bab i pendahuluan a. latar belakang...

103
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan di Indonesia dinaungi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan. Bank sebagai inti dari perbankan mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan dan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, disebutkan dalam Pasal 5 bahwa jenis bank ada dua macam, yaitu Bank Umum dan BPR (BPR). Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perbankan adalah sebagai berikut: “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Dalam rangka beradaptasi menghadapi era globalisasi, membawa dampak secara menyeluruh dalam kehidupan Indonesia. Salah satu yang sangat terasa yaitu perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih. Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan sistem komputerisasi dalam segala bidang. Tidak terkecuali dalam bidang ekonomi, di mana lembaga perbankan menjadi intinya,

Upload: truongnhu

Post on 04-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan di Indonesia dinaungi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998, selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan. Bank

sebagai inti dari perbankan mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan

dan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang

Perbankan, disebutkan dalam Pasal 5 bahwa jenis bank ada dua macam, yaitu

Bank Umum dan BPR (BPR). Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing

dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perbankan adalah

sebagai berikut:

“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

“Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan usaha

secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Dalam rangka beradaptasi menghadapi era globalisasi, membawa dampak

secara menyeluruh dalam kehidupan Indonesia. Salah satu yang sangat terasa

yaitu perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih. Hal ini dapat

dilihat dengan penggunaan sistem komputerisasi dalam segala bidang. Tidak

terkecuali dalam bidang ekonomi, di mana lembaga perbankan menjadi intinya,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

2

dituntut untuk menerapkan teknologi sistem informasi yang diwujudkan dengan

penggunaan sistem komputerisasi dalam operasionalnya. Termasuk pemberian

jasa lalu lintas pembayaran oleh Bank Umum. Dalam melayani dan memberikan

jasa tersebut, bank menyediakan fasilitas berbasis komputer yang menjadi

indikator, tidak hanya kemajuan dalam perbankan itu sendiri tetapi juga

persaingan usaha antar bank yang turut memberikan kontribusi dalam peningkatan

ekonomi negara.

Terkait dengan pelayanan berbasis komputer, salah satu yang menjadi

obyeknya adalah fasilitas ATM. ATM singkatan dari Automatic Teller Machine

atau Automated Teller Machine yang di Indonesia juga dapat diartikan menjadi

Anjungan Tunai Mandiri, merupakan salah satu perwujudan dari sistem

komputerisasi yang merupakan bagian dari teknologi sistem informasi perbankan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan mengenai pengertian sistem dan

komputerisasi sebagai berikut:

“sistem: 1 perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga

membentuk suatu totalitas; 2 susunan yang teratur dari pandangan, teori,

asas, dan sebagainya; 3 metode;”1

“komputer: alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau mengolah

data secara cermat menurut yang diinstruksikan, dan memberikan hasil

pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia (film, musik,

televisi, faksimile, dan sebagainya), biasanya terdiri atas unit pemasukan,

unit pengeluaran, unit penyimpanan, serta unit pengontrolan;

komputerisasi: penggunaan komputer (dalam menghitung, mengolah data,

dan sebagainya) secara besar-besaran;”2

Pengertian ATM menurut Wasita Nugraha dalam makalahnya adalah :

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia

2 Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

3

“ATM merupakan alat elektronik yang mengijinkan nasabah bank

mengambil uang dan mengecek rekening tabungan mereka tanpa perlu

dilayani oleh “teller” manusia.”3

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan pengertian sistem

komputerisasi yaitu penggunaan alat elektronik otomatis dalam penghitungan atau

pengolahan data secara cermat menurut yang diinstruksikan, dan memberikan

hasil dari pengolahan tersebut dimana perangkat unsur di dalamnya teratur dan

saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Jika dihubungkan dengan

ATM, maka sistem komputerisasi ATM yaitu suatu sistem pengolahan data dalam

kartu ATM yang dapat memberikan pelayanan mandiri bagi nasabah pemegang

untuk melakukan transaksi tanpa dilayani oleh “teller” manusia.

Wasita Nugraha dalam makalahnya menjelaskan sebagai berikut:

“Adapun komponen dari ATM yaitu mesin ATM dan kartu ATM. Bagian-

bagian mesin ATM tampak dari luar terdiri dari kotak ATM, tombol

angka, layer monitor, kamera (pilihan). Sedangkan di dalam mesin ATM

terdiri dari satu unit komputer, keyboard, modem, kotak uang, printer kecil

dan card reader untuk membaca data pada kartu ATM. Tentang kartu

ATM juga terdapat bagian-bagian yang penting berkaitan langsung dengan

kartu, yaitu magnetic card reader, data yang diacak, dan PIN (Personal

Identification Number). Untuk magnetic card reader, sesuai dengan

namanya berfungsi untuk membaca dan menerima data. Dengan fungsi

tersebut magnetic card reader tidak memiliki kapasitas atau memori untuk

menyimpan data, karena data yang telah diterima diteruskan ke pusat

sistem komputerisasi bank. Saat mesin berhasil membaca data dalam kartu

ATM tersebut, maka mesin akan meminta PIN (Personal Identification

Number). PIN ini tidak terdapat di dalam kartu ATM melainkan harus di-

input oleh nasabah. Kemudian setelah PIN dimasukkan, maka data PIN

tersebut akan diacak (di-encrypt) dengan rumus tertentu dan dikirim ke

sistem komputerisasi bank yang bersangkutan. Pengacakan data PIN ini

dimaksudkan agar data yang dikirim tidak bisa terbaca oleh pihak lain.

PIN yang sudah diacak berikut isi data dari kartu akan dikirim langsung ke

3 Wasita Nugraha, 2009, Makalah: Autentivikasi dan Validasi PIN Pada ATM, Jogjakarta,

Universitas Teknik Jogjakarta.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

4

sistem komputerisasi bank untuk diverifikasi. Setelah data selesai diproses

dalam sistem komputerisasi bank, maka data akan dikirim kembali ke

ATM. Nasabah akan dapatkan apa yang dimintanya di ATM.”4

Sistem kerja mesin ATM yang pada umumnya terpisah dari bank yang

bersangkutan dihubungkan melalui sarana telekomunikasi. Setiap transaksi pada

mesin ATM akan diterima komputer dalam mesin kemudian data tersebut

dikirimkan ke pusat data melalui sarana telekomunikasi tadi, seperti line telepon,

Vsat atau radio. Dengan sarana telekomunikasi tersebut memungkinkan bank

untuk mengawasi dan memonitor status mesin ATM ketika mesin mati atau uang

di dalamnya habis.

Adanya fasilitas ATM dimaksudkan untuk mempermudah pelayanan bagi

para nasabah juga memberikan efisiensi transaksi. Secara umum, pelayanan yang

dapat dinikmati nasabah dengan menggunakan ATM antara lain penarikan tunai,

transfer atau pemindahbukuan, pembayaran tagihan, pembelian pulsa ponsel dan

isi ulang kartu debit.

Namun meskipun ATM dimaksudkan untuk memberikan kemudahan

seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di sisi lain ATM sering menimbulkan

masalah dan kerugian. Salah satu masalah yang terjadi di masyarakat berkaitan

dengan ATM ini yaitu akibat kesalahan dalam sistem komputerisasi bank, dalam

hal ini issuing bank. Sebagaimana kasus yang menjadi penelitian pendahuluan

penulis yaitu tentang kesalahan sistem komputerisasi database pada kartu ATM

Bank Mandiri. Kasus ini berkaitan langsung dengan penulis selaku pemilik

rekening di Bank Mandiri. Secara singkat mengenai kasus ini adalah ATM yang

4 Ibid.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

5

dibuat secara instan sebagaimana penawaran dari pihak Bank Mandiri. Pihak bank

menawarkan dua kategori kartu ATM berdasarkan pembuatannya yaitu kartu

ATM instan dan kartu ATM sesuai pesanan nasabah. Yang dimaksud dengan

kartu ATM instan yaitu jenis kartu ATM yang ditawarkan dapat diperoleh

nasabah pada saat pembukaan rekening namun pada kartu tersebut tidak

tercantum nama pemilik sesuai kehendak nasabah. Kartu ini dapat digunakan

dengan jeda waktu kurang lebih 1 (satu) jam setelah pembuatan PIN atas kartu

ATM tersebut. Kemudian kartu yang sesuai pesanan nasabah maksudnya adalah

kartu ATM yang ditawarkan untuk pencantuman nama nasabah sesuai dengan

kehendaknya namun memerlukan waktu setidaknya 6 (enam) hari kerja. Selain

dari proses pembuatan kartu tadi, tidak ada perbedaan fitur dan pelayanan dari

kedua kartu.

Kartu ATM yang dibuat secara instan kemudian diberikan input data

rekening lalu dibuat PIN untuk kartu ATM tersebut. Berkaitan dengan kasus,

dilakukan transaksi penarikan menggunakan kartu ATM setelah pembuatan kartu,

namun saldo rekening dinyatakan tidak mencukupi untuk dilakukan penarikan.

Dari transaksi cek saldo, jumlah saldo rekening tidak sesuai dengan yang

tercantum dalam buku tabungan. Setelah dikonfirmasikan, pihak bank

menyatakan adanya kemungkinan error system pada mesin ATM dan disarankan

untuk mencoba melakukan transaksi kembali dengan mesin ATM yang berbeda.

Beberapa hari kemudian, dapat dilakukan transaksi penarikan di luar kota

dan berhasil. Tetapi dari transkrip transaksi yang tercetak, ada penambahan saldo

yang signifikan dari saldo sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut tidak dapat

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

6

langsung dikonfirmasi, karena hanya dapat dilakukan kepada pihak issuing bank

kartu ATM. Dilakukan beberapa kali transaksi hingga kartu ATM tidak dapat

digunakan karena telah diblokir.

Konfirmasi yang diberikan pihak issuing bank berkaitan dengan kartu

ATM yang diblokir adalah bahwa data yang diterima kartu ATM tersebut bukan

merupakan data rekening yang seharusnya, melainkan data rekening nasabah lain.

Pihak bank menyatakan telah terjadi kesalahan dalam sistem komputerisasi bank.

Dari data yang ada, kesalahan sistem komputerisasi terjadi karena adanya

kemiripan data rekening yaitu nama nasabah. Dengan demikian, pihak bank

meminta kesediaan nasabah pengguna kartu ATM tadi untuk mengganti sejumlah

uang sesuai dengan transaksi yang telah dilakukan, sebagai ganti rugi kepada

pihak yang telah dirugikan, yaitu nasabah pemilik rekening yang terdapat dalam

data pada kartu ATM.

Akibat kesalahan sistem komputerisasi tersebut, pihak nasabah telah

dirugikan. Meskipun kerugian ini tidak timbul karena tindakan kriminal seperti

pembobolan rekening melalui ATM, hal ini tetap bertentangan dengan ketentuan

dalam perbankan mengenai prinsip kehati-hatian bank dan perlindungan bagi

nasabah atas simpanannya. Berdasarkan kasus di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah perbankan ini guna

menyusun skripsi dengan judul:

“TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK ATAS KESALAHAN SISTEM

KOMPUTERISASI KARTU ATM PADA BANK MANDIRI DITINJAU

DARI KETENTUAN PERLINDUNGAN NASABAH”.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas mengenai masalah ATM yang menyebabkan

kerugian bagi nasabahnya, maka permasalahan yang timbul yaitu:

Bagaimana tanggung jawab pihak bank atas kesalahan sistem komputerisasi kartu

ATM ditinjau dari ketentuan perlindungan nasabah bank?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab pihak

bank atas kesalahan sistem komputerisasi kartu ATM yang ditinjau dari ketentuan

perlindungan nasabah bank.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini akan berguna untuk memberikan wacana dalam

perbankan bahwa masih banyak celah yang belum diakomodasi dalam

regulasi mengenai perlindungan nasabah dan sangat mungkin menimbulkan

kerugian. Di sisi lain menjadi wacana juga bagi pihak bank berkaitan dengan

sistem komputerisasi yang harus selalu dipantau untuk meminimalisir

kesalahan yang kemudian menimbulkan kerugian bagi nasabah sehingga

mengakibatkan pengikisan kepercayaan nasabah terhadap bank.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

8

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini akan berguna bagi nasabah bank khususnya agar

mengerti akan haknya atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan

sistem komputerisasi dan agar lebih berhati-hati dan cermat dalam

menggunakan dan menikmati fasilitas serta pelayanan yang diberikan oleh

bank. Dengan demikian menjadi jelas pula perlindungan bagi nasabah dari

sisi hukum berkaitan dengan kasus-kasus yang terjadi akibat kesalahan sistem

komputerisasi bank.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perbankan Secara Umum

1. Pengertian Bank dan Perbankan

Pengertian perbankan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Perbankan, yaitu:

“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.”

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan disebutkan:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Pengertian bank dan perbankan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

yaitu sebagai berikut:

“bank: badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan

mengeluarkan uang dalam masyarakat, terutama memberikan kredit

dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang;

perbankan: segala sesuatu mengenai bank;”5

5 Kamus Besar Bahasa Indonesia

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

10

Pengertian bank menurut Prof. G.M. Verryn Stuart yaitu:

“Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with

the money they accept as gamble to the other, eventhough they should

supply the new money. (Bank adalah badan usaha yang wujudnya

memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa

uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan

mengeluarkan uang baru kertas atau logam).6

Dr. B.N. Ajuha memberikan pengertian mengenai bank sebagai

berikut:

“Bank provided means by which capital is transferred from those who

cannot use it profitable to those who can use it productively for the

society as whole. Bank provided which channel to invest without any

risk and at a good rate of interest. (Bank menyalurkan modal dari

mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada

mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan

masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan

tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).7

Hermansyah menyebutkan pengertian bank sebagai berikut:

“Pengertian bank sebagai pokok dari perbankan adalah lembaga

keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan

usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-

lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.

Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank

melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem

pembayaran bagi semua sektor perekonomian.”8

2. Asas Perbankan

Mengenai asas perbankan tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang

Perbankan, yang berbunyi:

“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan asas

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

6 Malayu S.P. Hasibuan, 2005, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal. 2.

7 Ibid.

8 Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Prenada Media Group.

Hal. 7.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

11

Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

berkaitan dengan asas demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mubyarto, ahli

ekonomi Universitas Gadjah Mada, memberikan penjelasan mengenai asas

demokrasi ekonomi dalam ceramahnya di Gedung Kebangkitan Nasional

tanggal 16 Mei 1981 sebagaimana dikutip oleh Hermansyah dalam bukunya

yaitu sebagai berikut:

“...bahwa demokrasi ekonomi Indonesia sebagai Demokrasi Ekonomi

Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertama, dalam sistem

ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru perekonomian; kedua,

perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan

ekonomi, sosial, dan yang paling penting ialah moral; ketiga,

perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha

Esa, sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial; keempat,

perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia, yang

berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan

sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme,

sehingga dalam mengejar keuntungan tidak mengenal batas-batas

negara; kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya

keseimbangan antara perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan

pada desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.9

Asas demokrasi ekonomi menitikberatkan pada kepentingan

masyarakat di bidang ekonomi, terutama dalam perbankan, harus menjadi

prioritas utama, karena perbankan sebagai inti dari ekonomi suatu negara

bertumpu pada keadaan ekonomi masyarakatnya. Dalam menyelenggarakan

kegiatan perbankan juga harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam

rangka menjaga kepercayaan dari masyarakat. Dengan kata lain, kegiatan

perbankan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk memperoleh

kepercayaan dari masyarakat karena kepentingan ekonomi masyarakat

9Ibid. Hal. 19.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

12

merupakan prioritas utama sebagai tumpuan dari ekonomi suatu negara

dengan berlandaskan asas demokrasi ekonomi.

3. Fungsi dan Tujuan Perbankan

Fungsi perbankan diakomodasi dalam Pasal 3 Undang-Undang

Perbankan, yang berbunyi:

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat”.

Dilihat dari fungsi tersebut, sangat jelas bahwa orientasi pokok dari

kegiatan perbankan adalah kepentingan masyarakat dalam hal keuangan.

Kepentingan tersebut harus diakomodasi dalam perbankan dan harus

dilindungi. Hal ini berkaitan dengan prinsip kehati-hatian perbankan dalam

mengakomodasi dan melindungi kepentingan masyarakat.

Tidak terlepas dari asas dan fungsinya, perbankan juga mempunyai

tujuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 yang berbunyi:

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,

pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak.”

Kesimpulan dari Hermansyah dalam bukunya sebagaimana disebutkan

sebagai berikut:

“Dari asas dan fungsi perbankan sebelumnya dimaksudkan untuk

mewujudkan tujuan perbankan itu sendiri, yaitu pembangunan

nasional yang meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Dari

ketentuan tersebut juga dapat diketahui dengan jelas bahwa lembaga

perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

13

menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar

mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.”10

Fungsi dari bank seperti disebutkan dalam fungsi perbankan di atas, tetapi

secara lebih rinci, fungsi dan tujuan bank adalah sebagai agent of

development dan sebagai financial intermediary.

“Bank memiliki fungsi yang diarahkan sebagai agen pembangunan

(agent of development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan untuk

mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan

taraf hidup rakyat banyak. Fungsi bank sebagai financial intermediary

adalah sebagai perantara penghimpunan dan penyaluran dana

masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

pembayaran. Dua fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Bank juga bertindak sebagai perantara atau

penghubung antara nasabah yang satu dan yang lainnya jika keduanya

melakukan transaksi”.11

4. Jenis-jenis Bank

Menurut Undang-Undang Perbankan telah disebutkan sebelumnya

mengenai jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR. Sebagaimana tercantum

dalam Pasal 1 angka 3 mengenai pengertian Bank Umum dan Pasal 1 angka 4

mengenai pengertian BPR sebagai berikut:

“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

“Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan

usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang

10

Ibid. Hal. 41. 11

Lukman Santoso AZ, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Yogyakarta,

Penerbit Pustaka Yustisia. Hal. 40.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

14

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.”

Secara teoretis, jenis-jenis bank dapat digolongkan menurut: (1) segi

fungsi; (2) segi kepemilikan; dan (3) segi penciptaan uang giral.

1. Dari segi fungsinya bank dibedakan menjadi:

a. Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak

sebagai bankers, bank pimpinan, penguasa moneter, mendorong dan

mengarahkan semua jenis bank yang ada.

b. Bank Umum (Commercial Bank), yaitu bank milik negara, swasta

maupun koperasi, baik pusat maupun daerah yang dalam

pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk

giro, deposito serta tabungan dan dalam usahanya terutama

memberikan kredit jangka pendek. Dikatakan sebagai bank umum

karena bank tersebut mendapatkan keuntungan dari selisih bunga

yang diterima dari peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank

pada deposito.

c. Bank Tabungan (Saving Bank), yaitu bank milik negara, swasta

maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama

menerima simpanan dalam bentuk tabungan sedangkan usahanya

terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.

d. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik

negara, swasta maupun koperasi, baik pusat maupun daerah, yang

dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

15

bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka

menengah dan panjang di bidang pembangunan.

2. Dari segi kepemilikannya bank dibedakan menjadi:

a. Bank milik negara

b. Bank milik pemerintah daerah

c. Bank milik swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri

d. Bank koperasi

3. Dari segi penciptaan uang giral, bank dibedakan menjadi:

a. Bank Primer, yaitu bank yang dapat menciptakan uang giral, yang

dapat bertindak sebagai bank primer adalah bank umum.

b. Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uang

melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, bank ini hanya

bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Pada

umumnya bank yang bergerak pada bank sekunder adalah bank

tabungan dan bank pembangunan.

5. Kegiatan Usaha Bank

Mengenai usaha bank, secara umum meliputi:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan utang.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

16

4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dana atas perintah nasabahnya.

5. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah.

6. Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjam dana dari bank

lain, baik yang menggunakan surat, telekomunikasi dengan wesel unjuk,

cek atau sarana lainnya.

7. Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antarpihak ketiga.

8. Menyediakan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak.

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan

suatu kontrak.

10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam

hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan

ketentuan agunan dibeli wajib dicairkan secepatnya.

12. Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit

card) dan kewajiban wali amanat, anjak piutang adalah suatu usaha untuk

melakukan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan

serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan

dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

17

13. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Usaha pokok bank dalam lalu lintas pembayaran terdiri dari lalu lintas

pembayaran dalam negeri dan luar negeri, antara lain:

1. Pengiriman uang

Pengiriman uang adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat

dengan wujud kebersediaan melaksanakan amanat nasabah untuk

mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta

asing yang ditujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga atau

perorangan) di tempat lain (dalam negeri atau luar negeri).

2. Inkaso (Collection)

Inkaso pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan/perorangan untuk

menyajikan, atau memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau

penyerahan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di

tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga dalam

rupiah atau valuta asing, seperti wesel (draft), cek, kuitansi, surat aksep

(promissory notes), dan lain-lain.

3. Pembukaan Letter of Credit (L/C)

Salah satu cara pembayaran yang dipergunakan dalam perdagangan

adalah secara kredit dokumenter, yaitu dengan mempergunakan warkat

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

18

berharga yang disebut dengan Letter of Credit (L/C). Sehingga secara

sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa L/C adalah suatu perintah

(order) yang biasanya dilakukan oleh pembeli atau importir yang

ditujukan kepada bank untuk membuka L/C agar membayar sejumlah

uang kepada penjual atau eksportir.

6. Perizinan Pendirian, Bentuk Hukum dan Kepemilikan Bank

6.1. Perizinan Pendirian Bank

Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam Pasal 16 sampai

Pasal 20 Undang-Undang Perbankan. Dalam memberikan izin usaha sebagai

Bank Umum atau BPR, Bank Indonesia wajib memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Pemenuhan persyaratan pendirian, meliputi:

a. Susunan organisasi dan kepengurusan;

b. Permodalan;

c. Keahlian di bidang perbankan;

d. Kelayakan rencana kerja.

2. Tingkat persaingan usaha yang sehat antar bank

Tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu dan

pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Khusus bagi BPR, untuk mendapatkan izin usahanya, di samping

memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud di atas, wajib pula memenuhi

persyaratan tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan, yakni

kecamatan di luar ibu kota kabupaten/kota, ibukota provinsi, atau ibukota

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

19

negara. Persyaratan ini dimaksudkan agar BPR tetap dapat berfungsi sebagai

penunjang pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan. Walaupun

demikian, untuk menunjang peningkatan pembangunan yang lebih merata,

khusus di ibukota kabupaten/kota, pemerintah daerah setempat dapat

mendirikan BPR, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan

koperasi, bank milik negara dan/atau bank milik pemerintah daerah, asalkan

di ibukota kabupaten/kota belum terdapat BPR.

6.1.1. Pendirian Bank Umum

Bank Umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan

izin Gubernur Bank Indonesia. Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum

ditetapkan minimal sebesar Rp 3 triliun. Bank Umum hanya dapat didirikan

oleh:

a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau

b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga

negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, dengan

ketentuan maksimal sebesar 99% dari modal disetornya.

6.1.2. Pendirian BPR

BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank

Indonesia seperti halnya Bank Umum. BPR hanya dapat didirikan dan

dimiliki oleh:

a. Warga negara Indonesia;

b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara

Indonesia;

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

20

c. Pemerintah Daerah;

d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud di atas.

Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit:

a. Rp 5 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;

b. Rp 2 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di pulau

Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok,

Tangerang, dan Bekasi;

c. Rp 1 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di luar

pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Pulau Jawa dan Bali di luar wilayah

sebagaimana disebutkan di atas;

d. Rp 500 juta bagi BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah

sebagaimana dimaksud di atas.

6.2. Bentuk Hukum Bank

Terdapat beberapa bentuk hukum suatu bank, yang disesuaikan

dengan jenis kelembagaan perbankan yang akan didirikan. Ketentuan dalam

Pasal 21 Undang-Undang Perbankan menetapkan bentuk hukum suatu bank,

yaitu:

1. Bank Umum dapat berupa:

a. Perseroan Terbatas;

b. Koperasi; atau

c. Perusahaan Daerah.

2. BPR dapat berupa:

a. Perusahaan Daerah;

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

21

b. Koperasi;

c. Perseroan Terbatas;

d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

6.3. Kepemilikan Bank

Ketentuan mengenai kepemilikan bank diatur dalam Pasal 22

sampai Pasal 28 Undang-Undang Perbankan. Disebutkan dalam Pasal 22

Undang-Undang Perbankan bahwa Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:

1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum

Indonesia tersebut antara lain negara Republik Indonesia, badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik

swasta; atau

2. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga

negara dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. Jika salah satu

pihak yang mendirikan Bank Umum tersebut adalah badan hukum asing,

maka yang bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi

dari otoritas moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud minimal

memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan

mempunyai reputasi baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela

di bidang perbankan.

Adapun untuk BPR disebutkan dalam ketentuan Pasal 23 Undang-

Undang Perbankan, hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:

1. Warga negara Indonesia;

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

22

2. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara

Indonesia;

3. Pemerintah Daerah; atau

4. Dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum

Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

Selanjutnya seperti yang diatur lebih lanjut dalam ketentuan

Peraturan Bank Indonesia, bahwa pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik

bank adalah:

1. Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi

pemegang saham dan/atau pengurus Bank Umum dan/atau BPR sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas

yang baik, yang ditandai antara lain bahwa pihak-pihak yang

bersangkutan memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan memiliki komitmen yang tinggi

terhadap pembangunan operasional bank yang sehat dan dinilai layak dan

wajar untuk menjadi pemegang saham bank.

Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa

yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan

likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-

Undang Perbankan hanya berlaku untuk Bank Umum dan BPR yang

berbentuk di luar bentuk hukum koperasi. Berdasarkan Pasal 24 Undang-

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

23

Undang Perbankan, bahwa Bank Umum dan BPR yang berbentuk hukum

koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang

tentang perkoperasian yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian. Pada ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-

Undang Perkoperasian tadi disebutkan bahwa keanggotaan koperasi adalah

setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau

koperasi yang memenuhi persyaratan. Anggota koperasi adalah pemilik

sekaligus pengguna jasa koperasi. Hal ini berarti kepemilikan bank yang

berbentuk hukum koperasi adalah seluruh anggota koperasi yang

bersangkutan atau badan-badan hukum koperasi.

Kemudian ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Perbankan

menetapkan bahwa Bank Umum dan BPR yang berbentuk hukum perseroan

terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

Saham bank dalam bentuk saham atas nama ini dimaksudkan untuk

mengetahui perubahan kepemilikan saham bank. Ini berarti, saham dalam

bentuk saham atas tunjuk tidak diperbolehkan, sebab dalam saham atas tunjuk

tidak dicantumkan nama pemegang atau pemiliknya, sehingga menimbulkan

kesulitan untuk mengetahui perubahan kepemilikan saham yang

bersangkutan.

B. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral

Uraian tentang jenis bank ditinjau dari segi fungsi yang telah

dipaparkan sebelumnya, salah satunya yaitu Bank Sentral (Central Bank).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

24

Muhammad Djumhana menjelaskan pengertian bank sentral dalam bukunya

sebagai berikut:

“Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang

untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara,

merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi

perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last

resort.”12

Bank Sentral di tiap negara hanya ada satu dan mempunyai cabang

hampir di tiap provinsi. Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-

masalah yang berhubungan dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik

di dalam negeri maupun di luar negeri. Di Indonesia yang berkedudukan

sebagai Bank Sentral adalah Bank Indonesia (BI). BI dinaungi dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan diubah

dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan

Undang-Undang BI).

1. Sejarah Singkat Bank Indonesia

Bank Indonesia berasal dari De Javasche Bank N.V yang

merupakan salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche Bank

N.V didirikan pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tanggal 10

Oktober 1827 dalam rangka membantu pemerintah Belanda, untuk

mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada waktu itu. Kemudian De

Javasche Bank N.V dinasionalisasi pemerintah Republik Indonesia

12

Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya

Bakti. Hal. 93.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

25

tanggal 6 Desember 1951 dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

1951 menjadi bank milik pemerintah Republik Indonesia. Setelah

nasionalisasi De Javasche Bank N.V kemudian pemerintah mengajukan

Rancangan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Bank Indonesia

sebagai undang-undang organik bagi bank sentral yang disetujui pada

tanggal 10 April 1953 lalu disahkan pada tanggal 29 Mei 1953 dan

dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953 yang dijadikan hari

terbentuknya Bank Indonesia dengan dasar hukum Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1953 tentang Pokok-Pokok Bank Indonesia.13

Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 17 Tahun 1965, Bank

Indonesia bersama bank-bank lainnya seperti Bank Koperasi Tani dan

Nelayan, Bank Negara Indonesia dan Bank Tabungan Negara dilebur ke

dalam Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI). BNI

ini terdiri dari BNI Unit I, BNI Unit II, BNI Unit III, BNI Unit IV, dan

BNI Unit V. Kemudian BNI Unit I berfungsi sebagai Bank Sirkulasi,

Bank Sentral dan Bank Umum.

Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 mengamanatkan

pemerintah untuk menyusun Rancangan Undang-Undang. Berkaitan

dengan dunia perbankan pemerintah menyusun Rancangan Undang-

Undang Pokok-Pokok Perbankan, Rancangan Undang-Undang Bank

Sentral dan Rancangan Undang-Undang Pendirian Enam Bank

Pemerintah. Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang

13

Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika.

Ringkasan hal. 86-90.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

26

Bank Sentral, ditata dan dibangun kembali bank sentral dalam kerangka

penataan sistem perbankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Dengan adanya Undang-

Undang tersebut, mengenai pengintegrasian bank-bank milik negara ke

dalam BNI berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 17 Tahun 1965,

dilakukan peninjauan kembali dan disesuaikan kembali seiring

dibentuknya kembali Bank Indonesia sebagai bank sentral. Di dalam

peninjauan kembali tadi, termasuk di dalamnya mengenai tugas Bank

Indonesia yang meliputi menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang,

dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih melaksanakan

beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial. Di sisi lain,

keberadaan Bank Indonesia belum independen dengan adanya campur

tangan pemerintah dalam membentuk Dewan Moneter yang bertugas

menentukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan Bank

Indonesia.14

Mengingat peran ganda dari Bank Indonesia sebagai bank sentral

dan sekaligus bank komersial mengakibatkan kurang sehatnya

perkembangan moneter perekonomian, maka dikeluarkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. Dalam Undang-

undang tersebut Bank Indonesia tidak lagi berperan ganda dengan

dihapusnya peranan sebagai bank komersial. Misi Bank Indonesia

sebagai agen pembangunan masih melekat, demikian pula tugas-tugas

14

Op Cit. Munir Fuady. Ringkasan hal. 114-116.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

27

sebagai kasir pemerintah dan banker’s bank. Selain itu Dewan Moneter

keberadaannya masih dipertahankan sebagai lembaga pembuat kebijakan

yang merumuskan kebijakan moneter. 15

Dalam perkembangannya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1968 tidak lagi sesuai dengan tuntutan perkembangan dan dinamika

perekonomian nasional dan internasional. Bank Indonesia sebagai bank

sentral dikehendaki hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah, yang merupakan sebagian dari

prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan. Reorientasi sasaran Bank Indonesia ini merupakan

bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian dimana

kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin

pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat

menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing

perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia.

Berdasarkan keadaan tadi, dan dengan mengacu kepada

Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998, Ketetapan MPR Nomor

XI/MPR/1998 dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998, pada tanggal

17 Mei 1999 ditetapkan dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai pengganti Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 memberikan status dan kedudukan kepada Bank Indonesia

15

Op Cit. Djoni S. Gazali. Hal. 92

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

28

sebagai suatu bank sentral yang independen, bebas dari campur tangan

pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya.

Dalam rangka penyesuaian terhadap keadaan ekonomi yang

dinamis, Undang-Undang tentang Bank Indonesia mengalami perubahan

dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan diubah lagi

dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.16

2. Tujuan Bank Indonesia

Dalam Pasal 7 Undang-Undang BI diatur mengenai tujuan BI,

yaitu:

“(1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah.

(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud ayat (1), Bank

Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,

konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan

umum pemerintah di bidang perekonomian.”

Kasmir dalam bukunya menjelaskan sebagai berikut:

“Mata uang Rupiah perlu dijaga dan dipelihara mengingat

dampak yang ditimbulkan apabila suatu mata uang tidak stabil

sangatlah luas seperti salah satunya terjadinya inflasi yang sangat

memberatkan masyarakat luas. Oleh karena itu tugas Bank

Indonesia untuk mencapai dn memelihara kestabilan nilai rupiah

sangatlah penting.”17

Adapun maksud dari kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank

Indonesia adalah:

1. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur

dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.

16

Op Cit. Munir Fuady. 17

Kasmir, 2005, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Hal. 169-170.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

29

2. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat

diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar Rupiah

terhadap mata uang negara lain.

Dengan kestabilan nilai mata uang Rupiah, maka akan sangat

banyak manfaat yang akan diperoleh terutama untuk mendukung

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat sebagaimana yang menjadi tujuan perbankan itu

sendiri.

3. Tugas Bank Indonesia

Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan sebelumnya, BI

mempunyai tugas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Undang-

Undang BI, yaitu:

“Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,

Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

c. mengatur dan mengawasi Bank.”

3.1 Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter

Dalam tugasnya menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 sampai Pasal 14 Undang-

Undang BI, BI mempunyai kewenangan sebagai berikut:

a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan

sasaran laju inflasi.

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-

cara yang termasuk tidak terbatas pada:

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

30

- Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang rupiah

maupun valuta asing

- Penetapan tingkat diskonto

- Penetapan cadangan wajib minimum

- Pengaturan kredit atau pembiayaan

c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank

untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang

bersangkutan.

d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai

tukar yang telah ditetapkan, antara lain dengan melakukan

devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing.

e. Mengelola cadangan devisa.

f. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu

diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro.

3.2 Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, lancar dan

aman merupakan salah satu prasyarat dalam keberhasilan pencapaian

tujuan kebijakan moneter, sebagaimana menjadi tugas BI

sebelumnya. Sehubungan dengan itu, BI diberi wewenang untuk

mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Tugas BI

yang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

31

dijabarkan dalam Pasal 15 sampai Pasal 23 Undang-Undang BI.

Dalam tugas ini BI mempunyai kewenangan meliputi:

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas

penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk

menyampaikan laporan kegiatannya.

c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran, dalam hal ini secara

umum meliputi alat pembayaran tunai dan alat pembayaran

nontunai.

d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang

Rupiah maupun valuta asing.

e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran

antar bank.

f. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan,

bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai

alat pembayaran yang sah.

g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut,

menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk

memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

Berkaitan dengan tugas BI mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran, pengertian mengenai sistem pembayaran sendiri

dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang BI yaitu:

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

32

“Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup

seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan

untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu

kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.”

Dalam rangka untuk mendukung sistem pembayaran tersebut

diadakan alat pembayaran seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

yang meliputi alat pembayaran tunai dan alat pembayaran nontunai.

Alat pembayaran tunai adalah uang kartal yang dikeluarkan oleh

Bank Indonesia. Sedangkan alat pembayaran nontunai salah satunya

adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang

sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Dengan Menggunakan Kartu yang diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012, selanjutnya disebut Peraturan Bank

Indonesia tentang APMK.

Dalam Peraturan Bank Indonesia tentang APMK disebutkan

pengertian mengenai alat pembayaran menggunakan kartu yaitu:

“Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang

selanjutnya disebut APMK, adalah alat pembayaran yang

berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM)

dan/atau kartu debet.”

Pengertian ATM yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan

Bank Indonesia tentang APMK yaitu:

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

33

“Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di

mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan

mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada

Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk

menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan.”

Dalam PBI tersebut juga ditentukan mengenai manajemen

risiko yang harus dilaksanakan oleh bank-bank yang telah

memperoleh ijin menyelenggarakan alat pembayaran menggunakan

kartu. Dengan adanya ketentuan manajemen risiko, bank diharuskan

menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menyelenggarakan

fasilitas pendukung dari APMK tadi. Hal ini dilakukan untuk

melindungi nasabah dari bank-bank tersebut.

3.3 Mengatur dan Mengawasi Bank

Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah

satu tugas yang penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem

perbankan yang sehat yang pada akhirnya akan dapat mendorong

efektivitas kebijakan moneter. Tugas BI yang mengatur dan

mengawasi bank diatur lebih lanjut dalam Pasal 24 sampai Pasal 35

Undang-Undang BI, yang kewenangannya meliputi:

a. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat

prinsip-prinsip kehati-hatian.

b. Memberikan dan mencabut izin usaha Bank.

c. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan

kantor bank.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

34

d. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan

bank.

e. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan

usaha tertentu.

f. Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan

penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank

Indonesia.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala

maupun setiap waktu apabila diperlukan.

h. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian

atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut

penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga

merupakan tindakan pidana dibidang perbankan.

i. Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank.

j. Mengambil tindakan terhadap suatu bank sebagaimana diatur

dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku apabila

menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan

kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau

membahayakan perekonomian nasional.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

35

C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

1. Perlindungan Hukum

Konsep perlindungan hukum menurut Sulistyandari dalam

bukunya yaitu sebagai berikut:

“Perlindungan hukum itu berkaitan bagaimana hukum

memberikan keadilan yaitu memberikan atau mengatur hak dan

kewajiban terhadap subyek hukum, selain itu juga berkaitan

bagaimana hukum memberikan keadilan terhadap subyek hukum

yang dilanggar haknya untuk mempertahankan haknya

tersebut.”18

Konsep tersebut ditarik dari teori keadilan menurut Aristoteles dan John

Rawls yang kemudian dihubungkan dengan hukum sesuai dengan

pendapat Sudikno Mertokusumo sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

“Dari uraian mengenai teori keadilan baik menurut Aristoteles

dan John Rawls ada benang merah yang bisa ditarik sebagai suatu

kesimpulan dari teori-teori keadilan itu, yaitu kesemuanya

berbicara sesuatu hal yang sama bahwa pada hakekatnya

memberikan keadilan berhubungan dengan memberikan hak dan

kewajiban kepada subyek hukum apakah itu masyarakat/institusi

atau individu yang diatur dalam hukum positif. Jika dikaitkan

dengan perlindungan hukum, maka pada intinya hukum itu

memberikan perlindungan yang berarti memberikan keadilan

yaitu memberikan atau mengatur hak dan kewajiban terhadap

subyek hukum yaitu institusi maupun individu, dan menurut

Aristoteles keadilan diberikan oleh hukum tergantung hubungan

mana yang diatur oleh hukum tersebut. Pengaturan hubungan

adalah pengaturan kepentingan-kepentingan dari yang

bersangkutan, karena hubungan-hubungan hukum adalah

kepentingan-kepentingan yang mendapat perlindungan hukum.

tiap-tiap hubungan hukum mempunyai dua segi, pada satu pihak

ia mempunyai hak dan pada pihak lainnya ia mempunyai

kewajiban. Jika pihak yang mempunyai kewajiban tidak

melaksanakan kewajiban, maka terjadilah pelanggaran hak-hak

pada pihak lainnya, yang demikian disebut dengan pelanggaran

18

Sulistyandari, 2012, Hukum Perbankan, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Penyimpan Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, Sidoarjo, Laros. Hal 283.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

36

hukum. Subyek hukum yang dilanggar hak-haknya harus

mendapat perlindungan hukum.”19

Berkaitan dengan hak dan kewajiban, pendapat Nicolai

sebagaimana dikutip Sulistyandari dalam bukunya adalah sebagai

berikut:

“Een recht houdt in de (rechtens gegeven) vrijheid om een

bepalde feitelijke handeling te verichten of na te laten, of de

(rechtens gegeven) aanspraak op het verichten van een handeling

door een ander. Een plicht implieert een verplichting om een

bepaalde handeling te verrichten of na laten.

(Hak mengandung kebebasan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk

melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk

melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu).”20

Pendapat Philipus M. Hadjon mengenai perlindungan hukum

dalam bukunya yaitu sebagai berikut:

“Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu

perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa dan perlindungan hukum represif yang

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Di dalam perlindungan

hukum bagi rakyat ini minimal ada dua pihak, dimana

perlindungan hukum difokuskan pada salah satu pihak,

pemerintah di satu pihak dengan tindakan-tindakannya,

berhadapan dengan rakyat yang dikenai tindakan-tindakan

pemerintah tersebut. Segala sarana, diantaranya peraturan

perundang-undangan yang memfasilitasi pengajuan keberatan-

keberatan oleh rakyat sebelum keputusan pemerintah mendapat

bentuk definitif, merupakan perlindungan yang preventif.

Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh peradilan

merupakan perlindungan hukum yang represif.”21

Sudikno Mertokusumo menjelaskan mengenai perlindungan

hukum dalam bukunya sebagai berikut:

19

Ibid. Hal 282-283. 20

Ibid. 21

Philipus M Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Jakarta, Peradaban.

Hal 2.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

37

“Perlindungan hukum adalah suatu hal atau perbuatan untuk

melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada

yang wan prestasi.”22

Menurut Fathor Rahman yang mengutip pendapat dari Soerjono

Soekanto dalam bukunya menjelaskan sebagai berikut:

“Maksud perlindungan hukum adalah untuk menjamin

keberadaan sesuatu hal tertentu, dimana selaras dengan fungsi

hukum, yakni sebagai: (1) alat ketertiban dan keteraturan

masyarakat dengan memberikan pedoman tentang bagaimana

berperilaku dalam masyarakat melalui norma-norma dan perintah-

perintah; (2) sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial

dengan sifat dan wataknya yang memiliki daya mengikat baik

fisik maupun psikologis; dan (3) sebagai sarana penggerak

pembangunan melalui daya mengikat dan memaksa dari hukum

tersebut.”23

Dalam makalah yang ditulis oleh Salam Nasution dengan

mengutip pendapat Muchsin yang menyebutkan sebagai berikut:

“Perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi individu

dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan

adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama

manusia.”24

Hermansyah menyatakan pemikirannya mengenai perlindungan

hukum bagi nasabah dalam bukunya yaitu:

“Lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat

tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu,

22

Soedikno Mertokususmo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty.

Hal. 9. 23

Fathor Rahman, 2011, Menghakimi TKI Mengurai Benang Kusut Perlindungan TKI, Jakarta,

Pensil-324. Hal.78. 24

Agus Salam Nasution, 2012, Makalah: Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri, Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

38

sewajarnya bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga

kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan

hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan

nasabah. Dengan kata lain, dalam rangka untuk menghindari

kemungkinan terjadinya kekurangpercayaan masyarakat terhadap

dunia perbankan, maka perlindungan hukum bagi nasabah

terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan.”25

Hermansyah menjelaskan lebih lanjut mengenai bentuk

perlindungan yang dibagi menjadi perlindungan langsung dan

perlindungan tidak langsung.

Yang termasuk dalam perlindungan langsung antara lain:

1) Hak Preferen nasabah Penyimpan Dana

Hak preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang

kreditur untuk didahulukan dari kreditur-kreditur yang lain. Dalam

sistem perbankan, nasabah penyimpan merupakan kreditur yang

mempunyai hak preferen, dalam arti bahwa nasabah penyimpan yang

harus didahulukan dalam menerima pembayaran dari bank yang

sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi

kewajibannya. Dasar hukumnya adalah Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4)

Undang-Undang Perbankan.

2) Lembaga Asuransi Deposito

Sistem asuransi deposito diciptakan dalam rangka memberikan

perlindungan di kemudian hari bagi kepentingan nasabah-nasabah

penyimpan dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama

deposan yang dananya relatif kecil. Misi dari lembaga asuransi

25

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media

Group. Hal. 132

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

39

deposito ini adalah memelihara stabilitas dari sistem keuangan

negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan

mengurangi gangguan-gangguan terhadap perekonomian nasional

yang disebabkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan.

Saat ini, sistem asuransi deposito di Indonesia telah diakomodasi

dengan keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan.

Yang termasuk dalam perlindungan tidak langsung di antaranya yaitu

sebagai berikut:

1) Prinsip kehati-hatian (prudential principal), dasarnya adalah

ketentuan Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perbankan.

2) Batas maksimum pemberian kredit (BMPK), dasarnya adalah

ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Perbankan dan SK BI No.

31/177/KEP/DIR.

3) Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, diatur

dalam Pasal 35 Undang-Undang Perbankan.

4) Merger, konsolidasi dan akuisisi bank.

2. Hubungan Hukum Antara Bank dengan Nasabah

Konsep hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya

sebagaimana dijelaskan Munir Fuady dalam bukunya adalah:

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

40

“Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank

terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan

hubungan non-kontraktual.”26

2.1 Hubungan Kontraktual

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan

nasabahnya adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir

terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan

ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. Terhadap nasabah debitur,

hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang

dibuat antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai pihak

debitur. Hubungan kontrak ini bersumber dan mendasarkan

hukumnya pada ketentuan-ketentuan tentang kontrak, yaitu Buku III

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan hukum sama dengan

undang-undang bagi kedua belah pihak.

Dengan redaksional yang berbeda Sulistyandari menyatakan

sebagai berikut:

“Hubungan kontraktual merupakan hubungan bank dengan

nasabah penyimpan didasarkan kepada kontrak/perjanjian

dalam hal ini perjanjian penyimpanan. Dalam kontrak

penyimpanan ini menimbulkan hubungan hukum antara bank

dan nasabah penyimpan yaitu nasabah penyimpan berhak atas

pengembalian dana simpanan dan bunganya, sedangkan bank

mempunyai kewajiban untuk mengembalikan dana simpanan

dan bunganya.”27

26

Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern, Bandung, PT Citra Aditya Bakti. Hal. 100 27

Sulistyandari, 2012, Hukum Perbankan, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Penyimpan Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, Sidoarjo, Laros. Hal. 335.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

41

2.1.1. Perjanjian Pada Umumnya

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 buku ketiga KUH

Perdata tentang perikatan. Perjanjian diartikan sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.”

Pengertian perjanjian tersebut menurut para sarjana mengandung

kelemahan, yaitu:

- Pada kata “perbuatan”, lebih tepat jika diganti dengan kata

“perbuatan hukum”, yaitu perbuatan yang bertujuan menimbulkan

akibat hukum. Jadi akibat hukum dikehendaki atau dianggap

dikehendaki.

- Pada pengertian tersebut seharusnya ditambah dengan perkataan

“atau saling mengikatkan dirinya”, sebab jika tidak ditambahkan

perkataan tersebut, perumusan pengertian tadi terkesan hanya

berlaku untuk perjanjian sepihak, sedangkan maksudnya juga

berlaku untuk semua perjanjian, termasuk perjanjian timbal balik.

Sehingga pengertian perjanjian adalah perbuatan hukum dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

atau saling mengikatkan dirinya.

Unsur-unsur Perjanjian

Perjanjian mengandung unsur-unsur di dalamnya yang dapat

dikelompokkan menjadi unsur essensialia, unsur naturalia dan unsur

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

42

accidentalia. Untuk pengertian masing-masing menurut J. Satrio dalam

bukunya adalah sebagai berikut:

“Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada

di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, di mana tanpa adanya

unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada.”

“Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh undang-

undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan atau

diganti. Di sini unsur tersebut oleh undang-undang diatur dengan

hukum yang mengatur/menambah (regelend/aanvullend recht).”

“Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan

oleh para pihak, undang-undang sendiri tidak mengatur tentang

hal tersebut.”28

Unsur essensialia berkaitan dengan syarat-syarat pokok yang

harus dipenuhi agar perjanjian sah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Adapun syarat sah perjanjian adalah:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Mengenai sepakat dijabarkan dalama Pasal 1321-1328 KUH Perdata.

Sepakat itu tidak sah jika sepakat diberikan karena kekhilafan atau

diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Terkait dengan

ketentuan ini, Pasal 1449 KUH Perdata menetapkan bahwa

perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau

penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya. Dalam

28

J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, PT.

Citra Aditya Bakti. Hal. 67-68.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

43

hal ini undang-undang memberikan suatu hak kepada pihak yang

dipaksa, yang merasa khilaf dan yang ditipu untuk menuntut

pembatalan perjanjian melalui pengadilan, yang berarti perjanjian

yang bersangkutan tidak menjadi batal sejak semula melainkan batal

oleh putusan hakim yang bersifat konstitutif atas dasar tuntutan salah

satu pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perjanjian

yang dibuat atas dasar kekhilafan, paksaan atau penipuan maka

sepakatnya tidak sah sehingga perjanjian pun tidak sah, akan tetapi

lahir perjanjian (ada perjanjian) meskipun sewaktu-waktu dapat

dibatalkan dengan mengingat Pasal 1449 KUH Perdata.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan diatur dalam Pasal 1329-1331 KUH Perdata. Dinyatakan

bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-

perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap.

Tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah anak yang

belum dewasa, orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan

perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-

undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang

dilarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu di sini merupakan obyek prestasi perjanjian harus

tertentu. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata, pokok perjanjian atau

obyek prestasi perjanjian harus tertentu atau setidak-tidaknya dapat

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

44

ditentukan. Hal ini terkait dengan pelaksanaan perjanjian. Suatu

perjanjian yang obyek prestasinya tidak tertentu atau tidak dapat

ditentukan maka perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Menurut para sarjana, suatu perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan

sama halnya dengan tidak ada perjanjian. Dengan kata lain

perjanjian seperti itu sebagai perjanjian yang tidak sah dalam arti

batal demi hukum karena sejak semula dipandang tidak pernah lahir

perjanjian jika tidak ada obyek prestasinya.

d. Suatu sebab yang halal

Tentang sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335-1337 KUH

Perdata. Disebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang

telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang,

tidaklah mempunyai kekuatan. Oleh para sarjana, kata “tidaklah

mempunyai kekuatan” ditafsirkan sebagai batal demi hukum.

Unsur naturalia dapat dilihat dengan contoh ketentuan dalam

Pasal 1476 KUH Perdata yaitu mengenai kewajiban penjual untuk

menanggung biaya penyerahan dan untuk menjamin/vrijwaren yang

diatur dalam Pasal 1491 KUH Perdata, keduanya dapat disimpangi atas

kesepakatan kedua belah pihak. Unsur accidentalia dapat dicontohkan

dengan pengecualian terhadap benda-benda pelengkap dalam jual beli,

seperti dalam jual beli rumah, dikecualikan dalam jual beli pintu gerbang

rumah tersebut. Hal tadi tidak diatur dalam undang-undang tetapi dapat

disepakati para pihak.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

45

Asas-asas Perjanjian

Dalam perjanjian terdapat asas-asas yang melandasinya, yaitu

sebagai berikut:

1) Asas konsensuil

2) Asas pacta sunt servanda

3) Asas kebebasan berkontrak

Ad. 1) Asas konsensuil, bahwa pada dasarnya perjanjian timbul

atau lahir sejak tercapainya sepakat. Dengan kata lain perjanjian sudah

lahir apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dalam

perjanjian dan tidaklah diperlukan formalitas. Pada umumnya perjanjian

dalam KUH Perdata adalah konsensuil. Asas konsensuil terdapat dalam

Pasa 1338 ayat (1) jo Pasal 1320 KUH Perdata.

Ad. 2) Asas pacta sunt servanda, bahwa perjanjian yang dibuat

secara sah oleh para pihak mengikat bagi mereka yang membuatnya

seperti undang-undang. Mengikat berarti para pihak yang membuat

perjanjian berkewajiban untuk menaati dan melaksanakan perjanjian.

Asas pacta sunt servanda terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata.

Ad. 3) Asas kebebasan berkontrak, bahwa orang bebas untuk

tidak membuat atau membuat perjanjian diluar yang disebutkan dalam

undang-undang, bebas untuk menentukan siapa pihaknya, isinya maupun

bentuk perjanjian yang dibuatnya, asalkan tidak bertentangan dengan

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

46

undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Asas kebebasan

berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Jadi pentingnya ketiga asas hukum perjanjian tersebut yaitu: asas

konsensuil berkaitan dengan terjadinya/lahirnya perjanjian, asas pacta

sunt servanda berkaitan dengan akibat hukum perjanjian, asas kebebasan

berkontrak berkaitan dengan isi perjanjian.

Wanprestasi dalam Perjanjian

Subekti menjelaskan bahwa apabila debitur tidak melaksanakan

kewajiban atau tidak memenuhi prestasi yang ditentukan dalam

perjanjian karena salahnya, maka ia dinyatakan wanprestasi. Wanprestasi

berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi yang buruk.

Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi, sebagaimana yang

dijanjikan;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana

yang dijanjikan;

3. Melakukan yang dijanjikan tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.29

Akibat atau hukuman bagi debitur yang wanprestasi, yaitu:

1. Membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur

2. Pembatalan perjanjian

3. Peralihan resiko

4. Membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di pengadilan

29

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Cetakan kesembilanbelas, Jakarta, PT. Intermasa. Hal.

45.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

47

Apabila debitur dalam keadaan wanprestasi, maka kreditur dapat

memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan sebagaimana yang

disebut Pasal 1267 KUH Perdata, yaitu:

1. Pemenuhan perjanjian

2. Pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi

3. Ganti kerugian

4. Pembatalan perjanjian

5. Pembatalan dengan ganti rugi

2.1.2. Perjanjian Penyimpanan

Untuk melihat lebih jelas hubungan hukum antara bank dengan

nasabah berkaitan dengan perjanjian penyimpanan yang mendasarinya,

dapat disimak pasal-pasal dalam Undang-Undang Perbankan berikut ini:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

“Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan

dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian

bank dengan nasabah yang bersangkutan.”

“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat

kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam

bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.”

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

48

“Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap

saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah

pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.”

“Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah

penyimpan dengan bank.”

“Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk Deposito

yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.”

“Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak

dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang

dipersamakan dengan itu.”

Sulistyandari menyimpulkan bahwa:

“Dari pasal-pasal tersebut dapat terlihat bahwa hubungan bank

dengan nasabah penyimpan berdasarkan perjanjian/kontrak yang

disebut perjanjian penyimpanan dana. Dalam praktik perbankan

bentuk dan format dari perjanjian penyimpanan dana diserahkan

sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Tidak ada ketentuan

di dalam Undang-Undang Perbankan bahwa perjanjian

penyimpanan dana harus dibuat secara tertulis seperti dalam

perjanjian kredit.”30

Dari pengertian sebelumnya, simpanan Giro mempunyai ciri-ciri

dapat dilakukan penarikan setiap saat, menggunakan sarana perintah

pembayaran giral seperti cek, bilyet giro atau dengan pemindahbukuan.

Sedangkan simpanan Deposito mempunyai ciri-ciri yang membedakan

dengan simpanan lainnya yaitu penarikan hanya dapat dilakukan pada

30

Op cit. hal. 295.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

49

jangka waktu tertentu sesuai yang telah diperjanjikan sebelumnya antara

bank dengan nasabah. Dengan adanya ketentuan tersebut, nasabah

penyimpan berhak atas bunga dari simpanannya sesuai dengan

perjanjian.

Sertifikat Deposito berbeda dengan Deposito, namun pada

dasarnya ketentuannya sama, yaitu hanya dapat dilakukan penarikan pada

waktu tertentu sesuai yang diperjanjikan. Perbedaannya yaitu, sertifikat

bukti simpanan tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.

Untuk simpanan Tabungan, ciri-cirinya hampir sama dengan Giro, hanya

dalam penarikannya tidak menggunakan sarana perintah pembayaran

giral seperti cek atau bilyet giro. Nasabah penyimpan Tabungan berhak

menarik simpanannya setiap saat dan memperoleh bunga simpanan

sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dari perbedaan masing-masing bentuk simpanan tadi, dapat

disimpulkan bahwa perjanjian penyimpanan antara bank dengan nasabah

penyimpan untuk masing-masing bentuk simpanan berbeda

ketentuannya. Sehingga bentuk perjanjiannya juga berbeda. Hal ini

berkaitan dengan hak dan kewajiban pihak bank dan nasabah penyimpan.

Perjanjian penyimpanan termasuk dalam perjanjian tak bernama.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang menyebutkan

dua kelompok perjanjian yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tak

bernama. Dalam bukunya, J. Satrio menjelaskan pengertian masing-

masing, yaitu:

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

50

“Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang dikenal

dengan nama tertentu dan mempunyai pengaturannya secara

khusus dalam undang-undang.”

“Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum

mendapat pengaturannya secara khusus dalam undang-undang”31

Sulistyandari mengutip pendapat J. Satrio mengenai perjanjian

bernama dan perjanjian tak bernama sebagai berikut:

“Mengenai perjanjian diatur dalam KUH Perdata,dimana dalam

Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua kelompok perjanjian

yaitu perjanjian bernama (benoemde atau nominaat contracten)

dan perjanjian tak bernama. Perbedaan perjanjian bernama dan

perjanjian tak bernama terletak bahwa pada perjanjian bernama

adalah perjanjian yang diberi nama oleh undang-undang dan

mendapat pengaturan secara khusus dalam titel V sampai titel

XIX Buku III KUH Perdata, KUHD, dan perundang-undangan

yang lain, sehingga untuk perjanjian bernama selain tunduk

kepada pengaturan secara khusus tersebut yang menyimpang dari

ketentuan umum juga dapat tunduk pada ketentuan umum titel I,

II, IV Buku III KUH Perdata, karena ketentuan umum tersebut

berlaku bagi semua perjanjian.”32

Sulistyandari menyimpulkan dan mengaitkan dengan perjanjian

penyimpanan sebagai berikut:

“Dengan demikian perjanjian tak bernama tunduk pada ketentuan

umum titel I, II, IV KUH Perdata. Perjanjian penyimpanan dana

merupakan perjanjian yang tidak mendapat pengaturan secara

khusus dalam KUH Perdata, KUHD maupun Undang-Undang

Perbankan. Oleh karena ketentuan umum perjanjian dalam KUH

Perdata tersebut berlaku bagi semua perjanjian, maka termasuk

berlaku pula bagi perjanjian penyimpanan dana.”33

31

J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, Bandung, Citra Aditya

Bakti. Hal. 149. 32

Op Cit, Sulistyandari. Hal. 296. 33

Ibid. Hal.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

51

Daniel Djoko Tarliman menyatakan pendapat yang sama dengan

Sulistyandari bahwa Perjanjian Penyimpanan termasuk dalam perjanjian

tak bernama dalam disertasinya yang berjudul “Lembaga Penjamin

Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia” sebagai berikut:

“Perjanjian Penyimpanan dana termasuk jenis tidak bernama yang

sifatnya sui generis dalam arti tunduk pada ketentuan umum dari

suatu perjanjian sedangkan ketentuan perjanjian bernama dipakai

secara analogi.”34

2.1.3. Transaksi Elektronik

Pengertian transaksi elektronik diatur dalam Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, selanjutnya disebut Undang-Undang ITE, sebagaimana

disebutkan sebagai berikut:

“Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan

dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau

media lainnya.”

Pengaturan lebih lanjut mengenai transaksi elektronik dijabarkan dalam

Pasal 15 sampai Pasal 22 Undang-Undang ITE.

Pasal 15 menjelaskan mengenai penyelenggaraan sistem

elektronik secara umum berkaitan tanggung jawab penyelenggara sistem

elektronik. Pasal 16 menjelaskan mengenai syarat-syarat minimum yang

harus dipenuhi dalam menyelenggarakan sistem elektronik. Pasal 17

34

Daniel Djoko Tarliman, 2008, Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penyelesaian Bank

Gagal di Indonesia, Ringkasan Disertasi yang tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana

Universitas Airlangga Surabaya

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

52

menjelaskan mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik yang dapat

dilakukan dalam lingkup publik maupun privat. Pasal 18 menjelaskan

bahwa transaksi elektronik harus dituangkan ke dalam Kontrak

Elektronik yang mengikat para pihak serta pilihan penyelesaian sengketa

jika terjadi sengketa antara para pihak.

Pasal 19 menentukan bahwa dalam melakukan transaksi

elektronik para pihak harus menggunakan Sistem Elektronik yang

disepakati. Adapun pengertian Sistem Elektronik diatur dalam Pasal 1

angka 5 Undang-Undang ITE, sebagai berikut:

“Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.”

Pasal 20 mengatur mengenai terjadinya transaksi elektronik

berkaitan dengan penawaran dan penerimaan dalam transaksi elektronik.

Pasal 21 mengatur mengenai pihak yang melakukan transaksi elektronik,

pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan akibat

hukumnya. Kemudian Pasal 22 mengatur tentang penyelenggara transaksi

elektronik.

Berkaitan dengan perbankan, transaksi elektronik dapat dilakukan

dengan media APMK, salah satunya Kartu ATM. Masing-masing

pengertian APMK dan Kartu ATM diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia tentang APMK sebagai berikut:

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

53

“Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya

disebut APMK, adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit,

kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debet.”

“Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana

kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi

secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau

Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana

sesuai ketentuan perundang-undangan.”

Penggunaan Kartu ATM ini melalui sistem switching yang

merupakan jasa Perusahaan Switching, sebagaimana yang dijelaskan

dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Bank Indonesia tentang APMK

sebagai berikut:

“Perusahaan Switching adalah perusahaan yang menyediakan jasa

switching atau routing atas transaksi elektronik yang

menggunakan APMK melalui terminal seperti ATM atau

Electronic Data Captured (EDC) dalam rangka memperoleh

otorisasi dari Penerbit.”

2.2 Hubungan Non-kontraktual

Dalam bukunya Munir menjelaskan berkaitan dengan

hubungan non-kontraktual sebagai berikut:

“Hubungan non kontraktual antara bank dan nasabah, dibagi

menjadi 6 (enam) jenis hubungan hukum, yaitu:

1) Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation)

2) Hubungan Konfidensial

3) Hubungan Bailor-Bailee

4) Hubungan Pricipal-Agent

5) Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan

6) Hubungan Trustee-Beneficiary 35

35

Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern, Bandung, PT Citra Aditya Bakti. Hal. 104

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

54

Di Indonesia, hubungan-hubungan sebagaimana yang

disebutkan dalam nomor 3 sampai nomor 6 tidak secara tegas diakui

dalam hukum, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat

dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Hubungan

kontraktual lainnya dapat dilihat dari adanya kewajiban bagi para

pihak bank untuk menyimpan rahasia bank yang tidak diperjanjikan

sama sekali.

Sulistyandari berpendapat mengenai hubungan non-

kontraktual di dalam bukunya sebagai berikut:

“Hubungan non kontraktual adalah hubungan nasabah

penyimpan dengan bank itu muncul bukan karena adanya

kontrak melainkan hubungan itu bisa muncul karena adanya

hukum tertulis/peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya atau hukum tidak tertulis seperti hukum

kebiasaan dalam perbankan. Dalam peraturan perundang-

undangan perbankan di Indonesia, hubungan non kontraktual

ini bisa dilihat antara lain dalam Undang-Undang Perbankan

dan Undang-Undang BI beserta peraturan pelaksananya

antara lain: hubungan kepercayaan (fiduciary relation) yaitu

hubungan antara nasabah penyimpan dengan bank dan

hubungan bank dengan nasabah debitur dimana nasabah

penyimpan mempercayakan dananya kepada bank untuk

dikelola dan bank kemudian mempercayakan dana yang

dihimpunnya untuk disalurkan kepada nasabah debitur untuk

dikelola pula, hubungan kepercayaan ini merupakan prinsip

yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan sehingga

menimbulkan hubungan hukum antara nasabah penyimpan

dengan bank, dan bank dengan nasabah debitur; hubungan

kehati-hatian (prudential relation) yaitu hubungan antara

bank dengan pemerintah (BI sebagai pengatur dan pengawas

perbankan) diman bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya wajib mentaati peraturan yang telah ditentukan oleh

pemerintah/BI seperti peraturan tentang perizinan, peraturan

tentang kesehatan bank, hubungan kehati-hatian ini

merupakan prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BI dan

Undang-Undang Perbankan sehingga menimbulkan

hubungan hukum antara bank dan dengan pemerintah/BI;

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

55

hubungan kerahasiaan (confidential relation) merupakan

hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana

dimana bank wajib merahasiakan nasabah penyimpan dan

simpanannya, hubungan kerahasiaan ini merupakan prinsip

yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan sehingga

menimbulkan hubungan hukum bank dengan nasabah

penyimpan.”36

Dalam hubungan non kontraktual yang telah disebutkan

sebelumnya, dinyatakan bahwa hubungan antara nasabah dan bank

bisa muncul karena adanya hukum tertulis/peraturan perundang-

undangan yang mengaturnya atau hukum tidak tertulis seperti hukum

kebiasaan dalam perbankan.

2.2.1. Hubungan Nasabah dengan Bank Berdasarkan Undang-

Undang Perbankan

Dalam Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa

kegiatan usaha bank yang utama adalah menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari

ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan maka hubungan hukum

antara bank dengan nasabah penyimpan dilahirkan/didasarkan dari

perjanjian penyimpanan dana seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, bahwa bank berkedudukan sebagai pihak debitur,

karena bank adalah sebagai pihak yang berkewajiban

mengembalikan simpanan nasabah penyimpan sesuai yang

36

Ibid. Hal. 335-336.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

56

diperjanjikan dan nasabah penyimpan berkedudukan sebagai pihak

kreditur, karena nasabah penyimpan adalah sebagai pihak yang

berhak atas pengembalian simpanannya dari bank sesuai dengan

yang diperjanjikan.

Hubungan antara bank dengan nasabah tidak hanya hubungan

antara orang perseorangan dalam lingkup perdata saja, tetapi juga

terdapat hubungan non kontraktual yang sering disebut asas-asas

khusus dari hubungan bank dengan nasabah, meliputi:

a. Hubungan kepercayaan yang dapat disimpulkan dari Pasal 1

angka 2, Pasal 1 angka 5 dan Pasal 3 Undang-Undang

Perbankan.

b. Hubungan kerahasiaan yang diatur dalam Pasal 40, Pasal 41,

Pasal 41A,Pasal 42, Pasal 42A, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45,

Pasal 47, Pasal 47A dan Pasal 51 Undang-Undang Perbankan.

c. Hubungan kehati-hatian yang disimpulkan dari Pasal 2, Pasal 8,

Pasal 11, Pasal 29 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Perbankan.

d. Hubungan menjamin dana simpanan yang diatur dalam Pasal

37B Undang-Undang Perbankan

2.2.2. Hubungan Nasabah dengan Bank Berdasarkan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen

Dilihat dari sisi berbeda dari dunia perbankan, hubungan

antara nasabah dan bank juga merupakan hubungan antara konsumen

dengan pelaku usaha. Nasabah sebagai pengguna jasa dari bank

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

57

selaku pelaku usaha yang menyediakan jasa. Adapun pengertian dari

perlindungan konsumen itu sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, selanjutnya disebut Undang-Undang PK, yaitu:

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen.”

Dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan pengertian konsumen

sebagai berikut:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.”

Celina Tri Siwi Kristiyanti menjabarkan unsur “setiap orang”

dari pengertian konsumen dalam bukunya, yaitu:

“a. Setiap Orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang

yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah

“orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya

orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau

termasuk juga badan hukum (rechtpersoon). Hal ini berbeda

dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha yang

secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon di

atas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan

atau badan usaha”. Tentu paling tepat tidak membatasi

pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan.

Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan

makna lebih luas daripada badan hukum.”37

37

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika.

Hal. 27.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

58

Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Undang-

Undang PK adalah sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur dan

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Adapun mengenai kewajiban konsumen yang dijelaskan

dalam Pasal 5 Undang-Undang PK, yakni:

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

59

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Pengertian pelaku usaha diatur dalam Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang PK, yaitu:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang.”

Hak dari pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6

Undang-Undang PK yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

60

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Adapun kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal

7 Undang-Undang PK, yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

61

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

62

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

hukum normatif atau yuridis normatif. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji

menjelaskan sebagai berikut:

“Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan

adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka.”38

B. Spesifikasi Penelitian

Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan sebagai berikut:

“Terdapat tiga tipe penelitian hukum yang dapat dikategorikan sebagai

penelitian hukum yang normatif yang di dalam kepustakaan Anglo-

American disebut sebagai legal-research, yaitu:

(1) Penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif;

(2) Penelitian yang berupa usaha-usaha penemuan asas-asas dan

dasar-dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif;

(3) Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang

sesuai untuk diterapkan guna menyelesaikan suatu perkara hukum

tertentu.”39

Berdasarkan pendapat Ronny Hanitijo Soemitro tersebut, spesifikasi

penelitian ini adalah penelitian penemuan hukum in concreto, dari kasus yang

diteliti kemudian dicari mengenai ketentuan-ketentuan hukumnya

38

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, CV. Rajawali. Hal.15. 39

Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia. Hal.

10.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

63

berdasarkan norma-norma hukum, teori-teori hukum serta doktrin-doktrin

hukum.

C. Sumber Bahan Hukum

Data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

6) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

8) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

9) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

64

10) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan

Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang

Penyelesaian Pengaduan Nasabah

11) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu

12) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan

undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan

seterusnya. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder meliputi:

1) Literatur atau buku pustaka yang berkaitan dengan hukum dan topik

penelitian, di antaranya tentang hukum perbankan, hukum perlindungan

konsumen, hukum perikatan, perlindungan hukum.

2) Jurnal hukum yang berkaitan dengan topik penelitian, seperti hasil

penelitian di bidang perbankan, tesis tentang perlindungan nasabah bank.

3) Makalah yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu makalah berkaitan

dengan teknologi sistem komputer, fasilitas ATM.

4) Bahan hukum dari internet yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu

mengenai kasus-kasus berkaitan dengan ATM, dunia perbankan.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

65

5) Dokumen dari bank yang berkaitan dengan kasus yang diteliti, yaitu slip

tanda bukti transaksi dan rekening koran serta form pembukaan rekening

dan pembuatan kartu ATM.

Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam

penelitian ini bahan hukum tertier meliputi:

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia

2) Kamus Perbankan

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini digunakan metode

kepustakaan dan metode dokumenter.

Metode kepustakaan yaitu suatu cara pengumpulan data dengan

melakukan penelusuran terhadap bahan pustaka seperti literatur, perundang-

undangan, hasil penelitian, majalah ilmiah, buletin ilmiah, jurnal ilmiah dan

sebagainya. Dari metode ini diperoleh peraturan perundang-undangan tentang

perbankan, hasil penelitian juga jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode dokumenter yaitu suatu cara pengumpulan data dengan

menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun non-pemerintah

seperti putusan pengadilan, perjanjian, surat keputusan, memo, konsep pidato,

buku harian, foto, risalah rapat, laporan-laporan, mass media, internet,

pengumuman, instruksi, aturan suatu instansi, publikasi, arsip-arsip ilmiah,

dan sebagainya. Dengan metode ini diperoleh data dari internet berupa

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

66

pernyataan dalam blog, artikel-artikel terkait baik dengan kasus maupun

penjabaran materi tentang perbankan dan fasilitasnya.

E. Metode Pengolahan Bahan Hukum

Metode pengolahan data dalam penelitian ini adalah metode reduksi

data, yaitu suatu kegiatan memilih, merangkum, dan memfokuskan hal-hal

yang pokok dan penting dari sekumpulan bahan hukum, sehingga menjadi

ringkas yang disusun secara sistematis dan mudah dipahami.

F. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode analisis normatif kualitatif.

Metode analisis normatif kualitatif adalah menganalisis data dengan cara

mendiskusikan atau mendialogkan data dengan norma-norma dan teori-teori

hukum serta doktrin-doktrin hukum, kemudian dari dialog tersebut diperoleh

suatu kesimpulan.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

67

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Sejarah Bank Mandiri

Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari

program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah

Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu Bank Bumi

Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank

Pembangunan Indonesia, digabung atau dilakukan merger menjadi Bank

Mandiri, dimana masing-masing bank tersebut memiliki peran yang tak

terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia.

Bentuk badan hukum Bank Mandiri adalah Perseroan Terbatas

sehingga bernama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor pusatnya

berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 36-38 Jakarta. Sampai

dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun

memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.

Hingga Desember 2011, total aset Bank Mandiri telah mencapai Rp

551,9 Triliun, dimana jumlah ini berlipat ganda dari total aset di tahun 2006

(sebesar Rp 267 Triliun), atau tumbuh 15,6% (CAGR). Ini mengukuhkan

posisi Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia. Kredit Bank Mandiri

juga tumbuh menjadi Rp 314,4 Triliun, meningkat 22% (CAGR) dari kredit

tahun 2006 yang sebesar Rp 118 Triliun. Sedangkan net profit tumbuh

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

68

menjadi Rp 12,2 Triliun, meningkat 28,3% (CAGR) dari tahun 2006 yang

sebesar Rp 2,4 Triliun. Selain menjadi bank pemberi pinjaman terbesar di

Indonesia (secara konsolidasi), Bank Mandiri juga merupakan bank

penyimpanan terbesar di Indonesia dengan dana pihak ke tiga sebesar Rp

422,3 Triliun. Bank Mandiri juga telah berhasil mempertahankan kualitas aset

yang kuat, dibuktikan dengan nilai Gross dan Net NPL Ratio yang masing-

masing sebesar 2,21% dan 0,52%. Salah satu momen penting dalam proses

transformasi tahap ini adalah suksesnya rights issue pada Februari 2011

untuk memperkuat permodalan bank. Dengan ini, modal Bank Mandiri telah

mencapai Rp 62,7 Triliun, meningkat dari 48,9% tahun ke tahun dan menjadi

bank pertama di Indonesia yang meraih gelar Bank Internasional, sesuai

dengan Banking Architecture atau Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

2. Kegiatan Usaha Bank Mandiri

Bank Mandiri memberikan penawaran dalam pelayanan yang

diwujudkan dalam fitur-fitur yang ada. Berkaitan dengan kasus penelitian ini,

fitur yang berhubungan adalah sebagai berikut:

2.1. Mandiri ATM

Kartu Mandiri adalah kartu ATM dan Debit yang merupakan

akses dari rekening Tabungan Mandiri dan atau Giro Mandiri rupiah

perorangan menggunakan jaringan Visa/ Visa Electron dan PLUS dari

Visa international. Nasabah dapat melakukan berbagai transaksi di

tempat-tempat yang bertanda Visa/Visa electron atau PLUS tanpa perlu

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

69

membawa uang tunai. Nasabah juga dapat mengambil uang tunai melalui

ATM.

Mandiri ATM memberikan layanan transaksi sebagai berikut:

Tarik tunai, informasi saldo dan transfer.

Pembayaran / payment meliputi tagihan kartu kredit, listrik, gas,

internet, pendidikan, PAM, pajak, angsuran, pinjaman bank,

asuransi, tiket pesawat, tiket kereta api, zakat, dan sebagainya.

Pembayaran tagihan telepon atau telepon seluler.

Isi ulang pulsa handphone.

Penggantian PIN, registrasi dan cetak bukti transaksi.

Kartu mandiri prabayar meliputi informasi saldo, top up mandiri

prabayar, histori transaksi dan update saldo.

Nasabah cukup mengajukan permohonan kartu Mandiri dengan

membuka rekening Mandiri Tabungan Rupiah Perorangan di cabang-

cabang Bank Mandiri. Untuk Nasabah yang belum memiliki Kartu

Mandiri, nasabah dapat melakukan permohonan aplikasi Kartu Mandiri

ATM di cabang Bank Mandiri tempat Nasabah membuka rekening.

Dari aspek hukum, ketentuan yang mengatur tentang kartu ATM

antara lain sebagai berikut:

2.1.1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu yang telah diubah dengan Peraturan

Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

70

Pasal 1 angka 5

Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan

penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana kewajiban

pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara

langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga

Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22 ayat (1)

(1) Dalam pemberian Kartu ATM dan/atau Kartu Debit, Penerbit

Kartu ATM dan/atau Kartu Debit wajib menerapkan

manajemen risiko sesuai dengan ketentuan yang mengatur

mengenai manajemen risiko.

Pasal 23

Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debit wajib memberikan

informasi secara tertulis kepada Pemegang Kartu, paling kurang

meliputi:

a. Prosedur dan tata cara penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu

Debit, fasilitas yang melekat pada Kartu ATM dan/atau Kartu

Debit, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu

ATM dan/atau Kartu Debit;

b. Hak dan kewajiban Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu

Debit; dan

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

71

c. Tata cara pengajuan pengaduan permasalahan yang berkaitan

dengan penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debit

sebagaimana dimaksud pada huruf a dan lamanya waktu

penanganan pengaduan tersebut.

Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2)

(1) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau

Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib:

a. Menggunakan sistem yang aman dan andal;

b. Memelihara dan meningkatkan keamanan teknologi

APMK;

c. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis (standard

operating procedure) penyelenggaraan kegiatan APMK;

dan

d. Menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

(2) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara

Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib

melaksanakan audit teknologi informasi secara berkala dan

melaporkan hasil audit teknologi informasi tersebut kepada

Bank Indonesia.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

72

2.1.2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus

menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman

serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem

Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap

Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku

dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,

kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem

Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,

setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan

Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum

sebagai berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa

retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-

undangan;

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

73

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,

kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk

dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang

diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang

dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga

kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur

atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem

Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang

menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan

Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan

terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik

dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

74

merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa

melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa

alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

2.2. Mandiri Tabungan

Pelayanan yang memberikan kenyamanan bagi nasabah menjadi

penawaran fitur oleh Bank Mandiri dalam salah satu produknya, yaitu

Mandiri Tabungan. Dengan Mandiri Tabungan, Bank Mandiri

memberikan penawaran keragaman, kemudahan dan kenyamanan

bertransaksi. Keragaman transaksi keuangan yang dapat dilakukan

dengan layanan e-banking kapan saja dan dimana saja. Pelayanan

tersebut dapat dinikmati dengan kemudahan pembuatan rekening dengan

syarat dan ketentuan sebagai berikut:

1. Kartu identitas yang meliputi:

WNI : KTP

WNA : Paspor dan KIMS/KITAS/KITAP

2. Setoran awal minimal Rp 500.000,-

3. Saldo minimal Rp 50.000,-

4. Dikenakan biaya administrasi bulanan

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

75

5. Dikenakan biaya saldo dibawah minimum 40

Dasar hukum tabungan diatur dalam Undang-Undang Perbankan

yaitu:

Pasal 1 angka 5

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito,

Sertifikat Deposito, Tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu.

Pasal 1 angka 9

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan

cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

3. Kasus Kesalahan Sistem Komputerisasi Kartu ATM pada Bank Mandiri

Pada tanggal 17 Januari 2012 dibuat rekening Mandiri Tabungan atas

nama PUTRY JULIANNIS dengan nomor rekening 139-00 ********,

selanjutnya disebut sebagai nasabah 1. Sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan pihak bank, pembukaan rekening dilakukan dengan setoran awal

Rp 500.000,- oleh nasabah 1. Nasabah 1 memperoleh buku tabungan setelah

melakukan prosedur untuk pembukaan rekening, yaitu penyerahan kartu

identitas dan pengisian formulir pembukaan rekening.

40

www.bankmandiri.co.id

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

76

Pihak bank menawarkan fasilitas kartu ATM untuk melengkapi

layanan dan nasabah 1 memilih kartu ATM silver secara instan. Kartu yang

telah tersedia untuk kartu ATM diberi input data sesuai dengan rekening

nasabah pemesan, yaitu nasabah 1, oleh pegawai bank. Setelah proses input

data, dibuat PIN (Personal Identification Number) sebanyak 4 (empat) digit

angka. Kartu ATM silver yang dibuat secara instan siap dipakai setelah

kurang lebih 1 (satu) jam sejak dibuat PIN untuk kartu tersebut.

Setelah pembuatan kartu ATM, kemudian kartu ATM digunakan

untuk melakukan transaksi. Transaksi pertama nasabah 1 bermaksud untuk

menarik dana dari saldo tabungannya, namun tidak bisa dipenuhi dikarenakan

jumlah saldo tidak mencukupi. Kemudian dilakukan cek saldo melalui ATM

dan ternyata ada perbedaan data, yaitu antara saldo yang tertera pada mesin

ATM dengan data saldo dalam buku tabungan. Ketika dilakukan konfirmasi

kepada pihak bank, pihak bank menyatakan adanya error system mesin ATM.

Kemudian dilakukan beberapa transaksi penarikan melalui ATM dan berhasil,

namun masih ada perbedaan data berkaitan dengan saldo tadi.

Dari data yang diperoleh penulis, perbedaan data saldo terjadi karena

adanya kesalahan data pada kartu ATM, sehingga selama melakukan

transaksi penarikan menggunakan kartu ATM terjadi debet rekening terhadap

saldo rekening milik nasabah lain. Hal ini diketahui setelah kartu ATM

tersebut tidak dapat digunakan untuk transaksi dan dilakukan pengaduan

kepada pihak bank. Pihak bank menyatakan bahwa kartu ATM telah diblokir

atau dibekukan oleh bank atas permintaan nasabah pemegang pada kantor

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

77

cabang lain. Kemudian dilakukan penelusuran data dan didapati adanya

kesalahan data pada kartu ATM.

Data dalam kartu ATM merupakan data atas nama PUTRI

RHEINANDA dengan nomor rekening 900-00 ********, selanjutnya disebut

sebagai nasabah 2. Selama menggunakan kartu ATM, transaksi penarikan

yang dilakukan menyebabkan debet terhadap rekening tersebut. Kesamaan

atau kemiripan data nama pemilik rekening dinyatakan oleh pihak bank

sebagai penyebab tertukarnya data pada kartu ATM.

Pihak bank meminta kesediaan nasabah 1 untuk mengganti dana yang

telah ditarik dari rekening nasabah 2 atas transaksi penarikan yang telah

dilakukan dengan cara memblokir atau membekukan saldo rekening nasabah

1. Pemblokiran dilakukan terhadap saldo sesuai dengan jumlah saldo

transaksi penarikan setelah pihak bank mengkonfirmasi transaksi yang sudah

dilakukan nasabah 1 berdasarkan cetakan rekening koran. Setelah

pemblokiran, kemudian dana tersebut ditransfer ke rekening nasabah 2.

Dari uraian kasus di atas dapat dilihat bahwa dalam kasus ini

melibatkan tiga pihak, yaitu pihak bank, pihak nasabah 1 dan pihak nasabah

2. Dengan demikian, dalam kasus ini ada dua perjanjian penyimpanan, yaitu

perjanjian penyimpanan antara pihak bank dengan nasabah 1 dan perjanjian

penyimpanan antara pihak bank dengan nasabah 2. Dalam kasus ini, nasabah

1 merasa dirugikan karena tidak dapat menggunakan kartu ATM sebagai

fasilitas atau layanan yang diberikan pihak bank untuk kemudahan dan

efisiensi transaksi sebagaimana telah diperjanjikan. Sedangkan nasabah 2

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

78

merasa dirugikan dengan adanya dana simpanan yang hilang akibat terdebet

oleh pihak lain karena tertukarnya data pada kartu ATM tersebut sebagai

akibat kesalahan bank dalam hal sistem komputerisasi kartu ATM.

4. Tanggung Jawab Pihak Bank Mandiri atas Kesalahan Sistem

Komputerisasi Kartu ATM

Bank Mandiri memberi pelayanan pengaduan nasabah, yang didasari

dengan adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang

Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab

bank ketika terjadi masalah yang diadukan oleh pihak nasabah. Termasuk

dalam kasus pada penelitian ini, yaitu terjadi kesalahan sistem komputerisasi

pada kartu ATM yang menimbulkan kerugian bagi nasabah.

Dari pengaduan nasabah yang diterima, pihak Bank Mandiri akan

menindaklanjuti dengan memeriksa data-data yang berhubungan dengan

nasabah dan masalah yang dialami, dalam hal ini adalah kesalahan sistem

komputerisasi pada Kartu ATM. Kemudian pihak Bank Mandiri akan

menginvestigasi dan menelusuri masalah tersebut. Setelah ditemukan sumber

dari masalahnya, pihak Bank Mandiri akan menyelesaikannya berdasarkan

ketentuan dan peraturan yang berlaku. Jika masalah tersebut merupakan

kesalahan pihak nasabah, maka Bank Mandiri tidak akan bertanggung jawab.

Tetapi jika masalah tersebut terbukti merupakan kesalahan pihak bank, maka

pihak Bank Mandiri akan bertanggung jawab dan menyelesaikannya.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

79

Tanggung jawab bank berkaitan dengan kesalahan sistem

komputerisasi diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai

berikut:

4.1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012

Pasal 38

(1) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau

Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang melanggar ketentuan dalam

Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10, Pasal, 12, Pasal 13, Pasal 14,

Pasal 15, Pasal 15A, Pasal 16, Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal 17, Pasal

17A, Pasal 17B, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,

Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 29A, Pasal 32, Pasal 33,

Pasal 34, Pasal 35, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 58B dikenakan

sanksi administratif berupa:

a. Teguran;

b. Denda;

c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan APMK;

dan/atau

d. Pencabutan izin penyelenggaraan kegiatan APMK.

(2) ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

80

4.2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha dilandasi dengan adanya hak

dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha yang diatur sebagai berikut:

Pasal 4

Hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau

jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

81

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

82

Pasal 19

a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

b. Ganti kerugian yang dapat diberikan berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,

atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.

c. Tenggat waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam waktu

7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

d. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapuskan

kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih

lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

e. Ketentuan di atas tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan

konsumen.

Pada kasus dalam penelitian ini, upaya Bank Mandiri dalam

mempertanggungjawabkan kesalahannya dalam sistem komputerisasi kartu

ATM dilakukan dengan menyelesaikan kasus tersebut secara administrasi dan

mengganti kerugian. Adapun rincian proses penyelesaian kasus pada

penelitian ini yang dilakukan oleh Bank Mandiri adalah sebagai berikut:

- Pada bulan Maret nasabah 1 mengadukan perihal kartu ATM yang tidak

bisa digunakan untuk transaksi karena dinyatakan telah diblokir.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

83

- Pihak bank menyatakan adanya kesalahan data pada sistem

komputerisasi kartu ATM, yaitu data yang tertukar dengan data nasabah

lain, dalam hal ini nasabah 2, dengan faktor kemiripan nama dalam data

rekening.

- Pihak bank menarik kartu ATM nasabah 1 dan menggantinya dengan

kartu ATM yang baru.

- Pihak bank meminta kesediaan nasabah 1 untuk mengganti uang

sejumlah saldo yang terdebet dari rekening nasabah 2 atas transaksi yang

dilakukan nasabah 1 dengan memblokir saldo rekening yang

bersangkutan.

- Pihak bank meminta waktu untuk proses penyelesaian secara

administratif.

- Nasabah 1 menanyakan beberapa kali mengenai penyelesaian masalah

tersebut selama kurun waktu 6 bulan.

- Pihak bank menyelesaikan kasus tersebut pada tanggal 9 Oktober 2012

berdasarkan tanda bukti dari bank berupa slip advis debet atau debit

advice form tertanggal 9 Oktober 2012 yang menyatakan berdasarkan

kesalahan prosedur link ATM instan melakukan debet terhadap rekening

nasabah 1 dan kredit dengan jumlah yang sama terhadap rekening

nasabah 2.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

84

B. PEMBAHASAN

1. Tanggung Jawab Pihak Bank atas Kesalahan Sistem Komputerisasi

Kartu ATM ditinjau dari Ketentuan Perlindungan Nasabah

Roscoe Pound berpendapat mengenai pengertian tanggung jawab

yang dikutip oleh Deasy Risma Rotua Siahaan dalam tesisnya yang berjudul

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank

Pengguna ATM (Automated Teller Machines) Dalam Sistim Perbankan

Indonesia, sebagai berikut:

“Tanggung jawab adalah mengenai kewajiban untuk menebus

(mengganti) terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan

kerugian. Dasar pertanggungjawaban adalah kewajiban membayar

ganti rugi atas tindakan yang menimbulkan kerugian, dan kewajiban

untuk melaksanakan janji yang telah dibuat. Pertanggungjawaban

harus didasarkan atas satu perbuatan, dan perbuatan itu haruslah

perbuatan alpa. Perbuatan kealpaan dan penyebab kerugian adalah

unsurnya.”41

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab

merupakan kewajiban untuk mengganti atau menebus atas kerugian yang

ditimbulkan atas suatu tindakan yang telah dilakukan, baik kerugian tersebut

timbul dari tidak dipenuhinya perjanjian maupun karena pelanggaran

terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengingat dalam penelitian ini akan dibahas mengenai tanggung

jawab pihak bank atas kesalahan sistem komputerisasi kartu ATM ditinjau

dari ketentuan perlindungan nasabah, maka berikut ini akan dijelaskan

tentang konsep perlindungan hukum.

41

Deasy Risma Rotua Siahaan, 2008, Tesis: Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum

Bagi Nasabah Bank Pengguna ATM (Automated Teller Machines) Dalam Sistim Perbankan

Indonesia, Medan, Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

85

Philipus M. Hadjon berpendapat sebagai berikut:

“Perlindungan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan hukum

preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum

preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan

perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa.”42

Menurut Sudikno:

“Perlindungan hukum adalah suatu hal atau perbuatan untuk

melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku disertai sanksi-sanksi bila ada yang wan

prestasi.”43

Menurut Fathor Rahman yang mengutip pendapat dari Soerjono

Soekanto:

“Maksud perlindungan hukum adalah untuk menjamin keberadaan

sesuatu hal tertentu, dimana selaras dengan fungsi hukum, yaitu

sebagai alat ketertiban dan keteraturan, sebagai sarana mewujudkan

keadilan sosial dan sebagai sarana penggerak pembangunan.”44

Menurut pendapat Salam Nasution yang mengutip dari pendapat

Muchsin:

“Perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi individu

dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.”45

42

Op Cit. M. Philipus Hadjon. 43

Op Cit. Sudikno Mertokusumo. 44

Op Cit. Fathor Rahman. 45

Op Cit. Agus Salam Nasution.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

86

Hermansyah membagi perlindungan hukum bagi nasabah bank

menjadi dua, yaitu perlindungan langsung dan perlindungan tidak langsung.

Yang termasuk dalam perlindungan langsung yaitu hak preferen nasabah

bank dan lembaga penjamin simpanan. Perlindungan tidak langsung meliputi

prinsip kehati-hatian yang harus diterapkan bank, batas maksimum pemberian

kredit, kewajiban bank untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba

rugi, serta adanya merger, konsolidasi dan akuisisi bank.46

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep Sulistyandari

mengenai perlindungan hukum yaitu:

“Perlindungan hukum itu berkaitan bagaimana hukum memberikan

keadilan yaitu memberikan atau mengatur hak dan kewajiban terhadap

subyek hukum, selain itu juga berkaitan bagaimana hukum

memberikan keadilan terhadap subyek hukum yang dilanggar haknya

untuk mempertahankan haknya tersebut.”47

Mengenai hak dan kewajiban, Sulistyandari menguraikan berdasarkan

pendapat Nicolai:

“Hak mengandung kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan

tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan

tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu.”48

Perlindungan hukum timbul karena adanya hubungan hukum.

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya menurut Sulistyandari ada 2, yaitu hubungan kontraktual dan

hubungan non-kontraktual. Secara singkat, hubungan kontraktual merupakan

46

Op Cit. Hermansyah. 47

Op Cit. Sulistyandari. Hal 283. 48

Ibid.

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

87

hubungan yang mendasarkan pada perjanjian antara bank dengan nasabah.

Sedangkan hubungan non-kontraktual adalah hubungan antara bank dan

nasabah yang timbul karena undang-undang atau kebiasan yang berlaku

dalam perbankan.

Hubungan kontraktual dalam hal ini adalah hubungan yang timbul

dari perjanjian penyimpanan dana antara bank dengan nasabah, kemudian

menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihaknya. Adapun hak dari

nasabah adalah mendapat pengembalian dana simpanan beserta bunga yang

telah disepakati dan kewajiban pihak bank adalah mengembalikan dana

simpanan nasabah tersebut.49

Pada kasus dalam penelitian ini, hubungan hukum yang ada adalah

perjanjian penyimpanan dana antara bank dengan nasabah 1 dan perjanjian

pernyimpanan dana antara bank dengan nasabah 2. Masing-masing

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana tersebut, dimana simpanan dana

disini adalah dalam bentuk tabungan, antara bank dengan nasabah 1 timbul

hak dan kewajiban. Hal tersebut berlaku pula antara bank dengan nasabah 2.

Hak dari masing-masing nasabah dalam perjanjian penyimpanan dana ini

adalah pengembalian dana simpanan beserta bunga yang telah disepakati.

Hak nasabah tersebut menjadi kewajiban bagi pihak bank untuk

mengembalikan dana simpanan beserta bunga yang telah disepakati.

Menurut data nomor 2.2 yaitu Pasal 1 angka 5 Undang-Undang

Perbankan pengertian Simpanan adalah sebagai berikut:

49

Ibid. Hal. 299.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

88

“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada

bank berdasarlan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro,

Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan, dan/atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu.”

Adapun pengertian Tabungan diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-

Undang Perbankan, yaitu sebagai berikut:

“Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat

ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang

dipersamakan dengan itu.”

Dari pengertian tersebut dapat dilihat karakteristik tabungan yaitu

penarikan dana yang dapat dilakukan setiap saat tanpa menggunakan sarana

perintah pembayaran seperti yang disebutkan. Penarikan dana simpanan

tabungan dapat ditarik melalui teller pada kantor bank, atau juga dapat

melalui ATM dengan menggunakan kartu ATM.

Terkait dengan kasus sebagaimana data nomor 3 dalam hasil

penelitian, kesalahan data pada kartu ATM telah menimbulkan kerugian, baik

bagi pihak nasabah 1 maupun bagi pihak nasabah 2. Dalam membahas kasus

ini, pertama-tama akan dianalisis dari hubungan kontraktual terlebih dahulu.

Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah dituangkan dalam

perjanjian penyimpanan dana. Berdasarkan hak dan kewajiban yang timbul

dari perjanjian penyimpanan dana antara bank dengan nasabah, nasabah 1

berhak untuk mengambil uang simpanan dan bunga yang telah disepakati

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

89

sebelumnya, melalui ATM. Tetapi nasabah 1 tidak dapat mengambil

simpanannya melalui ATM sebagai akibat dari kesalahan sistem

komputerisasi oleh bank. Namun demikian, nasabah 1 masih dapat

menggunakan haknya tadi melalui teller. Sehingga dari perjanjian

penyimpanan tidak ada pelanggaran atau wanprestasi. Hanya saja disini

nasabah 1 merasa dirugikan tidak dapat menggunakan kartu ATM sebagai

fasilitas dari bank sebagaimana yang sudah diperjanjikan.

Ditinjau dari perjanjian penyimpanan mengenai hak dan kewajiban

masing-masing pihak, telah disebutkan di atas bahwa hak nasabah adalah

pengembalian dana simpanan yang disimpan di bank beserta bunganya, dan

kewajiban pihak bank adalah mengembalikan dana simpanan tersebut beserta

bunganya. Kesalahan sistem komputerisasi oleh bank menyebabkan dana

simpanan nasabah 2 hilang akibat terdebet oleh pihak lain, dalam hal ini oleh

nasabah 1. Kemudian nasabah 2 mengadukan hal tersebut kepada bank. Pihak

bank mengembalikan dana simpanan nasabah 2 tadi, dengan cara memblokir

saldo rekening nasabah 1 dan memindahkan dana tersebut ke rekening

nasabah 2, sehingga dana simpanan nasabah 2 telah dikembalikan oleh pihak

bank. Dari uraian tersebut, bank telah memenuhi kewajiban berdasarkan

perjanjian penyimpanan dana terhadap nasabah 2, maka bank tidak melanggar

atau melakukan wan prestasi.

Dari data nomor 3 yaitu kasus kesalahan sistem komputerisasi oleh

bank dikaitkan dengan pendapat Sulistyandari tentang perlindungan hukum

berdasarkan hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah serta hak dan

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

90

kewajiban yang timbul dari perjanjian penyimpanan, maka dapat

dideskripsikan bahwa bank tidak melanggar kewajibannya, karena bank telah

memenuhi prestasi, yaitu mengembalikan dana simpanan serta bunga yang

telah disepakati kepada nasabah.

Kesalahan data sistem komputerisasi kartu ATM yang menimbulkan

kerugian bagi nasabah sebagaimana data nomor 3, hal ini bukan merupakan

pelanggaran terhadap hak nasabah berdasarkan perjanjian penyimpanan yang

merupakan hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, melainkan

berkaitan dengan hubungan non-kontraktual antara bank dengan nasabah.

Hubungan non-kontraktual antara bank dengan nasabah timbul dari peraturan

perundang-undangan dan kebiasaan yang berlaku di bidang perbankan.

Adapun peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian

di sini antara lain Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang BI beserta

peraturan pelaksanaannya serta Undang-Undang PK.

Dalam Undang-Undang Perbankan dikenal asas perbankan yaitu asas

demokrasi ekonomi dengan penerapan prinsip kehati-hatian. Asas perbankan

ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan. Prinsip kehati-hatian

erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat dan tingkat kesehatan

bank. Hal ini berkaitan dengan dana yang dipercayakan masyarakat kepada

pihak bank yang juga menjadi indikasi tingkat kesehatan bank. Ronny

Sautma Hotma menyatakan pendapat yang dikutip oleh Djoni S. Gazali dan

Rachmadi Usman mengenai prinsip kehati-hatian sebagai berikut:

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

91

“Adanya prinsip kehati-hatian bertujuan agar bank yang menggunakan

dana nasabah akan mampu membayar kembali dana tersebut yang

disimpan kepadanya apabila ditagih oleh para nasabah penyimpan

dana.”50

Dengan prinsip kehati-hatian, bank diwajibkan untuk bertindak secara

hati-hati, cermat, teliti, dan bijaksana atau tidak ceroboh dengan

meminimalisir kemungkinan risiko yang akan terjadi dalam rangka

menjalankan kegiatan usahanya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Berlandaskan prinsip kehati-

hatian ini, bank juga harus memperhatikan dan melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan dalam

melaksanakan kegiatan usahanya sehingga setiap tindakannya harus

berdasarkan peraturan dan memperoleh kepastian hukum, yang kesemuanya

merupakan tindakan dalam rangka memberikan perlindungan bagi

kepentingan nasabah dan dana simpanannya.

Selain adanya prinsip kehati-hatian, pengawasan terhadap bank juga

diperlukan untuk menjaga kestabilan dan kesehatan bank. Sebagaimana

tujuan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, yaitu mencapai dan menjaga

kestabilan nilai rupiah. Tujuan BI ini diwujudkan melalui tugas-tugasnya

yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.

Dari tugas-tugas tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan pelaksana

50

Op Cit. Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman. Hal. 27.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

92

yang memuat ketentuan-ketentuan berkaitan dengan perbankan. Mengingat

pada prinsip kehati-hatian, peraturan pelaksana tersebut wajib dilaksanakan

oleh bank dalam melakukan kegiatan usahanya, karena berpengaruh pada

kepercayaan masyarakat dan tingkat kesehatan bank itu sendiri.

Tugas BI yang kedua adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran. Berdasarkan tugas tersebut BI mengeluarkan peraturan untuk

mengatur sistem pembayaran. Hal ini berhubungan dengan kartu ATM

merupakan salah satu jenis Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu

(APMK) sebagaimana yang diatur dalam data nomor 2.1.1 pada hasil

penelitian ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu

yang diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012. Dalam

Pasal 1 angka 3 disebut pengertian APMK, yaitu sebagai berikut:

“Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya

disebut APMK, adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit,

kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debit.”

Berdasarkan konsiderans dalam Peraturan Bank Indonesia tentang

APMK bahwa aspek kehati-hatian dan aspek perlindungan konsumen perlu

lebih diperhatikan, maka dalam peraturan ini terdapat ketentuan pada Pasal 23

sebagaimana data nomor 2.1.1, mengenai kewajiban pihak bank sebagai

penerbit Kartu ATM dan/atau Katu Debit dalam memberikan informasi

kepada nasabah pemegang kartu. Di samping itu, dalam Pasal 27 Peraturan

Bank Indonesia tentang APMK, sebagaimana data nomor 2.1.1, yang

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

93

merupakan ketentuan Pengawasan oleh BI, diatur mengenai kewajiban pihak

bank yang berperan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara

Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir.

Selain ketentuan di atas, data nomor 2.1.1 dalam hasil penelitian ini

juga memuat ketentuan Pasal 29 mengenai Peningkatan Keamanan

Teknologi, yang mewajibkan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara

Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir berkaitan dengan

peningkatan keamanan teknologi, yaitu:

a. menggunakan sistem yang aman dan andal;

b. memelihara dan meningkatkan keamanan teknologi APMK;

c. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis (standard operating procedure)

penyelenggaraan kegiatan APMK; dan

d. menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

Adapun yang dimaksud dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer,

Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang

diatur dalam Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia tentang APMK adalah sebagai

berikut:

“Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung

jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya,

baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam

transaksi APMK yang kerja sama antar anggotanya didasarkan atas

suatu perjanjian tertulis.”

“Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan

APMK.”

“Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang:

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

94

a. melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang

mampu memproses transaksi dari APMK yang diterbitkan oleh

pihak selain Acquirer yang bersangkutan; dan

b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada

pedagang.”

“Penyelenggara Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang

melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing

Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK.”

“Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah Bank atau Lembaga Selain

Bank yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian

akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit

dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK berdasarkan hasil

perhitungan dari Penyelenggara Kliring.”

Dalam penjelasan Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia tentang APMK,

yang dimaksud dengan “aman” adalah sistem elektronik yang digunakan

terlindungi secara fisik dan nonfisik. Sedangkan yang dimaksud dengan

“andal” adalah sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan

kebutuhan penggunanya.

Berkaitan dengan teknologi informasi, dalam penjelasan umum

Peraturan Bank Indonesia tentang APMK disebutkan bahwa dari sisi aspek

perlindungan kepada para pemegang APMK, beberapa persyaratan yang

harus dipenuhi oleh Penerbit, dalam hal ini bank, untuk menyesuaikan dengan

perkembangan peraturan perundang-undangan yang baru di bidang informasi

dan transaksi elektronik dalam data nomor 2.1.2 dalam hasil penelitian ini,

yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE).

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

95

Berdasarkan uraian ketentuan dalam data nomor 2.1.1 yaitu Pasal 29

Peraturan Bank Indonesia tentang APMK dan data nomor 2.1.2 yaitu Pasal 15

Undang-Undang ITE, dapat disimpulkan bahwa bank wajib menggunakan

sistem teknologi dan elektronik yang aman dan andal dalam rangka

melindungi nasabah pada umumnya, khususnya nasabah pemegang kartu

ATM. Untuk memenuhi kriteria sistem teknologi dan elektronik yang aman

dan andal, maka bank harus memenuhi syarat-syarat minimum dalam

mengoperasikan sistem teknologi dan elektronik tersebut sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang ITE.

Dalam buku karangan Munir Fuady yang berjudul Hukum Perbankan

Modern Buku Kedua (Tingkat Advance), disebutkan mengenai teori hukum

yang menentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum terhadap

kekeliruan/penipuan dalam hal transfer dana lewat bank, yaitu sebagai

berikut:

1. Dalam melaksanakan transaksi transfer uang, termasuk dalam

memilih alat kirim yang cocok, selaku lembaga bisnis, bank

memiliki kewajiban untuk berhati-hati (reasonable care). Jika

bank secara hukum dianggap lengah, maka bank tersebut harus

bertanggung jawab.

2. Dimungkinkan diberikan pembebasan tanggung jawab

(disclaimer) kepada bank jika terjadi penipuan/kekeliruan dan hal

mana harus ditentukan dengan tegas dalam kontrak yang

tertulis.51

Teori tersebut dapat dianalogikan terhadap kasus pada penelitian ini

yaitu kesalahan bank dalam sistem komputerisasi. Bank telah dinyatakan lalai

51

Munir Fuady, 2001, Hukum Perbankan Modern Buku Kedua (Tingkat Advance), Bandung,

PT Citra Aditya Bakti. Hal. 126.

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

96

atau lengah sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah, maka bank harus

bertanggung jawab.

Dari data nomor 2.1.1 yaitu Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia

tentang APMK dan data nomor 2.1.2 yaitu Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-

Undang ITE, serta analogi dari teori yang dikemukakan oleh Munir Fuady,

maka dapat dideskripsikan bahwa dikarenakan bank wajib menerapkan sistem

teknologi dan elektronik yang aman dan andal dalam menyelenggarakan

kegiatan APMK, dengan demikian kesalahan data sistem komputerisasi pada

kartu ATM merupakan kesalahan akibat kelalaian pihak bank dalam hal

sistem komputerisasi. Kesalahan tersebut telah melanggar ketentuan yang

disebutkan di atas sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah.

Berdasarkan uraian berkaitan dengan kerugian di atas, dapat

disimpulkan menurut teori tanggung jawab Roscoe Pound yang telah

disebutkan sebelumnya, bahwa tanggung jawab merupakan kewajiban untuk

mengganti atau menebus atas tindakan yang telah dilakukan dan

menimbulkan kerugian, baik kerugian tersebut timbul karena tidak

dipenuhinya perjanjian atau karena melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan. Bank lalai dan telah melanggar ketentuan peraturan-

perundang-undangan, maka bank harus bertanggung jawab atas kerugian

yang dialami oleh nasabah akibat kelalaian tersebut. Adapun kerugian yang

dialami nasabah 1 dan nasabah 2 berbeda sebagaimana data nomor 3 pada

hasil penelitian ini, maka tanggung jawab dalam mengganti kerugian tersebut

juga berbeda. Terhadap nasabah 1 yang mengalami kerugian tidak dapat

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

97

menggunakan kartu ATM yang dipegang sebagaimana mestinya, maka bank

harus menyelesaikan secara administratif dan mengganti kartu ATM tersebut

dengan kartu ATM yang baru. Terhadap nasabah 2 yang mengalami kerugian

hilangnya dana simpanan dalam rekening tabungannya, maka bank wajib

menyelesaikan masalah tersebut, baik secara administratif maupun mengganti

kerugian yang dialami oleh nasabah 2.

Selain tanggung jawab terhadap nasabah, bank juga harus

bertanggung jawab kepada BI sebagai bank pengawas. Dari data nomor 4.1

yaitu Pasal 38 Peraturan Bank Indonesia tentang APMK, dikaitkan dengan

pelanggaran terhadap ketentuan data nomor 2.1.1 yaitu Pasal 29 Peraturan

bank Indonesia tentang APMK, dapat disimpulkan bank akan diberi sanksi

oleh BI yaitu sanksi administratif berupa teguran, denda, penghentian

sementara sebagian atau seluruh kegiatan APMK, dan/atau pencabutan ijin

penyelenggaraan kegiatan APMK.

Ditinjau dari Undang-Undang PK sebagaimana data nomor 4.2 yaitu

Pasal 4 Undang-Undang PK mengenai hak konsumen dan Pasal 7 Undang-

Undang PK mengenai kewajiban pelaku usaha, dikaitkan dengan data nomor

3 pada penelitian ini, yaitu kesalahan sistem komputerisasi kartu ATM oleh

bank, maka dapat dideskripsikan bahwa bank telah melanggar hak nasabah

sebagai konsumen sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 huruf a, yaitu

hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi jasa

kartu ATM, khususnya terhadap hak nasabah 1. Selain itu bank sebagai

pelaku usaha juga melanggar ketentuan Pasal 7 huruf d Undang-Undang PK

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

98

yaitu kewajiban untuk menjamin mutu jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku, hal ini dikaitkan kesalahan dengan sistem komputerisasi oleh

bank menunjukkan bahwa bank tidak bisa menjamin mutu dari jasa yang

diberikannya, yaitu kartu ATM.

Dari uraian di atas dikaitkan dengan data nomor 4.2 yaitu ketentuan

Pasal 19 Undang-Undang PK mengenai tanggung jawab pelaku usaha,

menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian

kepada konsumen sebagai akibat kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian

konsumen karena barang atau jasa yang dihasilkan. Adapun ketentuan ganti

rugi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ganti kerugian yang dapat diberikan berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.

b. Tenggat waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

c. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapuskan kemungkinan

adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai

adanya unsur kesalahan.

d. Ketentuan di atas tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan

bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Dalam hal konsumen tidak memperoleh kompensasi ganti rugi dari

pelaku usaha sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 19 tadi, konsumen

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

99

dapat melakukan upaya hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-

Undang PK. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan

mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau

kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan jalur litigasi

dan non-litigasi. Jalur non-litigasi dilakukan dengan melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen berdasarkan kesepakatan para pihak.

Ketika telah disepakati menggunakan upaya non-litigasi untuk menyelesaikan

sengketa, upaya litigasi atau melalui pengadilan dapat dilakukan setelah

upaya non-litigasi dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau semua pihak.

Hasil keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen wajib

dilaksanakan oleh para pihak. Namun ketika ada pihak yang merasa keberatan

atas penyelesaian tersebut dapat mengajukan keberatan sebagai upaya

banding ke pengadilan negeri di tempat konsumen berada. Berkaitan dengan

gugatan, pihak yang mengajukan gugatan juga dapat melakukan melalui

gugatan biasa, legal standing atau juga class action. Keberatan atas putusan

pengadilan umum tersebut juga dapat dilakukan upaya hukum kasasi yang

diajukan kepada Mahkamah Agung.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

100

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan teori tanggung jawab, yang menyatakan bahwa tanggung jawab

merupakan kewajiban mengganti kerugian akibat tindakan yang telah

dilakukan, dalam penelitian ini yaitu melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pelanggaran yang dilakukan bank terhadap beberapa

ketentuan peraturan perundang-undangan akibat kelalaian, menjadikan bank

harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat

kesalahannya.

2. Bentuk pertanggungjawaban bank sendiri diwujudkan dengan penyelesaian

kasus secara adminstratif dan juga mengganti kerugian yang dialami nasabah.

Terhadap nasabah 1 bank wajib mengganti kartu ATM dengan yang baru

sehingga dapat digunakan oleh yang bersangkutan. Terhadap nasabah 2 bank

wajib mengganti kerugian sesuai dengan kerugian yang dialami nasabah 2.

3. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar pihak bank atas

kesalahan sistem komputerisasi kartu ATM pada Bank Mandiri yaitu sebagai

berikut:

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

101

Kartu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia

Nomor 14/2/PBI/2012, yang menyatakan bahwa bank wajib menerapkan

manajemen risiko dalam menyelenggarakan kegiatan APMK untuk

melindungi kepentingan nasabah, juga wajib untuk menjamin keamanan

dan keandalan sistem teknologi yang digunakan. Kesalahan sistem

komputerisasi pada kartu ATM yang merupakan kesalahan pihak bank

akibat kelalaian telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas.

b. Undang-Undang ITE yang mewajibkan untuk penggunaan sistem

elektronik yang andal dan aman dalam rangka Penyelenggaraan Sistem

Elektronik. Berdasarkan penjelasan dalam Peraturan Bank Indonesia

tentang APMK, bank harus menyesuaikan ketentuan dari perkembangan

peraturan perundang-undangan di bidang teknologi dan informasi yang

baru, yaitu Undang-Undang ITE, sehingga bank wajib melaksanakan

ketentuan Undang-Undang tersebut.

c. Ditinjau dari Undang-Undang PK, bank telah melanggar ketentuan Pasal

4 huruf a dan Pasal 7 huruf d, yaitu hak nasabah atas kenyamanan,

keamanan dan keselamatan mengkonsumsi jasa kartu ATM dari bank,

dan kewajiban bank untuk menjamin mutu jasa kartu ATM berdasarkan

standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Kesalahan sistem

komputerisasi kartu ATM sebagai produk atau jasa bank tersebut telah

menyebabkan kerugian bagi nasabah.

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

102

B. SARAN

Dari pembahasan kasus dalam penelitian yang ada, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi nasabah, sebaiknya lebih memperhatikan berkaitan reputasi bank yang

dapat menjamin simpanan dengan fasilitas keamanan dan keandalan

teknologi yang memadai sehingga meminimalisir terjadinya kasus seperti

dalam penelitian ini.

2. Bagi bank, sudah seharusnya selalu memantau sistem teknologi

komputerisasi yang digunakan untuk menjamin keamanan bagi nasabah demi

reputasi bank yang bersangkutan sehingga dapat menjaga kepercayaan

nasabah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

3. Dalam hal ada pengaduan nasabah berkaitan dengan kartu ATM, seharusnya

bank menyelidiki terlebih dahulu sebelum menyatakan langsung bahwa hal

tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah karena hal itu dapat

mengikis kepercayaan nasabah terhadap bank itu sendiri.

4. Berkaitan dengan penyelesaian sengketa, Bank Indonesia sebaiknya untuk

lebih mensosialisasikan tentang mediasi perbankan kepada masyarakat agar

masyarakat mengetahui dan dapat mengajukan upaya penyelesaian jika

merasa dirugikan oleh bank.

5. Dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tanggung jawab atas

kartu ATM dalam pengaturan regulasi intern bank.

6. Bagi pemerintah sebagai penegak hukum dan pembuat undang-undang,

sebaiknya membuat regulasi khusus yang mengatur mengenai perlindungan

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_21.pdf · Pengertian Bank Umum dan BPR masing-masing ... bersangkutan dihubungkan

103

nasabah bank dan mengenai kartu ATM, sehingga hak nasabah lebih terjamin

secara hukum dan tingkat pelanggaran terhadap hak nasabah dapat ditekan.