bab i pendahuluan a. latar belakang masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/bab i, ii,...

109
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang tentang pemasyarakatan telah dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan merupakan satu kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum pemidanaan. Sayangnya masalah pemidanaan merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal hal tersebut berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan dapat dijatuhkannya pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Bagian yang terpenting suatu kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah stesel pidananya. Stesel pidana yang terdapat dalam KUHP tersebut dapat dijadikan ukuran sampai seberapa jauh tingkat peradaban suatu bangsa yang bersangkutan. Stesel pidana tersebut memuat aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat aturan tentang ukuran dan pelaksanaan pidana itu. Dari jenis, ukuran dan cara pelaksanaannya itu dapat dinilai bagaimana sikap bangsa itu melalui pembentukan undang-undangnya dan pemerintahannya terhadap warga negara masyarakatnya sendiri atau terhadap orang asing yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan pidana. 1 1 Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hlm 21.

Upload: trinhdung

Post on 17-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penjelasan Undang-Undang tentang pemasyarakatan telah

dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan merupakan satu kesatuan penegakan

hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari

pengembangan konsepsi umum pemidanaan. Sayangnya masalah pemidanaan

merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan

hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal hal tersebut

berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan dapat

dijatuhkannya pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah

yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Bagian yang terpenting suatu kitab

Undang-Undang Hukum Pidana adalah stesel pidananya. Stesel pidana yang

terdapat dalam KUHP tersebut dapat dijadikan ukuran sampai seberapa jauh

tingkat peradaban suatu bangsa yang bersangkutan. Stesel pidana tersebut memuat

aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat aturan tentang ukuran

dan pelaksanaan pidana itu. Dari jenis, ukuran dan cara pelaksanaannya itu dapat

dinilai bagaimana sikap bangsa itu melalui pembentukan undang-undangnya dan

pemerintahannya terhadap warga negara masyarakatnya sendiri atau terhadap

orang asing yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan pidana.1

1 Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hlm 21.

2

1. Vos: Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan

undang-undang.

2. Van Hammel: Delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-

hak orang lain.

3. Simons: Delik dalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja boleh seseorang yang

tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-

undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.2

Telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum

D. Simons menyebutkan bahwa unsur-unsur dari tindak pidana (strafbaar feit)

terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, unsur objektif dan unsur subjektif. Terhadap unsur-

unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut :

1. Unsur Subjektif

Unsur subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku.

a) Orang yang mampu bertanggung jawab;

b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan itu harus

dilakukan dengan kesalahan.

2. Unsur Objektif

Unsur obyektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri

atas:

a) Perbuatan manusia, berupa:

i. Perbuatan positif atau perbuatan negatif;

ii. Berbust atau tidak berbuat atau membiarkan.

b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;

c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.3

Dengan melihat pendapat di atas, maka dapat disimpulkan tindak pidana

adalah perilaku manusia yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan

sanksi pidana. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

merupakan induk dari sistem pelaksanaan pidana penjara dengan sistem

pemasyarakatan, kemudian pengaturan khusus dalam pembinaan narapidana yang

merupakan bagian dari warga binaan pemasyarakatan diatur

2 Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses

tanggal 6 Maret 2012. 3 Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm.

40-41.

3

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah Nomor

32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan memberikan penjelasan mengenai sistem pemasyarakatan yaitu

sebagai berikut:

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan

batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat

diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga

yang baik dan bertanggungjawab”.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana peraturan yang lebih

khusus mengatur mengenai pelaksanaan pembinaan narapidana memberikan

pengertian mengenai pembinaan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu sebagai berikut:

“Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan”.

Mengenai tujuan pemidanaan di dalam hukum pidana dikenal dengan

adanya Teori Pembalasan, Teori Tujuan dan Teori Gabungan. Van Bemmelen

seorang ahli pidana menganut teori gabungan mengatakan sebagai berikut:

“Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan

masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan mengamankan dan

memeliharan tujuan. Jadi pidana dan tindakan bertujuan

4

mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan

bermasyarakat”4

Pembinaan dan Pembimbingan tersebut ialah kegiatan pembinaan dan

pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan

dengan:

1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;

3. Intelektual;

4. Sikap dan perilaku;

5. Kesehatan jasmani dan rohani;

6. Kesadaran hukum;

7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;

8. Keterampilan kerja;

9. Latihan kerja dan produksi.5

Di jaman era globalisasi ini terjadi peningkatan tindak kejahatan yang

dilakukan oleh wanita kian meningkat. Latar balakang mereka melakukan suatu

kejahatan atau tindak pidana sangatlah berfariasi, misalnya karena latar balakang

ekonomi, salah dalam lingkungan pergaulan, kurangnya pengawasan dan

perhatian dari orang tua serta masih banyak lainnya. Narapidana wanita yang

melakukan tindak pidana dibina di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga dengan tujuan narapidana wanita tersebut dapat menjadi warga

negara yang baik. Narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas

II B Purbalingga diberi pembelajaran keterampilan agar setelah ia kembali ke

dalam lingkungan masyarakat narapidana tersebut mempunyai bekal keterampilan

dimana ditujukan agar dapat membantu perekonomian di dalam keluarganya.

4 Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya

Paramit. Hlm. 32. 5 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

5

Dalam perkembangan kejahatan akhir-akhir ini tidak sedikit wanita yang

terlibat dalam tindak kejahatan yang sebelumnya hanya lazim dilakukan laki-laki,

misalnya ikut serta dalam penodongan, perampasan kendaraan bermotor,

pembunuhan atau bahkan otak perampokan. Maka citra wanita yang seolah-olah

lebih bertahan terhadap kejahatan mulai pudar. Kenyataan ini menimbulkan

keprihatinan di sementara kalangan wanita, sebab sampai sekarang secara diam-

diam wanita dianggap sebagai benteng terakhir meluasnya kriminalitas.

Belum lama ini marak kejahatan atau dugaan penipuan yang dilakukan

kaum wanita. Hot news yang mengemuka diberbagai media massa sekarang

adalah kasus penipuan bernilai ratusan juta hingga belasan miliar rupiah yang

dilakukan dua sosok wanita. Pertama adalah Selly Yustiawati, lewat aksi tipu-

tipunya yang mampu meraup ratusan juta rupiah. Kedua Melinda Dee, wanita

cantik yang menjadi petinggi salah satu bank terkenal. Dengan gaya

white collar crime, Melinda disebut telah menggelapkan uang nasabah di bank

tempat dia bekerja hingga mencapai kisaran Rp 17 miliar. Kedua wanita tersebut

hingga kini masih menjadi sorotan media massa, seiring proses penanganan

kasusnya yang terus bergulir.6

Masyarakat yang sehat mempunyai daya tahan yang cukup terhadap

kejahatan, baik dilakukan oleh masyarakat itu sendiri maupun orang luar. Disetiap

negara pasti ada kejahatan, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang

seperti di Indonesia. Kejahatan tidak akan lenyap dengan sendirinya namun

demikian perlu dilakukan usaha-usaha penanggulangan terhadap kejahatan. Salah

6Iqbal Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin Berani,

http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanita-kini-

semakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

6

satu cara untuk menanggulangi kejahatan ialah dengan cara menerapkan hukum

pidana.

Menurut ketentuan dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) yang termasuk pidana pokok dan pidana tambahan adalah :

a. pidana pokok:

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana Kurungan;

4. Pidana Denda.

b. pidana tambahan:

1. Pencabutan hak-hak;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem

pemasyarakatan, suatu pernyataan di atas sebagai arah tujuan, pidana penjara

dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina narapidana.7

Pembinaan kepada warga binaan narapidana di dalam Rumah Tahanan Negara

(RUTAN), tidak akan berjalan baik jika Rumah Tahanan Negara (RUTAN) tidak

tertib. Mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mengemukakan,

masalah kelebihan kapasitas yang dialami hampir seluruh Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) di Indonesia mengakibatkan suasana yang padat (crowded), sehingga

proses pembinaan tidak berjalan dengan baik.8

Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap

para pelanggar hukum, yang dihuni oleh pencuri, perampok, penipu, pembunuh,

tetapi juga ditempati oleh pemakai, kurir, pengedar dan bandar narkoba dan

7 Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung:

PT Refika Aditama. Hlm. 97-98. 8Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan.

Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=885&Ite

mid=54 on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

7

sebagai suatu keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau

pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan

masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai

dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan didasarkan oleh UU No 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan. Undang-undang pemasyarakatan itu menguatkan usaha-

usaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan

pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan.

Secara umum, Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan

adalah dua lembaga yang memilik fungsi berbeda, meski berbeda pada prinsipnya,

Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan memiliki beberapa

persamaan. Kesamaan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di

antaranya, baik merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pasal 2 ayat

(1) PP No. 58 Tahun 1999. Selain itu, penempatan penghuni Rumah Tahanan

Negara maupun Lembaga Pemasyarakatan sama-sama berdasarkan penggolongan

umur, jenis kelamin, dan jenis tindak pidana atau kejahatan, dalam Pasal 12

Undang-undang No. 12 Tahun 1995 dan Pasal 7 PP No. 58 Tahun 1999 tentang

Syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggungajawab

perawatan tahanan. Sebagai tambahan, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) jo.

Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat

menetapkan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara.

Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.

M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan

8

Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, maka Lembaga Pemasyarakatan dapat

beralih fungsi menjadi Rumah Tahanan Negara, dan begitu pula sebaliknya.9

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983, di tiap kabupaten

atau kotamadya dibentuk Rumah Tahanan Negara. Namun kondisi yang terjadi di

Indonesia saat ini Rumah Tahanan Negara difungsikan untuk menampung

narapidana seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan disebabkan kabupaten dan

kotamadya belum memiliki Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat kita ketahui

dengan cara mengakses secara online disitus smslap.ditjenpas.go.id, disinilah kita

dapat mengetahui dengan detail Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga

Pemasyarakatan di seluruh Indonesia.

Mengingat kondisi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang ada di

Indonesia berdasarkan informasi dari berbagai sumber telah melebihi kapasitas,

karenan terdakwa yang telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN), yang seharusnya pindah dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) untuk

menjalani hukuman ke Lembaga Pemasyarakatan, banyak yang tetap berada di

dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) hingga masa hukuman mereka selesai.

Pembinaan terhadap narapidana diharapkan agar mereka mampu

memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.

Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk

menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar

warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi

tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian jika warga binaan di

9Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line diakses tanggal 6

Maret 2012.

9

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelak bebas dari hukuman, mereka dapat

diterima kembali oleh masyarakat, lingkungannya dan dapat hidup secara wajar

seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar hanya efek jera saja

melainkan juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga

binaan yang ada di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN).

Walaupun hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi

dan misi pemasyaratan sebagai tempat pembinaan narapidana, agar

keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu bagi

kita untuk sejenak melihat kembali tujuan pengadaan Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana

kelak menjadi lurus, lebih baik dan siap terjun kembali ke dalam masyarakatan.

Hukum itu sendiri sebenarnya sudah memberi peringatan bahwa barang

siapa yang mengadakan pelanggaran hukum baik itu laki-laki ataupun wanita

dapat dihukum yang sesuai dengan perbuatannya. Hal tersebut telah dijelaskan di

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 2, yang merumuskan

sebagai berikut:

“Ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi orang

yang dalam Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum

(peristiwa pidana).”

Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh

pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai

Undang-undang No. 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani

pidana dimana mereka yang kehilangan kemerdekaannya tetapi hanya untuk

sementara waktu dalam menjalani hukuman yang telah di vonis oleh pengadilan

10

di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Walaupun terpidana kehilangan

kemerdekaannya, tetapi masih adanya hak-hak narapidana yang tetap dilindungi

dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.

Atas dasar uraian di atas penulis berkeinginan untuk melakukan

penelitian lebih jauh tentang “PELAKSANAAN PEMBINAAN

NARAPIDANA WANITA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN)

KELAS II B PURBALINGGA” (studi di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Pubalingga).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga?

2. Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat pelaksanaan

pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga.

C. Tujuan Penelitian

Adapun berkaitan dengan permasalah yang telah dirumuskan maka

penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana penegak hukum terhadap pelaksanaan

pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas

II B Purbalingga.

11

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat yang dihadapi

dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan kita semua

tentang pentingnya mengetahui bagaimana suatu proses pelaksanaan

pembinaan didalam Rumah Tahana Negara (RUTAN).

b. Untuk memberikan informasi kepada kita semua, bahwa Rumah

Tahanan Neagara bukan hanya sebagai tempat menghukum

terpidana saja, tetapi untuk menjalani pelaksanaan pembinaan

kepada para narapidana wanita agar dapat kembali bermasyarakat

setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN).

2. Kegunaan Praktis

a. Untuk memberikan masukan dan sumbangan pikiran yang berguna

bagi civitas akademika maupun masyarakat tentang pentingnya

pembinaan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) khususnya

bagi narapidana wanita.

b. Untuk memberikan informasi dan kepada para penegak hukum,

khususnya para petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) agar

dapat membimbing dan membina para narapidana wanita dengan

layak dan sesuai aturan yang berlaku.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Tentang Rumah Tahanan Negara

A. Sejarah Rumah Tahanan Negara

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat untuk melakukan

pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.

Sebelum dikenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia, tempat

tersebut di kenal dengan istilah penjara. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman).

Penghuni Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah warga binaan

pemasyarakatan bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang

tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau

tidak oleh hakim, maupun dengan status narapidana.

Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan

tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di sebut dengan Petugas

Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep

pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada

tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya

melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah

mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada

tahun 2005, jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia mencapai

97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.

13

Serta perlu kita ketahui pada tahun 2012 jumlah Lembaga Pemasyarakatan dan

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia berjumlah sebanyak 428 dengan

jumlah penghuninya 144 ribu orang, dan jumlah petugas Lembaga

Pemasyarakatan dan Runmah Tahanan Negara seluruh indonesia pada tahun 2012

ada 30 ribu orang.10

Namun demikian sejarah dari penjara kelembaga pemasyarakatan tak

serta-merta ada begitu saja, tapi ternyata telah melalui proses panjang yang cukup

berliku-liku dimulai sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17

Agustus 1945 yang itu tentu dalam upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum

baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang menjalani

pidana. Upaya tersebut tidak hanya terjadi pada bangsa kita, tapi juga pada

bangsa-bangsa lain sejalan dengan pergerakan kemerdekaannya terutama setelah

perang dunia kedua.11

Pergerseran sistem pelaksanaan pidana penjara dari sistem pemenjaraan

menjadi sistem pemasyarakatan telah memberikan perubahan besar dalam konsep

pemidanaan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas

dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat

pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara

bagi anak yang bersalah secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem

dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dam reintegrasi sosial

10 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan,

http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses tanggal 6 Maret

2012. 11

Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia,

http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapas-napi-juga-

manusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012.

14

agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk

melakukan tindak pidana dan kembali menjadi Warga Binaan Masyarakat yang

bertangungjawab bagi diri sendiri, keluarga dan Lingkungan masyarakatnya.12

B. Pengertian Rumah Tahanan Negara

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat tersangka atau

terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan

unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(dahulu Departemen Kehakiman). Rumah Tahanan Negara (RUTAN) didirikan

pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula

cabang Rumah Tahanan Negara. Di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN),

ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.13

Apa yang terlintas dibenak kita ketika mendengar kata penjara, sebuah

tempat yang sangat menakutkan bagi tahanan maupun narapidana karena harus

dikurung dalam jeruji besi sehingga tentu saja tidak bisa kemana-mana, seperti

yang sering kita saksikan dalam keseharian misalkan contoh dari penjara dimana

penjara konon atau dahulu, berasal dari kata penjera, yang itu berarti tempat untuk

membuat orang jera.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia penjara adalah bangunan tempat

untuk mengurung orang yang terkena hukuman, bui, Lembaga Pemasyarakatan.

Istilah yang terakhir yaitu Lapas, kurang akrab ditelinga, tapi kedengarannya tidak

12

Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 13

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara,

http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

15

seseram dengan penjara. Lembaga Pemasyarakatan adalah bangunan tempat

mengurung orang yang sudah divonis, sedangkan orang yang belum divonis

ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN).14

Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan kedudukannya

kini dalam kondisi yang paradoks, dimana pada satu sisi harus memperhatikan

hak-hak penghuni dan di sisi lain petugas harus dapat melaksanakan ketertiban

dan penegakan hukum. Apalagi sekarang seiring era reformasi bergulir di negeri

ini wacana hak asasi manusia begitu gencarnya ditegakkan, baik itu dari lembaga

swadaya masyarakat, praktisi hukum, bahkan sampai pada masyarakat umum

dengan penerapan program bernama keluarga sadar hukum (kadarkum).

Narapidana adalah orang yang melakukan kejahatan sehingga

mengharuskan dirinya dikurung dalam penjara. narapidana adalah manusia, dan

sangat wajar kalau mereka tetap ingin diperlakukan sebagai manusia.

Sebagaimana pernah ditegaskan Sahardjo tiap orang adalah manusia dan harus

diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan

pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa

ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.15

C. Fungsi Rumah Tahanan Negara

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) mempunyai tugas melaksanakan

perawatan terhadap tersangka atau terdakwa untuk melaksanakan tugas tersebut di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang mempunyai fungsi sebagai berikut:

14

W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Hlm 150. 15

Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

16

1. Memberikan pelayanan terhadap tahanan;

2. Memberikan pemeliharaan keamanan dan tata tertib;

3. Memberikan pengelolaan terhadap tahanan;

4. Memberikan urusan tata usaha kepada tahanan.

Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya

organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan

daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia

dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber

daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu

tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) untuk mendapatkan suatu pembinaan untuk bekal saat

tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan masyarakat.

2. Tinjauan Tentang Pembinaan

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, beradab dan sangat

menjunjung tinggi hukum. Dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung konsep tujuan negara

baik secara khusus maupun umum. Secara khusus, tujuan negara adalah untuk

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa,

sedangkan secara umum adalah untuk ikut melaksanakan ketertiban yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.16

Pencapaian

tujuan itu tentulah harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa termasuk

dalam konsep pemidanaan, pelaksanaan dan pembinaannya.

16

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma. Hlm. 160-161.

17

Secara umum tujuan pembinaan maupun pemidanaan tersebut dapat

dikategorikan menjadi dua teori besar yaitu teori pembalasan (absolut/retribusi)

yang lebih menekankan bahwa pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah

melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, artinya setiap kejahatan harus

diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar-menawar dan teori tujuan

(utilitarian) yang memandang bahwa pidana bukanlah sekedar untuk melakukan

pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak

pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Pidana

dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang melakukan kejahatan)

melainkan ne peccatum (supaya orang tidak melakukan kejahatan). Dalam

perkembangan pembinaan dan pemidanaan kemudian muncul pemikiran

mengenai teori ketiga yaitu teori gabungan yang menganggap bahwa pembalasan

sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu

pembalasan yang adil, namun lebih berpendirian pada perbuatan yang dilakukan

dengan pidana yang di jatuhkan.17

Dalam proses pembinaan narapidana oleh Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) dibutuhkan adanya suatu sarana dan prasarana pedukung guna

mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi:

A. Sarana Gedung Rumah Tahanan Negara

Gedung Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan representasi

keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung

proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri sebagian besar

17 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Hlm. 10.

18

bangunan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan warisan kolonial,

dengan kondisi infrastruktur yang terkesan angker dan keras. Tembok yang tinggi

mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram bagi penghuninya.

Dengan demikian adanya contoh tentang keadaan sarana gedung Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) tepatnya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas

II B Purbalingga ini yang melebihi kapasitas. Dari 4 narapidana wanita, walaupun

adanya pemisahan tempat antara narapidana laki-laki dengan narapidana wanita.

Mantan Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga Hernowo Sugiastanto mengatakan kondisi Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B di Purbalingga sudah melebihi kapasitas dan hapir diseluruh

Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang

Kapasitas idealnya 80 orang namun karena tidak memungkinkan diisi hingga 120

orang. Serta jumlah ruangan perkamar yang idealnya untuk 12 orang terpaksa

harus diisi 20 orang hingga 24 orang.18

Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

merencanakan untuk ikut melakukan pembenahan Rumah Tahanan Negara

(RUTAN). Pada kepemimpinan Bupati Triono Budi Sasongko, Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga direncanakan dipindah diwilayah

pinggiran kota Purbalingga tidak dipusat kota seperti saat ini. Selain itu Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) yang dilengkapi dengan pelatihan baik pelatihan

perbengkelan, pelatihan pertanian, perikanan, dan pelatihan usaha lainnya.

18

http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi

kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012.

19

Perpindahan itupun dipertimbangkan agar fasilitas Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) lebih manusiawi. Lokasi Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B yang berada persis dipojokan alun-alun Purbalingga itu seringkali

membuat rasa tidak manusiawi penghuninya, dikarenan ketika ada acara yang

diselenggarakan di alun-alun yang biasanya ramai misalkan acara hiburan

pengajian akbar, orkestra, dan tontonan-tontonan lainnya penghuni Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga atau narapidana hanya dapat

mendengarkan saja dari dalam.19

B. Pembinaan Narapidana Wanita

Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan

bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi,

seandainya berfungsipun, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang

diproduksi.

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) dilaksanakan secara intra mural (didalam Rumah Tahanan Negara) dan

secara ekstra mural (diluar Rumah Tahanan Negara). Pembinaan ekstra mural

yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) disebut asimilasi, yaitu

proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi

persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat.

Narapidana wanita diberikan bimbingan pemasyarakatan dimana yang

dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan diharapkan narapidana yang telah

19

http //radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012.

20

melaksanakan bimbingan mempunyai pelaksanaan lebih menonjol daripada

sebelum ia masuk ke dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Pengetahuan

kolerasi antara kedudukan wanita dan kriminalitas perlu juga mendapatkan

perhatian sebab peranan wanita dalam masyarakat sekarang lebih menonjol

daripada tahun-tahun sebelumnya.

C. Petugas Pembinaan di Rumah Tahanan Negara

Berkenaan dengan masalah petugas pelaksanaan pembinaan Rumah

Tahanan Negara (RUTAN), ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat

menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri. Mengingat sebagian

besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan

pembinaan dengan pendekatan baik yang dapat menyentuh perasaan para

narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Secara umum kinerja petugas pada Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga belum maksimal. Hal ini dapat diketahui masih tingginya

individualismenya antar sub seksi dalam interen organisasi yang berakibat

kurangnya kerjasama dalam berorganisasi meningkatkan pembinaan terhadap

binaannya, kurang baiknya koordinasi dengan instansi penegak hukum dan

kurangnya sarana dan prasarana kerja yang mana dalam pelaksanaan tugas masih

menggunakan sistem manual berakibat pelayanan menjadi lamban dan tidak

maksimal.

Padahal pada perkembangan jaman teknologi sekarang ini yang

mengunakan sistem informasi manajemen dengan dukungan teknologi

komputerisasi, Internet dan lain-lain yang serba canggih dan modern belum

21

tersedianya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Akibat dari hal tersebut diatas

pelaksanaan tugas pokok serta petugas di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

belum sesuai harapan dimana masih banyak diterima keluhan warga binaan

pemasyarakatan dan masyarakat dalam pemberitaan media massa perihal

pelaksanaan pembinaan yang kurang sempurnanya. pelaksanaan petugas dalam

melakukan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga yang masih bersifat negatif, walaupun sudah banyak melakukan

pembenahan-pembenaha yang lebih berarah positif.

Sistem kepenjaraan kita yang sebelumnya menganut berbagai

perundangan warisan kolonial, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan UUD 1945,

telah berangsur dirubah dan diperbaiki dimana perbaikan itu meliputi petugas

serta cara melakukan pelaksanaan pembinaan kepada narapidana. kemudian

didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan.

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan

penjeraan telah dihapus dan diubah dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi

sosial.

Dimana sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah dari sistem

kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Perubahan dari Rumah Penjara

menjadi Lembaga Pemasyarakatan, bukan semata-mata hanya secara fisik

merubah atau mendirikan bangunannya saja, melainkan yang lebih penting

menerapkan konsep pemasyarakatan dengan cara membekali petugas dalam

melakukan pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Serta

perubahan fisik Rumah Tahanan Negara (RUTAN) baru justru berbeda dengan

22

konsep pemasyarakatan. Disini dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan, dengan berbagai peraturan pelaksanaannya

telah sesuai dengan tahun 1964, dan pesan moral UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa sistem pembinaan dilaksanakan berdasarkan

azas dibawah ini:

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelajaran;

c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-

orang tertentu.

Dalam pembinaan terhadap narapidana tidak boleh mengesampingakan

hak-hak yang dimilik oleh narapidana itu sendiri, karena hak-hak narapidana

dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, dalam Pasal 14 Undang-

Undang tersebut mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana.

Adapun hak-hak tersebut yaitu:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas dan;

23

m.mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Selanjutnya pelaksanaan pembinaan diharapkan agar mereka mampu

memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.

Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk

menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pelaksanaan

pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta

tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Begitu pentingnya

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) serta petugas-petugas yang melakukan

pelaksanaan pembinaan terhadap narapidananya.

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif

dengan pendekatan yuridis sosiologis. Yang dimaksud dengan metode kualitatif

adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriftif-analitis, yaitu

apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga

perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai kesatuan yang utuh.

Dengan kata lain seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah

semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk

memahami kebenaran tersebut.20

Metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, yaitu

pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri

adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu

juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di

masyarakat. Keajegan-keajegan (empirical regularitis) karena mengkonstruksi

hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri didalam praktek.21

B. Metode Survei

Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk

mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam

daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 250. 21

Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 11.

25

memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Penelitian survei merupakan

kegiatan penelitian yang memiliki tiga tujuan penting diantaranya:22

1. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu;

2. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk

dibandingkan;

3. Menentukan hubunngan sesuatu yang hidup di antara kejadian

spesifik.23

Penelitian dengan menggunakan survei juga merupakan metode baik

guna mengukur sikap orientasi penduduk dalam populasi besar terhadap suatu

kasus sosial. Kegiatan peneitian survei dapat diidentifikasikan sejak seorang

peneliti melakukan persiapan perencanaan, menentukan strategi sampling yang

hendak digunakan, mendiskusikan instrumen pengumpul data seperti angket dan

wawancara, bagaimana menyampaikan instrumen tersebut kepada responden

sebagai kelengkapan teknik survei, sampai akhirnya mengidentifikasi beberapa

prosedur yang tepat agar dapat memproses dan menganalisis untuk memperoleh

hasil penelitian.24

C. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

secara dekriptif analasis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis

atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai

sesuatu yang utuh.25

22

Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line diakses

tanggal 15 mei 2012. 23

Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On

line diakses tanggal 15 mei 2012. 24

Ibid. 25

Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm.

250.

26

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, karena pada dasarnya Rumah

Tahanan Negara Kelas II B di Purbalingga kurang adanya respon atau perhatian

yang baik dari wilayah kabupaten Purbalingga, contohnya dalam proses

pembinaan narapidana wanita yaitu kurang memadainya perlengkapan atau sarana

yang dapat digunakan untuk melatih narapidana melakukan pelatihan-pelatihan

dimana pelatihan tersebut digunakan sebagai bekal setelah narapidana bebas dan

kembali lagi dalam kehidupan di masyarakat.

E. Informan dalam penelitian

Untuk melaksanakan penelitian tersebut ditentukan Informan Penelitian

sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data

adalah:

i. Petugas Rumah Tahanan; Kasub sie Pelayanan Tahanan, Kasub sie

Pembinaan, kasub sie Pengelolaan.

ii. Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga

F. Teknik Pengambilan Informan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

atau sering juga disebut sebagai metode penarikan sampel yang bertujuan. Untuk

memilih unsur-unsur dari sampel, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu syarat-

syarat yang harus dipenuhi.26

26

Soerjono Soekanto, ibid. Hlm. 196.

27

Persyaratan tersebut antara lain meliputi:

a. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu

yang merupakan ciri-ciri utama populasi;

b. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan

subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada

populasi;

c. Penentuan dengan teliti dalam studi pendahuluan;

Jadi metode purposive sampling merupakan metode dengan cara

menetapkan terlebih dahulu siapa yang menjadi sumber data dan data

apa yang diperoleh dari sumber data.27

G. Jenis dan Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data,

yaitu:

a. Sumber data primer

Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari buku-buku

literatur dan perundang-undangan serta sumber dari masyarakat, dalam

hal ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.28

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan melalui

studi pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma,

peraturan dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum

27

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia

Jakarta, 1990. Hlm. 51 Cet. 4. 28

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2007. Hlm. 12.

28

sekunder yaitu penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier

yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk

terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.29

H. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi

penelitian yaitu di Rumah Tahanan Negara Purbalingga, dengan

menggunakan metode:

a. 1 Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin

Wawancara adalah Suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu

guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang

responden, dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang

tersebut.30

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun

terpimpin dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-

pertanyaan tetapi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang

disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.31

a. 2 Observasi (Pengamatan)

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.32

29

Ibid. Hlm.12-13. 30

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1986.

Hlm.129. 31

Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 107. 32

Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 1995. Hlm.100.

29

Selain menggunakan wawancara, pengumpulan data primer juga

dapat dilakukan dengan cara observasi. Teknik observasi

merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung

dilapangan. Mengamati bukan hanya melihat, tetapi juga merekam,

menghitung, mengukur dan mencatat kejadian.

b. Data Sekunder, Data yang diperoleh dengan cara melakukan studi

pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur

dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau

materi penelitian.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri

dengan sejumlah daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dan

alat perekam suara untuk merekam jawaban-jawaban dari informan dalam

penelitian.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisais data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan

atas temuannya.33

33

Sugiono, Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung, 2010. Hlm. 60.

30

J. Metode Pengolahan Data

Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai

berikut:34

i. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau

meneliti data yang telah diperoleh untuk menjelaskan apakah

sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah:

- Adanya jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan

kelengkapan jawaban.

- Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.

- Apakah jawabannya seragam untuk pertanyaan yang sama

konsistensinya.

Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang

keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang

belum lengkap.

ii. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian

kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan

pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya

sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan.

iii. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam

tabel-tabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut.

34

Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 64-68.

31

iv. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil

pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk

laporan baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan.

K. Metode Pengujian Data

Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan

metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu.

Triangulasi menurut Denzin dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

i. Triangulasi Sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif .

ii. Triangulasi Metode, terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan

derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa

teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama.

iii. Triangulasi Peneliti, yakni dengan memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan. Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.

32

iv. Triangulasi Teori, yakni melakukan penelitian tentang topik yang

sama dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif

teori yang berbeda.35

Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi

model sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini

menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi yang dilakukan terhadap

Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rutan Purbalingga.

L. Metode Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun

secara sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang

lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan

merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian.

M. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh di analisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini

dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-

asas dan informasi-informasi yang bersifat ungkapan monografis dari

responden.36

35

Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2011. Hlm. 330. 36

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia

Jakarta, 1990. Hlm. 51.

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Keadaan Umum Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga

a. Sejarah, Lokasi dan Kondisi Bangunan

Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga merupakan

bangunan peningalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1825. Pada

waktu itu dibawah naungan Departemen Van Yustitie. Perubahan nama Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) menjadi Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

merupakan perwujudan pelaksanaan KUHAP mengenai pemisahan penenmpatan

antara tahanan dan narapidana. Perubahan ini terjadi pada tahun 1986 berdasarkan

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04-PR.07.03 tahun 1985 tentang

Pembentukan Rumah Tahanan Negara.

Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga beralamat

dijalan Alun-Alun Selatan No. 1 Purbalingga yang mempunyai batas sebagai

berikut:

a. Sebelah Utara : SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga.

b. Sebalah Selatan : Komplek Pertokoan.

c. Sebelah Barat : Alun-Alun Purbalingga.

d. Sebelah Timur : Bangunan Rumah Penduduk.

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdiri

pada tanah seluas 7.057,00 m² dengan luas bangunan 4.654,00 m². Kondisi

bangunan masih dalam keadaan baik dan mengalami dua kali renovasi yaitu pada

34

tahun 1991 dan tahun 2001 untuk lantai dan kantor, yang selama ini menggunakan

anggaran Departemen Hukum dan HAM RI.

Kapasitas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelas II B Purbalingga 78

orang dengan bangunan yang terdiri dari gedung perkantoran, piliklinik, ruang

kunjungan, ruang pengasingan, blok wanita, blok tahanan, mushola, blok

narapidana, lapangan tenis, aula, lapangan voli, ruang bimbingan kegiatan,

gudang, dapur, taman dan pos jaga (pos atas dan pos bawah). Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga memiliki sebuah klinik yang

dilengkapi dengan peralatan medis sederhana sehingga kurang mendukung

kelancaran dalam melakukan pelayanan medis pasien, tenaga medis yang ada

hanya berjumlah 1 orang perawat Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga yang dibantu oleh staff kesehatan.

b. Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: N.04-PR.07.03

tahun 1985 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Klasifikasi Rumah Tanahan

Negara, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga memiliki

struktur organisasi sebagai beriku:

35

Ka. Pelayanan Tahanan

M. Junaidi, Amd. IP, S.Sos.

Ka. Sub sie KPR

Eko Budi Susetyo, Amd.IP, S.H

Struktur Organisasi

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) KELAS II B PURBALINGGA

. .

Sumber: Sub Seksi Pengelolaan, tanggal 11 juni 2012

Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

bertanggung jawab langsung kepada koordinator Pemasyarakatan Kantor Wilayah

Departemen Hukum dan HAM RI Propinsi Jawa Tengah. Kepala RUTAN

Purbalingga mempunyai tugas melaksanakan perwatan terhadap tersangka atau

terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa Sub Seksi yang mempunyai tugas-

tugas sebagai berikut:

Ka. RUTAN

Herwan Sariwan, Bc.IP. S.H

Ka. Kasub Sie

Pengelolan

Suratman, Aks.

Regu Pengaman

**********************

Pembinaan dan Penyuluhan

Hukum

Helmi Najih, Amd.IP, S.H.

36

1) Sub Seksi Pelayanan Tahanan

Sub seksi pelayanan tahanan mempunyai tugas dan fungsi-

fungsi sebagai berikut:

a) Melakukan administrasi, membuat statistik dan dokumentasi

tahanan serta memberikan perawatan dan pemeliharaan

kesehatan tahanan;

b) Mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan

bagi tahanan;

c) Memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan.

Sub seksi pelayanan tahanan dikoordinir oleh seorang

Kepala sub seksi yang dibantu oleh beberapa stafnya dalam

melaksanakan tugas administrasi dan perawatan, bantuan hukum

dan penyuluhan serta bimbingan kegiatan bagi tahanan.

Staf administrasi dan perawatan mempunyai tugas

melakukan pencatatan tahanan dan barang-barang bawaannya,

membuat statistik dan dokumentasi serta memberikan perawatan

dan mengurus kesehatan tahanan. Sedangkan staf bantuan hukum

dan penyuluhan tahanan mempunyai tugas mempersiapkan

pemberian bantuan hukum atau kesempatan mendapat bantuan

hukum dari penasehat hukum, menyediakan bahan bacaan bagi

tahanan. Staf bimbingan kegiatan mempunyai tugas

mempersiapkan bimbingan kegiatan bagi tahanan.

37

2) Sub Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Sub seksi. pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a) Melakukan urusan keuangan dan perlengkapan;

b) Melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.

Sub seksi pengelolaan RUTAN dikoordinir oleh seorang

Kepala sub seksi yang dibantu oleh stamya dalam melaksanakan

tugas urusan keuangan dan perlengkapan serta tugas umum. Staf

urusan keuangan dan perlengkapan bertugas melakukan

pengelolaan keuangan dan perlengkapan RUTAN. Staf umum

bertugas melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.

3) Kesatuan Pengamanan Rumah Tahanan Negara (KPR)

Kesatuan Pengamanan RUTAN mempunyai tugas dan

fungsi sebagai berikut:

a) Melakukan administrasi keamanan dan ketertiban;

b) Melakukan pengamanan dan pengawasan terhadap tahanan;

c) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban RUTAN;

d) Melakukan penerimaan, penempalan dan pengeluaran tahanan

serta memonitor keamanan dan ketertiban pada tingkat

pemeriksaan;

e) Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan tugas

pengamanan dan penertiban.

38

Kesatuan Pengamanan RUTAN dipimpin oleh seorang Kepala yang

membawahi regu pengamanan RUTAN. Kepala kesatuan pengamanan ini

bertugas mengkoordinir seluruh petugas kesatuan pengamanan untuk menjalankan

tugasnya dengan tugas yang telah ditentukan.

Tugas dan kewajiban dari staf kesatuan pengamanan adalah

sebagai berikut:

a) Melaksanakan tata usaha keamanan dan ketertiban;

b) Menyediakan dan menyalurkan sarana-sarana keamanan dan

ketertiban;

c) Mencatat inventaris keamanan dan ketertiban serta

cadangannya;

d) Membantu melancarkan pelaksanaan tugas teknis keamanan

dan ketertiban.

Tugas dan kewajiban dari Kepala regu pengamanan

dijelaskan sebagai berikut:

a) Mengatur semua anggota regu pengamanan yang menjadi

tanggung jawabnya;

b) Mengerjakan buku tugas pengamanan atau mencatat

pembagian tugas, inventaris, instruksi, kejadian-kejadian;

c) Mengawasi dan meneliti tata tertib pembagian makanan,

kebersihan kamar-kamar atau blok-blok;

d) Mengawasi dan meneliti penjagaan pos-pos, kamar-kamar dan

sebagainya;

39

e) Dalam hal kericuhan mengambil langkah-langkah pengamanan

pertama dan segera melaporkan kepada Kepala Rumah

Tahanan Negara;

f) Memeriksa dan meneliti sah atau tidaknya surat-surat perintah

penahanan;

g) Memeriksa dan meneliti kembali semua izin keluar bagi

Tahanan yang dikeluarkan oleh pihak yang menaiian dan telah

mendapat persetujuan dari Kepala Rumah Tahanan Negara;

h) Memeriksa dan meneliti izin keluar dan masuk barang-barang

dari atau ke Rumah Tahanan Negara;

Adapun tugas dan kewajiban dari anggota regu pengamanan

adalah sebagai berikut:

b) Harus datang selambat-lambatnya 15 menit sebelum jam

dinasnya;

c) Jika berhalangan hadir harus membcritahukan kepada Kepala

regu pengamanan;

d) Dilarang meninggalkan pos tanpa izin Kepala regu

pengamanan;

e) Dilarang menjadi penghubung antara tahanan dengan pihak

manapun secara tidak sah;

f) Wajib mentaati semua ketentuan yang berlaku.

40

4) Petugas Tata Usaha

Petugas tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan surat

menyurat dan kearsipan.

c. Prosedur Penempatan dan Fasilitas Penempatan

Pada umumnya narapidana yang ada merupakan bekas tahanan yang

berasal dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga. Jadi

prosedur penempatan narapidana setetah divonis hakim, sub seksi pelayanan

tahanan mengganti register A menjadi register B dan menghitung tanggal

ekspirasi kemudian diserahkan kepada Kepala KPR untuk ditempatkan pada blok

narapidana.

Mengenai penerimaan tahanan sesuai dengan Prosedur Tetap

Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Portir, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:

a) Menerima dan meneliti keabsahan surat pengantar atau surat

perintah penahanan dari instansi atau pejabat yang berwenang

yang dibawa oleh petugas pengawal.

b) Apabila ada keraguan terhadap keabsahan surat-surat maka

melalui Kepala regu pengamanan menyerahkan hal tersebut

kepada KPR.

c) Mencocokkan nama tahanan sesuai yang tertera dalam surat

pengantar atau surat perintah penahanan atau penetapan

penahanan dari pejabat yang berwenang.

41

d) Menyerahkan surat-surat dan tahanan kepada Kepala regu

pengamanan.

e) Mencatat masuknya tahanan ke dalam buku tahanan, buku

laporan pengamanan dan petugas portir.

2. Karupam (Kepala Regu Pengamanan), yang tugas-tugasnya dijelaskan

sebagai berikut:

a) Menerima dan meneliti keabsahan surat-surat serta

mencocokkannya dengan nama tahanan.

b) Melakukan penggeledahan badan dan barang bawaan dengan

Berita Acara Penggeledahan.

c) Atas nama Kepala RUTAN bersama-sama petugas pengawal

dari instansi asal tahanan menandatangani Berita Acara

Penerimaan tahanan.

d) Menyimpan dan mengamankan secara tertib surat-surat dan

barang bawaan tahanan.

e) Memerintahkan petugas untuk menempatkan tahanan dalam

blok atau kamar PENALING.

f) Segera melaporkan kepada Kepala KPR tentang adanya

tahanan baru.

g) Melakukan pencatatan penerimaan ke dalam buku laporan

tugas pengamanan serta pada papan lalu lintas tahanan

RUTAN.

42

h) Menyerahkan surat dan barang bawaan tahanan serta tugas

pengamanan selanjutnya kepada Karupam malam dan Karupam

malam kepada Karupam pagi.

i) Apabila ada keragu-raguan terhadap kesehatan tahanan maka

wajib menghubungi tenaga medis/paramedis/petugas perawatan

RUTAN untuk datang dan melakukan peraeriksaan kesehatan

terhadap tahanan.

j) Karupam pagi menyerahkan surat-surat dan barang bawaan

tahanan ke unit administrasi dan perawatan.

3. Petugas blok/kamar PENAL1NG, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai

berikut:

a) Menempatkan tahanan ke dalam kamar hunian yang telah

dipersiapkan.

b) Membuat laporan pelaksanaan penempatan tahanan ke dalam

buku laporan.

c) Pada pelaksanaan tugas keesokan harinya melalui Karupam

menyerahkan tahanan ke unit perawatan untuk diperiksa

kesehatannya.

d) Menerima dan memasang kartu nama tahanan dari unit

pelayanan tahanan untuk ditempelkan pada pintu sebelah luar

kamar hunian.

43

4. Kepala KPR, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:

a) Melakukan pengecekan ulang identitas atau jati diri tahanan.

b) Memberikan penjelasan tentang hak, kewajiban dan peraturan

tata tertib RUTAN.

c) Memerintahkan petugas blok atau kamar PENALING untuk

melaksanakan penempatan kamar.

d) Berdasarkan keterangan unit perawatan, tahanan yang

berpenyakit menular ditempatkan pada kamar khusus

karantina.

5. Kepala RUTAN, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut:

a) Bertanggung jawab terhadap penerimaan, pendaftaran dan

penempatan tahanan.

b) Menandatangani buku-buku register A yaitu mencatat tahanan

Penyidik Polisi (A I), tahanan Jaksa (A II), tahanan Hakim

Pengadilan Negeri (A III), tahanan Hakim Pengadilan Tinggi

(A IV), tahanan Hakim Mahkamah Agung (A V), register D

yaitu untuk mencatat barang-barang bawaan tahanan atau

narapidana yang dititipkan termasuk uang dan register H yaitu

mencatat tahanan atau narapidana yang sakit.

Sedangkan mengenai fasilitas ruangan yang digunakan oleh penghuni

(narapidana dan tahanan) di RUTAN Purbalingga terdiri dari:

44

1) Kamar hunian

Terdiri dari 3 (tiga) blok yaitu blok wanita 2 (dua) kamar, blok

tahanan 5 (lima) kamar dan blok narapidana 6 (enam) kamar serta

2 (dua) kamar pengasingan.

Kondisi kamar hunian baik dan bersih terawat, lantai dari keramik,

tempat tidur papan kayu jati, tikar dan bantal dari RUTAN. WC

dalam keadaan bersih terawat, pencahayaan cukup baik dari listrik

maupun alami dari jendela ventilasi.

2) Ruang ibadah

Bagi yang muslim terdapat mushola yang dapat menampung semua

penghuni untuk mengikuti ibadah dan dilengkapi dengan kitab suci

Al’Quran serta buku-buku tentang keagaman.

3) Ruang bimbingan kegiatan, ruang pakaryan, pertanian, peternakan

dan aula.

4) Tempat olahraga

Terdapat lapangan tenis, lapangan volley, lapangan bulutangkis

dan RUTAN juga menyediakan sarana tenis meja serta papan

catur.

5) Kamar mandi umum

6) Ruang besukan.37

37

Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.

45

2. Kondisi Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga

Pelaksanaan penempatan narapidana pada blok human merupakan

wewenang Kesatuan Pengamanan RUTAN. Kondisi narapidana di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

memiliki 3 (tiga) blok yaitu 1 (satu) blok wanita, 1 (sutu) blok

tahanan, 1 (satu) blok narapidana. Blok tahanan dan narapidana

yang ada tidak memiliki tembok pembatas yang jelas. Karena

keberadaan narapidana, RUTAN Purbalingga membagi satu blok

tersebut menjadi dua yaitu dari kamar no. 2 (dua) sampai kamar

no, 6 (enam) terdiri dari satu deretan blok bangunan digunakan

untuk tahanan yang masing-masing kamar dihuni tiga sampai

empat orang tahanan. Kamar no. 7 (tujuh) sampai kamar no. 12

(dua belas) terdiri dari satu deretan blok bangunan berbeda dari

blok tahanan tanpa memiliki tembok pembatas. Blok narapidana

mempunyai 6 (enam) kamar yang masing-masing kamar dihuni

lima orang, kecuali kamar no. 8 (delapan) berisi enam orang

narapidana. Kamar pengasingan yang ada sebenarnya adalah kamar

no. 1 (satu) yang dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas

tembok. Blok wanita yang ada sebenarnya adalah kamar

46

pengasingan yang terdiri dari dua kamar yang dibatasi dengan

tembok pembatas yang tertutup.

Dilihat dari pola bangunan yang ada, Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga sebenarnya kurang layak

untuk ditempatkan narapidana karena fasilitas ruangan-ruangan

yang dimiliki kurang mendukung untuk dilakukan penempatan

narapidana dan tahanan. Seharusnya antara kamar narapidana dan

kamar tahanan dipisahkan dengan blok yang mempunyai tembok

pembatas yang jelas. Dengan tidak memiliki tembok pembatas

antara blok tahanan dan blok narapidana mengakibatkan tahanan

dan narapidana (terutama para tamping) dapat berhubungan secara

langsung sehingga antar sesama penghuni dapat melakukan

komunikasi secara bebas seperti bercanda atau aktifitas lainnya

untuk menghilangkan kejenuhannya. Terkadang dari bercanda

tersebut dapat menyinggung perasaan terutama tahanan yang

kondisinya masih labil akibat penderitaan yang baru dialaminya.

Dari hal tersebut dapat menimbulkan emosi yang berakibat

perkelahian antar penghuni. Dimungkinkan juga dapat terjadi

tindak kekerasan atau tindak pemerasan yang dilakukan oleh

narapidana terhadap tahanan.

2. Penempatan narapidana di Rumah Tahanan Negam (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga tidak membedakan berdasarkan jenis

kejahatan dan umur, kecuali kawanan atau komplotan (kelompok

47

narapidana yang melakukan tindak kejahatan yang sama dan dalam

satu tempat kejadian perkara). Penempatan narapidana ini

dilakukan berdasarkan pengamatan dari KPR ketika narapidana

tersebut menjadi tahanan, dilihat dari watak kebiasaan (contoh :

pemarah, sabar atau gampang tersinggung) tiap-tiap individu

karena rata-rata narapidana yang ada tersebut dapat disimpulkan

bahwa narapidana tersebut cocok dicampur dengan harapan dapat

terjadi kontrol sosial antar sesama penghuni kamar.

Kontrol sosial adalah apabila terjadi keributan (perkelahian)

antar sesama penghuni kamar tersebut salah satu penghuni dapat

menjadi penengah dan dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Penempatan narapidana yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga tidak berdasarkan jenis

kejahatan dan umur sehingga dari sisi pembinaan hal ini tidak

sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995

tentang Pemasyarakatan bahwa penempatan narapidana

berdasarkan penggolongan umur dan jenis kejahatan. Dilihat dari

sisi keamanan, pencampuran tersebut sangat rawan terjadinya

gangguan keamanan yang dilakukan oleh penghuni terhadap

penghuni lainnya, terutama untuk pencampuran antara narapidana

anak dengan narapidana dewasa.

3. Narapidana yang membantu petugas dapur ditempatkan pada

kamar tersendiri yaitu di kamar no. 12 (dua belas) dengan tujuan

48

agar mempermudah dalam hal melakukan kegiatan memasak

terutama pada pagi hari dan sore hari. Mereka harus dikeluarkan

untuk memasak makanan sebelum jadwal makan penghuni yang

telah ditentukan sehingga pada saatnya memasak petugas cukup

hanya membuka kamar no. 12 (dua belas) yang tempatnya dekat

pintu keluar menuju ke dapur agar para narapidana tersebut tidak

terlalu menggangu penghuni lain terutama pada pagi hari saat

penghuni lain masih tidur.

4. Untuk narapidana anak sementara ditempatkan dengan narapidana

pemuda yang pengawasannya diperhatikan. Penempatan ini

dilakukan karena atas dasar kemanusiaan. Pencampuran anak

dengan orang dewasa atas dasar pengamatan dari KPR kemudian

disetujui oleh Kepala RUTAN.

Dilihat dari kajian teoritis tentang penempatan narapidana

khususnya berdasarkan umur merupakan bagian dari pembinaan,

pencampuran antara narapidana dewasa dengan anak dapat

mengakibatkan perubahan dari segi pola pemikiran dan perubahan

kejiwaan yang dapat berakibat kurang baik bagi kehidupannya

ketika menjadi orang dewasa. Sebenarnya anak masih perlu

pendidikan dan bermain sebagai seorang anak walaupun

narapidana anak tersebut dicampur dengan narapidana dewasa

yang mempunyai kelakuan atau kebiasaan yang baik.

49

5. Narapidana yang termasuk dalam kawanan atau komplotan

ditempatkan pada kamar berbeda, dipisahkan dengan narapidana

satu dengan yang lain. Hal ini dilakukan dengan harapan mereka

dapat bersatu kembali dan hidup dengan rukun.

Dilihat dari jenis kejahatan memang sama, tetapi

berdasarkan karakteristik kejahatan yang berkelompok perlu

dilakukan pemisahan supaya mencegah perencanaan yang

destruktif (perencanaan yang dapat menimbulkan gangguan

keamanan). Pencampuran narapidana yang mempunyai latar

belakang permusuhan sangat riskan untuk dilakukan karena

dikhawatirkan dapat terjadi gangguan keamanan seperti

perkelahian di dalam kamar hunian.

6. Bagi narapidana yang mempunyai penyakit menular, dipisahkan

penempatannya pada ruang pengasingan yang masih dapat

berhubungan dengan penghuni lain.

7. Kamar pengasingan yang tertutup dengan tembok digunakan untuk

penghuni wanita yang pada saat masih kosong tidak digunakan

sebagai ruang hunian. Kamar pengasingan yang masih kosong

sebenarnya dapat digunakan sementara untuk penempatan

narapidana yang perlu dipisahkan.

8. Untuk penempatan di luar kamar hunian disesuaikan dengan

program pembinaan yang ada yaitu pembinaan pada bimbingan

kegiatan pada ruang pakaryan, Ruang pakaryan, lapangan tenis,

50

dapur dan lapangan bola volley terletak di samping bangunan blok

yang dibatasi oleh tembok sehingga keluar masuknya narapidana

dapat dikontrol oleh petugas penjagaan karena harus melewati

pintu penghubung sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan.

Pemeriksaan dipintu masuk menuju blok dimaksudkan agar dapat

mencegah terjadinya gangguan keamanan seperti narapidana yang

membawa senjata tajam dari ruang pakaryan.

Mushola dan lapangan olahraga pada hari Jumat digunakan

untuk kegiatan sholat jumat dan olahraga yang diikuti semua

penghuni. Seluruh kegiatan dilakukan pada jam kantor yaitu jam

07.30 WIB sampai dengan jam 13.00 WIB agar pegawai lain dapat

turut melakukan pengawasan. Bagi yang tidak mengikuti kegiatan

tetap di dalam kamar hunian.

9. Penempatan penghuni dikamar mandi umum dilakukan dalam

waktu yang bersamaan. Kamar mandi tersebut letaknya di belakang

blok tahanan dan tempatnya tertutup sehingga pengawasannya

kurang.

Penempatan penghuni narapidana seperti ini sangat rawan untuk

terjadi gangguan keamanan seperti perkelahian antar penghuni

karena masalah pembagian air yang kurang adil oleh tamping atau

penghuni yang pertama kali mandi atau terdapat masalah dengan

penghuni lain yang terjadi sebelumnya.

51

10. Aula sampai saat ini masih dipinjam oleh Rumah Penyimpanan

Barang Sitaan dan Rampasan Negara (RUPBASAN) Purbalingga

sehingga tidak dapat digunakan untuk tempat penyuluhan atau

kegiatan lainnya.

3. Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan

Negara Kelas II B Purbalingga.

Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya

organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan

daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia

dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber

daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu

tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, untuk mendapatkan suatu

pembinaan untuk bekal saat tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan

masyarakat. Berdasarkan hasil interview dengan Petugas RUTAN Purbalingga

pada tanggal 11 Juni 2012 tentang pembinaan narapidana wanita di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, dapat di ungkapkan dalam

tabel berikut ini:

52

Tabel 1. Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Pelaksanaan

Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan

Negara Kelas II B Purbalingga

Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Tema Tujuan

Helmi Najih, Amd, IP,

S.H. (Sub Sie

Pembinaan)

-Pembinaan yang

dilakukan meliputi

pembinaan jasmani dan

rochani. Pembinaan

jasmani melalui

pemberian ketermpilan-

keterampilan, pembinaan

rochani dengan

memberikan ceramah-

ceramah keagamaan

yang dapat berkerjasama

dengan ormas-ormas

keagamaan serta instansi

terkait.

-Pembinaan

jasmani dan

rochani

kepada

narapidana

wanita yang

dapat

berkerjasama

dengan

instansi

terkait.

-Bentuk

pembinaan

yang

dilakukan

Rumah

Tahanan

Negara Kelas

II B

Purbalingga

kepada

narapidana

wanita.

Membentuk

suatu karakter

kepada

narapidana

wanita agar

menjadi lebih

baik.

Suratman, Aks.

(Kasub Sie

Pengelolaan

Tahanan).

-Fasilitas Rumah

Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B

Purbalingga lainnya

adalah berupa bengkel

kerja dan sarana olah

raga. Bengkel kerja

sendiri sudah secara

maksimal dimanfaatkan

dan berjalan dengan baik

karena telah tersedia

tenaga ahli dan mesin-

mesin besar yang dapat

digunakan narapidana

untuk menghasilkan

sesuatu. Adapun yang

telah dihasilkan bengkel

kerja RUTAN

Purbalingga adalah sapu

glagan, keset, mebelair,

souvenir, kolam ikan dan

alat-alat pertanian

-Memberikan

materi

Pembinaan

keterampilan

kepada

narapidana

wanita.

-Pembinaan

ketermpilan

narapidana

wanita.

Membekali

narapidana

wanita dengan

keterampilan

agar saat

kembali ke

masyarakat

dapat

beradaptasi dan

diterima dengan

baik.

53

M. Junaidi, Amd, IP,

S. SoS. (Kasub Sie

Pelayanan)

-Selain kurang memadai

perawatan medis, stok

obat-obatan yang ada

pun sangat terbatas,

sehingga sangat kurang

membantu proses

penyembubuhan

narapidana atau tahanan

yang sakit. Bilamana ada

narapida atau tahanan

yang sakit dideritanya

tergolong serius dan

harus segera

mendapatkan tindak

lebih lanjut maka pihak

petugas Rumah Tahanan

Negara dengan

persetujuan dokter

Rumah Tahanan Negara

klas II B Purbalingga

pasien tersebut dibawa

ke rumah sakit terdekat

untuk mendapatkan

pertolongan.

-Pembinaan

dan sistem

perawatan

kesehatan

kepada

narapidana

wanita

-Kurangnya

fasilitas

perlengkapan

medis.

-Penanganan

narapidana

wanita yang

sakit.

-Kerjasama

antara Rmah

Tahanan

Negara

dengan

rumah sakit

terdekat

Memberikan

pelayanan

kesehatan

untuk

narapidana

wanita.

Mempelakukan

narapidana

wanita yang

berlandasakan

sesuai dengan

hak asasi

manusia

Sumber: Data Primer yang sudah Diolah

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada petugas Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tangal 12 Juni 2012, ada

berbagai macam pembinaan yang diterima oleh narapidana wanita. Dimana

pembinaan itu sangat bermanfaat dan bertujuan membentuk karakter serta

membekali narapidana wanita saat kembali dilingkungan keluarga dan

masyarakat.

54

Tabel 2: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang

Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah

Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga

Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Implikasi

Mawar (bukan

nama sebenarnya).

-Kegiatan diikuti disini yaitu

apel pagi setiap hari senin,

pengajian setiap hari rabu dan

sabtu, hari selasa diisi dari

Depag, olahraga dari hari

selasa sampai hari sabtu.

Setiap hari ada pembinaan

spiritual seperti pengajian

sholat lima waktu. Ada juga

pembinaan kemandirian

seperti menjait, melukis,

membuat hiasan dinding,

mumbuat vas bunga.

-Pembinaan yang

diterima oleh

narapidana wanita.

-Kegiatan yang

dilakukan

narapidana wanita

didalam RUTAN

Purbalingga.

Meningkatkan

keterampilan

narapidana wanita yang

bermanfaat setelah

bebas dari RUTAN

Purbalingga.

Melati (bukan

nama sebenarnya).

-Selama tinggal di RUTAN

Purbalingga sudah menerima

pembinaan dari pihak RUTAN

Purbalingga, pembinaan yang

pernah diterima diantaranya

kerajinan kristik, kegiatan

kerochanian. Dan kegiatan

yang paling bermanfaat adalah

menjait membuat kerajinan

tanggan untuk hiasan dinding.

-Mengetahui tentang

pembinaan yang

diterima untuk dapat

membekali diri.

Untuk medapatkan

pengetahuan dan

keahlian yangt harus

dimiliki oleh seseorang

untuk bekal menjalani

hidup.

Matahari (bukan

nama sebenarnya).

-Tentang pembinaan di

RUTAN Purbalingga sangat

berguna bagi diri sendiri dan

teman-taman narapidana

wanita lainnya. Disini kami

diajarkan banyak keterampilan

yang bisa kami manfaatkan

saat didalam RUTAN

Purbalingga untuk bisa

mendapatkan penghasilan.

Hasil keterampilan selain bisa

dijual juga bisa kami

-Hasil pembinaan di

RUTAN Purbalingga

dapat menghasilkan

uang bagi

narapidana wanita.

Meningkatkan

kemandirian narapidana

wanita untuk

menghasilkan uang

sendiri tanpa tergantung

terhdap bantuan orang

lain.

55

manfaatkan secara pribadi.

Kenanga (bukan

nama sebenarnya).

-Selain pembinaan kegiatan

seperti keterampilan, olahraga,

dan keagamaan adapula

pembinaan mengenai mental

dan moral, pembinaan tersebut

bertujuan supaya narapidana

wanita tidak mengulangi

kembali kejahatan yang pernah

dilakukan dan melatih mental

narapidan wanita saat berada

dilingkungan masyarakat.

-Pembinaan di

RUTAN

Purbalingga juga

melingkupi

pembinaan psikologi

pada narapidana

wanita.

Pembinaan tersebut

dapat menjadikan

narapidana wanita

menjadi orang yang

lebih baik daripada

sebelumnya.

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Dari hasil wawancara dengan narapidana wanita didalam Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pembinaan dapat diterima

dengan baik oleh narapidana wanita, dengan pembinaan tersebut dapat

menjadikan suatu kegiatan yang bermanfaat didalam RUTAN Purbalingga serta

dapat menghasilkan materi dari hasil pelatihan pembinaan. Selain pembinaan

mengenai kegiatan jasmani adapula pembinaan mengenai kerochanian untuk

membentuk mental dan karakter narapidana wanita RUTAN Purbalingga.

Pada waktu dilakukan pengambilan data 11 Juni 2012 jumlah narapidana

wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas (RUTAN) II B Purbalingga adalah 4

narapidana. Selama berada di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga semua narapidana wanita telah menerima pembinaan secara baik.

Tabel 3. Jumlah Petugas Rumah Tahanan Negara kelas II B

Purbalingga

No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1. Pria 46 85%

2. Wanita 8 15%

Jumlah 54 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

56

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah Petugas Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga 54 orang yang terdiri dari 46

Petugas laki-laki dan 8 petugas perempuan.

Tabel 4. Pelaksanaan Pemberian Pembinaan Narapidana

Wanita

No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1. Pria 0 0%

2. Wanita 4 100%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa penulis mengambil 4 orang

responden yang semua respondennya adalah Wanita dengan prosentase 100 %

yang terdiri dari 2 orang responden dari pegawai Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) kelas II B Purbalingga dan 4 orang responden adalah narapidana

wanita yang sedang menjalani proses pemidanaan serta mendapatkan pembinaan.

Dimana hal diatas dengan metodelogi penelitian yang penulis gunakan.

Tabel 5. Pendidikan Petugas Rumah Tahanan Negara Kelas

II B Purabalingga

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Prosentase

1. SD 1 2%

2. SMP 1 2%

3. SMA 38 70%

4. D3 0 0%

5. S1 14 26%

6. S2 0 0%

Jumlah 54 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bawha pada umumnya Pendidikan

petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah tamatan SMA yaitu

38 orang petugas dengan prosentase 70 %, 14 orang berpendidikan S1 dengan

57

prosentase 26 %, SMP ada 1 orang dengan prosentase 2 %, SD ada 1 orang

dengan prosentase 2 %, , D3 dan S2 tidak ada.

Tabel 6. Usia Responden Narapidana Wanita

No. Usia Responden Frekuensi Prosentase

1. 19 Tahun 1 25%

2. 30Tahun 1 25%

3. 45Tahun 1 25%

4. 54 Tahun 1 25%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui usia responden dari narapidana

adalah yang berusia 19 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %, berusia 30 tahun 1

orang dengan prosentase 25 %, berusia 45 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %

dan yang berusia 54 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %.

Tabel 7. Pendidikan terakhir Responden Narapidana Wanita

No. Pendidikan Responden Frekuensi Prosentase

1. SMP 2 50%

2. SMA 1 25%

3. S1 1 25%

Jumlah 4 100%

Sumber : Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir dari

narapidana yang menjadi responden adalah 2 orang narapidana berpendidikan

SMP dengan prosentase 50%, 1 orang narpidana berpendidikan SMA dengan

prosentase 25 % dan 1 orang narapidana berpendidikan S1 dengan

prosentase 25 %.

58

Tabel 8. Pekerjaan Terakhir Responden Narapidana

No. Usia Responden Frekuensi Prosentase

1. Wiraswasta 1 25%

2. Buruh 2 50%

3. Ibu rumah tangga 1 25%

Jumlah 4 100%

Sumber : Data primer yamh sudah diolah

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pekerjaan terakhir dari

narapidana yang menjadi responden adalah 1 orang wiraswasta dengan prosentase

25 %, 2 orang buruh dengan prosentase 50 % dan 1 orang ibu rumah tangga

dengan prosentase 25 %.

Tabel 9. Jenis Tindak Pidana yang Dilakukan Responden

Narapidana Wanita

No. Nama Responden Frekuensi Prosentase

1. Penipuan 1 25%

2. Perampokan 1 25%

3. Zina 1 25%

4. Pembuangan Bayi 1 25%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa jenis tindak pidana yang

dilakukan responden adalah sebagai berikut: jenis tindak pidana Penipuan

dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, jenis tindak pidana Perampokan

dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, tindak pidana zina ada 1 orang

dengan prosentase 25 %., dan untuk tindak pidana pembuangan bayi 1 orang

dengan prosentase 25 %.

Tabel 10. Lama Pidana Responden Narapidana Wanita

No. Lama Pidana Frekuensi Prosentase

1. 3 bulan 1 25%

2. 1-3 tahun 3 75%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

59

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa lama pidana yang dijalani

responden adalah sebagai berikut: 3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 1-

3 tahun ada 3 orang dengan prosentase 75 %.

Tabel 11. Responden Narapidana Wanita Mengetahui Adanya

Pembinaan

No. Nama Responden Mengetahui Tidak mengetahui

1. Mawar

2. Melati

3. Matahari

4. Kenanga

Prosentase 100% 0%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa responden yang mengetahui

mengenai Pembinaan adalah 4 (empat) orang atau dengan prosentase 100 %.

Nama responden tidak disebut dengan nama yang sebenarnya sebagai

penghormatan terhadap hak-hak narapidana.

Tabel 12. Tanggapan Responden dan keluarga mengenai

Pembinaan Narapidana Wanita

No. Tanggapan Keluarga Frekuensi Prosentase

1. Senang 4 100%

2. Tidak Senang 0 0%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa tanggapan dari responden

dengan adanya Pembinaan adalah senang dengan prosentase 100 %.

Tabel 13. Kelengkapan Pembinaan Narapidana Wanita

No. Kelengkapa Prasyarat Frekuensi Prosentase

1. Lenkap 4 100%

2. Tidak Lengkap 0 0%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

60

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa kelengkapan pembinaan

narapidana wanita baik itu berupa syarat Adminitratif ataupun peralatan

pembinaan telah terpenuhi dan semua responden sudah melengkapi syarat tersebut

dalam prosentase 100 %.

Tabel 14. Lama Responden Narapidana Wanita Mengikuti

Pembinaan

No. Lama Pengajuan Frekuensi Prosentase

1. 2-3 Bulan 1 25%

2. 1-2 Tahun 3 75%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa lamanya responden

mendapatkan Pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah

sebagai berikut: 2-3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 1-2 tahun ada 3

orang dengan prosentase 75 %.

Tabel 15. Sudah Mendapatkan Pembinaan

No. Keterangan Frekuensi Prosentase

1. Belum mendapatkan 0 0%

2. Sudah mendapatkan 4 100%

Jumlah 4 100%

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari semua responden

sudah mendapatkan pembinaan dengan prosentase 100%.

Proses pembinaan narapidana wanita bertujuan agar nantinya narapidana

wanita setelah bebas dapat diterima dalam masyarakat lagi namun tujuan utama

atau pokok dari pembinaan narapidana wanita adalah, yait:

61

a. Untuk memperbaiki pribadi dari narapidana itu sendiri;

b. Untuk membuat narapidana bahagia dunia akhirat;

c. Untuk membuat narapidana berpartisipasi aktif dan positif

dalam masyarakat dalam pembangunan;

d. Untuk membuat narapidana dapat memiliki keterampilan khusus

agar tidak melakukan tindak pidana lagi.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor

K.P. 10. 13/3/1 tertanggal 8 Pebruari 1965, Proses Pemasyarakatan memiliki

beberapa tahapan:

1. Tahap Awal

Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani

kurang lebih 1/3 masa pidananya dan proses pengamanannya

bersifat maksimal (Maximum Security). Tahap awal ini terdiri dari:

a. Admisi dan Orientasi

Pada masa ini adalah masa pengamatan, pengenalan, dan

penelitian lingkungan bagi narapidana, paling lama 1 bulan.

b. Pembinaan Kepribadian, yaitu:

i. Pembinaan Kesadaran Beragama;

ii. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara;

iii. Pembinaan Kemampuan Intelektual atau Kecerdasan;

iv. Pembinaan Kesadaran Hukum.

62

2. Tahap Lanjutan

Ada dua tahap yaitu tahap 1/3-1/2 masa pidana narapidana dan

tahap 1/2-2/3 masa pidana narapidana. Proses pengamanannya

bersifat sedang (medium security).

Tahap 1/3-1/2 masa pidana Narapidana meliputi:

a. Pembinaan Kepribadian Lanjutan

Program pembinaan ini merupakan lanjutan pembinaan

kepribadian pada tahap awal.

b. Pembinaan Kemandirian:

i. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri;

ii. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri

kecil;

iii. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya

atau kemampuan masing-masing;

iv. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau

pertanian, perkebunan, dengan teknologi tinggj.

3. Tahap Lanjutan yang disebut Asimilasi.

Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani

1/2-2/3 masa pidananya dan proses pengamanannya bersifat sedang

(medium security). Tahap asimilasi ini adalah tahap dimana

membaurkan narapidana ke luar lembaga pemasyarakatan.

Narapidana memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah, kerja

mandiri, bakti sosial, olahraga, kerja pada pihak luar, cuti

63

mengunjungi keluarga, menjalankan ibadah. Tahap ini dengan

pengamanan yang bersifat minimum security.

4. Tahap Akhir

Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani 2/3

masa pidana-bebas, masa pidananya dan proses pengamanannya

bersifat (minimum security), Tahap ini adalah pembebasan

bersyarat sampai narapidana bebas sebenarnya. Tujuan dari tahap

ini adalah agar narapidana tidak melanggar hukum lagi.

Narapidana dapat berpartisipasi secara aktif dan positif dalam

pembangunan (menjadi manusia mandiri), dan hidup berbahagia

dunia dan akhirat.

Ketiga tahap diatas harus melalui penilaian dalam sidang Tim Pengamat

Pemasyarakatan (TPP) karena sidang TPP ini merupakan dewan tertinggi dalam

proses pemasyarakatan. Sidang TPP ini menentukan tahap pembinaan yang akan

dijalani oleh narapidana.

Ketentuan Sidang TPP tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri

Kehakiman tanggal 8 Februari 1997 No. K.P.10.13/3/1 dijelaskan sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah suatu proses dimana

narapidana pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan berada pada

keadaan tidak harmonis dengan masyarakat, sejak itu lalu narapidana

mengalami pembinaan yang tidak lepas dari dan bersama dengan unsur-

unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada

akhimya narapidana dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu

keutuhan dan keserasian (keharmonisan) hidup dan penghidupan,

sehingga tersembuhlah dari segi-segi yang merugikan (negatif).”

64

Berdasarkan petunjuk teknis bidang pembinaan dalam lembaga

pemasyarakatan tahun 1986 telah menentukan wujud pembinaan yang disesuaikan

dengan tahap-tahap pembinaan itu. Adapun wujud pembinaannya;

a) Pendidikan umum;

b) Pendidikan mental atau spiritual;

c) Pendidikan ketrampilan;

d) Kegiatan sosial;

e) Kegiatan rekreasi.

Di dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan/Bina Tuna

Warga Nomor KP. 10.13/3/31 Tentang Pemasyarakatan sebagai proses, maka

hendaknya disalurkan tahap demi tahap guna menghindari kegagalan dari akibat-

akibat lain yang tidak diinginkan. Pentahapannya dapat sebagai berikut;

1. Hendaknya narapidana pada waktu datang di Lembaga

Pemasyarakatan dikenal dan diketahui dahulu apa kekurangan atau

kelebihannya. Sebab-sebab sampai ia melakukan pelanggaran, dan

lain-lain hal ikhwal tentang dirinya. Dengan bahan-bahan tersebut

dapat direncanakan dan lalu dilakukan usaha-usaha pembinaan

terhadapnya (terutama usaha-usaha pendidikan).

2. Jika pembinaan narapidana dan hubungan dengan masyarakat telah

berjalan selaras selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan

menurut pendapat Dewan Pembinaan Pemasyarakatan sudah

dicapai cukup kemajuan dalam proses (antara lain narapidana

cukup lancar dan telah menunjukkan perbaikan dalam kelakuan,

65

kecakapan, dan sebagainya), maka dipindah dari lembaga

pemasyarakatan biasa ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

(minimum security). Di tempat baru ini narapidana diberi tanggung

jawab yang lebih besar, lebih-lebih dalam tanggung jawab terhadap

masyarakat luar, bersamaan itu pula untuk rasa harga diri, sehingga

masyarakat luar memiliki kepercayaan terhadap narapidana.

3. Jika sudah dijalani kurang lebih setengah masa pidana yang

sebenarnya dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan proses

pemasyarakatan telah mencapai kemajuan yang lebih, baik

mengenai narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka

wadah proses diperluas, ialah dimulai dengan usaha asimilasi

narapidana pada kehidupan masyarakat luar, seperti mengikutkan

pada sekolah umum, beribadah dan berolahraga dengan umum,

bekerja pada swasta atau instansi lain, berpariwisata dan

sebagainya. Segala sesuatu masih dalam pengawasan dan

bimbingan petugas-petugas pemasyarakatan.

4. Apabila sudah dijalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya,

sedikit-dikitnya 9 bulan dapat diberikan pelepasan bersyarat, kalau

proses berjalan lancar dengan baik. Pada tahap ini wadah proses

pemasyarakatan berupa masyarakat luar yang luas, sedang

pengawasan dan bimbingan menjadi lebih kurang, sehingga

akhirnya narapidana tersebut dapat hidup dalam keadaan harmonis

dengan masyarakat luas di atas kaki sendiri. Tujuan pemidanaan

66

dalam Sistem Pemasyarakatan adalah mengembalikan narapidana

ke tengah masyarakat agar menjadi warga negara yang baik,

berguna dan bertanggung jawab. Pembinaan yang dipilih sesuai

dengan kebijakan penghukuman ini adalah segala jenis program

treatment (pembinaan) bagi narapidana dimana selagi mereka

menjalani sisa pidananya, mereka telah diberi kesempatan untuk

kembali ke tengah masyarakat dengan pengawasan tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa

pembinaan dibagi atas dua bagian yaitu:

1. Pembinaan Kepribadian

2. Pembinaan Kemandirian

Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka Program Pembinaan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil

penelitian yaitu:

1. Pembinaan Spiritual

Pembinaan ini bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

kepada Tuhan YME, melalui pembinaan kesadaran beragama.

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan keimanan Narapidana

terutama memberikan pengertian agar narapidana dapat menyadari

akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya. Pembinaannya

berupa pengajian dari petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga dan Departemen Agama, sholat jumat

67

berjamaah dan kunjungan dari ormas Islam serta masyarakat yang

dilaksanakan di mushola RUTAN.

2. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara

Usaha ini dilaksanakan melalui pemahaman wawasan kebangsaan,

termasuk menyadarkan narapidana agar dapat berbakti menjadi

warga negara yang baik dan berbakti pada nusa dan bangsa.

Pembinaannya dapat berupa penyuluhan hukum dari Polres

Purbalingga, penyuluhan hukum oleh petugas Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dan pengarahan saat apel

oleh petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB

Purbalingga.

3. Pembinaan Kemandirian

Merupakan kegiatan pembinaan yang bertujuan meningkatkan

kemampuan Narapidana melalui program kerja. Pembinaannya

berupa pemberian keterampilan hanya begi yang mempunyai

minat. Pemberian keterampilan yang biasa dilakukan yaitu

membuat sapu dan keterampilan kayu. Sedangkan keterampilan

yang lain yaitu handicraft atau kerajinan tangan dan pengolahan

kayu limbah.

4. Pembinaan Olahraga dan Kesenian

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membentuk jiwa yang sehat serta

mengembangkan kemampuan di bidang olahraga yang dimiliki

masing-masing narapidana antara lain sepak bola, bola volley,

68

bulutangkis, serta tenis meja dan kemampuan dalam bermain

musik seperti kemampuan memainkan alat musik seperti gitar,

drum, bas, ataupun keyboard, dan juga mengasah kemampuan

dalam vokal.

5. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat

Bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara narapidana dengan

masyarakat dengan memberikan kesempatan mengembangkan

aspek-aspek pribadinya, memberikan keleluasaan yang lebih besar

untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan

kemasyarakatan, bekerja pada pihak ketiga, melanjutkan

pendidikan umum, dan beribadah bersama masyarakat.

Pembinaan dalam pemasyarakatan mengandung pengertian bahwa

memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit

menjadi seseorang yang baik. Sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi

pekerti narapidana yang didorong untuk membangkllkan rasa harga diri pada diri

sendiri dan pada orang lain serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk

menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam

masyarakat dan selanjutnya berpotensi utnuk menjadi manusia yang berpribadi

luhur dan bermoral tinggi.38

38

Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan,

Yogyakarta, Liberty, 1986, hlm 187.

69

4. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan

Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

Data primer ini diperoleh oleh penulis melalui wawancara dengan para

responden. Responden yang dimaksud adalah:

1. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

yang diwakili oleh Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan.

2. Narapidana pidana wanita yang berjumlah 4 orang.

Tabel 16: Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Faktor

Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan Pembinaan

Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas

II B Purbalingga

Kode Informan Hasil Wawancara Substansi Tema Tujuan

Helmi Najih,

Amd, IP, S.H.

(Sub Sie

Pembinaan)

-Faktor pendorong

pembinaan narapidana

wanita sebagian besar

berasal dari Purbalingga,

serta adanya dukungan dari

pihak ketiga seperti

masyarakat, ormas-ormas,

dan instansi pemerintah ikut

antusias dalam pelaksanaan

pembinaan, para narapidana

wannitapun menyambut dan

menerima dengan baik.

-Faktor penghambat untuk

pembinaan kepribadian

tidak ada. Kalau untuk

pembinaan keterampilan

hambatannya instruktur

khusus pembinaan

keterampilan tidak ada dan

kurangnya pendanaan.

-Dalam

pelaksanaana

pembinaan

narapidana

wanita di

RUTAN

Purbalingga ada

bebebrapa faktor

pendorong dan

penghambat.

-Faktor yang

mendorong

dan

menghambat

pelaksanaan

pembinaan

narapidana

wanita di

RUTAN

Purbalingga.

-Dapat

mengantisipasi

hambatan dan

meningkatkan

faktor

pendorong

untuk

kelancaran

pelaksanaan

pembinaan

narapidana

wanita di

RUTAN

Purbalingga.

Sumber: Data primer yang sudah diolah.

70

Tabel 17: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang

Faktor Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan

Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan

Negara Kelas II B Purbalingga

Kode

Informan

Hasil Wawancara Substansi Implikasi

Mawar

(bukan nama

sebenarnya).

-Faktor pendorong,

pelaksanaan pembinaan

sangat berarti. Khususnya

pembinaan spiritual,

memberikan bekal rochani

bagi kehidupan dengan

adanya pengajian-pengajian,

kunjungan dari ormas Islam,

sholat berjamaah. Apalagi

bagi narapidana wanita yang

mengikuti pembinaan

keterampilan, diajari

membuat kristik, dan

keterampilan menjait.

-Faktor penghambat Tidak

ada hambatan dalam

pembinaan, karena dalam

menjalaninya dengan

nyaman, hubungan dengan

petugaspun baik-baik saja.

-Tidak adanya

faktor yang

menghambat dalam

pelaksanaan

pembinaan

narapidana wanita

RUTAN

Purbalingga.

Dimana ditekankan agar

narapidana wanita

mengetahui cara pembinaan

yang baik dan benar,

melaksanakan pembinaan

keterampilan serta

mengetahui manfaat dari

pelaksanaan pembinaan.

Melati

(bukan nama

sebenaranya).

-Faktor pendorong, jadi

banyak kegiatan, yang dapat

diikui oleh narapidana

wanita seperti membuat sapu,

memasak, bersih-bersih.

Jadinya tidak bosen di

bingker karena diselingi

banyak kegiatan. Pembinaan

spiritualnya juga lancar,

dibina oleh petugas dan

kadang-kadang ada

pengajian dari Depag

sehingga mendekatkan kita

pada Yang Maha Kuasa.

-Pelaksanaan

pembinaan

narapidana wanita

dapat menjadi

kegiatan yang

positif.

Dapat menjadikan suatu

pembinaan yang berguna

bagi kehidupan narapidana

wanita di kemudian hari.

71

Hubungan antara narapidana

wanita di RUTAN

Purbalingga baik, dengan

petugaspun juga baik.

-Faktor penghambat secara

pribadi tidak ada faktor yang

menghambat.

Matahari

(bukan nama

sebenarnya).

-Faktor pendorong,

pembinaannya baik serta

bermakna bagi kehidupan

sehari-hari, menjadikan serta

menyadarkan kita akan

pentingnya kehidupan.

Pelaksanaan pembinaan

dapat mendekatkan diri

kepada ALLAH SWT.

-Faktor penghambat, secara

pribadi penghambatnya saat

pembinaan khusus ke

rochanian cara penyampaian

ceramahennya kurang

menaraik sehingga membuat

ngantuk.

-Menerima

pembinaan secara

positif. Masih ada

faktor penghambat

dalam penyampaian

pembinaan.

Adanya pembenahan dalam

penyampaian pembinaan

kepada narapidana wanita di

RUTAN Purbalingga.

Kenanga

(bukan nama

sebenarnya).

-faktor pendorong secara

umum, pemberi pembinaan

menyampaikan

pembinaannya dengan baik

dan jelas sehingga membuat

narapidana wanita antusias

dan tertarik mengikuti

pelaksanaan pembinaan di

RUTAN Purbalingga. Dan

juga pelaksanaan pembinaan

narapidana wanita terjadwal

dengan baik.

-Fator penghamba, selama

menjalani hukuman di

RUTAN Purbalinnga tidak

ada hambatan dalam

menerima pembinaan.

- Karena

pelaksanaan

pembinaan sudah

terjadwal maka

pelaksanaan

pembinaan di

RUTAN

Purbalingga dapat

berjalan dengan

lancar.

Pelaksanaan pembinaan

yang sudah berjalan dengan

baik untuk tetap

dipertahankan dan di

tingkatkan lagi di kemudian

hari.

Sumber: Data primer yang sudah diolah

72

Penempatan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

menjadi masalah bagi petugas RUTAN Purbalingga dalam menyiapkan

narapidana wanita kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya karena tugas

pokok dan fungsi RUTAN adalah perawatan tahanan sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat dan Cara Pelaksanaan

Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Dengan keberadaan

narapidana wanita di RUTAN Purbalingga, berarti juga bahwa RUTAN

Purbalingga harus melakukan pembinaan untuk mencapai tujuan Pemasyarakatan.

RUTAN Purbalingga dapat melakukan pembinaan dalam kemandirian dan

pembinaan kepribadian. RUTAN Purbalingga memiliki fasilitas atau ruangan-

ruangan yang mendukung pembinaan seperti masjid atau ruang ibadah, aula,

ruangan bimbingan latihati kerja, perpustakaan, ruangan kunjungan, ruang

kesehatan serta ruangan hunian yang memadai termasuk ruang isolasi dan

sebagainya.

Permasalahannya adalah di dalam RUTAN Purbalingga dihuni oleh dua

pelanggar hukum yang mempunyai status yang berbeda yaitu tahanan dan

narapidana. Percampuran antara tahanan dan narapidana dapat mengakibatkan

dampak negatif bagi tahanan, narapidana dan petugas RUTAN. Apalagi jika

memperhatikan fasilitas RUTAN yang serba kekurangan, kemungkinan hal itu

dapat terjadi sangat besar oleh karena itu petugas harus dapat mencegah atau

mengatasi masalah yang timbul terutama mengenai masalah penempatan

penghuni di RUTAN Purbalingga.

73

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan

Negara Kelas II B Purbalingga.

Pada penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan penelitian pada

pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Tujuan pembinaan terhadap narapidana wanita

untuk membentuk narapidana wanita seperti yang diamanatkan Pasal 2 UU No 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan sebagai berikut:

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,

dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar

sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”

Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dilaksanakan berdasarkan Pasal 2 UU

No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Membahas tentang kepenjaraan

(Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan) dan pembinaan narapidana

didalamnya pada dasarnya merupakan pembicaraan tentang “sistem hukuman”,

suatu cara yang merupakan alat untuk mengatasi anggota-anggota masyarakat

yang melanggar kaidah-kaidah hukum dari suatu negara tertentu.

W. A. Bonger meyatakan bahwa sejak abad ke 18 terlihat adanya suatu

perubahan yang sedang berlangsung dalam peradilan. Dulu hakim sedikit atau

sama sekali tidak memikirkan keadaan pribadi penjahat. Jika sudah terbukti

kesalahanya, tinggal kewajiban para hakim dengan tidak memandang bagaimana

keadaan terdakwa dijatuhi hukuman. Hukuman (dalam segala bentuknya) pada

74

awalnya merupakan “pembalasan denda” bahkan pada mula sekali dalam

masyarakat yang mau sederhana anggota masyarakat yang dirugikan langsung

membalas yang merugikan dengan menghukum orang yang merugikan, namun

setelah peranan masyarakat (negara) makin besar maka timbul perubahan dimana

“pembalasan” dari pihak yang dirugikan baik menurut kesusilaan yang terdapat

dalam masyarakat maupun dalam hukum pidana. Sehingga masalah hukuman

sepenuhnya dijatuhkan oleh Negara. Perkembangan selanjutnya memandang

sebagai sebagai cara yang mengandung dua unsur:39

1. Memuaskan rasa dendam dan benci para anggota suatu kelompok

(artinya agar kelompok puas maka penjahat dihukum).

2. Melindungi masyarakat, (la defece sociale) agar masyarakat terhindar

gangguan penjahat ditindak atau dihukum serta diisolir dari

masyarakat.

Pada akhirnya makna hukuman ini Bonger melihat adanya

perkembangan negara dan masyarakat mulai memperhatikan bahwa penting pula

memperhatikan pendidikan terhadap mereka yang dihukum penjara, agar nantinya

dapat menjadi Warga masyarakat yang baik kembali.40

Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada prakteknya diberikan

pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Berdasarkan Pasal 2 UU No.

12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pembinaan kepribadiaan di

RUTAN Purbalingga yang meliputi penyuluhan hukum, pengajian, sholat

39

Soedjono Dirdjosisworo, sejarah dan azas-azas penologi, CV Armico, Bandung,

1984, hlm 181. 40

Ibid. Hlm 182.

75

berjamaah, kunjungan-kunjungan, mengikuti senam pagi, olahraga dan kebersihan

lingkungan dalam rangka untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar

menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai

keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan tangan,

dalam rangka narapidana wanita dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan

dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Narapidana wanita di RUTAN Purbalingga ada 4 (empat) orang dan semuanya

telah menerima pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun kemandirian.41

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam

Pasal 2 ayat (l) menyatakan:

“Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan

dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian.”

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan, maka pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu diberikan pembinaan

kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan

41

Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.

76

mengenai keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, membuat kerajinan

tangan. Sarana dan prasaran keterampilan menjait, melukis, kristik semuanya

disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, namun untuk tenaga ahli yang dapat

mendampingi narapidana wanita dalam pembinaan keterampilan masih terbatas.

Pembinaan kepribadian yang dilaksanakan meliputi:

a. Penyuluhan hukum

Diadakan penyuluhan hukum baik dari petugas Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga maupun dari Humas Polres

Purbalingga. Pembinaan ini menanamkan pemahaman bagi narapidana

terhadap norma dan kaidah hukum agar tidak melanggar hukum.

Kesadaran hukum ini membawa keinginan bagi narapidana wanita

untuk tidak lagi melanggar hukum yang berlaku karena ini akan sangat

merugikan diri mereka sendiri maupun orang lain. Selama kehilangan

kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada

masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Hal ini sesuai

dengan kodratnya sebagai manusia yang tidak lepas dari masyarakat.

b. Pengajian

Pengajian dilaksanakan setiap hari Rabu dan Sabtu, Kadang-kadang

hari selasa ada pengajian yang diselenggarakan oleh Departemen

Agama (DEPAG) Kabupaten Purbalingga. Hal ini dilaksanakan untuk

meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran beragama.

Usaha ini diperlukan untuk memberi pengertian agar narapidana

wanita dapat menyadari akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya

77

selama ini termasuk menyadarkan narapidana agar menjadi warga

negara yang dapat memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan

negara.

c. Sholat berjamaah

Dilakukan sholat bersama 5 (lima) waktu serta sholat jumat dengan

petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga di

mushola yang ada di lingkungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga. Bagi yang beragama Nasrani diadakan

kegiatan untuk beribadah yaitu setiap minggu ke gereja dengan diantar

dan dijemput oleh petugas keamanan Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan

bimbingan, maka terhadap narapidana wanita ditanamkan norma-

norma hidup dan kehidupan serta diberi kesempatan untuk

merenungkan perbuatan salah yang pernah diperbuat. Narapidana

wanita dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk

menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya. Tiap orang adalah

manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat.

Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana wanita bahwa ia itu

penjahat. Narapidana wanita harus diperlakukan sebagai manusia,

segala bentuk label yang negatif yang melekat pada narapidana wanita

hendaknya sedapat mungkin dihapuskan.

78

d. Kunjungan-kunjungan

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga mempunyai

hubungan yang baik dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) di

Kabupaten Purbalingga. Hal ini berdampak positif dengan adanya

kunjungan-kunjungan dari ormas wanita Islam di Kabupaten

Purbalingga.

e. Mengikuti senam pagi

Senam pagi dilaksanakan setiap hari yaitu hari selasa sampai dengan

hari sabtu. Hal ini dimaksudkan agar narapidana wanita tetap terjaga

kesehatannya.

f. Olahraga

Olahraga yang ada yaitu bola voli, bulutangkis, tennis meja dengan

sarana dan prasarana yang telah ada di lingkungan Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

g. Kebersihan lingkungan

Dilaksanakan di lingkungan Rumah Tahanan Negara, (RUTAN) Kelas

II B Purbalingga seperti mencabuti rumput, bersih-bersih dan menyapu

ruangan.

Sistem atau model pembinaan yang dilaksanakan oleh Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga ini cukup baik. Dengan berbagai jenis

keterampilan serta pembimbingan dari para petugas Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga membuat mereka banyak memperoleh manfaat

yang baik. Upaya pembinaan dan bimbingan yang demikian itu telah sesuai pula

79

dengan dasar pembaharuan pidana yang mengandung aspek menempuh upaya

baru terhadap narapidana. Sistem pembinaan tersebut sesuai dengan pendapat

Sahardjo yang meyatakan dengan singkat tujuan pidana penjara ialah

pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang

diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga

orang-orang yang menurut Suhardjo telah tersesat diayomi oleh pohon beringin

dan diberikan bekal hidup sehingga akan menjadi Kaula yang berfaedah di dalam

masyarakat Indonesia. Dengan pernyataan Sahardjo maka penjara di Indonesia

diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan.42

Narapidana wanita sebagai manusia yang dibina harus bisa

dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan

kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya

berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

Dengan demikian sasaran pembinaan tertuju pada pribadi dan budi pekerti

narapidana wanita tersebut.

Pentahapan proses pemasyarakatan dan upaya pembinaannya secara

operasional berusaha untuk menjauhkan narapidana wanita secara bertahap dari

lingkungan buruk tembok penjara dan mendekatkan narapidana pada hakekat

hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pemasyarakatan

merupakan suatu perubahan dalam pelaksanaan pidana penjara yang kaitannya

deagan perlakuan terhadap narapidana wanita berdasarkan paham humanisme dan

berdasar filsafat Pancasila sebagai dasar dalam membina narapidana. Pihak

42

Op. Cit. Soedjono Dirdjosisworo. Hlm 185.

80

keluarga dan masyarakat juga diberi kesempatan untuk ikut membina sehingga

narapidana metasa bahwa dia tetap diakui eksistensinya sebagai anggota

masyarakat.

Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian narapidana wanita

di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil

penelitian dalam prakteknya telah sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dimana dalam Pasal 3

menyatakan bahwa Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Narapidana wanita mendapatkan pembinaan keagamaan menurut

dengan kepercayaannya. Pembinaan yang diterima seperti sholat lima

waktu dan sholat jum’at, membaca Al’Quran serta buku-buku

keagaman yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, pengajian

rutin setiap minggu dilaksanakan, penyuluhan dari Depag, serta bagi

yang beragama non muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan

diantar Ketempat peribadahannya, karena di dalam RUTAN

Purbalingga hanya ada fasilitas mushola.

b. kesadaran berbangsa dan bernegara;

Mengikuti upacara bendera, memperingati serta merayakan hari besar

nasional serpeti memperingati hari pahlawan, kesaktian pancasila, hari

kartini dan kebangkitan nasional.

81

c. intelektual;

Petugas RUTAN Purbalingga menyediakan buku-buku bacaan koran,

majalah, serta buku-buku lain dimana agar narapidana wanita dapat

berkembang dan memiliki wawasan yang luas.

d. sikap dan perilaku;

Pembinaan mengenai karakter narapidana wanita serta kesempatan

mengembangkan aspek-aspek kepribadian dan kemandirian. Yang

dilakuakan oleh petugas RUTAN Purbalingga dan dilaksanakan oleh

narapidana wanita.

e. kesehatan jasmani dan rohani;

Adanya fasilitas olahraga untuk kebugaran jasmani dan tersedianya

fasilitas kesehatan bagi narapidana wanita yang sakit. Keagamaan,

hiburan-hiburan serta adanya waktu besuk kunjungan bertemu

keluarga di RUTAN Purbalingga.

f. kesadaran hukum;

Adanya pembinaan tentang penyuluhan hukum oleh pihak Polres

Purbalingga dan petugas RUTAN Purbalingga. Pembinaan tersebut

bertujuan meningkatkan kesadaran hukum narapidana wanita agar

pada saat narapidana tersebut berbaur dengan mayarakat dapat diterima

dengan baik.

g. reintegrasi sehat dengan masyarakat;

Meningkatkan kesadaran serta dapat lebih menghargai diri sendiri dan

menghargai orang lain serta masyarakat.

82

h. keterampilan kerja; dan

Adanya pelaksanaan pembinaan kemandirian. Seperti menjait

membuat kerajinan kristik.

i. latihan kerja dan produksi.

Berkerjasama dengan pihak ketiga (masyarakat) seperti perusahaan

mebeler. Untuk memproduksi barang mentah yang kemudian diolah

menjadi barang siap jual.

Sistem pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan

menyelesaikan pencatatan secara administratif, yang disusul dengan observasi

atau identifikasi mengenai pribadinya secara lengkap oleh satu Petugas

Pemasyarakatan. Setelah selesai kemudian ditentukan bentuk dan cara perlakuan

(treatment) yang akan ditempuh, antara lain penempatannya untuk tinggal,

pekerjaan yang akan diberikan, pendidikan atau pelajaran yang akan ditempuhnya.

Disamping diberi keterangan tentang hak dan kewajiban serta tata cara hidup

dalam lembaga. Setelah berjalan beberapa lama pertemuan Petugas

Pemasyarakatan diadakan dengan mengikutsertakan narapidana yang

bersangkutan, dievaluair keadaannya maju atau mundur tingkah lakunya.

Perlakuan selanjutnya ditentukan oleh Petugas sesuai dengan kemajuan atau

kemundurannya, setelah dilakukan koreksi seperlunya. Usaha evaluasi semacam

ini dilakukan secara berkala dan akhirnya bila terus ada kemajuan dan sudah tiba

waktunya narapidana disusulkan dilepas dengan perjanjian, tetapi bila tidak maka

narapidananya sampai habis masa pidananya.43

43

Ibid. Hlm. 189.

83

Selama dalam Lembaga, sebagai hasil usaha Petugas bila ada kemajuan

dapat kepada narapidana diperlonggar kebebasannya, hingga makin dekat

pergaulannya dengan masyarakat, bila berupa mendapat pekerjaan maupun

pendidikan olah raga, olah kesenian, kesempatan beribadat, dan lain-lain di luar

lembaga bersama masyarakat, dan juga dengan keluarganya. Dengan demikian

secara progressip narapidana setapak demi setapak dengan kemajuan pribadinya,

mendekati hari lepasnya. Usaha perlepasan dengan perjanjian merupakan mata

rantai terakhir dari usaha pembinaan dalam sistem pemasyarakatan, disamping

remisi yang diberikan pada tiap-tiap tanggal 17 Agustus bila berkelakuan baik.

Untuk membantu naiknya kemajuan nilai narapidana, kepadanya diberikan

pendidikan dan pelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, keagamaan

dan keterampilan.44

Disamping pendidikan dan pelajaran, adanya pekerjaan pekerjaan dengan

mesin jahit, tangan, pertanian dan lain-lain merupakan sarana penting dalam

pembinaannya, demi perkembangan daya kerjanya dan demi pencaharian

nafkahnya kemudian serta bantuannya dalam pengembangan ekonomi nasional.

Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor. 12 Tahun

1995 Tentang Pemasyarakatan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan

Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam prakteknya berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga hak-hak yang telah didapatkan antara lain:

44

Ibid. Hlm 189.

84

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya:

Bagi yang beragama muslim disediakan mushola untuk tempat

beribadah, sedangkan yang beragama non muslim pihak RUTAN

Purbalingga dapat mengantarkan ke tempat peribadahannya.

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani:

Perawatan rohani dapat diterima melalui ibadah sesuai agama dan

kepercayaan, sedangkan perawatan jasmani dengan adanya fasilitas

olahraga yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga.

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran:

Narapidana wanita mendapat pendidikan serta pengajaran seperti

membuat kerajinan tangan dan penyuluhan sebagai bekal narapidana

wanita.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak:

Bagi narapidana wanita yang sakit mendapatkan pengobatan gratis

dari pihak RUTAN Purbalingga serta makan-makanan yang layak dan

bergizi.

e. Menyampaikan keluhan:

Narapidana wanita dapat menyampaikan keluhan-keluhan kepada

petugas RUTAN Purbalingga apabila ada permasalahan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang:

85

Narapidana wanita mendapatkan bimbingan serta hiburan melalui

buku dan media massa yang telah disediakan oleh pihak RUTAN

Purbalingga.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan:

Apabila narapidana wanita dalam membuat kerajinan tangan dan

dapat dijual maka hasil dari penjualan barang tersebut narapidana

wanita juga dapat memperoleh keuntungannya.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya:

Adanya izin dari pihak RUTAN apabiala narapidana wanita

mendapatkan kunjungan.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi):

dapat diperoleh apabila perilaku narapidana wanita tergolong baik.

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga:

Hal ini dapat diperoleh narapidana wanita apabila narapidana akan

bebas dari hukuman.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat:

Pembebasan ini diperoleh narapidana wanita dengan adanya ketentuan

yang harus dijalani terlebih dahulu.

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan:

Apabila narapidana sudah tinggal sebentar masa tahanannya.

86

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku:

Ini didapat narapidana wanita apabila narapidana wanita berkelakuan

baik selama tinggal di dalam RUTAN Purbalingga.

Wanita mempunyai kodrat yang berbeda dengan laki-laki, ada beberapa

hak khusus yang diterima oleh narapidana wanita dimana hak tersebut berbeda

dengan hak narapidana laki-laki. Narapidana wanita mendapatkan hak khusus

diantaranya pada saat menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Pada saat

narapidana wanita menstruasi, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga

menyiapkan seperti pembalut yang dapat digunakan oleh narapidana wanita. Pada

saat narapidana wanita hamil, RUTAN Purbalingga menyiapkan pelayanan

kesehatan ibu hamil seperti imunisasi dan pemberian vitamin secara teratur, ketika

narapidana wanita melahirkan maka pihak RUTAN Purbalingga akan

mengantarkan narapidana wanita kerumah sakit di wilayah RUTAN Purbalingga.

Dalam hal pembiayaan narapidana wanita untuk perawatan menstruasi,

kehamilan, melahirkan, dan menyusui, didanai oleh pihak RUTAN Purbalingga

serta adanya bantuan dana dari keluarga narapidana wanita yang bersangkutan.45

Dalam menjalankan pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di

RUTAN Purbalingga berdasarkan hasil penelitian telah sesuai dengan asas-asas

dalam UU Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dimana asas-asas

tersebut dituangkan dalam Pasal 5 sebagai berikut:

45

Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.

87

a. Pengayoman;

Yang dimaksud dengan pengayoman adalah perlakuan terhadap warga

binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari

kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan

Pemasyarakatan,juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di

dalammasyarakat.

b. Persamaan perlakuan dan pelajaran;

Adanya perlakuan dan pemberian materi yang sama terhadap

narapidana wanita di RUTAN Purabalingga tanpa membedakan latar

belakang, pendidikan, usia, jabatan dari narapidana wanita.

c. Pendidikan;

Pendidikan yang diterima narapidana wanita sesuai dengan pancasila

misalnya keagamanan, ketersmpilan, kenegaraan, kemasyarakatan.

d. Pembimbingan;

Adanya suatu bimbingan untuk meningkatkan jiwa kekeluargaan, dan

menunaikan ibadah.

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia

adalah bahwa sebagai orang yang tersesat warga binaan

pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

88

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;

Yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-

satunya penderitaan adalah warga binaan pemasyarakatan harus

berada dalam RUTAN untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara

mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya menjadi lebih

baik.

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.

Yang dimaksud dengan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan

dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun

warga binaan pemasyarakatan berada di RUTAN, tetapi harus tetap

didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh

diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan

masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam RUTAN dari

anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama

sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Didalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

asas-asas tersebut sudah diterapkan serta berjalan dengan baik dimana sesuai

dengan harapan para petugas yang melaksanakan pembinaan. Karena pada

dasarnya narapidana juga mempunyai hak-hak seperti manusia pada umumnya,

seperti yang ditegaskan Sahardjo, tiap orang adalah manusia dan harus

diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan

89

pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa

ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.

Politik penyelenggaraan sistem pemasyarakatan sebagai pelaksanaan

pembinaan narapidana, berdasarkan azas Pancasila:46

a. Bahwa dalam usaha pemberian perlindungan pada masyarakat dan

individu terhadap kejahatan tidak hanya dicapai dengan usaha-usaha

pencegahan baik dalam arti kata sampit maupun luas, dan dengan

usaha-usaha pengendalian penguasaan kejahatan melalui law

enforcement saja, akan tetapi juga dengan pencegahan pengulangan

kejahatan melalui teknik perlakuan yang dasar penilaiannya dititik

beratkan kepada proses perkembangan dari potensi-potensi

penyesuaian yang positif, alamian dan insaniah sebagai satu proses

keadilan yang bertujuan memulihkan fitrah kesatuan hubungan hidup,

kehidupan dan penghidupan antara manusia terpidana dengan

pribadinya sendiri, sesama manusianya, masyarakatnya dan alamnya di

bawah ridho Tuhan Yang Maha Esa.

b. Masyarakat Indonesia sedang membangun dan narapidana adalah

warganegara, yang dalam hal tanggung jawab terhadap terciptanya

tujuan bangsa sama nilainya dengan warganegara lainnya, sehingga

harus turut atau diturutsertakan dalam pembangunan, yang bila tidak

akan menurunkan nilai martabatnya sebagai warganegara.demi

kehidupan sendiri dan kehidupan keluarganya yang ditinggalkan,

46

Ibid. Hlm 190-191.

90

sesuai dengan keadaan kehidupan tiap keluarga, di mana tiap kepala

keluarga wajib dapat menghasilkan dengan karyanya kebutuhan akan

kehidupannya, termasuk keluarganya maka narapidana wajib berkarya

seperti halnya seorang kepala keluarga. Dengan demikian ia dapat

mengidupi diri dan keluarganya tanpa memberatkan biaya pemerintah

(umum), dan disampingnya dengan karyanya juga menambah secara

langsung kemakmuran umum sebagai imbalan terhadap perbuatannya

yang telah merugikan dan melatih diri dalam keterampilan bekerja.

c. Narapidana sebagai titipan Tuhan, memiliki hidup kerokhanian dan

mengharapkan akan kebahagiaan abadi di akhirat nanti, wajib dibina

dan dibimbing ke arah tata kehidupan yang sesuai demi tercapainya

tujuan tersebut. Usaha ini, dengan adanya azas Pancasila, menjadi

menonjol hingga wajib diselenggarakan dengan sebaik-baiknya usaha-

usaha pendidikan atau pelajaran dan peribadatan agama dengan

peralatan atau perlengkapan yang mencukupi. Bila usah ini benar-

benar berhasil, berarti bahwa seluruh tujuan Pemasyarakatan telah

berhasil pula, karena dengan demikian narapidana telah pula dapat

memenuhi apa yang ditentukan oleh ayat-ayat diatas.

Pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan menyebutkan mengenai hak narapidana diantaranya mengenai

pengurangan masa pidana (remisi), asimilasi, dan pembebasan bersyarat. Pada

dasarnya Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga sudah mengusulkan

memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan asimilasi, dan pembebasan

91

bersyarat kepada Kementrian Hukum dan Ham. Tetapi belum dapat dilaksanakan

oleh pihak RUTAN Purbalingga karena untuk asimilasi kepada narapidana wanita

masih belum menemukan tempat untuk melaksanakan asimilasi tersebut karena

masih sulit berkejasama dengan pihak ketiga. Salah satu kendala dalam

melaksanakan asimilsi adalah kualitas sumber daya manusia narapidana wanita

masih relatif rendah. Hak narapidana wanita di RUTAN Purbalingga untuk

mendapatkan pembebasan bersyarat belum dapat dilaksanakan, karena belum ada

izin dari Kementrian Hukum dan Ham, serta narapidana wanita belum memenuhi

syarat substantif dan syarat administratif. Hak narapidana wanita di RUTAN

Purbalingga untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan (remisi) sudah dapat

dilaksanakan. Pengurangan masa hukuman (remisi) diterima narapidana wanita

setiap tahun. Diantaranya remisi hari raya Idhul fitri dan hari kemerdekaan pada

tanggal 17 Agustus.47

Berdasarkan pembahasan di atas Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Kelas II B Purbalingga telah melakukan pelaksanaan pembinaan narapidana

wanita telah sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan

Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

47

Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.

92

Tabel 18. Hasil Wawancara Rencana Penerapan Pembinaan

Kemandirian Setalah Narapidana Wanita Selesai

Masa Hukuman

No Kode Informan Pembinaan Kemandirian Hasil Wawancara

1. Mawar (bukan

nama sebenarnya)

- keterampilan seperti

menjait, melukis, kristik,

dan membuat kerajinan

tangan.

Setelah masa hukuman

selasai dari RUTAN

Purbalingga dan

menerima pembinaan

maka akan

memanafaatkan

pembinaan yang pernah

diterima, misalnya

menjahit.

2. Melati (bukan

nama sebenarnya)

Pembinaan yang diterima

di RUTAN Purbalingga

sangat bermanfaat dan

setelah masa hukumman

selesai keterampilan yang

diperolah dapat

diterapkan di perusahan

atau di pabrik.

3. Matahari (bukan

nama sebenarnya)

Setelah masa hukuman

selesai, ingin menerapkan

hasil pembinaan yang

pernah diterima di

RUTAN Purbalingga

menjadi seorang penjait.

Supaya tidak tergantung

pada orang lain dan

dapat hidup mandiri.

93

4. Kenanga (bukan

nama sebenarnya)

Selama tinggal di RUTAN

Purbalingga banyak

menerima pembinaan

kemandirian yang dapat

dimanfaatkan. Tetapi

setelah masa hukuman

selesai pertama yang

ingin dilakukan adalah

pulang kampung terlebih

dahulu. Karena belum

ada rencana untuk

memanfaatkan

pembinaan tersebut.

Sumber: Data primer yang sudah diolah

Berdasar Tabel 18 dapat diketahui pembinaan kemandirian dapat

bermanfaat bagi narapidana wanita setelah masa hukuman selesai. Serta

pembinaan kemandirian tersebut dapat diterapkan di lingkungn masyarakat hal ini

sesuai dengan tujuan pembinaan kemandirian iu sendiri.

Untuk berhasilnya pembinan terpidana diperlukan perlengkapan-

perlengkaan, terutama bermacam-macam bentuk lembaga, yang sesuai dengan

tingkatan pengembangan semua segi kehidupan terpidana dan tenaga-tenaga

pembina yang cukup cakap dan penuh rasa pengabdian.48

Disamping itu masyarakat yang turut bertanggung jawab tentang adanya

pelanggaran hukum, wajib diturut sertakan secara langsung dalam usaha

pembinaan terpidana dan digerakan agar menerima kembali terpidana yang telah

48

Ibid. Hlm 200.

94

lepas dari lembaga sebagai salah seorang warga negara yang membantunya dalam

menempuh hidup barunya.49

Usaha pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama ia masuk dalam

lembaga hingga pada saat ia dilepas dari lembaga dan setelahnya dilanjutkan

dengan usaha pembimbingan lanjutan yang diselenggarakan oleh instansi-instansi

pemerintah atau sewasta bila masih diperlukan. Usaha pembinaan dilakukan

dengan mengingat pribadi tiap terpidana, secara prograsif sesuai dengan cepat

atau lambatnya kemajuan sikap, tingkah laku terpidana. Secara berkala

perkembangannya diteliti oleh suatu Dewan Pemasyarakatan yang menentukan

rencana pembinaan untuk selanjutnya, dan penempatannya pada lembaga yang

sesuai.50

Usaha pembinaan ditujukan terhadap hidup kejiwaannya untuk

memperkembangkan daya cipta, rasa, karsa, agar jujur, halus, sopan susila serta

dapat mengengkang nafsunya dan suka mengabdi pada Tuhan; terhadap hidup

jasmaniahnya serta daya karyanya agar sehat, kuat dan mampu berdiri sendiri

dengan mendapatkan nafkah yang halal dan cukup terhadap pribadinya sebagai

individu dan anggota masyarakat yang penuh serta suka mengabdi pada

masyarakat dan negara hingga lebih sadar akan kewajiban serta haknya sebagai

warga dan menghormati hukum.51

Untuk menjaga agar terpidana tidak terasing dari masyarakat dimana ia

akan kembali nanti, terpidana perlu dipergaulkan dengan masyarakatnya,

khususnya keluarganya. Hubungan mana makin lama makin cepat dan diperluas

49

Ibid. Hlm 200. 50

Ibid. Hlm 200. 51

Ibid. Hlm 201.

95

sejalan dengan kemajuan terpidana dalam perkembangannya dan menjelang hari

lepasnya. Demi kemungkinan pelaksanaan pembinaannya terpidana dapat

dipindah dari lembga dengan penjagaan maksimum, ke medium, dan ke minimum

yang dapat berupa lembaga terbuka.52

Pergaulan terhadap masyarakat luar, diwujudkan dengan kunjungan-

kunjungan organisasi atau perorangan yang berkecimpung dalam bidang

keagamaan atau sosial ke dalam lembaga pada hari-hari besar atau nasional atau

pada hari-hari tertentu. Pergaulan tersebut dilakukan juga dengan mengirimkan

terpidana secara kelompok atau perorangan keluar lembaga untuk keperluan

perlombaan olahraga, beribadah, belajar atau mencari pekerjaan, dengan

pengawasan .53

Organisasi dan perorangan tersebut diatas dapat membantu terpidana

dalam menyelesaikan kesulitan yang menyangkut keluarganya, pekerjaannya dan

lain-lain. Dengan cara pergaulan dengan masyarakat seperti tersebut diatas

masyarakat turut serta secara langsung dalam pembinaan terpidana.54

2. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan

Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

Hukum didalam negara berkembang dapat berperan untuk mengubah

pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola

pemikiran yang rasional dan modern, dalam hal ini hukum berfungsi sebagai

sarana pembaharuan masyarakat. Konsepsi ini membawa suatu konsekuensi

52

Ibid. Hlm 201. 53

Ibid. Hlm 201. 54

Ibid. Hlm 201.

96

bahwa perubahan yang diinginkan berjalan dengan teratur dan terencana. Hukum

disini mungkin dapat mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung

didalam mendorong terjadinya perubahan sosial.55

Bekerjanya hukum merupakan proses yang kompleks, bukan hanya

sekedar menegakkan aturan yang telah ditetapkan akan tetapi para penegak

hukum dihadapkan pada kualitas dari aturan itu sendiri, sarana dan prasarana yang

digunakan, kualitas penegak hukum dan kepentingan institusinya serta masyarakat

yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda. Bekerjanya

hukum tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang linier dan deterministik seperti

pandangan kaum positifistik, sebab disana akan terlihat berbagai pertentangan

kepentingan yang masing-masing ingin didahulukan.

Pelaksanaan pembinaan narapidana merupakan masalah penegakan

hukum. Sehubungan dengan masalah penegakan hukum ini, Soerjono Soekanto

berpendapat bahwa masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya

terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor

tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak negatif atau positifnya

terletak pada isi faktor-faktor yang berkaitan dengan penegakan hukum. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut: 56

55

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Rajawali Press, 1988,

hml 100. 56

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,

Raja Grafindo Persada, 1990, hlm 9.

97

a. Faktor hukumnya sendiri dalam hal undang-undang.

Dampak negatif dari faktor penegakan hukum. Hukum yang dibahas

dibatasi pada undang-undangnya saja, undang-undang dalam arti

material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh

Penguasa pusat maupun daerah yang sah. Gangguan terhadap

penegakan hukum yang berasal dari undang-undang kemungkinan

disebabkan oleh:

1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang yang

mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum.

2. Belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk

menempatkan undang-undang.

3. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.

Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa

asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai

dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain.57

1. Undang-Undang tidak berlaku surut.

2. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,

3. mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

4. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-

undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.

57

Ibid Hlm 10.

98

5. Undang-Undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-

undang yang berlaku terdahulu.

6. Undang-Undang tidak dapat diganggu guat.

7. Undang-Undang merupakan suatu sarana untuk mencapai

kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun

pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan.

Dalam kenyataan penegakan hukum, sering terjadi pertentangan

antara kepastian hukum dan keadilan hukum, penyelenggaraan hukum

bukan hanya merupakan sebuah penegakan hukum dalam kenyataan

tertulis saja, akan tetapi juga harus mengandung penyerasian antara

nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai

kedamaian, keadilan dan kemanfaatan. Dampak positif dari faktor

penegakan hukum dalam hal undang-undang adalah terlaksananya

penyelenggaraan hukum yang sesuai antara kepastian hukum,

keadilan, kedamaian dan kemanfaatan.

b. Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

yang menerapkan.

Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

Secara sosiologis, maka setiap penegakan hukum mempunyai

kedudukan (status) dan peranan (role). Permasalahan yang timbul dari

faktor penegakan hukum yaitu penerapan peran penegakan hukum.

Halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah antara lain

dampak negatifnya:

99

1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan

pihak lain dengan siapa dia berinteraksi;

2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi;

3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan,

sehingga sangat sulit untuk membuat suatu proyeksi;

4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu

kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material;

5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan

konservatisme.

Aparat penegak hukum merupakan sesuatu yang sangat penting

dalam pelaksanaan hukum, tanpa mereka hukum sulit tercapai, meski

dengan keberadaanya hukum hanya dalam posisi mungkin bisa

tercapai. Bukan hanya tentang permasalahan ada atau tidaknya

penegak hukum, tapi baik atau tidaknya kualitas penegak hukum akan

sangat mempengaruhi kualitas hukum. Jadi dampak positifnya adalah

semakin baik kualitas penegak hukumnya maka semakin baik pula

kualitas hukumnya.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam

penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka

tidak mungkin penegakan akan berlangsung dengan lancar dan

mencapai tujuan. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup

100

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,

peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.

Dampak negatif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, biasanya

faktor pendukung ini dijadikan sebagai faktor utama dalam

keikutsertaan para aparat hukum dalam mengabdi pada negara,

sehingga sekarang bisa dilihat, para aparat penegak hukum

mementingkan kemewahan dari sarana atau fasilitas yang mendukung

penegakan hukum. dalam kondisi perekonomian masyarakat Indonesia

yang sebagian besar kurang mampu, kelengkapan dan kemewahan

fasilitas tetap menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum.

Dampak positif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, dengan

dilengkapinya sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penegakan

hukum maka proses penegakan hukum akan berjalan baik dan lancar.

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

Dampak negatif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, pendapat

masyarakat mengenai hukum ikut mempengaruhi penegakan hukum

dengan kepatuhan hukum. Salah satu pendapat masyarakat yaitu

mengenai arti hukum yang dianggap identik dengan petugas (penegak

sebagai pribadi). Pendapat tersebut menyebabkan masyarakat akan

mematuhi hukum jika ada petugas.

Dampak positif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, penegakan

hukum yang dilakukan untuk sebuah keadilan dan kedamaian bagi

101

masyarakat akan menuntut masyarakatnya untuk banyak berparisipasi.

Kesadaran masyarakat sangatlah penting sehingga ketika masyarakat

menjalankan hukum karena takut, maka hukum akan berlalu begitu

saja. Lain halnya ketika masyarakat melaksanakan hukum karena

kesadaraannya maka hukum akan berjalan dengan baik.

e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cita dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa

manusia didalam pergaulan hidup. Hukum harus dibuat sesuai dengan

kondisi masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan kebudayaan

yang hidup di masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia

sangat beragam. Setiap daerah terdiri dari suku bangsa dengan bahasa

dan adat istiadat yang berbeda dengan suku bangsa di daerah lain.

Kemajemukan ini berpengaruh terhadap usaha penegakan hukum di

Indonesia. Ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-

undangan dapat berlaku bagi suatu daerah tapi belum tentu bisa

dilaksanakan di daerah lain.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka faktor yang paling berpengaruh

dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagai di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga adalah faktor penegak hukum yakni

pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan. Hakim sebagai salah

satu penegak hukum, dalam hal ini putusan hakim yang dijatuhkan terhadap

seseorang yang dijatuhi pidana kurungan sebagai pidana pokok sangat

102

berpengaruh terhadap proses pembinaan narapidana sehingga sebelum

menjatuhkan putusan diharapkan hakim bebar-benar memper-timbangkan

putusannya. Jika dipandang tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan maka

hakim sebaiknya tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan tersebut.

Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah

Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu adanya dukungan dari

pihak ketiga seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut

antusias dalam pelaksanaan pembinaan. Para narapidana wanitapun menyambut

dan menerima dengan baik sehingga dapat memudahkan untuk menyampaikan

pelaksanaan pembinaan.

Narapidana wanita adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu,

secara umum narapidana wanita adalah manusia biasa seperti wanita-wanita

lainnya, namun kita tidak dapat begitu saja menyamakan, sehingga tidak harus

diberantas. Bagaimanapun juga narapidana wanita adalah manusia yang memiliki

potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi lebih produktif. Narapidana

wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga menyambut

dengan baik pelaksanaan pembinaan narapidana wanita khususnya mengenai

pelaksanaan pembinaan tentang jasmani dan kerochanian yang dapat

mendekatkan diri kepada Allah Swt menjadiakan kepribadian yang lebih baik.

Pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diterima oleh narapidana wanita

sangatlah bermanfaat sebagai kegiatan yang positif dan meningkatkan

kemandirian. Pelaksanaan pembinaan dapat berjalan dengan baik dan lancar

karena sudah terjadwal. Faktot-faktor tersebut sangat penting karena dapat

103

berfungsi sebagai faktor pendorong terlaksananya pembinaan di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dengan baik.

Pembinaan kemandirian yang diberikan kepada narapidana wanita

misalnya membuat meja, lemari, sapu, kristik, menjahit dan keterampilan tangan

dari kayu. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga

sudah berusaha mencoba kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin

kayu di Kabupaten Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat

dikerjakan oleh narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena

respon dan kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau

perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung ruginya

karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat kesalahan-kesalahan

dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan pelaksanaan pembinaan

kemandirian serta kurangnya pelatih khusus pelaksanaan pembinaan mengenai

keterampilan sehingga menjadi suatu kendala serta menjadi faktor penghambat

pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga.58

58

Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najib selaku Staf Pelayanan Tahanan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.

104

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1) Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu pelaksanaan pembinaan

kepribadian dan kemandiriaan. Narapidana wanita Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga hanya ada 4 orang. yang

semuanya telah menerima, Pembinaan kepribadian tersebut meliputi:

a) Penyuluhan hukum;

b) Pengajian;

c) Sholat berjamaah;

d) Kunjungan-kunjungan;

e) Mengikuti senam pagi;

f) Olahraga;

g) Kebersihan lingkungan.

Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan

Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai

keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan

tangan. Pelaksanaan pembinaan kemandiriaan berguna untuk narapidan

wanita setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga. Dengan adanya pelaksanaan pembinaan kemandirian

105

diharapkan narapidana wanita mempunyai keterampilan yang dapat

dimanfaatkan untuk bekal mencari penghasilan tanpa tergantung dengan

orang lain.

2) Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN

Purbalingga adalah pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagian

besar berasal dari Purbalingga, serta adanya dukungan dari pihak ketiga

seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut antusias

dalam pelaksanaan pembinaan, para narapidana wanitapun menyambut

dan menerima dengan baik, adapun faktor penghambat pelaksanaan

pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas

II B Purbalingga dimana Petugas RUTAN Purbalingga sudah mencoba

kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin kayu di Kabupaten

Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat dikerjakan oleh

narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena respon dan

kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau

perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung

ruginya karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat

kesalahan-kesalahan dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan

pelaksanaan pembinaan kemandirian serta kurangnya pelatih khusus

pelaksanaan pembinaan mengenai keterampilan sehingga menjadi suatu

kendala serta menjadi faktor penghambat pelaksanaan pembinaan di

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

106

B. Saran

Setelah melakukan penelitian terhadap Pelaksanaan Pembinaan

Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga dan memperhatikan data yang penulis peroleh, maka penulis

mencoba memberikan saran sebagai bahan evaluasi, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk lebih menunjang profesionalisme dan kualitas pembinaan

narapidana perlu dibentuk dan dibangun Lembaga Pemasyarakatan

yang terpisah dari Rumah Tahanan Negara di Wilayah Kabupaten

Purbalingga agar tidak terjadi Over capacity, dimana seyogyanya

Rumah Tahanan Negara hanya sebagai tempat tahanan bukan tempat

narapidana. Serta perlu ditingkatkan juga kesejahteraan dan rotasi atau

mutasi Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B

Purbalingga agar tidak terjadi kejenuhan dan dapat meningkatkan

kinerja Petugas RUTAN Purbalingga.

2. Proses pengintergrasian yang lebih luas dan memberikan pembinaan

kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami arti pentingnya

pelaksanaan pembinaan narapidana wanita saat menjalani hukuman

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, perlunya

peningkatan koordinasi antara instansi terkait agar terjadi hubungan

yang harmonis dan koorpratif sehingga mempermudah proses

birokrasi dan administrasi yang bermuara pada cepatnya proses

pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara

(RUTAN) Kelas II B Purbalingga.

107

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Dirdjosisworo Soedjono. 1984. Sejarah dan azas-azas penologi, Bandung.CV

Armico.

Hamzah Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya

Paramit. Hlm. 32

Hadari, Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Koentjoroningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma.

Lexy J. Maleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung.

Poernomo Bambang . 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem

Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty. Hlm 187.

Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm. 40-

41

Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.

Bandung: PT Refika Aditama.

Ronny Hanitiyo Soemitro. 1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

_____________________,1990. Metodologi Penelitian dan Jurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung.

Soekanto Soerjono . 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press.

________________2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

________________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

_______________1988. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Press,

Hlm 100.

108

_______________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegukan Hukum.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.Hlm 9.

Sugiono. 2010. Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung.

W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Moeljatno. Tahun 2003.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Nomor. 8 Tahun 1981. Aneka Ilmu.

Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama

Penyelenggaraan Pembinaan Dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor. 58 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pelaksanaan Wewenang Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan

Tahanan.

Peraturan Pemerintah Nomor. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PR.07.03

Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga

Pemasyarakatan.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04.PR.07.03

Tahun 1985 Tentang Pembentukan Rumah Tahanan Negara.

Sumber lain:

Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia,

http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapas-

napi-juga-manusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012.

Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan.

Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=vie

w&id=885&Itemid=54. on line diakses tanggal 6 maret 2012.

109

Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On

line diakses tanggal 15 mei 2012.

Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line

diakses tanggal 6 Maret 2012.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan,

http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses

tanggal 6 Maret 2012.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara,

http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

http://radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012.

http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi

kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012.

Iqbal Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin Berani,

http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanita-

kini-semakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.

Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line

diakses tanggal 15 mei 2012.

Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 maret 2012.

Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses

tanggal 6 Maret 2012.