bab i.2

71
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786). Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68). Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi paru akan [1]

Upload: metta-novita

Post on 21-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I.2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki

peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi pleura

adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi pleura sendiri

sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan

symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan

dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan

akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono

(1999, 786).

Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya

neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari

organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik,

hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68).

Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan

pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi paru

akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif

bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas. Kondisi-

kondisi tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada penderita efusi

pleura.

Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun

potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidak efektifan pola nafas,

gangguan rasa nyaman, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta

masih banyak lagi permasalahan lain yang mungkin timbul.

[1]

Page 2: BAB I.2

2. Rumusan Masalah

a. Apakah definisi dari Efusi Pleura?

b. Bagaimana anatomi fisiologi Pleura?

c. Bagaimana patofisiologi dari Efusi Pleura?

d. Bagaimana WOC dari Efusi Pleura?

e. Apakah manifestasi klinis dari Efusi Pleura?

f. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Efusi Pleura?

g. Bagaimana penatalaksanaan dari Efusi Pleura?

h. Bagaiman asuhan keperawatan dari Efusi Pleura?

i. Apa komplikasi yang terjadi akibat efusi pleura?

3. Tujuan

a. Mengetahui definisi dari Efusi Pleura

b. Mengetahui anatomi fisiologi Pleura

c. Mengetahui patofisiologi dari Efusi Pleura

d. Mengetahui WOC dari Efusi Pleura

e. Mengetahui manifestasi klinis dari Efusi Pleura

f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Efusi Pleura

g. Mengetahui penatalaksanaan dari Efusi Pleura

h. Mengetahui asuhan keperawatan dari Efusi Pleura

i. Mengetahui komplikasi dari efusi peura

[2]

Page 3: BAB I.2

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi Efusi Pleura

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit

primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat

berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa

darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak

diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang

pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas

yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C

Suzanne, 2002).

2. Anatomi fisiologi Pleura

a. Anatomi

pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pembungkus

pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna ke

eksterna terbagi atas 2 bagian:

pleura viseralis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo

pleura parietaisl bagian pleura yang berbatasan lansung dengan dinding

torak

Kedua lapisan pleura tersebut saling berhubungan pada hilus pulmonalis sebagai

pleura penghubung. Diantara rongga ini terdapat rongga yag di sebut cavum pleura.

Dimana terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar

pleura ketika proses pernafasan

[3]

Page 4: BAB I.2

b. Fisiologi

Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke

yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak

ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20

cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur

(Soeparman, 1990, 785).

Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk

memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh

pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam

mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura

parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan

absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang

potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang

fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thoraks kedalam paru-

paru, sehingga paru-paru yang elastic dapat mengembang. Cairan dalam rongga pleura

bersifat steril karena mesothelia bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan

yang di produksi nya bersifatsebagai pelican.

Caira rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan

knsentrasi 1 gr/dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur

jumlah produksi reabsorbsi cairan rongga pleura. Reabsorbsi terjadi terutama pada

pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.5 ml/kg/jam. Bial

terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura

(Andra dan Yessi 2013, 170)

3. Patofisiologi Efusi Pleura

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan

dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

[4]

Page 5: BAB I.2

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena

perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian

melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat

melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya

dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis cairan ini memperlihatkan

adanya keseimbangan antara transudasi dai kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh

vena visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura dapat berupa

transudat atau eksudat.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan

primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis

peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,

keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.

Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari

pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada

penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura hidrotoraks.

Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan

eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan

permeabilitas kapiler dan atau gangguan absorpsi getah bening. Eksudat dibedakan

dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat

mempunyai berat jenis kurang dari 1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%;

eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak

mengandung sel.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas

kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat

atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis

eksudativa yang paling sering adalah karena mikobkaterium tuberkulosis dan dikenal

sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit

(amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,

fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis

rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia

[5]

Page 6: BAB I.2

dan akibat radiasi. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.

Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat

merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam

rongga pleura.

Empiema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan

rangka toraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi, dan terjadi

perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan

nama fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas, dapat menimbulkan hambatan mekanis

yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya. Pembedahan

pengupasan yang dikenal sebagai dekortikasi, kadangkadang perlu dilakukan guna

memisahkan membran-membran pleura tersebut. Istilah hemotoraks dipakai untuk

menyatakan perdarahan sejati ke dalam rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk

menyatakan efusi pleura yang berdarah. Trauma merupakan penyebab tersering dari

hemotoraks. Duktus torasikus dapat juga menyalurkan getah bening ke dalam rongga

pleura s3ebagai akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama

kilotoraks.

[6]

Page 7: BAB I.2

[7]

Page 8: BAB I.2

[8]

Page 9: BAB I.2

[9]

Page 10: BAB I.2

[10]

Page 11: BAB I.2

4. Manifestasi klinis Efusi Pleura

Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta

tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin

belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto

thoraks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien

mungkin mengalami :

Dispnea

Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura

Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

Perkusi meredup di atas efusi pleura

Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi

Suara nafas berkurang di atas efusi pleura

Fremitus vokal dan raba berkurang

5. Pemeriksaan diagnostik Efusi Pleura

Foto toraks (X Ray)

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan

seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial.

Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam

rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-

kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi

karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.

Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura bisa juga tidak

membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat

pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma.

Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik Gambarannya pada sinar tembus

sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara

dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan

[11]

Page 12: BAB I.2

bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis

(fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan.

Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran

perubahan efusi tersebut menjadi nyata. Cairan dalam pleura kadang-kadang

menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus kanan) dan terlihat dalam foto

sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah

paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bias juga terdapat

secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan

seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai

bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan

tumor paru.

Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya

mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto

dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat

jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih

keras pada pneumonia atau abses paru.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan

dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membentu sebagai penuntun waktu

melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT

scan/dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan

sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan

ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis)berguna sebagai sarana untuk diagnostik

maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi

duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior

dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura

sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik

dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat

menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut.

[12]

Page 13: BAB I.2

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlallu cepat.

Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya

tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui

permeabilitas kapiler yang abnormal.

Komplikasi torakosentesis adalah: pneumotoraks (ini yang paling sering udara

masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

dan emboli udara yang agak jarang terjadi.

Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri

dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli

masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli

udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi

kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara tersebut

dapat terperangkap di atrium kanan.

Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan :

Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan

(seroussantokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark

paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan

dan agak purulen, ni menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini

menunjukkan adanya abses karena amuba.

Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksa juga cairan

pleura :

· Kadar ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,

arthritis reumatoid dan neoplasma.

[13]

Page 14: BAB I.2

· Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis

adenokarsinoma.

Transudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu

adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga

terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura

lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:

1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,

2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner,

3). Menurunnya tekanan koloid osmotik dalampleura,

4). Menurunnya tekanan intra pleura.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

1). Gagal jantung kiri (terbanyak),

2). Sindrom nefrotik,

3). Obstruksi vena cava superior,

4). Asites pada sirosishati (asites menembus suatu defek diafragma atau

masuk melalui saluran getah bening),

5). Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium),

6). Efek tindakan dialisis peritoneal,

7). Exvacuo effusion, karena pada pneumotoraks, tekanan intra pleura

menjadi sub-atmosfirsehingga terdapat pembentukan dan penumpukan

transudat.

Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi

dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran

adalah karena adanya peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau

neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari

saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada

pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein

cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

[14]

Page 15: BAB I.2

Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit

pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.

· Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut.

· Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa

atau limfoma maligna.

· Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.

Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

· Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.

· Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid.

· Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.

· Sel maligna: pada paru/metastase.

Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang

purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang

sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokkus, E. Coli, klebsiela,

pseudomonas, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan

asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%.

Biopsi pleura

Pemeriksaan histopatologi satu atua beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.

Bila ternyata hasil biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi

ulangan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran infeksi

atau tumor pada dinding dada.

Pemeriksaan Laboratorium

Hb               normal           : 11,7 – 15,5

Eritrosit      normal           : 4,20 – 4,87

Lekosit       normal           : 4,5 – 11,0

PLT             normal           : 150 – 450

Hematokri normal           : 38 – 44

[15]

Page 16: BAB I.2

AGDA ( analisa gas darah)

PH              normal           : 7,35 – 7,45

PCO²          normal           : 31 – 50

PO ²            normal           : 75 – 90

6. Penatalaksanaan Efusi Pleura

Pengobatan Efusi Pleura

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi

melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya

multiokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan

irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara

sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi

pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura

maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura

parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin,

korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 Fluorourasil.

Prosedur Pleurodesis

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar

secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500 mg

tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalm 20 cc garam fisiologis ke

dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc garam fisiologis. Kunci selang

selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat

didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan

dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa.

Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum, masukkan 7 mg

yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut diatas.

Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik

atau demam.

WSD

WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara

dan cairan melalui selang dada.

1. Indikasi

[16]

Page 17: BAB I.2

Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus

Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah

toraks

Torakotomi

Efusi pleura

Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi

2. Tujuan Pemasangan

Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura

Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura

Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian

Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

3. Tempat pemasangan

a. Apikal

Letak selang pada interkosta III mid klavikula

Dimasukkan secara antero lateral

Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Basal

Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller

Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5. Jenis WSD

Sistem satu botol

Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan

simple pneumotoraks

Sistem dua botol

Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua

adalah botol water seal.

System tiga botol

Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol.

System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

7. Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

[17]

Page 18: BAB I.2

a) Data Dasar Pengkajian Pasien

a) aktifitas/istirahat

Gejala: dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b) Sirkulasi

tanda: Takikardi

frekuensi tak teratur/disritmia

s3 atau s4/ irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap efusi).

nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal

(dengan tegangan pnemotorak).

TD: hipertensi/hipotensi

c) Integritas Ego

tanda: ketakutan, gelisah

d) Makanan/cairan

tanda: adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan

e) Nyeri/kenyamanan

gejala (tergantung pada ukuran/area yang terlibat):

nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.

Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan

menyebar ke leher, bahu, abdomen

Tanda: berhati-hati pada area yang sakit

Perilaku distraksi

Mengkerutkan wajah

f) Pernafasan

[18]

Page 19: BAB I.2

Gejala: kesulitan bernafas, lapar nafas

Batuk(mungkin gejala yang ada)

Riwayat bedah dada/trauma; penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru

(empiema/effusi); penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan

(mis, obstruksi tumor)

Tanda: pernafasan: peningkatan frekuensi/takipnea

Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada,

leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.

Bunyi nafas menurun atau tak ada (sisi yang terlibat).

Fremitus menurun (sisi yang terlibat).

Perkusi dada: bunyi pekak di atas area yang terisi cairan.

Observasi dan palpasi pada dada: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila

trauma atau kempes; penurunan pengenbangan torak (area yang sakit).

Kulit: pucat, sianosi, berkeringat.

Mental: ansietas, gelisah.

Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/terapi PEEP

g) Keamanan

gejala: adanya trauma dada

radiasi/kemoterapi untuk keganasan

h) Prioritas Keperawatan

1. Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ventilasi

adekuat

2. Meminimalkan/mencegah komplikasi

3. Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri

4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan

prognosis

. i) Tujuan Pemulangan

[19]

Page 20: BAB I.2

1. Ventilasi/oksigenisasi adekuat dipertahankan

2. Komplikasi dicegah/diatasi

3. Nyeri tak ada/terkontrol

4. Proses penyakit dan prognosisn dan kebutuhan terapi di pahami.

b) Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penurunan

ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam rongga pleura).

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi secret

terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.

3. Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian jalan nafas berhubungan

dengan penyakit saat ini / proses cedera, system dranage dada, kurang

pendidikan keamanan / pencegahan

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi

trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri

pleuritik

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen dengan kebutuhan

6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

yang diderita

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasive (WSD)

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan : Ketidak efektifan pernapasan berhubungan dengan

adanya penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan).

Tujuan : menunjukkan pola pernafasan normal/efektif

[20]

Page 21: BAB I.2

Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 – 24 X/menit. Hasil Lab GDA

dalam batas normal, bebas dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan tidak

ada.

Intervensi :

1) mengidentifikasi etiologi/factor pencetus

Rasional: penyebab paru kolaps perlu untuk pemasangan selang dada yang

tepat dan tindakan terapeutik lain

2) Pertahankan Posisi semi fowler.

Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut

terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru

yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan

volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh

udara.

3) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda – tanda ketidakefektifan jalan

napas.

Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga

dapat dimabil tindakkan penanganan segera.

4) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi

aktivitas.

Rasional : Pengertian Klien akan mengundang partispasi klien dalam

mengatasi permahsalahan yang terjadi.

5) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam aspirasi caian pleura (Puctie

pleura / WSD), Pemberian Oksigen dan Pemeriksaan Gas darah.

Rasional : Puctie Pleura / WSD mengurangi cairan dalam rongga pleura

sehingga tekanan dalan rongga pleura berkurang sehingga eskpasi paru

dapat maksimal.

2. Diagnosa keperawatan : Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim

paru, reaksi secret terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.

[21]

Page 22: BAB I.2

Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn nyeri dapat

berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.

Kriteria : Tidak mengeluh nyeri dada, tidak meringis, Nadi 70 – 80 x/menit.

Intervensi :

1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai

sistim saraf sentral.

2) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan yaitu miring ke sisi yang

sakit.

Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya

gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan

penekanan sisi yang sakit.

3) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.

Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien

untuk menangani nyeri.

4) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi.

Rasional : Teknik distrasi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga

mengurangi emosional dan kognitif.

5) Oservasi gejala kardinal

Rasional: Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga

dapat dimabil tindakkan penanganan segera.

3. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian jalan nafas

berhubungan dengan penyakit saat ini / proses cedera, system dranage dada, kurang

pendidikan keamanan / pencegahan

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan trauma /

penghentian jalan nafas tidak terjadi

Kriteria :

[22]

Page 23: BAB I.2

Klien mengenal kebutuhan / mencari bantuan untuk mencegah komplikasi

Drainage paten

Tidak ada tanda-tanda distress pernafasan

Intervensi :

1) Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainage dada.

Rasional : informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan

keyakinan, menurunkan, ansietas pasien

2) Pasangkan kateter thorak ke dinding dada dan berikan panjang selang

ekstra sebelum memindahkan / mengubah posisi pasien.

Rasional : mencegah terlepas kateter dada / selang terlipat dan menurunkan

nyeri / ketidaknyamanan berhubungan dengan penarikan / mengerekkaan

selang.

3) Amankan unit draignage pada TT pasien / pada sangkutan / tempat tertentu

pada area dengan lalu lintas

Rasional : mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko

kecelakaan jatuh / unit pecah.

4) Anjurkan klien untuk menghindari berbaring / menarik selang

Rasional : menurunkan resiko obstruksi draignase / terlepasnya selang

5) Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan kepada perawat.

Contoh: perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada,

lepasnya alat

Rasional: intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.

6) Observasi tanda distress pernafasan bila kateter thorak lepas / tercabut

Rasional : efusi pleura dapat terulang / memburuk karena mempengaruhi

fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.

4. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri

pleuritik

[23]

Page 24: BAB I.2

Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapakn ada perbaikan

ventilasi

Kriteria : bunyi nafas lepas jelas, analisa darah dalam batas normal frekuensi

nafas 16-20 kali per menit, frekuensi nadi 60-100 kali permenit, tidak ada batuk

meningkatnya volume inspirasi.

Intervensi :

1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesic

Rasional : dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang

sehingga klen dapat istirahat.

2) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan

yaitu kepala lebih tinggi:

Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan

sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi diharapkan

membantu paru – paru untuk melakukan ekspansi optimal.

3) Berikan penjelasan terhadao klien pentingnya istirahat tidur.

Rasional : dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi

kebutuhan istirahat secara berlebihan.

4) Tingkat relaksasi menjelang tidur.

Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih

tenang.

5) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.

Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien

mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan.

5. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapkan klien dapat

melakukan aktivtas dengan bebas.

[24]

Page 25: BAB I.2

Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

Intervensi :

1) Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap.

Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas

sesuai kemampuan.

2) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

Rasonal : Diharapkan ada upaya menuju kemandirian.

3) Ajarkan pada klien menggunakan relaksasi yang merupakan salah satu

teknik pengurangan nyeri.

Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian

dengan optimal.

4) Jelaskan tujuan aktifitas ringan.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.

5) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.

Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat

meningkatkan rasa nyeri.

6) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.

Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.

6. Diagnosa Keperawatan : ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang penyakit yang diderita.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.

Kriteia : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.

Intervensi :

1) Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya

mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya.

[25]

Page 26: BAB I.2

Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami

keadaan diri yang sebenarnya.

2) Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun

tindakan medis.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi

kecemasan klien

3) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.

Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah

kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.

7. Diagnosa Keperawatan : resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

(WSD)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tidak ada tanda-tanda

infeksi.

Kriteia : suhu tubuh 370C, kadar leukosit 5000-10000 / mm3, luka sembuh setelah

selang dada di angkat

Intervensi :

1. Pantau:

Keadaan luka sewaktu mengganti balutan

Suhu setiap 4 jam sekali

Keadaan balutan pada setiap akhir pergantian shift

Rasional : untuk mengganti indikasi adanya proses kemajuan atau

penyimpangan dari pasien.

2. Berikan antibiotic sesuai anjuran dan evaluasi kefektifannya. Atur jadwal

pengobatan yang telah ditentukan sehingga kadar dipertahankan.

Rasional : antibiotic sering digunakan untuk pencegahan infeksi

[26]

Page 27: BAB I.2

8. Komplikasi

1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik

akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan

ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan

hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.

Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan

membrane-membran pleura tersebut.

2. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh

penekanan akibat efusi pleura.

3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru

dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan

sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada

efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian

jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

4. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada

sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan

kolaps paru.

[27]

Page 28: BAB I.2

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN

Waktu : 25/01/2013

Tempat : Ruang Mawar RSUD Dr. M Djamil

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Alamat : Siteba RT 001 RW 001

Kota Padang

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 20/01/2013

Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD atas rujukan

Puskesmas Belimbing

Diagnosa Medis : Efusi Pleura Dekstra

Alasan dirawat : Napas sesak, batuk, dada nyeri

Demam, cepat lelah saat beraktifitas

Keluhan Utama : Napas sesak

Upaya yang telah dilakukan : Berobat ke Puskesmas Belimbing

Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : Terapi tidak diketahui / Operasi

tidak pernah

[28]

Page 29: BAB I.2

2. RIWAYAT KEPERAWATAN

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. A dirawat di RSUD Dr. M Djamil sejak 5 hari yang lalu atas rujukan

Puskesmas belimbing dengan keluhan napas sesak, batuk, demam, dada sebelah kanan

nyeri dan sering cepat lelah saat beraktifitas. Pada saat dikaji Tn. A masih sesak napas,

batuk berdahak, nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung, nyeri sedang, skala

nyeri 5 (1-10), napas bertambah sesak setelah beraktifitas dan berkurang pada saat

beristirahat pada posisi semi fowler.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Sejak 1 tahun yang lalu klien sering mengeluh batuk-batuk, namun keluhan

hilang setelah berobat ke puskesmas atau dokter.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan diantara anggota keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit

yang bersifat herediter, seperti DM, Asma, dan lain-lain.

GENOGRAM

[29]

Perempuan

Klien

Laki-laki

meninggal

Page 30: BAB I.2

4) Keadaan Kesehatan Lingkungan

Menurut pengakuan klien, merasa nyaman dengan lingkungan fisik maupun

sosialnya. Klien tinggal di pedesaan. Rumah klien bersifat permanen dengan lantai

keramik. Luas rumah kurang lebih 100 m2 yang terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu,

ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Ventilasi dan pencahayaan rumah melalui jendela

kaca yang bisa dibuka tutup. Sumber air minum dari sumur pompa, sarana pembuangan air

limbah (SPAL) menggunakan septik tank.

5) Riwayat Kesehatan Lainya

Tidak ada riwayat penggunaan narkotikapsikotropika dan zat adiktif.

3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan Umum :

Penampilan : Tampak sesak, napas cepat dan dangkal, ekspresi

wajah meringis saat berubah posisi.

Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6)

2) Tanda-tanda Vital :

Suhu : 37,5 o C

Nadi : 100 x/menit

Tekanan Darah : 160/90 mmHg

Respirasi : 32 x/menit

3) Pengkajian

a. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Pengindaran

[30]

Page 31: BAB I.2

a Penglihatan

Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata anikterik, reflex

cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-), distribusi kedua alis merata, tajam

penglihatan normal (klien dapat membaca huruf pada koran pada jarak baca

sekitar 30 cm) , strabismus (-), lapang pandang pada kedua mata masih dalam

batas normal, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua mata.

b Penciuman

Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat membedakan bau kopi

dan kayu putih.

c Pendengaran

Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen, fungsi pendengaran

pada kedua telinga baik ditandai dengan klien dapat menjawab seluruh

pertanyaan tanpa harus diulang, tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang

mastoid, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada massa pada kedua telinga.

d Pengecapan/Perasa

Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis, asam, asin

dan pahit.

e Peraba

Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya dipegang, klien dapat

merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.

2. Sistem Pernafasan

Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris, tidak ada lesi pada

hidung, polip (-), keadaan hidung bersih, sianosis (-), tidak ada nyeri tekan pada

area sinus, tidak ada lesi pada daerah leher dan dada, tidak ada massa pada daerah

leher, bentuk dada simetris, nyeri tekan pada daerah dada sebelah kanan,

pergerakan dada tidak simetris, pernapasan cuping hidung (+), retraksi interkosta

(+), ronchi (+), batuk berdahak, mukus kental, pola nafas cepat dan dangkal.

[31]

Page 32: BAB I.2

3. Sistem Pencernaan

Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), terdapat gigi yang

tanggal pada geraham kanan bawah, lidah berwarna merah muda, tidak ada nyeri

saat menelan, tidak ada pembesaran hepar, bising usus 9 x / menit.

4. Sistem Kardiovaskuler

Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT) kembali < 2

detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2 lineasternal dekstra dan sinistra,

terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS 4 lineasternal sinistra dan bunyi jantung

S2 pada ICS 2 lineasternal sinistra tanpa ada bunyi tambahan, irama jantung

reguler.

5. Sistem Urinaria

Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada kandung

kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis.

6. Sistem Endokrin

Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tremor (-),

tidak ada tanda kretinisme, tidak ada tanda gigantisme.

7. Sistem Muskuloskeletal

a) Ekstremitas Atas

Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif pada kedua

tangan. ROM (range of motion) pada kedua tangan maksimal, tidak ada atrofi

otot kedua tangan, terpasang infuse pada tangan kiri.

b) Ekstremitas Bawah

Kedua kaki dapat digerakkan dan klien dapat berjalan ke kamar mandi,

reflek patella (+), reflek babinski (-), tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada

atropi otot.

[32]

Page 33: BAB I.2

8. Sistem Reproduksi

Tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada penis dan kedua testis. Klien sudah

menikah dan mempunyai 3 orang anak.

9. Sistem Integumen

Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut tumbuh

merata, uban (+), turgor kulit baik, tidak ada lesi.

10. Sistem Persyarafan

Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik.

a) Nervus I (Olfaktorius)

Fungsi penciuman hidung baik, terbukti klien dapat membedakan bau kopi dan

kayu putih.

b) Nerfus II (Optikus)

Fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca koran pada jarak sekitar 30 cm.

c) Nerfus III (Oculomotorius)

Reflek pupil mengecil sama besar pada saat terkena cahaya, klien dapat

menggerakkan bola matanya ke atas.

d) Nerfus IV (Tochlearis)

Klien dapat menggerakkan bola matanya kesegala arah.

e) Nerfus V (Trigeminus)

Klien dapat merasakan sensasi nyeri dan sentuhan.

f) Nerfus VI (Abdusen)

Klien dapat menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri.

[33]

Page 34: BAB I.2

g) Nerfus VII (Facialis)

Klien dapat menutup kedua mata, menggerakkan alis dan dahi, klien dapat

tersenyum, ada rangsangan nyeri saat dicubit.

h) Nerfus VIII (Aksutikus)

Fungsi pendengaran baik, klien dapat menjawab pertanyaan perawat tanpa diulang.

i) Nerfus IX (Glosofaringeal)

Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis, asin dan pahit.

j) Nerfus X (Vagus)

Reflek menelan baik.

k) Nerfus XI (Asesorius)

Leher dapat digerakkan ke segala arah, klien dapat menggerakkan bahunya.

l) Nerfus XII (Hipoglosus)

Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidahnya.

b. Pola Aktifitas Sehari-hari

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat sakit ia tidak

dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha untuk selalu berperilaku

hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan dan gosok gigi sebelum tidur dan

sesudah makan, mengkonsumsi makanan bergizi serta tidak menyalahgunakan

obat-obatan, klien suka merokok.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Dirumah : klien makan teratur 3 x/hari, minum sebanyak ± 8-9 gela/hari,

terbiasa minum ai putih, tidak ada kesulitan menelan, klien tidak pernah diet

khusus , postur tubuh kurus, tidak ada riwayat alergi makanan.

[34]

Page 35: BAB I.2

Di rumah sakit : klien makan teratur 3 x/hari, diet bubur, porsi makan habis

1 porsi.

3. Pola Eliminasi

BAK/BAB dilakukan di toilet secara mandiri, frekuensi BAK 3-4 kali sehari

dengan warna urine kuning jernih dan berbau ammonia. Sudah 2 hari belum BAB,

Flatus (+). Di rumah atau di rumah sakit klien tidak pernah menggunakan obat-

obat untuk memperlancar BAB maupun BAK.

4. Pola Aktifitas dan Latihan

Di Rumah Sakit sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur. Di rumah klien

setiap hari rajin ke sawah. Penggunaan alat bantu (-), tidak ada kesulitan gerak.

Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan jarang tidur siang.

Di Rumah sakit klien tidur jam 22.00 sampai dengan 05.00, gangguan tidur (-).

5. Pola Kognitif dan Perseptual

Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu melihat dengan jelas tulisan

dari jarak kurang lebih 30 cm. Indra perasa klien juga berfungsi baik, klien

dapat mengecap rasa asin, manis dan pahit.

Klien mengetahui penyakitnya dengan bertanya kepada dokter dan perawat,

klien dapat menyebutkan bahwa penyakit yang dideritanya adalah penyakit par-

paru basah.

6. Persepsi dan Konsep Diri

Klien merasakan sakitnya sebagai sebuah stressor dan menganggapnya sebagai

sesuatu yang harus diselesaikan. Secara lengkap konsep diri klien dapat diuraikan

sebagai berikut :

a) Body image / gambaran diri

Klien mengatakan menerima dengan keadaan tubuhnya walaupun merasa cemas

dengan kondisinya sekarang.

[35]

Page 36: BAB I.2

b) Ideal diri

Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah, berkumpul dengan

keluarganyan dan kembali bekerja.

c) Harga diri

Sejak klien dirawat di Rumah Sakit, semua kebutuhan klien banyak dibantu

oleh keluarganya serta perawat sehingga klien merasa sangat diperhatikan.

d) Identitas diri

Klien mampu menyebutkan nama, umur, pekerjaan dan lain-lain pada saat

dilakukan pengkajian.

e) Peran diri

Klien adalah seorang kepala keluarga dengan 3 orang anak dan merasa dengan

konsisi sakitnya klien tidak dapat menjalankan perannya.

7. Pola Hubungan dan Peran

Klien adalah anak pertama dari empat bersaudara. Klien sudah menikah dan

mempunyai 3 orang anak, hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan

dengan lingkungan tempat tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter

dan perawat.

8. Pola Reproduksi Seksual

Klien pertama kali mimpi basah pada saat kelas 1 SMP, klien sekarang

sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak.

9. Pola Penanggulangan Stress

Klien selalu menganggap masalah sebagai suatu cobaan hidup yang harus

dijalaninya, klien berpandangan bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

Setiap ada masalah selalu dimusyawarahkan dalam keluarga.

10. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

[36]

Page 37: BAB I.2

Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat kepercayaan masyarakat yang

berpandangan bahwa ketika sakit tidak boleh keramas, memotong rambut dan

kuku (pamali), dan apabila ada luka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang

anyir-anyir. 11. Personal Higiene

Di Rumah Sakit klien mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas

belum pernah tetapi rambut klien tampak bersih, gunting kuku juga belum pernah

karena kukunya masih pendek. Semua aktivitas personal hygiene dilakukan dengan

bantuan keluarga.

12. Ketergantungan

Klien tidak mempunyai riwayat ketergantungan terhadap obat-obat tertentu,

termasuk alkohol. Klien seorang perokok.

c. Aspek Psikologis

Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama penyakitnya

akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya, klien juga selalu

menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien tampak lesu.

d. Aspek Sosial/Interaksi

Hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan dengan lingkungan tempat

tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter dan perawat.

e. Aspek Spiritual

Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama penyakitnya

akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya, klien juga selalu

menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien tampak lesu.

[37]

Page 38: BAB I.2

4. DIAGNOSTIC TEST

A. Laboratorium

JENIS

PEMERIKSAAN

HASIL NILAI

NORMAL

ANALISA

HB 11,9 12-18 Normal

Leukosit 16.600 4000-10.000 Tinggi

LED 30 0-20 Tinggi

PCV 36 37-48 Normal

Trombosit 203.000 150.000-300.000 Normal

GDS 180 < 150 Di atas normal

Cholesterol 82 150-220 Normal

Asam urat 3,2 2-7,0 Normal

Creatinin 0,9 0,8-1,5 Normal

SGOT 34 s/d 29 Di atas normal

SGPT 26 s/d 29 Normal

BTA Negatif

B. Radiologi

Rontgen : Paru paru kanan terlihat sampai iga ke delapan, tertutup

oleh cairan pleura.

USG : -

C. EKG : -

[38]

Page 39: BAB I.2

D. TERAPI :

No. Nama Obat Dosis Jam Cara Pemberiaan

Sediaan

1 IVFD : RL 12 tts/menit

Intra vena Flabot

2 Ceftazidin 2 x 1 gr 08-20 Intra vena Flakon 3 Metronidaz

ol 3 x 1 gr 08-16-24 Intra vena Flakon

4 Ranitidin 2 x 1 08-20 Intra vena Ampul 5 Parasetamol 3 x 1 08-16-24 Per oral Tablet 6 RHEZ 1 x 1 08 Per oral Tablet 7 Tramadol 2 x 1 08-20 Per oral Tablet 8 Mucohexin 3 x 1 08-16-04 Per oral Tablet

5. ANALISA DAN SINTESA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data subjektif Klien mengeluh

batuk berdahak Data objektif

Ronchi (+) Mukus putih

kekuningan kental

PCH (+) Retraksi

interkostal (+) Leukosit : 16.600 LED : 30 Rontgen : efusi

pleura kanan

Proses peradangan pada

rongga pleura

Merangsang sel goblet

Produksi mukus meningkat

Mukus tertahan di saluran napas

Akumulasi secret di saluran napas

Upaya batuk buruk

Bersihan jalan napas tidak efektif

Bersihan jalan napas tidak efektif

Data subjektif Klien mengeluh

sesak napas Data objektif

Respirasi 32 x/menit

Nadi 100 x/menit Pola napas cepat

Efusi Pleura Akumulasi cairan pada rongga pleura

Tekanan intra pleura meningkat

Ekspansi paru menurun Napas cepat & dangkal

Pola napas tidak efektif

[39]

Page 40: BAB I.2

dan dangkal Pola napas tidak efektif

Data subjektif Klien mengeluh

nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung

Data objektif Skala nyeri 5 (1-

10) Klien tampak

meringis saat berubah posisi

Efusi Pleura

Proses inflamasi pada rongga pleura dan cairan menekan dinding pleura

Rangsangan pada reseptor nyeri

Nyeri

Nyeri dada

Data Subyektif : Klien mengeluh

tidak tahu tentang pengelolaan penyakitnya

Data Obyektif : Klien sering

bertanya mengenai keadaan penyakitnya

Klien sering mengulang pertanyaan yang sama

Kurang informasi

Keterbatasan kognitif

Perilaku tidak sesuai/Ungkapan verbal

dari ketidaktahuan

Kurang pengetahuan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS

8. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penurunan

ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam rongga pleura)

9. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi

trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri

pleuritik

10. Nyeri dada berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efusi

pleura

[40]

Page 41: BAB I.2

11. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan

pengobatan, dan pemeriksaan diagnostic berhubungan dengan kurang

terpajan informasi

III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

TGLDIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN DANHASILYANG

DIHARAPKAN

RENCANA TINDAKAN

RASIONAL

25/01/2013 Ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik, yang ditandai dengan : Data subjektif

Klien mengeluh batuk berdahak

Data objektif Ronchi (+) Mukus putih

kekuningan kental Retraksi interkostal (+) Leukosit : 16.600 LED : 30 Rontgen : efusi pleura

kanan

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria : Secret bisa keluar (+) Ronkhi (-) Respirasi : 16-20 x/menit

1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°)

2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif

3. Lakukan postural drainage

4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien

5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat

1. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, dan untuk meningkatkan ekspansi paru. 2. Nafas dalam membantu memenuhi kecukupan O2 dan memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan. 3. Memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan. 4. Obat yang membantu untuk mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. 5. Untuk mengencerkan secret sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.

[41]

Page 42: BAB I.2

25/01/2013 Ketidak efektifan pola nafas

berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru (penumpukan cairan dalam rongga pleura), yang ditandai dengan : Data subjektif

Klien mengeluh sesak napas

Data objektif Respirasi 32 x/menit Nadi 100 x/menit Pola napas cepat dan

dangkal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal, dengan kriteria : Sesak (-) Irama dan kedalaman napas dalam batas normal Frekuensi napas 16-20 x/menit

1. Identifikasi faktor penyebab.

2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tanda-tanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam

6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan.

1. Dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. 2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

4. Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. 5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. 6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. 7. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis.

25/01/2013 Nyeri dada berhubungan dengan

penekanan dinding pleura oleh cairan efusi pleura, yang ditandai dengan : Data subjektif

Klien mengeluh nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung

Data objektif Klien tampak meringis

saat berubah posisi Skala nyeri 5 (1-10)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri hilang. Skala nyeri 1

1. Observasi TTV

2. Kaji lokasi dan intensitas nyeri.

3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi.

1. Sebagai data awal untuk melihat keadaan umum klien 2. Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat nyeri yang dirasakan sehingga mempermudah intervensi selanjutnya. 3. Reaksi non verba menandakan nyeri

[42]

Page 43: BAB I.2

(1-10) Klien dapat rileks. TTV dalam batas normal

5. Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi

yang dirasakan klien hebat 4. Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan klien dengan non farmakologis 5. Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri

25/01/2013 Kurangnya pengetahuan

(kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan, dan pemeriksaan diagnostic berhubungan dengan kurang terpajan informasi:

Data subjektif Klien mengeluh tidak

tahu tentang pengelolaan penyakitnya

Data objektif Klien sering bertanya

mengenai keadaan penyakitnya

Klien sering mengulang pertanyaan yang sama

setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit klien dan keluarga mengerti tentang pengelolaan penyakitnya , dengan kriteria hasil : Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali tentang penyakitnya Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi 5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien 2. Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas

3. Mempermudah intervensi

4. Mencegah keparahan penyakit

5. Memberi gambaran tentang pilihan terapi yang bisa digunakan

[43]

Page 44: BAB I.2

IV. IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN

TGL JAMNO. DX KEPERAWATAN

TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON

25/01/2013

14.30 WIB

1 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler

2. Mengajarkan pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan

1. Pasien merasa lebih nyaman dalam posisi semi fowler 2. Pasien mengikuti latihan yang diberikan 3. Pasien mengatakan setuju akan minum air hangat 4. Pasien mengatakan setelah minum OBH dahak lebih encer

25/01/2013

15.00 WIB

2 1. Mengobservasi TTV

2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif. 4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen

1. TD : 140/90 mmHg, Suhu 36,6oc, Nadi 96 kali/menit, Respirasi 28 kali/menit. 2. Klien tampak lebih nyaman dalam posisi ½ duduk 3. Klien dapat mengikuti latihan yang diberikan 4. Terpasang oksigen 3 liter/menit dengan kanul nasal

25/01/2013

16.00 WIB

3 1. Mengobservasi tanda-tanda vital

2. Mengkaji lokasi dan intensitas nyeri

3. Memberikan obat analgetik, tramadol 1 tablet peroral

1. TD : 140/90 mmHg, Suhu 36,6oc, Nadi 96 kali/menit, Respirasi 28 kali/menit. 2. Nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung, skala 5 (1-10) 3. Reaksi efek samping obat (-)

[44]

Page 45: BAB I.2

25/01/2013

14.00 WIB

4 1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang batuk efektif yang meliputi :

Pengertian batuk efektif Tujuan dan manfaat batuk

efektif Cara batuk efektif

1. Setelah diberikan Penkes selama 1x30 menit klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali tentang pengertian, tujuan , manfaat batuk efektif dan mampu mendemonstrasikan cara batuk efek

V. CATATAN PERKEMBANGAN

TGL JAMNO. DX KEPERAWATAN

EVALUASI

25/01/2013

14.30 WIB

15.00 WIB

1

2

Subyektif : Klien mengatakan batuk berdahak.

Obyektif : Mukus kental, ronchi (+), respirasi 28 x/menit

Analisa : Masalah belum teratasi

Planning : 1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°) 2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Lakukan postural drainage 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat

Implementasi : 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler 2. Mengajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan

Evaluasi : Mukus kental, ronchi (+) Lanjutkan intervensi

Subyektif : Klien mengatakan napas sesak

Obyektif : Respirasi 28 x/menit, Nadi 96 x/menit, TD 140/90 mmHg, pola

napas cepat dan dangkal

Analisa :

[45]

Page 46: BAB I.2

16.00 WIB

3

Masalah belum teratasi

Planning : 1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tanda-tanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. 5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam 6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. 7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan.

Implementasi : 1. Mengobservasi TTV 2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif. 4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen

Evaluasi : Klien masih mengeluh napas sesak, pola napas cepat dan

dangkal Lanjutkan intervensi

Subyektif : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kanan

Obyektif : Klien tampak meringis saat berubah posisi, skala 5 (1-10)

Analisa : Masalah belum teratasi

Planning : 1. Observasi TTV 2. Kaji lokasi dan intensitas nyeri. 3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. 5. Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi

Implementasi : 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 2. Mengkaji lokasi dan intensitas nyeri 3. Memberikan obat analgetik, tramadol 1 tablet peroral

Evaluasi : Klien masih mengeluh nyeri dada Lanjutkan intervensi

[46]

Page 47: BAB I.2

VI. EVALUASI TGL JAM NO. DX

KEPERAWATAN

EVALUASI

[47]

Page 48: BAB I.2

26/01/2013

14.30 WIB

15.00 WIB

1

2

Subyektif : Klien mengatakan batuk berdahak.

Obyektif : Mukus kental, ronchi (+), respirasi 28 x/menit

Analisa : Masalah belum teratasi

Planning : 1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°) 2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Lakukan postural drainage 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat

Implementasi : 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler 2. Mengajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan

Evaluasi : Mukus kental, ronchi (+) Lanjutkan intervensi

Subyektif : Klien mengatakan napas sesak

Obyektif : Respirasi 28 x/menit, Nadi 88 x/menit, TD 120/80 mmHg, pola

napas cepat dan dangkal

Analisa : Masalah belum teratasi

Planning : 1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tanda-tanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam 6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. 7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan.

Implementasi : 1. Mengobservasi TTV 2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.

[48]

Page 49: BAB I.2

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya

dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis cairan ini memperlihakan

adanya keseimbangan antara transudasi dai kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh

vena visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura adalah istilah yang

digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat berupa

transudat atau eksudat.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam

kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan

transudat atau cairan eksudat biasanya Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan

jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis

hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig. Eksudat disebabkan

oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit

kolagen.

Dalam mendiagnosis asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura dengan

mengidentifikasi apa factor pecetus dari efusi pleura itu sendiri. Selanjutnya di lakukan

[49]

Page 50: BAB I.2

pemeriksaan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, kaji respon pasien dan kaji

pemeriksaan diagnostic. .

Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin

mengalami :

Dispneu bervariasi

Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura

Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

Perkusi meredup di atas efusi pleura

Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi

Suara nafas berkurang di atas efusi pleura

Fremitus vokal dan raba berkurang

2. Saran

Maka dalam penangan pasien dengan efusi pleura prioritas keperawatan,:

1. Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ventilasi

adekuat

2. Meminimalkan/mencegah komplikasi

3. Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri

4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan

prognosis

[50]