bab i pendahuluan a. latar belakangsimtakp.uui.ac.id/dockti/rizki_amelia-kti.pdf · 1 bab i...

48
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) adalah TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Menkes (2008) pembangunan kesehatan yang telah dicapai sampai tahun 2007 adalah angka kematian bayi (AKB) telah dapat diturunkan dari 30,8 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2004 menjadi 29,4 pada tahun 2005, dan 28,1 pada tahun 2006 kemudian menjadi 26,6 pada tahun 2007. Agar target nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Wening, 2010). Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah adalah imunisasi. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari Indonesia pada tahun 1974. Oleh karena itu, pemerintah telah mempercayakan pelayanan imunisasi di Puskesmas dan swasta untuk meningkatkan cakupan dan

Upload: danglien

Post on 05-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) adalah TBC,

    Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu

    penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

    Menurut Menkes (2008) pembangunan kesehatan yang telah dicapai sampai tahun

    2007 adalah angka kematian bayi (AKB) telah dapat diturunkan dari 30,8 per

    1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2004 menjadi 29,4 pada tahun 2005, dan

    28,1 pada tahun 2006 kemudian menjadi 26,6 pada tahun 2007. Agar target

    nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap

    PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata

    sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang

    tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan

    merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Wening, 2010).

    Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka

    kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah adalah imunisasi.

    Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari

    Indonesia pada tahun 1974. Oleh karena itu, pemerintah telah mempercayakan

    pelayanan imunisasi di Puskesmas dan swasta untuk meningkatkan cakupan dan

  • 2

    mutu pelayanan imunisasi. Tujuannya untuk menurunkan angka kesakitan dan

    kematian pada bayi dan anak akibat penyakit infeksi (Windi, 2010).

    Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki

    peran sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan

    masyarakat Indonesia. Karena pengertian Puskesmas itu sendiri adalah suatu

    kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan

    secara menyeluruh kepada masyarakat. Termasuk pelayanan pemberian imunisasi

    merupakan salah satu komitmen global yang telah dimasukan ke dalam

    kebijaksanaan dan komitmen nasional (Indan Entjang, 2000).

    Reformasi layanan kesehatan selalu diupayakan, baik di negara maju

    ataupun di negara berkembang dengan membuat sistem layanan kesehatan yang

    semakin responsif terhadap kebutuhan pasien dan atau masyarakat. Oleh karena

    itu, perlu dilakukan reorientasi tujuan dari organisasi layanan kesehatan agar

    semakin terfokus pada kepentingan pasien. Dengan kata lain, layanan kesehatan

    itu harus selalu mengupayakan kebutuhan dan kepuasan pasien dan atau

    masyarakat, khususnya dalam pemberian imunisasi. Kepuasan pasien atau

    masyarakat akan layanan yang diberikan berdampak pada keinginan untuk selalu

    menggunakan puskesmas sebagai pilihan masyarakat dalam mendapatkan layanan

    kesehatan termasuk imunisasi, sehingga akan menambah cakupan imunisasi.

    Dari uraian diatas tampak bahwa Puskesmas mengemban tugas yang berat,

    dan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang dapat memuaskan

    konsumennya, termasuk Puskesmas Bojongsoang. Oleh karena itu Puskesmas

  • 3

    Bojongsoang harus menjalankan tugas sebagai sarana kesehatan dan memberikan

    pelayanan kesehatan sesuai dengan misinya yaitu sebagai pusat pengembangan

    berwawasan kesehatan, membina kemitraan dengan masyarakat, pelayanan

    kesehatan bermutu prima. Pengembangan ini tidak jauh dari nilai-nilai yang dianut

    Puskesmas, yaitu : kebersamaan/komitmen, keterbukaan, kejujuran, berwawasan

    ke depan, tanggung jawab, profesional. Termasuk dalam pelayanan imunisasi

    dasar.

    Berikut cakupan imunisasi dasar yang diberikan tahun 2012 di Puskesmas

    Baiturrahman banda aceh. Untuk ketercapaian imunisasi BCG sebesar 57,4%,

    imunisasi Combo 1 sebesar 59,2%, Combo 2 sebesar 52,02%, Combo 3 sebesar

    58,3%, Polio 1 sebesar 65,8%, Polio 2 sebesar 61,2%, Polio 3 sebesar 63,02%,

    Polio 4 sebesar 58,5%, dan untuk imunisasi campak 53,5%. Dari data tersebut

    tampak cakupan imunisasi dibawah 70%, maka masih diperlukan upaya untuk

    meningkatkan mutu pelayanan, sehingga jumlah cakupan imunisasi dapat

    meningkat.

    Sehubungan dengan salah satu prioritas utama dari misi Puskesmas

    Baiturrahman Banda Aceh yaitu memberikan pelayanan kesehatan bermutu prima,

    maka Puskesmas harus mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal

    terhadap kepuasan pasien. Namun mutu pelayanan tersebut sangat dipengaruhi

    oleh persepsi masyarakat sebagai peristiwa layanan tersebut. Kerena dengan

    semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat maka

    kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di bidang kesehatan

  • 4

    semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh

    mana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas diperlukan suatu

    ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto, 2006).

    Berdasarkan data awal yang penulis kumpulkan di puskesmas

    Baiturrahman pada hari selasa 12 Februari Jam 10.00 WIB, dengan wawancara

    yang dilakukan terhadap 30 pengunjung puskesmas Baiturrahman hanya 10

    pengunjung yang mengakui kehandalan petugas imunisasi, dan 20 pengunjung

    mengatakan kurang handal dalam melaksanakan tugas, dan ketanggapan dalam

    melayani dari 30 pengunjung puskesmas ada 15 pengunjung mengatakan

    pelayanan petugas imunisasi tanggap terhadap pasien dan 15 pengunjung

    mengatakan tidak tanggap, demikian juga dengan empati, 16 dari 30 pengunjung

    berpersepsi bahwa kurangnya empati petugas terhadap mesyarakat yang

    berkunjung ke puskesmas, dan 14 pengunjung berpersepsi petugas cukup empati

    terhadap masyarakat yang berkunjung ke puskesmas. Masih banyak ibu mengakui

    saat ibu membawa anaknya untuk diimunisasi kadang pegawai tidak ada di

    ruangan dan juga ibu mengatakan kadang pegawai tidak terlalu akrab dengan

    pasien.

    Berdasarkan hasil diatas maka peneliti ingin melakukan sebuah penelitian

    tentang Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas

    Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013.

  • 5

    A. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian dan pembahasan latar belakang di atas, maka dapat

    dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9

    Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda

    Aceh Tahun 2013.

    B. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap

    Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun

    2013

    2. T ujuan Khusus

    a. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap

    Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Produktifitas Di Puskesmas

    Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013

    b. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap

    Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Kualitas Pelayanan Di Puskesmas

    Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013

  • 6

    E. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Institusi Pendidikan

    Sebagai masukan untuk institusi pendidikan agar para pengajar lebih

    memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai

    persepsi masyarakat terhadap kinerja petugas imunisasi.

    2. Bagi Petugas Kesehatan

    Untuk menambah wawasan bagi petugas kesehatan, khususnya bidan agar

    dapat terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

    3. Bagi Penulis

    Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah

    pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi Imunisasi

    Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit

    dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit

    yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti

    kebal atau resisten (Depkes RI, 2005).

    Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

    dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

    mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009).

    Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu

    penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan

    atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit

    tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh

    untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).

    B. Manfaat dan Tujuan Imunisasi

    Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan

    kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari

    diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka

    penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa

    http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht

  • 8

    menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat

    dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus,

    batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).

    Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI)

    Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit

    yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.

    C. Persepsi

    Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses

    kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan

    yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai

    pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi

    yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama.

    Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang

    mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir

    dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya

    stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak

    dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.

    Menurut Walgito (2001) persepsi adalah proses pengorganisasian,

    menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau

    individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu.

    D. Persepsi Masyarakat

    http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht

  • 9

    Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang

    diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial

    mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien

    yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan

    tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya

    pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh

    kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan

    keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering

    dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi

    merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan

    menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan

    menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera,

    seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008).

    Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan

    masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di

    bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk

    mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas

    diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto,

    2006).

    Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental

    yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat,

    merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan

  • 10

    William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk

    berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.

    Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang

    diberikan oleh petugas kesehatan.

    E. Kualitas pelayanan

    Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan

    erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi

    kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat

    ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk

    didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada

    pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu

    terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan

    lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan

    terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran

    pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001).

    Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan

    kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan

    akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam

    memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan

    kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem

    pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :

  • 11

    1. Health promotion (promosi kesehatan)

    Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam

    memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini

    bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau

    sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat

    meliputi, kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,

    pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup

    sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan

    dengan peningkatan status kesehatan.

    2. Specific protection (perlindungan khusus)

    Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya

    yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan

    terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk

    dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang

    digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG,

    DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan

    kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang

    bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi

    bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat

    pelindung diri dan lain sebagainya.

    3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan

    segera)

  • 12

    Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya

    atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini

    dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta

    dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk

    tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei

    pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei

    penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.

    4. Disability limitation (pembatasan cacat)

    Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau

    masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang

    ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang

    memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat

    berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih

    lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah

    kematian.

    5. Rehabilitation (rehabilitasi)

    Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.

    Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan

    sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian

    memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah

    hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang

    hati karena kesadaran yang dimilikinya.

  • 13

    D. Kualitas Pelayanan Kesehatan

    Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan

    kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas,

    menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus

    dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009).

    Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu

    kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan

    lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau

    kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

    pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan

    pelanggan (Tjiptono, 2004).

    Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada

    persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah

    berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan

    berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang

    mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang

    seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan

    kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.

    Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk

  • 14

    memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono,

    2004).

    Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian

    dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas.

    Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi

    pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada

    pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas

    harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau

    berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena

    cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk

    jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang

    diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada

    beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait

    dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga

    yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004).

    Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa

    faktor: (Muninjaya, 2004).

    1) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan

    diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan

    penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.

  • 15

    2) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.

    Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan

    berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).

    3) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai

    sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang

    peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, yang penting sembuh

    menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi

    kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya

    biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki

    oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima

    dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan

    akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.

    4) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan

    kenyamanan ruangan (tangibility).

    5) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan

    (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter

    juga termasuk pada faktor ini.

    6) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam

    memberikan perawatan.

    7) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien

    (responsiveness).

  • 16

    Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas

    pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004).

    1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

    dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

    2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu

    para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

    3. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan

    sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan

    keragu-raguan.

    4. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi

    yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para

    pelanggan.

    5. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan

    sarana komunikasi.

    Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun

    merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh

    pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh

    lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan

    kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan

    hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi

    kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan

    yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan

  • 17

    pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan

    dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).

    F. Dimensi Mutu Pelayanan

    Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang

    dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu

    objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang

    dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan

    kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya

    minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

    Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor

    kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi

    harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun

    sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai

    400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan

    Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan

    yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan

    secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum

    memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).

  • 18

    Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada

    dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya

    dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum

    menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :

    1. Keandalan (reliability)

    Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan

    tepat dan terpercaya.

    2. Ketanggapan (responsiveness)

    Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa

    dengan cepat dan ketanggapan.

    3. Keyakinan (assurance)

    Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka

    untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

    4. Empati (empathy)

    Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

    5. Kenyataan (tangiable)

    Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

    Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi :

    1. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)

  • 19

    Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan

    staf pendukung.

    2. Akses Pada Pelayanan

    Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi,

    social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan

    jarak pelayanan mudah dijangkau.

    3. Efektivitas

    Kualitas pelayanan keperawatan tergantung dan efektivitas yang

    menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai

    dengan standar yang ada.

    4. Hubungan Antar Manusia

    Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas

    keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan.

    5. Efisiensi

    Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan

    mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan

    keperawatan pada umumnya terbatas.

    6. Kelangsungan Pelayanan

  • 20

    Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk

    rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan

    terapi yang tidak perlu.

    7. Keamanan

    Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan

    pelayanan.

    8. Kenyamanan

    Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang

    mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.

    G. Kehandalan

    Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk

    melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut

    (Nurcaya, 2007).

    1. Kesesuaian pelayanan pada rumah sakit dengan pelayanan yang

    dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas

    pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan.

    2. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien

    terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien.

    3. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien

    terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.

  • 21

    4. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah

    penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan.

    5. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah

    penilaian pasien terhadap ketepatan staf rumah sakit dalam hal

    administrasi/pencatatan.

    Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses

    penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan

    kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra

    rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah

    penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum

    kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang

    baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses

    pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat

    proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk

    tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut

    pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan

    pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009).

    H. Tanggab

    Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan

    dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,

    yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan

  • 22

    karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien

    (Trimurthy, 2008).

    1) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk

    menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan

    pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007).

    2) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu

    pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat

    pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti.

    3) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat

    bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat

    terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan

    cepat.

    4) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya

    adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam

    memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.

    5) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah

    penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam

    menanggapi permintaan dari pasien.

    6) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan

    waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera

    dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas

    sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan

  • 23

    tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama

    cenderung mengakibatkan pasien atau pelanggan yang dilayani

    bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan

    lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket

    pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan

    pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan,

    terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).

    I. Empati

    Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan

    perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,

    kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha

    perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi

    emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008).

    1) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang

    ditawarkan.

    2) Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan

    komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau

    memperoleh masukan dari pelanggan.

    3) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi

    usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan

    keinginan pelanggan.

  • 24

    4) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces),

    meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan,

    komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan

    komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau

    memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan

    (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk

    mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan

    (Trimurthy, 2008).

  • 25

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    J. Definisi Imunisasi

    Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit

    dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit

    yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti

    kebal atau resisten (Depkes RI, 2005).

    Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

    dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

    mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009).

    Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu

    penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan

    atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit

    tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh

    untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).

    K. Manfaat dan Tujuan Imunisasi

    Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan

    kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari

    diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka

    penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa

    http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht

  • 26

    menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat

    dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus,

    batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).

    Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI)

    Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit

    yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.

    L. Persepsi

    Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses

    kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan

    yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai

    pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi

    yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama.

    Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang

    mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir

    dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya

    stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak

    dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.

    Menurut Walgito (2001) persepsi adalah proses pengorganisasian,

    menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau

    individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu.

    M. Persepsi Masyarakat

    http://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5ehthttp://adf.ly/K5eht

  • 27

    Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang

    diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial

    mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien

    yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan

    tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya

    pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh

    kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan

    keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering

    dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi

    merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan

    menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan

    menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera,

    seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008).

    Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan

    masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di

    bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk

    mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas

    diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto,

    2006).

    Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental

    yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat,

    merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan

  • 28

    William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk

    berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.

    Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang

    diberikan oleh petugas kesehatan.

    N. Kualitas pelayanan

    Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan

    erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi

    kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat

    ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk

    didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada

    pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu

    terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan

    lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan

    terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran

    pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001).

    Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan

    kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan

    akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam

    memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan

    kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem

    pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :

  • 29

    6. Health promotion (promosi kesehatan)

    Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam

    memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini

    bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau

    sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat

    meliputi, kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,

    pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup

    sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan

    dengan peningkatan status kesehatan.

    7. Specific protection (perlindungan khusus)

    Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya

    yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan

    terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk

    dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang

    digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG,

    DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan

    kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang

    bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi

    bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat

    pelindung diri dan lain sebagainya.

    8. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan

    segera)

  • 30

    Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya

    atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini

    dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta

    dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk

    tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei

    pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei

    penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.

    9. Disability limitation (pembatasan cacat)

    Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau

    masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang

    ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang

    memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat

    berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih

    lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah

    kematian.

    10. Rehabilitation (rehabilitasi)

    Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.

    Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan

    sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian

    memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah

    hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang

    hati karena kesadaran yang dimilikinya.

  • 31

    E. Kualitas Pelayanan Kesehatan

    Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan

    kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas,

    menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus

    dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009).

    Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu

    kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan

    lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau

    kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

    pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan

    pelanggan (Tjiptono, 2004).

    Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada

    persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah

    berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan

    berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang

    mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang

    seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan

    kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.

    Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk

  • 32

    memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono,

    2004).

    Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian

    dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas.

    Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi

    pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada

    pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas

    harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau

    berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena

    cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk

    jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang

    diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada

    beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait

    dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga

    yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004).

    Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa

    faktor: (Muninjaya, 2004).

    8) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan

    diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan

    penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.

  • 33

    9) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.

    Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan

    berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).

    10) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai

    sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang

    peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, yang penting sembuh

    menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi

    kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya

    biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki

    oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima

    dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan

    akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.

    11) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan

    kenyamanan ruangan (tangibility).

    12) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan

    (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter

    juga termasuk pada faktor ini.

    13) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam

    memberikan perawatan.

    14) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien

    (responsiveness).

  • 34

    Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas

    pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004).

    6. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

    dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

    7. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu

    para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

    8. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan

    sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan

    keragu-raguan.

    9. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi

    yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para

    pelanggan.

    10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan

    sarana komunikasi.

    Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun

    merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh

    pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh

    lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan

    kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan

    hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi

    kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan

    yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan

  • 35

    pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan

    dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).

    O. Dimensi Mutu Pelayanan

    Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang

    dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu

    objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang

    dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan

    kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya

    minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

    Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor

    kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi

    harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun

    sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai

    400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan

    Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan

    yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan

    secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum

    memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).

  • 36

    Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada

    dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya

    dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum

    menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :

    6. Keandalan (reliability)

    Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan

    tepat dan terpercaya.

    7. Ketanggapan (responsiveness)

    Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa

    dengan cepat dan ketanggapan.

    8. Keyakinan (assurance)

    Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka

    untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

    9. Empati (empathy)

    Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

    10. Kenyataan (tangiable)

    Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

    Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi :

    9. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)

  • 37

    Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan

    staf pendukung.

    10. Akses Pada Pelayanan

    Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi,

    social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan

    jarak pelayanan mudah dijangkau.

    11. Efektivitas

    Kualitas pelayanan keperawatan tergantung dan efektivitas yang

    menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai

    dengan standar yang ada.

    12. Hubungan Antar Manusia

    Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas

    keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan.

    13. Efisiensi

    Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan

    mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan

    keperawatan pada umumnya terbatas.

    14. Kelangsungan Pelayanan

  • 38

    Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk

    rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan

    terapi yang tidak perlu.

    15. Keamanan

    Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan

    pelayanan.

    16. Kenyamanan

    Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang

    mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.

    P. Kehandalan

    Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk

    melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut

    (Nurcaya, 2007).

    6. Kesesuaian pelayanan pada rumah sakit dengan pelayanan yang

    dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas

    pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan.

    7. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien

    terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien.

    8. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien

    terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.

  • 39

    9. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah

    penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan.

    10. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah

    penilaian pasien terhadap ketepatan staf rumah sakit dalam hal

    administrasi/pencatatan.

    Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses

    penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan

    kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra

    rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah

    penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum

    kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang

    baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses

    pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat

    proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk

    tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut

    pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan

    pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009).

    Q. Tanggab

    Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan

    dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,

    yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan

  • 40

    karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien

    (Trimurthy, 2008).

    7) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk

    menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan

    pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007).

    8) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu

    pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat

    pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti.

    9) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat

    bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat

    terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan

    cepat.

    10) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya

    adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam

    memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.

    11) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah

    penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam

    menanggapi permintaan dari pasien.

    12) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan

    waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera

    dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas

    sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan

  • 41

    tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama

    cenderung mengakibatkan pasien atau pelanggan yang dilayani

    bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan

    lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket

    pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan

    pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan,

    terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).

    R. Empati

    Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan

    perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,

    kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha

    perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi

    emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008).

    5) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang

    ditawarkan.

    6) Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan

    komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau

    memperoleh masukan dari pelanggan.

    7) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi

    usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan

    keinginan pelanggan.

  • 42

    8) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces),

    meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan,

    komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan

    komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau

    memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan

    (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk

    mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan

    (Trimurthy, 2008).

  • 43

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif dengan

    pendekatan cross sectional, yaitu observasi atau pengumpulan data di lakukan

    sekaligus pada suatu waktu (point time approach) (Notoatmodjo, 2005).

    B. Populasi dan Sampel Penelitian

    1. Populasi

    Arikunto (2006) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek

    penelitian. Jika seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam

    wilayah penelitian, maka penelitian merupakan penelitian populasi atau

    sensus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua anak usia 0-9

    bulan yang berkunjung ke unit imunisasi puskesmas Baiturrahman Banda

    Aceh.

    2. Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi yang

    terdapat di tempat penelitian. Sedangkan teknik yang digunakan dalam

    pengambilan sampel ini yaitu menggunakan metode tehnik accidental

    sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang di

    anggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik populasi yang sudah di

  • 44

    ketahui sebelumnya yang dianggap dapat mewakili berdasarkan penyelidikan

    ataupun kenyataan sebelumnya (Mustafa, 2008). Kriteria sampel yang

    diharapkan yaitu : ibu yang memiliki anak usia 0-9 bulan bersedia menjadi

    responden, bisa membaca dan menulis sebanyak 68 orang, jumlah sampel

    tersebut akan ditentukan dengan menggunakan teori lameshow di bawah ini

    (1997) untuk besar populasi (N) tidak diketahui, yaitu :

    Keterangan :

    n = Besar Sampel

    Z = Derajat Kepercayaan 90% (1,65)

    P = Proporsi yaitu 50% (0,50)

    d = presisi yaitu 10% (0,10)

  • 45

    Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah hasil

    sampel minimal sebanyak 68 orang.

    C. Tempat Dan Waktu Penelitian

    a. Tempat Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh

    b. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 29 Agustus s/d 06 September

    2013.

    D. Instrumen Penelitian

    Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

    yang berisi 10 pertanyaan terdiri 4 pertanyaan tentang empati, 3 pertanyaan

    tentang reability, 3 pertanyaan tentang responsivinees.

    S=4, SS=3, R=2, TS=1, STS=0

    E. Teknik Pengumpulan Data

    1. Data Primer

    Jenis data yang digunakan ini adalah data primer. Data primer yaitu

    data yang langsung diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh

    peneliti dengan cara membagikan kuesioner responden di puskesmas

    baiturrahman Banda Aceh

    2. Data sekunder

  • 46

    Data penunjang yang di dapat dari laporan di puskesmas baiturrahman

    Banda Aceh

    F. Teknik Pengolahan Data

    1. Pengolahan data

    Menurut Purwanto dalam Notoadmodjo (2005) pengolahan data dilakukan

    sebagai berikut :

    a. Editing, yaitu mengoreksi segala kesalahan dalam pengambilan data dan

    pengisian data.

    b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap

    jawaban dari responden.

    c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel.

    d. Tabulating, yaitu memindahkan data yang diperoleh kedalam tabel

    frekuensi dan tabel silang.

    2. Analisa Data

    a. Analisa Univariat

    Analisa univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil

    penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

    distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005).

  • 47

    Menurut Budiarto (2002) data yang telah dimasukan ke dalam tabel

    distribusi frekuensi ditentukan persentase perolehan untuk masing-masing

    variabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

    p

    100%

    Keterangan:

    p = Persentase

    f = Frekuensi Teramati

    n = Jumlah Sampel

    100% = Bilangan Tetap

  • 48