bab i pendahuluan a. latar belakang masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft arini.pdf ·...

93
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam tersebut manusia memerlukan biaya sehingga mereka di tuntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri yaitu bekerja dengan modal dan usaha sendiri, maupun bekerja pada orang lain yaitu bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah, tugas ataupun yang mengutusnya. Berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan, maka bekerja yang dimaksudkan adalah bekerja yang bergantung pada orang lain. Dalam pelaksanaannya orang yang bekerja untuk orang lain disebut pekerja/buruh, sedangkan orang yang memberikan pekerjaan disebut pemberi kerja. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Adapun yang dimaksud dengan pemeberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Ada beberapa pihak yang terkait dalam ketenagakerjaan. Pihak-pihak tersebut adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah, yang masing-masing memiliki peranan dan fungsi serta tanggung jawab yang berbeda-beda. Pihak-pihak yang

Upload: trankiet

Post on 02-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka

ragam, untuk dapat memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam tersebut manusia

memerlukan biaya sehingga mereka di tuntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri

yaitu bekerja dengan modal dan usaha sendiri, maupun bekerja pada orang lain

yaitu bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah, tugas

ataupun yang mengutusnya. Berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan, maka

bekerja yang dimaksudkan adalah bekerja yang bergantung pada orang lain.

Dalam pelaksanaannya orang yang bekerja untuk orang lain disebut

pekerja/buruh, sedangkan orang yang memberikan pekerjaan disebut pemberi

kerja. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang

No.13 Tahun 2003). Adapun yang dimaksud dengan pemeberi kerja adalah orang

perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang

mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003).

Ada beberapa pihak yang terkait dalam ketenagakerjaan. Pihak-pihak

tersebut adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah, yang masing-masing memiliki

peranan dan fungsi serta tanggung jawab yang berbeda-beda. Pihak-pihak yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

2

terlibat langsung dalam proses produksi adalah pekerja dan pengusaha, sedangkan

pemerintah termasuk sebagai pihak yang berkepentingan untuk mengupayakan

terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat keberhasilan suatu

usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu

menggerakan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan

seluruh lapisan masyarakat.1

Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang untuk berhasilnya

pembangunan nasional yang mempunyai peranan dan arti yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Tanpa adanya pekerja, tidak mungkin

suatu perusahaan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tenaga

kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya

dan dikembangkan daya gunanya. Hak dari tenaga kerja tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Tiap tenaga kerja berhak memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

3. Tiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian ketrampilan kerja sehingga potensi dan daya kreasinya dapat dikembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan kerja sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembinaan bangsa.

4. Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

5. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja.2

1 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan

Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 17 2 Sendjun H. Manulang. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Rineka Cipta. Jakarta.

1988. hal 7

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

3

Perlindungan dan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak merupakan tanggung jawab Negara, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal

27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari pasal

ini adalah bahwa pemerintah menjamin hak warga negara untuk meningkatan

kualitas hidupnya dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama,

warna kulit dan aliran politik, untuk memilih pekerjaan yang dikehendakinya dan

sesuai dengan bakat dan kemampuan serta berhak mendapatkan hasil yang

seimbang dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kebebasan mengenai hak warga

negara untuk memperoleh pekerjaan juga terdapat dalam Pasal 28D ayat (2) UUD

1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga

kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik

materiil maupun spiritual.3 Ketentuan mengenai ketenagakerjaan diatur lebih

lanjut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang diundangkan pada

Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret dan mulai

berlaku pada tanggal diundangkannya itu. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

ini kiranya diusahakan sebagai peraturan yang menyeluruh dan komprehensif,

3 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 9.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

4

antara lain mencangkup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan

produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan

kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.

Tenaga kerja yang produktif merupakan salah satu faktor yang menunjang

keberhasilan pembangunan nasional, apabila kondisi ketenagakerjaan di Indonesia

menunjukkan iklim yang positif, maka investorpun akan tertarik untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja

dalam upaya peningkatan pembangunan nasional, maka sudah sepantasnyalah

tenaga kerja diberikan perlindungan hukum bagi terlaksananya hak-hak tenaga

kerja agar tercipta kepastian hukum bagi tenaga kerja diantaranya melalui

pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pengawas ketenagakerjaan adalah salah satu unsur yang harus ikut

berperan di dalam meningkatkan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja.4

Sebagai penegak hukum di bidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus

bertindak sebagai pendeteksi dini di lapangan, sehingga diharapkan segala gejolak

yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat

menciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap di bidang ketenagakerjaan

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pengawas

Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa tugas pengawas

ketenagakerjaan adalah :

a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya.

4 Sendjun, H. Manulang. Op Cit, hal 124

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

5

b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal=soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan.

c. Menjalankan pekerjaan lain-lain yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang atau peraturan lain.

Salah satu tugas pengawas ketenagakerjaan adalah mengawasi

pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Peranan pengawas ketenagakerjaan

dirasa sangat penting bagi terjaminnya pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja sehingga

kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan

produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin.

Pemberlakuan dan pengawasan maksimal kesehatan dan keselamatan kerja

untuk melindungi manusia dari dampak proses kerja yang beresiko menimbulkan

penyakit-penyakit pada tubuh manusia, serta berupaya pada pencegahan

kecelakaan semaksimal mungkin. Semua ini dilakukan demi meningkatkan

efisiensi waktu dan meningkatkan hasil produksi. Perhatian yang longgar pada

keselamatan dan kesehatan kerja akan berdampak negatif pada perusahaan

tersebut. Berbagai kecelakan kerja akan menurunkan citra perusahaan di mata

karyawan dan masyarakat. Selain itu, produksi akan terhambat, serta waktu

bekerja tidak efektif dan efisien. Dampak lainnya adalah pada lingkungan.

Pengawasan dan perhatian yang minimal pada limbah industri sangat berpengaruh

pada kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitar. Semua pihak akan menjadi

korban dari ketidakpedulian pada keselamatan dan kesehatan kerja. Kerusakan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

6

lingkungan akan berdampak luas dan menghasilkan berbagai kerugian di

kemudian hari.5

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan

budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian

secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.6

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses

produksi baik jasa maupun industri, oleh karena itu hal ini menjadi perhatian

berbagai negara sejak lama. Sumber daya manusia menjadi faktor utama dalam

keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan

melindungi manusia dari ancaman yang bisa mencelakakan mereka dalam

pekerjaan. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka dan

penggunaan tekhnologi yang semakin canggih diberbagai kegiatan usaha sehingga

menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas kerja yang mengakibatkan

pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga

mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah

terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.

Oleh karena itu diperlukan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja yang dapat

memberikan ketenangan kerja. Jaminan mengenai keselamatan dan kesehatan

kerja, dipertegas dalam Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

5 http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011 6 Kunto alfarisi http://www.wikimu.com/News. ikhwan. diakses tanggal 24 November

2010

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

7

Di awal tahun 2011 Pemkab Banyumas terus berupaya untuk mendorong

laju investasi di Kabupaten Banyumas. Program ini telah digulirkan sejak awal

pemerintahan Bupati Mardjoko dan Wakil Bupati Achmad Husein, sebagaimana

tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013, penjabaran Misi ”Menyejahterakan

Rakyat Banyumas” yaitu Meningkatkan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi

dengan Menekankan pada Pengembangan Investasi Berbasis Sektor Unggulan

Daerah dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Komitmen ini bukan lagi

sekedar wacana, hal ini terbukti dengan terus bertumbuhnya proyek-proyek

bernilai investasi di Kabupaten Banyumas. Salah satunya perluasan pabrik kabel

Kitani, PT Sutanto Arifchandra Elektronic (SAE) berlokasi di Jl Soepardjo

Roestam Sokaraja, yang diresmikan oleh Bupati Banyumas, Drs. Mardjoko, MM

pada tanggal 23 Januari 2011. PT Sutanto Arifchandra Elektronic sendiri sudah

berdiri sejak tahun 1990, tepatnya pada tanggal 19 Septembeer 1990.

Diresmikannya perluasan pabrik yang memproduksi kabel lokal, dengan kualitas

berstandar nasional ini menandakan keseriusan Pemkab Banyumas dalam hal

peningkatan investasi. Wujud dukungan yang telah diberikan oleh Pemkab

Banyumas terhadap pendirian dan pengoperasian pabrik kabel Kitani ini

diantaranya melalui pemberian kemudahan pengurusan perijinan melalui kinerja

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP), sesuai dengan

peraturan-peraturan yang berlaku. Sebagai timbal baliknya, keberadaan PT

Sutanto Arifchandra Elektronic telah turut meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Banyumas,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

8

khususnya warga Sokaraja dan sekitarnya.7 Peluang investasi prospektif industri

pengolahan antara lain perusahaan kawasan industri, industri packaging, agro

industri maupun industri padat tenaga kerja karena ketersediaan tenaga kerja yang

relatif murah namun produktif di Kabupaten Banyumas.8

Pesatnya perkembangan Kabupaten Banyumas khususnya dalam sektor

ekonomi dan investasi, mengharuskan pemerintah daerah mengupayakan

pengawasan secara optimal terhadap tenaga kerja di Kabupaten Banyumas.

Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja ditinjau dari segi

kepengawasannya di Banyumas, dengan judul : PERAN

DINSOSNAKERTRANS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN

TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEKERJA DI

BANYUMAS.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala pengawas ketenagakerjaan

dalam melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) di Kabupaten Banyumas?

7 http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011 8 http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

9

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh

pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja terhadap Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) pekerja di Banyumas.

2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pengawas

ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) di Banyumas.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan

lebih dalam Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya dan Hukum

Administrasi Negara pada umumnya.

2. Kegunaan praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pustaka bagi

masyarakat secara umum mengenai pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja (K3), dan para pekerja dapat mengetahui hak dan

kewajiban mereka sebagai tenaga kerja dalam memperoleh pelayanan

keselamatan dan kesehatan kerja (K3), selain itu juga dapat dijadikan

pedoman bagi perusahaan agar mengetahui kewajiban-kewajiban yang

harus dilaksanakan mengenai perlidungan keselamatan dan kesehatan

kerja. Serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi pemerintah dalam

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

10

melakukan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja tenaga

kerja.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjan

1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan.

Hukum perburuhan merupakan serangkaian himpunan peraturan baik yang

tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur mengenai perburuhan dan

ketenagakerjaan. Pengertian hukum perburuhan antara pendapat pakar yang satu

dengan yang lain memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hukum perburuhan

adalah sebagaian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang

menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan

majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang

langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.9

Mr Molenaar menyatakan bahwa arbeidsrechts (hukum perburuhan)

adalah bagian yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh

dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa.10 Menurut Mr.

Soetiksno dalam bukunya yang berjudul hukum perburuhan, mengatakan bahwa

keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang

mengakibatkan seseorang secara pribadi di tempatkan di bawah perintah/pimpinan

9 G. Karta Sapoetra dan RG Widianingsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico

Bandung, 1982, hl 2 10 Ibid, hal 2

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

12

orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung

bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.11

Menurut Mr Mook bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang

berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan

dengan keadan penghidupan yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.12

Menurut Prof. Imam Soepomo mengungkapkan bahwa hukum perburuhan

adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang

berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan

menerima upah.13

Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa hukum perburuhan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis,

2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dengan

pengusaha/majikan,

3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah pimpinan orang

lain, dengan menerima upah sebagai balas jasa,

4. Mengatur perlindungan pekerja atau buruh, meliputi masalah dan

keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi

pekerja atau buruh dan sebagainya.

Dalam perkembangan dewasa ini, istilah perburuhan telah diganti menjadi

ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah hukum ketenagakerjaan untuk

11 Ibid, hal 2 12 Zainal Asikin,dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2006, hal 2 13 Sendjun H. Manulang. Op cit, hal 2

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

13

menggantikan istilah hukum perburuhan. Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian ketenagakerjaan sebagai

segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama,

dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1). Dari pengertian ini dapat dipahami

bahwa, yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan adalah segala hal yang

berkaitan dengan pekerja/buruh menyangkut hal-hal sebelum masa kerja (pra

employment), antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan

lowongan kerja, dan lain-lain. Hal-hal yang berkenaan selama masa kerja (during

employment), antara lain menyangkut perlindungan kerja, upah, jaminan social,

kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain. Adapun hal-hal

sesudah masa kerja, antara lain pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.14

Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut, dapat dirumuskan pengertian

hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan

tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan

sesudah hubungan kerja.15

Hukum ketenagakerjaan awalnya merupakan bagian dari hukum perdata,

karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup hukum

perjanjian kerja.16 Namun jika hubungan antara pekerja/buruh dan

pengusaha/majikan ini tetap diserahkan pada para pihak (pekerja/buruh dan

majikan/pengusaha), maka tujuan hukum ketenagakerjaan untuk menciptakan

keadilan sosial dibidang ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai karena pihak

14 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia

Indonesia, Bogor, 2010, hal 5 15Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Idonesia Edisi Revisi, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 24 16 Agusmidah, Op Cit, hal 9

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

14

yang kuat akan selalu menguasi pihak yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah

kemudian turut serta dalam menangani masalah ketenagakerjaan melalui berbagai

peraturan perundang-undangan.

Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan

perundang-undangan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar, yakni

menjadikan sifat hukum ketenagakerjaan menjadi ganda yakni sifat privat dan

publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang

ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara buruh/pekerja dengan

majikan/pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum ketenagakerjaan dapat

dilihat dari:

1. Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar

ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan;

2. Pemerintah ikut campur tangan dalam menetapkan besarnya

standar upah (Upah Minimum).17

Penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di

bidang ketenagakerjaan terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 189

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sanksi pidana tersebut berupa sanksi

pidana penjara, kurungan dan denda. Sedangkan penerapan sanksi

administratifnya terdapat dalam Pasal 190 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

yaitu berupa:

1. teguran

2. peringatan tertulis

17 Lalu Husni, Op Cit, hal 12

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

15

3. pembatasan kegiatan usaha

4. pembekuan kegiatan usaha

5. pembatalan persetujuan

6. pembatalan pendaftaran

7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi

8. pencabutan izin

Salah satu contoh upaya mengefektifkan sanksi pidana ketenagakerjaan,

ditunjukkan LBH Jakarta dengan melaporkan Direktur HRD Hotel Sultan yang

tidak membayarkan upah kepada pekerjanya yang diskorsing. Tidak lama setelah

dilaporkan ke kepolisian upah para pekerja akhirnya dicairkan. Meski begitu,

proses pidana terhadap direktur itu tetap berjalan.18 Hal tersebut sesuai Pasal 189

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 bahwa sanksi pidana penjara, kurungan,

dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak

dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.

Menurut Budiono dalam buku Abdul Khakim, membagi sifat hukum

ketenagakerjaan menjadi 2 yaitu :

1. Bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Contohnya :

a. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya izin penggunaan tenaga kerja asing;

b. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT);

18 http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-pidana-

ketenagakerjaan. diakses tanggal 2 Agustus 2011

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

16

c. Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai larangan melakukan PHK terhadap kasus-kasus tertentu;

2. Bersifat fakultatif atau regelendrecht (hukum yang mengatur/melengkapi), artinya hukum yang dapat dikesampingkan pelaksanaannya. Contohnya:

a. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian kerja bias tertulis dan tidak tertulis;

b. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan tiga bulan;

c. Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 mengenai kebebasan pengusaha membayar gaji ditempat yang lazim;

d. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 mengenai kewajiban ikut serta dalam program Jamsostek, dimana program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dapat diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan pelayanaan kesehatan dengan manfaat y6ang lebih baik dari standar dasar Jamsostek;19

Kebijaksanaan yang dikeluarkan dalam bidang ketenagakerjaan ini sudah

sedemikian luasnya, tidak hanya aspek hukum saja yang berhubungan dengan

hubungan kerja, tetapi juga sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini

secara jelas dituangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tantang

Ketenagakerjaan.

2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-

aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.20 Sumber

hukum itu sendiri dibedakan menjadi sumber hukum formil dan sumber hukum

19 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hal 8

20 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal 46

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

17

materiil. Sumber hukum ketenagakerjaan dalam arti materiil adalah pancasila

yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sumber hukum

ketenagakerjaan yang dimaksud disini adalah sumber hukum dalam arti formil

yaitu sumber hukum yang merupakan tempat atau sumber dimana suatu peraturan

memperoleh kekuatan hukum

Sumber-sumber hukum ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :

1) Undang-undang; 2) Peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari undang-

undang, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, ataupun Kpeutusan Instansi Lainnya;

3) Kebiasaan; 4) Putusan; 5) Perjanjian; 6) Traktat;

Pendapat pakar ilmu hukum, dapat digunakan sebagai landasan untuk

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung

dengan perburuhan/ketenagakerjaan, karena itulah dapat dikaitkan sebagai salah

satu sumber hukum atau tempat menemukan dasar penyelesaian masalah.21

Prinst dalam buku Abdul Khakim berpendapat bahwa sumber hokum

ketenagakerjaan terdiri atas :

1) Undang-undang;

2) Adat atau kebiasaan;

3) Yurisprudensi;

4) Doktrin

5) Agama.22

21 Zaenal Asikin,dkk, Op cit, hal 37-38 22 Abdul Khakim, Op cit, hal 13

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

18

Sedangkan menurut Abdul Khakim sendiri dalam bukunya berpendapat

bahwa jika agama termasuk sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat

terdapatnya kemungkinan pemecahan masalah ketenagakerjaan melalui

pendekatan ajaran agama yang dianutnya. Selengkapnya sumber hukum

ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah :

1) Undang-undang; 2) Adat dan kebiasaan; 3) Agama; 4) Keputusan pejabat/badan pemerintah atau lembaga

ketenagakerjaan; 5) Yurisprudensi; 6) Doktrin; 7) Traktat; 8) Perjanjian kerja; 9) Peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).23

3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan

Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 ada beberapa pihak yang

terkait dalam hubungan kerja. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pekerja atau Buruh

Dahulu pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, istilah buruh digunakan

untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor,

orang-orang ini disebutnya sebagai Blue Collar. Sedangkan orang-orang yang

melakukan pekerjaan halus dan tidak pernah bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan

kasar disebut dengan istilah karyawan/pegawai (White Collar). Biasanya orang-

orang yang termasuk White Collar ini adalah para pekerja (bangsawan) yang

bekerja dikantor ataupun orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya.

Pembedaan tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan serta

23 Ibid, hal 13-14

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

19

pemenuhan hak-hak yang merupakan upaya Pemerintah Hindia Belanda untuk

memecah belah orang-orang pribumi.

Setelah Indonesia merdeka, tidak ada perbedaan istilah buruh antara Blue

Collar dengan White Collar. Semuanya adalah buruh yang mempunyai hak dan

kewajiban yang sama, tidak mempunyai perbedaan apapun.24

Penyebutan istilah buruh pada masa lalu lebih cenderung kurang

manusiawi sebagai pihak yang ditekan oleh majikan dan bekerja pada sektor-

sektor non formal saja atau pekerja kasar seperti kuli, tukang dan sejenisnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, pengertian

pekerja diperluas yakni termasuk:

1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang

menerima upah ataupun tidak;

2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong

adalah perusahaan;

3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa hanya tenaga kerja yang

sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh. Undang-Undang No.13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian

tentang pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya

lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik

24 Ibid, hal 40

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

20

perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah

atau uimbalan dalam bentuk apapun.25

b. Pengusaha

Pengusaha pada masa dulunya disebut sebagai majikan. Istilah majikan

pada saat ini sudah tidak sesuai lagi karena berkonotasi sebagai pihak yang

menekan buruh dan sebagai lawan dari buruh, padahal secara yuridis buruh dan

majikan adalah mitra kerja karena mempunyai kedudukan yang sama, maka dari

itu lebih tepat jika disebut dengan istilah pengusaha

Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan memberikan pengertian pengusaha yakni :

1. Orang, perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagai mana yang dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga

memberikan pengertian Pemberi kerja/Pengusaha adalah perseorangan, pengusaha

badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

No.13 Tahun 2003). Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk

menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikatagorikan

sebagai pengusaha khususnya bagi pekerja pada sektor informal.26

25 Lalu Husni, Op Cit, hal 35 26 ibid, hal 37

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

21

c. Organisasi Pekerja atau Buruh

Dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1

angka 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh, yamg dimaksud dengan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi

yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di

luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri dan demokratis dan

bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan

kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya. Kehadiran serikat pekerja/buruh dimaksudkan untuk

memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan

sewenang-wenang oleh pihak pengusaha.

Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh memuat adanya prinsip-prinsip dasar, yaitu:

1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh;

2. Serikat pekerja/buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan dari pengusaha, pemerintah dan pihak manapun;

3. Serikat pekerja/buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis perusahaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh;

4. Basis utama serikat pekerja/buruh ada di perusahaan, serikat pekerja/buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam federasi serikat pekerja/buruh. Demikian halnya federasi serikat pekerja/buruh dapat menggabungkan dalam konfederasi serikat pekerja/buruh;

5. Serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada kantor Depnaker setempat untuk dicatat;

6. Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk.27

27 Ibid, hal 43

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

22

d. Organisasi Pengusaha

Dalam Pasal 105 Undang-Undang No.13 tahun 2003, mengenai organisasi

pengusaha ditentukan sebagai berikut:

1. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi

pengusaha

2. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ada dua organisasi pengusaha yang ada, yaitu:

1. KADIN

Kadin adalah kependekan dari kamar dagang dan industri yang

dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 49 Tahun

1973 yang beranggotakan para pengusha yang ada di Indonesia.

Adapun tujuan Kadin adalah:

a. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta, dalam kedudukan sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupa ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasrkan Pasal 33 UUD 1945;

b. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluias-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan secara efektif dalam pembangunan nasional.28

2. APINDO

Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) merupakan organisasi

pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan

ketenagakerjaan dan merupakan suatu wadah kesatuan para pengusaha

28 Lalu husni, Op cit, hal 45

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

23

yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan social dalam dunia

usaha melalui kerja sma yang terpadu dan serasi antara pemerintah,

pengusaha dan pekerja.

Tujuan APINDO adalah:

a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingannya di dalam bidang social ekonomi;

b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan, dan kegairahan kerja lapangan hubungan industrial dan ketenagakerjaan;

c. Mengusahakan peningkatan produktifitaskerja sebagai program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional menujukesejahteraan social, spiritual, materiil;

d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dari pengusaha yang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.29

e. Pemerintah atau Penguasa

Campur tangan pemerintah (penguasa) dalam hukum

perburuhan/ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan

perburuhan/ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan

pengusaha yang sangat berbeda secara sosial-ekonomi diserahkan sepenuhnya

kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan

kerja akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu menguasai pihak

yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan

perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban

para pihak.

Imam Soepomo memisahkan antara penguasa dan pengawasan sebagai

pihak yang berdiri sendiri dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan. Namun

29 Ibid, hal 46

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

24

pada kenyataannya antara keduanya merupakan satu kesatuan sebab pengawas

bukan merupakan institusi yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian (bidang)

dari Depnaker.30

Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law Enforcement) di

bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja,

yang pada akhirnya akan mempunyai dampak terhadap stabilitas dunia usaha.

Selain itu juga pengawasan ketenagakerjaan akan mendidik pengusaha dan

pekerja untuk selalu taat menjalankan peraturan yang berlaku di bidang

ketenagakerjaan sehingga akan mencapai suasana kerja yang harmonis. Seringkali

perselisihan yang terjadi disebabkan oleh pengusaha yang tidak memberikan

perlindungan hukum terhadap pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.

B. Pengawasan Ketenagakerjaan

1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya

Pengawasan (controling) berarti suatu kegiatan yang ditujukan untuk

menjamin agar penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan rencana. Dikaitkan

dengan hukum administrasi, maka pengawasan sebagai suatu kegiatan yang

ditujukan untuk menjamin suatu tindak pemerintah/aparat administrasi negara

agar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagai suatu Negara hukum,

pengawasan terhadap tindak pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam

menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu

30 Ibid, hal 48

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

25

upaya preventif juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum

terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif.

Macam-macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara menurut

Diana Halim dalam buku S.F. Marbun dkk, dapat dirinci sebagai berikut :

a. Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang melaksanakan

pengawasan:

1) Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh

suatu badan secara organisatoris/struktural, masih termasuk

dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Biasanya pengawasan

ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara

hirearkis

2) Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh

organ/lembaga secara organisatoris/struktural berada di luar

pemerintah. Pengawas tidak tunduk terhadap pimpinan

organisasi/unit kerja yang diawasi, tetapi untuk kepentingan

masyarakat atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang

pengawasan.

b. Ditinjau dari segi saat/waktu dilaksanakannya :

1) Pengawasan preventif/ pengawasan a priori, adalah

pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu

keputusan//ketetapan pemerintah. Pengawasan ini dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

26

dalam pelaksanaan kegiatan dalam penerbitan keputusan atau

ketetapan oleh pemerintah.

Pengawasan a priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur

atau syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan

atau ketetapan ataupun tindakan pemerintah.31

2) Pengawasan represif/ pengawasan a posteriori, adalah

pengawasan yang dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan

atau ketetapan pemerintah sehingga bersifat korektif dan

memulihkan suatu tindakan yang keliru.

c. Pengawasan dari segi hukum, merupakan penilaian tentang

sah/tidaknya suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat

hukum. Pengawasan demikian biasanya dilakukan oleh hukum

peradilan.32

2. Pengawasan Ketenagakerjaan

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam

perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh, sekaligus sebagai upaya penegakan

hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Sebagaimana tercantum dalam Pasal

1 angka 32 Undang-Undang No13 Tahun 2003 bahwa pengawasan

ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

31 http://medizton.wordpress.com. Di akses tgl 10/06/2011. Pengawasan-penegakan-dan-sanksi-han.

32 S.F. Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, Yogayakar

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

27

Pengawasan ketenagakerjaan dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu

secara luas dan sempit. Secara luas, pengawasan ketenagakerjaan adalah segala

tindakan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengawasi pelaksanaan kesehatan

kerja, keamanan kerja, pelaksanaan peraturan perlindungan kerja seperti waktu

kerja, waktu istirahat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan sebagainya.

Pengawasan ini dapat dilakukan baik oleh pemerintah, asosiasi pengusaha,

maupun serikat pekerja/buruh. Umumnya pengertian sempit terhadap pengawasan

ketenagakerjaan adalah tugas yang diemban oleh instansi ketenagakerjaan untuk

menjamin dilaksanakannya peraturan perlindungan kerja, dalam hal ini petugas

pengawas ketenagakerjaan. Persamaan keduanya bahwa, pengawasan bukanlah

alat perlindungan, melainkan lebih sebagai alat untuk menjamin pelaksanaan

peraturan perlindungan.33

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

peraturan ketenagakerjaan, yang dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin

pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-

Undang No.13 Tahun 2003). Dengan demikian sasaran pengawasan

ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran

Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat

berjalan dengan baik dan harmonis. Secara umum, bentuk pengawasan ada dua,

yaitu :

1. Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan dan

33 Agusmidah, Op cit, hal 79

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

28

sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan dengan memberi pedoman-pedoman pelaksanaan;

2. Pengawasan yang dilakukan sesudah rencana dilaksanakan, dengan kata lain berkenaan dengan hasil-hasil yang dicapai, dinilai/diukur. Jadi pengawasan ini dilakukan setelah adanya kesalahan atau penyimpangan (pengawasan represif).34

3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas

Ruang lingkup tugas-tugas pengawasan ketenagakerjaan adalah:

a. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan perundasng-undangan mengenai norma perlindungan tenaga kerja;

b. Melaksanakan pembinaan dalam usaha penyempurnaan norma kerja dan pengawasannya;

c. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja wanita, anak dan orang muda;

d. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penerapan dan pengawasan norma di bidang kecelakaan kerja.35.

Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja

atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21

Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5, yamg

dimaksud dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang kemudian disebut

Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan

ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan ketenagakerjaan

dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan

tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah

provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota (Pasal 178 ayat 1 Undang-Undang No13

Tahun 2093).

34 Ibid, hal 79 35 Sendjun H. Manulang, Op cit, hal 125

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

29

Pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan dilakukan dengan melakukan

kunjungan-kunjungan ke perusahaan-perusahaan untuk mengamati, mengawasi

pelaksanaan hak-hak normatif pekerja. Jika hak-hak pekerja belum dipenuhi oleh

pengusaha, pegawai pengawas dapat melakukan teguran agar hak-hak pekerja

diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, jika tidak

diindahkan, pegawai pengawas yang merupakan penyidik pegawai negeri sipil di

bidang perburuhan dapat menyidik pengusaha tersebut untuk selanjutnya

dibuatkan berita acara pemeriksaan untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan.

Pegawai pengawas di lingkungan kementerian tenaga kerja, diberi

wewenang pengawasan yang mencakup :

1. Memasuki semua tempat dilaksanakannya pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya, untuk perumahan atau jawatan tenaga kerja;

2. Meminta keterangan, baik lisan maupun tertulis kepada pengawas atau pengurus dan atau tenaga kerja atau serikat pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga;

3. Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus perusahaan dan pekerja agar mentaati peraturan perundangan ketenagakerjaan;

4. Memberikan peringatan/teguran terhadap penyimpangan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;

5. Melakukan pengujian teknik persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;

6. Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Meminta bantuan polisi bila ditolak memasuki perusahaan atau pihak yang dipanggil tidak memenuhi panggilan;

7. Memanggil pengusaha dan pekerja; 8. Melarang pemakaian bahan/alat berbahaya; 9. Melakukan penyidikan selaku PPNS (Penyidik Pegawai Negeri

Sipil).36

36 Agusmidah, Op cit, hal 80

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

30

Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib

(dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003):

a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut

dirahasiakan;

b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Dalam menjalankan tugasnya, apabila pegawai pengawas dengan sengaja

membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya, dihukum dengan hukuman

penjara selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus

rupiah dengan tidak dipecat dari hak memangku jabatan (Pasal 6 ayat 1 Undang-

Undang No.3 Tahun 1951). Namun apabila karena suatu kekhilafan menyebabkan

rahasia yang diperolehnya menjadi terbuka atau bocor, maka yang bersangkutan

diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda

sebanyak-bayaknya tiga ratus rupiah (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tshun

1951)

Menurut Sendjun H. Manulang dalam buku Abdul Khakim, menyebutkan

tentang fungsi Pengawasan ketenagakerjaan adalah:

1. Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan; 2. Memberikan penerangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan

tenaga kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan secara efektif;

3. Melaporkan kepada pihak yang berwenang atas kecurangan dan penyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.37

37 Abdul Khakim, Op cit, hal 125

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

31

C. Perlindungan Kerja

1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya

Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja

tidak akan mungkin perusahaan itu akan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam

pembangunan. Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah

dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga

keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan

ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapainya dalam pekerjaan

dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam

menjalankan pekerjaan tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan

program perlindungan kerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat

mempertahankan produktifitas dan kestabilan perusahaan.

Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan meningkatkan

pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan

ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.38

Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut Undang-

Undang No.13 Tahun 2003, meliputi:

1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha;

2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja; 3. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan

penyandang cacat, dan 4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga

kerja.39

38 Zaenal Asikin, dkk, Op cit, hal 96

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

32

Imam Soepomo dalam buku Agusmidah membagi perlindungan pekerja

ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesutu di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial;

b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut sebagai kesehatan kerja;

c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja. 40

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan, perlindungan terhadap

tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar

apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan

tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem

hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang

kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan

ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

39 Abdul Khakim, Op cit, hal 60 40 Agusmidah, Op cit, hal 61

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

33

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi

keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.

Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.41

Dalam Pasal 86 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa

setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai

dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Pengaturan menganai upaya

menjamin keselamatan dan kesehatan kerja juga terdapat dalam Pasal 8 Undang-

Undang No.1 Tahun 1970 Tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa petugas

keselamatan dan kesehatan kerja diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi

mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun

yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang akan diberikan

pada tenaga kerja. Sedangkan pada Pasal 9 Undang-Undang No.1 Tahun 1970

menyatakan bahwa pengurus wajib menunjukan dan menjelaskan para pekerja

baru mengenai kondisi-kondisi dan bahaya yang dapat timbul, alat-alat

perlindungan diri yang harus dipakai serta cara-cara yang aman dalam

melaksanakan pekerjaannya.

41 Haridjan Rusli, Op Cit, hal 108

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

34

Upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi

keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal,

dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian

bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Dengan

demikian, tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja; 2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh; 3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin

keselamatannya; 4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara

aman dan berdaya guna.42

Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di

setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di

dalamnya terdapat 3 unsur, yaitu :

1. Adanya suatu usaha baik bersifat ekonomis maupun sosial;

2. Adanya sumber bahaya;

3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik terus menerus-

maupun sewaktu-waktu.43

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (perusahaan)

dilakukan bersama-sama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh

tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, pimpinan atau pengurus perusahaan dapat

dibantu oleh petugas keselamatan dan kesehatan kerja dari tempat

kerja/perusahaan bersangkutan yang mempunyai pengetahuan atau keahlian

dibidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh pimpinan atau

42 Abdul Khakim, Op Cit, hal 65 43 Lalu Husni, Op Cit, hal 138

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

35

pengurus tempat kerja/perusahaan. Sedangkan yang bertugas melakukan.

pengawasan terhadap ditaati atau tidaknya peraturan perundang-undangan di

bidang keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan oleh :

1. Pegawai pengawas kesehatan dan keselamatan kerja yaitu pegawai teknis keahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;

2. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu teknis berkeahlian khusus dari Luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.44

Baik pengusaha maupun pekerja/buruh nempunyai kewajiban dalam

pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban pengusaha a) Terhadap pekerja/buruh yang baru masuk, pengusaha wajib

menunjukkan dan menjelaskan hal-hal : 1) Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di

lingkungan kerja; 2) Semua alat pengamanan dan pelindung yang digunakan; 3) Cara dan sikap yang aman dalam melakukan pekerjaan; 4) Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental

pekerja yang bersangkutan. b) Terhadap pekerja/buruh yang telah/sedang dipekerjakan :

1) Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja, penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya;

2) Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala. c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan

diri yang diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh pekerja/buruh;

d) Memasang gambar dan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta bahan pembinaan lainnya di tempat kerja sesuai petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja;

e) Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja;

f) Membayar biaya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja ke Kantor Pembendaharaan Negara setempat setelah

44 Lalu Husni, Op Cit, hal 139

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

36

mendapatkan penetapan besarnya biaya oleh kantor Dinas Tenaga Kerja;

g) Mentaati semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja , baik yang diatur oleh undang-undang maupun yang ditetapkan oleh pegawai pengawas;

2. Kewajiban pekerja/buruh a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh

pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja;

b) Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan; c) Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan

kesehatan kerja yang berlaku di tempat kerja ynag bersangkutan.

Namun selain mempunyai kewajiban, pekerja/buruh mempunyai hak. Hak-hak pekerja/buruh adalah : a) Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar

dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan;

b) Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan, bila syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.45

a. Keselamatan kerja

Dalam mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, pemerintah berupaya

untuk melakukan pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan, baik dari segi

pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Untuk itu di

keluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

Meskipun undang-undang ini merupakan undang-undang tentang keselamatan

kerja, namun cakupan materinya termasuk pula kesehatan kerja karena antara

keselamatan kerja dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan, jika keselamatan

kerja sudah terlaksana dengan baik maka kesehatan kerja pun akan tercapai.

Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam

dunia industri modern terutama bagi mereka yang berstandar internasional.

45 Abdul Khakim, Op Cit, hal 66-67

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

37

Kondisi kerja dapat dikontrol untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang

terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Kecelakaan dan kondisi kerja yang tidak

aman berakibat pada luka-luka pada pekerja, penyakit, cacat bahkan kematian,

juga harus diperhatikan ialah hilangnya efisiensi dan produktifitas pekerja dan

perusahaan.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat

kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya

serta cara-cara melakukan pekerjaan, selain itu juga menyangkut segenap proses

produksi dan distribusi. Tujuan dari keselamatan kerja adalah :

1) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional;

2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja;

3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.46

Dalam Pasal 3 Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja menentukan syarat-syarat tentang keselamatan kerja yang harus

diperhatikan oleh pengusaha adalah sebagai berikut :

1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat

dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan yang lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran;

3) Mencegah atau mengurangi bahaya ledakan; 4) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai,

menyelenggarakan suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunannya;

46 Suma’mur P.K, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV Haji Masagung,

Jakarta, 1981, hal 2

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

38

5) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjanya; 6) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,

cara dan proses kerjanya; 7) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi; 8) Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik;

Syarat-syarat keselamatan kerja di atas mengandung prinsip teknis ilmiah

yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis, jelas, dan

praktis yang menyangkut bidang konstruksi, kelistrikan, bahan pengolahan, dan

pembuatan alat-alat perlindungan, dan lain-lain.

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan

yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri.

Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang

tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah

diatur dari suatu aktivitas.

Ada 4 faktor penyebab terjadinya kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini,

yaitu :

1) Faktor manusianya

Misalnya karena kurangnya ketrampilan atau kurangnya

pengetahuan, salah penempatannya misalnya si tenaga kerja

lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) di tempatkan dibagian

bangunan.

2) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya

Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi

supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan

mudah akan menimbulkan kecelakaan.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

39

3) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua sebab yaitu :

a) Perbuatan berbahaya, yaitu disebabkan karena metode kerja

yang salah, keletihan/kelesuan, sukap kerja yang tidak

sempurna;

b) Kondisi/keadaan berbahaya, yaitu keadaan yang tidak aman

dari mesin-mesin atau peralatan, lingkungan, proses, dan

sifat pekerjaan;

4) Faktor yang dihadapi

Faktor yang dihadapi dalam hal ini adalah kurangnya pemeliharaan

atau bagaimana perawatan mesin-mesin yang ada sehingga tidak

dapat bekerja dengan sempurna.47

Pengertian kecelakaan kerja juga terdapat dalam Permenaker No.3 Tahun

1994 Tentang Program Jamsostek, yang dimaksud kecelakaan kerja adalah

kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit

yang timbul akibat hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam

perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah

melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Bab I Pasal 1 butir 7).

Menurut International Labour Organization (ILO) ada beberapa cara atau

langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang bertalian

dengan keselamatan kerja, yaitu melalui :

1) Peraturan perundang-undangan; 2) Standarisasi; 3) Inspeksi; 4) Riset teknis;

47 Lalu Husni, Op Cit, hal 142

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

40

5) Riset dan psikologis; 6) Riset statistik; 7) Pendidikan; 8) Latihan; 9) Persuasi; 10) Asuransi;48

Pentingnya keselamatan kerja tidak hanya dirasakan bagi buruh, tetapi

juga bagi pengusaha dan pemerintah. Bagi buruh, dengan adanya keselamatan

kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga akan dapat

memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir

sewaktu-waktu jika terjadi kecelakaan kerja. Bagi pengusaha, adanya pengaturan

keselamatan kerja di perushaan akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan

yang dapatmengakibatkan pengusaha harfus memberikan jaminan sosial. Bagi

pemerintah, dengan ditaatinya peraturan keselamatan kerja maka apa yang

direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai.

b. Kesehatan kerja

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar

tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental

maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.

Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan disebutkan juga bahwa upaya kesehatan kerja adalah upaya

penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap

pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun

masyarakat di sekelilingnya agar memperoleh produktivitas kerja yang optimal.

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen

48 Ibid, hal 142

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

41

utama dalam kesehatan kerja. Kapasitas kerja meliputi status kesehatan kerja dan

gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang

pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja meliputi beban

kerja fisik maupun mental, akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan

fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan sesorang pekerja menderita

gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja, misalnya panas,

bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan beban tambahan

terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.49

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja

dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal

cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya;

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakubatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya;

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan;

4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.50

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan

pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat

49 Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri, Di

akses tanggal 22/06/2011

50 Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri. Di akses tanggal 22/06/2011

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

42

pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan

lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku

kerja serta faktor lainnya.

Menurut Suma’mur, kesehatan kerja adalah spesialisasi dari ilmu

kedokteran atau kesehatan kerja yang prakteknya bertujuan agar pekerja atau

masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,

mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit

atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan

kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.51

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang berhak melakukan pemeriksaan

adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat kerja/perusahaan yang disetujui

oleh Kementerian Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja

ditujukan kepada :

1. Tempat kerja, yaitu meliputi : a. Kebersihan dan perawatannya; b. Kondisi lingkungan kerja;

2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan, pengepakan, sampai pendistribusian.

3. Tenaga kerja, yang diperhatikan meliputi : a. Alat pelindung diri; b. Sikap kerjanya; c. Jenis kelamin; d. Usia; e. Beban Kerja; f. Gizi tenaga kerja;

4. Pelayanan Kesehatan 5. Fasilitas Kesehatan

Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, meliputi : 1. Faktor fisik, yang dapat berupa :

51 Suma’mur P.K, Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, hal 1.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

43

a. suara yang terlalu bising; b. suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah; c. penerangan yang kurang memadai; d. ventilasi yang kurang; e. radiasi; f. getaran mekanis; g. tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah; h. bau-bauan di tempat kerja; i. kelembaban udara;

2. Faktor kimia, yang dapat berupa : a. gas/uap; b. cairan; c. debu-debuan; d. butiran kristal dan bentuk lain; e. bahan kimia yang mempunyai sifat racun;

3. Faktor biologis, yang dapat berupa : a. bakteri virus; b. jamur, cacing, serangga; c. tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup dalam lingkungan

tempat kerja; 4. Faktor fatal, yang dapat berupa :

a. sikap badan yang tidak baik pada waktu kerja; b. peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga

kerja; c. gerak yang senantiasa berdiri atau duduk; d. proses, sikap kerja, dan cara kerja yang monoton; e. beban kerja yang melampaui batas kemampuan;

5. Faktor psikologis, yang dapat berupa : a. kerja yang terpaksa/dipaksakan yang tidak sesuai dengan

kemampuan; b. suasana kerja yang tidak menyenangkan; c. pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan

atau d. teman kerja yang tidak sesuai;52

52 Sendjun H Manulang, Op cit, hal 140-142.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur

dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan.53

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi

legisme positivis. Berdasarkan konsepsi ini, hukum di pandang identik dengan

norma-norma tertulis yang dibuat dan di undangkan oleh lembaga atau pejabat

yang berwenang dan melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang mandiri,

bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.54

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian

yang bertujuan menggambarkan keadaan atau gejala dari suatui objek yamg

diteliti. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori hukum serta praktek

pelaksanaan hukum positif yang berhubungan dengan materi penelitian

53 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hal 580-581 54 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:

Alumni, 1988, hal 13

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

45

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas dan Pusat

Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman (UNSOED).

D. Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data sekunder dan

sumber data primer. Namun data primer hanya digunakan sebagai data

pelengkap/pendukung saja, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai

pengawas di DINSOSNAKERTRANS. Dari data sekunder diambil dan diuraikan

dalam tiga bagian, yaitu :

1. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap

peraturan perundang-undangan, buku literature, dan dokumen yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai suatu

ketentuan yang utuh. Data sekunder meliputi :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan hukum

mengikat, terdiri dari:

1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945;

2) Undang-undang No.3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya

Undang-Undang Pengawasan Perburuhan No.23 Tahun 1948;

3) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja;

4) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

46

5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO

Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And

Commerce (Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan

Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);

6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:

PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan, dan

Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan

Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja;

7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-

01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja;

8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang

Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan

9) Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang

Pengawasan Ketenagakerjaan;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang member penjelasan

mengenai bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat, terdiri dari:

1) Pustaka di bidang ilmu hukum;

2) Hasil penelitian di bidang hukum;

3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari Koran maupun internet;

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang sifatnya melengkapi kedua

bahan hukum diatas, terdiri dari Kamus.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

47

2. Data primer

Data bersumber pada keterangan langsung dari pegawai pengawas Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten

Banyumas. Namun data ini hanya sebagai data pelengkap saja.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara

inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, buku literatur, hasil-hasil

penelitian sebelumnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan yang selanjutnya dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan

data. Namun untuk mendukung penelitian ini, juga digunakan data primer sebagai

data pelengkap, yang diperoleh dari hasil wawancara secara bebas terpimpin

dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan di DINSOSNAKERTRANS

Kabupaten Banyumas

F. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh

akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok

permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

48

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu

dengan menjabarkan data-data yang telah diperoleh berdasarkan norma-norma

hukum dan ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Data sekunder

1.1. Gambaran umum tentang Kabupaten Banyumas

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di wilayah

Provinsi Jawa Tengah yang beribu kota di Purwokerto, secara geografis terletak di

bagian barat daya Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Banyumas memiliki

luas wilayah keseluruhan 1.329,02 km, secara geografis terletak di 725'26.85"LS

dan 10913'48.59"BT. Secara administratif terbagi menjadi 27 Kecamatan dan 331

Desa, wilayah ini berbatasan langsung dengan:

- Sebelah Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang

- Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap

- Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Brebes

- Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara

dan Kabupaten Kebumen

Banyumas terkenal dengan budaya Banyumasannya, dengan dialek bahasa

jawa yang terkenal dengan ngapaknya. Bumi dan alam wilayah Banyumas

merupakan kawasan yang subur termasuk dataran rendah dan perbukitan yang

merupakan bagian dari Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet, alam yang indah

dan sejuk membuatnya sering dibanggakan antara lain sebagai daerah pertanian

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

50

dan perkebunan dan hutan tropis. Banyumas ini berpredikat sebagai salah satu

kawasan wisata terkenal di Jawa Tengah dengan tujuan antara lain Baturaden,

Cilongok dan Kalibacin. Selain itu, Banyumas juga dikenal sebagai kota

pendidikan, sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang menambah

kebanggaan daerah ini. Makanan khas Banyumas diantaranya adalah keripik

tempe, mendoan, sate bebek tambak, sate sokaraja, dage dan getuk goreng

Sokaraja. Banyumas juga penghasil batik walapun tidak setenar Solo, Yogyakarta,

dan Pekalongan.

1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Dinas Sosial, Tenaga

Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten

Banyumas

Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas terus berupaya meningkatkan

pelayanan disegala sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya tentang

tenaga kerja, masalah sosial dan transmigrasi. Dinas yang paling berkompeten

atas pelaksanaan kegiatan tenaga kerja, sosial dan transmigrasi adalah Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS). Berdasarkan

Peraturan Bupati Banyumas No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran dan Fungsi

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas dalam Pasal 2

disebutkan bahwa Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas

melaksanakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah bidang sosial,

bidang ketenagakerjaan dan bidang ketransmigrasian berdasarkan asas otonomi

dan tugas pembantuan

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

51

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Banyumas diatur dalam Pasal 9 Peraturan Daerah

Kabupaten Banyumas No.26 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Daerah Kabupaten Banyumas, terdiri dari :

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat, terdiri dari :

a. Subbagian Bina Program;

b. Subbagian Keuangan;

c. Subbagian Umum,

c. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosia, terdiri dari :

1. Seksi Pengembangan Potensi Sosial;

2. Seksi Penyuluhan dan bimbingan Sosial;

3. Seksi Pemberdayaan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan

Kesejahteraan Anak,

d. Bidang Penanggulangan Bencana. Kemiskinan dan Rehabilitasi Sosial,

terdiri dari :

1. Seksi Penanggulangan Bencana;

2. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat;

3. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial,

e. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari :

1. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja;

2. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan,

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

52

f. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri

dari :

1. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri;

2. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri;

3. Seksi Transmigrasi,

g. UPT

h. Kelompok Jabatan Fungsional

Tugas pokok dan fungsi dari bidang-bidang di dalam Dinas Sosial, Tenaga

Kerja dan Transmigrasi secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran Peraturan

Bupati No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Sedangkan penjabaran

tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) diatur dalam Peraturan Bupati tersendiri

(Pasal 4 Peraturan Bupati No.15 Tahun 2010).

Tugas pokok dari masing-masing bidang menurut Peraturan Bupati No.15

Tahun 2010 adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas

Kepala dinas mnempunyai tugas teknis operasional penyelenggaraan

urusan pemerintahan daerah bidang sosial, ketenagakerjaan, dan

ketransmigrasian berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan

melalui koordinasi, penyusunan rancangan produk hukum dan naskah

dinas atau cara lain yang sesuai dalam rangka optimaslisasi

pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan pelayanan.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

53

2. Sekretaris, terdiri dari :

a. Subbagian Bina Program

Subbagian Bina Program mempunyai tugas menyiapkan bahan

pengoordinasian perencanaan, pembinaan, evaluasi dan pelaporan

kegiatan dinas berdasarkan ketentuan yang berlaku guna

menunjang pelaksanaan tugas dinas

b. Subbagian Keuangan

Subbagian Keuangan mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

administrasi keuangan dinas berdasarkan standar dan ketentuan

yang berlaku guna menunjang pelaksanaan tugas dinas

c. Subbagian Umum

Subbagian Umum mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

pelayanan surat menyurat, kearsipan, perpustakaan, kehumasan,

keprotokolan, administrasi kepegawaian, sarana prasarana dan

kerumahtanggaan, berdasrkan standar dan ketentuan yang berlaku

guna menunjang pelaksanaan tugas dinas

3. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosial, terdiri dari :

a. Seksi Pengembangan Potensi Sosial

Seksi pengembangan potensi sosial mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan perumusan kebijakan dan penyelenggaraan

pengembangan potensi kesejahteraan sosial dan profesi pekerja

sosial melalui kegiatan penelaahan dan pengkajian peraturan

perundang-undangan, fasilitas bimbingan teknis, pelatihan,

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

54

sosialisasi dan konsultasi dalam rangka mengatasi masalah

kesejahteraan sosial

b. Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial

Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial mempunyai tugas

menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan

penyelenggaraan penyuluhan, bimbingan sosial pelestarian nilai-

nilai kepahlawanan, keperintisan dan nilai-nilai kesetiakawanan

sosial serta supervisi keluarga pahlawan dan perawatan Taman

Makam Pahlawan (TMP) guna memperkuat integrasi dan aktivitas

sosial

c. Seksi Pemberdayaan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan

Kesejahteraan Anak

Seksi Pemberdayaan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan

Kesejahteraan Anak mempunyai tugas meyiapkan pelaksanaan

perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan pemberdayaan

keluarga, orang lanjut usia dan kesejahteraan anak melalui

bimbingan teknis, advokasi, penyantunan, bimbingan ketrampilan

dan fasilitas guna meningkatkan kesejahteraan keluarga, orang

lanjut usia dan anak.

4. Bidang Penanggulangan Bencana, Kemiskinan dan Rehabilitasi sosial,

terdiri dari :

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

55

a. Seksi Penanggulangan Bencana

Seksi Penanggulangan Bencana mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan

kegiatan penanggulangan korban bencana melalui kegiatan

pencegahan, penanganan dan rehabilitasi paska bencana dan

pemberian bantuan bagi korban bencana guna meningkatkan

pelayanan

b. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat

Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat

mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan

teknis dan penyelenggaraan kegiatan penanggulangan

masyarakatmiskin dan pemberdayaan penyandang cacat melalui

fasilitas, sosialisasi, bimbingan teknis, pelatihan ketrampilan dan

pemberian bantuan stimulan dalam rangka tertanganinya masalah

kemiskinan dan penyandang cacat

c. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial

Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan

kegiatan rehabilitasi sosial penyandang tuna sosial (anak jalanan,

anak nakal, remaja rawan Narkoba, remaja putus sekolah,

pemulung, pengemis, gelandangan, orang terlantar, eksnapi, wanita

tuna susila/waria) melalui kegiatan pemberian santunan,

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

56

bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka berkurangnya

permasalahan tuna sosial.

5. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari :

a. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja

Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja mempunyai

tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan dan

penyelenggaraan kegiatan pembinaan hubungan industrial dan

syarat-syarat kerja serta pengelolaan bahan pengupahan melalui

kegiatan fasilitasi, sosialalisasi, konsultasi, advokasi dan

bimbingan teknis atau cara lainnya dalam rangka sinkronisasi dan

harmonisasi penyelenggaraan

b. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan

Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan

pengurusan Norma Kerja, Jamsostek, dan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) melalui kegiatan pemantauan, peninjauan

lapangan dan kunjungan kerja ke perusahaan dalam rangka

pencapaian kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja

6. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terdiri

dari :

a. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri

Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri

mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

57

teknis dan penyelenggaraan penempatan tenaga kerja dalam negeri

melalui pembinaan lembaga pelatihan kerja dan bursa kerja,

penyebaran informasi pasar kerja dan pembinaan usaha mandiri

serta produktivitas tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran

b. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri

Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri mempunyai tugas

menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan

penyelenggaraan kegiatan penempatan tenaga kerja di luar negeri

melalui kegiatan fasilitas, pembinaan, pengawasan dan kemitraan

dengan perusahaan jasa dan/atau instansi yang menangani

penempatan tenaga kerja luar negeri sesuai mekanisme dan

prosedur yang berlaku sehingga terwujudnya perlindungan dan

hak-hak normatif TKI

c. Seksi Transmigrasi

Seksi Transmigrasi mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan program

transmigrasi melalui kegiatan pendataan, pendaftaran, seleksi serta

melaksanakan urusan pengangkutan dan bimbingan calon

transmigrasi dalam rangka program pemerataan kepadatan

penduduk dan kesejahteraan masyarakat.

7. Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Penjabaran mengenai tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas, diatur

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

58

dalam peraturan bupati tersendiri, yaitu Peraturan Bupati No.41 Tahun

2010 Tentang Penjabaran Tugas Unit Pelaksana Teknis pada Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Unit

Pelaksana Teknis (UPT) adalah pelaksana sebagian kegiatan teknis

operasional dinas dan/atau kegiatan teknis penunjang dinas yang

mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan (Pasal 1

angka 6 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010). UPT dalam Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah Balai Latihan Kerja

(BLK).

Dalam Pasal 2 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010 disebutkan bahwa :

BLK mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis

operasional Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam

pelatihan kerja kepada tenaga kerja.

BLK mempunyai struktur organisasi tersendiri yang terdiri dari Kepala

BLK, Kepala Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan

Fungsional. Penjabaran tugas jabatan struktural pada BLK tercantum

dalam Lampiran Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Tugas Kelompok Jabatan Fungsional diatur dalam Peraturan Bupati

No.25 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah

Kabupaten Banyumas, yang terdapat dalam Pasal 31 ayat 2 yang

menyebutkan bahwa Kelompok Jabatan fungsional mempunyai tugas

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

59

melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah sesuai dengan

keahlian dan/atau ketrampilan serta kebutuhan.

BAGAN ORGANISASI

DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN BANYUMAS

KEPALA DINAS

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

SEKRETARIAT

SUBBAGIAN BINA

PROGRAM

SUBBAGIAN KEUANGAN

SUBBAGIAN UMUM

BIDANG PEMBINAAN& PENGEMBANGAN POTENSI

BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA, KEMISKINAN &REHABILITASI SOSIAL

BIDANG PERLUASAN, PENEMPATAN TENAGA KERJA&TRANSMIGRASI

BIDANG HUBUNGAN& PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

SEKSI PENGEMBANGAN POTENSI SOSIAL

SEKSI PENYULUHAN& BIMBINGAN SOSIAL

SEKSI PEMBERDAYAAN KELUARGA, LANSIA& KESEJAHTERAAN ANAK

SEKSI PENANGGULANGAN BENCANA

SEKSI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN CACAT

SEKSI REHABILITASI TUNA SOSIAL

UNIT PELAKSANA TEKNIS

SEKSI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

SEKSI HUBUNGAN INDUSTRIAL&PERSYARATAN KERJA

SEKSI PERLUASAN &PENEMPATAN TENAGA KERJA DALAM NEGERI

SEKSI TRANSMIGRASI

SEKSI PENEMPATAN TENAGA KERJA LUAR NEGERI

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

60

1.3. Pengawasan ketenagakerjaan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Banyumas

Dalam Pasal 1 angka 32 UU no.13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan

pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan

pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi

yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan (Pasal 178

UU No.13 Tahun 2003).

Pengawasan dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Banyumas dan pelaksanaanya dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang kompeten tergabung dalam unit tersendiri pada Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian

pegawai pengawas dapat melakukan tugasnya dan mengambil keputusan secara

independen, tidak terpengaruh oleh pihak lain.55 Pengawasan ketenagakerjaan

dilakukan untuk menjamin semua peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.

1.3.1 Ruang lingkup pelaksanaan pengawasan dan pembinaan yang

dilaksanakan pengawas ketenagakerjaan mencangkup:

1. Norma kerja yang meliputi:

a. Hubungan kerja;

b. Pelatihan kerja;

c. Penempatan kerja;

55 Payaman J. Simanjuntak, Undang-Undang Yang Baru Tentang Ketenagakerjaan,

Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta, 2003, hal 46

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

61

d. Waktu kerja;

e. Pengupahan;

f. Jamsostek;

g. Pekerja wanita;

h. Syarat-syarat kerja.

2. Norma kesehatan kerja yang meliputi:

a. Sarana pelayanan kesehatan;

b. Lingkungan kerja;

c. Higiene perusahaan;

d. Bahan bakar berbahaya;

e. Bahan mudah terbakar.

3. Norma keselamatan kerja yang meliputi:

a. Instalasi listrik;

b. Proteksi petir;

c. Pesawat tenaga penggerak mula;

d. Mesin produksi;

e. Mesin perkakas kerja;

f. Pesawat angkat angkut;

g. Botol baja bertekanan;

h. Ketel uap;

i. Pesawat pendingin;

j. Alat pemadam api (instalasi hidran);

k. Alat pelindung diri.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

62

1.3.2. Pengawasan ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) diatur dalam Peraturan Bupati

Banyumas No.15 Tahun 2010. Rincian tugas bidang pengawasan ketenagakerjaan

adalah sebagai berikut:

b. Menyiapkan perumusan kebijakan teknis pengurusan Norma Kerja, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Keselamatam dan Kesehatan Kerja;

c. Menyiapkan pelaksanaan wajib lapor ketenagakerjaan bagi perusahaan;

d. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan norma ketenagakerjaan bagi perusahaan yang dituangkan dalam nota pemeriksaan;

e. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan bagi perusahaan yang dituangkan dalam akta pengawasan;

f. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan dan pemberian rekomendasi K3 perusahaan jasa konstruksi;

g. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan/pengujian/pengesahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan alat-alat mesin/pesawat/instalasi bejana tekan/ketel uap dan alat berbahaya lainnya;menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi untuk perusahaan yang melaksanakan kerja lembur dan kerja malam wanita;

h. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kecelakaan kerja; i. Menyiapkan pelaksanaan perhitungan penetapan santunan kecelakaan

kerja; j. Menyiapkan pelaksanaan pembentukan Panitia Pembinaan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2 K3) bagi perusahaan; k. Menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi untuk

perusahaan Jasa K; l. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kebakaran dan peledakan; m. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan Penyidikan Pelanggaran Norma

Kerja dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

1.3.3. Pelaksanaan proses pengawasan berdasarkan Surat Edaran Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.918/MEN/PPK-SES/XI/2004 Tentang

Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di Proponsi dan Kabupaten/Kota

menyebutkan bahwa proses pelaksanaan pengawasan pegawai pengawas

ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

63

1. Menyusun rencana kerja pemeriksaan (bulanan) yang

diketahui/disahkan oleh pimpinan atau atasannya;

2. Melakukan pemeriksaan baik pertama, berkala, maupun khusus dan

pengujian di lapangan/perusahaan secara komprehensif dan tuntas;

3. Mencatat hasil temuan pemeriksaan dan pengujian dalam buku , akte

pengawasan ketenagakerjaan dan atau akte izin/pengesahan;

4. Membuat akte pemeriksaan dan laporan pemeriksaan;

5. Memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan

dan atau pengujian.

1.3.4. Proses pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

pekerja oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan mengacu pada Undang-Undang

No.3 Tahun 1951 jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No.PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan Wewenang Serta

Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja,

yaitu:

1. Memasuki semua tempat kerja;

2. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha,

pengurus dan tenaga kerja mengenai syarat-syarat keselamatan dan

kesehatan kerja;

3. Memerintahkan agar pengusaha, pengurus dan tenaga kerja melaksanakan

syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja;

4. Mengawasi langsung terhadap ditaatinya undang-undang keselamatan

kerja beserta peraturan pelaksanaanya, termasuk:

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

64

a. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat, serta peralatan

lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;

b. Lingkungan;

c. Sifat pekerjaan;

d. Cara kerja;

e. Proses produksi

5. Memerintahkan kepada pengusaha/pengurus untuk memperbaiki,

merubah, atau mengganti bilamana terdapat kekurangan, kesalahan, dan

melaksanakan pesyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;

6. Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat maupun proses produksi

yang membahayakan;

7. Memberikan laporan kepada direktur mengenai hasil pengawasan.

1.4. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Banyumas

1.4.1. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas adalah:

1. 2 (dua) orang pegawai pengawas umum

Pegawai pengawas umum bertugas melakukan pembinaan dan

penyuluhan bagi masyarakat khususnya tenaga kerja dan pengusaha

tentang peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

2. 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis

Pegawai pengawas spesialis bertugas memberikan penerangan teknis

serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus mengenai keselamatan

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

65

dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan melakukan teguran baik secara lisan maupun tertulis

kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran. Pengawasan lebih

menitikberatkan kepada peringatan dan nasehat agar perusahaan segera

menaati peraturan dan memperbaiki pelanggaran yang dilakukannya.

1.4.2. Pegawai pengawas ketenagakerjaan mempunyai etika kerja sebagai

pedoman dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan pembinaan. Etika kerja

pengawas ketenagakerjaan adalah:

1. Dilarang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung

dengan perusahaan yang diawasi;

2. Tidak membuka rahasia perusahaan atau komersial atau proses kerja

yang diketahui pada waktu menjalankan tugas bahkan setelah

meninggalkan pekerjaan sebagai pengawas;

3. Memegang teguh rahasia sumber setiap pengaduan tentang adanya

masalah dan pelanggaran perundang-undangan atau peraturan yang

tidak boleh memberitahukan kepada pengusaha atau wakilnya bahwa

kunjungan pengawasan dilakukan berdasarkan atas adanya aduan

pelapor tersebut.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

66

1.5. Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas

Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas berdasarkan Klasifikasi

Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) adalah sebgai berikut

No. Jenis kegiatan usaha berdasarkan KLUI Jumlah

1.

2

3..

4.

5.

6.

7

8.

9.

Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan

dan perikanan

Pertambangan dan penggalian

Industri pengolahan

Listrik, gas dan air

Bangunan

Perdagangan besar, eceran, dan rumah makan

serta hotel

Angkutan, penggudangan dan komunikasi

Keuangan, asuransi, usaha persewaan

bangunan, tanah dan jasa perusahaan

Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

8

3

124

12

35

347

28

124

118

Jumlah 799

1.6. Jumlah pekerja di Kabupaten Banyumas

Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai kegiatan

usaha adalah 24.333 orang pekerja.

1.7. Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2010/2011

Pada tahun 2010/2011 ada 40 jenis kecelakaan kerja yang terjadi di 40

perusahaan di Kabupaten Banyumas.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

67

2. Data primer

2.1. Pelaksanaan pengawasan K3 oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Teguh Santoso, S.H, sebagai

pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Banyumas adalah sebagai berikut:

Petugas pengawas melakukan pengawasan langsung ke lokasi perusahan-

perusahaan sebagaimana diamanatkan oleh UU No.3 Tahun 1951, baik

pengawasan yang bersifat umum yang terdiri dari pengawasan pertama dan

berkala maupun pengawasan yang bersifat khusus yaitu pengawasan yang

dilakukan apabila ditemukan terjadinya pelanggaran. Pengawasan pertama

dilakukan pada perusahaan yang baru didirikan, pengaturannya terdapat dalam

Undang-Undang No.7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di

Perusahaan. Pengawasan berkala dilakukan pada perusahaan-perusahaan di

Kabupaten Banyumas dalam sebulan minimal 8 perusahaan, dalam melakukan

pengawasan petugas pengawas ketenagakerjaan secara bebas berhak memasuki

setiap tempat kerja yang dapat diawasi setiap saat, khususnya di tempat produksi

atau tempat dilaksanakannya pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerja terjamin

keselamatan dan kesehatan kerjanya. Apabila ada indikasi bahwa di perusahaan

tersebut terjadi pelanggaran, maka petugas pengawas dapat melakukan

pengawasan secara intensif untuk memeriksa bentuk pelanggaran seperti apa yang

terjadi dan sanksi apa yang akan diberikan.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

68

Sebelum melakukan pengawasan petugas pengawas wajib untuk:

1. memperkenalkan dirinya kepada pihak yang berwenang di perusahaan

yang akan diawasi;

2. menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya.

Pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas meliputi:

1. melakukan pemeriksaan secara meyeluruh di tempat kerja atau tempat

sedang dilangsungkannya suatu pekerjaan;

2. memeriksa kelengkapan alat pelindung diri pekerja;

3. memeriksa secara teliti/melakukan pengujian terhadap alat-alat

berbahaya yang dapat mempunyai resiko terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja pekerjansepert alat-alat mesin/pesawat/instalasi bejana

tekan/ketel uap dan alat berbahaya lainnya;

4. mengawasi secara langsung cara bekerja pekerja;

5. mengawasi secara langsung proses produksi yang sedang berjalan;

6. meminta keterangan secara langsung kepada pekerja.

2.2. Pemberian sanksi terhadap adanya pelanggaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, sebagai

pegawai pengawas Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Banyumas, pelanggaran banyak terjadi pada industri tradisional terutama masalah

fasilitas tempat kerja yang kurang sehat dan agak berbahaya. Hal ini disebabkan

karena kurangnya modal pada industri tradisonal. Terhadap permasalahan seperti

ini pegawai pengawas dituntut untuk mengambil kebijakan, disatu sisi mencari

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

69

pekerjaan adalah hak setiap orang sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 27

ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2), sedangkan disisi lain hal tersebut adalah

pelanggaran terhadap norma. Berkaitan dengan hal tersebut, pegawai pengawas

tidak serta merta menetapkan sanksi terhadap perusahaan/industri tradisional

tersebut. Berdasarkan beberapa pertimbangan, pegawai pengawas lebih

mengedepankan aspek pembinaan sehingga tidak serta merta memberikan sanksi,

hal ini berkaitan dengan kondisi Kabupaten Banyumas yang masih dalam tahap

daerah berkembang, meskipun begitu tidak menutup pula kemungkinan

penjatuhan sanksi yang berat berupa pencabutan izin hingga pencabutan usaha.

Hal tersebut dilakukan apabila pelanggaran yang terjadi sudah dianggap

keterlaluan atau membahayakan. Sedangkan bagi perusahaan yang sudah

berstandar ISO, jika terjadi pelanggaran terhadap undang-undang maka sanksi

diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mulai dari

sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana. Namun hingga saat ini di

Kabupaten Banyumas, belum ditemukan pelanggaran yang berujung pada

pemberian sanksi pidana, hanya sampai pada sanksi administrative.

2.3. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan pengawasan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, hambatan-

hambatan yang terjadi pada saat melaksanakan pengawasan, meliputi:

1. Kurangnya pegawai pengawas ketenagakerjaan, dengan jumlah

perusahaan yang harus diawasi dengan pegawai pengawas

ketenagakerjaan tidak sebanding;

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

70

2. Kurangnya sarana dan prasarana, misalnya alat pendeteksi debu

sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli;

3. Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya

indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran

terhadap perusahaan, perusahaan berat untuk memperbaiki dengan

alasan kurangnya dana.

B. PEMBAHASAN

Definisi administrasi negara menurut Utrecht yaitu gabungan jabatan-

jabatan (complex van ambten), alat administrasi yang dibawah pimpinan

pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.56 Hukum

Administrasi Negara dapat dirumuskan sebagai keseluruhan aturan hukum yang

mengatur hubungan hukum antar negara atau alat perlengkapannya yang mewakili

negara pada satu pihak dan rakyat merupakan pihak lain.

Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang menggambarkan Negara

dalam keadaan bergerak, dengan para pejabatnya melakukan hubungan hukum

istimewa di dalam rangka melakukan tugas-tugas mereka yang bersifat khusus.57

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

56 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, 1990,Ichtiar, Jakarta. hal 1

57 Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian cetakan kedua,1996, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal 2

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

71

Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri dari

tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan

merata baik materiil maupun spiritual.

UUD 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan

penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru memenuhi kelayakan

bagi kemanusiaan apabila keselamatan bagi pekerja sebagai pelaksananya dapat

terjamin. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat

kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar

kemanusiaan.58

Dikeluarkannya UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

merupakan wujud dari campur tangan pemerintah selaku pelaksana penyelenggara

negara untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja.

Pasal 4 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah :

1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional dan daerah;

3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;

4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga;

Secara umum hukum ketenagakerjaan merupakan sekumpulan peraturan

baik yang tertulis atau tidak tertulis yang bertujuan:

a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan;

b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang berlebihan dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan

58 Suma’mur P.K, Op Cit, hal 29.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

72

peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang dengan pihak tenaga kerja.59

Butir a dalam tujuan hukum ketenagakerjaan di atas menunjukan bahwa

tujuan dari hukum ketenagakerjaan adalah agar adanya pemerataan untuk saling

menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam

proses produksi untuk mencapai ketenangan kerja dan kelangsungan berusaha,

sedangkan butir b menunjukkan bahwa tenaga kerja mendapat perlindungan dari

pemerintah. Hal ini dilakukan agar pengusaha tidak melakukan tindakan yang

sewenang-wenang kepada pihak tenaga kerja.

Tujuan pokok hukum ketenagakerjaan adalah melaksanakan keadilan

sosial dalam hukum ketenagakerjaan, dan pelaksanaan dari keadilan sosial

tersebut adalah pemberian perlindungan terhadap buruh atau pekerja dari

kekuasaan pihak yang tidak terbatas yaitu pemberi kerja atau pengusaha.

Perlindungan tersebut diberikan oleh pemerintah melalui penetapan berbagai

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang bersifat memaksa.

Untuk menjamin pelaksanaan peraturan tersebut diperlukan adanya pengawasan.

Pengawasan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan upaya untuk menjaga

keseimbangan antara hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh, agar

peraturan dibidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Pengawasan

diartikan sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang

sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan

semestinya atau tidak. Dengan demikian pengawasan ditujukan untuk menjaga

agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dijalankan tetap berjalan semestinya

59 Sendjun H. Manulang, Op. cit, hal 2.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

73

sesuai dengan arah dan tujuan diberikannya dan dilaksanakannya tugas atau

pekerjaan tersebut. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010

menyebutkan bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi

dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan. Hal tersebut adalah sesuai apabila dikaitkan dengan hasil

penelitian nomor 1.3.

Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara pengawasan terhadap perbuatan

pemerintah dapat dilakukan dari berbagai sudut yaitu pengawasan oleh instansi

pemerintah yang lebih atas, oleh instansi yang mengambil keputusan itu sendiri,

oleh badan peradilan tata usaha negara maupun oleh warga masyarakat melalui

DPR atau oleh instansi yang khusus ditunjuk untuk mengadakan pengawasan.60

Hukum ketenagakerjaan merupakan ruang lingkup dari Hukum Administrasi

Negara, oleh karena itu berdaasarkan Hukum Administrasi Negara pengawasan

ketenagakerjaan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:

1. Ditinjau dari kedudukan badan atau organ yang melaksanakan

pengawasan.

Pengawasan ketenagakerjaan termasuk dalam pengawasan intern,

karena yang melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan adalah

pegawai pengawas ketengakerjaan

2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan.

Berdasarkan waktu dilaksanakannya pengawasan, pengawasan

ketenagakerjaan dapat digolongkan dalam pengawasan represif.

60 Marbun d.k.k, Op Cit, hal 268

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

74

Pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mengawasi

pelaksanaan undang-undang atau peraturan pemerintah yang

menyangkut bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independent guna menjamin

pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas

ketenagakerjaan termasuk organ pemerintah yang berperan sebagai badan

pengawas, bertugas memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan

terhadap perusahaan tentang pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang ketenagakerjaan yang merupakan suatu bentuk perlindungan

terhadap pekerja khususnya dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3). Perlindungan tersebut merupakan suatu wujud pengakuan terhadap hak-hak

pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan

memperhatikan keterbatasan dan kemampuan, baik fisik maupun non fisik. Dalam

Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap

pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja;

b. Moral dan kesusilaan; dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan

kesehatan kerja (Pasal 86 ayat 2 Undang-undang No.13 Tahun 2003)

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

75

Pengawasan merupakan proses atau serangkaian kegiatan pemantauan,

pemeriksaan dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang dihasilkan oleh sarana

sebagai sasaran. Proses ini secara keseluruhan berlangsung sebagai suatu sistem

yang di dalamnya terdapat beberapa unsur atau elemen yang saling berkaitan dan

atau saling berinteraksi sebagai suatu kesatuan.

Muchsan dalam bukunya Sistem Pengawasan Terhadap Aparat

Pemerintah dan Tata Usaha Negara berpendapat bahwa unsur-unsur tindakan

pengawasan adalah sebagai berikut.

a. Adanya kewenangan yang jelas dimiliki oleh semua aparat pengawas; b. Adanya suatu rencana yang mantap dan terprogram sebagai alat

penguji terhadap jalannya pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi; c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan

yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut;

d. Tindakan pengawasan tersebut berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya;

e. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut baik secara administrasi maupun secara yurisdis.61

Data hasil penelitian yang diperoleh penulis dikaitkan dengan pendapat

Muchsan mengenai unsur-unsur pengawasan dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelaksanaan pengawasan

terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas telah

memenuhi unsur-unsur pengawasan tersebut, seperti yang akan diuraikan sebagai

berikut:

1. Pengawas ketenagakerjaan sebagai aparat pengawas telah mempunyai

kewenangan yang jelas.

61 Muchsan , Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan

Tata Usaha Negara, 1992, Liberty, Yogyakarta.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

76

Kewenangan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 180 dinyatakan bahwa ketentuan

mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban serta wewenang

pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan tentang pengawasan

ketenagakerjaan yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1948 tentang Pengawasan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan

Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Dalam Undang-Undang

Nomor 3 tahun 1951, Pasal 2 ayat (2). Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2) pengawas

ketenagakerjaan dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pengawas

berwenang untuk :

a. Memasuki setiap tempat kerja dimana biasa dijalankan atau biasa

dijalankan pekerjaan;

b. Memperoleh semua data-data atau keterangan yang sejalas-jelasnya

tentang hubungan kerja serta keadaan perburuhan/ketenagakerjaan pada

umumnya di perusahaan yang bersangkutan;

c. Mengadakan wawancara dan atau menanyai pekerja atau buruh tanpa

adanya pihak ketiga (pengusaha).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 dalam

Pasal 12 menyatakan bahwa pengawas ketenagakerjaan berhak untuk :

a. Secara bebas memasuki semua tempat kerja yang dapat diawasi disetiap saat baik siang maupun malam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu;

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

77

b. Pada siang hari memasuki setiap tempat yang diperkiraan dapat diawasi dan;

c. Melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang perlu untuk meyakinkan bahwa ketentuan hokum benar-benar ditaati, dan khususnya: a. Memeriksa pengusaha atau pegawai perusahaan, baik sendiri atau

dengan kehadiran saksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan hukum.

b. Meminta buku-buku atau dokumen lain yang penyimpanannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau peraturan nasional mengenai kondisi kerja memastikan bahwa buku-buku atau dokumen tersebut sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan tersebut, dan untuk menyalin atau mengutip dokumen tersebut.

c. Mewajibkan pemasangan peringatan yang diharuskan oleh ketentuan hukum.

d. Mengambil atau membawa contoh bahan-bahan atau zat yang digunakan atau dipakai untuk dianalisa dengan pemberitahuan kepada pengusaha atau wakilnya.

Pengawasan ketenagakerjaan dalam rangka memperbaiki

penyimpangan yang terjadi di lapangan diberi kewenangan seperti yang

tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003,

kewenangan yang dimaksud adalah:

a. Memberi perintah untuk melakukan perubahan terhadap instalasi

bangunan sesuai dengan standar-standar keselamatan kerja;

b. Mengambil tindakan segera terhadap ancaman yang dapat mebahayakan

keselamatan dan kesehatan kerja.

Adapun kewajiban dari pengawas ketenagakerjaan sebagaimana

terdapat dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 adalah:

a. Merahasiakan segala sesuatu yang sifatnya patut dirahasiakan;

b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

78

Berdasarkan data penelitian nomor 1.3.2.,1.3.3. dan 1.3.4. serta 2.1.

maka pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas telah

mempunyai kewenangan yang jelas

2. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja,

berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja yaitu Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-Undang No.13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan

Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan, Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor: PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan

Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan

Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.PER-01/Men/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit

Akibat Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03/Men/98 Tentang Tata

Cara Pelaporan Pemeriksaan Kecelakaan dan Peraturan Presiden No.21 Tahun

2010 serta peraturan pelaksana lainnya.

3. Pelaksanaan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi

seluruh tempat tempat kerja, baik kantor maupun tempat dimana proses

produksi sedang berjalan.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

79

Pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan

meliputi semua tempat kerja, baik dalam proses produksi maupun memeriksa

alat-alat yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Dalam Pasal 4 huruf

d, disebutkan bahwa Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja

berwenang untuk mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-undang

Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya termasuk:

1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;

2. Lingkungan; 3. Sifat pekerjaan; 4. Cara kerja; 5. Proses produksi.

Apabila dalam pengawasan tersebut terdapat pelanggaran, maka

pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat memberikan tindakan langsung

terhadap adanya pelanggaran tersebut. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.2.

maka tindakan pegawai pengawas telah memenuhi unsur ketiga pendapat

Muchsan.

4. Hasil dari pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan

(K3) pekerja dicocokan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundangan yang mengatur tentang Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai

tolak ukurnya dan hasil tersebut dituangkan dalam nota pemeriksaan.

Hasil pengawasan secara umum yang telah dilaksanakan dituangkan

dalam bentuk laporan. Pengawas ketenagakerjaan harus memberikan laporan

secara periodik kepada kantor pengawas pusat. Berdasarkan Pasal 19 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003, laporan hasil pengawasan tersebut

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

80

harus dibuat dengan cara tertentu dan mencakup materi sebagaimana

ditetapkan dari waktu ke waktu oleh kantor pengawas pusat dan laporan

tersebut dilaporkan secara rutin sebagaimana ditetapkan oleh kantor pengawas

pusat dan paling tidak sekali dalam setahun. Dalam Peraturan Presiden No.21

Tahun 2010, hasil pelaksanaan pengawasan di Kabupaten/kota dilaporkan

kepada bupati/walikota (Pasal 10 Ayat 1), kemudian bupati/walikota

melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diwilayahnya

kepada gubernur (Pasal 10 Ayat 2).

5. Hasil pengawasan akan dilanjutkan dengan tindak lanjut secara administrasi

maupun secara yuridis.

Apabila dari hasil pemerikasaan tersebut terdapat penyimpangan atau

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan Tentang Pengawasan

Ketenagakerjaan, maka akan diberikan peringatan secara tertulis kepada

perusahaan yang bersangkutan. Namun, apabila sampai peringatan ketiga

tidak ada tindak lanjut dari perusahaan tentang pelanggaran tersebut maka

akan dilanjutkan dengan upaya paksa melalui jalur pengadilan.

Pelaksanaan pengawasan meliputi tugas, kewenangan dan kewajiban

pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap

Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja. Pelaksanaan pengawasan yang

dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Banyumas diatur dalam Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 yang terdapat

dalam Pasal 1 angka 4 yang menyebutkan bahwa unit kerja pengawasan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

81

ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unit kerja

pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kabupaten/Kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan

hasil penelitian data nomor 1.3. maka Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) telah memenuhi ketentuan Pasal 1

angka 4 Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010.

Berdasarkan hasil penelitian data nomor 1.3.4. dan data 2.1 apabila

dikaitkan dengan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang No.21 Tahun 2003

Tentang Pengesahan Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Dalam Industri

dan Perdagangan maka dapat disimpulkan bahwa pegawai pengawas

ketenagakerjaan Kabupaten Banyumas dalam pelaksanaan pengawasan terhadap

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya

dilakukan secara aktif oleh pegawai pengawas, tetapi juga perusahaan. Apabila

terjadi kecelakaan kerja, maka pengusaha wajib melaporkannya pada Dinas

Tenaga Kerja setempat, seperti yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan

Pemeriksaan Kecelakaan, disebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

82

melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi ditempat kerja yang dijumpainya.

Kecelakaan yang dimaksud tersebut terdiri dari :

a. Kecelakaan kerja;

b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;

c. Kejadian berbahaya lainnya.

Begitupula dalam hal perlindungan kesehatan bagi pekerja, pengusaha

wajib melaporkan pada Dinas Tenaga Kerja apabila dalam pemeriksaan kesehatan

pekerja ditemukan penyakit akibat kerja, sebagaimana Pasal 2 Ayat 1 Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 Tentang

Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, disebutkan bahwa apabila dalam

pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per

02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus

dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor

Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga

Kerja setempat.

Berdasarkan uraian tersebut, pengawas ketenagakerjaan sebagai organ

pemerintah berperan sebagai badan pengawas yang bertugas memberikan

penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan terhadap perusahaan tentang

pelaksanaan ketentuan tentang peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan juga berperan sebagai aparat

penegak hukum bidang ketenagakerjaan yaitu bertugas sebagai penyidik pegawai

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

83

negeri sipil yang melakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan dibidang ketenagakerjaan.

Pengawas ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat penting

sehingga pengawasan ketenagakerjaan harus dilaksanakan seoptimal dan seefektif

mungkin. Untuk mengoptimalkan peranan pengawas ketenagakerjaan, harus

diperhatikan sumber daya dari aparat yang melaksanakan pengawasan tersebut.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

SE.918/MEN/PPK-SES/IX/2004 tentang pelaksanaan pengawasan

ketenagakerjaan di propinsi dan kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan tugas

pengawasan ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan harus diangkat atau

ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas usul Gubernur,

Bupati/Walikota setelah bersangkutan dinyatakan lulus diklat teknis pengawas

ketenagakerjaan. Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat sebagai pengawas

ketenagakerjaan dituntut untuk dapat menguasai dan mengikuti perkembangan

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini

sebaiknya kantor pengawas pusat (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)

mengedarkan atau mendistribusikan secara cepat peraturan perundang-undangan

yang terbaru agar pengawas ketenagakerjaan dapat melaksanakan tugas secara

optimal.

Peranan pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal juga dapat

disimpulkan dari data 1.5 dan 1.6 diperbandingkan antara kegiatan usaha yang

diawasi pengawas ketenagakerjaan dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten

Banyumas di berbagai kegiatan usaha yang mencapai 24.333 orang pekerja

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

84

dengan Sumber Daya Manusia pengawas ketenagakerjaan yang terbatas yaitu 3

orang, 2 (dua) orang pegawai pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai

pengawas spesialis yang dapat dilihat pada hasil penelitian nomor 1.4.1.

Pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pengawasannya mendapat

beberapa hambatan yaitu hambatan dari faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor Intern

Hambatan faktor intern berasal dari pihak pengawas ketenagakerjaan itu

sendiri, faktor-faktor tersebut adalah:

a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi debu sehingga

dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli.

Pengawas ketenagakerjaan wajib melakukan tindakan pengawasan pada

perusahaan-perusahaan yang menjadi lingkup tugasnya.

b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah perusahaan

yang harus diawasi dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak

sebanding.

Jumlah pengawas ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya 3 orang, 2 (dua) orang pegawai

pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis ini tidak

seimbang dengan jumlah perusahaan atau kegiatan usaha yang mencapai

799 dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai

kegiatan usaha adalah 24.333 orang pekerja. Berdasarkan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 tahun 1984 pengawas ketenagakerjaan

harus melakukan pengawasan minimal terhadap 8 perusahaan dalam

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

85

jangka waktu 1 bulan. Dengan perbandingan jumlah pengawas

ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Banyumas dengan jumlah perusahaan yang ada tidak seimbang

dengan Sumber Daya Manusia pangawas ketenagakerjaan yang hanya 3

orang. Hal ini berarti peranan pengawasan ketenagakerjaan terhadap

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten

Banyumas belum optimal.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Penegsahan Konvensi

ILO Nomor 81 mengenai pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan

perdagangan dalam Pasal 10, disebutkan bahwa jumlah pengawas

ketenagakerjaan harus mencukupi untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas

pengawasan yang efektif dengan mempertimbangkan:

a. Pentingnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pengawas, khususnya: a) Jumlah, sifat, ukuran, dan situasi tempat kerja yang diawasi; b) Jumlah dan klasifikasi pekerja/buruh ditempat kerja yang

bersangkutan; dan c) Jumlah serta kerumitan ketentuan hukum yang harus ditegakan.

b. Sarana material yang dapat dipergunakan oleh pengawas c. Kondisi praktis agar kunjungan pengawasan dapat dilaksanakan secara

efektif

Dalam Pasal 11 juga disebutkan bahwa pihak yang berwenang

menerapkan pengaturan yang diperlukan agar pengawas ketenagakerjaan

memiliki:

a. Kantor lokal yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai

sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan dapat dipakai oleh semua

orang yang terkait;

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

86

b. Fasilitas transportasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas

mereka, apabila transportasi umum tidak tersedia.

Secara jelas dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003

tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan

Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan menyebutkan bahwa

jumlah pengawas ketenagakerjaan harus mencukupi atau dengan kata lain

sebanding dengan perusahaan atau kegiatan usaha yang diawasi dalam

wilayah tersebut. Sampai saat ini peraturan yang diamanatkan dalam Pasal 10

dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003 belum terbentuk.

Padahal peraturan tersebut sangat diperlukan sebagai upaya untuk menjunjung

peningkatan mutu dan profesionalisme pengawas ketenagakerjaan.

2. Faktor ekstern

Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya indikasi

kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran terhadap perusahaan,

perusahaan berat untuk memperbaiki dengan alasan kurangnya dana.

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

87

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Peranan pengawasan ketenagakerjaan terhadap Pelaksanaan

Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas

belum optimal, hal ini disebabkan oleh jumlah pengawas

ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah perusahaan atau

kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas. Dinas Sosial, Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya mempunyai 3 orang

pegawai pengawas ketenagakerjaan, 2 (dua) orang pegawai pengawas

umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis. Hal ini menjadi

kendala dalam pelaksanaan penegakan hukum ketenagakerjaan.

2. Faktor-faktor yang menghambat dalam melaksanakan pengawasan

Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas

adalah:

1. Faktor Intern

a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi

debu sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas

harus jeli.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

88

b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah

perusahaan yang harus diawasi dengan pegawai pengawas

ketenagakerjaan tidak sebanding.

2. Faktor ekstern

Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan

adanya indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun

teguran terhadap perusahaan, perusahaan tersebut berat untuk

memperbaiki dengan alasan kurangnya dana.

B. Saran

Salah satu fungsi pengawasan ketenagakerjaan adalah menjamin

penegakan hukum ketenagakerjaan. Untuk dapat melaksanakan tugas dan

funsinya secara optimal, pengawasan ketenagakerjaan perlu ditunjang oleh :

1. Sumber daya manusia sebagai aparat pengawas ketenagakerjaan,

dalam hal ini adalah jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan yang

harus sesuai atau sebanding dengan jumlah perusahaan atau kegiatan

usaha yang ada di suatu wilayah.

2. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelaksnaan

tugas pengawas ketenagakerjaan lebih memadai.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

89

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... iii

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

ABSTRACK .................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian............................................................................... 9

D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan

1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ......................................... 11

2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan ................................. 16

3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan ............................ 18

B. Pengawasan Ketenagakerjaan

1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya ................................... 24

2. Pengawasan Ketenagakerjaan ................................................... 26

3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas ....................................... 28

C. Perlindungan Kerja

1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya ............................ 31

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ............................................ 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 44

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

90

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................. 49

1. Data Sekunder ............................................................................. 49

1.1. Gambaran Umum Tentang Kabupaten Banyumas ................. 49

1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor

DINSOSNAKERTRANS Kabupaten Banyumas ................... 50

1.3. Pengawasan Ketenagakerjaan oleh DINSOSNAKERTRANS

Kabupaten Banyumas ........................................................... 60

1.4. Jumlah Pegawai Pengawas di DINSOSNAKERTRANS

Kabuapten Banyumas ........................................................... 64

1.5. Jumlah Kegiatan Usaha di Kabupaten Banyumas .................. 66

1.6. Jumlah Pekerja di Kabupaten Banyumas ............................... 66

1.7. Jumlah Kecelakaan Kerja Tahun 2010/2011.......................... 66

2. Data Primer .................... 67

Pelaksanaan Pengawasan K3 oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ..... 67

Pemberian Sanksi Terhadap Adanya Pelanggaran ...................................... 68

Hambatan-hambatan Dalam Melakukan Pengawasan ................................. 69

B. Pembahasan....................................................................................... 70

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 87

B. Saran ................................................................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

91

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Abdullah, Rozali. 1996. Hukum Kepegawaian cetakan kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia. Bogor. Ghalia Indonesia Asikin, Zaenal dkk. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada. Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT.

Raja Grafido Persada. _________. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui

Pengadilan dan Diluar Pegadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. Khakim, Abdul. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra

Aditya Bhakti. Manulang, H. Sendjun. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta:

Rineka Cipta. Marbun dkk. 2001. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara.

Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. Muchsan. 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan

Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty. Rusli, Haridjan. 2004. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia Sapoetra, G. Karta dan RG Widiaingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan.

Bandung: Armico Bandung. Simanjuntak, Payaman J. 2003. Undang-Undang Yang Baru Tentang

Ketenagakerjaan. Jakarta: Kantor Perburuhanan Internasional. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta: Alumni.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

92

Suma’mur P.K. 1981. Higene Perusahaaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

____________. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:

CV Haji Masagung. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Utrecht. 1990. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: Ichtiar Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan No. 23 Tahun 1948

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention

No.81 Concerning Labour Inspection In Industry and Commerce (Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.03/MEN/1978

Tentang Persyaratan, Penunjukan, dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981

Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara

Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan

Ketenagakerjaan

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/Draft arini.pdf · keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi

93

Sumber lain

http://www.wikimu.com/News. ikhwan kunto alfarisi. diakses tanggal 24 November 2010

http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011

http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011

http://medizton.wordpress.com/pengawasan-penegakkan-dan-sanksi-han. diakses tanggal 10/06/2011

Buchari, http://reponsitory.usu.ac.id/, Manajamen Kesehatan Kerja dan Alat Perlindung Diri. Diakses tanggal 22/06/2011

http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-pidana-ketenagakerjaan. diakses tanggal 2/08/2011