bab ii kajian teori dan kerangka teoretis · 2015. 7. 6. · bab ii. kajian teori dan . kerangka...

28
11 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Kajian Teori dan Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemangku Kepentingan Konsep pemangku kepentingan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pemikiran manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, utamanya dalam upaya pemberdayaan pendidikan. Dalam tradisi lama, pemangku kepentingan atau stakeholder dipahami sebagai orang yang menanamkan investasi atau pemilik sebuah bisnis. Akan tetapi kini pengertian stakeholder tidak semata pada individu tapi bisa juga kelompok. Oleh karena itu akhir-akhir ini dikenal bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok yang memiliki satu atau lebih jenis-jenis usaha (bisnis) di mana stakeholder bisa terdiri dari berbagai fungsi, pelaksana, pemegang kebijakan, pengaman dan pela- ku bisnis itu sendiri. Namun secara operasional dapat dikatakan stakeholder adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Menurut Affandi (2009) walaupun banyak ragam, stakeholder pendidikan dibagi dalam tiga kategori utama, yaitu sekolah, pemerintah dan masyarakat.

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 11

    BAB II

    KAJIAN TEORI DAN

    KERANGKA TEORETIS

    2.1 Kajian Teori dan Kerangka Teoritis

    2.1.1 Pemangku Kepentingan

    Konsep pemangku kepentingan kini menjadi

    bagian tak terpisahkan dari pemikiran manusia dalam

    seluruh aspek kehidupannya, utamanya dalam upaya

    pemberdayaan pendidikan. Dalam tradisi lama,

    pemangku kepentingan atau stakeholder dipahami

    sebagai orang yang menanamkan investasi atau

    pemilik sebuah bisnis. Akan tetapi kini pengertian

    stakeholder tidak semata pada individu tapi bisa juga

    kelompok. Oleh karena itu akhir-akhir ini dikenal

    bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok

    yang memiliki satu atau lebih jenis-jenis usaha (bisnis)

    di mana stakeholder bisa terdiri dari berbagai fungsi,

    pelaksana, pemegang kebijakan, pengaman dan pela-

    ku bisnis itu sendiri. Namun secara operasional dapat

    dikatakan stakeholder adalah kelompok atau individu

    yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan

    dan kelangsungan hidup organisasi.

    Menurut Affandi (2009) walaupun banyak ragam,

    stakeholder pendidikan dibagi dalam tiga kategori

    utama, yaitu sekolah, pemerintah dan masyarakat.

  • 12

    Sekolah, termasuk di dalamnya adalah para guru,

    kepala sekolah, murid dan tata usaha sekolah.

    Pemerintah diwakili oleh para pengawas, penilik, dinas

    pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan

    nasional. Masyarakat yang berkepentingan dengan

    pendidikan adalah orang tua murid, pengamat dan

    ahli pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, peru-

    sahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdi-

    dik, toko buku, kontraktor pembangunan sekolah,

    penerbit buku, penyedia alat pendidikan, dan lain-lain.

    Warsono, dkk (2009: 20) mengatakan bahwa

    istilah 'pemangku kepentingan' merujuk kepada

    pihak-pihak atau kelompok yang mempengaruhi

    ataupun yang dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan,

    dan operasi suatu organisasi. Pemangku kepentingan

    perusahaan dapat meliputi pelanggan, karyawan,

    pemegang saham, media, pemerintah, asosiasi profesi

    dan asosiasi perdagangan, aktivitas sosial dan ling-

    kungan, dan organisasi-organisasi non pemerintah.

    Selanjutnya Jalal (2001) berpendapat bahwa

    sosok masyarakat masa depan yang berkepentingan

    dalam suatu organisasi adalah masyarakat yang

    memiliki kemampuan sendiri untuk menetapkan

    idealisasi masa depannya, memilih alternatif kebijakan

    yang akan ditempuh, mengelola jalannya kehidupan,

    dan mengadakan kontrol sosial sendiri. Semua itu

    tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara

    bottom-up, dan dalam upaya pemberdayaan masya-

  • 13

    rakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan

    dasar.

    Sejalan dengan beberapa pendapat di atas maka

    dalam penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana

    peran komite sekolah yang merupakan wadah dari

    aspirasi masyarakat, dalam hal ini orang tua murid

    sebagai salah satu unsur masyarakat yang berkepen-

    tingan terhadap dunia pendidikan.

    2.2 Komite Sekolah

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 menyata-

    kan bahwa Komite Sekolah/Madrasah sebagai lemba-

    ga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan

    mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,

    arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,

    serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan

    pendidikan. Dengan kata lain komite sekolah adalah

    badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat

    dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan

    efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan

    haik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan

    sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah

    (Kepmendiknas No. 044/U/2002). Esensi dari partisi-

    pasi komite sekolah adalah peningkatan kualitas

    pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah

    yang dapat mengubah pola pikir, keterampilan, dan

  • 14

    distribusi kewenangan atas individu dan masyarakat.

    Hal tersebut dapat memperluas kapasitas manusia

    untuk meningkatkan taraf hidup dalam sistem

    manajemen pemberdayaan sekolah.

    Menurut Hasbullah (2006: 95), pemberdayaan

    komite sekolah secara optimal, termasuk dalam

    mengawasi penggunaan keuangan, transparansi

    alokasi dana pendidikan lebih dapat dipertanggung

    jawabkan. Pengembangan pendidikan secara lebih

    inovatif juga akan semakin memungkinkan, disebab-

    kan lahirnya ide-ide cemerlang, dan kreatif semua

    pihak terkait stakeholder pendidikan.

    Konsep pelibatan masyarakat dalam penyeleng-

    garaan sekolah yang terkandung di dalamnya memer-

    lukan pemahaman berbagai pihak terkait di mana

    posisinya dan apa menfaatnya. Posisi komite sekolah

    berada di tengah-tengah antara orang tua murid,

    murid, guru, masyarakat setempat, dan kalangan

    swasta di satu pihak, dengan pihak sekolah sebagai

    satu institusi. Kepala sekolah, dinas pendidikan dan

    pemerintah berada di pihak lainnya. Komite sekolah

    bertugas menjembatani kepentingan' keduanya.

    Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendi-

    dikan pada satuan pendidikan dengan mengacu ke-

    pada standar pelayanan minimal maliputi: kurikulum,

    peserta didik, ketenagaan, sarana prasarana, organi-

    sasi, pembiayaan, manajemen sekolah, dan peranserta

    masyarakat.

  • 15

    Pemberdayaan komite sekolah adalah suatu

    pengaturan atau pemanfaatan potensi yang ada pada

    badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat

    dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan

    efisiensi pengelolaan pendidikan pada satuan pendi-

    dikan. Sagala (2008: 19) menyatakan peranserta

    masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah

    sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi

    keharusan, agar peranserta masyarakat menjadi

    sebuah sistem yang terorganisasi.

    Komite sekolah juga menjadi wadah bagi orang

    tua atau masyarakat yang peduli pendidikan di

    sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas pem-

    belajaran, meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya

    tugas komite sekolah dapat membantu mempercepat

    atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendi-

    dikan, dan memberikan pemahaman kepada masya-

    rakat sekitar tentang program-program yang akan

    dilaksanakan oleh sekolah.

    Dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional

    Nomor 044/U/2002, tujuan pembentukan komite

    sekolah adalah:

    Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta pra-karsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan

    operasional dan program pendidikan di satuan

    pendidikan;

    Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

  • 16

    Menciptakan suasanan dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelengga-

    raan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di

    satuan pendidikan.

    Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah:

    Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidik-

    an yang bermutu;

    Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

    Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan

    yang diajukan oleh masyarakat;

    Memberikan masukan, pertimbangan, dan reko-mendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

    kebijakan dan program pendidikan, rencana

    anggaran pendidikan dan belanja sekolah, krite-ria kinerja satuan pendidikan kriteria tenaga

    pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan, hal-hal

    lain yang terkait dengan pendidikan;

    Mendorong orang tua dan masyarakat berparti-sipasi dalam pendidikan guna mendukung

    peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;

    Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

    Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan

    keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

    Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

    044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan

    Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa

    keanggotaan Komite Sekolah terdiri dari:

    (a) Unsur masyarakat yang dapat berasal dari orang

    tua/wali peserta didik; Tokoh masyarakat; Tokoh

    pendidikan; dunia usaha/industri; organisasi pro-

  • 17

    fesi tenaga kependidikan; wakil alumni; serta wakil

    peserta didik; (b) Unsur dewan guru, yayasan/

    lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertim-bangan Desa.

    Gambar 1 berikut menampilkan hubungan

    antara Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, Komite

    Sekolah dan Satuan Pendidikan.

    Sumber: Kepmendiknas no.044/U/2002

    Gambar 1 Hubungan Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan,

    Komite Sekolah dan Satuan Pendidikan

    2.3 Manajemen Berbasis Sekolah

    Pengertian manajemen berbasis sekolah (MBS)

    secara leksikal berasal dari tiga kata yaitu manajemen,

    berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses

    Walikota

    Sekda

    Dinas Pendidikan

    Satuan Pendidikan

    Dewan Pendidikan

    Komite Sekolah Institusi lain

    Komisi DPRD

    DRPD

  • 18

    menggunakan sumber daya yang efektif untuk men-

    capai sasaran; berbasis memiliki kata dasar basis yang

    berarti dasar atau azas; sekolah adalah lembaga untuk

    belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan

    memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal

    tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai pengguna-

    an sumber daya yang berdasarkan pada sekolah itu

    sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran

    (Sukmadinata, dkk, 2006:1).

    Dalam Undang-Undang Republik Indonesia

    Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional, Pasal 51, ayat (1) disebutkan bahwa penge-

    lolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan

    dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berda-

    sarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip

    manajemen berbasis sekolah/madrasah.

    Penjelasan pasal 51, ayat (1) menyebutkan

    bahwa yang dimaksud dengan manajemen berbasis

    sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen

    pendidikan pada satuan pendidikan, dalam hal ini

    kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh

    komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan

    pendidikan.

    Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah

    upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai

    isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenang-

    an dalam pengambilan keputusan serta tanggung

    jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan

  • 19

    yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang

    terlibat perlu memahami benar pengertian MBS,

    manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan

    yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi

    belajar murid.

    Slamet P.H. (2002) menegaskan bahwa MBS

    adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber

    daya yang dilakukan secara mandiri/otomatis oleh

    sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk

    mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan

    nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepen-

    tingan yang terkait dengan sekolah secara langsung

    dalam pengambilan keputusan (partisipatif) sesuai

    standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah

    pusat, provinsi dan kaupaten/kota.

    Selanjutnya Dikmenum (2005) menyebutkan

    bahwa MBS adalah suatu konsep yang menempatkan

    pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

    pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat

    dengan proses belajar mengajar.

    Sementara itu Duhou (dalam Relawati, 2004: 19)

    mengatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah

    (MBS) merupakan bentuk pengalihan kewenangan dari

    pemerintah ke sekolah dan masyarakat untuk menge-

    lola sendiri sekolahnya. Asumsinya adalah bahwa

    dengan pelimpahan dan tanggung jawab yang mening-

    kat ke sekolah, serta proporsi dana lebih besar dalam

    mendukung pencapaian tujuan kebijakan sesuai

  • 20

    dengan serangkaian garis pedoman kebijakan yang

    lebih eksplisit, dan meletakkan strategi manajemen

    prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan

    tersebut, akan memudahkan serta mendorong pening-

    katan efektivitas dan efisiensi dalam pendidikan

    publik.

    Sejalan dengan pendapat Duhou, Mulyasa (2006:

    24) mendefinisikan manajemen berbasis sekolah

    sebagai paradigma baru pendidikan yang memberikan

    otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masya-

    rakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

    Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa menge-

    lola sumber daya dan sumber dana dengan mangalo-

    kasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta

    lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

    Hasbullah (2007: 80) menyebutkan manajemen

    berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk

    mengurangi peran pemerintah dalam penyelenggaraan

    pendidikan, tetapi memberikan kesempatan kepada

    masyarakat seluas-luasnya memberikan kontribusi

    berupa gagasan dan pelaksanaan pendidikan di

    tempat mereka masing-masing.

    Masyarakat dalam pertisipasinya agar lebih

    memahami kompleksitas pendidikan, membantu serta

    turut mengontrol pengelolaan pendidikan, dan MBS

    menuntut perubahan perilaku kepala sekolah, guru

    dan tenaga administrasi menjadi lebih profesional dan

    manajerial dalam pengelolaan sekolah.

  • 21

    School-based Management merupakan bentuk

    adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi

    masyarakat yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan

    pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah

    dapat leluasa mengelola sumber daya dengan menga-

    lokasikan dana sesuai dengan prioritas kebutuhan,

    serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan

    setempat. Masyarakat dituntut partisipasinya agar

    mereka lebih memahami pendidikan, membantu, serta

    mengontrol pengelolaan pendidikan. Kebijakan nasio-

    nal yang menjadi prioritas pemerintah harus pula

    dilakukan oleh sekolah. Dalam MBS, sekolah dituntut

    memiliki "accountability" baik kepada masyarakat,

    maupun pemerintah (Tim Teknis, 1999:10).

    Menurut Slamet (2000:2) bahwa "manajemen

    berbasis sekolah" adalah pengkoordinasian dan penye-

    rasian sumber daya yang dilakukan secara otonomi

    (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manaje-

    men untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka

    pendidikan nasional, dengan melibatkan semua

    kelompok dalam kerangka kepentingan yang terkait

    dengan sekolah secara langsung dalam proses peng-

    ambilan keputusan (partisipatif).

    Otonomi sekolah dapat diartikan sebagai kewe-

    nangan sekolah untuk mengatur dan mengurus

    kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri

    berdasarkan aspirasi warga sekolah dengan peraturan

    perundang-undangan pendidikan nasional yang ber-

  • 22

    laku. Pengertian kemandirian adalah harus didukung

    oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan meng-

    ambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemo-

    krasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan

    memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara

    pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi

    yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-

    persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif,

    kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan ke-

    mampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

    Pengertian pengambilan keputusan partisipatif

    adalah suatu cara mengambil keputusan melalui

    penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik,

    dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara

    langsung dalam proses pengambilan keputusan yang

    akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan

    sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika

    seseorang dilibatkan/berpartisipasi dalam pengambil-

    an keputusan, maka yang bersangkutan akan ada

    "rasa memiliki" terhadap keputusan tersebut, dan juga

    akan bertanggungjawab serta berdedikasi sepenuhnya

    untuk mencapai tujuan sekolah.

    Berdasarkan uraian tentang pengertian manaje-

    men berbasis sekolah tersebut di atas, maka yang

    akan digunakan dalam penelitian ini adalah penger-

    tian sesuai dengan penjelasan pasal 51, ayat (1)

    Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional, yaitu bahwa yang dimaksud

    dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah

  • 23

    adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada

    satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah/

    madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/

    madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

    2.4 Peran Komite Sekolah dalam Manaje-

    men Berbasis Sekolah

    Mulyasa (2006: 50) menyatakan hubungan seko-

    lah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan

    suatu sarana yang sangat berperan dalam membina

    dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta

    didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masya-

    rakat bertujuan antara lain untuk memajukan kua-

    litas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memper-

    kokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan

    penghidupan masyarakat menggairahkan masyarakat

    untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

    Jalal (2001) berpendapat bahwa pendidikan

    dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasi

    hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksana-

    kan program-programnya sekolah perlu mengundang

    berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan dunia

    usaha/industri) untuk berpartisipasi secara aktif

    dalam berbagai program pendidikan. Partisipasi ini

    perlu dikelola dan dikoordinasikan secara baik agar

    lebih bermakna bagi sekolah terutama dalam mening-

    katkan mutu dan efektivitas pendidikannya. Partisi-

  • 24

    pasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam

    bentuk dana, melainkan juga sumbangan pikiran dan

    tenaga.

    Selanjutnya Mulyasa (2006:151) menyebutkan

    bahwa dalam rangka manajemen berbasis sekolah,

    hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dijalin

    melalui dewan sekolah, BP3, rapat bersama, kon-

    sultasi, radio dan televisi, surat dan telepon, pameran

    sekolah, serta ceramah.

    Sementara itu Suparlan dalam Pengantar

    Pemberdayaan Komite Sekolah menyatakan bahwa

    dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah,

    dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang

    terpisah-pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipan-

    dang tabu untuk ikut campur tangan dalam penye-

    lenggaraan pendidikan di sekolah, apalagi sampai

    masuk ke wilayah kewenangan profesional.

    Menurut Ihsan (2003: 90) bahwa orang tua anak

    meletakkan dasar-dasar pendidikan di dalam rumah

    tangga terutama dalam segi pembentukan kepriba-

    dian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kela-

    hirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan

    dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan

    keterampilan yang dilakukan oleh sekolah. Orang tua

    siswa menilai dan mengawasi hasil didikan yang

    dilakukan oleh sekolah. Kemudian pendidikan di

    lingkungan masyarakat ikut pula berperanserta

    mengontrol, menyalurkan dan membina serta mening-

  • 25

    katkannya, karena masyarakat adalah lingkungan

    pemakai atau the user dari produk pendidikan yang

    diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.

    Hubungan sekolah dengan mayarakat menurut

    Mulyasa (2006) bertujuan antara lain untuk:

    (1) Memajukan kualitas pembelajaran; (2) Mem-

    perkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup

    dan penghidupan masyarakat; dan (3) Menggairah-

    kan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

    Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan

    masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite

    sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan

    peranserta orang tua dan masyarakat dalam mema-

    jukan program pendidikan dalam bentuk seperti orang

    tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas

    pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemi-

    kiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk

    kemajuan sekolah. Orang tua perlu memberikan

    informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki

    anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan

    masyarakat tentang program pendidikan yang sedang

    diperlukan oleh masyarakat.

    Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan

    terhadap tujuan, program, kebutuhan sekolah atau

    pendidikan. Sebaliknya sekolah harus mengetahui

    dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan

    masyarakat terhadap sekolah. Dengan kata lain antara

  • 26

    sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan

    yang harmonis. Dengan hubungan yang harmonis ini

    diharapkan akan terdapat saling pengertian antara

    sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga

    lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja.

    Juga akan terjadi saling bantu antara sekolah dan

    masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan

    pentingnya peranan masing-masing. Terbinanya kerja-

    sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak

    masyarakat akan membawa mereka ikut bertang-

    gungjawab akan suksesnya pendidikan di sekolah.

    Kepada masyarakat harus diberikan kesempatan

    untuk ikut berperanserta memajukan sekolah serta

    mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam

    merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika

    hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan

    dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi

    masyarakat untuk memajukan sekolah akan semakin

    tinggi dan semakin baik.

    Sementara itu Pantjastuti (2008) berpendapat

    bahwa selama ini komite sekolah yang ada masih

    meneruskan peran dan fungsi BP3 di masa lalu yang

    hanya berfungsi sebagai stempel saja bagi sekolah.

    Peranserta masyarakat dalam pendidikan seba-

    gaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor

    20 tahun 2003, memiliki hak dan kewajiban dalam

    penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat berhak ber-

    peranserta dalam perencanaan, pelaksanaan, penga-

    wasan, dan evaluasi program pendidikan. Lebih lanjut

  • 27

    partisipasi masyarakat dalam pendidikan bisa meliputi

    peran perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi

    profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan

    dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layan-

    an pendidikan. Partisipasi masyarakat dalam pendi-

    dikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan

    pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan

    dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan

    masyarakat ini dapat diwujudkan dalam bentuk

    Komite Sekolah atau Dewan Pendidikan.

    Dalam konteks manajemen berbasis sekolah

    dalam banyak kasus pembentukan komite sekolah

    sebagai mitra kepala sekolah dalam mengelola pendi-

    dikan dalam rangka kemajuan sekolah, masih belum

    dipahami secara proporsional. Akibatnya masih

    banyak ketimpangan dalam penyelenggaraan manaje-

    men berbasis sekolah. Ada pembentukan komite

    sekolah yang hanya merupakan syarat karena itu

    perlu ada di sekolah, sementara itu kinerja yang

    diharapkan belum ada. Pada sekolah yang memiliki

    komite sekolah yang aktif malah terjadi tarik menarik

    kepentingan, bahkan persaingan antara komite

    sekolah dengan kepala sekolah dalam pengelolaan

    pendidikan di sekolah. Singkatnya dapat dikatakan

    bahwa Komite Sekolah yang diharapkan dapat mem-

    berdayakan sekolah melalui partisipasi masyarakat

    masih belum optimal (Sulistyo, 2007).

  • 28

    Selanjutnya peran komite sekolah secara kon-

    tekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan

    Nasional Nomor 044/U/2002 adalah:

    (a) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam

    penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan

    di satuan pendidikan; (b) Bandan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

    pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan

    pendidikan di satuan pendidikan; (c) Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka trans-

    paransi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan

    keluaran pendidikan di satuan pendidikan; (d) Me-diator antara pemerintah dengan masyarakat di

    satuan pendidikan.

    Departemen Pendidikan Nasional dalam Partisi-

    pasi Masyarakat (2001: 17) menguraikan tujuh peran

    komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah,

    yakni:

    (a) Membantu meningkatkan kelancaran penyeleng-

    garaan kegiatan belajar mengajar di sekolah baik

    sarana, prasarana maupun teknis pendidikan;

    (b) Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa.

    Membantu usaha pementapan sekolah dalam me-wujudkan pembinaan dan pengembangan ketaq-

    waan terhadap Tuhan Yang Magha Esa, pendidikan

    demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan

    bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara,

    kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpin-an), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran

    jasmani dan berolahraga, daya kreasi dan cipta

    serta apresiasi seni dan budaya; (c) Mencari sumber

    pendanaan untuk membantu siswa yang tidak

    mampu; (d) Melakukan penilaian sekolah untuk

    pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intra-kurikuler maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan

    manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah,

    guru, siswa, dan karyawan; (e) Memberikan peng-

    hargaan atas keberhasilan manajemen sekolah;

    (f) Melakukan pembahasan tentang usulan Rencana

  • 29

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah; (g) Me-

    minta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk

    kepentingan tertentu.

    Dalam penjabaran kegiatan operasional dari

    tujuh peran di atas, Komite Sekolah selaku pemberi

    pertimbangan melakukan berbagai kegiatan seperti:

    (a) Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi

    keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan

    yang ada dalam masyarakat; (b) Memberikan

    masukan dan pertimbangan kepada kepala sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan dan

    kegiatan sekolah; (c) Menganalisis hasil pendataan

    sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan

    dan rekomendasi kepala sekolah; (d) Menyampaikan

    masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah dengan tembusan Kepada

    Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan; (e) Mem-

    berikan pertimbangan kepada sekolah dalam

    rangka pengembangan kurikulum muatan lokal,

    dan meningkatkan proses pembelajaran dan penga-

    jaran yang menyenangkan; (f) Memferivikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan

    pengesahan terhadap RAPBS setelah proses veri-

    fikasi dalam rapat pleno komite sekolah.

    Sebagai badan pendukung komite sekolah melak-

    sanakan beberapa kegiatan seperti:

    (a) Memberikan dukungan kepada sekolah untuk

    secara preventif dalam memberantas penyebarluas-an narkoba di sekolah, serta pemeriksaan kese-

    hatan siswa; (b) Memberikan dukungan kepada

    sekolah dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakuri-

    kuler; (c) Mencari bantuan dana dari dunia industri

    untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa

    yang berasal dari keluargha kurang mampu; (d) Melaksanakan konsep subsidi silang dalam pena-

    rikan iuran dari orang tua siswa.

  • 30

    Sementara itu dalam peran sebagai badan

    pengontrol komite sekolah melakukan beberapa ke-

    giatan seperti:

    (a) Meminta penjabaran kepada sekolah tentang

    hasil belajar siswa; (b) Menyebarkan kuesioner untuk memperoleh masukan, saran, dan ide kreatif

    dari masyarakat; (c) Menyampaikan laporan kepada

    sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan

    komite sekolah terhadap sekolah.

    Dalam peran sebagai penghubung/mediator

    komite sekolah melaksanakan kegiatan seperti:

    (a) Membantu sekolah dalam menciptakan hubung-

    an dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat; (b) Mengadakan rapat atau perte-

    muan secara rutin atau insidental dengan kepala

    sekolah dan dewan guru; (c) Mengadakan kunjung-

    an atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan

    guru di sekolah; (d) Bekerjasama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni; (e) Membina

    hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stakeholder pendidikan dengan dunia

    usaha/dunia industri; (f) Mengadakan penjajakan

    kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk

    memajukan sekolah; (g) Mengadakan kegiatan ino-vatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan

    masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk

    sekolah dan masyarakat; (h) Mengadakan rapat

    atau pertemuan secara berkala dan insidental

    dengan orang tua dan anggota masyarakat.

    Komite sekolah sesuai dengan peran dan fung-

    sinya melakukan akuntabilitads sebagi berikut:

    (a) Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder

    secara periodik, baik yang berupa keberhasilan

    maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan

    sasaran program sekolah; (b) Menyampaikan lapor-

    an pertanggung jawaban bantuan masyarakat baik

  • 31

    berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun

    bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran)

    kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

    Sejalan dengan Kepmendiknas No:044/U/2002,

    Mulyasa (2006) membagi peranserta komite sekolah

    dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:

    (a) Memberi pertimbangan dalam menentukan dan

    melaksahakan kebijakan pendidikan; (b) Mendu-

    kung kerjasama sekolah dengan masyarakat, baik

    secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) Mengontrol kerja-

    sama sekolah dengan masyarakat dalam rangka

    transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan

    dan output pendidikan; (d) Mediator antara sekolah,

    pemerintah, legislatif dengan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkua-

    litas; (e) Mendorong orang tua dan masyarakat

    untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan

    dalam rangka mendukung peningkatan kualitas,

    relevansi dan pemerataan pendidikan; (f) Menam-

    pung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan masyarakat terhadap pendidik-

    an; (g) Melakukan evaluasi dan pengawasan terha-

    dap perencanaan, pelaksanaan kebijakan, program,

    dan output pendidikan.

    Selanjutnya Akbar (2008) mengatakan peran dan

    fungsi Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari

    pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat seko-

    lah. Beberapa aspek manajemen yang secara langsung

    dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi

    kewenangan tingkat sekolah adalah sebagai berikut:

    Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan,

    logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Kedua, memiliki

    kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai

    dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada,

  • 32

    jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki. Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan

    ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksana-kan oleh sekolah. Keempat, pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran

    dapat diberikan kepada sekolah, dengan memper-hatikan standar dan ketentuan yang ada. Kelima,

    penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan

    sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman

    yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Keenam, proses pengajaran dan pembe-

    lajaran. Ini merupakan kewenangan profesional

    sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seko-lah. Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain

    sejalan dengan konsep manajemen peningkatan

    mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan

    yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan setiap satuan pendidikan.

    Sementara itu Sulaman (2010) mengatakan

    bahwa prinsip kemandirian dalam MBS adalah

    kemandirian dalam nuansa kebersamaan. Hal ini

    merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang disebut

    sebagai total quality management, melalui suatu meka-

    nisme yang dikenal dengan konsepsi total football

    dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara

    sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu

    peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan

    pengembangan masyarakat.

    Di sisi lain Umaidi (2009) membagi peranserta

    masyarakat dalam pendidikan dirinci menjadi tujuh

    tingkatan sebagai berikut:

    Pertama, peran serta dalam menggunakan jasa pelayanan yang tersedia; Kedua: peran serta mem-berikan kontribusi dana, bahan. dan tenaga; Ketiga: peran serta secara pasif; Keempat: peranserta mela-lui adanya konsultasi; Kelima: peran serta dalam

  • 33

    pelayanan; Keenam: peran serta sebagai pelaksana

    kegiatan; Ketujuh: peran serta dalam pengambilan

    keputusan.

    Selanjutnya Slamet (1993) menyebutkan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat

    adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan

    tingkat penghasilan. Peran laki-laki akan berbeda

    dengan peran seorang wanita karena kodratnya.

    Sementara itu senioritas akan memunculkan golongan

    tua dan golongan muda yang sering membeda-beda-

    kan hak dalam mengemukakan pendapat. Tingkat

    pendidikan juga akan berpengaruh terhadap peran

    seseorang karena kemampuannya berkomunikasi, se-

    dangkan tingkat penghasilan akan berpengaruh pada

    kemampuan finansial masyarakat dalam berinvestasi.

    Nurkolis (2008) menjelaskan bahwa komite

    sekolah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-

    kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memper-

    jelas misi baik untuk pemerintah maupun untuk

    sekolah itu sendiri. Komite sekolah menentukan kebi-

    jakan sekolah, visi, dan misi mengacu kepada ketentu-

    an nasional dan daerah.

    Selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan

    empat peran Komite Sekolah yang secara kontekstual

    sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

    Nomor 044/U/2002 adalah:

    (a) badan pertimbangan (advisory agency) dalam

    penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan

  • 34

    di satuan pendidikan, (b) badan pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

    pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan

    pendidikan di satuan pendidikan, (c) badan pengon-trol (controling agency) dalam rangka transparansi

    dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran

    pendidikan di satuan pendidikan, serta (d) mediator

    antara pemerintah dengan masyarakat di satuan

    pendidikan.

    2.5 Penelitian Sebelumnya

    Penelitian yang berhubungan dengan peran

    komite sekolah yang dilaksanakan peneliti sebelumnya

    di antaranya oleh:

    1. Relawati (2004) yang hasil penelitiannya menyim-

    pulkan bahwa kerjasama dan partisipasi masya-

    rakat dalam manajemen berbasis sekolah adalah

    baik, dilakukan dengan peningkatan peran orang

    tua siswa/komite sekolah. Pengambilan keputusan

    sudah baik, dilakukan secara pertisipatif dan

    musyawarah yang demokratis;

    2. Suryatriatna (2005) dalam penelitiannya yang

    berjudul “Pengaruh Partisipasi Perusahaan dan

    Kinerja Komite Sekolah terhadap Efektivitas

    pengelolan Sekolah”, menyampaikan bahwa variabel

    kinerja komite sekolah memiliki pengaruh yang

    positif dan signifikan baik secara langsung maupun

    tidak langsung terhadap efektivitas pengelolaan tiga

    Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Anjasari

    Kabupaten Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa

    Kinerja Komite Sekolah yang meliputi aspek

  • 35

    advisor, supporting, controlling dan mediatori, baik

    secara langsung maupun tidak langsung memberi-

    kan kontribusi terhadap pengeloaan sekolah;

    3. Penelitian Heryadi (2007) yang berjudul “Persepsi

    Guru Tentang Kemampuan Manajerial Kepala

    Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah terhadap

    Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis

    Sekolah (studi kasus pada Sekolah Dasar Negeri di

    Kabupaten Lahat)” menyatakan besarnya hubung-

    an/korelasi antara variabel komite sekolah terha-

    dap implementasi manajemen berbasis sekolah

    dengan menggunakan rumus regresi adalah sebesar

    0,97, hal ini menunjukkan hubungan yang kuat.

    Dengan demikian kinerja komite sekolah memiliki

    kontribusi yang kuat terhadap efektivitas imple-

    mentasi manajemen berbasis sekolah;

    4. Senada dengan Heriyadi, Purwanto (2008) dalam

    penelitiannya berjudul “Kontribusi Kinerja Komite

    Sekolah dan kemampuan Manajerial Kepala sekolah

    terhadap Efektivitas Impelemntasi Berbasis Sekolah

    (studi Deskriptif analitik pada SMA di Kabupaten

    Purwakarta)” menyatakan bahwa kinerja komite

    sekolah memiliki kontribusi yang kuat terhadap

    efektivitas implementasi manajemen berbasis seko-

    lah. Sementara itu penelitian Arifin (2009) menemu-

    kan bahwa hubungan sekolah dengan komite seko-

    lah dan masyarakat dilaksanakan secara kekeluar-

    gaan, dan sekolah telah melibatkan masyarakat

  • 36

    dalam hal ini komite sekolah, dalam penyusunan,

    pelaksanaan, maupun evaluasi program sekolah;

    5. Penelitian Gafur (2010) menemukan bahwa peran

    serta masyarakat dalam manajemen berbasis

    sekolah masih sebatas pada biaya pendidikan.

    Sumbangan pemikiran serta keahlian masih belum

    terlihat. Hal ini menjadi penghambat dalam pene-

    rapan manajemen berbasis sekolah;

    6. Raniati (2010) menemukan bukti empirik bahwa

    peranserta masyarakat dalam pengelolaan pendi-

    dikan di SMU se-kota Kupang dikategorikan

    rendah. Dalam hal merencanakan kegiatan,

    dukungan dana dan sumbangan fisik, memberikan

    masukan untuk peningkatan kualitas pembelajar-

    an. Demikian pula keterlibatan orang tua dalam hal

    pengadaan guru dan memilih guru dikategorikan

    rendah sekali. Hal ini disebabkan baik di sekolah

    negeri maupun swasta pengadaan guru sepenuhnya

    ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya peran serta

    komite baik di sekolah negeri maupun swasta

    dikategorikan tinggi.

    Mencermati hasil penelitian di atas, tampak

    bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Relawati (2004) dan Arifin (2009) yang

    memperoleh data bahwa partisipasi masyarakat dalam

    manajemen berbasis sekolah sudah baik, dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Gafur (2010) dan

    Raniati (2010) yang menunjukkan bahwa peran serta

  • 37

    masyarakat dalam manajemen berbasis sekolah masih

    rendah.

    2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis

    Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan

    nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendi-

    dikan dan Komite Sekolah yang bertujuan untuk

    menyalurkan aspirasi, meningkatkan tanggungjawab

    masyarakat terhadap pendidikan dan menciptakan

    suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan

    demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan

    pendidikan yang bermutu.

    Peran Komite sekolah sebagai pemberi pertim-

    bangan, pendukung, pengontrol, dan mediator diha-

    rapkan dapat menciptakan bahkan meningkatkan

    mutu layanan pendidikan. Adapun kerangka pemi-

    kiran teoritis peran komite sekolah dalam manajemen

    berbasis sekolah adalah sebagai berikut:

  • 38

    PERAN KOMITE

    SEKOLAH BADAN PENGONTROL

    (Controling Agency)

    MEDIATOR/ PENGHUBUNG

    (Mediator Agency)

    BADAN PENDUKUNG (Supporting Agency)

    BADAN PEMBERI PERTIMBANGAN

    (Advisory Agency)

    MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH