bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · a. latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long as I live. (Psalm 104:33) Sebuah kutipan ayat Alkitab di atas mungkin bisa menjadi alasan dan penyemangat utama bagi seseorang untuk bergabung dalam paduan suara gereja. Walaupun tidak sepenuhnya demikian bagi saya, kala itu saya tetap tergerak untuk bergabung dengan paduan suara yang berada di lingkungan gereja tempat saya bernaung, yakni Konco Kenthel. Konco Kenthel, sebuah frasa njawani yang tidak terkesan religius, pada waktu itu disepakati menjadi nama bagi paduan suara yang didirikan pada pertengahan tahun 2008 ini. Paduan suara yang berdiri di gereja Katolik Santo Yohanes Rasul, Pringwulung, Yogyakarta ini memiliki sejumlah anggota berusia belasan hingga dua- puluhan tahun, sehingga saat itu umat gereja Pringwulung 1 mengenalnya sebagai paduan suara anak muda. Konco Kenthel mengisi masa-masa awalnya dengan melakukan kegiatan berupa latihan koor atau latihan paduan suara, dan menyanyi dalam perayaan- perayaan ekaristi 2 gereja Pringwulung di waktu-waktu tertentu yang telah dijadwalkan 1 Gereja Pringwulung adalah singkatan untuk menyebut gereja Katolik Santo Yohanes Rasul, Pringwulung, Yogyakarta. 2 Ekaristi merupakan upacara terpenting dalam liturgi Gereja Katolik yang biasa diselenggarakan secara rutin setiap hari Minggu atau bahkan diadakan setiap hari oleh beberapa gereja. Umat Gereja Katolik diwajibkan mengikuti upacara ini sebagai ungkapan syukur mereka kepada Tuhan dan pendalaman iman mereka akan kehadiran Tuhan yang dalam perayaan ini disimbolkan melalui roti dan anggur. Tautan : http://www.imankatolik.or.id/SIMBOLISME%20LITURGI%20EKARISTI%20DALAM%20GEREJA%20KATOLIK.html

Upload: phungkhanh

Post on 02-May-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long as I live.

(Psalm 104:33)

Sebuah kutipan ayat Alkitab di atas mungkin bisa menjadi alasan dan

penyemangat utama bagi seseorang untuk bergabung dalam paduan suara gereja.

Walaupun tidak sepenuhnya demikian bagi saya, kala itu saya tetap tergerak untuk

bergabung dengan paduan suara yang berada di lingkungan gereja tempat saya

bernaung, yakni Konco Kenthel.

Konco Kenthel, sebuah frasa njawani yang tidak terkesan religius, pada waktu

itu disepakati menjadi nama bagi paduan suara yang didirikan pada pertengahan tahun

2008 ini. Paduan suara yang berdiri di gereja Katolik Santo Yohanes Rasul,

Pringwulung, Yogyakarta ini memiliki sejumlah anggota berusia belasan hingga dua-

puluhan tahun, sehingga saat itu umat gereja Pringwulung1 mengenalnya sebagai

paduan suara anak muda.

Konco Kenthel mengisi masa-masa awalnya dengan melakukan kegiatan

berupa latihan koor atau latihan paduan suara, dan menyanyi dalam perayaan-

perayaan ekaristi2 gereja Pringwulung di waktu-waktu tertentu yang telah dijadwalkan

1 Gereja Pringwulung adalah singkatan untuk menyebut gereja Katolik Santo Yohanes Rasul, Pringwulung, Yogyakarta. 2 Ekaristi merupakan upacara terpenting dalam liturgi Gereja Katolik yang biasa diselenggarakan secara rutin setiap hari Minggu atau bahkan diadakan setiap hari oleh beberapa gereja. Umat Gereja Katolik diwajibkan mengikuti upacara ini sebagai ungkapan syukur mereka kepada Tuhan dan pendalaman iman mereka akan kehadiran Tuhan yang dalam perayaan ini disimbolkan melalui roti dan anggur. Tautan : http://www.imankatolik.or.id/SIMBOLISME%20LITURGI%20EKARISTI%20DALAM%20GEREJA%20KATOLIK.html

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

2

oleh pihak gereja Pringwulung; seperti pada perayaan ekaristi mingguan dan ekaristi

hari-hari besar agama Katolik. Menyanyi dalam perayaan ekaristi menjadi tugas

utama bagi mereka sekaligus merupakan wujud ‘pelayanan’ mereka sebagai sebuah

kelompok paduan suara gereja.

...Sesuai dengan karakter kami sebagai kelompok paduan suara kaum muda

yang enerjik dan dinamis, kami memilih “KONCO KENTHEL” sebagai nama

keberuntungan kami dalam menarik semakin banyak orang muda katolik

untuk bergabung bersama kami dalam dasar pelayanan3.

Pelayanan yang dimaksud dalam potongan profil paduan suara Konco Kenthel

di atas salah satunya adalah pelayanan liturgis, yakni keterlibatan mereka sebagai

kelompok paduan suara gereja untuk memandu umat menyanyikan lagu-lagu liturgis

dalam peribadatan atau perayaan ekaristi. Liturgi sendiri dalam istilah Katolik

memiliki arti “perjumpaan Tuhan dengan manusia”, dan dalam tindakannya terwujud

dalam tata cara dan aturan peribadatan (Martasudjita, 2009: 5). Lagu-lagu liturgi yang

ada di dalamnya merupakan bagian dari liturgi yang penting atau integral (SC 112

dalam Martasudjita, 2009: 11). Perihal pelayanan liturgis yang menjadi tugas bagi

sebuah kelompok paduan suara gereja juga tertuang dalam Handbook on Church

Music : for Choirs, Priests, and Catholic Faithful sebagai berikut :

Here is one description or definition of the choir : they are members of the

assembly who lead people in prayer through their musical gifts. They have an

important role in helping the assembly to respond strongly in the

acclamations, litanies, psalms, and hymns. There are also times (which are

rare) when it’s appropriate for them to sing a selection alone. Their activity is

determined by the liturgy, in service to the liturgy. Their focus is not a

repertoire of hymns but on their role to get all involved and singing

(Schineller, 2003).

Namun seiring berjalannya waktu, Konco Kenthel bergerak memperluas

lingkup pelayanan dan memperbanyak ragam kegiatannya. Tidak hanya melakukan

pelayanan berupa menyanyi dalam perayaan ekaristi di gereja Pringwulung saja,

3 Diambil dari profil paduan Suara Konco Kenthel yang dimuat dalam booklet Konser Perayaan Syukur 6 Tahun Konco Kenthel Choir : a Story of Hope, terbitan tahun 2014, halaman 1.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

3

Konco Kenthel juga menerima tawaran untuk menyanyi dalam perayaan ekaristi di

gereja-gereja Katolik lain yang ada di wilayah Yogyakarta, bahkan terkadang di luar

wilayah Yogyakarta. Berbagai perlombaan paduan suara dari tingkat kabupaten

hingga tingkat nasional pun mulai disambangi oleh Konco Kenthel.

Di sela-sela perjalanan Konco Kenthel tersebut, yakni tepatnya pada suatu

sore di penghujung tahun 2013, seorang teman lama sesama anggota paduan suara

Konco Kenthel mengirim pesan pribadi kepada saya melalui blackberry messenger.

Seperti biasa ia memberitahukan jadwal tugas menyanyi terbaru paduan suara Konco

Kenthel, dan meminta saya untuk segera mengonfirmasi keikutsertaan saya dalam

tugas menyanyi tersebut. Namun di luar dugaan, sore itu ia melanjutkan perbincangan

kami dengan membahas fenomena yang terjadi dalam paduan suara Konco Kenthel.

Ia memulainya dengan sebuah pertanyaan, “Aku mau tanya, sebenarnya kamu masih

peduli nggak sih sama Konco Kenthel?” Pertanyaan yang cukup mengagetkan bagi

saya itu kemudian ia sambung dengan keluh kesahnya tentang hal-hal yang ia alami

dalam Konco Kenthel. “Kamu merasa Konco Kenthel baik-baik saja nggak? Konco

Kenthel seperti dijadikan lahan “golek upa”. Padahal Konco Kenthel dibentuk bukan

untuk itu.”, terangnya menjelaskan kekecewaannya terkait prinsip Konco Kenthel

yang menurutnya telah bergeser. Golek upa adalah sebuah istilah bahasa Jawa yang

dapat diterjemahkan sebagai “mencari penghasilan”. Ia menangkap gelagat tersebut

dalam perkembangan Konco Kenthel dan merasa tidak nyaman saat kegiatan

pelayanan Konco Kenthel dalam hal menyanyi mulai diukur dengan nilai ekonomis.

Lingkup pelayanan dan kegiatan Konco Kenthel yang semakin meluas dan

beragam memang membuat nama paduan suara ini menjadi semakin banyak dikenal.

Melalui jam terbang mereka menyanyi dalam perayaan-perayaan ekaristi, prestasi

yang diraih dalam berbagai perlombaan paduan suara, dan akun yang mereka buat di

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

4

berbagai media sosial, paduan suara ini banyak mendapatkan job. Job adalah istilah

anggota Konco Kenthel untuk menyebut kegiatan pelayanan mereka yang bernilai

ekonomis atau berbayar. Contoh dari kegiatan pelayanan tersebut adalah menyanyi

dalam perayaan ekaristi pemberkatan pernikahan dan menyanyi dalam perayaan

ekaristi peringatan arwah atau peringatan orang yang sudah meninggal. Job tersebut

mereka dapatkan dari pihak pemberi job yang sering mereka sebut sebagai “sing

nduwe gawe”, “yang punya gawe”, atau ‘klien’ yang adalah umat dari wilayah gereja

Pringwulung sendiri, keluarga atau kerabat para anggota Konco Kenthel, dan umat

dari luar wilayah gereja Pringwulung yang mengenal Konco Kenthel melalui kiprah

menyanyi mereka di berbagai acara kerohanian maupun sekuler, serta lewat akun di

beberapa media sosial yang dimiliki oleh Konco Kenthel.

Kekecewaan yang diungkapkan oleh teman saya ini sesungguhnya

menghadirkan kembali pertanyaan-pertanyaan yang selama ini saya simpan dalam diri

saya. Walaupun saya hanyalah seorang anggota paduan suara yang dapat dikatakan

hanya sekedar datang dan menyanyi, tidak saya pungkiri bahwa ada semacam rasa

ragu yang muncul setiap kali saya menerima pembagian hasil dari suatu rangkaian

kegiatan menyanyi dalam perayaan ekaristi bersama paduan suara Konco Kenthel;

apakah pembagian hasil ini merupakan sesuatu yang wajar? Pantaskah sesungguhnya

jika saya dan teman-teman menerima apresiasi semacam ini dalam kelompok kami

yang notabene berbasis pelayanan?

Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian terbawa lebih dalam lagi oleh rasa

penasaran saya; bagaimana paduan suara Konco Kenthel bisa sampai pada titik ini?

Bagaimana sesungguhnya kami para anggota mengapresiasi kegiatan menyanyi yang

kami lakukan dalam paduan suara Konco Kenthel ini? Didorong oleh keinginan yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

5

semakin kuat untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya

menempatkan segala rasa penasaran saya ini sebagai titik tolak atas penelitian saya.

Dalam sebuah buku yang berjudul Gereja yang Bernyanyi, Mawene

mengungkapkan bahwa sebuah kelompok paduan suara gereja dalam tugasnya tidak

hanya bernyanyi silih-berganti dengan umat sebagaimana penampilan klasiknya,

melainkan juga menekankan perpaduan yang harmonis baik antara suara masing-

masing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi

antara masing-masing kategori atau tipe suara penyanyi (sopran, alto, tenor, bass). Hal

ini yang membuat sebuah kelompok paduan suara menjadi unik dan istimewa dan

mempertahankan posisi paduan suara sebagai kelompok seniman suara yang tak

tertandingi (2004: 93-94). Sementara itu harmoni dinyatakan oleh Parker sebagai

salah satu elemen kesatuan keanekaragaman yang merupakan dasar dari pokok

struktur estetis (1920: 59-60). Pernyataan ini kemudian menimbulkan pertanyaan

baru bagi saya; apakah dengan demikian anggota paduan suara Konco Kenthel yang

selama ini selalu menyajikan harmoni baik dari segi musik maupun visual dalam

perayaan ekaristi, dapat dikatakan selalu mengusahakan sikap estetis? Lalu apakah

sikap estetis ini memiliki hubungan dengan sikap ekonomis terkait dengan nilai

ekonomis yang dalam perkembangannya dilekatkan pada kegiatan menyanyi Konco

Kenthel dalam pelayanan peribadatan?

Dalam penelitian ini, hubungan antara sikap estetis dan sikap ekonomis para

anggota Konco Kenthel akan dilihat melalui kacamata antropologi. Pandangan para

anggota Konco Kenthel tentang pilihan lagu yang mereka bawakan, khususnya dalam

setiap kesempatan religius, akan ditelaah keterkaitannya dengan apresiasi yang

mereka dan pihak luar berikan kepada kegiatan menyanyi paduan suara Konco

Kenthel sendiri.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

6

Pasca Konsili Vatikan II, paduan suara atau koor memiliki peran yang sangat

penting dalam Gereja Katolik. Koor menjadi motor bagi nyanyian umat karena

partisipasi umat dalam perayaan liturgi dituntut secara mutlak (Prier, 2009: 55).

Semisal dalam kegiatan peribadatan berupa perayaan liturgi seperti ini, anggota

paduan suara dan umat berada pada satu titik temu, yakni paduan suara di posisi

penampil, dan umat di posisi penonton yang merespon dan mengalami efek suatu rasa

(estetis). Estetika dalam hal ini berusaha dimengerti secara luas sebagai persepsi

indrawi; berhubungan dengan perihal bagaimana sesuatu meminta perhatian indra

(Howard Morphy dalam Simatupang, 2013: 102), bukan hanya sebagai ilmu tentang

keindahan yang pada umumnya keindahan tersebut dipahami sebagai kualitas atau

sifat tertentu yang terdapat dalam suatu bentuk (Simatupang, 2013: 6).

Perihal nilai estetis pada obyek, Svasek pernah menuangkan beberapa konsep

dalam bukunya yang berjudul Moving Subjects, Moving Objects : Transnationalism,

Cultural Production and Emotions, salah satunya ialah transition yakni perubahan

nilai yang mengiringi perpindahan obyek. Ia menggambarkan konsep transisi ini

melalui sebuah obyek ritual yang diestetisasi kemudian menjadi komoditas (2014: 2-

4). Konsep ini pulalah yang nantinya akan digunakan untuk mengungkap fenomena

dilekatkannya nilai ekonomis pada kegiatan menyanyi paduan suara Konco Kenthel.

Bukan bermaksud mengadili perihal golek upa semata, penelitian ini lebih bertujuan

untuk mengungkap gagasan serta menganalisis perilaku dibalik terjadinya

kecenderungan tersebut dalam paduan suara Konco Kenthel sebagai satu dari sekian

paduan suara gereja di Yogyakarta yang kini memiliki kecenderungan perkembangan

yang sama.

Hasil dari penelitian ini kelak saya harap dapat memperkaya sudut pandang

rekan-rekan yang berkecimpung dalam dunia paduan suara untuk melihat dinamika

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

7

perkembangan yang terjadi di dalam kelompok paduan suara mereka, serta secara

umum dapat menambah referensi studi antropologi tentang paduan suara gereja terkait

sikap estetis dan sikap ekonomis anggota paduan suara gereja sebagai respon atas

apresiasi terhadap kegiatan menyanyi yang mereka lakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan dalam

penelitian ini akan dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Bagaimana sejarah terbentuknya paduan suara Konco Kenthel dan apa saja

kegiatan yang anggota lakukan selama ini?

2. Bagaimana para anggota dan pihak di luar anggota mengapresiasi kegiatan

menyanyi dalam paduan suara Konco Kenthel?

3. Bagaimana respon para anggota terhadap apresiasi yang ada, dan

bagaimana pihak Gereja memandang hal tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

telah disusun dalam rumusan masalah di atas :

1. Menjelaskan sejarah terbentuknya paduan suara Konco Kenthel serta

beragam kegiatan yang mereka lakukan selama ini seperti rekrutmen,

musyawarah kerja, berlatih menyanyi, dan menampilkan nyanyian dalam

kesempatan-kesempatan religius maupun non-religius.

2. Mengetahui apresiasi para anggota dan pihak di luar anggota atau klien

atas kegiatan menyanyi yang dilakukan dalam paduan suara Konco

Kenthel.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

8

3. Mengungkap respon berupa sikap estetis dan ekonomis anggota atas

apresiasi kegiatan menyanyi yang mereka lakukan, dan menjabarkan

pandangan pihak Gereja terkait hal tersebut.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran, saya menemukan berbagai karya tulis yang

memuat pembahasan tentang paduan suara gereja dan paduan suara non gereja. Karya

tulis tersebut diantaranya tertuang dalam bentuk tesis, skripsi, dan working paper

yang sangat memperkaya referensi saya tentang studi paduan suara, khususnya

paduan suara gereja yang diulas dalam berbagai wacana.

Pada tahun 2013, sebuah etnografi tentang paduan suara anak muda ditulis

oleh Anna K. Martin sebagai karya tesisnya. Martin yang merupakan pelatih paduan

suara GLC (Guildford Learning Centre) Choir ini mengangkat kelompok yang ia latih

sebagai subyek penelitiannya. Kerangka Teacher Action Research ia terapkan dengan

harapan penemuannya dapat membantu dan menginformasikan praktik-praktik

mengajarnya yang mendukung serta memberdayakan anak muda dalam komunitas.

Dalam tesis yang berjudul Singing Sanctuary : Identity and Resiliency Construction in

Underserved Youth through Vocal Expression ini, Martin menunjukkan relasi antara

konstruksi identitas kultur dengan peningkatan resiliensi kaum muda dengan

menjabarkan cerita-cerita dan refleksi tentang ekspresi individu dan grup melalui

vokal atau suara. Melalui penelitian ini ia menemukan bahwa terdapat dua hal yang

dapat mendukung konstruksi identitas dan resiliensi, yaitu ekspresi vokal melalui lagu

dan keintiman antar anggota yang tercipta dalam ruang koor atau paduan suara. Di

pusat pembelajaran tempat ia mengajar tersebut, ia juga mampu menemukan adanya

suara-suara perlawanan dari kaum muda, yakni anak-anak didiknya yang kebanyakan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

9

telah dikeluarkan dari sekolah mereka sebelumnya (dropped out), yang terungkap

melalui vokal.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Pungki Ahimsa Setiawan yang

dituangkan ke dalam karya skripsi tahun 2013 dengan judul Freiburg Cathedral Boys

Choir : Pandangan dan Motivasi Penyanyi Paduan Suara Gereja. Penelitian ini

menempatkan kelompok paduan suara gereja yakni Freiburg Cathedral Boys Choir

sebagai subyeknya. Dalam penelitian yang menggunakan sudut pandang antropologi

ini Setiawan mencoba menggali pandangan penyanyi di dalamnya tentang

keterlibatan diri mereka di dalam Freiburg Cathedral Boys Choir dan bagaimana

mereka memandang Freiburg Cathedral Boys Choir sebagai tempat mereka

berkegiatan. Setiawan menarik pembahasan ini ke dalam konteks agama, kesenian,

dan praktik, yakni tiga hal yang menurutnya penting karena selalu ada dalam

keseharian Freiburg Cathedral Boys Choir. Melalui pengamatan dan wawancara yang

ia dilakukan, ia menemukan bahwa modal yang dimiliki dan proses yang dialami oleh

para penyanyi dalam Freiburg Cathedral Boys Choir berbeda-beda. Namun ada nilai-

nilai tertentu dan faktor kebiasaan -yang Setiawan sebut dengan “struktur yang

menstruktur”- yang membuat para penyanyi terikat, sehingga setia untuk terus

berkegiatan selama puluhan tahun di dalam Freiburg Cathedral Boys Choir.

Kelompok paduan suara gereja juga menjadi subyek bahasan Allison Schnable

dalam working paper-nya di tahun 2011 yang berjudul Singing in the Gospel, Forging

the Ties That Bind? Ethnographic Study of a Youth Gospel Choir. Dalam tulisan ini

Schnable hendak membuktikan klaim Putnam dan Campbell bahwa ikatan sosial

religius dapat menuntun kewarganegaraan yang lebih baik. Ia menganalisis sebuah

praktik religius yang umum di Amerika, yakni choral singing, untuk mengeksplorasi

bagaimana ikatan-ikatan tersebut dapat terbentuk. Fokus pengamatan Schnable

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

10

terletak pada interaksi antar penyanyi paduan suara dalam keanggotaan gereja, terkait

bagaimana musik gereja mempengaruhi keterikatan orang-orang di dalamnya dengan

gereja. Selain itu ia juga membahas tentang identitas kaum muda, yakni bagaimana

ikatan-ikatan tersebut terbentuk di antara kaum muda. Sebelum menganalisis interaksi

ini, ia mengutip sebuah etnografi tentang paduan suara gereja bagi kaum muda yang

mengungkap bahwa ikatan-ikatan dengan gereja tercipta melalui pengalaman

emosional kolektif dalam membuat musik, pengertian setara mengenai narasi-narasi

religius pada litik-lirik lagu, aksi ritual saat pelayanan di gereja, dan kehadiran secara

berulang-ulang di tempat-tempat suci gedung gereja. Nyanyian atau musik gereja

dapat mengikat kaum muda pada organisasi gereja, dan secara simbolis pada

komunitas kulit hitam, baik lokal maupun global.

Dari sekian karya tulis yang berhasil saya kumpulkan, tidak saya dapati

etnografi tentang paduan suara gereja yang membahas tentang sikap estetis dan

ekonomis anggota di dalamnya. Namun karya-karya ini sangat membantu saya

mengenal berbagai studi kasus paduan suara gereja yang dibahas dalam berbagai

wacana, sehingga memperluas wawasan saya dalam mengerjakan penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Jika mengingat kembali poin penting dalam pembelajaran antropologi yakni

studying others, saya merasa penelitian ini cukup menantang karena saya telah

menjadi bagian dari kelompok ini sejak awal terbentuknya. Paduan suara Konco

Kenthel kemudian menjadi kelompok yang sama sekali tidak asing bagi saya,

sehingga saya perlu menumbuhkan rasa ingin tahu dan kepekaan yang besar terhadap

hal-hal yang biasa terjadi dalam rutinitas kami berpaduan suara.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

11

Penelitian ini saya susun menggunakan data kualitatif. Data-data tersebut saya

peroleh salah satunya melalui observasi partisipatif, yaitu dengan mengikuti dan

mengamati anggota-anggota yang berkegiatan di dalam paduan suara Konco Kenthel.

“Having been there” and “having seen this and that done” is the ultimate guarantee

of the veracity and accuracy of any information divulged about those people (Holy

dalam Moore, 2006: 159). Pengamatan secara intensif mulai saya lakukan pada bulan

Februari tahun 2014, saat beberapa anggota paduan suara Konco Kenthel berkumpul

untuk membahas agenda konser yang rencananya akan diadakan pada pertengahan

tahun tersebut. Sejak itu, sembari ikut berproses, saya mengamati aktivitas mereka

mulai dari latihan rutin, rapat-rapat yang diadakan sebelum persiapan konser, hingga

berlangsungnya konser. Pengamatan pun kemudian berlanjut pada kegiatan-kegiatan

yang mereka lakukan pasca konser, yakni musyawarah kerja pada bulan November

2014, rekrutmen anggota baru pada bulan Februari 2015, latihan-latihan menyanyi,

dan penampilan-penampilan religius maupun non-religius yang mereka bawakan

sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2016.

Di sela-sela kegiatan tersebut, untuk memperoleh data yang lebih spesifik dan

sebagai bahan cross check dengan hasil pengamatan, saya melakukan wawancara baik

secara formal maupun informal dengan beberapa pihak dari dalam dan luar paduan

suara Konco Kenthel. Adapun dari pihak dalam, saya melakukan wawancara dengan

koordinator sekaligus pelatih paduan suara Konco Kenthel yakni Dede, kemudian

dengan beberapa anggota paduan suara Konco Kenthel seperti Sari, Billy, dan

Raesuna yang merupakan anggota angkatan pertama; Sheldy, Martin, Vani, yang

bergabung di tahun-tahun berikutnya melalui proses seleksi; Alif, seorang penganut

non-Katolik yang bergabung melalui proses seleksi; dan Elisa, seorang penganut baru

agama Katolik yang bergabung tanpa melalui proses seleksi. Kategori-kategori dalam

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

12

memilih informan ini saya tetapkan dengan asumsi bahwa latar belakang mereka yang

berbeda memiliki pengaruh terhadap cara pandang mereka tentang keikutsertaannya

dalam kegiatan menyanyi Konco Kenthel.

Kemudian dari pihak luar, wawancara saya lakukan dengan beberapa informan

yang memiliki persentuhan langsung dengan kegiatan menyanyi Konco Kenthel,

yakni yang berperan dalam pembentukan paduan suara Konco Kenthel. Informasi dari

Romo Ignatius Sukawalyana, Pr ini akan mewakili perspektif lembaga gereja tentang

kegiatan menyanyi yang dilakukan oleh sebuah kelompok paduan suara gereja.

Informan berikutnya adalah beberapa umat gereja yang bereaksi atas kegiatan

menyanyi Konco Kenthel, yaitu Noviana, warga gereja Pringwulung yang memilih

untuk melibatkan paduan suara Konco Kenthel dalam ibadat pernikahannya,

kemudian Nadya, warga di luar gereja Pringwulung yang juga memilih untuk

melibatkan paduan suara Konco Kenthel dalam ibadat pernikahannya, dan Vero,

warga sebuah gereja di DKI Jakarta yang mengenal Konco Kenthel dari media

youtube dan memilih untuk melibatkan Konco Kenthel dalam ibadat pernikahannya.

Pandangan dan reaksi yang diberikan oleh pihak luar terhadap kegiatan menyanyi

Konco Kenthel ini memungkinkan turut membentuk penilaian para anggota sendiri

terhadap kelompok Konco Kenthel sebagai tempat mereka berkegiatan.

Percakapan dengan para informan beberapa saya tuangkan ke dalam bentuk

catatan dan seluruhnya saya rekam dalam bentuk audio. Sementara itu pengamatan

berupa jalannya latihan menyanyi, penampilan menyanyi dalam kesempatan-

kesempatan religius maupun non religius, dan berbagai kegiatan lain yang dilakukan

oleh paduan suara Konco Kenthel saya dokumentasikan ke dalam bentuk foto dan

video. Pihak Konco Kenthel juga memberi saya akses data berupa partitur-partitur

lagu dan file foto, serta memperbolehkan saya untuk mendokumentasi ulang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

13

percakapan mereka dalam grup whatsapp, artikel-artikel, poster, dan proposal

kegiatan menyanyi, juga notulen-notulen rapat.

Selain melalui observasi partisipatif, data yang saya gunakan dalam

penyusunan penelitian ini juga saya dapat dari studi literatur. Adapun literatur yang

saya jadikan referensi ialah buku-buku yang memuat tentang teori dan subyek

penelitian serta jurnal-jurnal yang mengangkat paduan suara gereja sebagai subyek

pembahasan.

F. Kerangka Pemikiran

Sebagai paduan suara gereja, keseharian Konco Kenthel tidak lepas dari

nyanyian dan peribadatan. Dalam konteks peribadatan Katolik, nyanyian berupa lagu-

lagu liturgis dan perayaan ekaristi bagaikan sebuah kesatuan, karena lagu-lagu liturgis

tersebut merupakan bagian dari perayaan ekaristi sendiri (Martasudjita, 2009: 11).

Sebelum melaksanakan tugas menyanyi dalam perayaan ekaristi tersebut, ada

persiapan yang anggota Konco Kenthel lakukan sejak beberapa hari, beberapa

minggu, bahkan beberapa bulan sebelumnya. Bukan hanya berlatih menyanyi

bersama saja, pada masa persiapan tersebut ada pula detil-detil lain yang anggota

Konco Kenthel pikirkan dan persiapkan untuk nantinya turut dibawakan pada saat

bertugas menyanyi. Salah satu contohnya ialah pemilihan lagu. Pada masa persiapan,

lagu-lagu yang Konco Kenthel latihkan bukan hanya lagu-lagu pokok yang sudah

didaftar oleh gereja saja, melainkan juga lagu-lagu di luar daftar tersebut yang Konco

Kenthel pilih sendiri untuk mereka nyanyikan di bagian-bagian tertentu dalam

perayaan ekaristi. Lagu-lagu tersebut sesungguhnya bisa mereka pilih dari referensi

lagu yang terdapat dalam buku panduan nyanyian liturgis keluaran gereja, namun

tidak jarang ada pertimbangan tertentu yang membuat mereka lebih memilih untuk

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

14

menyanyikan lagu-lagu dari sumber lain, walau terkadang lagu tersebut belum

familiar di telinga umat.

Kemudian contoh berikutnya ialah dalam hal penampilan. Setiap hendak

menyanyi dalam perayaan ekaristi, terutama perayaan ekaristi hari-hari besar agama

Katolik dan perayaan ekaristi perkawinan, para anggota Konco Kenthel hampir selalu

membuat kesepakatan soal pakaian atau aksesoris yang akan mereka kenakan. Warna,

motif, atau nuansa baju yang senada, juga beberapa seragam dan aksesoris paduan

suara yang telah mereka miliki, dapat menjadi pilihan untuk dikenakan pada saat

menyanyi dalam berbagai peristiwa perayaan ekaristi. Dalam penelitian ini, sikap-

sikap yang mereka ambil tersebut lebih lanjut akan dibahas dalam wacana

antropologis yang berkaitan, yakni fungsi-fungsi musik, estetika ritual, dan dimensi

ekonomi dalam ritual.

1. Fungsi-Fungsi Musik

Alan P. Merriam menuliskan hasil pemikiran serta diskusinya selama

belasan tahun ke dalam sebuah buku dengan judul The Anthropology of Music.

Diskusi tentang musik tersebut ia lakukan dengan para kolega dan mahasiswanya

dalam ranah antropologi budaya dan etnomusikologi. Menurut perspektif

antropologisnya, musik merupakan human behavior atau bagian dari perilaku

manusia dalam kebudayaannya. Dalam musik tersebut terdapat nilai-nilai yang

terkandung dalam gagasan, dan gagasan itu harus diterjemahkan ke dalam

perilaku fisik untuk dapat memproduksi suara (1964: 14).

‘Menyanyi’ bagi para anggota Konco Kenthel juga memiliki arti

tersendiri. Beragamnya konsep, cara pandang yang mereka miliki membentuk

tujuan masing-masing dalam melibatkan diri dan turut menyanyikan lagu-lagu

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

15

yang ada dalam paduan suara Konco Kenthel. Dalam salah satu bab yang

berjudul Uses and Functions, Merriam menjelaskan perbedaan arti ‘kegunaan’

dan ‘fungsi’ dalam musik yang menjadi problem utama etnomusikologi;

‘kegunaan’ merujuk pada cara dimana musik digunakan dalam tindakan manusia,

semisal pada acara adat, sementara ‘fungsi’ merupakan alasan dari pemakaian

musik tersebut terutama untuk tujuan lebih luas yang dilayaninya (1964: 210).

Adapun 10 fungsi utama musik yang ditawarkan oleh Merriam adalah

sebagai berikut :

1. The function of emotional expression, yakni musik menjadi

kesempatan untuk mengekspresikan berbagai macam emosi termasuk

pemikiran dan ide-ide yang sulit diekspresikan, mengatasi konflik

sosial, dan menjadi wadah bagi kreativitas itu sendiri;

2. The function of aesthetic enjoyment, terkait musik dan estetika yang

terasosiasi dalam kultur di berbagai negara;

3. The function of entertainment, yakni musik menyediakan fungsi

sebagai hiburan bagi seluruh masyarakat;

4. The function of communication, musik terbentuk dalam frasa suatu

kultur dimana ia menjadi bagian di dalamnya, sehingga syair lagu

mampu mengomunikasikan informasi secara langsung hanya kepada

seseorang yang mengerti bahasa dari syair tersebut;

5. The function of symbolic representation, yakni ada kemungkinan

bahwa di dalam masyarakat, musik berfungsi sebagai representasi

simbolis atas berbagai hal seperti ide dan perilaku;

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

16

6. The function of physical response, musik terbukti memproduksi respon

fisik walaupun respon tersebut seringkali dibentuk oleh konvensi

kultural;

7. The function of enforcing conformity to social norms, dalam berbagai

kebudayaan, lagu-lagu kerap memiliki fungsi penting sebagai kontrol

sosial dengan penyampaian baik langsung maupun tidak langsung;

8. The function of validation of social institutions and religious rituals,

institusi sosial dan sistem religius tervalidasi salah satunya melalui

musik, dimana musik mampu menekankan hal-hal yang tepat dan

tidak tepat dalam masyarakat, serta mampu mengekspresikan ajaran-

ajaran agama;

9. The function of contribution to the continuity and stability of culture,

sama seperti sejarah, mitos, dan legenda, musik terbukti memiliki

kontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya; dan yang

terakhir,

10. The function of contribution to the integration of society, yakni musik

menyediakan diri sebagai titik kumpul anggota-anggota masyarakat

yang bersatu dalam suatu aktivitas yang membutuhkan kerjasama dan

koordinasi kelompok, serta sebagai penanda berbagai momen penting

dalam kehidupan masyarakat yang mampu menyatukan dan

mengingatkan masyarakat kembali tentang kesatuan mereka (1964:

219-226).

Teori Merriam mengenai fungsi musik ini akan menjadi pedoman dalam

penelitian ini untuk mencari tahu fungsi-fungsi musik bagi para anggota paduan

suara Konco Kenthel.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

17

2. Estetika Ritual

Keesokan harinya, Wiwoho Girisapto “dipertunjukkan” di dataran kedua

Gerbang Girisapto, sebagai bagian upacara pemakaman isteri tercinta.

Martinus Miroto, yang dalam busana tradisi Jawa menjadi cucuking

lampah berbisik kepada saya, “Mas Sal, di Yogya ini untuk yang pertama

kali terjadi upacara pemakaman disertai pertunjukan tari.” Saya

membentak lirih, “Ini bukan tontonan hiburan tetapi sebuah upacara

yang direka guna membagi duka!” (Murgiyanto, 2015: 5)

Wiwoho Girisapto adalah sebuah tarian yang disusun atas permintaan Sal

Murgiyanto pada tahun 2013. Pada saat itu isteri Murgiyanto sedang menderita

sakit dan kondisinya terus menurun sehingga diperkirakan tidak dapat bertahan

hidup lebih lama lagi. Sebagai bentuk cinta yang mendalam kepada isterinya,

Murgiyanto ingin mempersembahkan sebuah bingkisan kasih berupa tarian kelak

saat mengantar isterinya ke peristirahatan terakhir. Oleh karena itu ia meminta

salah seorang teman isterinya semasa kuliah dahulu di ASTI (Akademi Seni Tari

Indonesia) untuk menyusun tarian tersebut. Hari berkabung pun tiba. Upacara

pemakaman dengan tarian Wiwoho Girisapto dilaksanakan. Sejak awal

Murgiyanto memang tidak bermaksud menjadikan tarian tersebut sebagai sebuah

tontonan, melainkan sebagai bagian dari upacara pemakaman. Setelah upacara

berakhir, rasa haru menyelimuti Murgiyanto seiring dengan para pelayat yang

mengucapkan bela sungkawa padanya dengan berderai air mata.

Pengalaman yang dituangkan oleh Murgiyanto dalam makalahnya yang

berjudul Meluaskan Batas Pandang Pertunjukan ini hampir serupa dengan

pengalaman para anggota paduan suara Konco Kenthel beberapa waktu lalu saat

menyanyi dalam perayaan ekaristi, terutama perayaan ekaristi hari-hari besar

agama Katolik. Pada kurun waktu tersebut Konco Kenthel kerap mendapat

apresiasi di tengah-tengah berlangsungnya perayaan ekaristi berupa tepuk tangan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

18

serentak dari umat tepat setelah Konco Kenthel menyanyikan madah syukur

selepas komuni4. Respon tersebut dirasa wajar-wajar saja untuk beberapa waktu,

sampai ketika seorang Romo dalam suatu perayaan ekaristi yang sedang

dipimpinnya menyampaikan kepada umat untuk tidak merespon dengan cara

seperti itu lagi, karena hal itu merupakan sesuatu yang “tidak pada tempatnya”.

Dua pengalaman di atas memiliki kesamaan terkait tanggapan yang

diberikan oleh orang atau sekelompok orang terhadap suatu aktivitas “tidak biasa”

yang dilakukan dalam sebuah peristiwa yang ‘biasa’. Simatupang dalam bukunya

yang berjudul Pergelaran : Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya menuangkan

bahwa tanggapan atas pengalaman, diperoleh manusia lewat proses internalisasi

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat melalui pelbagai macam interaksi sosial

(2013: 7). Tanggapan manusia atas pengalaman-pengalamannya inilah yang

disebut dengan estetika. Nilai-nilai estetis tersebut dilekatkan oleh masyarakat

sebagai pedoman interaksi bagi individu-individu dalam masyarakat.

Dalam hal aktivitas menyanyi yang dilakukan Konco Kenthel dalam

perayaan ekaristi, nilai-nilai yang diberikan kepadanya dihadirkan melalui suatu

gejala estetis berupa aktivitas yang “tidak biasa”. Penjelasan mengenai ‘biasa’ dan

“tidak biasa” suatu aktivitas akan mengacu pada gagasan Simatupang mengenai

‘tontonan’. Pada sebuah sub-bab dalam buku yang sama, Simatupang

menyampaikan bahwa tidak semua yang dapat ditonton merupakan tontonan.

Sebuah aktivitas dapat dikatakan sebagai tontonan jika ada kesengajaan maksud di

dalamnya untuk dilihat orang lain, dipertontonkan, atau digelar. Hal ini kemudian

ia nyatakan sebagai sifat pertama dari tontonan.

4 Komuni adalah bagian dari tata perayaan ekaristi berupa penerimaan hosti (dan anggur) sebagai lambang Tubuh (dan Darah) Kristus.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

19

Namun, kenapa sebagian orang tetap (seringkali tak sengaja) menonton

hal-hal yang oleh pelakunya tidak dimaksudkan sebagi-benar-benar

tontonan? Ternyata, karena peristiwa-peristiwa itu menyajikan sesuatu

yang tidak biasa (extraordinary). Berdasarkan itu, maka sifat tontonan

yang kedua adalah ketidakbiasaan (extraordinariness) sebagai daya tarik

tontonan. Gabungan dua sifat itu kemudian melahirkan sifat ketiga, yaitu

adanya peristiwa yang mempertemukan antara maksud penyaji untuk

menggelar sesuatu yang tidak biasa dengan harapan penonton untuk

mengalami sesuatu yang tidak biasa. (Simatupang, 2013: 65)

Unsur ‘ketidakbiasaan’ mungkin terdapat dalam aktivitas menyanyi yang

dilakukan oleh paduan suara Konco Kenthel dalam perayaan ekaristi, seperti

halnya aktivitas menari yang dilakukan dalam upacara pemakaman isteri

Murgiyanto. Apabila aktivitas-aktivitas tersebut hendak diartikan sebagai sebuah

tindakan seni, maka sesuai jika mengacu pada pendapat Gell bahwa seni

merupakan “technology of enchantment” (2005: 43) atau “teknik untuk

memesona”. Dalam konteks paduan suara Konco Kenthel, pesona ini hadir

melalui kegiatan menyanyi yang para anggota Konco Kenthel lakukan dalam

perayaan ekaristi.

Rappaport dalam bukunya yang berjudul Ritual and Religion in The

Making of Humanity menyatakan bahwa terdapat hubungan khusus antara ritual

dengan sesuatu yang sengaja digelar atau performatif (1999: 118). Hubungan

antara dua hal ini memperkuat penelitian dalam mengungkap latar belakang

Konco Kenthel memilih untuk menghadirkan penampilan-penampilan yang

“tidak biasa” dalam perayaan ekaristi.

3. Dimensi Ekonomi dalam Ritual

Pendapat “beragama sama dengan berkomoditas” menyatakan sebuah

realita bahwa agama membutuhkan materialitas dalam praktiknya. Bukti

mengenai hal ini dapat ditemukan dalam berbagai praktik keagamaan yang ada di

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

20

dunia. Semisal dalam agama Islam, pada hari raya Idul Adha umat Islam di

Indonesia membeli sapi dan kambing untuk kurban, dan di dalam ibadat

mingguan agama Kristen dan Katolik juga terdapat sesi kolekte yang hasilnya

digunakan untuk kepentingan pembangunan Gereja dan masyarakat luas.

Kemudian ada pula ketentuan-ketentuan dalam berbagai agama yang

mengharuskan umatnya untuk mengenakan busana tertentu pada saat beribadah,

sehingga mereka pun mengeluarkan biaya untuk kepentingan tersebut. Contoh-

contoh demikian memperkuat argumen bahwa adanya nilai ekonomis dalam suatu

praktik agama merupakan suatu hal yang wajar.

Masih seputar argumen yang sama, Geary dalam sebuah tulisannya yang

termuat dalam buku The Social Life of Things : Commodities in Cultural

Perspective menuangkan bahasan mengenai relics yang menjadi komoditas pada

abad pertengahan. Relics atau benda-benda suci akan bertahan nilainya sebagai

komoditas potensial hanya dalam kurun waktu tertentu saja. Antusiasme terhadap

suatu relics biasanya akan pudar dan nilai yang diberikan kepadanya harus

diperbaharui secara periodik melalui penemuan yang terus menerus diulang

hingga kemudian memulai siklus baru (Geary dalam Appadurai, 1986: 187-188).

Relics lekat dengan nilai-nilai yang diberikan oleh manusia kepadanya. Geary

memberikan perumpamaan tentang hal itu dengan sebuah tulang manusia yang

dinyatakan sebagai relics oleh Paus, maka benda tersebut akan sungguh menjadi

relics jika penerimanya juga mau berpikir demikian.

Pemaparan Geary mengenai sejarah relics di abad pertengahan

mengandung suatu kesimpulan bahwa ketahanan status suatu hal atau benda

sangat bergantung pada nilai-nilai yang diberikan oleh manusia kepadanya.

Terkait dengan pemberian nilai ekonomi pada suatu aktivitas dalam ritus,

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154578/po... · A. Latar Belakang I will sing to the Lord all my life; I will sing praise to my God as long

21

Abdullah mengungkapkan dalam sebuah jurnal berjudul Privatisasi Agama :

Globalisasi Gaya Hidup dan Komodifikasi Agama di Indonesia bahwa proses

ekspansi pasar salah satunya telah menyosialisasi nilai-nilai ekonomi dalam

kehidupan yang mempengaruhi tata nilai dan hubungan-hubungan sosial (2002 :

5). Maka merupakan hal yang umum jika saat ini manusia dalam kehidupannya

selalu menghitung untung-rugi dari setiap hubungan sosial yang mereka jalani,

termasuk saat mereka melakukan praktik-praktik agama.

Demikan juga yang terjadi dalam paduan suara Konco Kenthel, apresiasi

yang anggota dapatkan selepas menyanyi dalam perayaan ekaristi bukan hanya

berupa tepuk tangan dan pujian secara verbal saja. Apresiasi ekonomis juga

sering mereka dapatkan terutama saat menyanyi dalam perayaan ekaristi tertentu,

seperti pada perayaan ekaristi perkawinan yang sering mereka istilahkan dengan

ngejob koor. Perihal nilai ekonomis yang dilekatkan pada kegiatan menyanyi

mereka, dan sikap ekonomis serta estetis yang mereka munculkan sebagai respon

atas apresiasi yang ada, akan dibahas lebih jauh pada bab-bab berikutnya dalam

penelitian ini.