDUDUK SIPIL

Pasal 68 --- Bidang Penerapan

Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini berlaku

bagi penduduk sipil sebagaimana dirumuskan

dalam Protokol ini dan merupakan tambahan

bagi Pasal-pasal 23, 55, 59, 60, 61 dan 62

dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan

dengannya dari Konvensi Keempat.

Pasal 69 --- Kebutuhan-kebutuhan Pokok Di Wilayah Yang

Diduduki

94

1. Selain dari pada kewajiban-kewajiban yang

diperinci dalam Pasal 55 dari Konvensi

Keempat mengenai persediaan bahan makanan

dan kesehatan, maka sejauh kemampuan

yang ada padanya dan tanpa pembedaan yang

merugikan, Penguasa Pendudukan harus juga

menjamin penyediaan pakaian, perlengkapan

tidur, alat-alat perlengkapan tempat berlindung,

perbekalan-perbekalan lainnya yang sangat

penting bagi kelangsungan hidup penduduk

sipil di wilayah pendudukan dan obyek-obyek

yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan

keagamaan.

2. Aksi-aksi pertolongan yang bermanfaat bagi

penduduk sipil di wilayah-wilayah yang

diduduki diatur oleh Pasal-pasal 59, 60, 61, 62,

108, 109, 110 dan Ill dari Konvensi Ke empat,

dan oleh Pasal 71 dari Protokol ini, dan harus

dilaksanakan tanpa ditunda-tunda.

Pasal 70 --- Aksi-aksi Pertolongan

1. Apabila penduduk sipil suatu wilayah yang

berada di bawah pengawasan dari suatu Pihak

dalam sengketa, lain dari pada wilayah yang

diduduki, tidak mendapat persediaan yang

cukup barang-barang keperluan hidupnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, maka

harus diusahakan aksi-aksi pertolongan yang

bersifat kemanusiaan dan tidak berpihak

dan yang dijalankan tanpa pembedaan yang

merugikan, tunduk kepada persetujuan antara

Pihak-pihak yang bersangkutan mengenai

aksi-aksi pertolongan itu. Tawaran-tawaran

pertolongan itu tidak boleh dipandang sebagai

95

campur tangan dalam sengketa bersenjata atau

sebagai tindakan-tindakan tidak bersahabat. Di

dalam membagi-bagikan (distribusi) kiriman-

kiriman barang pertolongan, pengutamaan

(prioritas) haruslah diberikan kepada orang-

orang seperti anak-anak, ibu-ibu yang sedang

mengandung, wanita-wanita yang baru saja

melahirkan dan ibu-ibu yang sedang menyusui,

yang berdasarkan Konvensi Keempat dan

Protokol ini harus mendapat perlakuan hak

istimewa atau perlindungan khusus.

2. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap

Pihak Peserta Agung harus mengijinkan dan

memudahkan perjalanan yang cepat dan lancar

dari semua kiriman barang pertolongan, alat-alat

perlengkapan dan tenaga-tenaga pertolongan

sebagaimana ditetapkan sesuai dengan Bagian

ini, sekalipun bantuan itu ditujukan kepada

penduduk sipil dari Pihak lawan.

3. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap Pihak

Peserta Agung yang mengijinkan perjalanan

kiriman barang pertolongan, alat-alat

perlengkapan dan tenaga-tenaga pertolongan,

sesuai dengan ayat (2) diatas :

(a) harus mempunyai hak untuk memerintahkan

dilakukannya pengaturan-pengaturan tekhnis,

termasuk pengeledahan berdasarkan ketentuan

tersebut kiriman itu diijinkan lewat;

(b) boleh memberikan ijin bersyarat terhadap

pembagian bantuan itu yang dilakukan

di bawah pengawasan sebuah Negara

Pelindung;

96

(c) dalam cara apapun, tidak boleh

mengalihkan kiriman-kiriman barang

pertolongan itu dari tujuan yang telah

dimaksudkan oleh kiriman itu maupun

menunda-nunda pengirimannya, kecuali

bila timbul kebutuhan mendesak bagi

kepentingan penduduk sipil yang

bersangkutan.

4. Pihak-pihak dalam sengketa harus melindungi

kiriman-kiriman barang pertolongan itu dan

memudahkan pembagiannya yang cepat.

5. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap Pihak

Peserta Agung yang bersangkutan harus

mendorong dan memudahkan koordinasi

internasional yang efektif dari aksi-aksi

pertolongan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1).

Pasal 71 --- Tenaga-tenaga yang turut serta dalam aksi-aksi

pertolongan

1. Apabila diperlukan, personil pertolongan

dapat merupakan bagian dari bantuan yang

disediakan dalam aksi pertolongan, khususnya

bagi pengangkutan dan pembagian (distribusi)

kiriman-kiriman barang pertolongan; turut

sertanya personil itu harus mendapat persetujuan

dari Pihak yang wilayahnya personil itu akan

melaksanakan tugas kewajiban mereka.

2. Personil itu harus dihormati dan dilindungi

3. Sejauh apa yang dapat dilakukan, setiap

Pihak yang menerima kiriman-kiriman barang

97

pertolongan itu harus membantu personil

pertolongan tersebut dalam ayat (1) di atas

dalam melaksanakan tugas pertolongan mereka.

Hanya apabila timbul kebutuhan militer yang

sangat mendesak, kegiatan-kegiatan dari

personil pertolongan itu boleh dibatasi atau

gerakan mereka untuk sementara dibatasi.

4. Di dalam keadaan bagaimanapun, personil

pertolongan itu tidak boleh melampaui

ketentuan-ketentuan dari tugas mereka

berdasarkan Protokol itu. Khususnya mereka

yang diwilayahnya mereka itu sedang

melaksanakan kewajiban mereka. Tugas (misi)

dari setiap orang dari personil itu yang tidak

menghormati syarat-syarat tersebut dapat

dihentikan.

98

BAGIAN - III --- PERLAKUAN ATAS ORANG-

ORANG YANG BERADA DALAM

KEKUASAAN DARI SUATU PIHAK

DALAM SENGKETA.

SUB BAGIAN - I --- BIDANG PENERAPAN DAN

PERLINDUNGAN ORANG-

ORANG DAN OBYEK-OBYEK

Pasal 72 --- Bidang Penerapan

Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini adalah

tambahan pada peraturan-peraturan mengenai

perlindungan kemanusiaan atas orang-orang

sipil dan obyek-obyek sipil yang berada di

dalam kekuasaan suatu Pihak dalam sengketa

yang tercantum di dalam Konvensi Ke empat,

khususnya di Sub bagian I dan III, juga pada

peraturan-peraturan hukum internasional

lainnya yang dapat diterapkan berkenaan

dengan perlindungan hak-hak asasi manusia

selama berlangsungnya sengketa bersenjata

internasional.

Pasal 73 --- Pengungsi dan orang yang tidak

berkewarganegaraan

Orang-orang yang sebelum mulainya

permusuhan dianggap sebagai orang yang

tidak berkewarganegaraan atau pengungsi

berdasarkan persetujuan-persetujuan

internasional yang menyangkut hal itu yang

diterima oleh Pihak-pihak yang bersangkutan

atau berdasarkan perundang-undangan nasional

dari negara tempat orang-orang itu berasal atau

negara dimana orang-orang yang dilindungi di

dalam pengertian Bab I dan III dari Konvensi

99

Keempat, dalam segala keadaan dan tanpa

sesuatu pembedaan yang merugikan.

Pasal 74 --- Bersatunya kembali keluarga yang tercerai

berai.

Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak

dalam sengketa harus memudahkan dengan

setiap cara yang mungkin bersatunya kembali

keluarga-keluarga yang tercerai berai

sebagai akibat sengketa bersenjata dan harus

mendorong terutama pekerjaan organisasi-

organisasi kemanusiaan yang bekerja di dalam

tugas ini dan sejalan dengan peraturanperaturan

keamanan masing-masing Pihak.

Pasal 75 --- Jaminan-jaminan dasar

1. Selama mereka menjadi korban oleh situasi

tersebut dalam Pasal I dari Protokol ini,

orang-orang yang berada di dalam kekuasaan

suatu Pihak dalam sengketa dan yang tidak

mendapatkan manfaat dari perlakuan yang

lebih menguntungkan berdasarkan Konvensi

atau Protokol ini harus diperlakukan secara

peri kemanusiaan di dalam segala keadaan

dan harus menikmati, sedikit-dikitnya,

perlindungan yang ditetapkan oleh Pasal ini

tanpa sesuatu pembedaan yang merugikan

yang didasarkan atas ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan,

pandangan politik atau lainnya, asal

kebangsaan dan sosial, kekayaan, keturunan

atau kedudukan lainnya, atau atas patokan-

patokan ukuran serupa lainnya. Setiap Pihak harus

100

menghormati pribadi, kehormatan, keyakinan

dan ibadah keagamaan semua orang itu.

2. Tindakan-tindakan berikut ini adalah dan harus

tetap dilarang dalam waktu dan di tempat

apapun, baik yang dilakukan oleh pelaksana-

pelaksana sipil maupun militer :

(a) kekerasan terhadap jiwa, kesehatan,

ataupun kesejahteraan jasmani atau

rokhani orang-orang, terutama :

(i) pembunuhan;

(ii) segala macam penyiksaan, baik

jasmaniah maupun rokhaniah;

(iii) hukuman badan; dan

(iv) mutilasi.

(v) perkosaan terhadap kehormatan

pribadi, terutama perlakuan yang

menghinakan dan merendahkan

martabat, pelacuran paksaan dan

setiap bentuk serangan yang tidak

senonoh;

(vi) penyanderaan;

(vii) hukuman kolektif; dan

(viii) ancaman-ancaman melakukan

setiap tindakan tersebut diatas.

3. Seseorang yang ditangkap, ditahan atau

diasingkan karena tindakan-tindakan yang

berhubungan dengan sengketa bersenjata harus

diberitahu dengan segera, didalam bahasa yang

ia mengerti, tentang atasan-atasannya mengapa

101

telah diambil tindakan terhadapnya. Kecuali

dalam hal-hal penangkapan atau penahanan

karena pelanggaran-pelanggaran pidana, orang-

orang seperti itu harus dibebaskan dengan

sesedikit mungkin tertunda dan pada setiap

saat segera setelah keadaan yang membenarkan

penangkapan, penahanan alau pengasingannya

berakhir.

4. Tidak boleh menjatuhkan hukuman dan

tidak boleh melaksanakan hukuman terhadap

seseorang yang dinyatakan bersalah karena

suatu pelanggaran pidana yang bersangkutan

dengan sengketa bersenjata, kecuali sesuai

dengan keputusan yang dijatuhkan oleh sebuah

pengadilan yang tidak berpihak dan yang

diadakan secara teratur dengan menghormati

asas-asas umum yang telah diakui tentang

prosedur pengadilan yang teratur, yang antara

lain sebagai berikut :

(a) prosedur itu harus menjamin bagi seorang

tersangka untuk diberitahu tanpa ditunda-

tunda tentang hal ikhwal pelanggaran

yang dituduhkan terhadapnya dan harus

memberikan kepada tersangka sebelum

dan selama diadili semua hak dan sarana

yang diperlukan bagi pembelaan

(b) tak seorangpun boleh dijatuhi hukuman

karena suatu pelanggaran, kecuali atas

dasar tanggung jawab pidana perorangan;

(c) tak seorangpun boleh dituduh atau dijatuhi

hukuman atas suatu pelanggaran kriminal

karena sesuatu tindakan atau kelalaian

yang tidak merupakan suatu pelanggaran

102

internasional yang berlaku atas dirinya

pada waktu tindakan itu dilakukan,

juga tidak boleh seseorang dikenakan

hukuman yang lebih berat daripada yang

dapat diterapkan pada waktu pelanggaran

kriminal itu dilakukan; apabila setelah

dilakukannya pelanggaran itu, ditetapkan

oleh undang-undang ketentuan bagi

dikenakannya suatu hukuman yang lebih

ringan, maka pelanggar harus menda-

patkan keuntungan dari padanya;

(d) seseorang yang dituduh melakukan suatu

pelanggaran dianggap tidak bersalah

sampai ia terbukti bersalah menurut

hukum;

(e) seseorang yang dituduh melakukan suatu

pelanggaran harus mempunyai hak untuk

diadili di dalam kehadirannya;

(f) tak seorangpun boleh dipaksa

memberikan keterangan yang merugikan

dirinya sendiri atau dipaksa mengakui

kesalahan;

(g) seseorang yang dituduh melakukan suatu

pelanggaran harus mem-punyai hak untuk

menanyai, atau meminta agar diperiksa,

saksi-saksi yang merugikan dirinya dan

kehadiran serta pemeriksaan saksi-saksi

yang menguntungkan dirinya di bawah

syarat-syarat yang sama berlakunya bagi

saksi-saksi yang merugikan dirinya;

103

(h) tak seorangpun boleh dituntut atau

dihukum oleh Pihak yang sama karena

suatu pelanggaran yang sebelumnya

mengenai pelanggaran itu suatu keputusan

terakhir yang membebaskan atau

menghukum orang itu telah dijatuhkan

berdasarkan undang-undang dan prosedur

pengadilan yang sama;

(l) Setiap orang yang dituntut karena suatu

pelanggaran harus mempunyai hak untuk

meminta dijatuhkan keputusan pengadilan

secara terbuka; dan

(j) mengenai hukuman yang telah dijatuhkan

oleh pengadilan, seorang terhukum harus

dibantu dalam hal-hal upaya hukum yang

berkenaan dengan pengadilan dan upaya-

upaya hukum lainnya dan batas waktu yang

diperlukan bagi dapat dilaksanakannya

upaya-upaya hukum itu.

5. Wanita yang kemerdekaannya telah dibatasi

karena atasan-atasan yang berhubungan dengan

sengketa bersenjata harus dipisahkan tempat

penahanannya dari tempat penahanan pria.

Wanita harus berada di bawah pengawasan

langsung dari wanita pula. Namun demikian,

dalam hal-hal dimana seluruh keluarga ditahan

atau diasingkan, maka apabila mungkin, mereka

harus ditahan ditempat yang sama dan diberi

tempat tinggal sebagai satu kesatuan keluarga.

6. Orang-orang yang tangkap, ditahan atau

diasingkan karena atasan-atasan yang

berhubungan dengan sengketa bersenjata harus

104

memperoleh perlindungan yang ditetapkan

oleh Pasal ini sampai pembebasan terakhir,

pemulangan kembali atau penempatan kembali

mereka, bahkan setelah sengketa bersenjata itu

berakhir.

7. Untuk mencegah timbulnya keraguan mengenai

penuntutan dan pemeriksaan pengadilan terhadap

orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan-

kejahatan perang atau kejahatan terhadap umat

manusia. asas-asas berikut ini harus berlaku :

(a) orang-orang yang dituduhkan melakukan

kejahatan-kejahatan itu hendaknya

dimajukan untuk tujuan penuntutan dan

pemeriksaan pengadilan sesuai dengan

peraturan-peraturan hukum internasional

yang dapat diterapkan; dan

(b) setiap dari orang-orang itu yang tidak

memperoleh manfaat dari perlakuan

yang lebih baik berdasarkan Konvensi

atau Protokol ini harus diberikan

perlakuan sebagaimana ditetapkan oleh

Pasal ini, apakah kejahatan-kejahatan

yang dituduhkan terhadap mereka itu

merupakan pelanggaran-pelanggaran

berat atau tidak terhadap Konvensi atau

Protokol ini.

8. Tidak satupun dari ketentuan-ketentuan dari

Pasal ini boleh diartikan sebagai membatasi

atau menyalahi setiap ketentuan-ketentuan lain

yang lebih menguntungkan yang memberikan

perlindungan yang lebih besar kepada orang-

orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di

105

atas berdasarkan peraturan-peraturan hukum

internasional maupun yang dapat diterapkan.

SUB BAGIAN - 11 --- TINDAKAN-TINDAKAN BAGI

KEPENTINGAN WANITA DAN

ANAK.

Pasal 76 --- Perlindungan bagi wanita

1. Wanita harus mendapat penghormatan khusus

dan harus dilindungi terutama terhadap

perkosaan, pelacuran paksaan dan setiap

bentuk serangan tak senonoh lainnya.

2. Wanita yang sedang mengandung dan ibu

yang mempunyai anak-anak yang masih

tergantung kepadanya, yang ditangkap, ditahan

atau diasingkan karena alasan-alasan yang

berhubungan dengan sengketa bersenjata,

perkara-perkaranya harus mendapat prioritas

utama untuk dipertimbangkan.

3. Sampai pada batas maksinium yang dapat

dilakukan, Pihak-Pihak dalam sengketa harus

berusaha menghindarkan dijatuhkannya

hukuman mati atas diri wanita-wanita hamil

dan ibu-ibu yang mempunyai anak-anak yang

masih tergantung kepadanya pelanggaran yang

berhubungan dengan sengketa bersenjata.

Hukuman mati bagi pelanggaran-pelanggaran

demikian itu tidak boleh dilaksanakan atas

wanita-wanita seperti itu.

106

Pasal 77 --- Perlindungan bagi anak-anak.

1. Anak-anak harus mendapat penghormatan

khusus dan harus dilindungi terhadap setiap

bentuk serangan tidak senonoh. Pihak-Pihak

dalam sengketa harus memberikan kepada

mereka perhatian dan bantuan yang mereka

perlukan, baik karena usia mereka maupun

karena alasan lain.

2. Pihak-pihak dalam sengketa harus mengambil

segala tindakan yang dapat dilakukan agar

supaya anak-anak yang belum mencapai usia

lima belas tahun tidak ikut ambil bagian

langsung dalam peperangan dan, khususnya

mereka harus menjauhkan diri dari (refrain

from) melatih anak-anak itu untuk masuk

angkatan perang mereka. Didalam melatih

anak-anak yang telah mencapai usia lima belas

tahun tetapi yang belum mencapai usia delapan

belas tahun, maka Pihak-pihak dalam sengketa

harus berusaha memberikan pengutamaan

kepada mereka yang tertua.

3. Apabila, di dalam hal-hal yang merupakan

perkecualian, sekalipun adanya ketentuan-

ketentuan dalam ayat (2) di atas, anak-anak

yang belum mencapai usia lima belas tahun ikut

ambil bagian langsung dalam permusuhan dan

jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan,

maka anak-anak itu harus tetap memperoleh

manfaat dari perlindugan istimewa yang

diberikan oleh Pasal ini, apakah mereka ini

merupakan tawanan perang atau tidak.

4. Apabila ditangkap, ditahan atau diasingkan

karena alasan-alasan yang berhubungan

107

dengan sengketa bersenjata, anak-anak itu

harus ditempatkan di markas yang terpisah

dari markas orang dewasa, kecuali jika

keluarga-keluarga mereka ditempatkan sebagai

satuansatuan keluarga sebagaimana ditetapkan

dalam Pasal 75 ayat (5).

5. Hukuman mati karena melakukan suatu

pelanggaran yang berhubungan dengan

sengketa bersenjata tidak boleh dilaksanakan

atas orang-orang yang belum mencapai usia

delapan belas tahun pada saat pelanggaran itu

dilakukan.

Pasal 78 --- Pengungsian anak-anak

1. Tidak satu pihakpun dalam sengketa boleh

menyelenggarakan pengungsian anak-anak,

selain dari pada warganegaranya sendiri, ke

sebuah negara asing, kecuali untuk suatu

pengungsian sementara karena alasan-

alasan perawatan kesehatan atau pengobatan

anak-anak itu memaksakannya atau kecuali

keamanaan anak-anak itu di daerah yang

diduduki menghendaki demikian. Apabila

orang tua atau wali hukum mereka dapat

diketemukan, maka ijin tertulis untuk

pengungsian seperti itu diperlukan. Apabila

orang-orang tersebut tidak dapat diketemukan,

maka ijin tertulis bagi pengungsian seperti

itu diperlukan dari orang-orang yang oleh

undang-undang atau adat kebiasaan dinyatakan

bertanggung jawab utama bagi pemeliharaan

anak-anak itu. Setiap pengungsian seperti

itu harus dilakukan dibawah pengawasan

Kekuasaan Pelindung dengan persetujuan

108

Pihak-Pihak yang bersangkutan, yaitu Pihak

yang menyelenggarakan pengungsian itu, Pihak

yang menerima anak-anak dan Pihak-pihak

manapun yang warganegara-warganegaranya

sedang diungsikan. Dalam setiap hal, semua

Pihak dalam sengketa harus mengambil segala

tindakan pencegahan yang dapat dilakukan

guna menghindari terjadinya hal yang

membahayakan pengungsian tersebut.

2. Manakala suatu pengungsian terjadi sejalan

dengan ayat (1) diatas, maka setiap pendidikan

anak-anak, termasuk pendidikan agama

dan susila seperti yang dikehendaki orang

tuanya, harus sedapat mungkin dijamin terus

kelangsungannya selama anak-anak itu jauh

dari orang tuanya.

3. Dengan mengingat untuk mempermudah

kembalinya anak-anak yang diungsikan

sesuai dengan Pasal ini kepada orang tua

dari negara mereka, para pejabat dan pihak

yang menyelenggarakan pengungsian itu dan,

sebagaimana selayaknya, para pejabat dan

negara penerima anak itu harus mengadakan

bagi setiap anak sebuah kartu dengan ditempel

fotonya, yang harus dikirimkan ke Badan

Pencari Pusat dan Komite Internasional Palang

Merah. Setiap kartu harus, manakala mungkin,

dan manakala tidak melibatkan resiko yang

membahayakan anak-anak itu, memuat

keterangan-keterangan sebagai berikut:

(a) nama (nama-nama) keluarga dari anak;

(b) nama (nama-nama) kecil dari anak;

109

(c) kelamin dari anak;

(d) tempat dan tanggal lahir (atau, apabila

tanggal tidak diketahui, usia kira-kira);

(e) nama lengkap ayah;

(f) nama lengkap ibu dan nama ibu sebelum

menikah;

(g) saudara terdekat dari anak;

(h) kewarganegaraan anak;

(i) bahasa ibu dari anak, dan bahasa-bahasa

lainnya yang dapat dipergunakan oleh

anak itu;

(j) alamat keluarga dari anak;

(k) nomor pengenal bagi anak;

(l) keadaan kesehatan dari anak;

(m) golongan darah dari anak;

(n) ciri-ciri khusus badan anak;

(o) tanggal kapan dan tempat dimana anak

itu diketemukan;

(p) tanggal kapan dan tempat dari mana anak

itu meninggalkan negaranya;

(q) agama dari anak, kalau ada;

(r) alamat sekarang anak di negara

penerima;

(s) tanggal, tempat dan keadaan anak waktu

meninggalkan dan tempat pengasingan,

seandainya anak itu meninggal sebelum

pemulangannya.

110

SUB BAGIAN - III --- WARTAWAN

Pasal 79 --- Tindakan-tindakan perlindungan bagi

wartawan

1. Wartawan-wartawan yang melakukan tugas-

tugas pekerjaanya yang berbahaya di daerah-

daerah sengketa bersenjata harus dianggap

sebagai orang sipil di dalam pengertian Pasal

50 ayat (1).

2. Mereka ini akan dilindungi sedemikian rupa

di bawah Konvensi dan Protokol ini, asalkan

saja mereka tidak mengambil tindakan yang

mempengaruhi secara merugikan kedudukan

mereka sebagai orang-orang sipil, dan tanpa

mengurangi hak mereka sebagai wartawan

perang yang ditugaskan pada angkatan perang

dengan kedudukan seperti yang ditetapkan

dalam Pasal 4 A(4) dari Konvensi Ketiga.

3. Mereka ini dapat memperoleh kartu pengenal

yang sama dengan model kartu pengenal

dalam Lampiran II dari Protokol ini. Kartu

ini, yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah

dari Negara, dari mana wartawan itu adalah

warganegaranya atau yang wilayahnya ia

bertempat tinggal atau dimana alat pemberitaan

yang mempekerjakannya berada, harus

menyatakan sebenarnya kedudukannya sebagai

seorang wartawan.

111

BAB-V

PELAKSANAAN KONVENSI DAN

PROTOKOL INI

BAGIAN - I --- KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal 80 --- Tindakan-tindakan bagi pelaksanaan

1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa tanpa menunda-nunda harus

mengambil segala tindakan yang perlu bagi

pelaksanaan kewajiban-kewajiban mereka di

bawah Konvensi dan Protokol ini.

2. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa harus memberikan perintah-

perintah dan instruksi-instruksi untuk

menjamin ditaatinya Konvensi dan Protokol

ini, dan harus mengawasi pelaksanaannya.

Pasal 81 --- Kegiatan-kegiatan Palang Merah dan

Organisasi-organisasi Kemanusiaan Lainnya.

I . Pihak-Pihak dalam sengketa harus memberikan

kepada Komite Internasional Palang Merah

semua fasilitas di dalam kekuasaan mereka

sehingga memungkinkannya melaksanakan

fungsi-fungsinya yang ditugaskan kepadanya

oleh Konvensi dan Protokol ini, agar supaya

terjamin perlindungan dan bantuan bagi para

korban sengketa; Komite Internasional Palang

Merah dapat juga melaksanakan kegiatan-

kegiatan kemanusiaan lainnya bagi kepentingan

para korban itu, dengan harus mendapatkan

ijin dari Pihak-Pihak dalam sengketa yang

bersangkutan.

112

2. Pihak-Pihak dalam sengketa harus memberikan

kepada organisasi-organisasi Palang Merah

masing-masing Pihak (Bulan Sabit Merah,

Singa dan Matahari Merah) fasilitas-fasilitas

yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan kemanusiaan mereka bagi

kepentingan para korban sengketa, sesuai

dengan ketentuan-kektentuan Konvensi dan

Protokol ini dan asas-asas dasar Palang Merah

sebagaimana dirumuskan oleh Konperensi-

Konperensi Internasional Palang Merah.

3. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa harus mempermudah dengan

setiap cara yang mungkin pemberian bantuan

oleh Organisasi-Organisasi Palang Merah

(Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah)

dan Liga Perhimpunan-Perhimpunan Palang

Merah kepada para korban sengketa sesuai

dengan ketentuan-ketentuan Konvensi dan

Protokol ini dan asas-asas dasar Palang Merah

sebagaimana dirumus-kan oleh Konperensi

Internasional Palang Merah.

4. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa sedapat mungkin memberikan

fasilitas-fasilitas yang serupa dengan fasilitas-

fasilitas tersebut dalam ayat-ayat (2) dan (3)

kepada organisasi-organisasi kemanusiaan

lainnya seperti ditunjukkan dalam Konvensi

dan Protokol ini, yang tepat pada waktunya

dikuasakan oleh masing-masing Pihak dalam

sengketa dan yang melaksanakan kegiatan-

kegiatan kemanusiaan mereka sesuai dengan

113

ketentuan-ketentuan dari Konvensi dan

Protokol ini.

Pasal 82 --- Penasehat-penasehat hukum dalam angkatan

perang

Pihak-Pihak Peserta Agung setiap waktu,

dan Pihak-Pihak dalam sengketa dalam

waktu sengketa bersenjata, harus menjamin

tersedianya penasehat-penasehat hukum,

apabila diperlukan, untuk memberikan

nasehat kepada Komandan-Komandan muter

pada tingkat yang layak mengenai penerapan

Konvensi dan Protokol ini dan mengenai

instruksi yang tepat yang harus diberikan

kepada angkatan perang mengenai masalah

tersebut.

Pasal 83 --- Penyebarluasan

1. Baik diwaktu damai maupun di waktu sengketa

bersenjata, Pihak-Pihak Peserta Agung

berusaha untuk menyebar-luaskan seluas-luas

mungkin Konvensi dan Protokol ini di masing-

masing negaranya dan, terutama, memasukkan

pelajaran tentangnya dalam program-program

pendidikan militer mereka dan mendorong

penduduk sipil mempelajarinya, sehingga

Konvensi dan Protokol ini dapat menjadi

dikenal dikalangan angkatan perang dan

dikalangan penduduk sipil.

2. Setiap pejabat militer atau sipil yang di waktu

sengketa bersenjata memikul tanggung jawab

berkenaan dengan penerapan Konvensi dan

114

Protokol ini harus mengenal sepenuhnya naskah

(teks) persetujuan-persetujuan tersebut.

Pasal 84 --- Peraturan-peraturan penerapan

Pihak-Pihak Peserta Agung harus saling

memberikan satu sama lainnya sesegera

mungkin, melalui Negara penyimpan Protokol

ini dan, sepatutnya, melalui Negara Pelindung,

terjemahan resmi mereka dari Protokol ini,

maupun Undang-undang dan peraturan-

peraturan yang mungkin mereka ambil guna

menjamin penerapannya.

BAGIAN - 11 --- PENINDAKAN TERHADAP

PELANGGARAN KONVENSI DAN

PROTOKOL INI

Pasal 85 --- Penindakan terhadap pelanggaran Protokol ini

1. Ketentuan-ketentuan Konvensi tentang

penindakan terhadap pelanggaran dan

pelanggaran berat, yang ditambah dengan

Bagian ini, akan berlaku terhadap penindakan

pelanggaran dan pelanggaran-pelanggaran

berat Protokol ini.

2. Tindakan yang dinyatakan sebagai pelanggaran

berat dalam Konvensi merupakan pula

pelanggaran berat dalam Protokol ini apabila

dilakukan terhadap orang-orang yang jatuh

ke dalam kekuasaan suatu Pihak lawan yang

dilindungi oleh Pasal-Pasal 44, 45 dan 73

Protokol ini, atau terhadap yang luka-luka,

sakit dan korban-korban dari Pihak lawan yang

115

dilindungi oleh Protokol ini, atau terhadap

anggota-anggota dinas kesehatan atau dinas

keagamaan, satuan-satuan kesehatan atau

angkutan-angkutan kesehatan yang berada

dibawah pengawasan Pihak lawan dan

dilindungi oleh Protokol ini.

3. Selain daripada pelanggaran berat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11, tindakan-tindakan

dibawah ini akan dianggap sebagai pelanggaran

berat dalam Protokol ini, apabila dilakukan

dengan sengaja, bertentangan dengan ketentuan-

ketentuan yang berkaitan dengan Protokol ini,

dan yang mengakibatkan kematian atau luka-

luka parah pada badan atau kesehatan:

(a) menjadikan penduduk sipil atau orang

sipil perorangan obyek serangan;

(b) melancarkan suatu serangan dengan tidak

membedakan sasaran yang dapat menimpa

penduduk sipil atau obyek-obyek sipil

walaupun tahu bahwa serangan seperti

itu akan mengakibatkan korban jiwa

yang sangat banyak, melukai orang-orang

sipil atau merusak obyek-obyek sipil,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57,

ayat (2) (a) (ii) ;

(c) melancarkan suatu serangan terhadap

bangunan-bangunan atau instalasi-

instalasi yang mengandung tenaga yang

membahayakan walaupun tahu bahwa

serangan seperti itu akan mengakibatkan

korban jiwa yang sangat banyak, melukai

orang-orang sipil atau merusak obyek-

116

obyek sipil, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 57,ayat (2) (a) (iii);

(d) menjadikan kawasan-kawasan yang

tidak dipertahankan dan daerah yang

didemiliterisasi obyek serangan;

(e) menjadikan seseorang sasaran serangan

walaupun tahu bahwa ia adalah hors de

combat ;

(f) bertentangan dengan Pasal 37,

menyalahgunakan lambang pengenal

palang merah, bulan sabit merah atau

singa dan matahari merah atau tanda-

tanda pelindung lainnya yang diakui oleh

Konvensi dan Protokol ini.

4. Selain dari pada pelanggaran-pelanggaran berat

yang dirumuskan dalam ayat-ayat terdahulu

dan dalam Konvensi, berikut ini harus dianggap

sebagai pelanggaran-pelanggaran berat

protokol ini, jika dilakukan dengan sengaja dan

bertentangan dengan Konvensi atau Protokol :

(a) pemindahan oleh Penguasa Pendudukan

sebagian dari penduduk sipilnya ke

dalam wilayah yang didudukinya, atau

deportasi atau pemindahan seluruh atau

sebagian dari penduduk dibatas wilayah

yang didudukinya atau diluar wilayah

ini, bertentangan dengan Pasal 49 dari

Konvensi Keempat ;

(b) penundaan yang tak dapat dibenarkan

dalam pemulangan kembali tawanan

perang atau orang-orang sipil ;

117

(c) praktek-praktek apartheid dan praktek-

praktek tak berperikemanusiaan dan

yang merendahkan martabat lainnya,

yang melibatkan perkosaan terhadap

kehormatan pribadi yang didasarkan atas

perbedaan ras;

(d) menjadikan sebagai sasaran serangan

monumen-monumen sejarah, karya-karya

seni atau tempat-tempat beribadah yang

jelas diakui, yang merupakan warisan

kebudayaan atau spirituil dari penduduk

dan yang bagi benda-benda tersebut

telah diberikan perlindungan istimewa

oleh peraturan khusus, misalnya didalam

penetapan sebuah organisasi internasional

yang berwenang, serta serangan tersebut

mengakibatkan kehancurannya yang luas,

padahal tidak terdapat bukti pelanggaran

oleh Pihak lawan menurut Pasal 53,

huruf b, dan monumen-monumen sejarah,

karya-karya seni dan tempat-tempat

beribadah itu tidak terletak dikawasan

dekat sasaran-sasaran militer;

(e) merampas dari seseorang yang dilindungi

oleh Konvensi atau sesuai ayat (2) Pasal

ini atas hak-haknya untuk mendapatkan

pengadilan yang jujur dan pengadilan

biasa.

5. Tanpa mengurangi penerapan Konvensi dan

Protokol ini, pelanggaran-pelanggaran berat

atas piagam-piagam tersebut harus dianggap

sebagai kejahatan perang.

118

Pasal 86 --- Tidak melakukan kewajiban

1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa harus menindak pelanggaran-

pelanggaran berat, dan mengambil langkah-

langkah yang perlu untuk menindak semua

pelanggaran lainnya, terhadap Konvensi atau

Protokol ini sebagai akibat tidak dilakukannya

suatu kewajiban ketika sedang bertugas untuk

bertindak yang seharusnya.

2. Kenyataan bahwa suatu pelanggaran terhadap

Konvensi atau Protokol ini dilakukan

oleh seorang bawahan sama sekali tidak

membebaskan para atasannya dari tanggung

jawab pidana atau disiplin, maka dalam hal

ini dapat terjadi, apabila para atasannya

mengetahui, atau telah mendapat keterangan

yang seharusnya memungkinkan mereka dalam

keadaan pada saat itu untuk menyimpulkan

bahwa bawahannya itu tengah melakukan

atau akan melakukan pelanggaran dan apabila

mereka itu tidak mengambil segala tindakan

yang dapat dilakukan dalam batas kekuasaan

mereka untuk mencegah atau menindak

pelanggaran itu.

Pasal 87 --- Kewajiban komandan

1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak

dalam sengketa harus meminta komandan-

komandan militer, berkenaan dengan anggota-

anggota angkatan perang yang berada dibawah

perintah mereka dan orang-orang lainnya yang

berada dibawah pengawasan mereka, untuk

mencegah dan, dimana perlu untuk menindak

119

dan melaporkan kepada penguasa yang

berwenang terhadap pelanggaran Konvensi

dan Protokol ini.

2. Agar supaya dapat mencegah dan menindak

pelanggaran-pelanggaran, Pihak-Pihak Peserta

Agung dan Pihak-Pihak dalam sengketa

harus meminta bahwa, sesuai dengan tingkat

tanggung jawab mereka, para komandan

menjamin bahwa anggota-anggota angkatan

perang yang berada di bawah perintah mereka

menyadari kewajiban-kewajiban mereka

terhadap Konvensi dan Protokol ini.

3. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-

Pihak dalam sengketa harus meminta setiap

komandan yang sadar bahwa para bawahan

atau orang-orang lainnya yang berada di

bawah pengawasannya akan melakukan atau

telah melakukan suatu pelanggaran terhadap

Konvensi atau Protokol ini, agar memprakarsai

langkah-langkah sebagaimana diperlu-kan

untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran

terhadap Konvensi atau Protokol ini, dan,

dimana patut, memprakarsai diambilnya

tindakan disiplin atau tindakan pidana terhadap

pelanggar-pelanggar itu.

Pasal 88 --- Saling membantu dalam masalah kejahatan

1. Pihak-Pihak Peserta Agung satu sama lain harus

saling memberikan bantuan sebesar-besarnya

sehubungan dengan pemeriksaan-pemeriksaan

pengadilan kejahatan yang diajukan berkenaan

dengan pelanggaran pelanggaran berat terhadap

Konvensi atau Protokol ini.

120

2. Berdasarkan hak dan kewajiban yang ditetapkan

dalam Konvensi dan dalam Pasal 85, ayat I, dari

Protokol ini, dan apabila keadaan mengijinkan,

Pihak-Pihak Peserta Agung harus bekerja-

sama dalam masalah penyerahan (ekstradisi).

Mereka harus memberikan pertimbangan yang

tepat atas permintaan negara yang diwilayahnya

telah terjadi pelanggaran yang dituduhkannya

itu.

3. Hukum dari Pihak Peserta Agung yang

diminta itu harus berlaku dalam segala

perkara, Ketentuan-ketentuan dari ayat-ayat

tersebut diatas, dalam hal tersebut, tidak

boleh mempengaruhi kewajiban-kewajiban

yang timbul dari ketentuan-ketentuan dari

setiap perjanjian lain yang bersifat bilateral

atau multilateral yang mengatur atau akan

mengatur seluruh atau sebagian dan masalah

saling membantu dalam soal-soal kejahatan.

Pasal 89 --- Kerjasama

Dalam situasi pelanggaran berat terhadap

Konvensi atau Protokol ini, Pihak-Pihak Peserta

Agung berusaha untuk bertindak, bersama-

sama atau sendiri-sendiri, bekerjasama dengan

Perserikatan Bangsa-Bangsa serta sesuai

dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

121

Pasal 90 --- Komisi Penyelidik Internasional

l. (a) Harus dibentuk sebuah Komisi Penyelidik

(Fact-Finding) Internasional (selanjutnya

dalam Pasal ini disebut “Komisi”) yang

terdiri dari lima-belas anggota yang bermoral

tinggi (high moral standing) dan yang diakui

mempunyai sikap yang tidak memihak.

(b) Apabila tidak kurang dari dua-puluh

Pihak Peserta Agung telah menyetujui

untuk menerima wewenang Komisi

tersebut sesuai dengan ayat (2), maka

negara penyimpan selanjutnya harus

pada tiap selang waktu lima tahun setelah

itu, mengadakan sidang perwakilan Para

Pihak Peserta Agung tersebut dengan

tujuan memilih anggota-anggota Komisi.

Dalam sidang itu wakil-wakil harus

memilih anggota-anggota Komisi melalui

pemungutan suara secara rahasia dari

sebuah daftar orang-orang dimana setiap

Pihak Peserta Agung dapat mencalonkan

satu orang.

(c) Anggota-anggota Komisi tersebut harus

bekerja dalam kapasitas pribadi mereka

dan harus memegang jabatannya sampai

pada pemilihan anggota-anggota baru

dalam sidang berikutnya.

(d) Di dalam pemilihan itu Pihak-Pihak

Peserta Agung harus menjamin bahwa

orang-orang yang akan dipilih duduk

dalam Komisi itu secara perorangan

memiliki syarat-syarat kecakapan yang

122

diperlukan dan bahwa, di dalam Komisi

itu sebagai satu keseluruhan, dijamin

perwakilan yang adil menurut pembagian

secara geografis.

(e) Apabila terjadi suatu lowongan tak

terduga, maka Komisi itu sendiri harus

mengisi lowongan tersebut, dengan

memperhatikan benar-benar ketentuan-

ketentuan dari sub-sub ayat di muka.

(f) Negara penyimpan harus menyediakan

bagi Komisi tersebut fasilitas-fasilitas

adininistrasi yang diperlukan untuk

pelaksanaan fungsi-fungsinya.

2. (a) Pihak-Pihak Peserta Agung pada waktu

menanda-tangani, merati-fisir atau turut

serta (accedirig) Protokol ini, atau pada

waktu lain berikutnya, dapat menyatakan

bahwa mereka mengakui ipso facto

dan tanpa persetujuan khusus, dalam

hubungannya dengan setiap Pihak Peserta

Agung lainnya yang menerima kewajiban

serupa, wewenang dari Komisi untuk

menyelidiki tuduhan-tuduhan dan Pihak

lain itu sebagaimana diijinkan oleh Pasal

ini.

(b) Pernyataan-pernyataan yang di-

maksudkan di atas itu harus disimpan

pada Negara Penyimpan, yang selanjutnya

harus mengirimkan salinan-salinannya

kepada Pihak-Pihak Peserta Agung.

(c) Komisi tersebut harus berwenang untuk :

(i) menyelidiki setiap fakta yang

123

dituduhkan sebagai suatu pelanggaran

berat sebagaimana dimaksud dalam

Konvensi dan Protokol ini atau

pelanggaran berat lainnnya terhadap

Konvensi atau Protokol ini.

(ii) melalui jasa jasa baiknya,

mempermudah pemulihan kembali

suatu sikap yang menghormati

Konvensi dan Protokol ini.

(d) Di dalam situasi-situasi lain, Komisi

tersebut harus mengadakan penyelidikan

atas permintaan suatu Pihak dalam sengketa

hanya dengan seijin dari Pihak atau Pihak-

Pihak lainnya yang bersangkutan.

(e) Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut

terdahulu dalam ayat ini, maka ketentuan-

ketentuan Pasal 52 dari Konvensi Pertama,

Pasal 53 dari Konvensi Kedua, Pasal 132

dari Konvensi Ketiga dan Pasal 149 dari

Konvensi Keempat harus tetap berlaku

pada setiap pelanggaran yang dituduhkan

terhadap Konvensi dan juga harus berlaku

pada setiap pelanggaran yang dituduhkan

terhadap Protokol ini.

3. (a) Kecuali jika tidak disetujui oleh Pihak-

Pihak yang bersangkutan, maka semua

penyelidikan harus dilakukan oleh sebuah

Dewan yang terdiri dari tujuh orang

anggota yang diangkat sebagai berikut :

(i) lima anggota dari Komisi, yang bukan

warga negara dari sesuatu Pihak dalam

sengketa, yang ditunjuk oleh Ketua

Komisi atas dasar perwakilan yang

124

adil dari wilayah-wilayah menurut

pembagian secara geografis, setelah

berkonsultasi dengan Pihak-Pihak

dalam sengketa ;

(ii) dua anggota ad hoc, bukan warga

negara dari sesuatu Pihak dalam

sengketa, tiap seorang ditunjuk oleh

masing-masing pihak.

(b) Begitu menerima permintaan agar

dilakukan suatu penyelidikan, Ketua

Komisi harus memperinci suatu batas

waktu yang layak bagi pembentukan suatu

Dewan. Apabila di dalam batas waktu

itu belum ada seorangpun anggota ad

hoc, diangkat, maka Ketua harus dengan

segera mengangkat seorang anggota dari

Komisi yang mungkin diperlukan untuk

melengkapai jumlah ke-anggotaan Dewan

tersebut.

4. (a) Dewan yang dibentuk berdasarkan

ayat 3 tersebut diatas untuk melakukan

penyelidikan itu, harus mengundang

Pihak-Pihak dalam sengketa untuk

membantunya dan menyampaikan

bahan-bahan bukti. Dewan tersebut

dapat juga mencari bahan-bahan bukti

lainnya bila dianggapnya patut dan dapat

melaksanakan penyelidikan menge-nai

situasinya in loco.

(b) Semua bahan bukti harus dijelaskan

sepenuhnya kepada Pihak-Pihak, yang

nantinya harus mempunyai hak untuk

memberikan ulasan atas bukti-bukti

125

tersebut kepada Komisi.

(c) Setiap Pihak harus mempunyai hak untuk

menolak kebenaran bahan bukti itu.

5. (a) Komisi harus mengajukan kepada Para

Pihak suatu laporan mengenai hasil-hasil

penyelidikan dari Dewan, dengan disertai

saran-saran yang mungkin dianggapnya

layak.

(b) Apabila Dewan tidak mampu mendapatkan

bahan-bahan bukti yang cukup bagi

penyimpulan pendapat atas dasar fakta

dan tak berpihak, maka Komisi harus

mengemukakan alasan-alasan atas ketidak

mampuan Dewan itu.

(c) Komisi tidak boleh mengumumkan

hasil-hasil penyelidikan Dewan itu,

kecuali jika semua Pihak dalam

sengketa telah memintanya agar Komisi

mengumumkannya.

6. Komisi harus menetapkan peraturan-

peraturannya sendiri, termasuk peraturan-

peraturan bagi jabatan Ketua Komisi dan

jabatan ketua Dewan. Peraturan-Peraturan

itu harus menjamin bahwa fungsi-fungsi

Ketua Komisi dilaksanakan setiap waktu dan

bahwa bila ada penyelidikan, fungsi-fungsi itu

dilaksanakan oleh seseorang yang bukan warga

negara dari suatu Pihak dalam sengketa.

7. Biaya-biaya adininistrasi dari Komisi harus

ditutup oleh iuran dan Pihak-Pihak Peserta

Agung yang telah membuat pernyataan-

pernyataan seperti dimaksud ayat (2), dan

126

oleh sumbangan-sumbangan sukarela. Pihak

atau Para Pihak dalam sengketa yang meminta

diadakannya penyelidikan harus memberikan

uang muka dana yang diperlukan bagi biaya-

biaya yang dikeluarkan oleh Dewan dan biaya-

biaya itu harus diganti kembali oleh Pihak atau

Para Pihak, terhadap siapa tuduhan ditujukan,

sampai sebesar lima puluh persen dari biaya

yang dikeluarkan Dewan. Apabila terdapat

tuduhan-tuduhan batasan diajukan kepada

Dewan, maka masing-masing Pihak harus

memberikan uang muka sebesar lima puluh

persen dari dana-dana yang diperlukan.

Pasal 91 --- Pertanggungjawaban

Suatu Pihak dalam sengketa yang melanggar

ketentuan-ketentuan dari Konvensi atau

Protokol ini, apabila keadaannya menuntutnya,

dapat dikenakan ganti rugi. Pihak tersebut harus

bertanggung jawab atas semua tindakan yang

dilakukan oleh orang-orang yang merupakan

bagian dari angkatan perangnya.

127

B A B - VI

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 92 --- Penandatanganan

Protokol ini harus terbuka bagi penandatangan

oleh Para Pihak Peserta Konvensi enam bulan

setelah penandatanganan Akta Akhir (final act)

dan akan tetap terbuka untuk jangka-waktu

dua-belas bulan.

Pasal 93 --- Ratifikasi

Protokol ini harus diratifikasi sesegera

mungkin. Piagam-Piagam ratifikasi harus

disimpan pada Dewan Federal Swiss, sebagai

negara penyimpan Konvensi.

Pasal 94 --- Turut serta/assesi dalam Protokol

Protokol ini harus terbuka bagi turut sertanya

tiap Pihak Peserta Konvensi yang belum

menandatanganinya.

Piagam-piagam turut serta/assesi tersebut

harus disimpan pada negara penyimpan.

Pasal 95 --- Mulai berlakunya Protokol

1. Protokol ini mulai berlaku enam bulan setelah

dua piagam ratifikasi atau turut serta/assesi

dalam Protokol ini disimpan.

2. Bagi setiap Pihak Peserta Konvensi setelah

meratifikasi atau turut serta/assesi dalam

Protokol ini, Protokol ini mulai berlaku enam

bulan setelah disimpannya piagam-piagam

ratifikasi atau turut serta/assesi dalam Protokol

ini oleh Pihak yang bersangkutan.

128

Pasal 96 --- Hubungan Perianjian setelah berlakunva

Protokol ini

1. Apabila Pihak-Pihak Peserta Konvensi adalah

juga Pihak-Pihak Peserta Protokol ini, maka

Konvensi-Konvensi tersebut harus berlaku

dengan dilengkapi oleh Protokol ini.

2. Apabila salah satu dari Pihak-Pihak dalam

sengketa tidak terikat oleh Protokol ini, maka

Pihak-Pihak Peserta Protokol harus tetap terikat

oleh protokol di dalam hubungan-hubungan

bersama mereka. Selanjutnya mereka harus

terikat oleh Protokol ini di dalam hubungannya

dengan setiap Pihak yang tidak terikat olehnya,

jika yang terakhir ini menerima dan menerapkan

ketentuan-ketentuan Protokol ini.

3. Penguasa yang mewakili rakyat yang berperang

dengan suatu Pihak Peserta Agung dalam suatu

bentuk sengketa bersenjata yang dimaksudkan

dalam Pasal 1, ayat (4), dapat berusaha

menerapkan Konvensi dan Protokol ini dalam

hubungannya dengan sengketa tersebut dengan

jalan mengeluarkan suatu pernyataan sepihak

(unilateral) yang ditujukan kepada negara

penyimpan. Setelah pernyataan tersebut

diterima oleh negara penyimpan, maka dalam

hubungan dengan sengketa pernyataan tersebut

akan mempunyai pengaruh sebagai berikut :

129

(a) Konvensi dan Protokol ini menjadi

berlaku bagi Penguasa tersebut di atas

sebagai suatu Pihak dalam sengketa

dengan segera;

(b) Penguasa tersebut diatas menerima hak-

hak dan kewajiban-kewajiban yang sama

seperti yang dipunyai oleh suatu Pihak

Peserta Agung dalam Konvensi dan

Protokol ini; dan

(c) Konvensi dan Protokol ini mengikat sama

kuatnya terhadap semua Pihak dalam

Sengketa.

Pasal 97 --- Amandemen

1. Setiap Pihak Peserta Agung dapat mengusulkan

perubahan (amandeman) atas Protokol ini.

Naskah dari setiap amandemen yang diusulkan

harus disampaikan kepada Negara Penyimpan

Protokol ini, yang setelah berkonsultasi dengan

semua Pihak Peserta Agung dan Komite

Internasional Palang Merah, apakah suatu

konferensi akan diadakan guna membicarakan

amandeman yang diusulkan itu.

2. Negara penyimpan akan mengundang untuk

menghadiri Konferensi itu, semua Pihak Peserta

Agung maupun Para Pihak Peserta Konvensi,

baik mereka itu penandatangan Protokol ini

maupun bukan.

130

Pasal 98 --- Peninjauan kembali Lampiran-I

1. Tidak lebih dari empat tahun setelah mulai

berlakunya Protokol ini dan sesudah itu selang

waktu tidak kurang dari empat tahun, Komite

Internasional Palang Merah harus berkonsultasi

dengan Pihak-Pihak Peserta Agung mengenai

Lampiran-I dari Protokol ini dan, apabila

menganggap perlu, dapat mengusulkan

diadakannya suatu sidang dari para ahli

dibidang tehnis untuk meninjau kembali

Lampiran-I dan mengusulkan amandemen-

amandemen pada Protokol sekiranya hal itu

diinginkan. Di dalam waktu enam bulan setelah

pemberitahuan tentang adanya suatu usul untuk

diadakannya sidang kepada Para Pihak Peserta

Agung, kecuali jika sepertiga dari mereka

menolak, maka Komite Internasional Palang

Merah akan mengadakan sidang tersebut

dengan mengundang pula peninjau-peninjau

dari organisasi-organisasi internasional yang

layak. Suatu sidang seperti itu juga akan

diadakan oleh Komite Internasional Palang

Merah setiap saat atas permintaan sepertiga

jumlah Pihak-Pihak Peserta Agung.

2. Negara penyimpan akan mengadakan suatu

konferensi dari Pihak-Pihak Peserta Agung

dan Pihak-Pihak Peserta Konvensi guna

membicarakan amandemen-amandemen yang

diusulkan oleh sidang para ahli teknik, apabila,

setelah sidang tersebut, Komite Internasional

Palang Merah atau sepertiga jumlah Pihak-

Pihak Peserta Agung memintanya.

131

3. Amandemen-amandemen atas Lampiran - I

dapat diterima sepenuhnya dalam konferensi

dengan suatu mayoritas dua pertiga dari

Pihak-Pihak Peserta Agung yang hadir dan

memberikan suara.

4. Negara penyimpan harus memberitahukan

setiap amandeman yang telah diterima baik itu

kepada Pihak-Pihak Peserta Agung dan kepada

Pihak-Pihak Peserta Konvensi Amandemen

tersebut harus dianggap sudah diterima pada

akhir dari jangka waktu satu tahun setelah

pemberitahuan itu, kecuali jika dalam jangka

waktu itu telah disampaikan kepada negara

penyimpan sebuah pernyataan tidak menerima

amandemen tersebut oleh tidak kurang dari

sepertiga jumlah Pihak-Pihak Peserta Agung.

5. Sebuah amandemen yang dianggap telah

diterima sesuai dengan ayat (4) di atas harus

mulai berlaku tiga bulan setelah penerimaannya

bagi semua Pihak Peserta Agung kecuali mereka

yang telah membuat pernyataan tidak menerima

sesuai dengan ayat tersebut. Setiap pihak yang

membuat pernyataan demikian dapat setiap

waktu menarik kembali pernyataannya dan

kemudian amandemen itu akan mulai berlaku

bagi Pihak tersebut tiga bulan sesudahnya.

6. Negara penyimpan harus memberitahu Para

Pihak Peserta Agung dan Para Pihak Peserta

Konvensi tentang mulai berlakunya setiap

amandemen, tentang Para Pihak yang terikat

karena itu, tentang tanggal mulai berlakunya

dalam hubungannya dengan setiap Pihak

tentang pernyataan-pernyataan tidak menerima

132

yang dibuat sesuai dengan ayat 4, dan tentang

penarikan kembali pernyataan itu.

Pasal 99 --- Pernvataan tidak terikat lagi/ Denusiasi

1. Apabila suatu Pihak Peserta Agung hendak

menyatakan tidak terikat pada Protokol

ini, maka pernyataan tidak terikat itu baru

berlaku satu tahun setelah diterimanya piagam

pernyataan tidak terikat itu. Namun, apabila

pada saat berakhirnya masa berlaku satu

tahun itu Pihak yang menyatakan tidak terikat

lagi tersebut terlibat didalam salah satu dari

situasi-situasi seperti termaktub dalam Pasal 1,

maka pernyataan tidak terikat/denusiasi tidak

boleh berlaku sebelum berakhirnya sengketa

bersenjata atau pendudukan dan juga, dalam

keadaan apapun, tidak boleh berlaku sebelum

berakhirnya operasi-operasi yang bersangkutan

dengan pembebasan terakhir, pemulangan

atau pemulihan kembali orang-orang yang

dilindungi oleh Konvensi atau Protokol ini.

2. Pernyataan tidak terikat/denusiasi itu

harus diberitabukan secara tertulis kepada

negara penyimpan, yang selanjutnya akan

menyampaikannya kepada semua Pihak Peserta

Agung.

3. Pernyataan tidak terikat/denusiasi itu hanya

akan berpengaruh dalam hubungan dengan

Pihak yang menyatakan tidak terikat.

4. Setiap pernyataan tidak terikat/ denusiasi

berdasarkan ayat (1) tidak boleh mempengaruhi

kewajiban-kewajiban yang, oleh sebab sengketa

133

bersenjata, berdasarkan Protokol ini sudah

dijalankan oleh Pihak yang menyatakan tidak

terikat dalam hubungan dengan setiap tindakan

yang dilakukannya sebelum pernyataan tidak

terikat/denusiasi ini mulai berlaku.

Pasal 100 --- Pemberitahuan/notifikasi

Negara penyimpan harus memberitahu Para

Pihak Peserta Agung maupun Para Pihak

Peserta Konvensi, baik mereka itu penanda

tangan Protokol ini maupun bukan, tentang :

(a) tandatangan yang dibubuhkan pada

Protokol ini dan penyimpanan piagam-

piagam ratifikasi serta pernyataan

turutserta berdasarkan Pasal-Pasal 93 dan

94;

(b) tanggal mulai berlakunya Protokol ini

berdasarkan Pasal 95;

(c) pemberitahuan/notifikasi dan pernyataan/

deklarasi yang diterima berdasarkan

Pasal-Pasal 84, 90 dan 97;

(d) pernyataan/deklarasi yang diterima

berdasarkan Pasal 96, ayat 3, yang harus

diberitabukan dengan cara yang paling

cepat; dan

(e) pernyataan tidak ter ikat /denusias i

berdasarkan Pasal 99.

134

Pasal 101 --- Pendaftaran

1. Setelah berlakunya Protokol ini harus

dikirimkan oleh negara penyimpan kepada

Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk

diregistrasi dan publikasikan sesuai dengan

Pasal 102 dari Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa.

2. Negara penyimpan juga harus memberitahu

Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

semua ratifi-kasi, pernyataan turut serta/assesi

dan pernyataan tidak terikat/denusiasi yang

diterima olehnya berkenaan dengan Protokol

ini.

Pasal 102 --- Naskah-naskah otentik

Naskah-naskah asli dan Protokol ini, dalam

bahasa-bahasa Arab, Cina, lnggris, Perancis,

Rusia dan Spanyol, yang kesemuanya sama

otentiknya, harus disimpan pada negara

penyimpan, yang harus mengirimkan salinan-

salinannya yang dijamin kebenarannya kepada

semua Para Pihak Peserta Konvensi.

135

LAMPIRAN-I

PERATURAN TENTANG PENGENAL/IDENTIFIKASI

LAMPIRAN - I

PERATURAN TENTANG

PENGENALAN/IDENTIFIKASI

SUB RAGIAN - I --- KARTU TANDA PENGENAL /

KARTU IDENTITAS

Pasal 1 --- Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota

tetap dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan

sipil.

1. Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota

tetap dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan

sipil yang disebut dalam Pasal 18, ayat (3),

Protokol ini hendaknya :

(a) Memuat lambang pengenal dan berukuran

yang besarnya dapat dibawa dalam saku;

(b) tahan lama dan praktis ;

(c) bertuliskan dalam bahasa nasional atau

bahasa resmi (dan boleh disertai tulisan

dalam bahasa-bahasa lainnya) ;

(d) menyebutkan nama, tanggal lahir (atau,

kalau tanggal tidak diketahui, umur pada

saal dikeluarkannya kartu ini) dan nomor

pengenal, kalau ada, dari pemegang

kartu;

136

(e) menyatakan dalam kedudukan apa

pemegang kartu ini berhak atas

perlindungan dari Konvensi-Konvensi

dan Protokol;

(f) memuat foto dari pemegang kartu ini dan

juga tanda tangan atau cap ibujarinya,

atau kedua-duanya ;

(g) memuat cap dan tandatangan dari

penguasa yang berwenang ;

(h) menyatakan tanggal pengeluaran dan

tanggal habis masa berlakunya kartu.

2. Kartu pengenal tersebut harus seragam

diseluruh wilayah tiap Pihak Peserta Agung

dan, sedapat mungkin, harus dari jenis yang

serupa bagi semua Pihak dalam sengketa.

Pihak-Pihak dalam sengketa dapat mengikuti

model (kartu pengenal) dengan satu bahasa

seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.

Pada saat pecahnya permusuhan, Pihak-Pihak

tersebut harus saling mengirimkan satu sama

lainnya sebuah contoh model yang masing-

masing mereka pergunakan, apabila model

itu berbeda dari yang diperlihatkan dalam

Gambar 1. Jika mungkin, kartu pengenal itu

dibuat dalam rangkap dua, yaitu satu salinan

disimpan oleh pejabat yang mengeluarkannya,

yang hendaknya selalu mengawasi kartu-kartu

yang telah dikeluarkannya.

3 Dalam keadaan bagaimanapun, anggota-

anggota tetap dinas kesehatan sipil dan

dinas keagamaan sipil tidak boleh dirampas

kartu tanda pengenal mereka. Bila terjadi

137

kartu mereka hilang, mareka harus berhak

mendapatkan sebuah salinan duplikatnya.

Pasal 2 --- Kartu tanda pengenal bagi anggota sementara

dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan

sipil

1. Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota

sementara dinas kesehatan sipil dan dinas

keagamaan sipil, manakala mungkin hendaknya

serupa seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1

dari Peraturan ini. Para Pihak dalam sengketa

dapat mengikuti model yang diperlihatkan

dalam Gambar 1.

2. Jika keadaan tidak memungkinkan diberikannya

kepada anggota-anggota sementara dinas

kesehatan dan dinas keagamaan sipil kartu

tanda pengenal yang serupa dengan kartu

tanda pengenal yang diterangkan dalam Pasal

I dari Peraturan ini, maka kepada anggota

tersebut dapat diberikan surat keterangan yang

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang

yang menjamin bahwa orang yang baginya

kartu tersebut dikeluarkan adalah ditugaskan

untuk melakukan kewajiban sebagai

anggota sementara, dan apabila mungkin,

menyatakan lamanya penugasan dan haknya

untuk mengenakan lambang pengenal. Surat

keterangan tersebut hendaknya menyebutkan

nama dan tanggal lahir pemegang atau kalau

tanggal tidak diketahui, umurnya pada saat

surat itu dikeluarkan, Tugas dan nomor

pengenalnya, kalau ada. Surat keterangan

itu harus dibubuhi tandatangan atau cap ibu

jarinya, atau kedua-duanya.

138

SUB BAGIAN - II --- LAMBANG PENGENAL

Pasal 3 --- Bentuk dan sifat

1. Lambang pengenal (merah diatas dasar putih)

hendaknya besarnya sepatutnya menurut

keadaan. Untuk bentuk-bentuk palang, bulan

sabit atau singa dan matahari, Para Pihak

Peserta Agung dapat mengikuti contoh-contoh

(model) yang diperlihatkan di Gambar 2.

2. Di malam hari atau manakala kemungkinan

penglihatan menjadi berkurang, lambang

pengenal dapat diterangi atau diperjelas; juga

tanda tersebut dapat dibuat dari bahan-bahan

yang memungkinkannya dapat dikenal melalui

alat-alat teknik deteksi.

Pasal 4 --- Penggunaan

1. apabila dimungkinkan, lambang pengenal

dapat diperlihatkan diatas permukaan yang

datar atau pada bendera-bendera yang dapat

dilihat dari berbagai jurusan dan dari tempat

yang sejauh mungkin.

2. Di bawah instruksi-instruksi dan pejabat yang

berwenang, personel dinas kesehatan dan dinas

rokhani yang sedang melakukan kewajiban-

kewajiban mereka di daerah pertempuran,

sedapat mungkin, harus mengenakan tutup

kepala dan pakaian yang memakai lambang

pengenal.

139

SUB BAGIAN- III --- ISYARAT-ISYARAT

PENGENAL

Pasal 5 --- Penggunaan pilihan

1. Tunduk kepada ketentuan-ketentuan dari

Pasal 6 dari Peraturan-Peraturan ini, isyarat-

isyarat yang diperinci dalam Sub Bagian ini

untuk penggunaan khusus oleh satuan-satuan

dan angkutan-angkutan kesehatan tidak

boleh digunakan untuk tujuan lain apapun.

Penggunaan semua isyarat yang ditunjuk dalam

Sub Bagian ini adalah secara pilihan .

2. Alat angkutan udara kesehatan sementara yang

tidak dapat ditandai dengan lambang pengenal,

karena tiada waktu lagi ataupun karena ciri-

ciri khasnya, boleh mempergunakan isyarat-

isyarat pengenal yang diijinkan dalam Sub

Bagian ini.

Tetapi cara yang baik untuk pengenalan yang

efektif dan pengakuan alat angkutan udara itu

adalah dengan cara penggunaan tanda viisuil,

baik lambang pengenal ataupun isyarat cahaya

seperti yang diperinci dalam Pasal 6 atau

kedua-duanya, yang dilengkapi dengan isyarat-

isyarat lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal-Pasal 7 dan 8 dari Peraturan-Peraturan

ini.

140

Pasal 6 --- Isyarat cahaya

1. Isyarat cahaya yang terdiri dari sinar sorot

biru, ditetapkan untuk digunakan oleh alat

angkutan udara untuk menyampaikan isyarat

pengenalnya.

Tidak ada alat angkut udara lain boleh

menggunakan isyarat ini. Warna biru yang

dianjurkan itu diperoleh dengan menggunakan,

sebagai koordinat trichromatik :

garis batas (boundary) sinar hijau y = 0.065 +

0.805 x

garis batas (boundary) sinar putih y = 0.400

-x

garis batas (boundary) sinar ungu x = 0.133 +

0.600 y

Sorotan cahaya rata-rata sinar biru yang

dianjurkan itu adalah antara enampuluh sampai

seratus sorotan tiap menit.

2. Alat angkutan udara kesehatan harus dilengkapi

dengan sinar-sinar itu karena mungkin

diperlukan untuk membuat isyarat cahaya yang

dapat dilihat dari berbagai jurusan.

3. Jika Tidak ada suatu persetujuan khusus

antara Pihak-Pihak dalam sengketa yang

mengharuskan penggunaan sinar sorot biru

bagi pengenalan kendaraan-kendaraan, kapal-

kapal dan alat angkutan kesehatan, maka

penggunaan isyarat-isyarat seperti itu bagi

kendaraan-kendaraan atau kapal-kapal lainnya

adalah tidak dilarang.

141

Pasal 7 --- Isyarat radio

1. Isyarat radio harus terdiri dari suatu pesan

radiotelefonik atau radiotele-grafik yang

didahului oleh suatu isyarat prioritas pengenal

yang harus ditunjukkan dan disetujui oleh suatu

Konperensi Radio Pemerintah Sedunia (World

Adininistrative Radio Conference) dari Um

Telekomunikasi Internasional (Internasional

Telecomunication Union). lsyarat radio itu

harus dikirimkan tiga kali sebelum tanda

panggilan (call sign) dari angkutan kesehatan

yang bersangkutan. Pesan ini harus dikirimkan

dalam bahasa Inggris dalam jarak waktu

(intervals) yang layak pada frekuensi atau

frekuensi-frekuensi yang dirincikan dalam

ayat (3). Penggunaan isyarat prioritas itu harus

dibatasi semata-mata bagi satuan dan angkutan-

angkutan kesehatan.

2. Pesan radio yang didahului oleh isyarat prioritas

pengenal itu yang disebutkan dalam ayat (1)

diatas itu harus menyampaikan keterangan-

keterangan sebagai berikut :

(a) tanda panggilan dari angkutan kesehatan;

(b) posisi dari angkutan kesehatan;

(c) jumlah dan jenis dari angkutan-angkutan

kesehatan;

(d) jalan (route ) yang akan ditempuh;

(e) waktu yang diperkirakan dalam

perjalanan, dan saat keberangkatan dan

kedatangannya, menurut perkiraan yang

layak;

142

(f) keterangan-keterangan lainnya, seperti

ketinggian terbang, frekuensi-frekuensi

radio yang dilindungi, bahasa-bahasa

yang dipakai dan cara (modus) dan

sandi (kode) radar pengawasan sekunder

(secondary surveillance radar).

3. Agar supaya mempermudah komunikasi-

komunikasi seperti yang ditunjukkan dalam

ayat (1) dan (2) itu, maupun komunikasi-

komunikasi yang disebutkan dalam Pasal-

Pasal 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30 dan 31

dari Protokol, Pihak-Pihak Peserta Agung„

PihakPihak dalam sengketa, atau salah satu dari

Pihak-Pihak dalam sengketa, baik bertindak

atas dasar persetujuan maupun bertindak

sendiri, dapat menyebutkan, sesuai dengan

Tabel Allokasi Frekuensi dalam Peraturan-

Peraturan Radio yang dilampirkan pada

Konvensi Telekomunikasi Internasional, dan

mengumumkan frekuensi-frekuensi nasional

yang sudah diseleksi untuk mereka pergunakan

bagi komunikasi itu.

Frekuensi-frekuensi ini harus diberitabukan

kepada Uni Telekomunikasi Internasional

sesuai dengan prosedur-prosedur yang disetujui

oleh Konverensi Radio Pemerintah Sedunia.

Pasal 8 --- Pengenalan elektronik

1. Sistim Radar Pengawasan Sekunder (SSR),

seperti yang dirincikan dalam Lampiran 10

pada Konvensi Chicago mengenai Penerbangan

Sipil Internasional tanggal 7 Desember 1944,

143

sebagaimana telah diubah dari waktu ke

waktu, dapat dipergunakan untuk mengenal

dan mengikuti jalur penerbangan alat angkutan

udara kesehatan. Cara (modus) dan sandi

(kode) SSR yang disediakan bagi penggunaan

khusus alat angkutan udara kesehatan harus

ditetapkan oleh Pihak-Pihak Peserta Agung,

Pihak-Pihak dalam sengketa, atau salah satu

dari Pihak-Pihak dalam sengketa, baik yang

bertindak berdasarkan persetujuan maupun

bertindak sendiri, sesuai dengan prosedur yang

dianjurkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil

Internasional (international Civil Aviation

Organisation).

2. Pihak-Pihak dalam sengketa, dengan persetujuan

khusus antara mereka, dapat menetapkan bagi

kepentingan mereka suatu sistim elektronik

serupa untuk kendaraan-kendaraan kesehatan,

dan kapal-kapal dan alat angkutan kesehatan.

SUB BAGIAN - IV--- KOMUNIKASI-KOMUNIKASI

Pasal 9 --- Komunikasi radio

Isyarat prioritas yang ditetapkan dalam Pasal 7

dari Peraturan-Peraturan ini dapat mendahului

komunikasi radio yang selayaknya oleh satuan-

satuan dan angkutan-angkutan kesehatan

didalam menerapkan prosedur-prosedur yang

dijalankan berdasarkan Pasal-Pasal 22, 23, 25,

26, 27, 28, 29, 30 dan 31 dari Protokol.

144

Pasal 10 --- Penggunaan sandi-sandi Internasional

Satuan-satuan dan angkutan-angkutan kesehatan

dapat juga menggunakan sandi-sandi dan

isyarat-isyarat yang telah ditetapkan oleh Uni

Telekomunikasi Internasional, Organisasi

Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan

Organisasi Permusyawaratan Maritim Antar

Pemerintah (Inter-Governmental Maritime

Consultative Organisation). Sandi-Sandi dan

isyarat-isyarat ini harus dipergunakan sesuai

dengan patokan-patokan (standards), praktek-

praktek dan prosedur-prosedur yang telah

ditetapkan oleh Organisasi-Organisasi tersebut.

Pasal 11 --- Alat-alat komunikasi lainnya

Apabila komunikasi radio dua jalur (two-way

radiocomunication) tidak mungkin, maka dapat

dipergunakan isyarat-isyarat yang ditetapkan

dalam Peraturan-Peraturan Internasional tentang

Isyarat-Isyarat (International Code of Signals) yang

telah disetujui oleh Organisasi Permusyawaratan

Maritim Antar-Pemerintah atau dalam Lampiran

yang diadakan untuk itu pada Konvensi Chicago

mengenai Penerbangan Sipil Internasional tanggal

7 Desember 1944, sebagaimana yang telah diubah

dari waktu ke waktu.

Pasal 12 --- Rencana Penerbangan

Persetujuan-persetujuan dan pemberitahuan-

pemberitahuan mengenai rencana-rencana

penerbangan yang ditetapkan dalam Pasal

29 dari Protokol sedapat mungkin harus

145

dirumuskan sesuai dengan prosedur-prosedur

yang telah ditetapkan oleh Organisasi

Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Pasal 13 --- Isyarat dan Prosedur bagi penyergapan alat

angkutan udara kesehatan

Apabila suatu alat angkutan udara penyergap

dipergunakan untuk memeriksa kebenaran

identitas sebuah alat angkutan udara

kesehatan ketika dalam penerbangan atau

untuk memintanya mendarat sesuai dengan

Pasal-Pasal 30 dan 31 dari Protokol, maka

prosedur-prosedur penyergapan visuil dan

radio yang biasa berlaku (standard) seperti

yang ditunjukkan oleh Lampiran 2 pada

Konvensi Chicago mengenai Penerbangan

Sipil Internasional tanggal 7 Desember 1944,

sebagaimana telah diubah dan waktu ke

waktu, hendaknya dipergunakan oleh baik alat

angkutan udara yang menyergap maupun alat

angkutan udara kesehatan itu.

SUB BAGIAN - V --- PERTAHANAN SIPIL

Pasal 14 --- Kartu Identitas

1. Kartu Identitas dari anggota pertahanan sipil

yang ditetapkan dalam Pasal 66, ayat 3, dari

Protokol, diatur oleh ketentuan-ketentuan

mengenai hal itu dan Pasal I PeraturanPeraturan

ini.

2. Kartu identitas hagi anggota pertahanan sipil

dapat mengikuti model yang diperlihatkan

dalam Gambar 3.

146

3. Apabila anggota pertahanan sipil diijinkan

membawa senjata ringan perorangan, mulai

berlakunya hendaknya diriyatakan dalam kartu

tersebut.

Pasal 15 --- Tanda pengenal internasional

1. Tanda pengenal internasional dari pertahanan

sipil yang ditetapkan dalam Pasal 66, ayat

(4), dari Protokol, adalah berupa sebuah

segitiga sama sisi berwarna biru di atas dasar

warna merah jingga. Gambar 4 dibawah ini

menunjukkan model tanda pengenal tersebut.

Gambar 4 : Segitiga biru di atas

dasar merah jingga.

2. Dianjurkan bahwa :

(a) apabila segitiga biru itu ada pada bendera

atau ban lengan atau baju, maka bagi

segitiga itu adalah bendera„ ban lengan

atau baju berwama merah jingga.

(b) salah satu dari ketiga sudut segitiga itu

harus diarahkan tegak-lurus ke atas.

(c) tidak satupun sudut dari segitiga itu

menyentuh tepi dasar merah jingga

147

3. Tanda pengenal internasional harus besarnya

sepatutnya sesuai dengan keadaan. Tanda

pengenal itu, apabila mungkin, harus

diperlihatkan di atas permukaan yang datar atau

pada bendera yang dapat dilihat dari berbagai

jurusan dan dari tempat yang sejauh mungkin.

Tunduk kepada instruksi-instruksi pejabat

yang berwenang, anggota-anggota pertahan-

an sipil, sedapat mungkin, harus mengenakan

tutup kepala dan pakaian yang memakai tanda

pengenal internasional. Dimalam hari atau jika

kemungkinan penglihatan berkurang, tanda

tersebut boleh diterangi atau diperjelas, tanda

tersebut dapat juga dibuat dari bahan-bahan

yang memungkinkannya dapat dikenal melalui

alat-alat teknik deteksi.

SUB BAGIAN - VI --- BANGUNAN DAN INSTA-

LASI YANG MENGAN-

DUNG TENAGA YANG

MEMBAHAYAKAN

Pasal 16 --- Tanda khusus internasional

1. Tanda khusus internasional bagi bangunan-

bangunan dan instalasi-instalasi yang

mengandung tenaga yang membahayakan,

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 56, ayat

(7), dari Protokol, harus berupa sekelompok

tiga bulatan berwarna merah jingga terang yang

sama besar ukurannya, yang diletakkan pada

satu poros dengan jarak antara tiap bulatan

satu jari-jari bulatan, sesuai dengan Gambar 5

seperti di bawah ini.

148

2. Tanda itu harus besarnya sepatumya sesuai

dengan keadaan.

Apabila dipasang di atas suatu permukaan

yang diperluas, tanda itu dapat diulang-

ulang pemasangannya sesering keadaan

memerlukannya. Apabila mungkin, tanda itu

harus diperlihatkan diatas permukaan yang

datar atau pada bendera sedemikian sehingga

dapat dilihat dari berbagai jurusan dan dari

tempat yang sejauh mungkin.

3. Pada bendera, jarak antara garis luar tanda

tersebut dengan sisi terdekat bendera itu

haruslah satu jari jari dan bulatan. Bendera itu

harus segi empat panjang dan berdasar putih.

4. Pada malam hari atau jika kemungkinan

penglihatan berkurang, tanda itu dapat diterangi

atau diperjelas. Tanda itu dapat pula dibuat

dari bahan-bahan yang kemungkinannya dapat

dikenal melalui alat-alat teknik deteksi.

Gambar 5 : Tanda khusus internasional bagi bangunan

dan instalasi yang mengandung tenaga yang

membahayakan

149

LAMPIRAN - II

KARTU IDENTITAS BAGI WARTAWAN YANG

SEDANG DALAM TUGAS

PEKERJAAN YANG BERBAHAYA

150

LAMPIRAN - II

KARTU IDENTITAS BAGI WARTAWAN YANG

SEDANG DALAM TUGAS PEKERJAAN YANG

BERBAHAYA

(Nama Negara yang mengeluarkan

kartu ini)

KARTU IDENTITAS BAGI

WARTAWAN YANG DALAM

TUGAS PEKERJAAN

BERBAHAYA

Muka

Perhatian

Kartu identitas ini dikeluarkan

untuk wartawan-wartawan yang

dalam tugas pekerjaan berbahaya

di daerah sengketa bersenjata.

Pemegang Kartu ini berhak diperla-

kukan sebagai seorang sipil di

bawah Konvensi-Konvensi Jenewa,

12 Agustus 1949, dan Protokol

Tambahan I, -- Kartu ini harus

s e t i a p w a k t u d i b a w a o l e h

pemegangnya. Apabila ia ditahan,

ia harus menyerahkannya kepada

Pejabat yang menahannya guna

membantu didalam pengenalannya.

Catatan :

n Dalam Kartu ldentitas ini selain bahasa Inggris, disertai

pula teks bahasa Arab, Spanyol, Perancis dan Rusia.

151

Belakang

Dikeluarkan oleh (Pejabat yang

berwenang)

................................................

Tempat : ............

Tanggal : ............Photo

pemegang

Kartu

Cap Pejabat

yang mengeluarkan

kartu ini

..................................

(Tanda tangan pemegang kartu)

Nama : ..................

Nama kecil : ..................

Tempat dan : ..................

Tanggal lahir : ..................

Wartawan dari : ..................

Pekerjaan Khusus : ..................

Berlaku sampai : ..................

Tinggi : ................

Mata : ................

Berat : ................

Rambut : ................

Jenis Darah : ................

Faktor Rh : ................

Agama

(tidak wajib) : .................

Sidik jari (tidak wajib) :

(Telunjuk kiri) (Telunjuk kanan)

Ciri-ciri khusus pengenalan pribadi :...................................................................................................................................................................

Catatan :

n Dalam Kartu ldentitas ini selain bahasa Inggris, disertai

pula teks bahasa Arab, Spanyol, Perancis dan Rusia.

152

PROTOKOL II

PROTOKOL TAIniAHAN PADA KONVENSI-

KONVENSI JENEWA

12 AGUSTUS 1949, DAN YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN

SENGKETA-SENGKETA BERSENJATA RUKAN

INTERNASIONAL (PROTOKOL II)

MUKADIMAH

Pihak-Pihak Peserta Agung,

Mengingat bahwa asas-asas kemanusiaan yang

dijunjung tinggi dalam Pasal 3 yang umum dikenal dalam

Konvensi-Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949,

merupakan landasan bagi dihormatinya seseorang manusia

dalam peristiwa sengketa bersenjata yang bersifat bukan

internasional.

Mengingat lebih lanjut bahwa piagam-piagam

internasional mengenai hak-hak asasi manusia memberikan

suatu perlindungan dasar bagi seorang manusia.

Menandaskan perlunya menjamin suatu perlindungan

yang lebih baik bagi para korban sengketa-sengketa

bersenjata.

Mengingat bahwa dalam hal tidak dilindungi oleh

Undang-undang yang berlaku, seorang manusia itu tetap

berada di bawah perlindungan asas-asas kemanusiaan dan

suara hati nurani masyarakat.

Telah menyetujui sebagai berikut :

153

BAB - I

RUANG LINGKUP PROTOKOL INI

Pasal 1 --- Bidang penerapan materiil

1. Protokol ini, yang mengembangkan dan

melengkapi Pasal 3 yang umum dikenal pada

Konvensi-konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus

1949 tanpa merubah syarat-syarat pada semua

sengketa bersenjata yang tidak tercakup oleh

Pasal 1 Protokol Tambahan pada Konvensi-

konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949

dan yang berhubungan dengan Perlindungan

Korban-Korban Sengketa-Sengketa Bersenjata

Internasional (Protokol I) dan yang

berlangsung di wilayah dari suatu Pihak

Peserta Agung antara angkatan perangnya dan

angkatan perang pemberontak atau kelompok-

kelompok bersenjata pemberontak lainnya

yang terorganisir yang dibawah komando yang

bertanggung jawab melaksanakan kekuasaan

atas suatu bagian dari wilayahnya sehingga

memungkinkan mereka melaksanakan

operasi-operasi militer secara terus menerus

(sustained) dan yang teratur baik (concerted)

dan memungkinkan mereka melaksanakan

Protokol ini.

2. Protokol ini tidak boleh berlaku pada situasi-

situasi kekacauan dan ketegangan dalam

negeri, seperti kerusuhan-kerusuhan, tindakan-

tindakan kekerasan yang terpencil dan terjadi

disana sini dan tindakan-tindakan lainnya yang

bersifat serupa, yang tidak merupakan sengketa

bersenjata.

154

Pasal 2 --- Bidang penerapan atas orang-orang

1. Protokol ini harus diterapkan tanpa suatu

pembedaan yang merugikan yang didasarkan

atas ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama

atau kepercayaan, pandangan politik atau

pandangan lainnya, asal kebangsaan atau sosial,

kekayaan, keturunan atau kedudukan lainnya,

atau atas sesuatu patokan ukuran serupa lainnya

(dalam hal ini selanjutnya disebut sebagai

“pembedaan yang merugikan”) pada semua

orang yang terkena akibat suatu sengketa

bersenjata sebagaimana yang dirumuskan

dalam Pasal 1.

2. Pada akhir sengketa bersenjata, semua orang

yang telah dirampas kemerdekaan mereka atau

yang kemerdekaannya telah dibatasi karena

atasan-atasan yang berkaitan dengan sengketa

itu, maupun orang-orang yang kemerdekaanya

dirampas atau yang kemerdekaanya dibatasi

setelah sengketa itu karena atasan-atasan yang

sama, harus menikmati perlindungan di bawah

Pasal-pasal 5 dan 6 sampai perampasan atau

pembatasan kemerdekaannya berakhir.

Pasal 3 --- Tidak melakukan campur tangan (non

intervensi)

1. Tak ada sesualupun dalam protokol ini boleh

dipergunakan bagi tujuan yang mempengaruhi

kedaulatan suatu Negara atau tanggung jawab

dari pemerintah, dengan segala cara yang

sah, untuk mempertahankan atau memulihkan

kembali hukum dan ketertiban di Negara itu

155

atau untuk mempertahankan persatuan nasional

dan keutuhan wilayah negara itu.

2. Tak ada sesuatupun dalam Protokol ini boleh

dipergunakan sebagai suatu pembenaran bagi

campur tangan (intervensi), baik langsung

maupun tidak langsung, karena alasan apapun,

didalam sengketa bersenjata atau didalam

masalah-masalah dalam negeri atau luar negeri

dari Pihak Peserta Agung di wilayahnya dimana

sengketa itu terjadi.

BAR - II

PERLAKUAN PERI KEMANUSIAN

Pasal 4 --- Jaminan-jaminan dasar

l. Semua orang yang tidak turut secara langsung

atau yang sudah tidak lagi turut serta di dalam

permusuhan, baik yang kemerdekaanya dibatasi

ataupun tidak, berhak untuk dihormati pribadi,

martabat dan keyakinan serta ibadah-ibadah

keagamaannya. Dalam segala keadaan mereka

harus diperlakukan secara perikemanusiaan,

tanpa ada pembedaan yang merugikan.

Dilarang memerintahkan bahwa tak seorangpun

boleh dibiarkan hidup.

2. Tanpa mengurangi sifat umum ketentuan

diatas, tindakan-tindakan yang ditujukan

terhadap orang-orang sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), adalah dan harus tetap dilarang

diwaktu dan ditempat apapun:

156

(a) Tindak kekerasan terhadap jiwa, orang,

kesehatan dan kesejahteraan jasmani

ataupun rokhani mereka, khususnya

terhadap pembunuhan atau perlakuan

kejam seperti penganiayaan, pengudungan

atau setiap bentuk penghukuman

jasmani.

(b) Hukuman kolektif;

(c) Penyanderaan;

(d) Tindakan terorisme;

(e) Pelecehan atas kehormatan pribadi,

terutama perlakuan yang menghina dan

merendahkan martabat wanita, perkosaan,

pelacuran dan setiap bentuk tindakan

yang tidak senonoh;

(f) Perbudakan dan perdagangan manusia

dalam segala bentuk;

(g) Perampokan;

(h) Ancaman untuk melakukan setiap

tindakan tersebut diatas.

3. Anak-anak harus mendapatkan perhatian

perawatan dan bantuan yang mereka butuhkan

terutama :

(a) Dalam bidang pendidikan, tenmasuk

pendidikan agama dan kesusilaan, sesuai

dengan keinginan orang tua mereka,

atau dalam keadaan tidak ada orang tua,

keinginan dari mereka yang bertanggung

jawab atas perawatan anak-anak itu;

157

(b) Harus diambil langkah yang patut untuk

mempermudah bersatunya kembali

keluarga yang terpisah sementara ;

(c) Adanya larangan bagi anak-anak yang

belum mencapai usia lima belas tahun

untuk direkrut dalam angkatan perang

ataupun kelompok-kelompok tertentu,

dan turut serta dalam permusuhan;

(d) Memberikan perlindungan istimewa

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal ini

bagi anak-anak yang belum mencapai

umur lima belas tahun, akan tetap berlaku

bagi mereka, seandainya mereka ikut

serta secara langsung dalam permusuhan,

walaupun telah diatur dalam sub ayat c

diatas, dan mereka ditawan;

(e) Mengambil tindakan-tindakan bila

diperlukan, bila mungkin dengan seijin

orang tua mereka atau orang-orang

yang berdasarkan undang-undang atau

adat kebiasaan bertanggung jawab atas

perawatan mereka, untuk memindahkan

anak-anak untuk sementara waktu dari

daerah dimana permusuhan sedang

berlangsung ke daerah yang lebih aman

di dalam negeri, dan menjamin bahwa

mereka disertai oleh orang-orang yang

bertanggung jawab atas keamanan dan

kesejahteraan mereka itu.

158

Pasal 5 --- Orang-orang yang kemerdekaannya dibatasi

1. Sebagai tambahan atas ketentuan dalam Pasal

4 di atas, ketentuan-ketentuan berikut ini

harus dihormati paling sedikit oleh orang-

orang yang dirampas kemerdekaannya karena

atasan-atasan yang berkaitan dengan sengketa

bersenjata, baik mereka itu diasingkan atau

ditahan yaitu :

(a) Yang luka dan yang sakit harus

diperlakukan sesuai dengan Pasal 7;

(b) Sama halnya dengan penduduk sipil

setempat, bagi orang-orang yang tersebut

dalam ayat ini, harus disediakan makanan

dan air minum, serta mendapatkan

jaminan perlindungan atas kesehatan dan

kebersihan, perlindungan dari kesulitan-

kesulitan yang terjadi karena iklim, dan

bahaya-bahaya karena adanya sengketa

bersenjata;

(c) mereka harus diperbolehkan menerima

pertolongan atau bantuan baik perorangan

maupun kolektif;

(d) mereka harus diperbolehkan melakukan

ibadah agama mereka, dan apabila diminta

dan layak, menerima bantuan spirituil dari

orang-orang seperti rokhaniwan dalam

melakukan fungsi keagamaan mereka;

(e) apabila mereka disuruh bekerja, mereka

harus menperoleh keuntungan sesuai

perjanjian kerja serta jaminan yang sama

159

dengan yang diperoleh penduduk sipil

setempat.

2. Mereka yang bertanggung jawab atas pengasingan

atau penahanan orang-orang yang tersebut dalam

ayat (1) diatas harus pula, di dalam batas-batas

kemampuan mereka, menghormati ketentuan-

ketentuan yang mengatur tentang orang-orang itu :

(a) kecuali apabila laki-laki dan perempuan

dari suatu keluarga ditempatkan di

tempat penampungan yang sama, maka

perempuan harus ditempatkan di tempat

tinggal yang terpisah dari tempat tinggal

laki-laki dan harus berada di bawah

pengawasan langsung penjaga wanita;

(b) orang-orang yang tersebut dalam ayat

(1), diperbolehkan mengirimkan dan

menerima surat-surat dan kartu-kartu,

yang apabila dianggap perlu jumlahnya

dibatasi oleh pejabat yang berwenang;

(c) tempat-tempat pengasingan dan

penahanan tidak boleh terletak dekat

daerah pertempuran. Orang-orang yang

tersebut dalam ayat (1) harus diungsikan

apabila tempat-tempat dimana mereka itu

diasingkan atau ditahan menjadi terbuka

untuk ancaman bahaya yang timbul

dari sengketa bersenjata, dan apabila

pengungsian itu dapat dilaksanakan dalam

keadaan keamanan yang memadai;

(d) Orang-orang tersebut harus mendapatkan

manfaat dari pemeriksaan kesehatan;

160

(e) Kesehatan dan keutuhan jasmani atau

rokhani mereka tidak boleh dibahayakan

karena sesuatu tindakan yang tak dapat

dibenarkan atau karena kelalaian. Oleh

karena itu, orang-orang yang tersebut

dalam pasal ini dilarang dikenakan

prosedur pemeriksaan kesehatan yang

tidak didasarkan atas petunjuk keadaan

kesehatan dari orang yang bersangkutan,

dan yang tidak sesuai dengan ukuran-

ukuran medis yang telah diterima secara

umum, yang diterapkan pada orang-orang

bebas di dalam keadaan yang serupa.

3 Orang-orang yang tidak termasuk dalam

ketentuan ayat (1) diatas, tetapi yang

kemerdekaanya telah dibatasi dalam segala hal,

karena atasan-atasan yang berkaitan dengan

sengketa bersenjata, harus diperlakukan secara

peri-kemanusiaan sesuai dengan Pasal 4 dan

ayat (1) huruf a, c dan d, serta ayat (2) huruf b

dari Pasal ini.

4. Apabila diputuskan untuk membebaskan

orang-orang yang dirampas kemerdekaanya,

maka mereka yang memutuskan memberi

kebebasan harus mengambil tindakan-tindakan

yang diperlukan untuk menjamin keselamatan

orang-orang itu.

Pasal 6 --- Tuntutan-tuntutan pidana

1. Pasal ini berlaku bagi tuntutan dan hukuman

atas pelanggaran-pelanggaran kriminal yang

berkaitan dengan sengketa bersenjata.

161

2. Tidak ada hukuman yang boleh dijatuhkan

dan dilaksanakan terhadap seseorang yang

dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran,

kecuali yang berkaitan dengan keputusan yang

telah dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang

menawarkan jaminan dasar kebebasan dan

ketidak berpihakan, terutama bahwa :

(a) prosedur akan menjamin seorang

tersangka segera mendapat keterangan

tentang pelanggaran yang dituduhkan

terhadapnya dan memberikannya hak

untuk memperoleh pembelaan sebelum

dan selama pemeriksaan di pengadilan;

(b) tak seorangpun boleh dijatuhi hukuman

karena melakukan suatu pelanggaran,

kecuali atas dasar tanggung jawab pidana

perorangan;

(c) tak seorangpun boleh dinyatakan bersalah

atas suatu pelanggaran kriminal karena

suatu suatu tindakan atau kelalaian, yang

menurut undang-undang saat itu tidak

merupakan suatu pelanggaran kriminil,

dan tidak dapat dijatuhi hukuman yang

lebih berat daripada yang diterapkan

pada saat pelanggaran kriminil itu

dilakukan. Apabila setelah dilakukannya

pelanggaran itu, dan undang-undang

menerapkan ketentuan hukum yang lebih

ringan, maka pelanggar telah memperoleh

keuntungan dan padanya;

(d) setiap orang yang dituduh melakukan

suatu pelanggaran dianggap tidak bersalah

162

sampai kesalahannya itu terbukti menurut

undang-undang;

(e) setiap orang yang dituduh melakukan

suatu pelanggaran mempunyai hak untuk

diadili dalam kehadirannya;

(f) tak seorangpun dipaksa memberikan

keterangan yang merugikan dirinya

sendiri atau mengakui kesalahan.

3. Seorang terhukum harus diberitabukan tentang

hukuman yang dijatuhkan pengadilan, dan

hal-hal lainnya serta batas waktu pelaksanaan

hukuman.

4. Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan

terhadap orang-orang yang berusia di bawah

delapanbelas tahun pada saat pelanggaran

itu dilaksanakan dan juga terhadap wanita

yang sedang mengandung atau ibu-ibu yang

mempunyai anak-anak kecil.

5. Pada akhir permusuhan, pemerintah yang

berkuasa harus memberikan kesempatan luas

untuk pemberian amnesti bagi orang-orang yang

telah turut serta dalam sengketa bersenjata,

atau bagi mereka yang telah dirampas

kemerdekaannya karena alasan-alasan yang

berkaitan dengan sengketa bersenjata, baik

mereka yang diasingkan atau ditahan.

163

BAB - III

YANG LUKA, SAKIT DAN KORBAN KARAM

Pasal 7 --- Perlindungan dan perawatan

1. Semua orang yang luka, sakit dan korban

karam harus dihormati dan dilindungi tanpa

melihat apakah mereka telah turut serta dalam

sengketa bersenjata atau tidak.

2. Dalam segala keadaan mereka harus

diperlakukan secara peri kemanusiaan dan

harus menerima, sejauh dan sesegera mungkin

diberikan perawatan kesehatan dan perhatian

yang diperlukan. Tidak diperbolehkan adanya

pembedaan diantara mereka yang didasarkan

oleh atasan apapun selain dari pada alasan-

alasan kesehatan.

Pasal 8 --- Pencarian

Dalam keadaan mengijinkan, dan terutama

setelah suatu pertempuran, segala tindakan

harus diambil, tanpa ditunda-tunda, untuk

segera mencari dan mengumpulkan yang luka,

sakit dan korban karam, melindungi mereka

terhadap perampokan dan perlakuan buruk,

menjamin perawatan yang layak bagi mereka,

dan mencari yang tewas, mencegah harta

mereka dirampas, serta mengurusi secara layak

jenazah mereka.

164

Pasal 9 --- Perlindungan bagi anggota-anggota dinas

kesehatan dan dinas keagamaan

1. Anggota-anggota dinas kesehatan dan dinas

keagamaan harus dihormati dan dilindungi serta

disediakan segala bantuan dalam melaksanakan

kewajiban mereka. Mereka tidak boleh dipaksa

untuk melaksanakan tugas-tugas yang tidak

sesuai dengan misi kemanusiaan mereka.

2. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban

mereka, anggota-anggota dinas kesehatan tidak

boleh diminta untuk memberikan pengutamaan

(prioritas) kepada siapapun juga kecuali atas

dasar pertimbangan atasan medis (medical

grounds)

Pasal 10 --- Perlindungan umum dalam tugas-tugas

kesehatan

1. Dalam keadaan apapun seseorang tidak boleh

dihukum karena melaksanakan tugas-tugas

kesehatan yang sesuai dengan etika kedokteran,

tanpa melihat siapapun orang yang mendapat

perawatan tersebut.

2. Orang-orang yang bertugas dalam kesatuan

kesehatan tidak boleh dipaksa melakukan

tindakan-tindakan atau melaksanakan

pekerjaan yang bertentangan, juga tidak boleh

dipaksa untuk menolak melakukan tindakan-

tindakan yang menurut ketentuan-ketentuan

dalam etika kedokteran, ketentuan-ketentuan

yang bertujuan membantu yang luka, sakit dan

korban karam, atau ketentuan dalam Protokol

ini.

165

3. Kewajiban-kewajiban profesional orang-orang

yang bekerja dalam kesatuan kesehatan untuk

memberikan keterangan tentang orang-orang

yang luka dan sakit yang berada di bawah

perawatan mereka, menurut undang-undang

nasional, harus dihormati.

4. Menurut hukum nasional, tak seorangpun

yang bekerja dalam kesatuan kesehatan

dalam keadaan apapun, dapat dihukum

karena menolak dan tidak dapat memberikan

keterangan tentang orang-orang yang luka dan

sakit, yang berada atau yang pernah berada di

dalam perawatannya.

Pasal 11 --- Perlindungan bagi satuan-satuan dan alat

angkutan kesehatan

1. Satuan-satuan dan alat angkutan kesehatan

harus dihormati dan dilindungi setiap saat dan

tidak boleh menjadi obyek serangan.

2. Perlindungan yang menjadi hak dari satuan-

satuan dan alat angkutan kesehatan tidak boleh

dihentikan kecuali jika mereka dipergunakan

untuk melakukan tindakan-tindakan yang

bersifat permusuhan, diluar fungsi kemanusiaan

mereka.

Perlindungan dapat dihentikan hanya

setelah diberikannya suatu peringatan yang

menetapkan, bilamana pelu, suatu batas waktu

yang masuk akal, dan setelah peringatan itu

tidak diindahkan.

166

Pasal 12 --- Lambang pengenal

Dibawah pengarahan dari pejabat yang

berwenang, lambang pengenal berupa palang

merah, bulan sabit merah dan singa dan matahari

merah diatas dasar putih harus diperlihatkan

oleh anggota-anggota dinas kesehatan dan

keagamaan, dan dipasang pada alat angkutan

kesehatan. Pemakaian lambang pengenal itu

tidak boleh disalahgunakan.

BA B - IV

PENDUDUK SIPIL

Pasal 13 --- Perlindungan bagi penduduk sipil

1. Penduduk sipil dan orang-orang sipil (individual

civilians) harus memperoleh perlindungan

umum terhadap bahaya yang timbul dari

operasi-operasi militer. Agar perlindungan

itu berjalan baik, maka ketentuan-ketentuan

berikut ini harus ditaati dalam segala keadaan.

2. Penduduk sipil maupun orang-orang sipil tidak

boleh menjadi sasaran serangan. Dilarang

melakukan tindakan-tindakan atau ancaman-

ancaman kekerasan yang tujuan utamanya

adalah menyebarkan terror dikalangan

penduduk sipil.

3. Penduduk sipil harus memperoleh perlindungan

sesuai ketentuan dalam Bab ini, kecuali dan

apabila mereka turut serta langsung dalam

permusuhan.

167

Pasal 14 --- Perlindungan obyek-obyek yang sangat

diperlukan bagi penduduk sipil.

Dilarang menimbulkan kelaparan pada

penduduk sipil sebagai suatu cara permusuhan.

Oleh karena itu, dilarang menyerang,

merusak, memindahkan atau menjadikan

tidak berfaedah, obyek-obyek yang sangat

diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk

sipil, seperti bahan makanan, daerah pertanian

untuk menghasilkan bahan makanan, hasil

panen, binatang ternak, instalasi air minum

dan perbekalan serta bangunan irigasi.

Pasal 15 --- Perlindungan bangunan dan instalasi yang

mengandung tenaga yang membayakan

Bangunan atau instalasi yang mengandung

tenaga yang membahayakan, misalnya

bendungan, tanggul dan pusat pembangkit

tenaga listrik nuklir, tidak boleh dijadikan

sasaran serangan, walaupun obyek-obyek

tersebut berada ditempat sasaran militer, apabila

serangan dapat menyebabkan terlepasnya

tenaga-tenaga yang membahayakan itu dan

mengakibatkan kerugian besar bagi penduduk

sipil.

Pasal 16 --- Perlindungan obyek-obyek budaya dan tempat-

tempat beribadah.

Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam

Konvensi Den Haag tentang Perlindungan

Harta-Benda Kebudayaan sengketa bersenjata,

tanggal 14 Mei 1954, dilarang melakukan

168

tindakan permusuhan apapun yang ditujukan

pada monumen-monumen bersejarah, karya-

karya seni atau tempat-tempat beribadah yang

merupakan warisan kebudayaan atau spirituil

dari suatu bangsa dan menggunakannya untuk

menunjang usaha militer.

Pasal 17 --- Larangan pemindahan paksa penduduk sipil

1. Perintah pemindahan penduduk sipil karena

alasan-alasan yang berkaitan dengan sengketa

tidak boleh dikeluarkan, kecuali jika

keamanan bagi penduduk sipil yang terlibat

atau adanya atasan-atasan militer yang sangat

mendesak mengharuskan demikian. Dalam hal

pemindahan itu harus dilaksanakan, segala

tindakan yang memungkinkan harus diambil,

agar penduduk sipil dapat menerima keadaan

yang memuaskan, seperti tempat perlindungan,

kebersihan, kesehatan, keamanan dan gizi

makanan.

2. Penduduk sipil tidak dipaksa untuk

meninggalkan wilayah mereka sendiri karena

alasan-alasan yang berkaitan dengan sengketa

itu.

Pasal 18 --- Lembaga pemberi bantuan dan aksi pemberian

pertolongan

1. Lembaga-lembaga pemberi bantuan diwilayah

Pihak Peserta Agung, seperti organisasi-

organisasi Palang Merah (Bulan Sabit Merah,

Singa dan Matahari Merah), dapat menawarkan

jasa-jasa mereka dalam melaksanakan fungsi-

fungsi tradisionil mereka berkenaan dengan

169

korban-korban sengketa bersenjata. Penduduk

sipil atas prakarsa sendiri, boleh menawarkan

untuk mengumpulkan dan merawat yang luka,

sakit dan korban karam.

2. Apabila penduduk sipil menderita kesulitan

hidup diluar batas sebagai akibat kekurangan

perbekalan yang sangat penting bagi

kelangsungan hidupnya, seperti bahan

makanan dan persediaan obat-obatan, maka

aksi-aksi pertolongan bagi penduduk sipil itu

yang semata-mata bersifat kemanusiaan dan

tidak berpihak, dan yang dilakukan tanpa suatu

perbedaan yang merugikan akan diusahakan

dengan seijin dari Pihak Peserta Agung yang

bersangkutan.

BA B - V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19 --- Penyebar-luasan

Protokol ini harus disebarluaskan seluas

mungkin.

Pasal 20 --- Penandatanganan

Protokol ini terbuka bagi penandatangan oleh

Pihak-Pihak Peserta Konvensi enam bulan

setelah penandatangan Akta akhir dan akan

tetap terbuka untuk jangka waktu dua betas

bulan.

170

Pasal 21 --- Ratifikasi

Protokol ini harus diratifikasi sesegera

mungkin. Piagam ratifikasi itu akan disimpan

pada Dewan Federal Swiss, sebagai negara

penyimpan Konvensi itu.

Pasal 22 --- Pernyataan turut-serta

Protokol ini terbuka bagi turut sertanya

setiap Pihak Peserta Konvensi yang belum

menandatanganinya. Piagam pernyataan

turut serta itu akan disimpan pada negara

penyimpan.

Pasal 23 --- Mulai berlakunya

1. Protokol ini mulai berlaku enam bulan setelah

dua piagam (dokumen) diratifikasi atau setelah

pernyataan turut-serta itu telah disimpan.

2. Bagi setiap Pihak Peserta Konvensi setelah

meratifikasi atau menyatakan turut-serta pada

Protokol ini, maka Protokol ini mulai berlaku

enam bulan setelah piagam (dokumen) ratifikasi

atau pernyataan turut-serta oleh Pihak tersebut

disimpan (deposit).

Pasal 24 --- Amandemen

1. Setiap Pihak Peserta Agung dapat mengusulkan

amandemen-amandemen pada Protokol ini.

Naskah setiap amandemen yang diusulkan itu

harus diberitabukan kepada negara penyimpan

yang selanjutnya harus memutuskan, setelah

berkonsultasi dengan semua Pihak-Pihak Peserta

Agung dan Komite Internasional Palang Merah,

171

tentang perlunya diselenggarakan konferensi

untuk mempertimbangkan amandemen yang

diusulkan itu.

2. Negara penyimpan harus mengundang semua

Pihak Peserta Agung maupun Pihak-Pihak

Peserta Konvensi, baik mereka itu penanda

tangan atau bukan dari Protokol ini, untuk

menghadiri konferensi itu.

Pasal 25 --- Pernyataan tidak terikat lagi

1. Apabila suatu Pihak Peserta Agung hendak

menyatakan tidak terikat pada Protokol ini, maka

pernyataan tidak terikat itu baru berlaku enam

bulan setelah diterimanya piagam (dokumen)

pernyataan tidak terikat lagi tersebut.

Akan tetapi, apabila pada saat habis masa

berlaku enam bulan itu pihak yang menyatakan

tidak terikat itu terlibat dalam keadaan seperti

yang disebut dalam pasal 1, maka pernyataan

tidak terikat itu tidak akan berlaku sebelum

berakhirnya sengketa bersenjata.

Sekalipun demikian, orang-orang yang

telah dirampas kemerdekaannya, atau yang

kemerdekaannya telah dibatasi, karena alasan-

alasan yang berhubungan dengan sengketa itu,

harus tetap terus mendapatkan keuntungan

dari ketentuan-ketentuan Protokol ini sampai

pelepasan terakhir mereka.

172

2. Pernyataan tidak terikat itu harus diberitabukan

secara tertulis kepada negara penyimpan, yang

selanjutnya harus meneruskannya kepada

semua Pihak Peserta Agung.

Pasal 26 --- Pemberitahuan

1. Negara penyimpan akan memberitahu Pihak-

Pihak Peserta Agung maupun Pihak-Pihak

Peserta Konvensi, baik apakah mereka itu

penanda tangan atau bukan dari Protokol ini,

tentang :

(a) tandatangan-tandatangan yang

dibubuhkan pada Protokol ini dan

penyimpan piagam-piagam ratifikasi

(dokumen-dokumen) dan pernyataan

turut-serta berdasarkan Pasal-Pasal 21

dan 22.

(b) tanggal mulai berlakunya Protokol ini

berdasarkan Pasal 23, dan

(c) komunikasi dan pernyataan yang diterima

berdasarkan Pasal 24.

Pasal 27 --- Pendaftaran

1. Setelah mulai berlaku, Protokol ini harus

dikirimkan oleh negara penyimpan kepada

Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa

untuk didaftarkan dan diumumkan (dipu-

blikasi), sesuai dengan Pasal 102 dari Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Negara penyimpan harus juga memberitahukan

kepada Sekretariat Perserikatan Bangsa-

173

Bangsa tentang semua ratifikasi dan pernyataan

turutserta yang diterimanya berkenaan dengan

Protokol ini.

Pasal 28 --- Naskah-naskah otentik

Naskah-naskah dari Protokol ini, yang dibuat

dalam bahasa-bahasa Arab, Cina, Inggris,

Perancis, Rusia dan Spanyol, yang kesemuanya

sama otentiknya, harus disimpan pada negara

penyimpan, yang harus mengirimkan salinan-

salinannya yang menjamin kebenarannya

kepada semua Pihak Peserta Konvensi itu.