bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis 2.1. kajian...
TRANSCRIPT
31
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
Bab ini akan menelaah literatur yang relevan dengan variabel penelitian yakni
kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual, kinerja inovasi
dan kinerja perusahaan. Pada bab ini akan digali konsep, teori atau model yang
dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Sehingga dapat digunakan sebagai
pendekatan untuk merumuskan model keterkaitan antar variabel dan pemecahan
masalah dilihat dari sudut pandang teoritis.
Penelitian ini sudah menyusun grand theory (teori utama), middle range theory
(teori antara) dan applied theory (teori aplikasi). Grand theory dari penelitian ini
adalah teori manajemen sumber daya stratejik (MSDM stratejik). Teori ini
terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi melalui penciptaan strategi,
kebijakan dan praktek pengelolaan sumber daya manusia yang terintegrasi
(Armstrong, 2011). Topik-topik pembahasan dalam MSDM stratejik meliputi
perubahan struktur dan budaya organisasi, efektifitas organisasi dan kinerja,
penyelarasan sumberdaya dengan kebutuhan masa datang, pembangunan
kapabilitas unik, manajemen pengetahuan dan manajemen perubahan. MSDM
stratejik juga mendiskusikan bagaimana modal manusia (human capital) dan
kapabilitas proses bisa digunakan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif.
Ditambahkan lebih lanjut oleh Becker and Huselid (2006) bahwa fokus utama
pembahasan MSDM stratejik adalah pencapaian kinerja organisasi, bukan kinerja
32
individu. Oleh karena itu, ketercapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan
seluruh sumber daya dan kapabilitas yang ada merupakan esensi dari MSDM
stratejik. Berbagai penelitian semenjak tahun 1990-an menunjukkan bahwa
MSDM stratejik berkorelasi positif dengan kinerja perusahaan (Millmore, 2007).
Meskipun demikian, banyak penelitian-penelitian yang tidak mampu menjelaskan
mekanisme MSDM stratejik mempengaruhi kinerja perusahaan, sehingga menjadi
black box yang belum terjawab secara tuntas (Millmore, 2007; Chowhan, 2016).
Alasan dipilihnya teori MSDM stratejik sebagai grand theory adalah
karena yang ingin dituju oleh penelitian ini peningkatan kinerja industri kreatif
fashion produk tekstil. Dengan kata lain, unit analisis dari penelitian ini adalah
organisasi. Fenomena yang mendasari identifikasi dan perumusan masalah pada
penelitian ini juga pada level organisasi. Fenomena yang disampaikan pada bab
terdahulu berada dalam lingkup bahasan teori MSDM stratejik. Sehingga teori
MSDM stratejik tepat digunakan sebagai grand theory dalam rangka memetakan
dan menganalisis permasalahan dari sudut pandang teoritis.
Middle range theory dari penelitian ini ada empat yakni: resource based
view (RBV) theory, knowledge based view (KBV), dynamic capability (DC)
dan performance management (manajemen kinerja). Namun pada penelitian
ini, DC juga sekaligus digunakan sebagai applied theory. Teori RBV pertama
sekali dikemukakan oleh Penrose (1959), berdasarkan Richardian theory of rents
(Barney & Arikan, 2001) yang menyatakan bahwa keunggulan kompetitif
organisasi berasal dari input internal organisasi yang unik dan tidak berwujud,
seperti pengetahuan, kepemimpinan dan budaya (Peteraf, 1993 di dalam Wang,
33
2014). RBV menjadi semakin populer saat Barney pada tahun 1991 yang
menyatakan bahwa faktor kunci bagi keberhasilan perusahaan adalah sumber daya
dan kapabilitas internal perusahaan yang tidak berwujud (intangible), dan
memenuhi unsur VRIN : valuable, rare, inimitable dan non-substitutable
(berharga, langka, tidak bisa diimitasi dan tidak tergantikan) (Kraaijenbrink,
Spender, & Groen, 2010; Arend, 2015). Tujuh tahun kemudian, Barney and
Wright (1998) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya tidak
berwujud yang bersifat VRIN tersebut adalah sumber daya manusia. Nyberg,
Moliterno, Donald Hale, and Lepak (2014) menambahkan bahwa dilihat dari
perspektif MSDM stratejik, maka sumber daya manusia haruslah dilihat sebagai
sumber daya kolektif pada level organisasi, bukan pada tataran mikro individual.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya
yang bersifat stratejik bagi setiap organisasi.
Seiring dengan perkembangan ilmu, literatur lain berpendapat bahwa
sumber keunggulan kompetitif organisasi terletak pada knowledge atau
pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut (Ferreira & Hamilton, 2010;
Wang, 2014; Hussinki et al., 2017), bukan pada sumber daya manusianya. Sudut
pandang ini disebut juga sebagai knowledge based view (Spender, 1996; Spender
& Grant, 1996; Tiwana, 2002; Wang, 2014; Hussinki et al., 2017; Popa et al.,
2017). Diskusi tentang pengetahuan sendiri mencakup dua hal, yakni pengetahuan
dalam bentuk stok pengetahuan/sumber daya pengetahuan/modal intelektual,
dan pengetahuan dalam bentuk praktik dan proses manajemen pengetahuan
(Kianto et al., 2014). Oleh karena modal intelektual dipandang juga sebagai
34
stok/sumber daya pengetahuan, maka modal intelektual bisa dipandang sebagai
turunan dari RBV dan KBV.
Pada perkembangan selanjutnya, teori RBV dan KBV mendapat kritikan
karena dianggap terlalu berfokus pada aspek internal perusahaan dan
mengabaikan aspek lingkungan (Wang, 2014). Selain itu, Grant (1991) di dalam
Moustaghfir and Schiuma (2013) menyatakan bahwa memiliki sumber daya saja
tidak cukup untuk membuat organisasi berkinerja tinggi, namun harus ada
kapabilitas untuk merubah sumber daya menjadi output. Pandangan tersebut di
atas, melahirkan pendekatan baru yang mengakomodir lingkungan eksternal
dalam memaknai penciptaan keunggulan perusahaan yakni dynamic capability -
DC (kapabilitas dinamis) yang berarti kemampuan perusahaan untuk
mengintegrasikan, membangun dan merekonfigurasi kompetensi internal dan
eksternal dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan (Teece, Pisano, &
Shuen, 1997). Sedangkan menurut Barreto (2010) kapabilitas dinamis adalah
potensi yang dimiliki oleh perusahaan untuk memecahkan masalah secara
sistematis, yang dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan itu untuk merasakan
peluang dan tantangan, membuat keputusan tepat waktu dan berorientasi pasar,
dan untuk mengganti sumber daya yang dimilikinya.
Sedangkan Middle range theory berikutnya adalah manajemen kinerja,
berbicara tentang seperangkat pengukuran untuk menyatakan sejauh apa sebuah
organisasi bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar-dasar
pengukuran kinerja perusahaan sudah diletakkan oleh Cameron and Whetten
(1981) dengan mengatakan bahwa kinerja perusahaan merupakan ukuran
35
efektifitas perusahaan. Venkatraman and Ramanujam (1986) menyatakan
efektifitas adalah sebuah ukuran yang sangat luas dan abstrak, oleh karena itu
mereka menyarankan agar kinerja perusahaan diukur dari kinerja finansial dan
non finansial perusahaan. Bagi Venkatraman dan Ramanujam, efektivitas
organisasi adalah sebuah sebuah lingkaran besar dengan efektivitas bisnis sebagai
lingkaran menengahnya, serta kinerja keuangan sebagai lingkaran terkecil di
dalamnya (Santos & Brito, 2012). Salah satu model pengukuran kinerja finansial
dan non finansial perusahaan perusahaan itu adalah Balanced Scorecard (BSC)
yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992. Selain itu kinerja
perusahaan juga bisa diukur berdasarkan aspek kinerja inovasi dan keuangan
(Kianto et al., 2014; Slaðana & Sven, 2018) serta pelanggan (Best, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa applied theory pada
penelitian ini adalah: kapabilitas dinamis, modal intelektual, manajemen
pengetahuan, kinerja inovasi dan kinerja perusahaan.
Selengkapnya hubungan antara grand, middle range dan applied theory
disajikan pada gambar berikut:
36
Gambar 2. 1 Grand, Middle Range dan Applied Theory
Manajemen
Pengeta-
huan
Hsiao,
Nielsen, Chen, and
Chang
(2011); Hsu and
Sabherwal
(2012)
Kinerja
Inovasi
OECD
(2005); Müller,
Rammer,
and Trüby
(2009);
Suroso and
Azis (2015);
Azis, Darun,
Kartini,
Bernik, and Harsanto
(2017)
Applied
Theory
Manajemen Sumber Daya Manusia Stratejik
Millmore (2007); Armstrong (2011); Becker and Huselid (2006)
Grand
Theory
Middle
Range
Theory
Manajemen Kinerja
Santos and Brito (2012);
Best (2014); Kianto, Ritala,
Spender, and Vanhala
(2014); Slaðana and Sven (2018)
Kinerja
Perusa-
haan
Kaplan and
Norton (1992);
Hsu and
Wang (2012);
Khalique,
Bontis, Nassir bin
Shaari, and Isa (2015)
Resource Based-
View of the Firm Barney (1991);
Kraaijenbrink,
Spender, and Groen
(2010); Arend (2015); Nyberg,
Moliterno, Donald
Hale, and Lepak
(2014)
Modal
Intelektual
Inkinen
(2015); Singh and Rao
(2016a)
Kapabilias
Dinamis
Teece
(2007)
Chien and
Tsai
(2012); Li
and Liu
(2014);
Rufaidah
and
Sutisna
(2015);A
mbrosini
and
Bowman
(2009)
Knowledge
Based-View Ferreira and
Hamilton (2010);
Wang (2014); Hussinki, Ritala,
Vanhala, and
Kianto (2017); Popa, Soto-Acosta,
and Martinez-
Conesa (2017)
37
Selanjutnya, penelitian ini akan menguraikan tentang industri kreatif fashion itu
sendiri. Diikuti dengan kajian pustaka terhadap beberapa hasil penelitian yang
mendukung dan memiliki keterkaitan dengan variabel-variabel penelitian ini yaitu
kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual, kinerja inovasi
dan kinerja perusahaan.
2.1.1. Industri kreatif Fashion
Industri kreatif fashion adalah salah satu bagian dari industri kreatif yang
terkait dengan gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri
atau kelompok (Kemenparekraf, 2014b; Perpres RI No 71, 2015; BPS-Bekraf,
2016b; Bekraf, 2017). Ruang lingkup industri kreatif fashion bisa dibedakan atas:
jenis proses, volume produksi, jenis produk, fungsi produk, dan segmen pasar
(Kemenparekraf, 2014a). Berdasarkan jenis proses, industri kreatif fashion
terdiri atas made to order (pesanan) dan ready to wear (siap jadi). Sementara
berdasarkan volume produksi terdiri atas: tailor made (pesanan jahitan), high
fashion (produk mahal dan buatan rumah mode terkenal), uniform (seragam),
deluxe (mewah dan jumlah terbatas) dan mass production (produksi masal).
Sedangkan berdasarkan jenis produk dibedakan atas: pakaian, aksesori dan alas
kaki. Selengkapnya bisa dilihat pada gambar berikut:
38
Sumber : Kemenparekraf (2014b)
: diluar fokus penelitian.
Gambar 2. 2 Ruang Lingkup Industri Kreatif Fashion
Output dari industri Kreatif fashion, juga merupakan produk budaya (Scott,
1996; Pratt, 1997) yang merepresentasikan identitas sosial yang unik (Davis,
1992 di dalam Huang, Hu, Wang, Chen, & Lo, 2016). Fashion memiliki
keterkaitan yang kuat dengan identitas personal dan penilaian sosial. Fashion
akan bervariasi tergantung musim, geografi dan gaya hidup dan kelas sosial.
Sebagai produk budaya, pakaian merepresentasikan elemen budaya dan estetika
yang membutuhkan kolaborasi antara beragam sektor dan pengambil keputusan
(Wolfe & Bramwell, 2008). Hubungan yang kuat antara desainer, produsen dan
Berdasarkan jenis Proses
Berdasarkan volume
Berdasarkan jenis produk
Berdasarkan fungsi produk
Berdasarkan segmen
Made to order
Tailor made
High
fashion
Uniform
Deluxe
Mass production
Ready to wear
Pakaian
Aksesori
Alas kaki
Bayi
Balita
Anak-anak
Pra-remaja
Remaja
Dewasa muda
Dewasa
Pria
Wanita
Kasual
Olah raga
Formal
Musiman
Lingerie
Perkawinan
Muslim
39
sektor pendukung seperti distributor dan retailer sangat penting bagi industri
kreatif fashion.
Industri kreatif fashion adalah industri yang kompetitif, dimana siklus
hidup produk yang pendek dan produk yang gampang ditiru (Richardson, 1996;
Tjakraatmadja et al., 2011). Hal tersebut memaksa perusahaan untuk berinovasi
secara cepat (Wenting, 2004 di dalam Malem, 2008). Sehingga inovasi
merupakan hal yang bersifat rutin pada industri kreatif fashion (Ünay & Zehir,
2012).
Pakaian juga tidak bisa dilepaskan dari dari industri tekstil dan produk
tekstil (TPT). Pakaian merupakan subsektor hilir (downstream) dari industri
tekstil. Subsektor hulu (upstream) merupakan industri benang. Sedangkan sub
sektor antara (mid stream) merupakan industri kain. Kualitas industri kreatif
fashion tidak bisa dilepaskan dari output subsektor hulu dan sektor antara. Alur
secara lengkap rantai industri TPT bisa dilihat pada gambar berikut :
40
Sumber : Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (2014) (diolah)
Gambar 2. 3 Pohon Industri TPT
Fokus penelitian ini adalah pada IKM kreatif fashion. Pada IKM, pemilik
usaha dengan bantuan karyawan secara fleksibel bisa melakukan semua
pekerjaan, mulai dari desain, pemotongan, penjahitan, pencucian, finishing,
distribusi hingga pemasaran. Selain itu struktur organisasi dan pembagian
pekerjaan yang bersifat informal memudahkan terlaksananya fleksibilitas tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dinyatakan oleh Teece (2012) bahwa pada
perusahaan kecil dan less-established ventures, kapabilitas dinamis bisa berasal
dari keterampilan dan pengetahuan pengusaha atau tim yang berjiwa wirausaha.
Industri serat
Ind benang
Ind prod lainnya
Serat alam (kapas,
sutera,
ramil, woll, dll)
Serat buatan staple
(polyester, nylon,
rayon, dll)
Benang filamen
(polyester, nylon,
rayon, dll)
Pencelupan
benang
Pemintalan
benang Per-
tenun-
an (kain
grey)
Serat tidak
teranyam
Perajut-an
(kain
grey)
Pencelupan/
printing/
finishing
Pakai-an
jadi
Produk tekstil
lainnya
Garmen
rajutan
Bordir
Industri kain
41
2.1.2. Kapabilitas Dinamis
2.1.2.1. Pengertian Kapabilitas Dinamis
Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Simatupang (2007) bahwa industri
kreatif berhadapan dengan situasi yang sangat dinamis karena siklus hidup produk
yang pendek, risiko tinggi, margin yang tipis, keanekaragaman tinggi, persaingan
tinggi, dan mudah ditiru. Sedangkan menurut Fumi et al. (2013), perencanaan
permintaan di industri fashion sangatlah kompleks, perusahaan beroperasi dalam
variasi yang sangat banyak dengan siklus hidup produk yang pendek, sangat
dipengaruhi oleh penjualan yang bersifat musiman, kondisi cuaca, promosi,
kampanye iklan dan pemasaran, serta dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi.
Pada situasi yang dinamis, memiliki sumber daya saja tidaklah cukup untuk
membuat perusahaan meraih keunggulan kompetitif (Eisenhardt & Martin, 2000;
Wang & Ahmed, 2007; Li & Liu, 2014). Perusahaan perlu memiliki apa yang
disebut oleh Teece et al. (1997) sebagai kapabilitas dinamis yaitu kemampuan
perusahaan untuk mengintegrasikan, membangun dan merekonfigurasi
kompetensi internal dan eksternal dalam menghadapi lingkungan yang dinamis.
Konsep dari Teece et al. (1997) tersebut menjadi konsep awal dari kapabilitas
dinamis dan banyak dirujuk oleh literatur lain (Breznik & Hisrich, 2014).
Para pakar lain merumuskan kapabilitas dinamis dengan menggunakan
perspektif yang berbeda. Eisenhardt and Martin (2000) menggunakan perspektif
proses yakni dengan menyatakan bahwa kapabilitas dinamis sebagai sekumpulan
proses yang khusus dan bisa diidentifikasi seperti pengembangan produk,
pengambilan keputusan strategis dan aliansi. Berbeda dengan Teece et al. (1997)
42
yang menyatakan bahwa kapabilitas merupakan suatu kemampuan yang unik dari
sebuah organisasi, Eisenhardt and Martin (2000) mengatakan bahwa kapabilitas
dinamis mungkin unik dari sisi detailnya, namun secara umum memiliki
kesamaan antar perusahaan sehingga bisa menjadi “best practice”. Zollo and
Winter (2002) menggunakan perspektif rutin dengan menyatakan bahwa
kapabilitas dinamis sebagai “as a learned and stable patterns of collective
activities through which firm systematically generates and modifies its operating
routines in pursuit of improved effectiveness” (pola yang stabil dan dipelajari dari
aktivitas kolektif dimana perusahaan secara sistematis menghasilkan dan
memodifikasi rutinitas operasinya untuk meningkatkan efektivitas organisasi).
Setahun kemudian, Winter (2003) menambahkan bahwa kapabilitas dinamis
merupakan perpanjangan, modifikasi dan penciptaan kapabilitas umum. Zahra,
Sapienza, and Davidsson (2006) melihat dari perspektif kewirausahaan dengan
menyatakan kapabilitas dinamis sebagai kemampuan perusahaan untuk
merekonfigurasi sumber daya dan rutinitas sesuai visi dan pandangan pengambil
keputusan.
Helfat et al. (2007) mencoba memberikan definisi yang lebih luas dengan
menyatakan bahwa kapabilitas dinamis sebagai kapasitas perusahaan yang dengan
sengaja menciptakan, memperluas dan memodifikasi basis sumberdayanya.
Sementara itu Wang and Ahmed (2007) memberikan definisi yang lebih detail
dengan menyatakan kapabilitas dinamis sebagai : orientasi perilaku untuk secara
terus menerus mengintegrasikan, merekonfigurasi, memperbarui dan mencipta
ulang sumber daya dan kapabilitas yang dimilikinya, difokuskan pada upaya
43
meningkatkan dan merekonstruksi kapabilitas utamanya agar sejalan dengan
lingkungan dinamis yang terus berubah dan untuk meraih keunggulan bersaing.
Namun demikian, definisi-definisi di atas mendapat banyak kritik. Kraatz and
Zajac (2001) mengatakan banyak definisi-definisi kapabilitas dinamis di dalam
literatur banyak yang vague and elusive (samar dan sukar dipahami). Winter
(2003) menyatakan mysterious and confusing (tidak jelas dan membingungkan).
Danneels (2008) menganggap abstract and intractable (abstrak dan susah
dipahami), sedangkan Williamson (1999) menilai obscure and tautological (kabur
dan susah dipahami). Hal ini bukan masalah semantik belaka, karena ambigunya
defenisi bisa mempengaruhi pemahaman atas fenomena (Ambrosini & Bowman,
2009). Sehingga kemudian Barreto (2010) memberikan definisi baru kepada
kapabilitas dinamis sebagai potensi yang dimiliki oleh perusahaan untuk
memecahkan masalah secara sistematis, yang dipengaruhi oleh kemampuan
perusahaan itu untuk merasakan peluang dan tantangan, membuat keputusan tepat
waktu dan berorientasi pasar, dan untuk mengganti sumber daya yang dimilikinya.
Secara konseptual definisi Barreto (2010) mampu menjawab kritik terdahulu
atas kapabilitas dinamis (Li & Liu, 2014). Namun demikian, Li and Liu (2014)
juga mengkritisi definisi tersebut bahwa tidak semua keputusan perusahaan selalu
berorientasi pasar karena ada sumber daya yang dikuasai oleh negara. Lebih jauh,
penelitian tersebut merumuskan kapabilitas dinamis sebagai potensi perusahaan
untuk secara sistematis memecahkan masalah, yang dipengaruhi oleh kemampuan
perusahaan untuk merasakan peluang dan tantangan, membuat keputusan tepat
44
waktu dan untuk mengimplementasikan keputusan strategis serta serta perubahan
menuju arah yang diinginkan.
Disamping itu, literatur juga membedakan tiga tipe kapabilitas (Battisti &
Deakins, 2017). Kapabilitas tipe pertama adalah sumber daya perusahaan yang
bersifat VRIN, proses dalam organisasi, dan keputusan manajemen terkait sumber
daya dan proses itu sendiri (Teece et al., 1997). Kapabilitas ini merupakan
pondasi dasar bagi perusahaan untuk melakukan aktivitas rutin/fungsionalnya.
Tipe kapabilitas ini disebut juga dengan istilah first-category capabilities (Collis,
1994), zero-level capabilities (Winter, 2003), substantive capabilities (Zahra et
al., 2006), growth capabilities (Koryak et al., 2015). Dengan demikian, jika
dikaitkan dengan KBV, maka kapabilitas tipe pertama ini merupakan pengetahuan
dan proses pengelolaannya (Koryak et al., 2015). Namun memiliki kapabilitas tipe
pertama ini tidak akan membuat perusahaan menikmati keunggulan jangka
panjang (Ambrosini & Bowman, 2009), melainkan hanya akan menghasilkan
produk yang sama, skala yang sama dan konsumen yang sama sepanjang waktu
(Winter, 2003), karena kurang memperhatikan dinamika lingkungan (Chien &
Tsai, 2012; Li & Liu, 2014). Oleh karena itu perusahaan memerlukan kapabilitas
tipe kedua.
Kapabilitas tipe kedua adalah kapabilitas yang memungkinkan
penyempurnaan dinamis melalui penciptaan, modifikasi ataupun memperluas
sumber daya yang bersifat VRIN. Kapabilitas ini disebut dengan istilah second
and third categories (Collis, 1994), first-order capabilities (Winter, 2003) atau
dynamic capabilities (Teece et al., 1997; Zahra et al., 2006). Kapabilitas dinamis
45
adalah kapabilitas yang memungkinkan organisasi memperbaharui kapabilitas tipe
pertamanya sehingga menikmati manfaat jangka panjang (Protogerou,
Caloghirou, & Lioukas, 2011).
Hal ini digambarkan oleh Ambrosini and Bowman (2009) sebagai berikut:
Sumber : Ambrosini and Bowman (2009)
Gambar 2. 4 Kapabilitas Dinamis
Dari gambar diatas terlihat bahwa outcomes diperoleh sebagai hasil
pengubahan sumber daya / resource base oleh kapabilitas dinamis. Dengan kata
lain, sumber daya adalah output dari kapabilitas dinamis. Sedangkan kapabilitas
tipe ketiga adalah kapabilitas yang disebut dengan istilah meta-capabilities
(Collis, 1994) atau higher-order capabilities (Winter, 2003) yang merupakan
kapabilitas belajar untuk belajar (learning-to-learn).
Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa istilah kapabilitas dinamis sangatlah
beragam. Namun secara umum bisa dilihat bahwa kapabilitas dinamis terkait
dengan proses organisasi yang ditujukan untuk memperbarui sumber daya atau
kapabilitas tipe pertama organisasi.
46
Berdasarkan semua definisi tersebut setelah disesuaikan dengan obyek
penelitian, maka pada penelitian ini konstruk kapabilitas dinamis dinyatakan
sebagai kemampuan perusahaan untuk memperbarui sumberdaya yang
dimiliki serta mengelolanya melalui penginderaan strategis, membuat
keputusan tepat waktu, serta mengimplementasikan perubahan dalam
rangka meningkatkan kinerja perusahaan.
2.1.2.2. Pengukuran Kapabilitas Dinamis
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa terdapat beberapa kerangka
dimensi/sub variabel kapabilitas dinamis yang dikemukakan oleh literatur. Seperti
menurut Teece (2007) kapabilitas dinamis terdiri atas sensing, seizing and
reconfiguration. Menurut Helfat et al. (2007) kapabilitas dinamis terdiri atas
search, selection and deployment capacities. Menurut Barreto (2010), kapabilitas
dinamis terdiri atas empat dimensi/sub variabel yakni: kemampuan perusahaan itu
untuk merasakan perluang dan tantangan, membuat keputusan tepat waktu,
membuat keputusan yang berorientasi pasar, serta mengganti sumber daya.
Rufaidah and Sutisna (2015) dalam penelitian mereka tentang kapabilitas dinamis
di industri keatif fashion berbahan baku tekstil di Provinsi Jawa Barat
menggunakan tiga dimensi/sub variabel : peluang dan ancaman, kebiasaan baru
dan sistem baru. Sedangkan menurut Li and Liu (2014) dimensi/sub variabel
kapabilitas dinamis ada tiga: kapasitas penginderaan strategis, kapasitas
pengambilan keputusan tepat waktu dan kapasitas pengimplementasian
perubahan.
47
Berdasarkan uraian tersebut dan dengan menyesuaikan dengan obyek
penelitian, maka bisa diuraikan dimensi/sub variabel beserta indikator variabel
kapabilitas dinamis sebagai berikut :
1) Penginderaan Strategis
Penginderaan strategis adalah proses untuk mengembangkan peta kognitif,
merasakan dan menginterpretasikan stimulus atau perubahan terkait referensi
untuk secara efektif mencari dan menganalisis informasi dari lingkungan internal
dan eksternal. Hasil penelitian Cao (2011) terkait indikator untuk kemampuan
merasakan stimulus adalah: survei pasar, eksperimentasi, manajemen hubungan
dengan stakeholder, pencarian partner lokal yang tepat. Rufaidah and Sutisna
(2015) menggunakan indikator: melakukan tolok ukur (perbandingan dengan
perusahaan lain) baik yang sejenis produknya maupun tidak sejenis, melakukan
survei pasar, mencari tahu keluhan atau saran pelanggan, mempelajari pasar baru
melalui kemitraan (mempelajari peluang pasar yang baru melalui kemitraan
dengan pihak lain), menguji coba metode baru (menguji coba metode baru dalam
produksi atau memasarkan produk). Sedangkan Li and Liu (2014) menggunakan
indikator : merasakan perubahan lingkungan mendahului kompetitor, pertemuan
untuk mendiskusikan permintaan pasar, pemahaman dampak lingkungan internal
dan eksternal, merasakan potensi peluang dan tantangan, kepemilikan sistem
informasi.
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
penginderaan strategis adalah:
48
a. Perbandingan usaha dengan perusahaan lain
b. Diskusi tentang permintaan pasar
c. Memantau perubahan tren
2) Pengambilan Keputusan Tepat Waktu
Kapasitas pengambilan keputusan tepat waktu adalah proses untuk
menformulasikan, mengevaluasi dan memilih orientasi strategi yang secara tepat
waktu sesuai dengan perubahan lingkungan. Menurut Li and Liu (2014),
dimensi/sub variabel ini bisa diukur dengan indikator: penanganan konflik secara
cepat, pengambilan keputusan secara tepat waktu untuk menghadapi masalah
strategis, mengobati kekecewaan konsumen secara memuaskan dan rekonfigurasi
sumberdaya secara tepat waktu.
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
pengambilan keputusan tepat waktu adalah:
a. Kecepatan penanganan perbedaan pendapat
b. Penyelesaian ketidakpuasan pelanggan
3) Implementasian Perubahan.
Implementasian perubahan adalah kemampuan untuk mengeksekusi dan
mengkoordinasikan keputusan strategis dan perubahan perusahaan, yang
melibatkan beragam proses manajerial dan organisasional, tergantung pada sifat
dari tujuan dan tugas khusus yang dibutuhkan. Dimensi/sub variabel ini bisa
diukur dengan indikator: efisiensi perubahan strategis, kerjasama antar bagian
yang berbeda, saling membantu dalam implementasi perubahan strategis, adanya
49
sistem penghargaan dan pengendalian, kemampuan meningkatkan implementasi
perubahan strategis secara tepat waktu (Li & Liu, 2014). Sedangkan menurut
Protogerou et al. (2011), indikator bisa berupa: effective benchmarking, formulasi
sistemik untuk strategi jangka panjang, respon tepat waktu untuk perubahan
strategi, adaptasi fleksibel sumberdaya manusia terhadap teknologi dan perubahan
persaingan. Menurut Rufaidah and Sutisna (2015), indikator untuk sistem baru
meliputi: pembuatan standarisasi proses bisnis, penyusunan rencana bisnis secara
formal, pembuatan mekanisme pengelolaan pengetahuan dalam perusahaan dan
dengan para mitra perusahaan, penciptaan tim-tim kerja di dalam perusahaan,
penerapan sistem insentif yang sesuai dengan metode baru, penerapan fleksibilitas
perekrutan SDM.
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
kapasitas pengimplementasian perubahan adalah:
a. Sistem penghargaan karyawan
b. Sistem pengendalian karyawan
2.1.3. Manajemen Pengetahuan
2.1.3.1. Pengertian Manajemen pengetahuan
Di dalam literatur, terdapat beragam perspektif dalam memahami manajemen
pengetahuan. Ramadan, Dahiyat, Bontis, and Al-dalahmeh (2017) menyatakan
bahwa perspektif utama yang dipakai adalah melihat manajemen pengetahuan
sebagai sebuah aktivitas penciptaan pengetahuan yang terkait dengan konversi
dua jenis pengetahuan yakni tacit dan explicit. Hal ini sejalan dengan pendapat
50
Wang (2011), bahwa manajemen pengetahuan bisa didefinisikan berdasarkan
klasifikasi pengetahuan, seperti pengetahuan tacit dan explicit, know-what, know-
how, dan know-why.
Gao, Li, and Clarke (2008) menyatakan bahwa jenis pengetahuan tacit dan
explicit pertama kali diperkenalkan oleh Polanyi pada tahun 1966. Pengetahuan
explicit diterjemahkan sebagai pengetahuan yang terformalisasi dan tertulis,
diwujudkan dengan data, formula ilmiah, manual atau buku teks. Sedangkan
pengetahuan tacit, yaitu pengetahuan yang berbasis tindakan, tidak terformalisasi,
sangat personal dan sulit untuk ditransfer. Contoh definisi manajemen
pengetahuan berdasar perspektif ini dari Nonaka (1994) bahwa manajemen
pengetahuan merupakan “a systemic process of acquisition, organization and
communication of both tacit and explicit knowledge of individuals so that others
could benefit from it and become effective and productive in their work.” (Sebuah
proses yang sistematis untuk mengakuisisi, mengorganisasi dan
mengkomunikasikan baik pengetahuan yang bersifat tacit dan explicit individual
sehingga orang lain bisa memperoleh manfaat dan menjadi efektif dipekerjaan
mereka).
Pengklasifikasian pengetahuan dipandang penting karena beda klasifikasi akan
berbeda juga metode untuk me-retrieve, memperoleh, mentransfer dan
mengaplikasikannya (Wang, 2011). Sebagai contoh Nonaka, Toyama, and
Byosière (2001) mendeskripsikan bahwa kedua jenis pengetahuan diatas bisa
diciptakan melalui empat proses konversi yang lebih dikenal dengan istilah SECI:
Socialization, Externalization, Combination, dan Internalization.
51
Sumber : Nonaka et al. (2001)
Gambar 2. 5 Empat Mode Konversi Pengetahuan
1) Socialization (sosialisasi) : adalah sebuah proses penciptaan dan transfer
pengetahuan tacit melalui berbagi/sharing pengalaman. Karena
pengetahuan tacit bersifat spesifik, kontekstual, serta sulit untuk
diformalkan, maka penciptaan/sharing pengetahuan tacit menuntut agar
pihak yang memiliki pengetahuan yang sama melakukan aktivitas
bersama-sama seperti magang atau diskusi informal di luar jam kerja, atau
diskusi dengan konsumen, pemasok dan seterusnya. Karena sosialisasi
adalah proses yang sulit untuk dikelola, maka memerlukan kepercayaan
dan empati sehingga batasan individual bisa teratasi sehingga sharing bisa
terjadi.
2) Externalization (eksternalisasi) merupakan pengartikulasian pengetahuan
tacit menjadi pengetahuan explicit. Dari empat mode konversi
pengetahuan, eksternalisasi merupakan inti dari penciptaan pengetahuan
52
karena dari tahap inilah tercipta konsep baru dari yang sebelumnya bersifat
tacit. Bentuk tahap ini adalah seperti pembuatan manual pekerjaan.
3) Combination (kombinasi) : adalah proses menghubungkan elemen
pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit berikutnya yang lebih
komplek dan sistematis dibandingkan sebelumnya. Pengetahuan
dikombinasikan dan ditukar melalui beragam media seperti dokumen,
rapat, pembicaraan telpon dan diskusi melalui komputer.
4) Internalization (internalisasi) merupakan proses pengubahan pengetahuan
explicit menjadi tacit. Istilah lain adalah learning by doing. Melalui
internalisasi, pengetahuan yang tercipta dibagi keseluruh anggota
organisasi. Saat internalisasi terjadi, maka shared-mental model atau
technical know-how menjadi sebuah aset yang berharga.
Perspektif berikutnya menurut Ramadan et al. (2017) adalah melihat
manajemen pengetahuan sebagai sebuah kapabilitas struktural dan proses.
Kapabilitas struktural dalam artian structure, culture dan technology,
memfasilitasi upaya manajer untuk mengelola pengetahuan sebagai sebuah
sumber daya. Sebagaimana dirumuskan oleh Seleim and Khalil (2011) bahwa
manajemen pengetahuan adalah sebuah sistem atau kerangka yang
mengintegrasikan orang (people), proses (process) dan teknologi (technology)
untuk mencapai hasil yang secara terus menerus meningkatkan kinerja melalui
pembelajaran.
Sedangkan kapabilitas proses menurut Salojarvi et al. (2005) dalam Ramadan
et al. (2017) merujuk kepada rutinitas manajer dalam mengelola sumber daya
53
pengetahuan sebagai input yang perlu diakuisisi, dikembangkan dan dirubah
menjadi bentuk yang bermanfaat sehingga bisa memberi nilai bagi organisasi.
Kecenderungan literatur terkini menggunakan manajemen pengetahuan sebagai
proses pengelolaan sumber daya karena pendekatan ini mampu membuat
organisasi memperoleh manfaat terbesar dari sumber daya yang dimiliki tersebut.
Contohnya adalah seperti yang dikemukakan oleh American Productivity &
Quality Center (2016) merumuskan manajemen pengetahuan sebagai sekumpulan
strategi dan pendekatan untuk menciptakan, melindungi aset pengetahuan
sehingga aset tersebut bisa mengalir di organisasi pada orang dan waktu yang
tepat sehingga bisa diterapkan dan memberikan nilai bagi organisasi. Sejalan,
Inkinen (2016) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan upaya
dan tindakan secara sadar yang dilakukan oleh organisasi dan manajer untuk
mencapai tujuan organisasi melalui pengelolaan sumberdaya pengetahuan
perusahaan secara efektif dan efisien.
Davenport & Prusak (1998) di dalam Wang and Yang (2016) menyatakan
bahwa manajemen pengetahuan adalah “managing the corporation's knowledge
by means of a systematic and organizational specified process for acquiring,
organizing, sustaining, applying, sharing and renewing both tacit and explicit
knowledge by employees to enhance organization performance and create value”
(mengelola pengetahuan perusahaan secara lebih sistematis dan bersifat spesifik
proses organisasi melalui akuisisi, mengelola, mempertahankan, mengaplikasikan,
membagi dan memperbarui pengetahuan tacit dan explicit oleh karyawan untuk
meningkatkan kinerja organisasi dan menciptakan nilai).
54
Sigala and Chalkiti (2015) merumuskan manajemen pengetahuan sebagai “a
structured approach for creating, codifying, using, collecting, exchanging,
measuring and retaining knowledge for responding to environmental challenges
and creating additional value” (sebuah proses terstruktur untuk menciptakan,
mengkodifikasi, menggunakan, mengumpulkan, membagi, mengukur dan
mempertahankan pengetahuan untuk menjawab tantangan lingkungan dan
menciptakan nilai tambah).
Chang and Lin (2015) menyatakan bahwa “KM process is the generation,
representation, storage, transfer, transformation, application, embedding and
protection of organization knowledge” (proses manajemen pengetahuan adalah
menghasilkan, merepresentasikan, menyimpan, mentransfer, mentransformasi,
mengaplikasikan, merekatkan dan menjaga pengetahuan organisasi).
Tidak berbeda jauh, Alavi and Leidner, (2001) dan Zack, McKeen, Singh
(2009) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah sekumpulan proses
dimana pengetahuan diperoleh, dikembangkan, dikumpulkan, dibagi dan
dilindungi oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan uraian di atas dan menyesuaikan dengan obyek penelitian ini,
maka penelitian ini merumuskan konstruk manajemen pengetahuan sebagai
proses untuk memperoleh, mengembangkan, mensosialisasikan dan
menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah di pekerjaan serta
untuk mencapai tujuan organisasi.
55
2.1.3.2. Pengukuran Manajemen Pengetahuan
Penelitian tentang manajemen pengetahuan secara umum terbagi menjadi
dua bagian: yakni meneliti manajemen pengetahuan di perusahaan besar, atau di
perusahaan kecil dan menengah. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa proses
manajemen pengetahuan sebagaimana dilakukan pada perusahaan besar, juga
terjadi di IKM (Lee & Wong, 2015). Namun karena karakteristik perusahaan pada
IKM bersifat tidak formal, non birokrasi, memiliki struktur yang datar (flat) dan
sistem manajemen yang bersifat fleksibel (Daft, 2004; Edvardsson, 2006), maka
proses manajemen pengetahuan di IKM juga bersifat tidak formal seperti pada
perusahaan besar (Desouza & Awazu, 2006; Lee & Wong, 2015).
Pada tabel berikut juga disajikan berbagai proses manajemen pengetahuan
yang sering dijadikan sebagai dimensi/sub variabel manajemen pengetahuan itu
sendiri:
56
Tabel 2. 1
Dimensi/Sub Variabel Manajemen Pengetahuan
No Sumber Dimensi/Sub Variabel
1 Wang and Yang (2016) 1. Akumulasi
2. Berbagi
3. Penggunaan
4. Internalisasi
5. Penciptaan
2 Al Saifi (2015) 1. Penciptaan
2. Penyebaran
3. Pengaplikasian
3 Sigala and Chalkiti
(2015)
1. Akuisisi
2. Generasi dan kreasi
3. Kodifikasi
4. Penyimpnanan
5. Pembagian
6. Penggunaan
4 Chang and Lin (2015) 1. Penciptaan
2. Penyimpanan
3. Transfer
4. Aplikasi
5 Tuamsuk, Phabu, and
Vongprasert (2013)
1. Identifikasi, penciptaan dan akuisisi
2. Penyimpanan
3. Distribusi
4. Aplikasi
6 Wee and Chua (2013) 1. Penciptaan
2. Pembagian
3. Penggunaan kembali
7 Hsu and Sabherwal
(2012)
1. Akuisisi
2. Konversi
3. Aplikasi
8 Heisig (2009) 1. Penciptaan
2. Penyimpanan
3. Pendistribusian
4. Pengaplikasian
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
Terdapat banyak proses manajemen pengetahuan yang dikemukakan oleh
penulis di dalam literatur, namun berdasarkan konstruk definisi manajemen
pengetahuan di atas dan menyesuaikan dengan unit analisis, maka dimensi/sub
57
variabel manajemen pengetahuan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas
tiga:
1) Penciptaan pengetahuan (Knowledge creation)
Penciptaan pengetahuan melibatkan aktivitas akuisisi dan pengembangan
pengetahuan (Wu & Chen, 2014). Akuisisi pengetahuan adalah aktivitas untuk
memperoleh pengetahuan baru baik berupa data, informasi, maupun pengetahuan
(Hsu & Sabherwal, 2012), yang bisa dipergunakan untuk mengembangkan atau
menggantikan pengetahuan organisasi saat ini baik yang bersifat tacit maupun
explicit (Chang & Lin, 2015). Pengetahuan baru bisa diperoleh secara internal
maupun eksternal (Wu & Chen, 2014). Pengetahuan internal bisa diperoleh
melalui eksperimentasi maupun experiential learning. Sedangkan pengetahuan
eksternal bisa diperoleh dari konsumen, pemasok, kompetitor melalui kolaborasi
dan studi banding, termasuk melalui lembaga pendidikan dan pelatihan. Sehingga
bisa dikatakan bahwa proses akuisisi pengetahuan terutama terjadi melalui proses
sosial dan kolaboratif. Ketika pengetahuan diperoleh, maka perlu disimpan dalam
format yang mudah untuk ditelusuri lagi nantinya (Grover & Davenport, 2001;
Wu & Chen, 2014).
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang
diteliti, maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub
variabel penciptaan pengetahuan adalah:
a. Menghadiri acara pelatihan
b. Pencarian informasi dari sumber lainnya
c. Melakukan uji coba
58
2) Transfer pengetahuan (Knowledge transfer)
Transfer pengetahuan adalah aktivitas distribusi dan diseminasi pengetahuan,
dimana seseorang berbagi pengetahuan dan keterampilan dalam perusahaan
sehingga bisa digunakan atau dikonfigurasi ulang oleh pihak lain di dalam
organisasi. Perusahaan harus hati-hati dalam melakukan transfer karena kalau
tidak tepat, maka pengetahuan tacit bisa hilang dari organisasi. Tanpa adanya
transfer, maka dampak dari pengetahuan terhadap kinerja organisasi juga akan
sangat minim (Wu & Chen, 2014).
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
transfer pengetahuan adalah:
a. Menggali pengetahuan karyawan
b. Mendorong kegiatan berbagi pengetahuan
c. Menggunakan internet dan media sosial untuk berbagi pengetahuan
3) Aplikasi pengetahuan (Knowledge application)
Aplikasi pengetahuan adalah penggunaan pengetahuan untuk
mengembangkan kompetensi organisasi. Lebih jauh, pengetahuan bisa
diaplikasikan untuk mengubah perilaku, mengembangkan produk baru,
meningkatkan operational excellence, memperluas hubungan, mengubah kondisi
persaingan (Wu & Chen, 2014), pendefinisian ulang strategi, pemecahan masalah,
meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya (Chang & Lin, 2015),
pembelajaran masa lalu (Gold, Malhotra, & Segars, 2001).
59
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang
diteliti, maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub
variabel aplikasi pengetahuan adalah pemanfaatan:
a. Pengetahuan dari kesalahan masa lalu
b. Pengalaman masa lalu untuk penyelesaian masalah
c. Pengetahuan masa lalu untuk menciptakan penghematan.
2.1.4. Modal Intelektual
2.1.4.1. Pengertian Modal Intelektual
Dalam beberapa dekade belakangan ini, topik modal intelektual telah
menarik perhatian banyak pihak. Apalagi model bisnis saat ini cenderung
memanfaatkan sumberdaya yang bersifat tidak berwujud yang mampu
memberikan nilai ekonomis lebih besar kepada organisasi dibandingkan dengan
sumber daya yang berwujud. Sumber daya tidak berwujud diyakini memenuhi
kriteria VRIN yang mampu menopang upaya organisasi untuk meraih keunggulan
kompetitif (Barney, 1991). Hal ini tidak terkecuali dengan industri kreatif yang
mengandalkan usahanya kepada modal intelektual untuk menghasilkan produk
atau layanan yang dibutuhkan konsumennya.
Jika ditelusuri, terdapat beragam definisi literatur terhadap modal intelektual.
Pada dasarnya modal intelektual adalah elemen pengetahuan (knowledge) yang
bersifat statis (Kianto et al., 2014; Wu & Chen, 2014; Marzo, Stefano Zambon, &
Scarpino, 2016). Modal intelektual merupakan aset perusahaan yang bersifat
pasif, terukur, bisa dikelompokkan, serta memiliki potensi untuk memberikan
nilai tambah bagi perusahaan. Kianto et al. (2014, p. 364) lebih jauh
60
mendefinisikan modal intelektual sebagai “the sum of all of the intangible and
knowledge-related resources that an organization is able to use in its productive
processes in the attempt to create value” (Jumlah keseluruhan atas sumber daya
yang tidak berwujud beserta pengetahuan yang bisa digunakan organisasi dalam
proses produksinya dalam rangka menciptakan nilai).
Dost, Badir, Ali, and Tariq (2016) sependapat dengan hal itu dengan
mengatakan bahwa modal intelektual merupakan sumber daya yang tidak
berwujud yang bisa menyokong organisasi untuk meraih kinerja sukses yang
berkelanjutan. Modal intelektual merepresentasikan kombinasi aset atau
sumberdaya yang tidak berwujud, seperti pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman profesional, hubungan dengan pelanggan, informasi, database,
struktur organisasi, inovasi, nilai sosial, kepercayaan dan kejujuran (Khalique et
al., 2015).
Penulis lain seperti Singh and Rao (2016a) juga menyokong dengan
menyatakan bahwa modal intelektual merupakan sekumpulan sumber daya
pengetahuan organisasi yang bersumber baik dari dalam maupun luar organisasi
dimana komponennya terdiri atas: modal manusia, modal sosial dan modal
organisasional. Han and Li (2015) dengan merujuk pada literatur terdahulu
menyatakan bahwa modal intelektual adalah sekumpulan pengetahuan atau satu
set aspek perusahaan yang tidak berwujud yang dapat digunakan untuk mencapai
kinerja superior. Demikian juga dengan Wang and Chen (2013) yang mengatakan
modal intelektual sebagai sekumpulan pengetahuan yang digunakan perusahaan
untuk mencapai keunggulan kompetitif.
61
Berdasarkan uraian di atas dan menyesuaikan dengan fenomena yang terjadi di
obyek penelitian ini, merumuskan konstruk modal intelektual sebagai
sekumpulan pengetahuan yang melekat pada manusia, organisasi, relasional,
serta perilaku kewirausahaan yang memiliki potensi untuk mendukung
upaya perusahaan mencapai kinerja yang tinggi.
2.1.4.2. Pengukuran Modal Intelektual
Selain konsepsi modal intelektual yang beragam, pengelompokan modal
intelektual juga bervariasi. Buenechea-Elberdin (2017) melalui literatur review
atas jurnal terbitan Scopus, EBSCO, Web of Knowledge (WOK) and Google
Scholar dari 2006-2015 menemukan bahwa mayoritas artikel (40%)
menggunakan terminologi modal manusia, struktural dan relasional sebagai
dimensi/sub variabel dari modal intelektual. Jumlah artikel yang menggunakan
tiga terminologi tersebut, mengalahkan artikel yang menggunakan terminologi
yang digunakan oleh Nahapiet and Ghoshal (1998) bahwa modal intelektual
terdiri atas modal manusia, organisasional dan sosial. Variasi berikutnya adalah
sebagaimana yang dinyatakan oleh Díez, Ochoa, Prieto, and Santidrián (2010)
bahwa modal intelektual terdiri atas: modal manusia, organisasi dan relasional.
Lebih jauh Buenechea-Elberdin (2017) juga menemukan bahwa jumlah artikel
yang menggunakan terminologi manusia mencapai 21,18% artikel, struktural
(18.18%), sosial (11.82%), relasional (10.91%) and organisational (10%). Lebih
lanjut, perbandingan penggunaan dimensi/sub variabel modal intelektual dari
beberapa sumber disajikan pada tabel berikut:
62
Tabel 2. 2
Dimensi/Sub Variabel Modal Intelektual
No Sumber Dimensi/Sub Variabel
1 Bontis (1998); Bontis (1999); Claver-
Cortés, Zaragoza-Sáez, Molina-
Manchón, and Úbeda-García (2015); Han
and Li (2015); Vătămănescu, Andrei,
Dumitriu, and Leovaridis (2016);Vale,
Branco, and Ribeiro (2016);Engelman,
Fracasso, Schmidt, and Zen (2017);
Buenechea-Elberdin (2017)
1. Modal manusia
2. Modal struktural
3. Modal relasional
2 Nahapiet and Ghoshal (1998);
Subramaniam and Venkatraman
(2001);Youndt, Subramaniam, and Snell
(2004); Wang and Chen (2013); Singh
and Rao (2016a); Dost et al. (2016)
1. Modal manusia
2. Modal organisasional
3. Modal sosial
3 Stewart (1997); Díez et al. (2010);
Agostini, Nosella, and Filippini (2017)
1. Modal manusia
2. Modal organisasi
3. Modal relasional
4 Edvinsson and Malone (1997) 1. Modal manusia
2. Modal organisasional
3. Modal konsumen
5 Buenechea-Elberdin, Sáenz, and Kianto
(2017); Inkinen, Kianto, Vanhala, and
Ritala (2017)
1. Modal Internal
relasional
2. Modal Eksternal
relasional
3. Modal Manusia
4. Modal Struktural
5. Modal Kewirausahaan
6. Modal Kepercayaan
7. Modal Pembaruan
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
Tabel di atas mengkonfirmasi bahwa: 1. mayoritas literatur terkait modal
intelektual menggunakan istilah : modal manusia, modal struktural dan modal
relasional. 2. Berbeda dengan dua dimensi/sub variabel lainnya, istilah “modal
manusia” sebagai sebuah dimensi/sub variabel secara konsisten digunakan dalam
berbagai literatur. Sedangkan dimensi/sub variabel modal struktural dan modal
63
organisasional di dalam literatur sering digunakan secara bergantian. Hal ini
dikarenakan karakteristik keduanya yang relatif sama (Inkinen, 2015). Mengingat
mayoritas penulis di literatur menggunakan istilah modal struktural, maka
penelitian ini juga akan menggunakan istilah modal struktural.
Sedangkan istilah modal relasional, modal konsumen dan modal sosial
memiliki sedikit perbedaan. Modal sosial cenderung lebih merujuk pada kualitas
hubungan antar karyawan, sedangkan modal relasional lebih merujuk pada
hubungan dengan pihak eksternal (Buenechea-Elberdin, 2017; Engelman et al.,
2017) demikian juga dengan modal konsumen. Sesuai dengan fenomena yang
telah diuraikan pada bab terdahulu, maka modal relasional lebih tepat digunakan
pada penelitian ini.
Disamping itu, pada industri kecil dan menengah maka keberhasilan
perusahaan diduga dipengaruhi juga oleh modal kewirausahaan yang dimilikinya.
Oleh karena itu, empat dimensi/sub variabel yang akan digunakan pada penelitian
ini adalah : modal manusia, modal struktural, modal relasional dan modal
kewirausahaan.
1. Modal Manusia
Sebagaimana dinyatakan pada sub bab 2.1.1 di atas, bahwa inti dari industri
kreatif itu adalah kreativitas, keterampilan dan bakat manusia. Manusia adalah
pemilik kreativitas, keterampilan dan bakat, yang kemudian menjadi masukan
untuk proses kreatif yang terjadi sehingga menghasilkan produk/layanan. Oleh
karena itu patut diduga bahwa modal manusia merupakan elemen utama dari
modal intelektual pada industri kreatif.
64
Modal manusia itu sendiri bisa didefinisikan sebagai kombinasi pengetahuan,
keterampilan, pengalaman dan kapabilitas individu karyawan (Bontis, 2001), yang
bersifat mobile dan tidak bisa dimiliki oleh perusahaan (Agostini et al., 2017).
Modal manusia merupakan fondasi bagi dimensi/sub variabel modal intelektual
lainnya (Delgado-Verde et al., 2016). Modal manusia juga sangat menentukan
perkembangan perusahaan karena basis pengetahuan organisasi berasal dari
pengetahuan dan ide karyawan.
Subramaniam and Youndt (2005) mendefinisikan modal manusia sebagai
seluruh pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, termasuk kemampuan mereka
untuk menghasilkan pengetahuan, nilai dan sikap individu serta pengalaman.
Penulis lain, Fu, Ma, Bosak, and Flood (2016) menyatakan bahwa modal manusia
adalah pengetahuan yang melekat pada diri individu, yang bisa digunakan untuk
menghasilkan layanan yang berkualitas bagi konsumen. Karyawan yang
berkualitas akan mampu mendukung upaya perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan finansial.
Užienė (2015) memberikan definisi modal manusia yang tidak jauh berbeda
dengan penulis sebelumnya bahwa modal manusia merupakan faktor-faktor
seperti keterampilan karyawan, pengalaman, pendidikan, motivasi dan seterusnya.
Modal manusia ini tidak dimiliki oleh perusahaan melainkan dikontrol oleh
individu yang bekerja di perusahaan. Sejalan dengan di atas, Engelman et al.
(2017) mendefinisikan modal manusia sebagai pengetahuan karyawan baik yang
bersifat tacit maupun explicit, termasuk kemampuan mereka untuk menghasilkan
pengetahuan bagi perusahaan. Termasuk kedalam modal intelektual adalah nilai-
65
nilai, perilaku, sikap, pendidikan dan pelatihan, pengalaman, keterampilan,
kreativitas, fleksibilitas, toleransi terhadap ambiguitas, motivasi, kepuasan,
kemampuan belajar, loyalitas, dimana semuanya akan dibawa pergi oleh individu
saat mereka meninggalkan perusahaan.
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang
diteliti, maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub
variabel modal manusia adalah:
a. Pengalaman karyawan
b. Keterampilan karyawan
c. Pendekatan baru dalam pemecahan masalah
d. Kemampuan menangani persoalan tidak terduga
2. Modal Struktural
Berbeda dengan modal manusia, maka modal struktural lebih melekat dan
lebih bisa dikelola oleh perusahaan. Modal struktural adalah pengetahuan yang
sudah dikodifikasi, disimpan dan digunakan dalam bentuk database, prosedur
tertulis dan sistem informasi, termasuk juga lisensi dan budaya organisasi
(Buenechea-Elberdin, 2017). Modal struktural terdiri atas tempat penyimpananan
pengetahuan di dalam organisasi yang menjadi milik organisasi itu sendiri
(Agostini et al., 2017). Sedangkan Omerzel and Jurdana (2016) menyatakan
bahwa modal struktural adalah akumulasi pengetahuan yang tersimpan dalam
database, proceeding, paten, lisensi, merek, manual dan struktur organisasi. Modal
struktural merupakan modal intelektual yang akan tetap tinggal di dalam
organisasi meskipun individu sudah meninggalkan organisasi.
66
Modal struktural juga sering disebut dengan istilah memori organisasi, yakni
memori yang tersimpan di dalam database, manual dan paten yang bisa diakses
individu dan sekaligus mempertahankan pengetahuan organisasi (Carmona-
Lavado, Cuevas-Rodríguez, & Cabello-Medina, 2010). Memaknai memori
organisasi sebagai modal struktural, maka berarti memandang modal struktural
sebagai alat untuk berbagi pengetahuan (Dost et al., 2016), yang oleh Kianto et al.
(2014) dimasukkan sebagai bagian dari proses manajemen pengetahuan.
Sedangkan Aramburu and Sáenz (2011) merumuskan modal struktural sebagai:
“the set of intangibles of both an explicit and implicit, formal and informal
nature, which enable company activity to be structured and developed effectively
and efficiently. It encompasses elements such as organizational design,
organizational culture, organizational policies and guidelines, and strategy”.
(Sekumpulan sumber daya yang tidak berwujud baik eksplisit maupun implisit,
formal dan informal, yang memungkinkan aktifitas perusahaan disusun dan
dikembangkan secara efektif dan efisien. Modal struktural meliputi desain
organisasi, budaya organisasi, kebijakan dan panduan organisasi serta strategi).
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
modal struktural adalah:
a. Prosedur tertulis
b. Dokumentasi informasi
67
3. Modal Relasional
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa Delgado-Verde et al. (2016) berpendapat
bahwa modal manusia merupakan bagian paling penting dari modal intelektual.
Namun Martín de Castro, López Sáez, and Emilio Navas López (2004) and de
Leaniz and del Bosque (2013) berpendapat justru modal relasional sebagai bagian
terpenting dari modal intelektual, karena menjalankan peran kritis sebagai
penghubung dan jembatan antara pihak-pihak yang berbeda-beda.
Berbagai definisi di literatur bisa memberikan gambaran tentang peran modal
relasional tersebut. Vătămănescu et al. (2016) menyatakan bahwa modal
relasional merupakan hubungan perusahaan dengan pihak ekternal perusahaan
seperti stakeholder, konsumen, pemasok dan lain sebagainya. Dasar pemikiran
dari modal relasional adalah bahwa organisasi bukan merupakan sistem yang
tertutup, melainkan aktif dan terbuka serta dipengaruhi oleh lingkungan
(Hormiga, Batista-Canino, & Sánchez-Medina, 2011).
Modal relasional merupakan beragam keterkaitan dengan stakeholder seperti
kompetitor, universitas, pelanggan dan pemasok dan berbagai pihak lainnya
dimana hubungan ini memberikan akses terhadap sumber informasi yang berguna
bagi organisasi untuk menjalankan aktifitas dengan lebih efisien (Delgado-Verde
et al., 2016). Peneliti lain seperti Shih, Chang, and Lin (2010) dan Cabrita and
Bontis (2008) berargumen bahwa modal relasional adalah pengetahuan yang
tercipta dari hubungan dengan konsumen, pemasok, asosiasi industri dan
pemangku kepentingan lainnya yang bisa mempengaruhi hidup organisasi,
menciptakan nilai dan memperluas fungsi organisasi, memberikan daftar pihak
68
yang bisa diajak bekerjasama oleh perusahaan. Jaringan perusahaan dengan
beragam pihak bisa mencakup : perusahaan lain dalam satu grup, pasar dan
komersial (pesaing, klien/konsumen, perusahaan konsultansi/konsultan, pemasok
bahan baku, komponen, perangkat lunak dan laboratorium komersial), dan sektor
publik (universitas dan institusi pendidikan tinggi, lembaga riset publik) (OECD,
2005), serta asosiasi (BPS-Bekraf, 2016a).
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
modal relasional adalah:
a. Kemitraan dengan pasar dan komersial
b. Kemitraan dengan sektor publik
c. Kemitraan dengan asosiasi dan komunitas
d. Jumlah informasi
4. Modal Kewirausahaan
Modal kewirausahaan adalah perilaku kewirausahaan yang ditunjukkan oleh
anggota organisasi (Inkinen et al., 2017). Modal kewirausahaan merupakan
perwujudan kompetensi dan komitmen yang berkaitan dengan aktivitas
kewirausahaan (Erikson, 2002). Perusahaan yang berorientasi kewirausahaan
dicerminkan oleh perilaku manajemen yang cenderung terhadap inovasi yang
radikal, pengambilan keputusan yang proaktif dan pengambilan resiko (Alegre &
Chiva, 2013; Fernández-Mesa & Alegre, 2015). Modal kewirausahaan mendorong
inovasi dengan mendorong perusahaan keluar dari zona nyaman dan menjalankan
69
bisnis sebagaimana biasa menjadi pengambil resiko dan terdepan dalam
memperbaharui pengetahuan (Buenechea-Elberdin et al., 2017).
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang
diteliti, maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub
variabel modal kewirausahaan adalah:
a. Keberanian mengambil risiko
b. Kemampuan mengambil keputusan secara tegas
c. Kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis baru
2.1.5. Kinerja Inovasi
2.1.5.1. Pengertian Kinerja Inovasi
Sebelum merumukan pengertian kinerja inovasi, terlebih dahulu akan
dibahas pengertian kinerja dan inovasi sebagai dua istilah yang berbeda. Kinerja
adalah hasil akhir dari suatu kegiatan (Wheelen, Hunger, Hoffman, & Bamford,
2015). Inovasi adalah produksi atau kemunculan ide baru (Gupta, Tesluk, &
Taylor, 2007), pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru (Anderson,
Potočnik, & Zhou, 2014), dimata konsumen (Schumpeter, 1934). Sesuatu disebut
inovatif jika seseorang menambah nilai terhadap barang, jasa, proses, pemasaran,
sistem delivery dan kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan, namun juga bagi
stakeholder termasuk masyarakat (Müller et al., 2009). Inovasi bertujuan untuk
meningkatkan struktur dan proses bisnis internal serta menciptakan barang dan
jasa yang diperlukan oleh pasar (du Plessis, 2007). Yuan, Joe, Ding, and Lin
(2013) menyatakan bahwa inovasi bisa diraih melalui pengembangan produk
70
baru, reformasi metoda saat ini dan seterusnya. Senada dengan hal tersebut,
OECD (2005) mendefinisikan inovasi sebagai implementasi produk, proses,
metode pemasaran dan metode organisasi yang bersifat baru atau mengalami
perubahan yang sangat signifikan. Inovasi secara konsisten dinyatakan sebagai
adopsi ide atau perilaku baru bagi organisasi (Bon & Mustafa, 2013). Oleh sebab
itu inovasi tidak secara ekslusif adalah hasil dari R&D. Inovasi adalah proses
multidimensi, multi sumber, sebahagian besar lahir dari interaksi antara individu
dan organisasi (Suroso & Azis, 2015).
Dengan demikian maka kinerja inovasi bisa didefinisikan sebagai
pencapaian atau kesuksesan inovasi yang dilakukan oleh perusahaan sesuai
dengan target (Aryanto, Fontana, & Afiff, 2015). Penulis lain, Rijsdijk, Langerak,
and Jan Hultink (2011) berargumen bahwa kinerja inovasi adalah sejauh mana
sebuah produk baru mencapai target keuangan dan penjualan di pasaran.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penelitian ini merumuskan konstruk
kinerja inovasi sebagai hasil akhir dari aktivitas pengembangan dan
implementasi produk, metode penciptaan, pemasaran dan pengelolaan
organisasi, yang bersifat baru atau yang mengalami perubahan secara
signifikan.
2.1.5.2. Pengukuran Kinerja Inovasi
Terdapat beberapa pendapat tentang dimensi/sub variabel kinerja inovasi
di dalam literatur. Beberapa diantaranya disajikan pada tabel berikut ini:
71
Tabel 2. 3
Dimensi/Sub Variabel Kinerja Inovasi
No Sumber Dimensi/Sub Variabel
1 Singh and Smith (2004); OECD (2005);
Prajogo and Sohal (2006); Gunday,
Ulusoy, Kilic, and Alpkan (2011); CIC-
PPM Manajemen (2014)
1. Produk
2. Proses
3. Pemasaran
4. Organisasi
2 Chesbrough (2003); Chesbrough and
Crowther (2006); Chesbrough (2012);
Felin and Zenger (2014)
1. Terbuka
2. Tertutup
3 Torugsa and O’Donohue (2016) 1. Inkremental
2. Tranformatif
4 Newman, Prajogo, and Atherton (2016) 1. Ekploratori
2. Eksploitatif
5 Damanpour (1991); Yeh-Yun Lin and
Yi-Ching Chen (2007); Abrunhosa and
Sa (2008); Radas and Božić (2009)
1. Radikal
2. Inkremental
6 Van Auken, Madrid-Guijarro, and
Garcia-Perez-de-Lema (2008);
Damanpour, Walker, and Avellaneda
(2009); Rosenbusch, Brinckmann, and
Bausch (2011); Bon and Mustafa (2013)
1. Teknologi
2. Pemasaran
7 Singh and Smith (2004); Prajogo and
Sohal (2006); Müller et al. (2009);
Chapain, Cooke, De Propris, MacNeill,
and Mateos-Garcia (2010); Gunday et
al. (2011); Lee and Drever (2013)
1. Produk
2. Proses
8 Damanpour and Evan (1984); Madrid‐Guijarro, Garcia, and Van Auken
(2009)
1. Administratif
2. Teknikal
9 Azis and Osada (2010a, 2010b);
Anderson et al. (2014); Azis et al.
(2017)
1. Produk / perubahan kualitatif
atas produk saat ini
2. Proses
3. Sumber bahan baku
4. Organisasi Industri
10 Castañer and Campos (2002); Alcaide-
Marzal and Tortajada-Esparza (2007);
Galenson (2008)
Artistic innovation
11 Stoneman (2008); Nesta (2009) Soft Innovation
12 Protogerou, Kontolaimou, and
Caloghirou (2016)
1. Produk
2. Proses
3. Organisasi
4. Metode perlindungan
intellectual property Sumber: Diolah dari berbagai referensi
72
Berdasarkan sajian pada tabel di atas dan dengan mempertimbangkan obyek
penelitian, maka penelitian ini akan menggunakan : inovasi produk dan estetika,
proses, pemasaran, organisasi, sebagai dimensi/sub variabel variabel kinerja
inovasi pada penelitian ini.
Rincian ke-empat dimensi/sub variabel kinerja inovasi tersebut beserta
indikatornya diuraikan oleh sebagai berikut:
1. Inovasi produk dan Estetika.
Menurut OECD (2005), inovasi produk adalah pengenalan barang atau
jasa baru atau secara signifikan mengalami perubahan secara karakteristik dan
tujuan penggunaan (fungsionalitas). Termasuk ke dalam hal ini adalah
perubahan spesifikasi teknis, komponen atau bahan baku, penggunaan
software atau karakteristik fungsional tertentu. Inovasi produk (dan proses)
sangat erat kaitannya dengan inovasi teknologi perusahaan (OECD, 2005;
Stoneman, 2008). Definisi dari OECD (2005) ini banyak diadopsi untuk
pengukuran inovasi produk di berbagai tempat.
Namun demikian pada industri kreatif fashion, value sebuah produk tidak
diukur berdasarkan karakteristik dan fungsionalitas semata, namun juga
berdasarkan aspek estetika atau keindahan yang dimilikinya (Alcaide-Marzal
& Tortajada-Esparza, 2007). Aspek estetika tidak bisa dipisahkan dari produk
yang dihasilkan oleh industri kreatif fashion (Stoneman, 2008). Pengukuran
inovasi produk oleh OECD (2005), cenderung mengabaikan aspek estetika
dari produk yang dihasilkan oleh industri kreatif fashion (Stoneman, 2008).
73
Disamping itu, industri kreatif fashion juga merupakan industri tradisional.
Industri ini bisa digolongkan sebagai industri pemanfaat teknologi
(technology receiver) (Pavitt, 1984), dimana perubahan produk tidak serta
merta terkait dengan inovasi teknologi yang dimilikinya. Oleh sebab itu
pengunaan istilah dan indikator inovasi produk sebagaimana dikemukakan
oleh OECD (2005) tidak serta merta tepat untuk industri kreatif fashion.
Pengukuran inovasi produk oleh OECD (2005) mengabaikan aspek estetika
yang terkandung dari sebuah produk (Stoneman, 2008), serta terlalu fokus
pada aspek pemanfaatan teknologi. Oleh sebab itu, penelitian ini
menggunakan konstruk dimensi/sub variabel inovasi produk dan estetika
untuk menggambarkan pengenalan barang yang secara signifikan
menggunakan bahan baku yang baru atau memiliki nilai estetika yang mampu
memberikan nilai tambah meskipun secara fungsional tidak jauh mengalami
perubahan.
Berdasarkan definisi tersebut dan dengan menyesuaikan dengan obyek
penelitian, maka bisa diuraikan indikator dimensi/sub variabel ini sebagai
berikut :
1. Penggunaan bahan baku baru
2. Variasi tampilan produk baru
3. Desain unik yang dihasilkan
74
2. Inovasi proses adalah penggunaan metode produksi dan
logistik/distribusi/pengiriman produk dengan cara yang baru. Termasuk
kedalam hal ini adalah penggunaan teknik, peralatan ataupun perangkat lunak
(software) yang baru dalam hal produksi dan distribusi produk ke konsumen
(OECD, 2005).
Berdasarkan definisi tersebut, maka bisa diuraikan Indikator dimensi/sub
variabel ini sebagai berikut :
1. Metode produksi baru
2. Peralatan produksi baru
3. Metode logistik/distribusi/pengiriman produk baru
3. Inovasi Pemasaran adalah penggunaan metode marketing baru. Inovasi
pemasaran meliputi perubahan yang signifikan atas desain produk atau
pengemasan, penempatan, promosi produk dan penetapan harga (OECD,
2005). Menurut Stoneman (2008), inovasi pemasaran memang sudah mulai
menyentuh aspek desain produk atau pengemasan baru yang sangat dekat
dengan nilai estetika. Namun oslo manual keluaran OECD (2005) yang
menjadi guide bagi penelitian inovasi, tidak secara spesifik bicara tentang
produk baru dari industri yang output-nya secara alami memiliki nilai
estetika. Produk pada industri kreatif fashion memang secara alami sudah
mengandung nilai estetika, sehingga tidak terpisahkan antara produk dan
estetika itu sendiri. Di luar industri kreatif, aspek estetika bukan bagian yang
75
melekat pada produk itu sendiri, melainkan karakteristik tambahan yang
diberikan kepada produk dengan bobot dominan tetap pada fungsionalitasnya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka bisa diuraikan indikator dimensi/sub
variabel ini sebagai berikut :
1. Penggunaan kemasan baru
2. Metode penempatan produk di saluran penjualan baru
3. Media atau teknik promosi baru
4. Metode penetapan harga baru
4. Inovasi Organisasi adalah metode baru dalam menjalankan praktik bisnis
perusahaan, pengaturan tempat kerja atau hubungan ekternal dengan cara
baru (OECD, 2005).
Berdasarkan definisi tersebut, maka bisa diuraikan indikator dimensi/sub
variabel ini sebagai berikut :
1. Pengaturan tanggung jawab dan pengambilan keputusan
2. Pengaturan hubungan eksternal
2.1.6. Kinerja Perusahaan
2.1.6.1. Pengertian Kinerja Perusahaan
Meskipun banyak literatur yang menggunakan kinerja perusahaan sebagai
variabel dependennya, namun literatur tentang kinerja perusahaan masih belum
mempunyai konsensus terkait definisi, pemilihan indikator dan dimensi/sub
variabel dari kinerja perusahaan itu sendiri (Combs, Crook, & Shook, 2005).
Harris and Ogbonna (2001) merumuskan kinerja perusahaan sebagai capaian
76
prestasi yang diperoleh oleh sebuah perusahaan dalam rentang waktu tertentu.
Definisi ini menyiratkan bahwa kinerja dicapai oleh organisasi melalui sejumlah
aktivitas yang dilaksanakan dalam periode waktu tertentu. Sedangkan Combs et
al. (2005) mendefinisikan kinerja perusahaan sebagai ‘‘the economic outcomes
resulting from the interplay among an organization’s attributes, actions, and
environment” (Hasil ekonomis dari interaksi antara atribut, tindakan dan
lingkungan organisasi). Lebih jauh Combs et al. (2005) menyatakan bahwa
definisi kinerja perusahaan itu banyak menyangkut praktik pengukuran pada ilmu
manajemen stratejik. Sehingga kinerja perusahaan memiliki sinonim dengan
konsep kinerja keuangan atau kinerja ekonomi perusahaan di dalam ilmu
manajemen stratejik.
Definisi lain kinerja perusahaan adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh
Škrinjar, Bosilj‐ Vukšić, and Indihar‐ Štemberger (2008) yakni output aktual atau
hasil dari sebuah perusahaan yang diukur berdasarkan tujuan dan sasaran
perusahaan. Sejalan dengan definisi tersebut, Wheelen et al. (2015)
mendefinisikan kinerja sebagai hasil akhir dari aktivitas, dimana alat ukur dari
hasil akhir itu adalah sasaran strategis perusahaan sebagaimana yang sudah
ditetapkan pada saat perumusan strategi. Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa
definsi kinerja perusahaan menurut Wheelen et al. (2015) adalah capaian sasaran
strategis perusahaan melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan itu sendiri.
Santos and Brito (2012) menyatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sama
dengan konstruk lain yakni efektifitas organisasi. Kinerja perusahaan adalah
77
sebuah konstruk yang sempit, sementara efektifitas organisasi adalah konstruk
yang lebih luas. Kinerja perusahaan hanyalah salah satu bagian dari efektivitas
organisasi. Richard, Devinney, Yip, and Johnson (2009) memberikan elaborasi
yang lebih spesifik dengan menyatakan bahwa kinerja perusahaan meliputi tiga
area spesifik dampak perusahaan: a. kinerja keuangan (laba, return on assets,
return on investment, dan lain sebagainya), b. kinerja pasar produk (penjualan,
pangsa pasar dan lain sebagainya), dan c. tingkat pengembalian pemegang saham
(tingkat pengembalian saham total, nilai tambah ekonomi dan seterusnya).
Sedangkan efektifitas organisasi adalah konsep yang lebih luas yang mengungkap
kinerja organisasi ditambah outcome kinerja internal yang diasosiasikan dengan
operasi yang lebih efektif dan efisien dan ukuran eksternal yang lebih luas dari
sekedar valuasi ekonomi, seperti tanggung jawab sosial perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut serta disesuaikan dengan konteks penelitian ini,
maka konstruk kinerja perusahaan dirumuskan sebagai hasil akhir dari
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam waktu tertentu, yang
diukur dengan menggunakan standar-standar tertentu.
2.1.6.2. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Tidak terdapat konsensus bagaimana cara mengukur kinerja usaha kecil.
Umumnya penelitian fokus pada cara yang paling gampang untuk mengumpulkan
data (Wiklund, 1999 di dalam Nybakk, Vennesland, Hansen, & Lunnan, 2008).
Tabel berikut menyajikan dimensi/sub variabel yang dipakai pada penelitian
terdahulu sebagai dimensi/sub variabel dari kinerja perusahaan.
78
Tabel 2. 4
Dimensi/Sub Variabel Kinerja Perusahaan
No Sumber Dimensi/Sub Variabel
1 Harris and Ogbonna
(2001)
1. Finansial
2. Non Finansial
2 Jung and Hong (2008) 1. Soft performance
2. Hard performance
3 Richard et al. (2009) 1. Kinerja keuangan
2. Kinerja pasar produk
3. Tingkat pengembalian pemegang
saham
4 Wang et al. (2014);
Taherparvar et al. (2014)
1. Kinerja Operasional
2. Kinerja Keuangan
5 Wheelen et al. (2015) 1. Ukuran keuangan tradisional (misal:
Return on Investment (ROI)
2. Earning per Share (EPS)
3. Return on Equity (ROE) dan operating
cash flow
4. Shareholder value
5. Balanced scorecard
6 Khalique et al. (2015);
Kaplan and Norton
(1992)
1. Keuangan
2. Pelanggan
3. Proses Bisnis Internal
4. Pertumbuhan dan Pembelajaran
7 Wu and Chen (2014) 1. Operational excellence
2. Customer intimacy
3. Product leadership
4. Financial achievement
8 Best (2014) 1 Pelanggan
2 Keuangan
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
79
Berdasarkan dimensi/sub variabel terdahulu dan menyesuaikan dengan
obyek penelitian ini maka digunakan dua dimensi/sub variabel kinerja perusahaan
meliputi dua aspek yakni pelanggan dan keuangan. Dimensi/sub variabel tersebut
dipilih karena berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa
fokus utama IKM umumnya masih pada bagaimana mempertahankan agar
mampu merebut dan memuaskan pelanggan dengan baik sehingga mendapatkan
keuntungan. Sehingga esensi utamanya adalah pada penjualan dengan sebanyak
mungkin pelanggan dan perolehan laba.
Lebih jauh kedua dimensi/sub variabel tersebut diuraikan sebagai berikut:
1) Pelanggan
Saat perusahaan terlalu fokus pada profitabilitas dan kinerja keuangan, maka
perusahaan akan sangat mudah kehilangan pelanggan. Padahal kepuasan dan
retensi pelanggan merupakan faktor yang sangat penting bagi penciptaan
profitabilitas (Best, 2014). Pelanggan merupakan sumber cash-flow, sehingga
perusahaan harus paham bagaimana pelanggan mempengaruhi sebuah bisnis dan
laba yang diperolehnya (Kaplan & Norton, 1992). Semakin tinggi kepuasan
konsumen, maka laba juga akan semakin tinggi. Secara umum, konsumen yang
puas akan membeli secara berulang sehingga akan lebih banyak laba dibanding
konsumen yang tidak puas. Pelanggan yang puas juga akan meningkatkan retensi
pelanggan. Pada industri dimana pelanggan bisa dengan mudah berpindah, seperti
industri kreatif fashion, maka ketidakmampuan membuat pelanggan puas akan
menyebabkan kehilangan peluang untuk mendapatkan laba. Hal ini tentu saja
80
berbeda dengan industri yang menikmati captive market atau biaya yang
diasosiasikan dengan perpindahan produk besar (Best, 2014).
Beberapa penelitian terdahulu sudah memasukkan aspek pelanggan didalam
indikator pengukuran kinerja perusahaan. Taherparvar et al. (2014) menggunakan
ukuran: kepuasan konsumen, pengembangan layanan, manajemen biaya,
kecepatan respon, kinerja masa lalu dan manajemen perusahaan. Wang et al.
(2014) menggunakan indikator : kepuasan konsumen, peningkatan kualitas,
manajemen biaya, kecepatan respon dan produktivitas. Ngo and O'Cass (2013)
menggunakan service quality. (Niven, 2006) menguraikan banyak contoh
indikator pengukuran dimensi/sub variabel pelanggan dalam pengkuran kinerja,
seperti: kepuasan pelanggan, jumlah pelanggan, akuisisi pelanggan baru dan lain
sebagainya.
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang
diteliti, maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub
variabel operasional adalah:
1. Pertumbuhan pelanggan
2. Kepuasan pelanggan
2) Keuangan
Aspek keuangan memberi petunjuk apakah strategi, implementasi dan
pelaksanaannya di dalam perusahaan memberi kontribusi terhadap laba atau tidak.
Tujuan keuangan berhubungan dengan profitabilitas, return on capital employed
atau economic value added. Tujuan keuangan yang lain adalah pertumbuhan
pendapatan yang cepat atau terciptanya arus kas yang efektif (Rangkuti, 2011).
81
Penelitian terdahulu menggunakan total penjualan dan profitabilitas
sebagai indikator kinerja keuangan (Baker & Sinkula, 1999; Newbert, 2008; Ngo
& O'Cass, 2013). Sementara Wang et al. (2014) menggunakan indikator: tingkat
pengembalian investasi, tingkat pengembalian atas aset, tingkat pengembalian atas
penjualan, laba, pertumbuhan laba dan pertumbuhan penjualan. Kostopoulos,
Papalexandris, Papachroni, and Ioannou (2011) memakai ukuran tingkat
pengembalian atas penjualan dan aset. Prieto and Revilla (2006) memakai
indikator: tingkat pengembalian atas penjualan, pertumbuhan penjualan,
profitabilitas, peningkatan produktivitas kerja, dan penghematan biaya produksi
Berdasarkan kajian literatur dan telah disesuaikan dengan industri yang diteliti,
maka konstruk indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi/sub variabel
keuangan adalah:
1. Pertumbuhan penjualan
2. Penghematan biaya
3. Pertumbuhan laba
2.2. Posisi Penelitian
Berdasarkan kajian atas penelitian terdahulu, maka berikut ini disajikan hasil
kajian tentang persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya:
82
Tabel 2. 5
Persamaan dan Perbedaan
dengan Penelitian Terdahulu
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
1
Wei, Wu,
Cheung, and
Chiu (2011).
Knowledge
Resources,
Learning
Orientation and
Firm
Performance:
The mediating
effect of
organisational
capability.
Menguji pengaruh
sumber daya
pengetahuan
terhadap kinerja
perusahaan
melalui kapabilitas
organisasi
Metode:
Kuantitatif-
hierarchical
multiple
regression.
Objek:
Variabel:
sumber daya
pengetahuan,
orientasi
belajar,
kapabilitas
organisasi,
kinerja.
Kapabilitas
organisasi
memediasi
pengaruh
sumber daya
pengetahuan
dan orientasi
belajar terhadap
kinerja
perusahaan
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian.
2 Wu and Chen
(2014).
Knowledge
management
driven firm
performance: the
roles of business
process
capabilities and
organizational
learning.
Menentukan
model untuk
mengevaluasi nilai
manajemen
pengetahuan.
Metode:
Kuantitatif-
Partial least
squares
Objek:
Manufaktur
Variabel:
Aset
pengetahuan,
kapabilitas
proses
pengetahuan,
kapabilitas
proses bisnis,
pembelajaran
organisasi,
kinerja
perusahaan.
Sumber Daya
Pengetahuan
menjadi dasar
bagi kinerja
perusahaan
berbasis
manajemen
pengetahuan
melalui
mediator
kapabilitas
proses bisnis.
Persamaan:
Menguji
pengaruh Aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
3
Hsu and
Sabherwal
(2012).
Relationship
between
Intellectual
Capital and
Knowledge
Management:
An Empirical
Melihat bagaimana
modal intelektual
dan manajemen
pengetahuann
saling
mempengaruhi,
melihat
konsekuensi tiga
variabel
intervening
terhadap kinerja
Metode:
Kuantitatif
Objek:
Manufaktur
dan service
Variabel:
modal
intelektual,
manajemen
pengetahuan,
budaya
Modal
intelektual
mempengaruhi
kapabilitas
dinamis,
manajemen
pengetahuan
menfasilitasi
inovasi namun
bukan
kapabilitas
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
83
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
Investigation.
organisasi, melihat
pengaruh budaya
organisasi
terhadap modal
intelektual dan
manajemen
pengetahuan.
belajar,
kapabilitas
dinamis,
inovasi,
efisiensi,
kinerja
perusahaan
dinamis atau
modal
intelektual.
Budaya belajar
menfasilitasi
modal
intelektual dan
inovasi tapi
tidak
manajemen
pengetahuan,
kinerja
perusahaan
tergantung dari
efisiensi dan
inovasi tapi
tidak langsung
terhadap
kapabilitas
dinamis,
efisiensi tidak
tergantung
terhadap
konstruk
apapun di
penelitian
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
4
Hsu and Wang
(2012).
Clarifying the
Effect of
Intellectual
Capital on
Performance:
The Mediating
Role of Dynamic
Capability.
Menguji
bagaimana
kapabilitas
dinamis
memediasi
pengaruh modal
intelektual
terhadap kinerja
perusahaan.
Metode:
Kuantitatif-
Bayesian
regression
analysis
Objek:
high-
technology
firm
Variabel:
modal
intelektual,
kapabilitas
dinamis,
kinerja
perusahaan
Kapabilitas
dinamis hanya
memediasi
modal
struktural
terhadap
kinerja
perusahaan,
sementara
modal manusia
dan relasional
tidak dimediasi
sepenuhnya
oleh kapabilitas
dinamis
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
5
Hsu and Fang
(2009).
Intellectual
capital and new
product
development
performance:
Menguji hubungan
antara modal
intelektual,
kapabilitas belajar
organisasi dan
pengembangan
produk baru.
Metode:
Kuantitatif-
Partial Least
Squares
Objek:
design
industry
Modal manusia
dan modal
relasional
meningkatkan
pengembangan
produk baru
melalui
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
84
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
The mediating
role of
organizational
learning
capability.
Variabel:
Modal
intelektual,
kapabilitas
belajar
organisasi,
pengembang
an produk
baru.
kapabilitas
belajar
organisasi.
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
6
Hsu and
Sabherwal
(2011).
Relationship
between
Intellectual
Capital and
Knowledge
Management: An
Empirical
Investigation.
Menguji mediasi
kapabilitas
manajemen
pengetahuan
dalam pengaruh
modal intelektual
terhadap inovasi
dan kinerja
perusahaan.
Metode:
Kuantitatif-
Structural
Equation
Modeling
Objek:
public-listed
companies
Variabel:
Modal
intelektual,
manajemen
pengetahuan,
inovasi,
kinerja
perusahaan
Semua model
teoritis
didukung,
kecuali jalur
dari modal
manusia kepada
kapabilitas
perluasan
pengetahuan
tidak didukung,
modal manusia
mempunyai
hubungan
langsung yang
tidak diduga
terhadap
inovasi
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
7
Inkinen (2015).
Review of
empirical
research on
intellectual
capital and firm
performance.
Menganalisis
apakah modal
intelektual secara
sistematis
mempengaruhi
kinerja
perusahaan.
Metode:
Systematic
review
Objek:
Artikel
Variabel:
Modal
intelektual,
kinerja
perusahaan
Modal
intelektual
mempengaruhi
kinerja melalui
interaksi,
kombinasi dan
mediasi.
terdapat
hubungan yang
signifikan
antara modal
intelektual dan
kinerja inovasi.
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
8 Singh and Rao
(2016a). Effect
of intellectual
capital on
dynamic
capabilities.
Menguji pengaruh
modal intelektual
terhadap
kapabilitas
dinamis
Metode:
Kuantitatif -
Structural
equation
modelling
Objek: Bank
Variabel:
Modal
intelektual,
Modal manusia
dan modal
sosial
mempengaruhi
perkembangan
pembelajaran,
integrasi,
rekonfigurasi
dan kapabilitas
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
85
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
kapabilitas
dinamis
aliansi
manajemen
Modal
organisasi
penentu
kapabilitas
pembelajaran
dan integrasi
Pengaruh
modal manusia,
modal sosial
dan organisasi
berbeda
diberbagai
kapabilitas
dinamis
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
9 Hsiao et al.
(2011).
Knowledge
management
capacity and
organizational
performance: the
social
interaction view.
Menginvestigasi
hubungan antara
kapasitas
manajemen
pengetahuan dan
kinerja organisasi
melalui perspektif
interaksi sosial
Metode:
Kuantitatif -
Regression
analysis
Objek: Bank
Variabel:
Kapasitas
manajemen
pengetahuan,
kinerja
organisasi,
interaksi
sosial
Kapasitas
manajemen
pengetahuan,
akuisisi dan
diseminasi, dan
faktor
komunikasi
dari interaksi
sosial positif
mempengaruhi
kinerja.
Interaksi sosial
melengkapi atau
memiliki
interaksi
sinergis dengan
kapasitas
manajemen
pengetahuan
terhadap Kinerja
perusahaan.
Persamaan:
Menguji
pengaruh aset
tidak berwujud
terhadap
kinerja melalui
kapabilitas
yang dimiliki
organisasi
Perbedaan:
variabel,
objek, metode
penelitian
10 Chien and Tsai
(2012). Dynamic
capability,
knowledge,
learning, and
firm
performance.
Mengaplikasikan
kerangka
kapabilitas
dinamis untuk
menjelaskan
kenapa manajer
toko dalam satu
rantai bisnis
memiliki kinerja
yang berbeda
Metode:
Kuantitatif -
structural
equation
modeling
Objek:
fast-food
restaurant
Variabel:
Sumber daya
Kapabilitas
dinamis
meningkatkan
kinerja
organisasi
Persamaan:
Menguji
pengaruh
kapabillitas
dinamis
terhadap
kinerja
perusahaan
Perbedaan:
86
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
pengetahuan,
mekanisme
pembelajar-
an,
kapabilitas
dinamis,
kinerja
perusahaan
Variabel,
objek, metode
penelitian
11 Li and Liu
(2014). Dynamic
capabilities,
environmental
dynamism, and
competitive
advantage:
Evidence from
China.
a. Mendefinisika
n kapabilitas
dinamis,
b. Mengekplora-
si hubungan
kapabilitas
dinamis,
keunggulan
bersaing dan
peran
dinamisme
lingkungan
Metode:
Kuantitatif -
Objek:
Manufaktur
Variabel:
Kapabilitas
dinamis,
keunggulan
bersaing,
dinamisme
lingkungan
Kapabilitas
dinamis
mempengaruhi
keunggulan
bersaing, dan
dinamisme
lingkungan
merupakan
driver dan buka
moderator.
Persamaan:
Mendefenisika
n kapabillitas
dinamis
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
12 Rhee, Park, and
Lee (2010).
Drivers of
innovativeness
and performance
for innovative
SMEs in South
Korea:
Mediation of
learning
orientation.
Menginvestigasi
hubungan antara
driver
innovativeness dan
efek mediasi
orientasi belajar
Metode:
Kuantitatif -
structural
equation
modeling
Objek:
technology-
innovative
Variabel:
Orientasi
pasar,
orientasi
kewirausaha-
an, orientasi
belajar,
innovative-
ness
Orientasi
Belajar
secara
signifikan
mempengaruhi
innovativeness
dan berdampak
kepada Kinerja
Inovasi.
Persamaan:
Mendefenisi-
kan orientasi
belajar
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
13 Saunders, Gray,
and Goregaokar
(2014). SME
innovation and
learning: the
role of networks
and crisis events.
Mempelajari
bagaimana UKM
belajar dan
berinovasi
Metode:
Mixed
method study
Objek: UKM
Variabel:
Orientasi
kewirausaha-
an, orientasi
belajar.
UKM memiliki
komitmen yang
kuat untuk
belajar dan
memiliki visi
bersama.
Persamaan:
Meneliti
orientasi
belajar
Perbedaan:
Variabel,
objek.
87
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
14 Khalique et al.
(2015).
Intellectual
capital in small
and medium
enterprises in
Pakistan.
Mengevaluasi
hubungan antara
sub komponen
modal intelektual
dan kinerja
organisasi
Metode:
Kuantitatif -
multiple
regression
analysis
Objek:
Manufaktur
Variabel:
Sub
komponen
modal
intelektual,
kinerja
organisasi.
Secara
keseluruhan,
sub komponen
modal
intelektual
mempengaruhi
kinerja
organisasi,
kecuali untuk
modal manusia.
Persamaan:
Meneliti
pengaruh
modal
intelektual
terhadap
kinerja
perusahaan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian.
15 Kianto, A.,
Antonio Lerro,
D. R. L. D.,
Ritala, P.,
Spender, J.-C.,
& Vanhala, M.
(2014). The
interaction of
intellectual
capital assets
and knowledge
management
practices in
organizational
value creation.
Menyusun sebuah
model teoritis
yang
menggambarkan
keterkaitan antara
modal intelektual
dan proses
manajemen
pengetahuan serta
kinerja
perusahaan.
Metode:
Conceptual
study
Objek:
Artikel
Variabel:
Modal
intelektual,
proses
manajemen
pengetahuan,
kinerja
perusahaan
Penciptaan nilai
organisasi
berdasarkan
aset statis dan
dinamis dari
aspek
pengetahuan
organisasi
dalam berbagai
kombi nasi.
Persamaan:
Meneliti
interaksi
modal
intelektual dan
manajemen
pengetahuan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
16 Andreeva and
Garanina (2016).
Do all elements
of intellectual
capital matter
for
organizational
performance?
Evidence from
Russian context.
Memberikan
wawasan empiris
terkait hubungan
elemen modal
intelektual dengan
kinerja
perusahaan.
Metode:
Kuantitatif -
factor and
regression
analyses
Objek:
Manufaktur
Variabel:
Modal
intelektual,
kinerja
perusahaan.
Modal
struktural dan
manusia secara
positif
mempengaruhi
kinerja
perusahaan,
namun modal
relasional tidak.
Persamaan:
Meneliti
pengaruh
modal
intelektual
terhadap
kinerja
perusahaan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian.
17 Agostini et al.
(2017). Does
intellectual
capital allow
improving
innovation
performance? A
Menganalisis
apakah terdapat
perbedaan kinerja
inovasi pada
perusahaan yang
berbeda Modal
Intelektualnya.
Metode:
Kuantitatif -
confirmatory
factor
analysis and
a cluster
analysis
Modal
intelektual
mempengaruhi
kinerja inovasi
baik radikal
maupun
inkremental.
Persamaan:
Meneliti
pengaruh
modal
intelektual
terhadap
kinerja
88
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
quantitative
analysis in the
SME context.
Objek:
machinery
industry
Variabel:
Modal
intelektual,
kinerja
perusahaan.
perusahaan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
18 Delgado-Verde
et al. (2016).
Intellectual
capital and
radical
innovation:
Exploring the
quadratic effects
in technology-
based
manufacturing
firm.
Menguji pengaruh
akumulasi modal
intelektual
terhadap inovasi
radikal
Metode:
Kuantitatif –
Analisis
Regresi
Linier
Objek:
manufaktur
Variabel:
Modal
intelektual,
inovasi
radikal
Hubungan
antara modal
sosial dan
inovasi radikal
bersifat
eksponensial.
Hubungan
antara modal
sosial dan
inovasi radikal
bersifat linier.
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
19 Wang et al.
(2014).
Knowledge
Sharing,
Intellectual
Capital and
Firm
Performance.
Untuk
menginvestigasi
dampak
berbagi
pengetahuan
terhadap kinerja
perusahaan dan
peran mediasi
modal intelektual.
Metode:
Kuantitatif –
Structural
equation
modeling
Objek: high
technology
firm
Variabel:
Berbagi
pengetahuan,
modal
intelektual,
kinerja
organisasi
Berbagi
pengetahuan
yang bersifat
tacit dan
explisit
memberi
pengaruh yang
berbeda
terhadap modal
intelektual dan
kinerja
organisasi.
Modal
intelektual
memediasi
hubungan
antara berbagi
pengetahuan
dengan kinerja
organisasi
Persamaan:
Meneliti
manajemen
pengetahuan,
modal
intelektual,
kinerja
organisasi
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
20 Užienė (2015).
Open
Innovation,
Knowledge
Flows and
Intellectual
Capital.
Mendiskusikan
hubungan antara
inovasi terbuka,
aliran pengetahuan
dan modal
intelektual
Metode:
Literatur
Review
Objek:
Artikel
Variabel:
Inovasi
terbuka,
Modal
relasional
memegang
peranan penting
dalam
hubungan
inovasi terbuka
dan modal
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual dan
aliran
pengetahuan
Perbedaan:
89
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
aliran
pengetahuan,
modal
intelektual
intelektual.
Aliran
pengetahuan
berperan
sebagai
mediator dalam
hubungan
inovasi terbuka
dan modal
intelektual.
Variabel,
objek, metode
penelitian
21
Engelman et al.
(2017).
Intellectual
capital,
absorptive
capacity and
product
innovation.
Mempelajari
pengaruh modal
intelektual
terhadap daya
serap (absobtive
capacity) dan
dampaknya
terhadap inovasi
produk
Metode:
Kuantitatif -
structural
equation
modeling
Objek:
Multiindustri
Variabel:
Modal
intelektual,
daya serap,
inovasi
produk
Modal
intelektual
mempengaruhi
daya serap dan
berdampak
terhadap
inovasi produk
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
22 Dost et al.
(2016). The
impact of
intellectual
capital on
innovation
generation and
adoption.
Mengukur
pengaruh terpisah
dan bersama-sama
antara komponen
modal intelektual
dengan penciptaan
dan adopsi inovasi
Metode:
Kuantitatif –
Analisis
Regresi
Objek:
Manufaktur
Variabel:
Modal
intelektual,
inovasi
Modal
organisasi
berpengaruh
positif terhadap
adopsi inovasi.
Modal sosial
berpengaruh
terhadap
penciptaan dan
adopsi inovasi
Modal manusia
tidak
berpengaruh
terhadap
penciptaan
inovasi.
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
23 Omerzel and
Jurdana (2016).
The influence of
intellectual
capital on
innovativeness
and growth in
tourism SMEs:
Menguji pengaruh
setiap elemen
modal manusia
terhadap inovasi
dan dampaknya
terhadap kinerja
perusahaan.
Metode:
Kuantitatif –
multivariate
data analyses
Objek:
tourism
Variabel:
Modal
Semua elemen
modal
intelektual
berpengaruh
terhadap
inovasi dan
berdampak
terhadap
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual dan
kinerja
perusahaan
Perbedaan:
90
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
empirical
evidence from
Slovenia and
Croatia.
intelektual,
inovasi
kinerja
perusahaan
Variabel,
objek, metode
penelitian
24 Seleim and
Khalil (2011).
Understanding
the knowledge
management‐intellectual
capital
relationship: a
two‐ way
analysis.
Menguji secara
empiris hubungan
antara manajemen
pengetahuan dan
modal intelektual.
Metode:
Kuantitatif –
multivariate
data analyses
Objek:
Perusahaan
Software
Variabel:
Modal
intelektual,
manajemen
pengetahuan
Tiga pola
hubungan
antara modal
intelektual dan
manajemen
pengetahuan:
1. Satu arah -
pengaruh
manajemen
pengetahuan ke
modal
intelektual
2. Satu arah -
pengaruh
modal
intelektual ke
manajemen
pengetahuan
3. Dua arah –
saling
mempengaruhi
antara modal
intelektual dan
manajemen
pengetahuan
Persamaan:
Meneliti
modal
intelektual dan
manajemen
pengetahuan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
25 Inkinen (2016).
Review of
empirical
research on
knowledge
management
practices and
firm
performance.
Meneliti pengaruh
praktik manajemen
pengetahuan
terhadap kinerja
perusahaan
Metode:
Literature
Review
Objek:
Artikel
Variabel:
Manajemen
pengetahuan,
kinerja
perusahaan
Praktik
manajemen
pengetahuan
mempengaruhi
inovasi.
Praktik
manajemen
pengetahuan
memediasi
pengaruh
karakter
pemimpin
terhadap
kinerja
perusahaan
Persamaan:
Meneliti
praktik
manajemen
pengetahuan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
91
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
26
Chang and Lin
(2015). The role
of organizational
culture in the
knowledge
management
process.
Menguji pengaruh
antara budaya
organisasi
terhadap proses
manajemen
pengetahuan
Metode:
Kuantitatif -
structural
equation
modeling
Objek:
Perusahaan
IT
Variabel:
Budaya
organisasi,
manajemen
pengetahuan.
Budaya
berorientasi
pekerjaan
positif
mempengaruhi
monat
karyawan
terhadap
manajemen
pengetahuan
Persamaan:
Meneliti
praktik
manajemen
pengetahuan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
27 Ramadan et al.
(2017).
Intellectual
capital,
knowledge
management and
social capital
within the ICT
sector in Jordan.
Secara empiris
menginvestigasi
peran modal sosial
sebagai media
antara manajemen
pengetahuan
dengan modal
intelektual
Metode:
Kuantitatif -
Objek:
Perusahaan
IT
Variabel:
Budaya
organisasi,
manajemen
pengetahuan
Pendokumenta-
sian dan
transfer
Pengetahuan
menunjukkan
pengaruh
terbesar
terhadap modal
intelektual.
Persamaan:
Meneliti
manajemen
pengetahuan
dan modal
intelektual
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
28 Al Saifi (2015).
Positioning
organisational
culture in
knowledge
management
research.
Menyusun sebuah
model konseptual
yang
menggambarkan
dampak budaya
organisasi
terhadap
manajemen
pengetahuan.
Metode:
Literature
review
Objek:
Artikel
Variabel:
Budaya
organisasi,
manajemen
pengetahuan
Model
keterkaitan
antara budaya
organisasi dan
manajemen
pengetahuan
Persamaan:
Meneliti
manajemen
pengetahuan
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
29 Barreto (2010).
Barreto, I.
(2010). Dynamic
Capabilities: A
Review of Past
Research and an
Agenda for the
Future.
Review bermacam
aliran dalam
kapabilitas
dinamis,
mengidentifikasi
kelemahan dan
tantangan yang
dihadapi serta
menyarankan
konsep baru
terhadap
kapabilitas
dinamis.
Metode:
Literature
review
Objek:
Artikel
Variabel:
Kapabilitas
dinamis
Konsep baru
terhadap
kapabilitas
dinamis
Persamaan:
Meneliti
tentang
kapabilitas
dinamis
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
92
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
30 Han and Li
(2015). Effects of
intellectual
capital on
innovative
performance:
The role of
knowledge-
based dynamic
capability.
Menunjukkan
hubungan antara
modal intelektual
dan kinerja inovasi
dan melihat
kondisi dan
batasan hubungan
antara keduanya
dari perspektif
kapabilitas
dinamis berbasis
pengetahuan.
Metode:
Kuantitatif -
regression
analysis
Objek:
Multi-
industri
Variabel:
Modal
intelektual,
Kapabilitas
dinamis
berbasis
pengetahuan,
kinerja
inovasi
Modal
intelektusal
secara positif
mempengaruhi
kinerja inovasi.
Kapabilitas
Dinamis
berbasis
pengetahuan
tidak
sepenuhnya
menjadi
mediator dalam
hubungan
antara modal
intelektual
dengan kinerja
inovasi.
Persamaan:
Meneliti
tentang modal
intelektual dan
kapabilitas
dinamis
Perbedaan:
Variabel,
objek, metode
penelitian
31 Granados et al.
(2017). How do
creative
industries
innovate? A
model proposal
Menyusun model
teoritikal proses
inovasi di industri
kreatif
Metode:
Literature
review
Objek:
Industri
Kreatif
Variabel:
Proses
inovasi
Tersusunya
model yang
menjelaskan
bagaimana
terjadinya
inovasi dan
praktek
manajemen
yang umumnya
digunakan.
Persamaan:
Meneliti
tentang inovasi
di industri
kreatif
Perbedaan:
metode
penelitian
32 Liu (2017b).
Examining
social capital,
organizational
learning and
knowledge
transfer in
cultural and
creative
industries of
practice
Menguji hubungan
antara modal
sosial,
pembelajaran
organisasi dan
transfer
pengetahuan di
Industri Kreatif
Metode:
Kuantitatif -
structural
equation
modelling
Objek:
Industri
Kreatif
Variabel:
Modal sosial,
pembelajaran
organisasi,
transfer
pengetahuan
Pembelajaran
organisasi
berperan
penting
menghubungka
n modal sosial
dan transfer
pengetahuan.
Persamaan:
Meneliti
tentang modal
sosial,
pembelajaran
organisasi dan
transfer
pengetahuan di
Industri
Kreatif
Perbedaan:
Variabel
33 Azis et al.
(2017). A Model
of Managing
Innovation of
SMEs in
Menyusun model
manajemen
inovasi dengan
mengidentifikasi
faktor kunci
Metode:
Kualitatif –
Case study
Objek:
Industri
Sebuah model
dengan tiga
tahapan
pengelolaan
inovasi di
Persamaan:
Meneliti
tentang inovasi
di industri
kreatif
93
Lanjutan table 2.5
No Penelitian
terdahulu
Tujuan
Penelitian
Metode,
Objek dan
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian ini
Indonesian
Creative
Industries
kesuksesan di
industri kreatif
Kota Bandung,
Indonesia
Kreatif
Variabel:
Tiga tahapan
manajemen
inovasi :
tahap ide,
tahap
produksi,
komersia-
lisasi
industri kreatif
Perbedaan:
Variabel,
metode
penelitian
34 Azis, Kartini,
Bernik, and
Harsanto (2014).
Managing
Innovation in
Creative
Industries for
Increasing
Competitiveness:
Case Study of
Companies at
Bandung -
Indonesia
Mengidentifikasi
kunci sukses
inovasi dalam
rangka
mengakselerasi
peningkatan daya
saing industri
kreatif.
Metode:
Kualitatif –
Case study
Objek:
Industri
Kreatif
Variabel:
Kunci sukses
inovasi
Beberapa kunci
sukses inovasi:
kombinasi dan
Reverse
Thinking,
konsep
pengembangan
komunitas,
manuasia yang
kreatif, value
for consumers,
komunikasi
word of mouth
communi-
cation, dan
semangat
entrepreneur-
ship.
Persamaan:
Meneliti
inovasi di
industri kreatif
Perbedaan:
Variabel,
metode
penelitian
35 Utami and Lantu
(2014).
Development
Competitiveness
Model for Small-
Medium
Enterprises
among the
Creative
Industry in
Bandung
Membangun
model daya saing
bagi UKM
terutama industri
kreatif di
Bandung.
Metode:
Kualitatif
Objek:
Industri
Kreatif
Variabel:
Daya saing
Daya saing
terdiri atas tiga
dimensi/sub
variabel:
potensi, proses
dan kinerja
Persamaan:
Meneliti
tentang
industri kreatif
Perbedaan:
Variabel,
metode
penelitian
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
Berdasarkan hasil kajian atas penelitian terdahulu maka state of the art
penelitian ini bisa dilihat secara konsep dan metodologi, sebagai berikut:
94
1. Secara konsep
a. Literatur terdahulu di bidang manajemen sumber daya manusia stratejik
sudah melakukan kajian terkait variabel-variabel yang mempengaruhi
kinerja inovasi dan kinerja perusahaan. Kajian-kajian tersebut
menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya adalah teori resource
based view (RBV), knowledge based view (KBV) dan dynamic
capabilities (DC) sebagai teori antara/mid range theory. Namun
sayangnya penelitian terdahulu tersebut cenderung berjalan secara paralel
dan parsial. Sehingga menyisakan pertanyaan terkait mekanisme teori
RBV, KBV dan DC mempengaruhi kinerja inovasi dan kinerja
perusahaan. Penelitian ini menjelaskan mekanisme dimaksud dengan
mengkaitkan teori RBV, KBV dan DC untuk membuktikan dan
menganalisis pengaruhnya terhadap kinerja inovasi dan kinerja
perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka kebaruan penelitian ini adalah
penggabungan tiga teori: RBV, KBV dan DC di dalam satu penelitian
untuk menjelaskan variabel yang mempengaruhi kinerja inovasi dan
kinerja perusahaan.
b. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa modal intelektual merupakan
anteseden bagi kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan dalam
rangka mencapai kinerja inovasi dan kinerja perusahaan. Namun penelitian
terdahulu tersebut menghasilkan temuan yang kontradiktif sehingga
memunculkan senjang penelitian (research gap). Pada penelitian ini
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan diprediksikan sebagai
95
variabel yang memperbarui/mempengaruhi modal intelektual. Dengan kata
lain, penelitian ini memprediksikan modal intelektual sebagai output /
konsekuen dari kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan. Sebagai
konsekuensinya, maka modal intelektual juga diprediksikan akan menjadi
mediasi pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi.
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan peneliti dengan 35 penelitian
terdahulu, belum ada teori yang secara mapan menyatakan bahwa modal
intelektual merupakan mediasi kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan terhadap kinerja inovasi, sehingga hal ini merupakan suatu
kebaruan. Sedangkan kinerja inovasi dipandang sebagai mediasi
kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual pada
kinerja perusahaan. Dengan demikian penelitian ini tidak dimaksudkan
untuk mengkonfirmasi secara utuh suatu teori tertentu yang sudah mapan,
melainkan melakukan rekonfigurasi dan memprediksi hubungan antar
variabel yang dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan
berdasarkan fenomena lapangan sekaligus mengisi senjang penelitian
terdahulu. Dalam hal ini penelitian ini lebih berorientasi pendugaan dan
pengujian parameter, bukan pengujian model yang sudah dibentuk oleh
teori yang mapan.
96
2. Secara Metodologi
a. Berdasarkan perbandingan dengan 35 literatur terdahulu, terlihat bahwa
mayoritas penelitian terdahulu dilakukan pada industri yang mengalami
dinamika teknologi yang cepat seperti industri teknologi informasi (TI)
dan perbankkan. Hal ini didorong oleh pendapat yang menyatakan bahwa
dampak kapabilitas dinamis akan menjadi sangat besar terhadap inovasi
pada industri yang mengalami perubahan teknologi. Selain itu juga
terdapat penelitian yang dilakukan di industri manufaktur, perbankkan,
fast-food (makanan cepat saji), dan tourism (pariwisata). Sedangkan
penelitian khusus pada industri kreatif fashion produk tekstil belum pernah
dilakukan. Padahal, meskipun Pavitt (1984) menyatakan bahwa industri ini
hanyalah sebagai technology receiver, industri kreatif fashion adalah
industri yang sarat dengan dinamisme lingkungan, inovasi adalah sebuah
rutinitas dan bersandarkan pada pengetahuan manusia. Sehingga industri
ini layak diteliti lebih jauh dengan menggunakan variabel dan teori
sebagaimana disampaikan sebelumnya.
b. Penelitian ini menggunakan dimensi/sub variabel dan indikator
pengukuran yang dikembangkan berdasarkan pada penelitian terdahulu,
dan kemudian secara kritis disesuaikan dengan karakteristik industri yang
menjadi obyek penelitian ini. Secara spesifik, penelitian ini menggunakan
dua dimensi/sub variabel baru yakni dimensi/sub variabel modal
kewirausahaan pada variabel modal intelektual, dan dimensi/sub variabel
produk dan estetika pada variabel kinerja inovasi. Sehingga secara
97
metodologi, penelitian ini memiliki kebaruan dari sisi penggunaan
dimensi/sub variabel dan juga indikator pengukuran.
c. Mayoritas penelitian terdahulu melakukan analisis dengan teknik
covariance based structural equation modeling (SEM) ataupun regresi.
Berbeda dengan penelitian terdahulu dan sekaligus menyesuaikan orientasi
prediksi dan jenis data yang tersedia (data ordinal), maka penelitian ini
menggunakan teknik variance based structural equation modeling (SEM)
atau lebih dikenal dengan istilah Partial Least Square (PLS).
Berdasarkan uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa baik secara secara konsep
maupun metodologi, penelitian ini memiliki kebaruan. Jika state of the art
penelitian ini dipetakan pada matrik konsep dan metodologi (Sucherly, 2016),
dimana sebuah penelitian bisa dikelompokkan atas 4 posisi:
1. Invention (memiliki kebaruan dari sisi konseptual dan metodologi)
2. Innovation (memiliki kebaruan dari sisi konseptual, tapi tidak dari sisi
metodologi)
3. Improvement (memiliki kebaruan dari sisi metodologi, namun tidak dari sisi
konseptual)
4. Imitation (Tidak memiliki kebaruan baik dari sisi konseptual maupun
metodologi).
98
Innovation
Invention
Imitation
Improvement
Baru
Bar
u
Lama
Lam
a
Metodologi
Ko
nse
p
Keterangan : = Posisi penelitian ini
Sumber: Sucherly (2016) dan diolah kembali oleh peneliti
Gambar 2. 6 Posisi penelitian pada Matrik Konsep & Metodologi
Maka berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bisa termasuk kedalam posisi 1
(satu) yakni penelitian yang bersifat invention.
Oleh karena itu dengan adanya state of the art tersebut maka penelitian ini
akan memperkaya khasanah pengetahuan dan bermanfaat untuk praktik
manajemen inovasi di industri fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat
khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
99
2.3. Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan ketatnya persaingan usaha, maka perusahaan-perusahaan,
termasuk di industri kreatif, dituntut mencari cara untuk meningkatkan kinerja
perusahaan mereka. Pada era kompetisi yang mengandalkan pengetahuan,
kreativitas dan inovasi seperti saat ini, maka mengandalkan aset berwujud tidak
akan mampu membuat kinerja perusahaan meningkat. Apalagi pada industri
kreatif yang nyatanya mayoritas adalah IKM (BPS-Bekraf, 2016a) dan memiliki
keterbatasan terhadap akses sumber daya (Wang & Yang, 2016), maka
sumberdaya yang tidak berwujud, proses dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan
merupakan kunci sukses yang sangat penting.
2.3.1. Hubungan Kapabilitas Dinamis dengan Manajemen Pengetahuan
Terdapat beberapa pandangan terkait hubungan kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan pada literatur terdahulu. Pandangan yang pertama
menyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan antecedent bagi
kapabilitas dinamis (Van Reijsen, Helms, Batenburg, & Foorthuis, 2015). Bahkan,
manajemen pengetahuan juga berperan dalam memediasi hubungan antara modal
intelektual dan kapabilitas dinamis (Singh & Rao, 2016b). Melalui pengelolaan
pengetahuan, perusahaan akan mampu membangun kapabilitas dinamis mereka
seperti kapabilitas adaptif, absorptive and innovatif (Wang & Ahmed, 2007).
Dengan kata lain terdapat hubungan langsung antara manajemen pengetahuan
dengan kapabilitas dinamis. Namun pendapat tersebut bertentangan dengan hasil
penelitian oleh Hsu and Sabherwal (2012) yang menunjukkan bahwa tidak
100
terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen pengetahuan dengan
kapabilitas dinamis. Hasil penelitian mereka di Taiwan menunjukkan bahwa
kapabilitas dinamis dipengaruhi oleh modal intelektual, namun tidak oleh
manajemen pengetahuan.
Sementara itu, Cepeda and Vera (2007) menyatakan bahwa proses
manajemen pengetahuan dan kapabilitas dinamis itu berjalan bersama-sama.
Kedua variabel memiliki dimensi/sub variabel yang berhubungan dalam
mempengaruhi kapabilitas operasional perusahaan. Peneliti lain yakni Koryak et
al. (2015) menyatakan pada bahwa pada UKM, proses, rutinitas dan sumber daya
merupakan kapabilitas yang memungkinkan organisasi menciptakan
pertumbuhan. Peneliti ini membedakan kapabilitas dinamis atas dua dimensi/sub
variabel yakni identifikasi dan ekploitasi peluang. Identifikasi peluang dari luar
organisasi terkait dengan akuisisi pengetahuan. Hasil identifikasi merupakan
pengetahuan baru yang akan diakuisisi oleh perusahaan. Ekplorasi peluang terkait
erat dengan aktivitas transfer dan aplikasi pengetahuan. Hal ini karena ekploitasi
peluang membutuhkan shared mental model dan koordinasi diantara seluruh
anggota organisasi.
Peneliti lain seperti Easterby-Smith and Prieto (2008) dan Vera, Crossan,
and Apaydin (2015) menyatakan bahwa baik manajemen pengetahuan maupun
kapabilitas dinamis merupakan first order capabilities. Manajemen pengetahuan
dan kapabilitas dinamis memiliki kemampuan untuk memperbarui sumber daya
dan rutinitas organisasi (zero order capabilities). Sedangkan proses pembelajaran
berperan sebagai second order capabilities karena memiliki kemampuan untuk
101
memperbarui sekaligus memediasi manajemen pengetahuan dan kapabilitas
dinamis. Antara manajemen pengetahuan dan kapabilitas dinamis terdapat irisan
dan sekaligus area yang berdiri sendiri.
Sumber : Easterby-Smith and Prieto (2008)
Gambar 2. 7 Irisan antara kapabilitas dinamis
dan manajemen pengetahuan
Sebagaimana bisa dilihat pada gambar di atas, bahwa topik yang menjadi
irisan antara manajemen pengetahuan dan kapabilitas dinamis adalah terkait:
pembelajaran sebagai basis manajemen pengetahuan dan kapabilitas dinamis,
ekplorasi dan eksploitasi pengetahuan, serta infrastruktur pengetahuan untuk
mendukung kapabilitas dinamis. Sedangkan topik yang murni hanya menjadi
pembahasan manajemen pengetahuan adalah KBV, teknologi informasi sebagai
pendukung manajemen pengetahuan, proses sosial pengelolaan pengetahuan dan
strategi pengelolaan pengetahuan. Sebaliknya, terdapat pula topik spesifik
kapabilitas dinamis yakni: RBV, peran kapabilitas dinamis sebagai perubah rutin
102
dan sumberdaya serta dampak dinamisme lingkungan terhadap kapabilitas
dinamis. Area yang digunakan oleh penelitian ini untuk membangun konstruk
beserta pengukurannya adalah area yang berdiri sendiri.
Berdasarkan hasil kajian atas literatur di atas, maka dapat dikatakan
bahwa antara manajemen pengetahuan dan kapabilitas dinamis terdapat hubungan
korelasional. Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2. 8 Hubungan antara kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan
2.3.2. Pengaruh Kapabilitas Dinamis terhadap Modal Intelektual
Kapabilitas operasional perusahaan (Winter, 2003) atau zero level capability
(Zahra et al., 2006) terdiri atas sumber daya perusahaan yang bersifat VRIN,
proses dalam organisasi dan keputusan manajemen terkait sumber daya dan proses
itu sendiri (Teece et al., 1997). Dari sudut pandang KBV, yang dianggap sebagai
sumber daya perusahaan yang memenuhi unsur VRIN tersebut adalah
pengetahuan (Spender, 1996; Spender & Grant, 1996; Tiwana, 2002; Wang, 2014;
Hussinki et al., 2017; Popa et al., 2017). Pengetahuan juga bisa dibedakan atas
dua yakni: stok pengetahuan atau modal intelektual dan proses manajemen
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
Kapabilitas Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan tepat
waktu
- Pengimplementasian
perubahan
103
pengetahuan (Kianto et al., 2014). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa modal
intelektual merupakan kapabilitas operasional perusahaan itu sendiri.
Kapabilitas operasional tidak akan membuat perusahaan menikmati
keunggulan jangka panjang (Ambrosini & Bowman, 2009), hanya akan
menghasilkan produk, skala dan konsumen yang sama sepanjang waktu (Winter,
2003). Oleh sebab itu perusahaan memerlukan kapabilitas dinamis untuk
menciptakan, merubah ataupun memperluas sumber daya yang bersifat VRIN
tersebut (Collis, 1994; Ambrosini & Bowman, 2009; Koryak et al., 2015; Battisti
& Deakins, 2017). Dengan demikian, kepemilikan kapabilitas dinamis oleh
perusahaan akan dapat menciptakan, merubah ataupun memperluas modal
intelektual di dalam perusahaan (Koryak et al., 2015).
Berdasarkan uraian di atas, maka pengaruh kapabilitas dinamis terhadap
modal intelektual perusahaan bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 9 Pengaruh kapabilitas dinamis
terhadap modal intelektual
Modal Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewirausahaan
Kapabilitas Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan tepat
waktu
- Pengimplementasian
perubahan
104
2.3.3. Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Modal Intelektual
Pengetahuan yang bersifat yang valuable, rare, inimitable dan non
substitutable (VRIN) merupakan sumber daya yang bersifat strategis bagi
perusahaan (Ferreira & Hamilton, 2010; Wang, 2014; Hussinki et al., 2017). Oleh
karena itu, sumber daya tersebut harus selalui diperbarui dan dikembangkan agar
bisa relevan dengan kebutuhan perusahaan. Beberapa penulis terdahulu, seperti
Bontis (2004) menyatakan bahwa modal intelektual bisa dilihat sebagai stok
pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan pada waktu tertentu, yang dikelola
dan akan terakumulasi melalui proses pengetahuan yang dinamis. Pengelolaan
pengetahuan adalah tugas rutin manajer dengan menggunakan aset pengetahuan
sebagai input yang perlu diakuisisi, dikembangkan, dan jika dibutuhkan
ditransformasi menjadi bentuk yang bermanfaat sehingga bisa digunakan bagi
proses yang bernilai tambah (Salojärvi, Furu, & Sveiby, 2005). Termasuk, Model
SECI yang pernah dikemukakan Nonaka and Takeuchi (1995) yang juga
mengisyaratkan bahwa proses manajemen pengetahuan mempengaruhi akumulasi
dimensi/sub variabel modal intelektual.
Sejalan dengan pendapat di atas, Marr, Gupta, Pike, and Roos (2003)
menyatakan bahwa manajemen pengetahuan bisa dipandang sebagai proses dan
aktivitas manajemen yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan efektifitas
penciptaan dan mempertahankan modal intelektual. Shih et al. (2010) and
Gholamhossein, Jamal, Peyman, and Hamid (2014) berargumen bahwa
manajemen pengetahuan sebagai aliran pengetahuan dan keterampilan manajemen
105
yang diarahkan secara sistematis untuk menciptakan pengetahuan, yang bisa
dikembangkan dan direstrukturisasi menjadi modal intelektual.
Lebih jauh lagi Jordão and Novas (2017) mengeksplorasi keterkaitan
antara modal intelektual dan manajemen pengetahuan dengan menyatakan bahwa
pada saat perusahaan mengembangkan produk atau layanan baru, maka
pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan juga akan meningkat sebagai akibat
dari akumulasi pengalaman dan pembelajaran yang diperoleh dari selama proses
produksi berlangsung. Sehingga modal intelektual akan terbentuk dan
berkembang di dalam perusahaan tersebut. Modal intelektual terkait dengan hasil
akhir dari sebuah proses dan pengetahuan itu sendiri dalam bentuk seperti hak
cipta. Manajemen pengetahuan bisa dikatakan sebagai motor penggerak bagi
perkembangan modal intelektual dan mempengaruhi strategi perusahaan dalam
mengelola modal intelektualnya. Uraian di atas sejalan dengan apa yang sudah
dinyatakan oleh Kianto et al. (2014) bahwa modal intelektual merupakan output
dari manajemen pengetahuan yang akan berdampak terhadap kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap modal intelektual perusahaan bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 10 Pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap modal intelektual
Modal Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewirausahaan
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
106
2.3.4. Pengaruh Kapabilitas Dinamis terhadap Kinerja Inovasi
Di dalam literatur akademik, sudah cukup banyak pakar yang menyatakan
bahwa kapabilitas dinamis sebagai kunci bagi penciptaan inovasi (Giniuniene &
Jurksiene, 2015). Agar bisa menghasilkan inovasi, organisasi harus memobilisasi
sumber daya dan kapabilitasnya agar bisa menjawab peluang dan tantangan yang
terjadi dilingkungannya (Liao, Kickul, & Ma, 2009). Fokus dari kapabilitas
dinamis adalah bagaimana mengatur aspek internal organisasi dalam rangka
merespon perubahan linkungan (Pavlou & El Sawy, 2011). Kapabilitas dinamis
mendukung upaya organisasi untuk menghasilkan produk dan proses dalam waktu
yang tepat (Wu, 2006). Kapabilitas dinamis sangat penting bagi organisasi yang
fokus pada kompetisi berbasis inovasi (Zollo & Winter, 2002).
Hasil penelitian secara empiris menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kapabilitas dinamis dan inovasi (Zheng, Zhang, & Du,
2011). Sebuah studi oleh Hsu and Sabherwal (2012) pada perusahaan yang
terdaftar secara publik di pasar modal taiwan menunjukkan bahwa DC
mempengaruhi inovasi. Sejalan dengan hal tersebut, Danneels (2011)
menganalisis bahwa ketidakmampuan untuk mengatur basis sumber dayanya akan
menghalangi organisasi untuk menciptakan produk baru. Analisis peneliti tersebut
memperkuat peran dari kapabilitas dinamis dalam mempengaruhi inovasi
perusahaan.
Berdasarkan diskusi di atas, penelitian ini menduga bahwa kapabilitas
dinamis mempengaruhi kinerja inovasi. Hubungan antara keduanya bisa dilihat
pada gambar berikut:
107
Gambar 2. 11 Pengaruh Kapabilitas Dinamis
terhadap Kinerja Inovasi
2.3.5. Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja Inovasi
Beberapa penelitian terkait pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi adalah dari Hsu and Sabherwal (2012) menunjukkan bahwa
penerapan manajemen pengetahuan di perusahaan membuat kinerja inovasi
meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh Palacios, Gil, and Garrigos (2009) yang
menyatakan bahwa bahwa manajemen pengetahuan berhubungan lurus dengan
inovasi dan kewirausahaan. Sedangkan Lee, Leong, Hew, and Ooi (2013) juga
menemukan hasil bahwa manajemen pengetahuan berpengaruh positif terhadap
inovasi di dalam perusahaan.
Berdasarkan kajian di atas, maka pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi bisa digambarkan sebagai berikut:
Kapabilitas Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan tepat
waktu
- Pengimplementasian
perubahan
Kinerja Inovasi
- Produk
- Proses
- Pemasaran
- Estetika
108
Gambar 2. 12 Pengaruh Manajemen Pengetahuan
terhadap Kinerja Inovasi
2.3.6. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Inovasi
Literatur ilmu manajemen sudah membahas bagaimana modal intelektual bisa
menciptakan nilai bagi perusahaan, termasuk bagaimana mendorong inovasi di
perusahaan. Subramaniam and Youndt (2005) menyatakan bahwa bahagian
penting dari pengetahuan dan keterampilan yang mempengaruhi penciptaan
inovasi berada dan digunakan oleh manusia. Karyawan yang kreatif dan memiliki
pengetahuan memiliki kecenderungan untuk menciptakan ide baru (Anand,
Gardner, & Morris, 2007) atau mempertanyakan praktek yang selama ini
dijalankan oleh perusahaan (Amabile, 1997). Oleh karena itu keterampilan dan
pengalaman yang merupakan bahagian dari modal manusia merupakan prediktor
bagi kinerja inovasi di dalam perusahaan (Kianto, Sáenz, & Aramburu, 2017).
Demikian juga dengan modal struktural, stok pengetahuan dan
pengalaman yang sudah dikodifikasikan bisa meningkatkan kinerja inovasi karena
penciptaan produk, proses maupun metode baru biasanya melibatkan bahagian-
bahagian pengetahuan saat ini yang beraneka ragam (Fleming & Sorenson, 2004).
Oleh sebab itu, dengan memiliki memori organisasi (Walsh & Ungson, 1991)
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
Kinerja Inovasi
- Produk dan
estetika
- Proses
- Pemasaran
- organisasi
109
akan membantu perusahaan untuk mengkombinasikan pengetahuan yang
diperoleh dimasa yang lalu untuk menghasilkan inovasi yang diharapkan.
Sedangkan modal relasional berkontribusi terhadap kinerja inovasi karena
tidak semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan inovasi berada di
dalam perusahaan. Bahkan mayoritas breakthrough innovations
ditransplantasikan dari satu industri ke industri yang lain (Hargadon, 2003).
Secara umum, kolaborasi antar organisasi akan menfasilitasi aktivitas berbagi
pengetahuan, pembelajaran interaktif dan pada akhirnya akan meningkatkan
inovasi (Pérez-Luño, Cabello Medina, Carmona Lavado, & Cuevas Rodríguez,
2011).
Berdasarkan kajian di atas, maka pengaruh modal intelektual terhadap
kinerja inovasi bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 13 Pengaruh Modal Intelektual
terhadap Kinerja Inovasi
2.3.7. Pengaruh Kinerja Inovasi terhadap Kinerja Perusahaan
Kemampuan perusahaan untuk menciptakan inovasi adalah penentu kinerja
organisasi yang utama (Calantone, Cavusgil, & Zhao, 2002). Penelitian-penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja inovasi
Kinerja Inovasi
- Produk dan
estetika
- Proses
- Pemasaran
- Organisasi
Modal Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewirausahaan
110
dengan kinerja keuangan perusahaan (Han, Kim, & Srivastava, 1998; Chapman,
2006; Jansen, Bosch, & Volberda, 2006; Hull & Rothenberg, 2008).
Kinerja inovasi juga berpengaruh terhadap kinerja penjualan dan produktivitas
(Klomp & Leeuwen, 2001). Kinerja inovasi organisasi juga mempengaruhi
inovasi proses dan inovasi produk yang kemudian mempengaruhi keunggulan
bersaing (Armbruster, Bikfalvi, Kinkel, & Lay, 2008). Lebih jauh lagi peneliti
tersebut mengatakan bahwa kinerja inovasi organisasi juga berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan dalam hal produktivitas, lead times, kualitas dan fleksibilitas.
Sedangkan Cho and Pucik (2005) mengatakan bahwa adanya inovasi menjadi
pendorong terciptanya pertumbuhan perusahaan. Kedua peneliti juga menyatakan
bahwa baik inovasi maupun kualitas mempengaruhi nilai pasar perusahaan.
Peneliti lain, Wang, Chang, and Shen (2015) menemukan bahwa kemampuan
membangun hubungan dengan pihak eksternal memperkuat hubungan positif
antara model inovasi terbuka dengan kinerja perusahaan. Hal ini mengkonfirmasi
beberapa penelitian sebelumnya (Contoh: Laursen & Salter, 2006; Parida,
Westerberg, & Frishammar, 2012; Sisodiya, Johnson, & Grégoire, 2013).
Berdasarkan uraian tersebut, maka diduga bahwa kinerja inovasi
mempengaruhi kinerja perusahaan. Hubungan antara keduanya bisa dilihat pada
gambar berikut:
111
Gambar 2. 14 Pengaruh Kinerja Inovasi terhadap
Kinerja Perusahaan
2.3.8. Pengaruh Kapabilitas Dinamis terhadap Kinerja Perusahaan
Perusahaan dengan kapabilitas dinamis akan mengintegrasikan dan
mengatur ulang sumber daya pengetahuan sehingga berdampak terhadap kinerja
organisasi. Terdapat kesamaan pendapat diantara para peneliti terdahulu terkait
hubungan antara kapabilitas dinamis dan kinerja perusahaan. Roberts and Grover
(2012) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kapabilitas dinamis
dan kinerja perusahaan. Fang and Zou (2009) menemukan bahwa kapabilitas
pemasaran dinamis dari usaha joint venture mempengaruhi kinerja superior
organisasi karena kapabilitas tersebut mampu mendeteksi perubahan kebutuhan
konsumen. Manajemen resiko dan transfer pengetahuan sebagai kapabilitas
dinamis juga berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan sesudah
akuisisi (Heimeriks, Schijven, & Gates, 2012). Pada industri restoran, Chien and
Tsai (2012) juga menemukan bahwa kapabilitas dinamis mampu meningkatkan
kinerja perusahaan. Melalui studi meta analisis terdahap 82 peer reviewed journal
yang melibatkan 22.320 perusahaan, Fainshmidt, Pezeshkan, Lance Frazier, Nair,
and Markowski (2016) juga menemukan bahwa kapabilitas dinamis secara positif
mempengaruhi kinerja perusahaan.
Kinerja Inovasi
- Produk dan Estetika
- Proses
- Pemasaran
- Organisasi
Kinerja Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
112
Berdasarkan uraian tersebut, maka bisa diduga bahwa kapabilitas dinamis
mempengaruhi kinerja perusahaan. Hubungan antara keduanya bisa dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2. 15 Pengaruh Kapabilitas Dinamis
terhadap Kinerja Perusahaan
2.3.9. Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja Perusahaan
Terkait pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan,
Barney (2007) berpendapat bahwa pengetahuan akan mampu mendorong
peningkatan kinerja jika dikelola dengan baik. Systematic review yang dilakukan
oleh Inkinen (2016) menunjukkan bahwa secara keseluruhan, manajemen
pengetahuan secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan. Penelitian yang
dilakukan oleh Muthuveloo, Shanmugam, and Teoh (2017) di perusahaan
manufaktur di Malaysia menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan, terutama
penciptaan, transfer dan retensi pengetahuan harus mendapat prioritas perhatian
perusahaan dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan.
Dalam kontek IKM, penelitian yang dilakukan oleh Gholami, Asli, Nazari-
Shirkouhi, and Noruzy (2013) menunjukkan bahwa transfer pengetahuan
memberikan pengaruh terbesar terhadap kinerja perusahaan dibandingkan praktek
Kapabilitas Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan tepat waktu
- Pengimplementasian
perubahan
Kinerja Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
113
manajemen pengetahuan lainnya. Sedangkan kinerja keuangan merupakan aspek
kinerja yang paling besar mempengaruhi kinerja perusahaan dibanding aspek
lainnya.
Oleh sebab itu, maka dapat diduga bahwa perusahaan yang berkinerja bagus
adalah perusahaan yang mengikuti mengelola pengetahuannya secara efektif.
Hubungan antara keduanya bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. 16 Pengaruh Manajemen Pengetahuan
terhadap Kinerja Perusahaan
2.3.10. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Perusahaan
Beberapa penelitian terdahulu menemukan pengaruh positif dari modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan. Misalnya kemampuan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang merupakan bahagian dari modal manusia
mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas proses yang mendorong kinerja
operasional perusahaan (Campbell, Coff, & Kryscynski, 2012). Penelitian lain,
pemanfaatan modal struktural di dalam perusahaan bisa menurunkan biaya,
meningkatkan kecepatan respon, dan meningkatkan kualitas operasi serta produk
dan jasa yang diberikan, sehingga pada akhirnya meningkankan kinerja
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
Kinerja
Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
114
operasional perusahaan (Aramburu & Sáenz, 2011). Modal relasional yang
dibangun perusahaan dengan pihak eksternal, mampu membantu perusahaan
menjadi lebih inovatif, membangun kemampuan kognitif dan mendukung
pembelajaran internal (Hsu & Wang, 2012; Wang et al., 2014). Modal
kewirausahaan berpengaruh positif terhadap return on investment (ROI) dan
earnings before interests, taxes, depreciation and amortization (EBITDA)
(Francesca Maria, Mara Del, Paola, & Paola, 2015). Penelitian empiris oleh
Andreeva and Garanina (2016) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif antara modal intelektual dan kinerja perusahaan. Penelitian dari Smriti and
Das (2017) menunjukkan bahwa elemen modal intelektual berpengaruh terhadap
laba yang diperoleh perusahaan.
. Berdasarkan kajian di atas, maka pengaruh modal intelektual terhadap
kinerja inovasi bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 17 Pengaruh Modal Intelektual
terhadap Kinerja Perusahaan
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa kinerja
perusahaan dipengaruhi oleh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
yang dimediasi oleh modal intelektual dan kinerja inovasi. Keterkaitan antar
Kinerja
Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
Modal Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewirausahaan
115
semua variabel tersebut membangun paradigma penelitian ini yang digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2. 18 Paradigma Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Paradigma Penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini bisa
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan mempengaruhi modal
intelektual baik secara simultan maupun parsial di industri kreatif
fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
Kapabilitas
Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan
tepat waktu
- Pengimple-
mentasian
Kinerja
Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
Kinerja
Inovasi
- Produk dan
Estetika
- Proses
- Pemasaran
- Organisasi
Modal
Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewira-
usahaan
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
116
2. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual
mempengaruhi kinerja inovasi baik secara simultan maupun parsial di
industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
3. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual dan
kinerja inovasi mempengaruhi kinerja perusahaan baik secara simultan
maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa
Barat.
4. Kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan mempengaruhi kinerja
inovasi melalui modal intelektual baik secara simultan maupun parsial di
industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
5. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual
mempengaruhi kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi baik secara
simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di
Provinsi Jawa Barat.