my proposal bab i & 2

63
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra) (Rendy dan Margareth, 2012). Hyperplasia prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyempitan lumen adalah terapi pembedahan. Hampir semua pembedahan mengakibatkan nyeri. Nyeri yang paling lazim adalah nyeri insisi. Nyeri terjadi akibat luka, penarikan dan manipulasi jaringan serta organ (Baradero, Dayrit dan Siswadi, 2005). Dalam pelaksanaan nyeri biasanya digunakan manajemen secara farmakologi baik analgetika narkotika atau non-narkotika. Tindakan paliatif harus didahulukan sebelum penggunaan obat-obatan, misalnya dengan mengatur posisi yang tepat, masase atau kompres

Upload: amru-shodikh

Post on 21-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: MY PROPOSAL BAB I & 2

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan

urine (uretra) (Rendy dan Margareth, 2012). Hyperplasia prostat

menyebabkan penyempitan lumen uretra. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi penyempitan lumen adalah terapi pembedahan.

Hampir semua pembedahan mengakibatkan nyeri. Nyeri yang paling lazim

adalah nyeri insisi. Nyeri terjadi akibat luka, penarikan dan manipulasi

jaringan serta organ (Baradero, Dayrit dan Siswadi, 2005). Dalam

pelaksanaan nyeri biasanya digunakan manajemen secara farmakologi baik

analgetika narkotika atau non-narkotika. Tindakan paliatif harus didahulukan

sebelum penggunaan obat-obatan, misalnya dengan mengatur posisi yang

tepat, masase atau kompres hangat. Berdasarkan wawancara pada tanggal 18

Juni 2013 di Ruang Bougenvile RSUD Nganjuk terdapat 5 pasien dengan

penyakit BPH. Dari wawancara memperoleh data bahwa 4 dari 5 orang

mengatakan nyeri setelah dioperasi.

Angka kejadian penderita BPH sangat tinggi pada pria berusia diatas 50

tahun angka kejadianya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90

tahun 100 (Arif Mansjoer, 2008). Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua

setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia

diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata - rata di Indonesia yang

1

1

Page 2: MY PROPOSAL BAB I & 2

2

sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria

Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh

penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri

dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga

diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH (Tamalia,

2012). Dan berdasarkan data hasil rekam medik yang didapat dari RSUD

Nganjuk pada tahun 2011 jumlah penderita BPH sebanyak 37 orang, pada

tahun 2012 jumlah penderita BPH sebanyak 17 orang, dan pada tahun 2013

jumlah penderita BPH sebanyak 48 orang

Menurut Padila (2012), Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigna

Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, namun

yang pasti kelenjar prostat sangat bergantung pada hormon androgen factor

lain yang erat kaitanya dengan BPH adalah proses penuaan, ada beberapa

factor kemungkinan penyebab antara lain : Dihydrostestosteron, Perubahan

keseimbangan hormon estrogen – testoteron, Interaksi stroma – epitel,

Berkurangnya sel yang mati, Teori sel stem. Sejalan dengan pertambahan

umur, kelenjar prostad akan mengalami hyperplasia. Jika prostad membesar,

maka akan meluas keatas (kandung kemih) sehingga pada bagian dalam akan

mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan

ini dapat meningkatkan tekanan intravesical. Sebagai kompensasi terhadap

tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi

lebih kuat agar mempompa urin keluar. Kontraksi yang terus-menerus

menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa; hipertropi otot

Page 3: MY PROPOSAL BAB I & 2

3

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan devirtikel kandung

kemih. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-

buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara

ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau

terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke

dalam gagal ginjal. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka akan memunculkan

masalah keperawatan nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan

insisi sekunder pada TUR-P; Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

prosedur invasive: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih

sering; resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan

pembedahan; resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan

akan impoten akibat dari TUR-P; kurang pengetahuan: tentang TUR-P

berhungan dengan kurang informasi; gangguan pola tidur berhubungan

dengan nyeri sebagai efek pembedahan.

Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri, sehingga

intervensi yang dapat diberikan adalah menjelaskan pada klien tentang gejala

dini spasmus kandung kemih; memantau klien pada interval yang teratur

selama 48 jam untuk mengetahui gejala-gejala dini dari spasmus kandung

kemih; menjelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan

berkurang dalam 24 sampai 48 jam; memberi penyuluhan pada klien agar

tidak berkemih ke seputar kateter; menganjurkan pada klien untuk tidak

duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P; mengajarkan

Page 4: MY PROPOSAL BAB I & 2

4

penggunakan tindakan relaksasi, termasuk latian nafas dalam, visualisasi;

jagalah selang drainase urin tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan

tekanan pada kandung kemih; mengobservasi tanda-tanda vital; melakukan

kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat-obatan (analgesik atau

antispasmodik) (Padila, 2012).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan Keperawatan pada Tn. X usia 50

tahun dengan nyeri akut pada BPH di ruang Bougenvil RSUD Nganjuk

secara komprehensif dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien post op BPH di Ruang

Bougenvile RSUD Nganjuk.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien post op BPH

di Ruang Bougenviel RSUD Nganjuk.

c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada klien post op BPH

di Ruang Bougenvile RSUD Nganjuk.

d. Mampu melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien post

op BPH di Ruang Bougenvile RSUD Nganjuk.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien post op BPH di

Ruang Bougenvile RSUD Nganjuk.

Page 5: MY PROPOSAL BAB I & 2

5

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan

asuhan keperawatan pada pasien BPH nyeri akut sebagai berikut

1. Wawancara

Instrumen pertama yang juga berfungsi untuk pengambilan data di

lapangan adalah menggunakan teknik wawancara. Pada teknik ini peneliti

dating berhadapan secara langsung dengan responden atau subjek yang di

teliti (Zaenal Arifin, 2009)

2. Observasi

Observasi adalah instrumen lain yang sering dijumpai dalam

penelitian pendidikan. Dalam penelitian kuantitatif , instrument observasi

lebih sering di gunakan sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk

kuesioner dan wawancara. (Zaenal arifin, 2009)

3. Pemeriksaan fisik

Pengkajian keperawatan pada tubuh klien dipergunakan untuk

memperoleh data obyektif dari klien (Nursalam, 2009).

4. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat

digunakan perawat sebagai data obyektif yang dapat disesuaikan dengan

masalah kesehatan klien (Nursalam, 2009).

5. Studi kepustakaan

Page 6: MY PROPOSAL BAB I & 2

6

Suatu metode untuk memperoleh sata dasar klien yang komprehensif,

perawat dapat membaca literature yang berhubungan dengan masalah klien

(Nursalam, 2009).

6. Studi Dokumentasi

Cara untuk memperoleh data dari responden adalah menggunakan

teknik dokumentasi. Pada teknik ini, peneliti memperoleh informasi (data)

dari berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau

tempat dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan

sehari-harinya (Zaenal Arifin, 2009)

D. Sistematika Penulisan Proposal

1. Bab I: Pendahuluan

Pendahuluan adalah bab pertama dari skripsi atau tesis yang

mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang

diteliti. Untuk apa dan mengapa penilitian itu di lakukan (Bahdin, 2010).

Dalam studi kasus ini pendahuluan terdiri dari:

a. Latar Belakang

Pada bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan

kenyataan, baik kesenjangan teoritis ataupun kesenjangan praktis yang

melatar belakangi masalah yang diteliti (Bahdin, 2010).

b. Rumusan Masalah

Page 7: MY PROPOSAL BAB I & 2

7

Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat

petanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabanya (Bahdim,

2010).

c. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam

penelitian (Bahdim, 2010).

d. Manfaat Penulisan

Menunjukan kegunaan atau pentingnya penelitian bagi perkembangan

ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas (Bahdim, 2010).

e. Tempat dan waktu

Tempat dan Waktu adalah dimana dan kapan asuhan keperawatan itu

dilakukan (Bahdin, 2010).

f. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah langkah-langkah yang ditempuh dan teknik

yang digunakan untuk mengumpulkan data (Bahdim, 2010).

g. Sistematika Penulisan

Berisi tatacara atau peraturan yang harus di ikuti dalam penulisan karya

tulis ilmiah (Bahdin, 2010).

2. Bab II : Tinjauan Pustaka

Adalah landasan teori yang digunakan oleh penullis dengan

memberikan kesempatan pada penulis untuk mengembangkan konsep

keperawatan sedemikian rupa dari berbagai sumber yang relevan, autentik

dan aktual. Penulisan kerangka konsep memungkinkan penulis menuangkan

Page 8: MY PROPOSAL BAB I & 2

8

analisis teori yang dimunculkan dan diprediksi masalah yang timbul. Dalam

kerangka konsep karya tulis ini berfokus pada teori medis tentang

BPH(Benigna Prostate Hypertrophy) dan manajemen keperawatannya yang

dikhususkan tentang nyeri akut. Komponennya antara lain :

a. Pengertian

b. Etiologi

c. Patofisiologi

d. Gambaran klinis

e. Pengelolaan kasus

f. Pohon masalah

g. Manajemen keperawatan

3. Bab III: Tinjauan Kasus

Bab ini berisi pengelolaan kasus yang dilakukan oleh penulis secara

tim dengan petugas pelayanan (pendekatan manajemen keperawatan), kasus

yang dimaksut adalah BPH (Benign Prostate Hypertrophy) dan manajemen

keperawatannya yang dikhususkan tentang nyeri akut. Bab III ini

memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan klien yang ditangani

penulis. Data yang terkumpul dalam Bab ini antara lain :

a. Pengkajian

b. Identitas klien/keluarga penanggung jawab

c. Riwayat kesehatan klien

d. Pemeriksaan fisik

e. Pola fungsional

Page 9: MY PROPOSAL BAB I & 2

9

f. Analisa data, daftar masalah

g. Perencanaan

h. Tindakan

i. Evaluasi

4. Bab IV: Pembahasan

Adalah kemampuan penulis di dalam mengupas, mengamati dan

memberikan solusi dengan alasan-alasan ilmiah yang dapat diprtanggung

jawabkan. Pada bab ini penulis berorientasi pada problem solving dengan

argumentsi ilmiah.

5. Bab V: Penutup

Penulisan pada bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi, sedangkan

rekomendasi lebih menekankan pada usulan yang sifatnya operasional atau

aplikatif. Dimana Bab ini terdiri dari: kesimpulan dan saran.

BAB II

Page 10: MY PROPOSAL BAB I & 2

10

KONSEP DASAR TEORI

A. Konsep BPH

1. Pengertian

Menurut Nursalam (2009), kelenjar prostat adalah salah satu organ

genetalia pria terletak sebelah inferior buli - buli dan membungkus uretra

posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini menyumbat uretra

posterior dan bila mengalami pembesaran pada uretra pars prostatika

sehingga menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli - buli.

Hiperplasia prostad atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hyperplasia

beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /

jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

prostatika (jitowoyono & kristiyanasari, 2010)

2. Etiologi

Penyebab khusus hyperplasia prostat belum diketahui secara pasti,

beberapa hipotesis menyatakan bahwa gangguan ini ada kaitannya dengan

peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.

Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostad

adalah

a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada usia lanjut.

b. Peran factor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar

prostad. 10

Page 11: MY PROPOSAL BAB I & 2

11

c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostad karena kekurangan sel yang

mati.

d. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem

sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar

prostad menjadi berlebih (Nursalam, 2009).

Menurut Padila (2012) Selain diatas tersebut ada beberapa hipotesis yang

diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostad, yaitu sebagai

berikut :

a. Dihydrotestosteron,

peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostad mengalami hiperplasi.

b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testosteron.

Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan

penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma - epitel.

Peningkatan epidermal growt factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi

stroma dan epitel.

d. Berkurangnya sel yang mati.

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma

dan epitel dari kelenjar prostat.

e. Teori sel stem.

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

Page 12: MY PROPOSAL BAB I & 2

12

3. Patofisiologi

Sejalan dengan bertambahnya umur , kelenjar prostat akan mengalami

hiperplasia. Jika prostad membesar, maka akan meluas keatas (kandung

kemih) sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra

prostatika dan menyumbat aliran urine. keadaan ini dapat meningkatkan

tekanan intravesikuler. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra

prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat

agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi terus-menerus menyebabkan

perubahan anatomi dari kandung kemih berupa: hipertropi otot detrusor,

trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel kandung kemih.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada

saluran kecing bagian bawah. (jitowoyono & kristiyanasari, 2010)

4. Manifestasi klinis

Biasanya gejala - gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai

Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif

dan obstruktif :

Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi

pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak

(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).

Sedangkan gejala obstruksi adalah pancaran lemah, rasa tidak lampias

sehabis miksi, kalaun mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus

mengedan (sraining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu

Page 13: MY PROPOSAL BAB I & 2

13

miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen

karena overflow (Arif Mansjoer, 2008).

5. Pengelolaan kasus / Penatalaksanaan

a. Observasi ( watchfull waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan (skor

madsen Iversen ≤ 9). Nasihat yang diberikan ialah mengurangi minum

setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat -

obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak

diperbolehkan minum alcohol agar tidak terlalu sering miksi (Arif

Mansjoer, 2008).

b. Terapi medika mentosa

1) Penghambat adrenergic

Obat - obat yang sering dipakai adalah prazosin, dexasozin,

terazosin, afluzosin, atau yang lebih efektif 1a (tamsulin). Dosis

dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4mg/hari

(Arif Mansjoer, 2008).

2) Penghambat enzim 5-a-reduktase

Obat yang di pakai adalah finateride (Proscar) dengan dosis 1 x

5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT

sehingga prostad yang membesar akan mengecil (Arif Mansjoer,

2008).

3) Fitoterapi

Page 14: MY PROPOSAL BAB I & 2

14

Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain

eviprostat. Misalnya pygeum afrikanu, saw palmetto, serenoa repeus,

dll. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan

(Arif Mansjoer, 2008).

c. Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien berfariasi tergantung beratnya

gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu:

1) Retensio urin berulang

2) Hematuria

3) Tanda penurunan fungsi ginjal

4) Infeksi saluran kemih berulang

5) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan

hidronefrosis

6) Ada batu saluran kemih.

Jenis pengobatan ini paling tinggi efektifitasnya (Arif Mansjoer,

2008).

d. Terapi infasif minimal.

1) Transurethral Microwave Thermoterapy (TUMT)

Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah

sakit besar. Dilakukan pemanasan prostad dengan gelombang mikro

yang disalurkan ke kelenjar prostad melalui suatu transducer yang

diletakan di uretra pars prostatika.

2) Dilatasi balon transurethral (TUBD)

Page 15: MY PROPOSAL BAB I & 2

15

3) High-intensity Focused Ultrasound

4) Ablasi jarum Transuretra (TUNA)

5) Stent Prostat (Arif Mansjoer, 2008).

Page 16: MY PROPOSAL BAB I & 2

16

6. Pathwasys / Pohon masalah

Factor usia Sel prostad umur panjangProlikerasi abnormal sel

strem

Sel stroma pertumbuhan berpacu

Sel yang mati kurang Produksi stroma dan epitel berlebihan

Prostad membesar

Penyempitan lumen ureter prostatika

Obstruksi

Retensi Urin

Hidro ureter

hidronefritis

NYERI AKUT

GANGGUAN ELIMINASI URIN

Iritasi mukosa kandung kencing,

terputusnya jaringan

Rangsangan Syaraf Diameter Kecil

Gate kontrol terbuka

hormone estrogen & testosterone tidak

seimbang

TURP

Pemasangan DC

Luka

Tempat masuknya mikroorganisme

RESIKO INFEKSI

Kurangnya informasi terhadap pembedahan

ANSIETAS

Gambar 2.1. Pathways BPH, Nanda 2013

Keterangan:

: Di teliti

: Tidak diteliti

Page 17: MY PROPOSAL BAB I & 2

17

B. Manajemen Asuhan Keperawatan Pada BPH Nyeri Akut

1. Konsep dasar nyeri

a. Definisi

Nyeri akut adalah sensori yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial

kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Menurut

Asosiasi Study Nyeri Internasional : serangan mendadak atau pelan

intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan

akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan

(Nanda, 2012)

b. Fisiologi nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri tang dimaksud adalah nocireceptor,

merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau

bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,

khususnya pada visera, persedian, dinding uteri, hati dan kandung

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat-zat

kimiawi seperti histamin, bradikidin, prostaglandin, dan macam-macam

asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat

kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik

atau mekanis.

Page 18: MY PROPOSAL BAB I & 2

18

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang

oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan

serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh

serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke

serabut C. Serabut-serabut eferen masuk ke spinal melalui akar dorsal

(dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas

beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan

dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran

utama impuls. Kemudian impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang

belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens

yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur

spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi

tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur

mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate.

Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas

jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan

medulla ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang

terkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan

neurotransmitter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih

mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A.

Jalur non-opiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan

Page 19: MY PROPOSAL BAB I & 2

19

respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui

mekanismenya (Alimul, 2006).

c. Klasifikasi Nyeri

Nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan

kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan

cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya

peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul

secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama,

yaitu lebih dari 6 bulan. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi

ke dalam beberapa kategori, diantaranya nyeri tertusuk dan nyeri

terbakar.

Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik,

diantaranya nyeri somatis, nyeri visceral, nyeri menjalar (referent pain),

nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan

lain-lain. Nyeri somatis dan nyeri visceral ini umumnya bersumber dari

kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang.

Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang

lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ visceral.

Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang

timbul akibat psikolgis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan

karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah

bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di

beberapa jalur saraf (Alimul, 2006).

Page 20: MY PROPOSAL BAB I & 2

20

d. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Kozier dan Erb (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri antara lain:

1) Etnis dan nilai budaya

Latar belakang etnis dan warisan budaya telah lama diketahui

sebagai faktor yang mempengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang

terhadap nyeri. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah

bagian dari proses sosialisasi.

2) Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan pasien adalah variabel penting

yang akan mempengaruhi reaksi maupun ekspresi pasien terhadap

rasa nyeri.

3) Lingkungan dan individu pendukung

Lingkungan yang asing seperti rumah sakit, dengan

kebisingan, cahaya dan aktivitasnya, dapat menambah nyeri. Selain

itu, orang kesepian yang tidak mempunyai individu pendukung dapat

merasakna nyeri hebat, sebaliknya orang yang memiliki individu

pendukung disekitarnya merasakan sedikit nyeri. Beberapa orang

lebih suka menarik diri ketika merasa nyeri, sebaliknya yang lain

lebih menyukai distraksi dari orang lain dan aktivitas di sekitarnya.

Keluarga yang menjadi pemberi asuhan dapat menjadi pendukung

yang penting untuk orang yang sedang merasakan nyeri. Dengan

meningkatnya pasien yang rawat jalan dan melakukan perawatan di

Page 21: MY PROPOSAL BAB I & 2

21

rumah, keluarga mendapat tanggung jawab yang lebih besar dalam

penatalaksanaan nyeri.

4) Pengalaman nyeri sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sensitivitas pasien

terhadap nyeri. Orang yang sudah pernah mengalami nyeri atau telah

terpajan penderitaan orang dekatnya yang mengalami nyeri sering

kali merasa lebih terancam terhadap nyeri yang diantisipasi

dibandingkan orang yang tidak memiliki pengalaman nyeri.

5) Makna nyeri

Beberapa pasien mungkin lebih siap menerima nyeri

dibandingkan dengan pasien lain, hal ini bergantung pada kondisi

dan interpretasi pasien terhadap makna nyeri tersebut. Seseorang

pasien yang menghubungkan nyeri dengan hasil akhir positif dapat

menahan nyeri dengan sangat mengagumkan.

6) Kecemasan dan stress

Kecemasan sering disertai nyeri. Ancaman karena ketidak

tahuan dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian

disekitarnya sering menambah persepsi nyeri. Keletihan juga

mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi nyeri, sehingga

meningkatkan persepsi nyeri. Ketika nyeri mengganggu tidur,

keletihan dan ketegangan otot sering terjadi dan meningkatkan nyeri.

Orang yang sedang mengalami nyeri tetapi percaya bahwa mereka

dapat mengontrol nyerinya dapat menurunkan rasa takut dan

Page 22: MY PROPOSAL BAB I & 2

22

kecemasannya sehingga menurunkan persepsi nyeri. Persepsi

kurangnya control terhadap nyeri atau merasa tidak berdaya

cenderung meningkatkan persepsi nyeri.

e. Intensitas Nyeri

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan

dapat dipercaya dalam menentukan intensitas nyeri. Sebagian besar

skala menggunakan rentang 0 – 5 atau 0 – 10 dengan 0

mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor yang tertinggi

mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi individu tersebut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri nyeri nyeri nyeri sangat nyeriNyeri ringan sedang hebat hebat terhebat

Gambar 2.2 Skala intensitas nyeri 10 poin dengan kata-kata penjelas

(Kozier dan Erb, 2009).

Dimasukannya kata-kata penjelas pada skala dapat membantu

beberapa pasien yang mengalami kesulitan dalam menentukan nilai

nyerinya. Pasien diminta untuk menunjukkan skala yang paling baik

mewakili intensitas nyerinya.

Tidak semua pasien mengerti atau menghubungkan nyeri yang

dirasakan ke skala intensitas nyeri berdasarkan angka. Termasuk di

dalamnya adalah anak-anak yang dapat mengkomunikasikan

ketidaknyamanan secara verbal, pasien lansia yang mengalami

kerusakan kognitif atau komunikasi. Maka, untuk pasien tersebut, skala

Page 23: MY PROPOSAL BAB I & 2

23

tingkat nyeri wajah Wong-Baker mungkin lebih mudah digunakan.

Skala wajah memiliki skala nomor pada setiap ekspresi sehingga

intensitas nyeri dapat didokumentasikan.

Tidak Nyeri Nyeri agak Nyeri Nyeri Nyeri nyeri sedikit banyak banyak sekali hebat

Gambar 2.3 Skala tingkat wajah Wong-Boker (Kozier & Erb,

2009).

f. Penatalaksanaan Nyeri

1) Mengurangi faktor yang dapat menghambat nyeri, misalnya

ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan

kebosanan (Alimul, 2006).

2) Memodifikasi stimulasi nyeri dengan menggunakan teknik-teknik

seperti:

a) Teknik latihan pengalihan

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam teknik latihan pengalihan

antara lain, menonton televisi, berbincang-bincang dengan orang

lain, mendengarkan musik, dan lain-lain (Alimul, 2006).

b) Teknik relaksasi

Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi

paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,

Page 24: MY PROPOSAL BAB I & 2

24

melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut dan punggung serta

mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga

didapat rasa nyaman, tenang, dan rileks (Alimul, 2006).

c) Stimulasi kulit

Stimulasi kulit dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase,

mandi air hangat, kompres menggunakan kantong es dan

stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-

langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.

Kompres panas dan dingin dapat menghilangkan nyeri dan

meningkatkan proses penyembuhan (Potter & Perry, 2005).

3) Pemberian obat analgesik

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk

mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2005). Pemberian obat analgesik

dilakukan guna memblok transmisi stimulasi agar terjadi perubahan

persepsi dengan cara mengurangi kortikol terhadap nyeri (Alimul,

2006). Ada tiga jenis analgesik, yaitu non-narkotik dan obat anti

inflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik narkotik dan obat

tambahan atau koanalgesik.

KATEGORI OBAT INDIKASI

ANALGESIK NON-NARKOTIKAsetaminofen (Tylenol)

Asam asetilsalisilat (aspirin)

Nyeri pasca operasi ringanDemam

NSAID

Page 25: MY PROPOSAL BAB I & 2

25

Ibuprofen (Motrin, Nuprin)Naproksen (Naprosyn)Indometasin (Indocin)Piroksikam (Feldene)Ketorolak (Toradol)

DismenoreNyeri kepala vascularArthritis rheumatoidGoutNyeri pasca operasi, nyeri traumatik berat

ANALGESIK NARKOTIKMeperidin (Demerol)Metilmorfin (Kodein)Morfin sulfatFentanil (Sublimaze)Butofanol (Stadol)Hidromorfon HCL (Dilaudid)

Nyeri kankerInfark miokard

ADJUVANAmitriptilin (Elavil)Hidroksin (Vistaril)Klorpromazin (Thorazine)Diazepam (Valium)

CemasDepresiMualMuntah

Tabel 2.1 Jenis analgesik dan indikasi terapi (Potter & Perry,

2005).

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BPH (Benigna Prostat

Hiperplasia)

a. Pengkajian

Pengkajian adalah sistematika dari pengumpulan, verifikasi, dan

komunikasi data tentang klien. Data harus relevan sesuai format yang

dirancang sebagai tanggung gugat dari profesi keperawatan kepada

publik ( Gordon, 1995 dikutip Potter & Perry, 2005 ).

1) Data Subyektif

a) Identitas pasien

Page 26: MY PROPOSAL BAB I & 2

26

(1)Usia : Insiden penyakit BPH meningkat seiring

bertambahnya umur, dan umur 50 tahun

keatas adalah mayoritas penderita dari

BPH.

(2)Jenis kelamin : Mayoritas adalah laki- laki

b) Riwayat penyakit sekarang

c) Keluhan Utama

P : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri,

apakah nyeri berkurang saat beristirahat?

Q : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan, apakah seperti tertusuk

– tusuk atau dipukul?

R : Dimana letak nyeri yang dirasakan klien? Harus ditunjukkan

dengan tepat oleh klien.

S : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan oleh klien, dan klien

menerangkan seberapa jauh nyeri mengganggu aktifitas

sehari - harinya.

T : Berapa lama nyeri dirasakan, apakah bertambah parah saat

pagi, siang atau malam hari, tanyakan gejala yang timbul saat

nyeri dirasakan.

d) Riwayat penyakit dahulu

Biasanya pada pasien hipertensi memiliki riwayat penyakit

dahulu seperti aterosklerosis, diabetes militus, penyakit jantung

dan penyakit ginjal.

Page 27: MY PROPOSAL BAB I & 2

27

e) Riwayat penyakit kelurga

Biasanya adanya riwayat penyakit keluarga dengan penyakit yang

sama.

f) Pola fungsi kesehatan

(1) Pola Nutrisi

Pada pasien hipertensi dapat mengalami mual dan muntah

serta terjadi perubahan berat badan pada akhir-akhir ini.

(2) Pola Eliminasi

Pada pasien hipertensi dapat terganggu akibat riwayat

penyakit ginjal pada masa lalu atau saat ini.

(3) Pola Istirahat dan Tidur

Pada pasien hipertensi dapat mengalami ganguan istirahat

karena nyeri.

(4) Pola Aktivitas dan Latihan

Pada pasien hipertensi mengalami lemah, letih, kelelahan,

nafas pendek dan gaya hidup yang monoton.

2) Data Obyektif

a) Pemeriksaan Umum

(1) Keadaan umum : lemah, gelisah

(2) Kesadaran : composmentis/apatis/somnolen/sopor

koma GCS : 15 atau kurang.

(3) TTV

Tensi : Lebih dari 140/90 mmHg

Page 28: MY PROPOSAL BAB I & 2

28

Suhu : Normal 36,6 - 37,2 C atau meningkat.

Nadi : Meningkat lebih dari 100x/menit

Pernapasan : Normal 16-20x/menit atau meningkat.

b) Pemeriksaan Head to toe

(1) Kepala

Untuk pemeriksaan kepala tidak ada masalah jadi dapat

disimpulkan hasilnya normal, kriteria normal pemeriksaan

fisik kepala adalah :

Inspeksi : Kepala tegak dan stabil, tengkorak bulat dan

lonjong diarea frontal anterior dan oksipital

posterior, simetris, rambut hitam lebat (Perry,

2005)

Palpasi : tidak ada benjolan atau massa.

(2) Mata

Inspeksi : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak

anemis (karena tidak terjadi pendarahan)

Palpasi : Tidak ditemukan pembengkakan pada mata

akibat edema.

(3) Hidung

Inspeksi :Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan

cuping hidung.

Palpasi : Normal tidak ada bengkak atau nyeri tekan.

(4) Mulut

Page 29: MY PROPOSAL BAB I & 2

29

Inspeksi : Dapat terjadi karies pada gigi, bibir dapat

berwarna kehitaman akibat dari merokok dan

konsumsi alkohol.

(5) Telinga

Untuk periksaan telinga tidak ada masalah, jadi dapat

disimpulkan hasilnya normal, kriteria normal pemeriksaan

telinga adalah :

Inspeksi : Kanal telinga normalnya melengkung dengan

panjang 2,5 cm pada orang dewasa, dilapisi

dengan kulit berbulu halus. Aurikula sejajar

satu sama lain. Titik atas perlekatan berada

pada satu garis lurus dengan sudut mata.

Warna sama dengan wajah tanpa deformitas

atau nodul. Halus tanpa lesi (Perry, 2005).

(6) Leher

Inspeksi : Warna sama dengan warna kulit lain, integritas

kulit baik, bentuk simetris

Palpasi : Tidak terjadi distensi pada vena juggularis

(7) Thoraks

Inspeksi : Bentuk thoraks normal simetris, Tidak ada

pergerakan otot intercostae.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada thoraks.

(8) Paru

Page 30: MY PROPOSAL BAB I & 2

30

Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya

tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

Palpasi : Fokal fremitus paru normal, kanan dan kiri

sama.

Perkusi : Suara perkusi paru normal sonor

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau

suara tambahan lainnya seperti stridor dan

ronchi.

(9) Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.

Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(10)Abdomen

Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi

urin.

Palpasi : Akan terasa adanya ballottement dan ini akan

menimbulkan pasien ingin buang air kecil.

Perkusi : Redup

Auskultasi : Suara peristaltik terdengar setiap 5-20x

perdetik, terdengar denyutan arteri renalis,

Page 31: MY PROPOSAL BAB I & 2

31

arteri iliaka dan aorta. (jitowiyono &

kristiyanasari, 2010)

(11)Penis

Inspeksi : uretra kemungkinan adanya penyebab lain

misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu

uretra/femosis

(12) Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan radiologi ditujukan untuk, menetukan

volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan

volume residual urin, dan mencari ada tidaknya kelainan baik

yang berhubugan dengan BPH atau tidak. Beberapa

pemeriksaan Radiologi:

(a) BOF : untuk mengetahui adanya kelainan pada renal

(b) Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat

ada tidaknya refluk vesiko ureter/struktur uretra

(c) USG : untuk menentukan volume urine, volume residual

urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas

(13)Pemeriksaan endoskopi

(14)Pemeriksaan Uroflowmetri

Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan

obstruksi leher buli-buli.

(15)Pemeriksaan laborat

Page 32: MY PROPOSAL BAB I & 2

32

(a) Ureum, creatinin, elektrolik untuk melihat gambaran

fungsi ginjal.

(b) RFT

(c) Serum Acid Phosphatase. (jitowiyono & kristiyanasari,

2010).

b. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran

pengeluaran pada kandung kemih.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik, nyeri paska

bedah.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai

efek sekunder dari prosedur pembedahan.

4) Resiko perdarahan berhubugan dengan iritasi mukosa kandung

kencing, terputusnya jaringan.

c. Perencanaan keperawatan

1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,

obstruksi uretra sekunder, dan pembesaran prostat dan obstruksi

uretra.

Tujuan : Dalam waktu 1×24 jam pola berkemih normal.

Kriteria hasil :

a) Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml dengan

tak adanya tetesan/kelebihan aliran.

Page 33: MY PROPOSAL BAB I & 2

33

b) Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi

kandung kemih.

c) Tidak terjadi keraguan saat miksi.

d) Inkontinensia/menetes tidak terjadi lagi.

Rencana tindakan dan rasional :

a) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba

dirasakan.

Rasional : Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada

kandung kemih.

b) Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

pancaran urine.

Rasional : Untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan

intervensi.

c) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran

perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu

kemampuannya untuk memfiltrasi dan mengkonsentrasi

substansi.

d) Perkusi atau palpasi area suprapubik.

Rasional : Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area

suprapubik.

Page 34: MY PROPOSAL BAB I & 2

34

e) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi

jantung, bila di indikasikan.

Rasional : Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi

ginjal serta membersihkan ginjal dan kandung kemih dari

pertumbuhan bakteri.

f) Lakukan Manuver Crede jika perlu

Rasional : Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine

residu, jika diperlukan pasang kateter.

g) Berikan atau dorong untuk perawatan kateter dan perineal.

Rasional : Menurunkan risiko infeksi asenden.

h) Ajarkan tekhnik bladder training dan rendam duduk sesuai

indikasi.

Rasional : Menguatkan otot-otot kandung kemih,

meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat

meningkatkan upaya berkemih.

i) Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)

Rasional : Mengurangi spasme kandung kemih sehubungan

dengan iritasi oleh kateter.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik, nyeri paska

bedah.

Tujuan  : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1×24 jam

diharapkan nyeri berkurang.

Page 35: MY PROPOSAL BAB I & 2

35

Kriteria hasil :

a) Pasien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

b) Skala nyeri 0-1.

c) Menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik

sesuai indikasi untuk situasi individu.

d) Pasien tampak rileks.

Rencana tindakan dan rasional :

a) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10).

Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam

menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.

b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan

selang bebas dari lekukan dan bekuan.

Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem,

menurunkan resiko distensi atau spasme buli - buli.

c) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal fase

retensi akut.Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola

berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.

d) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik,

pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.

Page 36: MY PROPOSAL BAB I & 2

36

Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali

perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

e) Kolaborasi pemasangan kateter.

Rasional : Pengaliran kandung kemihg menurunkan tegangan

dan kepekaan kelenjar.

f) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik sesuai indikasi

Rasional : Diberikan utnuk mengurangi nyeri.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai

efek sekunder dari prosedur pembedahan.

Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil:

a) Tidak ada tanda dan gejala infeksi.

b) pengangkatan jahitan pasca bedah dapat dilakukan pada

hari ke-10.

Intervensi dan rasional :

a) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter

reguler.

Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.

b) Observasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil,

nadi dan pernapasan cepat, gelisah

Rasional : Pasien yang mengalami TUR Prostat beresiko untuk

syok bedah sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.

Page 37: MY PROPOSAL BAB I & 2

37

c) Ganti balutan dengan sering (insisi suprapubik/retropubik dan

perineal)

Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan

memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan

resiko infeksi luka.

d) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik

Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan

resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema,

drainase purulen.

e) Kolaborasi: pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional : Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan

dengan peningkatan resiko pada prostatektomi.

4) Resiko perdarahan berhubugan dengan iritasi mukosa kandung

kencing, terputusnya jaringan.

Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 diharapkan

tidak terjadi perdarahan.

Kriteria hasil :

a) Klien tidak menunjukan tanda-tanda perdarahan.

b) Tanda – tanda vital dalam batas normal.

c) Urine lancar lewat kateter.

Rencana tindakan dan rasional :

Page 38: MY PROPOSAL BAB I & 2

38

a) Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah

pembedahan dan tanda – tanda perdarahan.

Rasional : menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda

– tanda perdarahan.

b) Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran

kateter.

Rasional : gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan

peregangan dan perdarahan kandung kemih.

c) Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk

memudahkan defekasi.

Rasional : dengan peningkatan pada fosa prostatic yang akan

mengendapkan perdarahan.

d) Pemantauan traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan

kapan traksi dilepas.

Rasional : traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke

sisi fosa prostatic, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas

3 – 6 jam setelah pembedahan. (Nanda, 2013)

Page 39: MY PROPOSAL BAB I & 2

39

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya : Lentera Cendekia.

Baradero Mary, Mary Wilfrid Dayrit dan Yakobus Siswadi. 2008. Prisip dan Praktek Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Berman, Audrey Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Kristiyanasari Weni, S.kep, Ns. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nusa Medika.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapus.

Nanda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda. Yogyakarta : Media action publishing.

Page 40: MY PROPOSAL BAB I & 2

40

Nur Tanjung, Bahdin. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Proposal, Skripsi, Tesis dan Memperkenalkan Diri Jadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta : Kencana.

Nursalam & fransiska, S.Kep, Ns. 2009. Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Padila, S.Kep, Ns. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Potter, Patricia A. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dan Praktik . Jakarta : EGC.

Rendi Clevo, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Calon Responden

Di Ruang Bougenvile RSUD Nganjuk

Dengan hormat,

Untuk memenuhi persyaratan tugas akhir Diploma III Keperawatan, saya

mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Satria Bhakti Nganjuk, bermaksud

akan melaksanakan usulan studi kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.X USIA 50 TAHUN DENGAN NYERI AKUT POST OP PADA BPH

(BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA) DI RUANG BOUGENVILE RSUD

NGANJUK”.

Lampiran 1

40

Page 41: MY PROPOSAL BAB I & 2

41

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis mengharapkan kesediaan

saudara/saudari untuk bersedia menjadi responden dalam penulis yang saya

lakukan dengan mengisi kuesioner sesuai petunjuk dan apa adanya. Untuk

kerahasiaan identitas dan informasi yang saudara/saudari berikan, penulis akan

jamin semua untuk kepentingan penelitian ini.

Demikian permohonan penulis, atas perhatian dan kesediaan saudara/saudari

saya ucapkan terima kasih.

Nganjuk, 2014

Hormat saya

FENDI YULI PRASETIYO

INFORMED CONSENT

Penulis yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia ikut

berpartisipasi sebagai calon pasien dalam Usulan Studi Kasus Mahasiswa

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prodi Diploma III Keperawatan Satria

Bhakti Nganjuk.

Tanda tangan penulis menujukan bahwa penulis telah diberikan

informasi mengenai tujuan dan manfaat di dalam penelitian ini, sehingga

Penulis bersedia untuk berpartisipasi dalam usulan Studi Kasus ini.

Lampiran 2

Page 42: MY PROPOSAL BAB I & 2

42

Nganjuk, 2014

Responden

( ………………………… )