bab i pendahuluan a. latar belakang masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Uang merupakan suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan berlaku pada saat peredarannya.
Sah dalam arti yang menurut peraturan dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
Lembaga yang berwenang ini adalah negara atau badan yang ditunjuk oleh negara
seperti bank.1
Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau
membayar berbagai kebutuhan masyarakat. Uang merupakan hal yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup, bahkan dapat dikatakan seseorang tidak akan dapat
bertahan hidup jika tidak memiliki uang. Namun terkadang kebutuhan yang harus
dicukupi tidak dapat terpenuhi dengan uang yang dimiliki. Uang diibaratkan sebagai
nyawa dalam raga suatu perekonomian dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa
uang telah menjadi peranan strategis dalam suatu perekonomian terutama jika dilihat
dari fungsi utama uang yaitu sebagai alat pembayaran. Meskipun demikian, kita tidak
dapat berpendapat jika tanpa ada uang, kegiatan barter tidak dapat dilakukan dalam
kehidupan masyarakat.
1 Adami Chazawi, 2002, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hlm 26.
2
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah dari
pada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam
sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang
sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi
yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong
perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan
produktifitas dan kemakmuran.2
Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah mendorong munculnya
berbagai upaya yang dengan maksud demi kepentingan sendiri berusaha
memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada. Motif ekonomi seringkali mendorong
munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif, misalnya munculnya
kejahatan uang palsu. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum dengan
kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat dari manusia untuk
memperkaya diri sendiri, sepanjang ada sarana/ jalan yang dapat digunakan dan
sepanjang ada tujuan/ sasaran yang potensial untuk dapat dikuasai maka kesempatan
untuk munculnya kajahatan jenis baru akan selalu ada.
Kejahatan uang palsu merupakan salah satu jenis kejahatan yang sangat
merugikan masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan konsumen. Bentuk kejahatan ini
memiliki implikasi yang sangat luas baik bagi pelaku ekonomi secara langsung
2 http://kholiscollection.blogspot.com/2011/02/makalah-uang-bank-dan-percetakan-uang.html
diakses tanggal 7 Mei 2013.
3
maupun sistem perekonomian negara secara nasional. Keberadaan uang palsu
ditengah-tengah masyarakat akan membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar.
Masyarakat kita yang mayoritas adalah ekonomi menengah ke bawah akan sangat
terpengaruh dengan keberadaan uang palsu ini.3
Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi
masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama
diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang
dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang
menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di
Indonesia.4
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara5. Menurut Jimly Ashiddiqie, jika ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan
hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai
upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti
luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan
3
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177&Itemid=177
diakses tanggal 8 Mei 2013.
4 http://anggara.org/ “Carut Marut Dunia Hukum di Indonesia”. Diakses tanggal 8 Mei 2013.
5 http://statushukum.com/penegakan-hukum.html diakses tanggal 7 Mei 2013.
4
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam
arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai
upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa
suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya
hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.6
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya,
yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang
luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum
itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan „law enforcement‟ ke dalam bahasa Indonesia dalam
menggunakan perkataan „penegakan hukum‟ dalam arti luas dan dapat pula
digunakan istilah „penegakan peraturan‟ dalam arti sempit. Pembedaan antara
formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang
dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan
dikembangkannya istilah „the rule of law‟ versus „the rule of just law‟ atau dalam
istilah „the rule of law and not of man‟ versus istilah „the rule by law‟ yang berarti
„the rule of man by law‟. Dalam istilah „the rule of law‟ terkandung makna
6 Ibid.
5
pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan
mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu,
digunakan istilah „the rule of just law‟. Dalam istilah „the rule of law and not of man‟
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara
hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah
„the rule by law‟ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang
menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.7
Adanya kejahatan mengenai pemalsuan uang menuntut suatu tindakan nyata
dan tegas sebagai dasar terpenuhinya aspirasi masyarakat, karena secara tidak
langsung adanya pemalsuan uang tersebut akan merusak kondisi perekonomian
Indonesia secara umum. Lebih dari itu adanya pemalsuan ini akan sangat terasa oleh
pribadi-pribadi yang dirugikan secara langsung dengan digunakanya uang palsu
sebagai alat tukar itu. Oleh karena itu penegakan atas adanya pemalsuan uang ini
merupakan suatu urgensi yang harus dilakukan aparatur hukum hingga tuntas dan
terintegrasi dengan baik, agar dapat mengurai akar permasalahan dari timbulnya
kegiatan pemalsuan ini di tengah-tengah masyarakat.
Kejahatan mengenai pemalsuan uang ini juga salah satu dampak dari
perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang banyak diciptakan
dan digunakan oleh orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti
7 http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf “Penegakan Hukum Di
Indonesia”. Diakses tanggal 8 Mei 2013.
6
dengan etika dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan
kepandaian tersebut untuk berbuat yang melanggar aturan negara.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat diambil suatu perumusan masalah yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan
dan peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas ?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong dan penghambat dalam pencegahan
dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi
pemalsuan dan peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam pencegahan
dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas.
7
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoretis
Memberikan sebuah informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran
bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya berkenaan dengan peranan
kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi peredaran dan pembuatan uang palsu
di Kabupaten Banyumas dan juga faktor pendorong dan penghambat dalam
pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten
Banyumas.
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan Hukum Pidana terutama mengenai peranan
Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi peredaran dan pembuatan uang
palsu di Kabupaten Banyumas dan juga faktor pendorong dan penghambat dalam
pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten
Banyumas.
b. Secara praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk menjadi suatu acuan bagi
penelitian yang serupa.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kepolisian
a. Pengertian dan Kedudukan Kepolisian
Istilah polisi dalam berbagai bahasa asing mengandung arti yang berbeda-
beda karena tiap-tiap negara memberikan istilah dalam bahasanya sendiri. Istilah
polisi berbeda-beda menurut bahasanya seperti Police di Inggris, Polizei di Jerman,
dan Politie di Belanda. Istilah polisi dalam bahasa Indonesia adalah hasil proses
Indonesianisasi dari istilah Belanda Politie. Dalam bahasa Inggris, Charles Reith
mengartikan istilah Police sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau
menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat.8 Sedangkan menurut Mr. J. Kist,
definisi dari istilah polisi adalah bagian dari kekuasaan eksekutif yang bertugas
melindungi negara, alat-alat negara, kelancaran jalannya roda pemerintahan,
rakyatnya, dan hak-hak terhadap penyerangan dan bahwa dengan selalu waspada,
dengan pertolongan dan paksaan.
Pengertian polisi berdasarkan Ensiklopedia dari kata Yunani, yaitu politea,
perkataan ini pada mulanya dipergunakan hanya untuk sekedar menyebut “orang-
orang yang menjadi warga” negara dari kota Athena yang berarti “semua usaha dan
8 Momo Kelana, 1994, Hukum Kepolisian, Jakarta: PT Grafindo, hlm 13.
9
kegiatan negara termasuk kegiatan agama”, karena perkembangan yang semakin luas
maka urusan dan kegiatan agama semakin banyak dan memerlukan pengamanan
secara khusus, sehingga urusan dan kegiatan keagamaan dikeluarkan dari usaha-
usaha politeia.9
Istilah polisi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti badan
pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti
menangkap orang yang melanggar undang-undang, dan sebagainya), anggota dari
badan pemerintah tersebut diatas (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan
dan sebagainya).10
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian adalah
segalah hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
perundang-undangan.
Van Vollenhoven menjelaskan bahwa di dalam pengertian polisi termasuk
organ-organ pemerintahan yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan
dengan jalan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan bahwa yang diperintah
berbuat atau tidak berbuat menurut kewajibannya masing-masing terdiri dari:11
1). Melihat cara menolak bahwa yang diperintah itu melaksanakan kewajiban
umumnya.
2). Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak melaksanakan
kewajiban umum tadi.
9 Ibid. hlm 14.
10
Poerwodarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, hlm
763.
11 Momo Kelana, Op. Cit, hlm 15.
10
3). Memaksa yang diperintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban
umumnya dengan melalui pengadilan.
4). Memaksa yang diperintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban umum
itu tanpa perantaraan pengadilan.
5). Memberi pertanggungjawaban dari apa yang tercantum dalam pekerjaan
tersebut.
b. Peranan Kepolisian
Menurut Soerjono Soekanto, peranan (role) merupakan aspek dinamika dari
status/ kedudukan, apabila seseorang atau beberapa orang atau organisasi yang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia atau mereka
atau organisasi tersebut telah melaksanakan suatu peranan.12
Berdasarkan pengertian
tersebut, peranan mengandung makna sebagai perangkat harapan-harapan yang
dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Dimana setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola
pergaulan hidupya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh
masyarakat kepadanya.
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan/ status
dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur
kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja, atau rendah. Kedudukan
12
Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm
220.
11
tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya hak-hak dan kewajiban
tertentu. Hak-hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu,
seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang
peranan (role occupant). Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan
mengenai penegakan hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Maka
diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang sangat terkait oleh hukum tetapi
dalam penerapannya, penilaian pribadi juga memegang peranan.13
Diantara pekerjaan-pekerjaan penegakan hukum yang ada, Kepolisian-lah
yang paling menarik karena didalamnya banyak dijumpai keterlibatan manusia
sebagai pengambil keputusan. Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum
yang hidup, karena ditangan polisi tersebut hukum mengalami perwujudannya,
setidak-tidaknya di bidang hukum pidana. Apabila hukum bertujuan untuk
menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya dengan melawan kejahatan.
Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai
penegakan ketertiban. Siapa-siapa yang harus ditundukkan, siapa-siapa yang harus
dilindungi dan seterusnya. Oleh karena itu, polisi banyak berhubungan dengan
masyarakat dan menanggung resiko mendapatkan sorotan yang tajam dari masyarakat
yang dilayaninya.14
13
Ibid. hlm 221.
14 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), Yogyakarta:
Genta Publishing, hlm 111.
12
c. Tugas dan Wewenang Polisi
Kepolisian di Indonesia mempunyai asas yang disebut dengan Tri Brata. Tri
Brata selain merupakan pangkal tolak dan sumber dari mana mengalir kaidah dan
garis hukum juga merupakan pedoman hidup kepolisian dan kode etik profesi
kepolisian, oleh karena asas-asas yang tersimpul di dalamnya mempunyai hubungan
luas dengan kehidupan kepolisian. Asas-asas yang tersimpul dalam Tri Brata
adalah:15
1). Polisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa (Rastra Sewakottama);
2). Polisi adalah warga negara utama (Nagara Yanottama);
3). Polisi adalah wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat (Yana Anusasana
Dharma).
Selain Tri Brata yang merupakan pedoman hidup, Kepolisian Indonesia juga
mempunyai Catur Prasetya yang merupakan pedoman karya kepolisian yang
langsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Catur Brata
terdiri dari:16
1). Setia kepada pimpinan negara (Satya Haprabu);
2). Menghancurkan musuh (Hanyaken Musuh);
3). Mengagung-agungkan negara setiap saat (Gineung Pratidina);
4). Tiada terikat oleh hal sesuatu kecuali oleh tugas masing-masing (Tansa
Tresna).
15 Ibid. hlm 96.
16
Ibid. hlm 97.
13
Terdapat asas-asas pelaksanaan wewenang polisi, yaitu:17
1. Asas legalitas, adalah asas dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan
kepada undang-undang/ peraturan perundang-undangan. Jika tidak
didasarkan kepada undang-undang/ peraturan perundang-undangan, maka
dikatakan bahwa tindakan polisi itu melawan hukum (onrechtmatig).
2. Asas plichmatigheid, adalah asas dimana polisi sudah dianggap sah
berdasarkan/ bersumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum. Jadi
kalau polisi diberi kewajiban untuk memelihara ketertiban dan keamanan
umum, maka untuk asas plichmatigheid ini bisa dijadikan dasar melakukan
tindakan-tindakan. Jadi jelasnya polisi bisa bertindak menurut
penilaiannya sendiri, asal untuk memelihara ketertiban dan keamanan
umum. Asas ini biasanya dikaitkan dengan deskresi.
3. Asas subsidiaritas, adalah asas yang mewajibkan pejabat polisi untuk
mengambil tindakan-tindakan yang perlu sebelum pejabat yang berwenang
itu hadir. Asas ini sebenarnya bersumber dari kewajiban umum polisi
untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum.
Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
17 Ibid. hlm 98.
14
b. Menegakan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, dalam
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintahan sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik PNS, dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang;
15
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan
dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas-tugas diatas menuntut Kepolisian untuk lebih professional dalam
melaksanakan tugasnya, karena menuntut Kepolisian untuk bersifat proaktif agar
dapat mengetahui situasi dan kondisi masyarakat sehingga dapat mengambil langkah-
langkah pencegahan secepatnya dan seperlunya.
2. Tentang Uang
a. Pengertian Uang
Uang adalah benda-benda atau segala sesuatu yang secara umum dapat
diterima masyarakat sebagai alat tukar menukar dan pembayaran utang piutang.
Kasmir memaparkan pengertian uang secara luas yakni uang adalah sesuatu yang
dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu
atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian
barang dan jasa.18
Pengertian uang menurut Adami Chazawi, bahwa uang adalah suatu benda
yang wujudnya sedemikian rupa yang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
dan berlaku pada saat peredarannya. Sah dalam arti yang menurut peraturan yang
18 Kasmir, 2005, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
hlm 13.
16
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang ini adalah
negara atau badan yang ditunjuk oleh negara seperti bank.19
b. Jenis-Jenis Uang
Uang yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-
hari terbagi dalam berbagai jenis. Jenis-jenis uang berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman baik perkembangan nilai intrinsiknya, nominalnya maupun
fungsi uang itu sendiri. Adapun jenis-jenis uang yang dapat dilihat dari berbagai sisi
adalah sebagai berikut :20
a. Berdasarkan Bahan, terdiri dari :
- Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat dari logam
(baik aluminium, kupronikel, bronze, emas, perak, perunggu, dan bahan
lainnya)
- Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas atau
bahan lainnya.
b. Berdasarkan Nilai, terdiri dari :
- Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai
intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya.
- Tidak bernilai penuh (representatif full bodied money).
c. Berdasarkan Lembaga, terdiri dari :
- Uang kartal, merupakan uang yang dikeluarkan oleh bank sentral baik
uang koin maupun uang kertas.
- Uang giral, merupakan uang yang dikeluarkan oleh bank umum seperti
cek, bilyet giro, traveller cheque, dan credit card.
19 Adami Chazawi, Lock Cit. hlm 26.
20
Kasmir, Op Cit, hlm 20-21.
17
d. Berdasarkan Kawasan, uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah
berlakunya suatu uang. Terdiri dari :
- Uang lokal, merupakan uang yang berlaku di suatu negara tertentu seperti
rupiah di Indonesia atau ringgit di Malaysia.
- Uang regional, merupakan uang yang berlaku di kawasan tertentu yang
lebih luas dari uang lokal seperti untuk kawasan benua Eropa berlaku
mata uang tunggal Eropa yaitu EURO.
- Uang internasional, merupakan uang yang berlaku antar negara seperti
US Dollar dan menjadi standar pembayaran Internasional.
c. Fungsi Uang
Menurut Amir Darmawan, fungsi uang dibedakan menjadi :21
1). Fungsi utama (basic function), yaitu fungsi uang itu yang mencakup
sebagai alat perantara dalam penukaran (medium of change) dan fungsi
uang sebagai satuan hitung. Fungsi uang sebagai alat perantara ini adalah
merupakan fungsi yang paling penting karena dapat mempermudah
proses pertukaran barang serta jasa. Sedangkan fungsi uang sebagai
satuan hitung yaitu merupakan fungsi yang dilaksanakan oleh uang jika
semua barang-barang dan jasa-jasa tadi secara umum dinilai dengan
menyatukan perbandingan pertukaran ke dalam suatu kesatuan-kesatuan
tertentu.
2). Fungsi tambahan (derivative function), yaitu fungsi ini akan timbul
karena fungsi-fungsi utama tersebut di atas, fungsi ini mencakup
fungsi uang sebagai alat penyimpan (store of value) dan fungsi uang
21 Amir Darmawan, 1980, Perbankan, Jakarta: Pustaka University, hlm 5-7.
18
sebagai alat pembayaran yang ditangguhkan (standard of derifed
payment). Fungsi uang sebagai alat penyimpan berarti bila suatu barang
ditukarkan dengan uang, maka uang yang diperoleh tidak perlu
ditukarkan sekaligus dengan barang lain, sebagian atau seluruhnya dapat
disimpan sebagai cadangan. Sedangkan fungsi uang sebagai standard
untuk pembayaran yang akan dilaksanakan mendatang, sehingga
memungkinkan berkembangnya suatu pasar kredit yang tidak terpecah-
pecah.
3. Perbuatan Meniru atau Memalsu, Mengedarkan Uang Palsu, dan Ciri Uang
Kertas Rupiah
a. Perbuatan Meniru
Perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai atau
seperti yang asli dari sesuatu itu. Dalam kejahatan ini sesuatu yang ditiru itu adalah
mata uang dan uang kertas, maka meniru diartikan sebagai membuat mata uang (uang
logam) atau uang kertas yang menyerupai atau mirip dengan mata uang atau uang
kertas yang asli. Untuk adanya perbuatan ini disyaratkan harus terbukti ada yang asli
atau yang ditiru. Membuat mata uang atau uang kertas yang tidak ada yang asli atau
yang ditiru, tidak termasuk dalam pengertian meniru.22
22 Adami Chazawi, Op Cit. hlm 23.
19
Dalam perbuatan meniru terkandung pengertian bahwa orang yang meniru
tersebut tidak berhak (melawan hukum) untuk melakukan perbuatan membuat mata
uang atau uang kertas. Oleh sebab itu juga termasuk pengertian meniru dalam hal
seperti:
a) Seorang mencuri peralatan pembuat uang dan bahan-bahan pembuat uang.
Dengan peralatan dan bahan itu ia membuat uang. Karena dibuat dengan
bahan dan dengan peralatan yang sama, maka uang yang dibuatnya ini
adalah sama dan tidak berbeda dengan uang asli. Walaupun demikian uang
yang dibuatnya ini tetap sebagai uang palsu (tidak asli). Membuat uang
dengan cara demikian adalah termasuk perbuatan meniru.
b) Orang/ badan yang menurut peraturan berhak membuat atau mencetak
uang, namun ia membuat uang melebihi dari jumlah yang diperintahkan/
menurut ketentuan. Maka membuat/mencetak uang lebih dari ketentuan
tadi adalah berupa perbuatan meniru. Walaupun uang yang dihasilkannya
secara fisik adalah sama persis seperti uang aslinya, tetap juga termasuk
pengertian uang palsu (tidak asli).
Dipidana atau tidaknya bagi orang ini, bergantung sepenuhnya pada
bagaimana sikap batinnya. Bila dalam dirinya ada kesengajaan untuk membuat uang
melebihi yang ditentukan yang menjadi wewenangnya, dan adanya masksud untuk
mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya, sudah termasuk larangan dalam pasal
ini. Sebaliknya bila ia dalam membuat uang melebihi dari yang ditentukan itu karena
lalai atau lupa belaka, dan tentunya tidak terkandung maksud untuk mengedarkan
atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsu.
Dalam pengertian perbuatan meniru, tidak mempedulikan tentang nilai bahan
yang digunakan dalam membuat uang itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi dari
bahan pada uang yang asli. Dengan kata lain apabila uang hasil dari perbuatan meniru
20
nilai bahannya lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai uang kertas yang asli, tetap
saja perbuatan sepeti itu dipidana sebagai perbuatan meniru, jika dalam meniru itu
terkandung maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seolah-olah
uang kertas asli dan tidak dipalsu.23
b. Perbuatan Memalsu
Berbeda dengan perbuatan meniru yang berupa perbuatan menghasilkan suatu
mata uang atau uang kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya sebelum
perbuatan dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan memalsu
(vervalschen) sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada uang asli ini
dilakukan perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun warna,
menambah atau mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain dengan
yang asli. Tidak menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau mata uang
itu nilainya menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi. Demikian juga tidak
merupakan syarat bagi motif apa ia melakukan perbuatan itu. Apabila terkandung
maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli
dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu termasuk perbuatan yang dilarang dan
dipidana.
Kejahatan mengenai pemalsuan uang yang terdapat dalam Pasal 26 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dirumuskan secara formil,
maksudnya ialah melarang melakukan perbuatan tertentu, dan tidak secara tegas
23 Ibid. hlm 24.
21
menimbulkan akibat tertentu. Sebagai tindak pidana formil, terwujudnya atau
selesainya kejahatan ini bergantung pada selesainya perbuatan meniru atau memalsu.
Untuk dapat selesai atau terwujudnya perbuatan meniru atau memalsu diperlukan
suatu syarat yakni hasil atau akibat dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan
mata uang atau uang kertas yang palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu
menghasilkan mata uang atau uang kertas yang dipalsu.24
c. Mengedarkan Uang Palsu
Pasal 36 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang merumuskan sebagai berikut:
Pasal 36 ayat (3) : Setiap orang yang mengedarkan dan/ atau membelanjakan
Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 36 ayat (4) : Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu
ke dalam dan/ atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Dalam rumusan Pasal 36 ayat (3) dan ayat (4) tersebut di atas, ada 4 (empat)
bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu, yaitu:
1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang
kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang
24 Ibid. hlm 26.
22
kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu mana ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri.
2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara
atau uang kertas bank diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja
mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.
3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke
Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu,
yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu oleh dirinya sendiri dengan
maksud untuk mengedakan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli
dan tidak dipalsu.
4. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke
Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang
pada waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud
untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan
tidak dipalsu.
23
d. Ciri Uang Kertas Rupiah
Ciri-ciri umum pada uang kertas yang dapat dikenali adalah sebagai berikut:25
1. Bahan uang kertas adalah kertas/ plastik dengan spesifikasi khusus yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Tanda Air pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan
terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya.
3. Benang pengaman ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti
dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah,
dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet
dengan satu warna atau beberapa warna.
4. Cetak intaglio adalah cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba.
5. Rectoverso adalah pencetakan suatu ragam bentuk yang
menghasilkancetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan
saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya.
6. Optical Variable Ink adalah hasil cetak mengkilap (glittering) yang
berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
25 Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2005, “Kenali Rupiah Anda!” dalam skripsi
Ersa Maduma Aritonang, Universitas Sumatera Utara. hlm 18-19.
24
7. Tulisan Mikro adalah tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat
dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
8. Invisible Ink adalah hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di
bawah sinar ultraviolet.
9. Multi layer latent image/ metal layer adalah teknik cetak dimana dalam
satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dari
sudut pandang tertentu.
10. Color window/ clear window pada kertas uang terdapat bagian yang
terbuat dari plastik transparan berwarna/ tidak berwarna.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipergunakan adalah Yuridis sosiologis, yaitu
pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri adalah
suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga
sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di
masyarakat. Keajegan-keajegan (empirical regularitis) karena mengkonstruksi
hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri di dalam praktek.26
2. Metode Survei
Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk
mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah
atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh
informasi-informasi yang dibutuhkan. Penelitian survei merupakan kegiatan
penelitian yang memiliki tiga tujuan penting diantaranya:27
1. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu;
2. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk
dibandingkan;
26
Ronny Hanitiyo Soemitro, 1986, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press. hlm. 11. 27
Ikhsanudin, 2011, Tentang Penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com.
26
3. Menentukan hubunngan sesuatu yang hidup di antara kejadian
spesifik.28
3. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara
dekriptif analasis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan,
dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang
utuh.29
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Polres
Banyumas, karena merupakan lokasi utama dalam kiat mendapatkan sumber
informasi yang akurat, dan juga di tempat-tempat lain yang berkaitan dengan obyek
penelitian seperti percetakan, fotocopy, dan pasar/ pertokoan.
5. Informan dalam penelitian
Untuk melaksanakan penelitian tersebut, ditentukan Informan Penelitian
sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data adalah:
- Kapolres, Intel, Reserse dan Kriminal (Reskrim) di Polres Banyumas.
- Pedagang pasar/ pertokoan, pengusaha percetakan, pengusaha fotocopy.
6. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu:
a. Sumber data primer
28
Alim Sumarno, 2012, Penelitian Survei, http://blog.elearning.unesa.ac.id. 29
Ronny Hanitiyo Soemitro, Op. Cit. hlm 250.
27
Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari buku-buku
literatur dan perundang-undangan serta sumber dari masyarakat, dalam hal
ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.30
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan melalui studi
pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma, peraturan
dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum sekunder yaitu
penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier yakni bahan hukum
yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum
primer maupun bahan hukum sekunder.31
7. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian yaitu di Polres Banyumas dan di tempat-tempat lain yang
berkaitan dengan obyek penelitian seperti percetakan, fotocopy, dan pasar/
pertokoan, dengan menggunakan metode:
1. Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin
Wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu
guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang
30
Soerjono Soekanto, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
hlm 12. 31
Ibid. hlm 12-13.
28
responden, dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang
tersebut.32
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun
terpimpin dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan
tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan
dengan situasi ketika wawancara.33
2. Observasi (Pengamatan)
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.34
Selain
menggunakan wawancara, pengumpulan data primer juga dapat dilakukan
dengan cara observasi. Teknik observasi merupakan metode pengumpulan
data dengan mengamati langsung di lapangan. Mengamati bukan hanya
melihat, tetapi juga merekam, menghitung, mengukur, dan mencatat
kejadian.
b. Data Sekunder, yaitu data yang berisikan informasi tentang bahan primer.35
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap
peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan dokumen-
dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian.
32
Koentjoroningrat, 1986, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia. hlm
129. 33
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit. hlm 107. 34
Hadari Nawawi, 1995, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. hlm 100. 35
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika. hlm
51.
29
8. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan
sejumlah daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dan alat perekam
suara untuk merekam jawaban-jawaban dari informan dalam penelitian.
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisais data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.36
9. Metode Pengolahan Data
Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:37
i. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau
meneliti data yang telah diperoleh untuk menjelaskan apakah sudah
dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.
Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah:
- Adanya jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan kelengkapan
jawaban.
- Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.
- Apakah jawabannya seragam untuk pertanyaan yang sama
konsistensinya.
36
Sugiono, 2010, Memehami Penelitian Kualitatif , Bandung: Alfabeta. hlm 60. 37
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit. hlm 64-68.
30
Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru,
menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum
lengkap.
i. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kode-
kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada
daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan
maksud untuk dapat ditabulasikan.
ii. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam
tabel-tabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut.
iii. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil
pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan
baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan.
10. Metode Pengujian Data
Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan metode
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.38
Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi model
sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
38 Lexy J. Maleong, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, hlm. 329.
31
kualitatif. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi yang dilakukan terhadap
pencegahan dan penanggulangan pemalsuan dan peredaran uang palsu di Kabupaten
Banyumas.
11. Metode Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara
sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain
disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian.
12. Metode Validitas Data
Dalam penelitian ini, pengujian data/ uji kredibilitas data akan dilakukan
dengan cara triangulasi sumber yang bertujuan untuk menghasilkan kesahihan,
keabsahan atau kebenaran data yang dikumpulkan, ada baiknya kita melihat dahulu
pengertian triangulasi. Menurut Maleong, triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.39
Triangulasi
dilakukan apabila terdapat data yang bertentangan, tidak sejalan atau berbeda
mengenai hal yang sama atau lebih sumber data serta pengecekan terhadap data yang
tidak jelas sehingga dapat diperoleh data yang dapat dipercaya kebenarannya.
13. Teknik Analisis Data
39 Ibid. hlm 178.
32
Data yang diperoleh di analisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini
dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas
dan informasi-informasi yang bersifat ungkapan monografis dari responden.40
40 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit, hlm 51.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Struktur Organisasi Polres Banyumas
Secara signifikan, peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas sudah
mengalami penurunan pesat dalam kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2012. Hal
tersebut tentu saja menunjukan bahwa kinerja dari Kepolisian semakin membaik dan
semakin mengokohkan Kepolisian dalam mencapai tujuan bersama melindungi
masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh Polres Banyumas dikonkritkan dalam bentuk
tim kerja dalam suatu susunan organisasi sehingga akan memudahkan untuk
merealisasikan tugas-tugas pokok Kepolisian.
Perlu diketahui bahwa Polres Banyumas terdiri dari beberapa jabatan
fungsional yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Kapolri. Dari sekian
jabatan fungsional yang ada, dalam hal ini penulis ingin meneliti tentang tindakan/
upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi
pemalsuan dan peredaran uang palsu sehingga penulis membatasi pada bagian-bagian
yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pada bagian Sat Reskrim dan Sat
Intelkam. Berikut susunan organisasi yang ada di Polres Banyumas :
34
35
1.1. Sat Reskrim (Satuan Reserse Kriminal)
Dalam struktur organisasi Polres Banyumas, Sat Reskrim adalah unsur
pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kapolres. Sat Reskrim dipimpin oleh
Kasat Reskrim yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sat Reskrim bertugas melaksanakan
penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan tindak pidana, termasuk
identifikasi dan laboratorium forensik lapangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Sat Reskrim menyelenggarakan fungsi :
a. Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan serta
identifikasi dan laboratorium forensik lapangan;
b. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik
sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;
d. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas
pelaksanaan tugas Satreskrim;
e. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh
penyidik pada unit Reskrim Polsek dan Satreskrim Polres;
f. Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional
maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
g. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain
tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah
Polres.
Kasat Reskrim dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh :
36
1. Kepala Urusan Pembinaan Operasional disingkat ( Kaur Binops);
2. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan disingkat (Kaur Mintu);
3. Kepala Urusan Identifikasi disingkat (Kaur Ident); dan
4. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 6 Unit
1.2. Sat Intelkam (Satuan Intelijen Keamanan)
Dalam struktur organisasi Polres Banyumas, Sat Intelkam adalah unsur
pelaksana utama Polres yang berada di bawah Kapolres. Sat Intelkam dipimpin oleh
Kasat Intelkam yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sat Intelkam bertugas melaksanakan
deteksi dini dan peringatan dini dalam ruang lingkup informasi, menyelenggarakan/
membina fungsi intelijen bidang keamanan kepada warga masyarakat yang
membutuhkan, dan melakukan pengawasan/ pengamanan atas pelaksanaannya.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sat Intelkam menyelenggarakan fungsi :
a. Penyelenggaraan kegiatan intelijen dalam bidang keamanan antara lain
persandian dan produk intelijen di lingkungan polres;
b. Pelaksanaan kegiatan opreasional intelijen keamanan guna
terselenggaranya deteksi dini (Early Detection) dan peringatan dini (Early
Warning) melalui pemberdayaan pengemban fungsi Intelijen;
c. Pengumpulan, penyimpanan dan pemutakhiran biodata tokoh formal atau
informan organisasi sosial masyarakat, politik dan pemerintah;
d. Pengdokumentasian dan penganalisaan terhadap perkembangan lingkungan
strategi serta penyusunan produk intelijen untuk mendukung kegiatan
Polres;
e. Penyusunan prakiraan intelijen keamanan dan menyajikan hasil analisis
setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan;
f. Pemberian pelayanan dalam bentuk surat ijin atau keterangan yang
menyangkut, orang asing, senjata api dan bahan peledak serta kegiatan
37
sosial atau politik masyarakat dan SKCK kepada masyarakat yang
membutuhkan serta melakukan pengawasan dan pengamanan atas
pelaksanaan.
Kasat Intelkam dalam melaksanakan tugas kewajibanya dibantu oleh :
1. Kepala Urusan Pembinaan Operasional disingkat ( Kaur Binops);
2. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan disingkat (Kaur Mintu); dan
3. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 7 Unit.
2. Peranan Kepolisian Dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu Di Kabupaten
Banyumas
Berkaitan dengan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian,
berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diungkapkan dalam matriks
sebagai berikut :
Matriks 1 : Peranan Kepolisian (Sat Reskrim) dalam Mencegah Peredaran
Uang Palsu di Kabupaten Banyumas
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak
Djunaedi selaku
Inspektur
Polisi Satu
KBO Reskrim
“Kami ikut bertugas melakukan
tindakan-tindakan pencegahan
peredaran uang palsu dengan
melakukan pembinaan dan
penyuluhan yang tentunya kita
bekerjasama dengan Sat Binmas
dan Bank Indonesia. Untuk
sasarannya, masyarakat umum
dan petugas-petugas di bidang
keuangan, seperti petugas bank,
bendahara, kasir-kasir, lebih kita
prioritaskan karena mereka lah
yang berperan aktif nantinya
mengenali uang palsu.
Memberikan
pengetahuan
dan
meningkatkan
kewaspadaan
masyarakat
terhadap
kejahatan
pemalsuan
uang dan
peredarannya.
Tindakan
Preventif
38
Penyuluhan tersebut tidak hanya
diselenggarakan oleh pihak
Kepolisian saja, namun bisa juga
diadakan oleh Bank Indonesia,
maupun masyarakat umum.
Adapun kerja sama khusus antara
Kepolisian dengan Bank
Indonesia, bahwa jika terdapat
laporan uang palsu yang
ditemukan oleh bank-bank umum,
maka akan dibuatkan suatu berita
acara penyerahan khusus, yang
selanjutnya harus segera kita
laporkan kepada pihak Bank
Indonesia untuk diminta
klarifikasi guna membantu pihak
Kepolisian dalam melakukan
penyelidikan”
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat membuktikan peranannya dalam
mencegah peredaran uang palsu dengan cara memberikan pembinaan dan penyuluhan
terkhusus kepada masyarakat umum dan instansi-instansi yang bergerak di bidang
keuangan yang bekerjasama dengan Bank Indonesia. Untuk permasalahan waktu dan
tempat penyuluhan, itu ditentukan dari hasil evaluasi pada daerah yang banyak
ditemukan peredaran uang palsu.
Dengan adanya penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh Sat Reskrim
dan Sat Binmas, maka diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat agar
selalu waspada dengan uang yang diterimanya dengan mengenali ciri-ciri uang yang
asli dengan yang palsu serta segera melaporkan kepada pihak Kepolisian jika
39
masyarakat tidak sengaja mendapatkan uang yang diragukan keasliannya dan
mengetahui sindikat peredaran uang palsu.
Adapun peran dari Sat Intelkam mengenai upaya preventif yang dilakukan,
bahwa secara umum upaya preventif merupakan usaha-usaha yang dilakukan
sebelum terjadinya kejahatan atau dengan kata lain usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kejahatan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan,
diungkapkan dalam matriks sebagai berikut :
Matriks 2 : Peranan Kepolisian (Sat Intelkam) dalam Mencegah Peredaran
Uang Palsu di Kabupaten Banyumas
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak Tri
Sudjarwadi selaku Kaur
Binops
(Kepala
Urusan
Pembinaan
Operasional)
Intelkam.
“Upaya pencegahan yang
dilakukan oleh kami yaitu dengan
cara menyerap informasi dari
masyarakat yang kemudian
diserahkan ke pimpinan, bisa ke
Sat Lantas bisa juga ke Sat
Binmas, tapi tetap informasi awal
dari Intelkam. Dulu itu ada istilah
FKK, PH, dan AF dalam upaya
pencegahan. Diawali oleh FKK
(Faktor Korelatif Kriminologi)
yaitu faktor gangguan keamanan
dan ketertiban masyarakat,
sehingga diperlukan adanya PH
(Police Hazard) yaitu
dibutuhkannya kehadiran
Kepolisian untuk mengontrol
situasi, agar tidak terjadinya AF
(Ancaman Faktual) yaitu kejadian
yang sudah terjadi”
Melakukan
deteksi dini
agar tidak
terjadinya
Ancaman
Faktual
(kejadian yang
sudah terjadi)
Tindakan
Preventif
Sumber : Data Primer Diolah
40
Lebih lanjut dari keterangan pada matriks di atas, kinerja dari Sat Intelkam
yaitu pertama-tama menyerap info-info yang dihimpun melalui laporan informasi dari
masyarakat, lalu diserahkan ke pimpinan atau sering disebut Users atau pengguna.
Users ini mempunyai kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan untuk ditujukan ke satuan-
satuan yang lain seperti:
a. Sat Intelkam, yaitu untuk penyelidikan lebih lanjut;
b. Sat Reskrim, yaitu untuk penindakan (penangkapan dan penggerebekan);
c. Sat Binmas, yaitu mengadakan sosialisasi/ penyuluhan untuk masyarakat;
d. Sabhara yaitu untuk pengamanan (tergantung kebijakan pimpinan); dan
e. Melakukan Razia (tetapi khusus untuk tindak pidana uang palsu).
3. Peranan Kepolisian dalam Menanggulangi Peredaran Uang Palsu Di
Kabupaten Banyumas
Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang merumuskan sebagai berikut :
Pasal 28 ayat (1) : Pemberantasan Rupiah Palsu dilakukan oleh Pemerintah
melalui suatu badan yang mengkoordinasikan pemberantasan
Rupiah Palsu.
Pasal 28 ayat (2) : Badan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur :
a. Badan Intelijen Negara;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Agung;
d. Kementerian Keuangan; dan
41
e. Bank Indonesia.
Berikut beberapa rangkuman hasil penyidikan kasus peredaran uang palsu
yang diusut oleh Sat Reskrim Polres Banyumas dalam kurun waktu tahun 2011
hingga 2012 :
Matriks 3 : Rangkuman Hasil Penyidikan oleh Sat Reskrim Polres Banyumas
Kurun Waktu Tahun 2011 Hingga Tahun 2012
TAHUN
NAMA
TERSANGKA
TKP BARANG BUKTI
2011 H. Sayidina Samtural Jl. Raya Wangon depan
Warung Bakso depan
SPBU Desa Wangon,
Kec. Wangon, Kab.
Banyumas
- 801 lembar uang
kertas pecahan Rp.
100.000,-
- 187 lembar mata
uang Dollar Amerika
pecahan $100
- 89 lembar pecahan
1000 dan 372 lembar
pecahan 2000 mata
uang Rumania
2011 Zeta Surya Maharsa Halaman Pabuaran
Market turut Kel.
Pabuaran, Kec.
- 200 lembar Rp.
100.000,-
- 10 lembar Rp.
42
Purwokerto Utara, Kab.
Banyumas
50.000,-
2011 Salbinah Hotel Mukti Jaya kamar
No. 62 Kel.
Karangklesem Kec.
Purwokerto Selatan,
Kab. Banyumas
- 45 lembar uang
kertas Rp. 100.000,-
- 11 lembar Rp.
20.000,-
2012 1. Muhammad Thoyib
Abdul Qodir
2. Sakim
3. Salamun
Desa Kejawar Kec.
Banyumas Kab.
Banyumas
180 lembar uang
kertas Rp. 50.000,-
2012 Ahmad Nazir Hotel Trisna Asih ikut
Kel. Karangklesem
Kec. Purwokerto
Selatan Kab. Banyumas
5 lembar uang kertas
Rp. 100.000,-
2012 1. Margiyo alias Hadi
alias Jefri
2. Abdul Syukur
3. Yono
Depan SD Negeri
Banjarsari Kidul ikut
Desa Banjarsari Kidul
Kec. Sokaraja Kab.
Banyumas
- 3.068 lembar uang
kertas Rp. 100.000,-
- 96 lembar uang
kertas Rp. 50.000,-
Sumber Data : Unit II Sat Reskrim Polres Banyumas
43
Berkaitan dengan tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diungkapkan dalam
matriks sebagai berikut :
Matriks 4 : Peranan Kepolisian dalam Menanggulangi Pemalsuan dan
Peredaran Uang Palsu
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak
Djunaedi selaku
Inspektur
Polisi Satu
KBO Reskrim
“Kalau kita bicara tentang
penanggulangan, maka kita
harus berusaha untuk dapat
mengetahui sumbernya. Kalo
sumbernya berhasil dilacak
keberadaannya, maka setidaknya
peredaran dipastikan akan
berkurang dan jika dalam
intensitas tinggi sumbernya terus
diberantas, bersihlah sudah
kabupaten Banyumas dari
peredaran uang palsu. Seperti
yang dirasakan untuk saat ini,
karena intensitas yang tinggi
dalam penangkapannya,
rekapitulasi tindak pidana uang
palsu yang diusut Polres
Banyumas untuk tahun 2011,
2012, hingga tahun 2013 ini
cenderung mengalami
penurunan. Itu sesuai juga
dengan laporan semesteran per
triwulan dari Bank Indonesia
mengenai rekapitulasi tindak
pidana uang palsu yang sudah
mereka usut. Menurun karena
kita aktif”
Melacak
hingga
memberantas
sumber
pengedar dan
pembuat uang
palsu sehingga
Kabupaten
Banyumas
bersih dari
peredaran uang
palsu
Tindakan
Represif
Bapak
Djunaedi selaku
Inspektur
“Tapi tetap saja upaya awal
yang harus kita prioritaskan
yaitu ketika ada laporan dari
masyarakat, kita akan langsung
Mengutamakan
pelayanan
prima kepada
Tindakan
Represif
44
Polisi Satu
KBO Reskrim
tanggap dan berusaha untuk
memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat, yaitu
dengan segera melakukan
langkah-langkah sesuai prosedur
Kepolisian yang telah
ditetapakan, mulai dari
pengkajian laporan oleh tim
pengkaji, dibuatkan laporan,
hingga ke penindakan. Itu pun
kerjasama dengan anggota
Kepolisian di seluruh daerah
untuk mencari informasi yang
lebih mendalam mengenai
aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh pelaku yang
berkaitan dengan peredaran
uang palsu”
masyarakat
dengan
tanggap atas
setiap laporan
yang masuk
Sumber : Data Primer Diolah
Dari keterangan pada matriks di atas, dapat diketahui bahwa dalam
melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, Kepolisian harus berusaha untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat bilamana adanya laporan/
informasi yang masuk dari masyarakat, Kepolisian harus segera memberikan
tindakan sesuai prosedur Kepolisian yang ada. Informasi yang didapat oleh
Kepolisian perihal adanya peredaran uang palsu dapat diterima dari masyarakat
maupun Bank Indonesia. Hal ini dilakukan guna kepentingan tindak lanjut
penyelidikan dan penyidikan Kepolisian untuk mengungkap sumber pengedar hingga
ke pembuat uang palsu. Dalam setiap tindakannya, Polres Banyumas dapat
bekerjasama dengan seluruh anggota Polsek, karena Kepolisian merupakan suatu
sistem atau rangkaian komando dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah.
45
Menyinggung mengenai peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas dalam
kurun waktu tahun 2011 hingga 2012 yang mengalami penurunan, penurunan angka
peredaran uang palsu tersebut tidak terlepas dari meningkatnya pemahaman
masyarakat terhadap uang asli dengan uang palsu. Peran Kepolisian yang sangat aktif
dan terus meningkatkan intensitas penyidikan dan penyelidikan untuk menangkap
pengedar uang palsu pun merupakan nilai plus tersendiri bagi Kepolisian.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang pun
disinyalir menjadi salah satu penyebab turunnya tindak pidana pemalsuan uang
karena sanksinya yang berat. Dinyatakan bahwa pelaku pemalsuan mata uang rupiah
bisa dihukum maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 Miliar.
Uang palsu yang beredar di masyarakat tidak hanya dalam pecahan besar
seperti Rp 100.000, Rp 50.000, dan Rp 20.000 saja, uang dari semua pecahan yang
dikeluarkan Bank Indonesia pun banyak yang dipalsu untuk mengecoh petugas dan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan uang palsu yang berhasil
disita oleh Polres Banyumas selama kurun waktu tahun 2011 dan 2012.
Rekapitulasinya dapat dilihat pada dua matriks di halaman berikutnya :
46
47
Mekanisme penanggulangan terhadap peredaran uang palsu yang ditangani
Sat Reskrim Polres Banyumas secara terprosedur adalah sebagai berikut :
1. Penyelidikan
a. Mengumpulkan informasi dengan menerima laporan dari masyarakat.
b. Mengkaji laporan tersebut apakah memenuhi unsur tindak pidana
peredaran uang palsu atau tidak.
c. Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara; dengan mendatangi
tempat kejadian perkara dan mengumpulkan bukti-bukti termasuk
saksi.
2. Penindakan
a. Sat Reskrim bekerjasama dengan seluruh anggota Kepolisian di
seluruh wilayah Banyumas untuk mencari informasi yang lebih
mendalam mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pelaku
yang berkaitan dengan peredaran uang palsu.
b. Setelah mengetahui keberadaan pelaku, selanjutnya dilakukan
tindakan yang dapat memancing pelaku keluar dari tempat
persembunyiannya.
c. Melakukan penangkapan terhadap pelaku dengan menerbitkan Surat
Perintah Penangkapan untuk kepentingan penyelidikan.
3. Penyidikan
48
a. Melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan
penyidikan.
b. Memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak pidana peredaran
uang palsu (keterangan yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia
alami sendiri). Untuk tindak pidana peredaran uang palsu, diperlukan
saksi ahli yang didatangkan dari Bank Indonesia untuk memberikan
keterangan mengenai kebenaran ciri-ciri uang palsu yang dibuat
ataupun diedarkan pelaku. Jika diperlukan, saksi ahli Hukum Pidana
pun didatangkan untuk memberikan keterangan.
4. Pemberkasan
Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya. Dan
Setelah pemberkasan dinyatakan lengkap, kemudian perkara diserahkan
ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan segera digelar persidangan.
4. Tanggapan Masyarakat Terhadap Peredaran Uang Palsu
Berkaitan dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan oleh pihak
Kepolisian yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat sebagai pihak yang
menjadi korban dari tindak pidana peredaran uang palsu memiliki peran yang sangat
penting dalam memberikan informasi-informasi peredaran uang palsu yang terjadi
untuk membantu pihak Kepolisian dalam mengungkap jaringan peredaran uang palsu.
49
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada masyarakat, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Matriks 5 : Tanggapan Masyarakat Terhadap Peredaran Uang Palsu
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Mas Helping F.
Daeli,
Supervisor
Perusahaan
Fotocopy
Digital
“ORTINDO” di
Purwokerto
“Pada dasarnya, semua mesin
fotocopy digital mampu untuk
mencetak uang palsu. Untuk saat
ini sudah diproduksi mesin terbaru
namanya „indigo‟, kecanggihan
mesin ini diperkirakan mampu
untuk mencetak warna-warna
khusus pada uang kertas. Tapi
sekarang di semua mesin fotocopy
digital ditempeli stiker “tidak untuk
mengeprint uang” oleh pemerintah,
jadi kita tidak diperbolehkan untuk
mencetak uang ataupun surat-surat
berharga. Secanggih apapun mesin
yang kita miliki, tetap saja tidak
bisa menyamai mesin yang dimiliki
PERURI. Oleh karena itu
Kepolisian harus memahami mesin
yang dipunyai PERURI karena
dikhawatirkan ada oknum nakal
dari Bank Indonesia yang dapat
membocorkan mengenai rahasia
mesin tersebut”
Kesadaran
terhadap
hukum yang
berlaku dengan
mentaati
peraturan yang
tertera pada
stiker
Memahami
kondisi bangsa
akan maraknya
peredaran uang
palsu sehingga
timbul
kesadaran
hukum
Mas Wawan,
pemilik
Perusahaan
Percetakan
“PRASTIMIAR
SO” di
Purwokerto
“Dari mesin yang kita punya,
sebenarnya kita mampu untuk
mencetak uang palsu tapi kita tidak
bisa melakukannya karena
standarnya untuk percetakan
mengenai desain grafis harus ada
sample/ contohnya dan juga harus
ada izin dari BIN (Badan Intelijen
Negara) atas laporan mengenai
Mendapatkan
pengetahuan
dari sosialisasi
yang dilakukan
Bank
Indonesia
Menjadikan
pengalaman
dalam
menjalankan
usaha
percetakannya
dari orang-
orang yang
meminta
50
dokumen-dokumen Negara karena
terdapat fitur pengamannya. Paling
riskan pemalsuan di grafis. Kita
tidak bekerja untuk urusan grafis,
tapi kita hanya produksi. Dulu
sekitar setahun yang lalu pernah
ada permintaan untuk mencetak
uang palsu tapi kita tidak berani
karena dulu sekitar dua tahun yang
lalu kita pernah dapat penyuluhan
dari Bank Indonesia mengenai
peredaran uang palsu”
dibuatkan uang
palsu
Bapak Deddy
Agung
Nugroho,
pimpinan
Supervisor
Kasir Super
Mall “MORO”
di Purwokerto
“Disini kami sering menemukan
adanya uang palsu, hanya saja
periodenya tidak secara continue.
Kadang hilang kadang muncul.
Seringnya pada saat menjelang
lebaran. Paling kami hanya
memberikan teguran secara
langsung pada konsumen yang
kedapatan membayar dengan uang
palsu, karena ketika ditanya, dia
pun tidak tahu mendapatkan uang
itu dari mana. Disini kami hanya
mempunyai alat sinar ultraviolet
untuk cek keaslian uang, tapi lebih
sering dengan cara manual karena
kami sudah paham mengenai 3D”
Memahami
sortasi secara
manual 3D
sehingga dapat
membedakan
uang palsu dan
uang asli yang
tidak sengaja
didapat dari
konsumen
Berusaha
untuk hanya
memberikan
teguran
terhadap
konsumen
yang
kedapatan
memberikan
uang palsu
Ibu Suwarsini,
pedagang
pisang di Pasar
Wage
Purwokerto
“Setiap saya berjualan di pagi hari
saya pernah bahkan sering
menemukan uang palsu
diantaranya pecahan Rp 100.000,
Rp 50.000, dan Rp 20.000. Yang
paling sering itu pecahan Rp
20.000. Tapi dari ketiga pecahan
tersebut, hanya selembar-selembar
saja uang palsu yang didapatkan.
Bisa tahu itu palsu karena setelah
saya terawangkan ke langit, dan
saya raba-raba ternyata itu palsu.
Adanya uang palsu yang beredar
ini jelas sangat merugikan saya.
Diperlukan
pengetahuan
mengenai ciri-
ciri uang yang
asli dan yang
palsu agar
tidak menjadi
korban
peredaran uang
palsu, dari
kejadian
tersebut
menjadikannya
pengalaman
Mendapatkan
pengetahuan
mengenai 3D
sehingga dapat
lebih waspada
51
Ruginya mengurangi modal saya.
Dulu pernah ada teman saya
pegawai Bank BNI kasih tahu saya
mengenai 3D dan sekarang saya
sudah paham sehingga dapat
membedakan uang yang asli dan
yang palsu”
agar selalu
waspada
terhadap uang
yang
diterimanya
Sumber : Data Primer Diolah
Dari hasil wawancara pada matriks di atas, dapat diungkapkan bahwa
perusahaan fotocopy digital dan perusahaan percetakan memiliki alat-alat yang dapat
disalahgunakan untuk mencetak dan membuat uang palsu. Oleh karena itu,
penyuluhan-penyuluhan terhadap para pengusaha fotocopy digital dan pengusaha
percetakan juga sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan alat-alat
yang dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa perusahaan fotocopy
digital dan perusahaan percetakan di wilayah Purwokerto, mereka memiliki alat-alat
yang canggih yang jika disalahgunakan alat-alat tersebut bisa digunakan untuk
mencetak dan membuat uang palsu. Tetapi seringkali mereka tidak berani untuk
melakukannya karena mereka sadar akan peraturan hukum yang berlaku. Pada
umumnya, masyarakat takut untuk membuat maupun mengedarkan uang palsu karena
biasanya pembuat uang palsu merupakan orang-orang yang profesional, terlatih, dan
memiliki keahlian khusus yang tergabung dalam jaringan tertutup yang terorganisir.
Biasanya uang palsu kebanyakan diedarkan di pasar-pasar tradisional, dimana
para pedagangnya kebanyakan belum mengetahui ciri-ciri uang palsu, dan kurang
begitu teliti dalam memeriksa uang yang diterimanya. Kurangnya pengetahuan
52
masyarakat di desa-desa tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah menyebabkan pelaku
pengedar semakin mudah dan semakin leluasa dalam melakukan tindak pidana
peredaran uang palsu. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan suatu penyuluhan
dan pembinaan mengenai uang palsu.
5. Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas Dalam Mencegah dan
Menanggulangi Peredaran Uang Palsu
Dibutuhkan peran serta aktif dan koordinasi antara Perbankan, masyarakat,
dan Bank Indonesia dengan Kepolisian untuk mencegah dan menanggulangi
peredaran uang palsu dengan cara segera melaporkan setiap temuan uang palsu
kepada Kepolisian terdekat atau kepada Bank Indonesia setempat untuk
mengklarifikasi uang yang diragukan keasliannya ataupun uang palsu yang
ditemukan. Hal ini akan sangat membantu pihak Kepolisian dalam upaya
penyelidikan untuk memberantas secara tuntas tindak pidana uang palsu.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak Bank Indonesia,
mengenai faktor yang mendorong Kepolisian mencegah dan menanggulangi
peredaran uang palsu yaitu diungkapkan sebagai berikut :
53
Matriks 6 : Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas (Bank Indonesia)
Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak Firdaus,
Ketua Seksi Kas
di “BANK
INDONESIA”
Purwokerto
“Ada koordinasi khusus
antara BI, perbankan, dan
masyarakat dalam
membantu Kepolisian
mencegah dan memberantas
peredaran uang palsu di
Banyumas yaitu dengan
membuat laporan setiap
terkait adanya uang yang
diragukan keasliannya untuk
kami klarifikasi keasliannya
dengan peralatan khusus
yang kami punyai. Mengenai
pelaporan, ada prosedurnya.
Setelah diklarifikasi, kami
akan menginformasikan
apakah uang tersebut asli
atau palsu. Jika asli, kita
kembalikan kepada pelapor
dengan surat khusus dan
jika palsu maka akan kami
serahkan ke Kepolisian
dengan menyertakan Berita
Acara Pemeriksaan”
Bank Indonesia
merupakan
pihak yang
mempunyai
peran paling
penting dalam
menentukan
uang asli atau
palsu sehingga
dapat membantu
Kepolisian
memberantas
peredaran uang
palsu
Faktor
Pendorong
Sumber : Data Primer Diolah
6.1. Laporan Perbankan
Bank sebagai salah satu sentral peredaran uang, memiliki peran yang cukup
besar dalam mencegah peredaran uang palsu. Seringkali biasanya terdapat uang palsu
yang terselip diantara uang asli nasabah bank yang akan disetorkan kepada bank.
Bank harus selalu memeriksa keaslian uang yang diterimanya, sehingga semua bank
54
memiliki alat-alat pendeteksi keaslian uang, serta petugas-petugas bank dibekali
kemampuan untuk memeriksa uang yang asli maupun yang diragukan keasliannya
atau disebut juga sortasi secara manual. Kontribusinya dalam mencegah peredaran
uang palsu adalah dengan melaporkan dan membuatkan Berita Acara Penyerahan
setiap temuan uang yang diragukan keasliannya yang didapat dari nasabah kepada
Bank Indonesia untuk permintaan klarifikasi keaslian apakah uang tersebut palsu atau
tidak palsu.
Bank-bank umum, bank swasta maupun bank pemerintah di daerah perkotaan
hingga ke daerah Kecamatan, petugas kasir dari bank-bank tersebut selalu mengecek
satu persatu uang yang diterimanya karena seringkali petugas kasir menemukan
adanya uang yang diragukan keasliannya ataupun uang palsu yang berasal dari
setoran masyarakat/ nasabah sehingga diharuskan melapor untuk permintaan
klarifikasi keaslian kepada Bank Indonesia.
6.2. Laporan Masyarakat
Pada dasarnya, masyarakat yang sudah memahami mengenai 3D (Dilihat,
Diraba, Diterawang) baik melalui sosialisasi yang diselenggarakan oleh pihak
Kepolisian ataupun pihak Bank Indonesia maupun melalui poster-poster, spanduk,
baliho, banner informasi uang palsu yang disebar, seandainya masyarakat
menemukan uang yang diragukan keasliannya dipastikan akan tanggap dan
diharuskan melapor untuk permintaan klarifikasi keaslian kepada Bank Indonesia.
55
6.3. Informasi Hasil Penelitian Bank Indonesia Atas Uang Yang Diragukan
Keasliannya
Setelah Berita Acara serah terima uang yang diragukan keasliannya
diserahkan kepada Bank Indonesia, maka selanjutnya uang-uang tersebut akan diteliti
keasliannya oleh Bank Indonesia, yaitu dengan cara :
1. Tanpa alat/ 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang);
2. Dengan alat, antara lain :
- Sinar Ultra Violet;
- Loupe (Kaca Pembesar); dan
- Mikroskop Elektron.
Ada beberapa tingkatan Fitur Pengamanan (Security Features) untuk
menentukan keaslian uang yaitu :41
a. Level 1 (overt) : Diperuntukkan bagi orang awam dan dapat diidentifikasi
secara langsung dengan panca indera (indera peraba dan indera
penglihatan)
b. Level 2 (overt dan covert) : Diperuntukkan bagi profesional dan dapat
diidentifikasi secara langsung dengan bantuan peralatan (loupe dan sinar
ultra violet)
41
Bank Indonesia, 2011, Buku Materi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah, Jakarta : Direktorat
Pengedaran Uang, hlm 3.
56
c. Level 3 (covert) : Diperuntukkan bagi Bank Sentral dan hanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan peralatan khusus (mikroskop elektron)
Pertama-tama akan diteliti dari level 1 (overt), yaitu diteliti dengan cara 3D
(Dilihat, Diraba, Diterawang) yang penjelasannya sebagai berikut :42
Dilihat
- Warna Uang terlihat terang dan jelas
- Terdapat Benang Pengaman, yang ditanam pada kertas uang dan
tampak sebagai suatu garis melintang atau berbentuk anyaman
yang dapat berubah warna bila dilihat dari sudut pandang berbeda
- Pada uang pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan Rp
10.000 (Desain Lama), di sudut kanan bawah terdapat Optically
Variable Ink (OVI), yaitu berupa logo BI dalam bidang tertentu
yang dicetak dengan tinta khusus yang akan berubah warna apabila
dilihat dari sudut pandang tertentu
- Pada uang pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan Rp
10.000 (Desain Baru) terdapat Cetak Pelangi (Rainbow Printing),
yaitu cetak pelangi dalam bidang tertentu yang akan berubah
warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu
Diraba
42
Ibid. hlm 4-8.
57
- Cetak Tinta Khusus : Pada angka nominal, huruf terbilang, tulisan
Bank Indonesia, gambar utama, dan Lambang Negara Burung
Garuda pada bagian ini akan terasa kasar bila diraba.
- Kode Tuna Netra : Kode tertentu untuk mengenal jenis pecahan
bagi tuna netra. Pada setiap uang terletak pada bagian muka uang
di atas tulisan Bank Indonesia.
Diterawang
- Pada setiap uang terdapat Tanda Air (Watermark), yaitu suatu
gambar tertentu yang akan terlihat bila diterawangkan ke arah
cahaya, umumnya berupa Gambar Pahlawan.
- Pada setiap uang kertas terdapat Gambar Saling Isi (Rectoverso),
yaitu Logo BI yang akan terlihat secara utuh apabila diterawang ke
arah cahaya.
Setelah proses identifikasi selesai, Bank Indonesia menyampaikan informasi
hasil penelitian atas uang yang diragukan keasliannya kepada kantor bank yang
mengajukan klarifikasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permintaan klarifikasi secara lengkap dan benar. Bank wajib menginformasikan hasil
penelitian atas uang yang diragukan keasliannya kepada nasabah yang menyerahkan,
menyetoran, atau menukarkan uang yang diragukan keasliannya.
58
6.4. Tindak Lanjut Terhadap Uang Yang Diragukan Keasliannya
a. Uang dinyatakan asli : Kembali ke Perbankan dan masyarakat dengan surat
yang menyatakan itu asli.
b. Uang dinyatakan palsu : Ditahan/ disita terdahulu dengan menyerahkan Berita
Acara Penyerahan Khusus lalu diserahkan ke Kepolisian untuk dibuatkan
Berita Acara Pemeriksaan bersama barang bukti.
Selanjutnya, berkaitan dengan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak
Bank Indonesia, mengenai proses lebih lanjutnya yaitu diungkapkan sebagai berikut :
Matriks 7 : Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas (Sat Reskrim)
Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak Slamet
Husein, selaku
Kanit III Sat
Reskrim Polres
Banyumas
“Setelah kita mendapat BAP
dari BI berupa uang palsu,
kita melakukan penyelidikan
untuk menemukan pelaku.
Jika sudah ditemukan bukti
yang cukup, maka
selanjutnya dilakukan
penyidikan sampai
penyelesaian berkas perkara
lalu diserahkan ke
Kejaksaan. Tetapi jika masih
dalam proses penyelidikan,
BAP itu disimpan di petugas
yang menangani
penyimpanan barang bukti”
Pihak
Kepolisian
mempunyai
kewajiban untuk
melakukan
penyelidikan
dan penyidikan
pelaku dan
barang bukti
Faktor
Pendorong
Sumber : Data Primer Diolah
59
Dari keterangan pihak Kepolisian di atas, maka sudah jelas bahwa adanya
koordinasi antara perbankan, masyarakat, Bank Indonesia untuk membantu
Kepolisian mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu.
6. Faktor-Faktor yang Menghambat Polres Banyumas Dalam Mencegah dan
Menanggulangi Peredaran Uang Palsu
Sudah menjadi tekad yang kuat dari Polres Banyumas untuk memberantas
tindak pidana peredaran uang palsu hingga ke sumber atau otak dari pembuat dan
pengedar uang palsu tersebut karena peredaran uang palsu sudah sangat meresahkan
masyarakat dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat dan negara. Telah
dilakukannya upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap semua bentuk
kejahatan pemalsuan uang bahwa dalam melakukan upaya-upaya tersebut, Kepolisian
menemui beberapa kendala yang dapat menghambat kinerja mereka.
Berkaitan dengan hambatan-hambatan yang ditemui Polres Banyumas dalam
mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu, berdasarkan wawancara yang
telah dilakukan yaitu diungkapkan sebagai berikut :
60
Matriks 8 : Faktor-Faktor yang Menghambat Polres Banyumas Dalam
Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu
INFORMAN HASIL WAWANCARA SUBSTANSI IMPLIKASI
Bapak
Djunaedi selaku
Inspektur
Polisi Satu
KBO Reskrim
“Kalau berbicara masalah
hambatan upaya pencegahan,
kalau dari masalah
eksternalnya ya bisa karena
kurangnya antusias dari
masyarakat dalam menanggapi
penyuluhan uang palsu mungkin
karena mereka lebih antusias
terhadap penyuluhan tentang
narkoba ataupun penyuluhan-
penyuluhan yang lainnya
sedangkan kalau berbicara
masalah internal, bisa karena
kurangnya sarana dan
prasarana dari kami sehingga
dampaknya akan menghambat
dalam proses pelaksanaan.
Lebih lanjut, mengenai
hambatan upaya
pemberantasannya, ya karena
jaringan pengedar yang sangat
tertutup dan sangat rapi
membuat kami kesulitan”
- Masih ada
masyarakat
yang kurang
peduli
terhadap
penyuluhan-
penyuluhan
mengenai
peredaran uang
palsu yang
dilakukan
pihak
Kepolisian dan
Bank
Indonesia
- Masyarakat
yang masih
takut untuk
melapor
perihal temuan
uang palsu
- Hambatan
Preventif
- Hambatan
Represif
Sumber : Data Primer Diolah
Dari keterangan pada matriks di atas dapat diketahui bahwa faktor internal
dan faktor eksternal yang menghambat pihak Kepolisian dalam menjalankan
tugasnya untuk mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu yakni :
61
5.1. Hambatan Preventif/ Pencegahan
a. Faktor Internal : Kurangnya sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang dimaksud disini adalah kurangnya dana
operasional dan kurangnya jumlah personel anggota Kepolisian. Pihak
Kepolisian mengalami kendala dalam persoalan dana dikarenakan dana
yang dianggarkan digunakan untuk membuat spanduk, baliho, maupun
banner dan juga untuk membuat iklan di siaran radio sehingga dana akan
terkuras. Oleh karena dana operasional yang cepat terkuras, maka
dibutuhkannya waktu untuk menstabilkan kembali dana operasional
tersebut sehingga akan menghambat pelaksanaan tugas Kepolisian.
Kurangnya jumlah personel Kepolisian menyebabkan pelaksanaan
tugasnya menjadi tidak maksimal karena jumlah personel Kepolisian yang
tidak seimbang dengan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas
yang semakin berkembang dan semakin bertambah banyak sehingga akan
menghambat pelaksanaan tugas Kepolisian.
b. Faktor Eksternal : Kurangnya antusias dan partisipasi dari masyarakat.
Dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh
Kepolisian mengenai uang palsu, masyarakat tidak begitu antusias. Bisa
dikarenakan masyarakat lebih antusias terhadap masalah-masalah
mengenai narkoba dan penghapusan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah
Tangga) dan bisa dikarenakan kesibukan masyarakat dalam mereka
62
bekerja sehingga kurangnya pertisipasi dalam kegiatan pembinaan dan
penyuluhan.
5.2. Hambatan Represif/ Penanggulangan
Para pelaku tindak pidana uang palsu yang terkumpul dalam jaringan
sindikat yang terorganisir, bersifat tertutup, dan memiliki mobilitas yang
tinggi yang biasanya pembuatan uang palsu dilakukan di rumah-rumah
kontrakan serta berpindah-pindah tempat untuk menghilangkan jejak
sehingga akan sangat menyulitkan aparat Kepolisian memberantasnya.
63
B. Pembahasan
1. Peredaran Uang Palsu
Kejahatan mengedarkan uang palsu merupakan kejahatan yang serius, karena
selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara melawan hukum, juga
bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara. Hal ini terjadi karena seiring
dengan kemajuan teknologi dan kecanggihan teknologi sehingga timbulnya keinginan
dari masyarakat menyalahgunakan teknologi untuk memperoleh kekayaan dengan
cara cepat.
Terdapat dua motif mengenai pemalsuan uang, yaitu sebagai berikut :43
1. Motif Ekonomi
Motif ini merupakan yang paling umum untuk dijadikan alasan oleh para
pelaku kejahatan peredaran uang palsu, yaitu dengan beralibi bahwa
pelaku melakukan pemalsuan uang rupiah dengan maksud semata-mata
untuk kepentingan pribadinya.
Karakteristik dari motif ini adalah :
a. Berorientasi pada keuntungan materiil untuk memenuhi kebutuhan
hidup
43
Ibid. hlm 2.
64
Pada umumnya pelaku mengaku melakukan kejahatan ini karena
terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, berobat,
atau hanya untuk bersenang-senang.
b. Kuantitas jumlah uang palsu yang terbatas
Karena peralatan yang dipergunakan juga cukup terbatas dengan
kapasitas produksi yang terbatas, maka jumlah uang palsu yang
dihasilkan umumnya terbatas. Dilakukan oleh orang dengan status
sosial yang cukup mampu dengan motif yang sekedar iseng untuk
mengaplikasikan kemampuan teknologinya.
c. Modus operandi yang sederhana
Umumnya modus operandi yang dilakukan dalam mengedarkan uang
palsu ini adalah sederhana. Misal digunakan untuk berbelanja di
warung kelontongan maupun di supermarket. Sehingga yang menjadi
sasaran pelaku adalah justru langsung pada masyarakat konsumen
yang umumnya minim pengetahuan akan keaslian uang rupiah.
2. Motif Politik
Motif politik ini merupakan motif yang cukup berbahaya terutama bagi
kelangsungan perekonomian negara. Karakteristik dari motif ini adalah :
a. Berorientasi pada kekuasaan
Pada umumnya dilakukan dengan orientasi untuk mendapatkan
kekuasaan maupun jabatan dalam pemerintahan. Contoh yang paling
65
sering terjadi adalah meningkatnya jumlah uang palsu pada saat
pemilihan umum. Uang-uang palsu tersebut digunakan sebagai uang
suap baik untuk keuntungan salah satu calon ataupun untuk
menjatuhkan kandidat yang lain. Sehingga pada masa-masa tersebut,
kewaspadaan perlu ditingkatkan.
b. Kuantitas jumlah uang palsu yang dihasilkan cukup besar
Dengan kemampuan keuangan dan finansial yang dimiliki, pelaku
mampu menghasilkan uang palsu yang dibutuhkan sehingga jumlah
uang palsu yang dihasilkan akan sangat besar.
c. Modus operandi yang sangat terorganisir, sistematis, dan bersifat
trans-nasional
Dalam motif ini, pelaku memiliki kemampuan penguasaan teknologi
serta ditunjang dengan status dan kekuasaan yang dimiliki sehingga
dengan mudah mampu menggerakkan jaringan sampai ke tingkat
terendah. Bahkan juga tidak jarang motif politik ini mendasari adanya
kejahatan peredaran uang palsu yang bersifat trans-nasional melintasi
batas negara.
Mayoritas yang terjadi di Kabupaten Banyumas merupakan bermotif
ekonomi. Masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah menjadi sasaran utama
para pengedar dan pembuat uang palsu dimana uang palsu tersebut diedarkan di
pasar-pasar tradisional karena seringkali para pedagang kurang teliti dalam menerima
66
uang hasil pembayaran dari pembelinya. Akibatnya bukan hanya menimbulkan
kerugian sebesar jumlah uang palsu tersebut, namun juga dapat mengancam
kelangsungan usahanya. Dalam melakukan kejahatannya, uang yang dipalsu tidak
hanya yang bernominal besar, namun juga yang bernominal kecil. Hal ini bertujuan
untuk mengecoh dan mengelabuhi petugas Kepolisian dan masyarakat dengan
beranggapan yang lebih sering dipalsu adalah pecahan dengan nominal besar seperti
pecahan Rp 100.000,- dan Rp 50.000,-.
Perkembangan IPTEK mengenai kemajuan grafik mesin-mesin digital yang
ada, sangat berpengaruh besar terhadap teknik-teknik pemalsuan uang mulai dari
teknik-teknik pemalsuan yang sederhana hingga yang menggunakan teknologi
canggih, dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya pemalsuan jenis peniruan uang
kertas. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa arti dari pemalsuan uang berbeda tipis
dengan peniruan uang, yang definisinya terdapat pada Pasal 1 angka 8 dan 9 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yaitu :
Pasal 1 angka 8 : Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran,
warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang
dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak
digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan
kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.
Pasal 1 angka 9 : Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna,
gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat,
dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan
sebagai alat pembayaran secara melawan hukum.
67
Pemalsuan jenis peniruan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut :44
1. Kurang berbahaya
Yaitu jenis pemalsuan uang dengan kualitas relatif kurang baik,
masyarakat mudah membedakannya dengan yang asli, pembuatannya
dilakukan satu-persatu (kuantitas produksinya rendah).
a. Lukisan tangan
Peniruan dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara lain cat
air, hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi, dan mudah
dideteksi.
b. Fotocopy hitam putih
Pemalsuan dengan alat fotokopi hitam putih memberikan penampakan
pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief dan garis halus hilang
terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna gambar
dilakukan dengan menggunakan cat air.
c. Cetakan kasa / sablon
Proses ini memerlukan alat fotografi untuk memisahkan warna-warna
yang ada pada gambar aslinya. Sebagai acuan cetak digunakan kasa
(screen) misal nilon, sebanyak jumlah warna yang diperlukan.
2. Berbahaya
44
Eddi Wibowo, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yogyakarta : Yayasan Pembaruan
Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). hlm 132-135.
68
Yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendekati sempurna, dan
sulit dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat
deteksi serta kuantitas produksinya tinggi.
a. Proses photo mechanic (fotografi)
Reproduksi dengan cara pemisahan setiap komponen warna.
Komponen-komponen warna tersebut kemudian dikombinasikan
sesuai dengan urutan pencetakannya.
b. Proses colour separation
Pemisahan warna dilakukan dengan filter pada kamera bagi masing-
masing warna proses (cyan, magenta, yellow dan black). Penomoran
dilakukan dengan menggunakan teknik cetak offset yang banyak
digunakan percetakan non-sekuritas.
c. Proses multi-colour
Pemisahan warna secara selektif dan pencetakannya sesuai dengan
jumlah warna secara berurutan. Unsur pengaman yang ada pada uang
kertas antara lain warna kertas, tanda air, benang pengaman, dan serat-
serat berwarna dapat juga ditiru dengan proses ini. Reproduksi dengan
proses multi-colour relatif memerlukan keahlian dan ketelitian dengan
waktu persiapan yang lebih lama dibandingkan dengan colour
separation. Uang kertas rupiah palsu hasil reproduksi dengan proses
69
multi-colour secara teknis merupakan ancaman potensial menuju
kualitas sangat berbahaya.
d. Fotocopy berwarna
Kemajuan teknologi fotocopy berwarna berkembang pesat. Dewasa ini
mesin fotokopi berwarna mampu mereproduksi semua warna yang
tampak. Yaitu empat warna dasar yang dikenal sebagai warna cyan,
magenta, yellow, dan black. Meskipun teknik ini memberikan hasil
satu-satu, kapasitas rendah dan biaya mahal, namun mesin fotokopi
berwarna mempunyai tingkat berbahaya yang sangat tinggi karena
dapat dioperasikan dengan mudah oleh siapa saja secara diam-diam.
Hal ini dapat dianggap lebih berbahaya dalam pengedarannya karena
dilakukan bukan oleh sindikat yang dianggap lebih mudah dilacak
oleh pihak yang berwajib.
Dengan teknik percetakan yang semakin maju, memudahkan orang untuk
membuat uang palsu. Bank Indonesia selaku bank sentral sebagai pemegang hak
monopoli penerbitan uang kertas secara berkala harus segera memperbarui desain dan
sistem pengaman uang kertasnya, agar para pemalsu uang kertas kesulitan meniru
tren uang kertas terbaru. Hal ini memerlukan biaya yang cukup besar di setiap emisi
penerbitan uang kertas baru sehingga menyebabkan rentannya intervensi kebijakan
bank sentral penerbit uang kertas dan rentannya aksi spekulasi pedagang mata uang
asing (valas), dan mudah terkena dampak inflasi penurunan daya beli uang kertas.
70
Uang palsu dengan kapasitas yang besar akan dapat mempengaruhi
perekonomian negara karena dapat menimbulkan inflasi. Inflasi adalah kondisi
perekonomian dimana jumlah uang yang beredar terlalu besar sehingga melebihi
kebutuhan dari masyarakat. Akibat utamanya adalah bahwa karena jumlah uang yang
beredar terlalu besar, maka harga-barang-barang akan naik sedangkan daya beli
masyarakat tetap.
Perkembangan teknologi dan globalisasi diduga menjadi faktor pendorong
yang cukup efektif terhadap perkembangan kejahatan ini. Media-media seperti
komputer, printer, scanner maupun offset bukanlah sesuatu yang asing dan baru.
Akibatnya setiap orang dapat menghasilkan uang palsu mulai dari yang paling
sederhana sampai yang paling canggih dengan tingkat kemiripan yang tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa kejahatan pemalsuan uang telah menggunakan peralatan yang
cukup canggih sehingga dapat menghasilkan kualitas uang palsu kategori jenis
kurang berbahaya maupun jenis berbahaya.
2. Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan dan
Peredaran Uang Palsu Yang Dilakukan oleh Polres Banyumas
Peredaran uang palsu pada saat ini harus lebih ditanggapi secara serius. Hal
ini mengingat dampak yang ditimbulkan dari adanya peredaran uang palsu sangatlah
besar. Dampak tersebut tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga dapat merusak
tatanan perekonomian bangsa. Di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
71
2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), mengenai tugas pokok
Kepolisian yaitu :
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Selanjutnya Pasal 14, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) bertugas :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini,
lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan,
penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan wewenangnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
72
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugas sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 13
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang POLRI, maka aparat Kepolisian
memiliki wewenang yang secara umum terdapat dalam Pasal 15, yaitu sebagai
berikut :
a. Menerima laporan dan atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan dan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan
administrative kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan atausurat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Dari penguraian Pasal tersebut, poin (a) secara atributif telah diatur wewenang
Kepolisian untuk menerima laporan ataupun pengaduan mengenai suatu peristiwa
yang patut diduga sebagai tindak pidana.
73
Dalam menjalankan tugasnya, Kepolisian melaksanakan berbagai tindakan
demi mendukung kelancaran dari tugas tersebut. Secara umum ada dua tindakan yang
dilakukan Kepolisian, yaitu tindakan secara preventif dan secara represif. Tugas di
bidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud
pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar
masyarakat merasa aman, tertib, dan tentram tidak terganggu segala aktivitasnya.
Tugas di bidang represif adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan
pelanggaran menurut ketentuan Undang-Undang. Tugas represif ini sebagai tugas
Kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakan hukum.45
Menurut R. Soesilo, pada hakekatnya tugas Kepolisian dapat dibedakan
menjadi dua golongan sebagai berikut :46
1. Tugas preventif adalah golongan tugas yang bersifat menjaga jangan
sampai terjadi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum (mencegah
sebelum terjadinya tindak pidana)
2. Tugas represif adalah golongan tugas yang mengusahakan agar supaya
sesudah terjadinya perbuatan yang melanggar hukum akan dapat
diketemukan tindak pidana mana yang telah dilanggar dan siapakah
pembuatnya. Sifat dan maksud tugas ini adalah pada suatu tindak pidana
yang telah terjadi dan diperiksa untuk diserahkan kepada hakim.
45
Sadjijono, 2006, Mengenal Hukum Kepolisian, Jakarta: Laksbang Mediatama, hlm 119. 46
R. Soesilo, 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut
KUHAP Bagi Penegak Hukum), Bogor : Politeia. hlm 23.
74
Sedangkan menurut Soedarto, dalam masalah penegakan hukum dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu :47
1. Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan
terjadinya kejahatan. Dapat pula dikatakan sebagai upaya untuk menjaga
agar orang yang bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak
melakukan tindak pidana. Kalau prevensi diartikan secara luas maka
banyak badan atau pihak yang terlibat di dalamnya, ialah pembentuk
Undang-Undang, Polisi, Kejaksaan, Pengadilan, Pamong Praja, dan
Aparatur Eksekusi serta orang-orang biasa. Namun badan yang langsung
mempunyai wewenang dan kewajiban dalam pencegahan ini adalah
Kepolisian.
2. Tindakan represif
Yang dimaksud dengan tindakan represif adalah tindakan yang dilakukan
oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak
pidana. Termasuk tindakan represif adalah penyelidikan, penyidikan,
penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya
pidana. Ini semua juga merupakan politik kriminil sehingga harus
dipandang sebagai satu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh badan-
badan yang bersangkutan dalam menanggulangi kejahatan.
47
Soedarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Alumni. hlm 113-118.
75
Dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana sebagaimana yang
telah diuraikan di atas merupakan tindakan yang secara umum dilakukan oeh
Kepolisian, namun dalam pelaksanaannya tidak semuanya sama. Oleh karena itu,
aparat Kepolisian khususnya Polres Banyumas perlu menerapkan langkah-langkah
konkrit sebagai tindakan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana peredaran
uang palsu. Tindakan pencegahan dan penanggulangan oleh Sat Reskrim menerapkan
dua tindakan, yaitu :
1. Tindakan pencegahan dengan sarana non penal (Preventif); dan
2. Tindakan penanggulangan dengan sarana penal (Represif)
2.1. Tindakan pencegahan dengan sarana non penal (Preventif)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis, tindakan preventif
yang dilakukan Kepolisian terutama oleh Sat Reskrim Polres Banyumas yang bekerja
sama dengan Sat Binmas dan Bank Indonesia, yaitu dengan melaksanakan sosialisasi,
pembinaan, dan penyuluhan kepada masyarakat.
Tindakan tersebut dapat berupa menyebarkan informasi melalui pembuatan
poster dan stiker ataupun brosur dan leaflet yang berupa himbauan kepada
masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu dan lebih memahami
ciri-ciri uang asli. Poster dan stiker ini biasanya disebarkan di pusat-pusat aktivitas
masyarakat seperti pasar, SPBU, dan bank-bank umum. Orang-orang yang bekerja di
bidang keuangan seperti kasir dan bendahara serta para pedagang pasar tradisional
76
lebih diprioritaskan karena mereka yang lebih intens berhadapan dengan uang palsu.
Penyuluhan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu dari pihak Kepolisian melalui
Sat Binmas dan Sat Reskrim untuk penyuluhan mengenai penanggulangan uang
palsu, dan pihak Bank Indonesia untuk sosialisasi ciri-ciri keaslian uang. Dari kedua
penyuluhan tersebut, selalu ditekankan kepada masyarakat mengenai pendeteksian
awal uang palsu dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dalam satu kota
tertentu, biasanya dilakukan setengah hari dengan diisi dua sesi acara yaitu penjelasan
dan tanya-jawab.
Penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Sat Binmas dan Sat Reskrim tidak
dijadwalkan secara rutin karena harus menunggu hasil evaluasi dari banyaknya kasus
penemuan uang palsu yang beredar di suatu daerah di wilayah Banyumas dan
pelaksanaannya tidak hanya diselenggarakan atas kerjasama dengan pihak Bank
Indonesia saja tetapi Sat Binmas dan Sat Reskrim juga bisa mengisi acara-acara yang
diadakan oleh masyarakat di wilayah Banyumas.
Masyarakat umumnya mengetahui ciri-ciri uang palsu dari poster-poster yang
ditempel di bank-bank umum dan pasar-pasar. Pusat perbelanjaan pun telah
dilengkapi dengan alat pendeteksi uang asli dan pegawainya sudah dididik mengenai
cara-cara untuk memeriksa keaslian uang, sehingga akan lebih teliti dalam memeriksa
uang yang didapat dari konsumen. Jadi tindakan preventif yang dilakukan Polres
Banyumas perihal penyuluhan-penyuluhan maupun sosialisasi mengenai uang palsu
bisa diterima oleh masyarakat dan hasilnya berjalan cukup efektif.
77
2.2. Tindakan penanggulangan dengan sarana penal (Represif)
Mengingat pemalsuan uang merupakan tindak pidana yang merugikan
masyarakat dan negara, maka dalam upaya menanggulanginya diperlukan prinsip
dasar sebagai berikut :
1. Menciptakan uang rupiah baik kertas maupun logam dengan kualitas fitur
pengamanan yang sempurna sehingga tidak dapat ditiru;
2. Melakukan upaya pencegahan terhadap beredarnya uang palsu dengan
cara memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai keaslian
uang rupiah melalui sosialisasi/ penyuluhan dan penyebaran brosur serta
leaflet;
3. Seluruh masyarakat harus mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah;
4. Masyarakat maupun bank-bank umum yang mendapatkan atau
menemukan uang palsu wajib melaporkannya kepada aparat Kepolisian
atau Bank Indonesia dalam upaya untuk menghentikan peredaran uang
palsu tersebut, karena merupakan kewajiban seluruh bangsa Indonesia
untuk mengamankan uang rupiah dari tindak pidana pemalsuan dan
peniruan.
Yang dimaksud dengan tindakan represif adalah setiap tindakan dan pekerjaan
untuk melakukan penanggulangan dan pengungkapan kejahatan oleh penegak hukum,
78
seperti yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Banyumas dalam menanggulangi
peredaran uang palsu, yaitu dengan langkah-langkah :
1. Penyelidikan
Yaitu melakukan penyelidikan sesuai dengan kronologis yang terjadi
dalam kasus peredaran uang palsu yang dilakukan oleh orang ataupun
kelompok dalam masyarakat. Sat Reskrim bekerjasama dengan anggota
Sat Intelkam untuk mengumpulkan informasi-informasi dari masyarakat
mengenai aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan
dengan peredaran uang palsu.
2. Penindakan
Setelah didapatkannya bukti-bukti yang cukup, maka selanjutnya
dilakukan penangkapan terhadap pelaku. Pada kenyataannya di lapangan,
untuk prosedur penangkapan pelaku, bisa saja tidak menggunakan Surat
Perintah Penangkapan, bahwa bila pelaku tertangkap tangan dengan
barang buktinya, maka setelah itu pihak Kepolisian harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang buktinya kepada penyidik atau
penyidik pembantu terdekat untuk dibuatkan berita acara. Menurut
Sadjijono, Kepolisian memiliki wewenang diskresi. Artinya suatu
wewenang yang melekat pada Kepolisian untuk bertindak atas dasar
kebijaksanaan dan penilaiannya sendiri dalam menjalankan fungsi
Kepolisian, namun tetap berdasarkan atas pertimbangan hukum dan moral
79
serta tujuan diberikannya wewenang bagi setiap anggota Kepolisian
selaku pengambil keputusan untuk bertindak.48
3. Penyidikan
Yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan
penyidikan dan memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak
pidana peredaran uang palsu. Diperlukan saksi ahli yang didatangkan dari
Bank Indonesia untuk memberikan keterangan mengenai kebenaran ciri-
ciri uang palsu yang dibuat ataupun diedarkan pelaku.
4. Pemberkasan
Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya
karena tindakan represif yang dilakukan Kepolisian harus dapat
dipertanggungjawabkan oleh hukum, dan tindakan tersebut dapat
dikatakan berhasil bila sukses menyusun laporan di lapangan.
Mengenai larangan pemalsuan dan peredaran uang palsu, diatur dalam Pasal
26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
Mata Uang, yang dirumuskan sebagai berikut:
Pasal 26 ayat (1) : Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.
Pasal 26 ayat (2) : Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara
apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
Pasal 26 ayat (3) : Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan
Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
48
Sadjijono, Lock. Cit. hlm 154.
80
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang
dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang.
Dalam delik formil, hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan
yang diperlukan dalam delik materiil, dengan demikian dikatakan bahwa delik
materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang dengan tegas
adalah perbuatannya. Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya
terpisah menurut waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian
terjadi.
Bentuk dari kegiatan peredaran uang palsu terbagi menjadi beberapa tahap
yaitu :
1. Perencanaan dan persiapan
Dalam perencanaan dan persiapan, diperlukan penyandang dana dan
penyediaan bahan baku yang akan digunakan untuk membuat uang palsu.
2. Pembuatan
Untuk membuat uang palsu, paling tidak diperlukannya ahli komputer
dan alat cetak dalam proses pembuatan uang palsu.
3. Penyimpanan dan pengangkutan
Dalam menyimpan dan pengangkutan uang palsu, dibutuhkannya orang-
orang yang dapat dipercaya dan orang-orang itu ditentukan oleh
penyandang dana.
4. Pengedaran
81
Kelompok pengedar terpisah dengan kelompok pembuat karena kelompok
pengedar membeli uang palsu dari kelompok pembuat dengan
perbandingan 1 : 3 yaitu satu uang asli ditukar dengan tiga uang palsu
yang nominalnya sama. Dan pengedar uang palsu terdiri dari agen
pengedar dan pembagian biasa.
Mengenai ketentuan pidana pemalsuan dan peredaran uang palsu, secara
spesifik diatur dalam Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yang dirumuskan sebagai berikut :
Pasal 36 ayat (1) : Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 36 ayat (2) : Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa
pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 36 ayat (3) : Setiap orang yang mengedarkan dan/ atau membelanjakan
Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh
miliarrupiah)
Pengaturan ancaman pidana perlu ditetapkan lebih berat. Oleh karena itu,
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang,
pengaturan sanksi pidananya lebih sesuai dan lebih wajar (meliputi pidana penjara
dan denda dengan batas minimum dan maksimum) dibandingkan dengan pengaturan
82
sanksi pidana sebelumnya dalam KUHP yang ancaman pidananya relatif ringan
(ancaman pidana penjara tanpa batas minimum dan tidak ada ancaman pidana denda).
Dengan demikian, jika ancaman pidana ditetapkan lebih berat, maka akan bersifat
detterent / memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga dapat mencegah terjadinya
pemalsuan dan peredaran uang palsu.
3. Faktor Pendorong Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi
Peredaran Uang Palsu
Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang merumuskan sebagai berikut :
Pasal 29 ayat (1) : Kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah berada pada
Bank Indonesia.
Pasal 29 ayat (2) : Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai tanda keaslian Rupiah kepada
masyarakat.
Pasal 29 ayat (3) : Masyarakat dapat meminta klarifikasi dari Bank Indonesia
tentang Rupiah yang diragukan keasliannya.
Peran aktif dari bank-bank umum dan masyarakat untuk segera melaporkan
kepada Kepolisian maupun kepada Bank Indonesia terkait temuan uang yang
diragukan keasliannya merupakan dorongan tersendiri bagi aparat Kepolisian dalam
melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut untuk mencegah dan
menganggulangi peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas. Perlu diketahui
83
bahwa uang palsu berkembang dan menyebar melalui kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat. Penyebaran uang palsu umumnya tidak disadari oleh
masyarakat hingga pada akhirnya akan ada pihak-pihak yang menolak untuk
menerima uang tersebut sebagai alat pembayaran yang sah. Dalam periode tersebut,
masyarakat akan merasa sangat dirugikan oleh keberadaan uang palsu tersebut.
Bank umum yang terdiri dari bank pemerintah, bank swasta nasional devisa,
bank swasta nasional nondevisa, bank campuran, dan bank asing ini mempunyai
peran penting dalam koordinasi perihal peredaran uang palsu yang semakin marak
terjadi di dalam lalu lintas pembayaran. Berikut sekilas penjelasan mengenai bank-
bank umum yang ada :
a. Bank Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia. Contohnya :
- Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
- Bank Rakyat Indonesia (BRI)
- Bank Tabungan Negara (BTN)
- Bank Mandiri
b. Bank Swasta
Bank swasta adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, pembagian
keuntungannya juga untuk swasta nasional. Bank swasta dibedakan menjadi 2 yaitu :
84
b.1. Bank swasta nasional devisa, Contohnya :
- Bank Bukopin
- Bank Central Asia (BCA)
- Bank CIMB Niaga
- Bank Danamon
b.2. Bank swasta nasional nondevisa, Contohnya :
- Bank Andara
- Bank Dipo Internasional
- Bank Mitraniaga
- Bank Royal Indonesia
c. Bank Campuran
Bank campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau
lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau
badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih
bank yang berkedudukan di luar negeri. Contohnya :
- Bank BNP Paribas Indonesia
- Bank Capital Indonesia
- Bank Chinatrust Indonesia
- Bank DBS Indonesia
d. Bank Asing, Contohnya :
- Bank of America
- Bangkok Bank
- Bank of China
- CityBank
85
Bank-bank umum jika menemukan uang yang diragukan keasliannya yang
didapat dari setoran masyarakat/ nasabah, harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Menahan uang palsu tersebut dan tidak menggantinya;
- Menghindari perusakan fisik terhadap uang tersebut;
- Mencatat identitas penyetor;
- Melaporkan ke Bank Indonesia untuk meminta klarifikasi.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu dalam Pasal 14
PBI No. 6/14/PBI/2004 yang merumuskan :
“Bank umum wajib menyampaikan laporan mengenai penemuan uang palsu
kepada Bank Indonesia”
Adapun hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat mengenai temuan uang
yang diragukan keasliannya, yaitu :
1. Dalam setiap transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, harus
diwaspadai adanya peredaran uang palsu. Masyarakat harus mengenal dan
memahami tentang ciri-ciri keaslian uang yang hanya ada pada uang
rupiah yang asli.
2. Masyarakat harus melaporkan penemuan uang yang diduga palsu tersebut
kepada Bank Indonesia untuk meminta klarifikasi.
Bank Indonesia yang menerima pelaporan temuan uang yang diragukan
keasliannya tersebut dapat melakukan pengidentifikasian dan pemeriksaan mengenai
86
ciri-ciri keaslian uang dan melakukan klarifikasi untuk membuktikan apakah uang
yang dilaporkan tersebut memenuhi ciri-ciri keaslian uang rupiah atau tidak. Jawaban
atas permintaan klarifikasi diberikan minimal 1 x 24 jam sejak adanya permintaan
dan paling lambat 14 hari sejak diterimanya permintaan klarifikasi.
Bank Indonesia akan menindaklanjuti hasil identifikasi, untuk memberikan
pernyataan asli atau palsunya uang tersebut kepada pihak Kepolisian guna
kepentingan penyelidikan dan penyidikan untuk mengungkap jaringan pembuat
maupun pengedar uang palsu.
4. Faktor Penghambat Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi
Peredaran Uang Palsu
4.1. Hambatan Tindakan Pencegahan (Preventif)
Dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kemampuan
profesionalisme Kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, Kepolisian selalu menemui beberapa hambatan yang dapat menghalangi
kinerja mereka. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan pembinaan dan penyuluhan
yang dilakukan Sat Reskrim yang bekerjasama dengan Sat Binmas dan Bank
Indonesia, disulitkan oleh kurangnya sarana dan prasarana, yang ditunjukan dengan
kurangnya dana operasional dan kurangnya jumlah personel anggota Kepolisian.
Dana terkuras lebih awal dengan membuat spanduk, banner, dan lainnya mengenai
87
informasi uang palsu sehingga membutuhkan waktu untuk kembali menstabilkannya.
Jumlah personel Kepolisian pun tidak seimbang dengan jumlah penduduk di wilayah
Kabupaten Banyumas yang semakin berkembang dan semakin bertambah banyak.
Selain itu, kurangnya antusias dan partisipasi dari masyarakat dalam kegiatan
pembinaan dan penyuluhan dapat menghambat pelaksanaan tugas. Hal tersebut
dikarenakan masyarakat lebih peka terhadap penyuluhan-penyuluhan yang lain
seperti penyuluhan mengenai narkoba. Dan juga karena kesibukan masyarakat dalam
mereka bekerja sehingga kurangnya pertisipasi dalam kegiatan pembinaan dan
penyuluhan.
4.2. Hambatan Tindakan Penanggulangan (Represif)
Para pelaku tindak pidana peredaran uang palsu yang terkumpul dalam
jaringan sindikat yang terorganisir, bersifat tertutup, memiliki mobilitas yang tinggi,
dan biasanya pembuatan uang palsu dilakukan di rumah-rumah kontrakan serta
berpindah-pindah tempat untuk menghilangkan jejak sehingga akan sangat
menyulitkan aparat Kepolisian memberantasnya.
88
BAB V
HASIL ANALISIS
A. Simpulan
1. Peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan
peredaran uang palsu, jika tindakan Preventif yaitu dengan cara memberikan
pembinaan dan penyuluhan terkhusus kepada masyarakat umum dan instansi-
instansi yang bergerak di bidang keuangan yang bekerjasama dengan Sat Binmas
dan Bank Indonesia; sedangkan tindakan Represif yaitu segera memberikan
tindakan sesuai prosedur Kepolisian yang ada bilamana adanya laporan/ informasi
yang masuk dari masyarakat maupun Bank Indonesia perihal adanya peredaran
uang palsu guna kepentingan tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan
Kepolisian untuk mengungkap sumber pengedar dan pembuat uang palsu.
Prosedur yang dimaksud yaitu dimulai dari tahapan penyelidikan, penindakan,
penyidikan, sampai ke pemberkasan untuk selanjutnya diserahkan kepada penuntut
umum serta menjerat para pelaku tersebut dengan Pasal 26 jo. Pasal 36 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, karena semua pelaku adalah
pembuat dan pengedar uang palsu.
2. Faktor pendorong dan penghambat Polres Banyumas dalam mencegah dan
menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu, yang pertama mengenai
89
faktor pendorong yaitu peran serta aktif dan koordinasi antara Perbankan dan
masyarakat dengan cara segera melaporkan setiap temuan uang yang diragukan
keasliannya ataupun uang palsu kepada Kepolisian terdekat atau kepada Bank
Indonesia setempat untuk selanjutnya diklarifikasi keasliannya. Sedangkan
hambatannya, hambatan Preventif dari Internal yaitu kurangnya sarana dan
prasarana mengenai biaya operasional dan jumlah personel anggota Kepolisian.
Biaya operasional cepat terkuras karena dipergunakan untuk membuat spanduk,
baliho, dan sebagainya serta jumlah personel Kepolisian yang tidak seimbang
dengan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas menjadi penghambat
pelaksanaan tugas, dan hambatan dari Eksternal yaitu kurangnya antusias dan
partisipasi dari masyarakat mengenai kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang
dilakukan oleh Kepolisian mengenai informasi uang palsu. Hambatan Represif-
nya yaitu jaringan sindikat pelaku yang terorganisir, bersifat tertutup, dan
memiliki mobilitas yang tinggi.
B. Saran
Polres Banyumas seharusnya memperkuat kerjasama antar kesatuan
Kepolisian lainnya dengan melakukan penyuluhan atau sosialisasi mengenai
peredaran uang palsu terutama terhadap pemahaman mengenai 3D (Dilihat,
Diraba, Diterawang) sampai ke seluruh wilayah Banyumas sehingga masyarakat
dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran uang palsu dan dapat segera
melaporkan bila menemukan uang palsu.
90
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Chazawi, Adami. 2002. Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Darmawan, Amir. 1980. Perbankan. Jakarta: Pustaka University.
Kasmir. 2005. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kelana, Momo. 1994. Hukum Kepolisian. Jakarta: PT Grafindo.
Koentjoroningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Maleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Poerwodarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai
Pustaka.
Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis).
Yogyakarta: Genta Publishing.
Sadjijono. 2006. Mengenal Hukum Kepolisian. Jakarta: Laksbang Mediatama.
Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : Alumni.
Soekanto, Soerjono. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Soemitro, Ronny Hanitiyo. 1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI-
Press.
91
Soesilo, R. 1982. Hukum Acara Pidana. Bogor : Politeia.
Sugiono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar
Grafika.
Wibowo, Eddi. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : YPAPI.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Sumber Lainnya
Alim Sumarno. “Penelitian Survei” http://blog.elearning.unesa.ac.id
Bank Indonesia. 2011. Buku Materi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. Jakarta :
Direktorat Pengedaran Uang.
Dunia Anggara. “Carut Marut Dunia Hukum di Indonesia" http://anggara.org/
Ikhsanudin. “Tentang Penelitian” http://ikhsanudin/blogspot.com
Jimly Asshiddiqie. “Penegakan Hukum” http://statushukum.com/penegakan-
hukum.html
Kholis‟90. “Makalah Uang Bank dan Percetakan Uang”
http://kholiscollection.blogspot.com/2011/02/makalah-uang-bank-dan-percetakan-
uang.html