bab i pendahuluan a. latar belakangsimtakp.uui.ac.id/dockti/rizki_amelia-kti.pdf · 1 bab i...
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) adalah TBC,
Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu
penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Menurut Menkes (2008) pembangunan kesehatan yang telah dicapai sampai tahun
2007 adalah angka kematian bayi (AKB) telah dapat diturunkan dari 30,8 per
1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2004 menjadi 29,4 pada tahun 2005, dan
28,1 pada tahun 2006 kemudian menjadi 26,6 pada tahun 2007. Agar target
nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap
PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata
sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang
tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan
merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Wening, 2010).
Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka
kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah adalah imunisasi.
Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari
Indonesia pada tahun 1974. Oleh karena itu, pemerintah telah mempercayakan
pelayanan imunisasi di Puskesmas dan swasta untuk meningkatkan cakupan dan
-
2
mutu pelayanan imunisasi. Tujuannya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian pada bayi dan anak akibat penyakit infeksi (Windi, 2010).
Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki
peran sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat Indonesia. Karena pengertian Puskesmas itu sendiri adalah suatu
kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh kepada masyarakat. Termasuk pelayanan pemberian imunisasi
merupakan salah satu komitmen global yang telah dimasukan ke dalam
kebijaksanaan dan komitmen nasional (Indan Entjang, 2000).
Reformasi layanan kesehatan selalu diupayakan, baik di negara maju
ataupun di negara berkembang dengan membuat sistem layanan kesehatan yang
semakin responsif terhadap kebutuhan pasien dan atau masyarakat. Oleh karena
itu, perlu dilakukan reorientasi tujuan dari organisasi layanan kesehatan agar
semakin terfokus pada kepentingan pasien. Dengan kata lain, layanan kesehatan
itu harus selalu mengupayakan kebutuhan dan kepuasan pasien dan atau
masyarakat, khususnya dalam pemberian imunisasi. Kepuasan pasien atau
masyarakat akan layanan yang diberikan berdampak pada keinginan untuk selalu
menggunakan puskesmas sebagai pilihan masyarakat dalam mendapatkan layanan
kesehatan termasuk imunisasi, sehingga akan menambah cakupan imunisasi.
Dari uraian diatas tampak bahwa Puskesmas mengemban tugas yang berat,
dan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang dapat memuaskan
konsumennya, termasuk Puskesmas Bojongsoang. Oleh karena itu Puskesmas
-
3
Bojongsoang harus menjalankan tugas sebagai sarana kesehatan dan memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan misinya yaitu sebagai pusat pengembangan
berwawasan kesehatan, membina kemitraan dengan masyarakat, pelayanan
kesehatan bermutu prima. Pengembangan ini tidak jauh dari nilai-nilai yang dianut
Puskesmas, yaitu : kebersamaan/komitmen, keterbukaan, kejujuran, berwawasan
ke depan, tanggung jawab, profesional. Termasuk dalam pelayanan imunisasi
dasar.
Berikut cakupan imunisasi dasar yang diberikan tahun 2012 di Puskesmas
Baiturrahman banda aceh. Untuk ketercapaian imunisasi BCG sebesar 57,4%,
imunisasi Combo 1 sebesar 59,2%, Combo 2 sebesar 52,02%, Combo 3 sebesar
58,3%, Polio 1 sebesar 65,8%, Polio 2 sebesar 61,2%, Polio 3 sebesar 63,02%,
Polio 4 sebesar 58,5%, dan untuk imunisasi campak 53,5%. Dari data tersebut
tampak cakupan imunisasi dibawah 70%, maka masih diperlukan upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan, sehingga jumlah cakupan imunisasi dapat
meningkat.
Sehubungan dengan salah satu prioritas utama dari misi Puskesmas
Baiturrahman Banda Aceh yaitu memberikan pelayanan kesehatan bermutu prima,
maka Puskesmas harus mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal
terhadap kepuasan pasien. Namun mutu pelayanan tersebut sangat dipengaruhi
oleh persepsi masyarakat sebagai peristiwa layanan tersebut. Kerena dengan
semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat maka
kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di bidang kesehatan
-
4
semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh
mana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas diperlukan suatu
ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto, 2006).
Berdasarkan data awal yang penulis kumpulkan di puskesmas
Baiturrahman pada hari selasa 12 Februari Jam 10.00 WIB, dengan wawancara
yang dilakukan terhadap 30 pengunjung puskesmas Baiturrahman hanya 10
pengunjung yang mengakui kehandalan petugas imunisasi, dan 20 pengunjung
mengatakan kurang handal dalam melaksanakan tugas, dan ketanggapan dalam
melayani dari 30 pengunjung puskesmas ada 15 pengunjung mengatakan
pelayanan petugas imunisasi tanggap terhadap pasien dan 15 pengunjung
mengatakan tidak tanggap, demikian juga dengan empati, 16 dari 30 pengunjung
berpersepsi bahwa kurangnya empati petugas terhadap mesyarakat yang
berkunjung ke puskesmas, dan 14 pengunjung berpersepsi petugas cukup empati
terhadap masyarakat yang berkunjung ke puskesmas. Masih banyak ibu mengakui
saat ibu membawa anaknya untuk diimunisasi kadang pegawai tidak ada di
ruangan dan juga ibu mengatakan kadang pegawai tidak terlalu akrab dengan
pasien.
Berdasarkan hasil diatas maka peneliti ingin melakukan sebuah penelitian
tentang Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas
Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013.
-
5
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan pembahasan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9
Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda
Aceh Tahun 2013.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap
Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun
2013
2. T ujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap
Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Produktifitas Di Puskesmas
Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013
b. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap
Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Kualitas Pelayanan Di Puskesmas
Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013
-
6
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan untuk institusi pendidikan agar para pengajar lebih
memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai
persepsi masyarakat terhadap kinerja petugas imunisasi.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Untuk menambah wawasan bagi petugas kesehatan, khususnya bidan agar
dapat terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
3. Bagi Penulis
Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah
pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian.
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti
kebal atau resisten (Depkes RI, 2005).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan
atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit
tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh
untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).
B. Manfaat dan Tujuan Imunisasi
Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan
kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari
diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka
penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht
-
8
menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat
dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).
Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI)
Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit
yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.
C. Persepsi
Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses
kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan
yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama.
Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang
mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir
dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya
stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak
dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.
Menurut Walgito (2001) persepsi adalah proses pengorganisasian,
menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu.
D. Persepsi Masyarakat
http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht
-
9
Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang
diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial
mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien
yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan
tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya
pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh
kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan
keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering
dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi
merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan
menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera,
seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008).
Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan
masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di
bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk
mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas
diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto,
2006).
Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental
yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat,
merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan
-
10
William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk
berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.
Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang
diberikan oleh petugas kesehatan.
E. Kualitas pelayanan
Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan
erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi
kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat
ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk
didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada
pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu
terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan
lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan
terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran
pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001).
Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan
akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan
kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :
-
11
1. Health promotion (promosi kesehatan)
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam
memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau
sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat
meliputi, kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup
sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan
dengan peningkatan status kesehatan.
2. Specific protection (perlindungan khusus)
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya
yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan
terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk
dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang
digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG,
DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan
kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang
bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi
bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat
pelindung diri dan lain sebagainya.
3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan
segera)
-
12
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya
atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini
dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta
dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk
tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei
pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei
penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.
4. Disability limitation (pembatasan cacat)
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang
ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang
memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat
berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih
lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah
kematian.
5. Rehabilitation (rehabilitasi)
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.
Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan
sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian
memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah
hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang
hati karena kesadaran yang dimilikinya.
-
13
D. Kualitas Pelayanan Kesehatan
Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan
kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas,
menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus
dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009).
Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau
kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan (Tjiptono, 2004).
Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang
mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang
seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk
-
14
memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono,
2004).
Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian
dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas.
Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi
pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada
pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas
harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau
berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena
cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk
jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang
diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada
beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait
dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga
yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004).
Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor: (Muninjaya, 2004).
1) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan
penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
-
15
2) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan
berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).
3) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai
sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang
peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, yang penting sembuh
menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi
kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya
biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki
oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima
dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan
akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
4) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
5) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
(assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter
juga termasuk pada faktor ini.
6) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan.
7) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
(responsiveness).
-
16
Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas
pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004).
1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan
keragu-raguan.
4. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi
yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para
pelanggan.
5. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun
merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh
lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan
kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan
hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi
kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan
yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan
-
17
pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan
dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).
F. Dimensi Mutu Pelayanan
Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang
dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu
objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang
dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan
kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya
minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor
kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi
harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun
sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai
400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan
Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan
yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan
secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum
memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).
-
18
Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada
dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya
dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum
menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :
1. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan
tepat dan terpercaya.
2. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat dan ketanggapan.
3. Keyakinan (assurance)
Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati (empathy)
Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5. Kenyataan (tangiable)
Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.
Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi :
1. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)
-
19
Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan
staf pendukung.
2. Akses Pada Pelayanan
Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi,
social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan
jarak pelayanan mudah dijangkau.
3. Efektivitas
Kualitas pelayanan keperawatan tergantung dan efektivitas yang
menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai
dengan standar yang ada.
4. Hubungan Antar Manusia
Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas
keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan.
5. Efisiensi
Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan
mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan
keperawatan pada umumnya terbatas.
6. Kelangsungan Pelayanan
-
20
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk
rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan
terapi yang tidak perlu.
7. Keamanan
Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan
pelayanan.
8. Kenyamanan
Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang
mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.
G. Kehandalan
Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk
melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut
(Nurcaya, 2007).
1. Kesesuaian pelayanan pada rumah sakit dengan pelayanan yang
dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas
pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan.
2. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien
terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien.
3. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien
terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.
-
21
4. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah
penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan.
5. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah
penilaian pasien terhadap ketepatan staf rumah sakit dalam hal
administrasi/pencatatan.
Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses
penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan
kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra
rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah
penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum
kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang
baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses
pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat
proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk
tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut
pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan
pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009).
H. Tanggab
Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,
yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
-
22
karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien
(Trimurthy, 2008).
1) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk
menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan
pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007).
2) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu
pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat
pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti.
3) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat
bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat
terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan
cepat.
4) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya
adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
5) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah
penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam
menanggapi permintaan dari pasien.
6) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan
waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera
dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas
sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan
-
23
tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama
cenderung mengakibatkan pasien atau pelanggan yang dilayani
bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan
lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket
pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan
pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan,
terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).
I. Empati
Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha
perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi
emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008).
1) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan.
2) Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan.
3) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
-
24
4) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces),
meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan,
komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan
(Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
(Trimurthy, 2008).
-
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
J. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti
kebal atau resisten (Depkes RI, 2005).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan
atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit
tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh
untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).
K. Manfaat dan Tujuan Imunisasi
Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan
kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari
diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka
penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht
-
26
menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat
dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).
Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI)
Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit
yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.
L. Persepsi
Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses
kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan
yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama.
Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang
mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir
dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya
stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak
dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.
Menurut Walgito (2001) persepsi adalah proses pengorganisasian,
menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu.
M. Persepsi Masyarakat
http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht
-
27
Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang
diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial
mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien
yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan
tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya
pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh
kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan
keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering
dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi
merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan
menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera,
seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008).
Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan
masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di
bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk
mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas
diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto,
2006).
Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental
yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat,
merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan
-
28
William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk
berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.
Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang
diberikan oleh petugas kesehatan.
N. Kualitas pelayanan
Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan
erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi
kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat
ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk
didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada
pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu
terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan
lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan
terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran
pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001).
Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan
akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan
kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :
-
29
6. Health promotion (promosi kesehatan)
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam
memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau
sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat
meliputi, kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup
sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan
dengan peningkatan status kesehatan.
7. Specific protection (perlindungan khusus)
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya
yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan
terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk
dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang
digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG,
DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan
kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang
bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi
bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat
pelindung diri dan lain sebagainya.
8. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan
segera)
-
30
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya
atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini
dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta
dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk
tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei
pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei
penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.
9. Disability limitation (pembatasan cacat)
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang
ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang
memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat
berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih
lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah
kematian.
10. Rehabilitation (rehabilitasi)
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.
Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan
sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian
memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah
hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang
hati karena kesadaran yang dimilikinya.
-
31
E. Kualitas Pelayanan Kesehatan
Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan
kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas,
menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus
dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009).
Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau
kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan (Tjiptono, 2004).
Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang
mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang
seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk
-
32
memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono,
2004).
Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian
dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas.
Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi
pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada
pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas
harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau
berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena
cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk
jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang
diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada
beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait
dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga
yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004).
Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor: (Muninjaya, 2004).
8) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan
penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
-
33
9) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan
berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).
10) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai
sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang
peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, yang penting sembuh
menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi
kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya
biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki
oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima
dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan
akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
11) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
12) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
(assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter
juga termasuk pada faktor ini.
13) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan.
14) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
(responsiveness).
-
34
Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas
pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004).
6. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
7. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
8. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan
keragu-raguan.
9. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi
yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para
pelanggan.
10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun
merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh
lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan
kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan
hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi
kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan
yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan
-
35
pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan
dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).
O. Dimensi Mutu Pelayanan
Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang
dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu
objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang
dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan
kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya
minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor
kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi
harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun
sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai
400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan
Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan
yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan
secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum
memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).
-
36
Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada
dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya
dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum
menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :
6. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan
tepat dan terpercaya.
7. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat dan ketanggapan.
8. Keyakinan (assurance)
Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
9. Empati (empathy)
Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
10. Kenyataan (tangiable)
Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.
Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi :
9. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)
-
37
Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan
staf pendukung.
10. Akses Pada Pelayanan
Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi,
social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan
jarak pelayanan mudah dijangkau.
11. Efektivitas
Kualitas pelayanan keperawatan tergantung dan efektivitas yang
menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai
dengan standar yang ada.
12. Hubungan Antar Manusia
Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas
keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan.
13. Efisiensi
Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan
mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan
keperawatan pada umumnya terbatas.
14. Kelangsungan Pelayanan
-
38
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk
rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan
terapi yang tidak perlu.
15. Keamanan
Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan
pelayanan.
16. Kenyamanan
Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang
mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.
P. Kehandalan
Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk
melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut
(Nurcaya, 2007).
6. Kesesuaian pelayanan pada rumah sakit dengan pelayanan yang
dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas
pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan.
7. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien
terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien.
8. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien
terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.
-
39
9. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah
penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan.
10. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah
penilaian pasien terhadap ketepatan staf rumah sakit dalam hal
administrasi/pencatatan.
Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses
penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan
kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra
rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah
penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum
kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang
baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses
pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat
proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk
tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut
pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan
pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009).
Q. Tanggab
Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,
yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
-
40
karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien
(Trimurthy, 2008).
7) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk
menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan
pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007).
8) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu
pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat
pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti.
9) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat
bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat
terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan
cepat.
10) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya
adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
11) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah
penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam
menanggapi permintaan dari pasien.
12) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan
waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera
dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas
sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan
-
41
tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama
cenderung mengakibatkan pasien atau pelanggan yang dilayani
bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan
lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket
pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan
pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan,
terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).
R. Empati
Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha
perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi
emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008).
5) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan.
6) Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan.
7) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
-
42
8) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces),
meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan,
komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan
(Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
(Trimurthy, 2008).
-
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif dengan
pendekatan cross sectional, yaitu observasi atau pengumpulan data di lakukan
sekaligus pada suatu waktu (point time approach) (Notoatmodjo, 2005).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Arikunto (2006) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Jika seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitian merupakan penelitian populasi atau
sensus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua anak usia 0-9
bulan yang berkunjung ke unit imunisasi puskesmas Baiturrahman Banda
Aceh.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi yang
terdapat di tempat penelitian. Sedangkan teknik yang digunakan dalam
pengambilan sampel ini yaitu menggunakan metode tehnik accidental
sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang di
anggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik populasi yang sudah di
-
44
ketahui sebelumnya yang dianggap dapat mewakili berdasarkan penyelidikan
ataupun kenyataan sebelumnya (Mustafa, 2008). Kriteria sampel yang
diharapkan yaitu : ibu yang memiliki anak usia 0-9 bulan bersedia menjadi
responden, bisa membaca dan menulis sebanyak 68 orang, jumlah sampel
tersebut akan ditentukan dengan menggunakan teori lameshow di bawah ini
(1997) untuk besar populasi (N) tidak diketahui, yaitu :
Keterangan :
n = Besar Sampel
Z = Derajat Kepercayaan 90% (1,65)
P = Proporsi yaitu 50% (0,50)
d = presisi yaitu 10% (0,10)
-
45
Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah hasil
sampel minimal sebanyak 68 orang.
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 29 Agustus s/d 06 September
2013.
D. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner
yang berisi 10 pertanyaan terdiri 4 pertanyaan tentang empati, 3 pertanyaan
tentang reability, 3 pertanyaan tentang responsivinees.
S=4, SS=3, R=2, TS=1, STS=0
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Jenis data yang digunakan ini adalah data primer. Data primer yaitu
data yang langsung diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh
peneliti dengan cara membagikan kuesioner responden di puskesmas
baiturrahman Banda Aceh
2. Data sekunder
-
46
Data penunjang yang di dapat dari laporan di puskesmas baiturrahman
Banda Aceh
F. Teknik Pengolahan Data
1. Pengolahan data
Menurut Purwanto dalam Notoadmodjo (2005) pengolahan data dilakukan
sebagai berikut :
a. Editing, yaitu mengoreksi segala kesalahan dalam pengambilan data dan
pengisian data.
b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap
jawaban dari responden.
c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel.
d. Tabulating, yaitu memindahkan data yang diperoleh kedalam tabel
frekuensi dan tabel silang.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005).
-
47
Menurut Budiarto (2002) data yang telah dimasukan ke dalam tabel
distribusi frekuensi ditentukan persentase perolehan untuk masing-masing
variabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
p
100%
Keterangan:
p = Persentase
f = Frekuensi Teramati
n = Jumlah Sampel
100% = Bilangan Tetap
-
48