1 bab i pendahuluan a. latar belakang masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/bab i -...

82
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini bahasan mengenai topik Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut HKI sedang menghangat dengan adanya kasus diklaimnya karya cipta di bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal ini sungguh membuat resah rakyat Indonesia dan menyulut berbagai macam reaksi di dalam negeri, pasalnya kasus ini bukan kali pertama Malaysia mengklaim dirinya sebagai pemilik karya cipta terutama di bidang kesenian, baik seni musik, kesenian reog, batik tradisional hingga makanan khas Indonesia “tempe”. Pemerintah Indonesia tentunya dapat lebih tegas mengamankan aset-aset seni dan budaya milik Bangsa Indonesia itu sendiri, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Konsekuensinya adalah Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs-WTO). 1 Hak Kekayaan Intelektual disebut pula dengan Intellectual Property Right selanjutnya disebut dengan IPR. World Intellectual Property Organization 1 Afrillyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal 1

Upload: dangmien

Post on 02-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini bahasan mengenai topik Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya

disebut HKI sedang menghangat dengan adanya kasus diklaimnya karya cipta di

bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal ini sungguh

membuat resah rakyat Indonesia dan menyulut berbagai macam reaksi di dalam

negeri, pasalnya kasus ini bukan kali pertama Malaysia mengklaim dirinya

sebagai pemilik karya cipta terutama di bidang kesenian, baik seni musik,

kesenian reog, batik tradisional hingga makanan khas Indonesia “tempe”.

Pemerintah Indonesia tentunya dapat lebih tegas mengamankan aset-aset

seni dan budaya milik Bangsa Indonesia itu sendiri, karena Indonesia merupakan

salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization

(WTO) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Konsekuensinya adalah

Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan

perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang

berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights (TRIPs-WTO).1

Hak Kekayaan Intelektual disebut pula dengan Intellectual Property Right

selanjutnya disebut dengan IPR. World Intellectual Property Organization

1 Afrillyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia, PT Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hal 1

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

2

(WIPO) merumuskan Intellectual Property sebagai “The Legal Right which result

from intellectual activity in the industrial, scientific, literary, or artistic fields”

dengan demikian IPR merupakan suatu perlindungan terhadap hasil karya

manusia baik hasil karya yang berupa aktifitas dalam ilmu pengetahuan, industri,

sastra dan seni. Persetujuan TRIPs-WTO memuat berbagai norma dan standar

perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu juga mengandung

pelaksanaan penegakan hukum di bidang HKI. HKI dalam ilmu hukum

dimasukkan dalam golongan hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai obyek

benda intelektual yaitu benda (zaak) tidak berwujud.2

Secara garis besar Hak Kekayaan Intelektual dibagi dalam 2 (dua)

kelompok, yaitu:

1. Hak Cipta (Copy Rights)

2. Hak Kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights).

Hak cipta dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

a. Hak cipta;

b. Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (neighbouring rights).3

Menurut WIPO hak kekayaan Perindustrian dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Patent (paten)

b. Utility Models (Model dan Rancang Bangun) atau dalam hukum

Indonesia dikenal dengan istilah paten sederhana (simple patent)

c. Industrial Design (Desain Industri)

d. Trade Mark (Merek Dagang);

2 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 2263 H.OK, Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2003, hal 13

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

3

e. Trade Names (Nama Niaga atau Nama Dagang)

f. Indication of Source or Applelation of Origin (sumber tanda atau

sebutan asal)4

Hak Cipta sebagai salah satu bagian dari bidang Hak Kekayaan

Intelektual, diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta. Dalam Pasal 1 disebutkan sebagai berikut:

Angka 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima

hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya

atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan

yang berlaku.

Angka 2 : Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara

bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu

Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,

kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan ke

dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Angka 3 : Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang

menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu

pengetahuan , seni, atau sastra

Angka 4 : Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak

Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta,

atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak

yang menerima hak tersebut.

4 Ibid, hal 14

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

4

Pasal 12 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang

Hak Cipta, Ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra, yang mencakup:

a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya

tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

g. Arsitektur;

h. Peta;

i. Seni batik;

j. Fotografi;

k. Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain

dari hasil pengalihwujudan.

Mengenai sejarah ciptaan batik pada awalnya merupakan “ciptaan” khas

bangsa Indonesia yang dibuat secara konvensional. Ciptaan adalah hasil setiap

karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,

seni, atau sastra. Karya-karya cipta tersebut memperoleh perlindungan hukum

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

5

karena mempunyai nilai seni, baik pada motif, gambar, maupun komposisi

warnanya. Menurut terminologi, batik adalah gambar yang dihasilkan dengan

menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan.5

Sebagai kebudayaan tradisional (Traditional Knowledge) yang turun

temurun, maka Hak Cipta seni batik harus dilindungi seperti yang diamanatkan

oleh Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

yakni “Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat

yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad,

lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”.

Dalam penjelasan pasal di atas yang dimaksud dengan folklore adalah

sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun

perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya

berdasarkan standard dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun

temurun termasuk hasil seni antara lain berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran,

pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan

tenun tradisional.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif

bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya maupun memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eksklusif

adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak

ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa ijin pemegangnya.

Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang

5 Suyanto, A.N, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta, 2002, hal 101

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

6

menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut

hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Hak eksklusif tersebut menurut Pasal

2 UU Hak Cipta meliputi hak untuk mengumumkan.

Tidak dapat dipungkiri budaya merupakan salah satu aspek yang

membentuk jatidiri Bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk

dengan kekayaan keanekaragaman budayanya. Arus globalisasi seringkali

menyebabkan kebudayaan Bangsa Indonesia terancam, baik itu musnah karena

keengganan untuk melestarikan dari generasi Bangsa maupun diakui oleh bangsa

lain sebagai kebudayaan mereka.

Salah satu karya asli Bangsa Indonesia adalah batik. Batik merupakan

karya cipta nenek moyang Bangsa Indonesia sejak berabad-abad lalu. Batik

dengan berbagai ragam dan coraknya adalah kekayaan Bangsa yang penting dan

perlu terus dijaga dan dilindungi.

Perlindungan di bidang Hak Kekayaan Intelektual sudah bukan merupakan

hal yang baru bagi Bangsa Indonesia, oleh karena itu masih perlu terus

dimasyarakatkan, agar dalam masyarakat timbul minat dan kebanggaan untuk

menciptakan karya intelektual dan penemuan terutama dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan tekhnologi. Selain itu ditanamkan rasa tanggung jawab dan

perasaan sosial, agar memanfaatkan karyanya untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat dan tidak hanya mengejar terjaminnya kepastian dan

perlindungan hukum bagi pribadi saja.6

6 www. Info hukum.com, diakses 5 April 2011

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

7

Berdasarkan dari fakta di atas maka penulis bermaksud mengadakan

penelitian tentang “Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Batik Banyumas

berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Batik Banyumas berdasarkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap ciptaan Batik Banyumas

berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu hukum khususnya dapat menambah referensi, masukan pemikiran dan

bahan kajian tentang proses pendaftaran hak ciptaan dalam bidang Hak

Kekayaan Intelektual.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat

pada umumnya dan bagi perajin batik pada khususnya mengenai pentingnya

pendaftaran suatu ciptaan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual serta

diharapkan dapat mengenalkan batik Banyumas ke lingkup yang lebih luas.

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak Kekayaan Intelektual

1. Pengertian dan Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada

orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif

tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta

dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam

tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang

digunakan dalam kegiatan komersil.

Menurut Bambang Kesowo:HKI dapat diartikan sebagai Hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuanintelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi.Karya-karya tersebut merupakan kebendaan yang merupakan hasilkemampuan intelektualitas seseorang manusia dalam bidang ilmupengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dankaryanya yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomi.7

Menurut Eddy Damian:Secara substantif, pada hakikatnya pengertian HKI dapatdideskripsikan sebagai hak-hak atas harta kekayaan yangmerupakan produk olah pikir manusia (kemampuan intelektualmanusia). Dengan perkataan lain , HKI adalah hak atas hartakekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia.8

7 Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)di Indonesia, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1995, hal 4

8 Eddy Damian , Hukum Hak Cipta (UUHC No 19 Tahun 2002) , Alumni , Bandung , 2004,hal 34

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

9

Dari sekian banyak pengertian hak kekayaan intektual yang dirumuskan

oleh para sarjana, belum ada definisi yang dapat diterima secara universal,

dikarenakan hak kekayaan intelektual yang merupakan hasil dari

kemampuan intelektualitas manusia selalu terus berkembang seiring

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

a. Pengaturan HKI Internasional

Tonggak sejarah pengaturan masalah HKI dimulai dengan

disetujuinya Paris Convention pada tahun 1883 di Brussels, yang

mengalami perubahan terakhir di Stockholm pada tahun 1979. Paris

Convention ini mengatur mengenai perlindungan hak milik

perindustrian yang meliputi inventions, trademarks, service marks,

industrial design, utility model (small paten), trade nomes

(designations under which an industrial or commercial activity is

carried on), geographical indications (indications of source and

appellations of origin) dan the repression of unfaircompetition).

Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1886 disahkan

Berne Convention yang mengatur mengenai perlindungan terhadap

karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan kesusasteraan, yang

meliputi semua ciptaan-ciptaan di bidang sastra (literary works), musik

(musical works), drama tari (choreographic works), artistik (artistic

works), fotografi (photographic works), audiovisual (audiovisual

works), program komputer (computer programs), rekaman suara

(sound recording), karya siaran (broadcasts) dan perwajahan tipografi

penerbitan (typographical arrangements of publication).

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

10

Pada awalnya kedua konvensi tersebut masing-masing

membentuk union yang berbeda, yaitu Union Internasional untuk

perlindungan Hak Milik Perindustrian (The International Union for the

Protection of Industrial Property) dan Union Internasional untuk

perlindungan Hak Cipta (International Union for the Protection of

Literary and Artistic Works).

Perkembangan selanjutnya timbul keinginan untuk membentuk

suatu organisasi dunia tentang HKI. Melalui konferensi Stockholm

pada tahun 1967, telah diterima suatu konvensi khusus untuk

membentuk organisasi dunia tentang HKI, yaitu Convention

Establising the World Intellectual Property Organization (WIPO).

WIPO sebagai organisasi HKI , yang kemudian menjadi pengelola

tunggal dari kedua konvensi tersebut di atas.

Adapun tugas WIPO dalam rangka perlindungan terhadap HKI,

antara lain:

1) Mengurusi kerjasama administrasi pembentukan perjanjian

atau traktat internasional

2) Mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual

di seluruh dunia

3) Melakukan kerjasama di antara negara-negara di seluruh

dunia

4) Melakukan kerjasama dengan organisasi internasional

lainnya, hal ini meliputi:

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

11

a) Mendorong dibentuknya perjanjian atau traktat

internasional dan memodernisasi legislasi nasional

b) Memberikan bantuan teknik pada negara-negara

berkembang dalam rangka pengembangan perlindungan

HKInya

c) Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi

d) Memberikan bantuan pelayanan guna menyediakan

fasilitas untuk memperoleh perlindungan terhadap

penemuan, merk dan desain produk industri yang

diperlukan oleh negara-negara anggota

e) Mengembangkan kerjasama administrasi di antara

negara-negara anggota WIPO.

Namun demikian ada beberapa kelemahan WIPO yang

menyebabkan lembaga ini dianggap tidak mampu lagi dalam melindungi

HKI, antara lain:

1) Belum bisa mengadaptasi perubahan struktur perdagangan

internasional, tingkat inovasi ekonomi dan teknologi

2) Tidak dapat memberlakukan ketentuan-ketentuan internasional

terhadap bukan anggotanya

3) Tidak memiliki mekanisme untuk berkonsultasi menyelesaikan dan

melaksanakan penyelesaian sengketa yang timbul

4) Tidak memiliki mekanisme untuk mengendalikan dan menghukum

pelaku pelanggaran terhadap hak milik intelektual baik pelaku negara

anggota WIPO ataupun negara yang bukan anggota WIPO.

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

12

Menurut Fidel S. Djaman (dalam bukunya Rachmadi Usman),

WIPO mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain:

1) WIPO hanya merupakan organisasi yang anggotanya terbatas (tidak

banyak), sehingga ketentuan-ketentuannya tidak dapat diberlakukan

terhadap non anggota

2) WIPO tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan

menghukum setiap pelanggaran di bidang HKI;

3) WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan struktur

perdagangan internasional dan perubahan tingkat inovasi teknologi.9

Adanya kelemahan WIPO tersebut, menyebabkan tidak mampu

lagi melindungi HKI, maka timbul gagasan untuk melakukan pertemuan-

pertemuan General Agreement on Trariff and Trade (GATT) untuk

membahas masalah HKI. Pada konvensi GATT Putaran Uruguay di

Marakesh (Maroko) tentang hak milik intelektual pada bulan September

tahun 1990 ditetapkan Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual

Property Rights (TRIPs), yaitu tentang aspek-aspek dagang yang terkait

dengan hak milik intelektual dan pembentukan World Trade Organization

(WTO), yang di dalamnya mempunyai struktur organisasi yang berkaitan

dengan HKI. TRIPs merupakan bagian dari WTO, sedangkan WTO

dimaksudkan sebagai pengganti sekretariat GATT.

9 Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, PT.Alumni, Bandung, 2003,hal.15

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

13

TRIPs merupakan tonggak dalam perkembangan standar-standar

internasional dalam sistem HKI. TRIPs mempunyai karateristik –

karakteristik antara lain:10

1) Pengertian bahwa perlindungan HKI yang seimbang dan efektif

merupakan suatu masalah perdagangan dan untuk itu diarahkan ke

dalam sebuah aturan perdagangan multilateral yang lebih luas

2) Lingkup pengaturan hukum yang telah menyeluruh mencakup Hak

Cipta, Hak Terkait dan Kekayaan Industri dalam suatu perjanjian

internasional

3) Pengaturan-pengaturan yang terperinci mengenai penegakan dan

administrasi HKI dalam sistem hukum nasional

4) Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa dalam sengketa WTO

5) Pembuatan proses-proses yang transparan secara terstruktur untuk

mendorong pemahaman yang lebih rinci dari hukum HKI nasional

dari negara-negara anggota WTO.

Secara garis besar persetujuan TRIPs mengandung tiga ciri utama,

yaitu:

1) Memuat kewajiban negara-negara anggota untuk menyesuaikan

peraturan perundang-undangan nasional dengan berbagai perjanjian

internasional di bidang HKI sebagai persyaratan minimal, hal ini

disebabkan TRIPs menggunakan prinsip kesesuaian penuh atau full

compliance sebagai syarat minimal pesertanya.

10 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT.Alumni, Bandung, 2002,hal. 31

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

14

2) Dibanding dengan persetujuan internasional di bidang HKI yang

sudah ada, persetujuan TRIPs memuat norma-norma yang baru dan

menerapkan standard perlindungan yang lebih tinggi.

3) Memuat ketentuan mengenai penegakan aturan yang ketat disertai

mekanisme penyelesaian sengketa melalui panel dan ancaman

tindakan balasan di bidang perdagangan yang bersifat silang.

Menurut TRIPs Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari:

1) Copy Right and Related Right (Hak Cipta dan Hak terkait

di dalamnya).

2) Trademark (Merek).

3) Geographycal Indications (Indikasi Geografis)

4) Industrial Design (Desain Industri)

5) Patent (Paten)

6) Lay-out Design Tophographic of Circuits (Desain Tata Letak

Sirkuit Terpadu)

7) Protection of Undisclosed Information (Rahasia Dagang)

8) Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licenses

(Perlindungan Terhadap Persaingan Curang).

b. Pengaturan HKI di Indonesia

Pengaturan perundangan HKI di Indonesia dimulai sejak jaman

penjajahan Belanda dengan diundangkan Octrooi Wet No.136

Staatzblad No.1911 No.313 Industrieel Eigendom 1912 dan Auterswet

1912 Staatblad 1912 No.600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri

Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No.JG 1/2/17 tanggal

29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

15

Sedangkan Pengaturan HKI dalam Undang-Undang di Indonesia

pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961

tentang Merek Perusahaan dan Perniagaan. Pengaturan HKI di

Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan

tumbuh dan berkembangnya perjanjian internasional, yaitu:

1) Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta

2) Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

tentang Merek

3) Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

tentang Paten

4) Desain Industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2000 tentang Desain Industri

5) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diatur dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

6) Rahasia Dagang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang

7) Varietas Tananam diatur dalam Undang-Undang Nomor 29

tentang Varietas Tananam

2. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Pengelompokan Hak Kekayaan Intelektual dapat dikategorikan

dalam kelompok sebagai berikut:

a. Hak Cipta (Copy Right)

b. Hak Kekayaan Perindustrian (Industrial Property Right)

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

16

Hak cipta itu sendiri dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu:

a. Hak Cipta;

b. Hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighbouring rights).11

Menurut Otto Hasibuan:

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dibagi atas dua kelompok besar,yakni Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Right) dan HakCipta (Copyright). Yang termasuk kelompok Hak Milik Perindustrian,antara lain Paten (Patents), Merek Dagang (Trademarks), DesainIndustri (Industrial Design), Rahasia Dagang (UndisclosedInformation), Indikasi Geografis (Geographical Indication), Modeldan Rancang Bangun (Utility Models), dan Persaingan Curang (UnfairCompetition), sedangkan yang termasuk kelompok Hak Ciptadibedakan antara Hak Cipta (atas seni, sastra dan ilmu pengetahuan)dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (Neighbouring Rights).12

Berdasarkan Convention Establishing The World Intellectual

Property Organization, selanjutnya hak kekayaan perindustrian dapat

diklasifikasikan lagi menjadi:

a. Patent (Paten);

b. Utility Models (Model dan Rancangan Bangunan) atau dalam

hukum Indonesia dikenal dengan istilah paten sederhana (Simple

Patent);

c. Industrial Design (Desain Industri);

d. Trade Merk (Merek Dagang);

e. Trade Names (Nama Niaga atau Nama Dagang)

f. Indication of Source or Appelation of Origin (Sumber Tanda atau

sebutan asal).13

11 OK, Saidin, Op.Cit, hal.13

12 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, NeighbouringRights) dan Collecting Society), PT.Alumni, Bandung, 2008, hal 21.

13H. OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2004,hal13

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

17

Berdasarkan beberapa literatur, khususnya literatur yang ditulis

oleh para pakar dari Negara yang menganut system anglo saxon,

bidang hak kekayaan perindustrian yang dilindungi tersebut, masih

ditambah lagi beberapa bidang lain. Menurut William T. Frayer , hak

atas kekayaan perindustrian itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Patent

b. Utility Models

c. Industrial Designs

d. Trade Secrets

e. Trade Marks

f. Service Marks

g. Trade Names or Commercial Names

h. Appleation of Origin

i. Indication of Origin

j. Unfair Competition Protection.14

Berdasarkan kerangka WTO/TRIPs, ada dua bidang lagi yang perlu

ditambahkan yaitu:

a. Perlindungan varietas baru tanaman, dan

b. Integrated Circuit (rangkaian elektronika terpadu).15

Apabila dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI dapat digolongkan

dalam 8 (delapan) golongan16, yaitu:

14 Ibid, hal 15

15 Loc.cit

16 Djubaidah dan Muhamad Jumhana, Hak Milik Intelktual (Sejarah, Teori danPrekteknya di Indonesia), Citra Adiyta Bhakti, Bandung1997, hal 123

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

18

a. Hak cipta dan Hak terkait lainnya;

b. Merek dagang;

c. Indikasi Geografis;

d. Desain produk industri;

e. Paten;

f. Desain Lay Out (topografi) dari rangkaian elektronik terpadu;

g. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan;

h. Pengendalian atas praktik persaingan curang.

Menurut Saidin dalam Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,

pengelompokan di atas dapat disederhanakan menjadi bagan berikut

ini:17

17 H.OK Saidin, Op.Cit, hal 16

Material(Benda

berwujud)

Benda

Immaterial(Benda tidak

berwujud)

Hak Atas KekayaanIntelektual Patent

Utility Models Industrial Designs Trade Secrets Trade Marks Service Marks Trade Names or Commercial Names Appelations of Origin Unfair Competition Protection New Varieties of Plants Protection Integrated Circuits

Hak AtasKekayaan

Perindustrian

Hak CiptaHak yang bersempadandengan hak cipta atau

hak terkait

Hak Cipta (Copy rights)

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

19

3. Tujuan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Permasalahan mengenai HKI akan menyentuh berbagai aspek

seperti teknologi, industri, sosial, budaya dan berbagai aspek lainnya.

Namun aspek yang terpenting jika dihubungkan dengan upaya

perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum

diharapkan mampu memberikan perlindungan bagi karya intelektual.

Perlindungan hukum menurut Andi Hamzah adalah perlindungan

mencangkup keseluruhan kaidah atau norma dan nilai mengenai suatu segi

kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan

kesejahteraan masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum menurut

kamus bahasa Indonesia yaitu perlindungan adalah melindungi atau

peraturan, hukum adalah aturan yang secara resmi dianggap mengikat dan

dibuat oleh pemerintah. Jadi perlindungan hukum dapat diartikan sebagai

suatau peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk melindungi dan

mengatur pergaulan hidup masyarakat dalam berbagai bidang18.

HKI sebagai hak milik dalam penguasaan dan penggunaan hak

tersebut harus dibatasi agar tidak merugikan orang lain. Hak milik menurut

ketentuan Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

disebutkan bahwa:

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan

dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan

kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang, atau

peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak

18 Djubaidah dan Muhamad Jumhana , Op.Cit, hal 126

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

20

menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya

itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi

kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan

pembayaran ganti rugi.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa

setiap hak milik mempunyai unsur:

a. Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi objek

hak milik tersebut;

b. Kemampuan untuk mengawasi atau menguasai benda yang menjadi

objek hak milik itu, yaitu misalnya untuk mengalihkan hak milik itu

kepada orang lain atau memusnahkannya.19

Namun demikian, hukum pun memberikan pembatasan kepada

pemiliknya untuk menikmati maupun menguasai atas benda, atau hak yang

merupakan miliknya tersebut.

Ketentuan Pasal 27 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia se

Dunia menyebutkan bahwa:

“Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan (untuk

kepentingan moral dan materi) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah,

kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta”

Argumen moral ini direfleksikan oleh tersedianya hak moral yang

tidak dapat dicabut bagi para pencipta di banyak Negara. Berdasarkan

ketentuan bahwa perlindungan terhadap karya intelektual adalah

merupakan hak bagi setiap orang.

19 Ibid, hal 31

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

21

Beberapa keuntungan dan manfaat yang dapat diharapkan dengan

adanya perlindungan HKI, baik secara ekonomi makro maupun ekonomi

mikro yaitu:

a. Perlindungan HKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk

meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan

pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

b. Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI pada dasarnya

dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik

lagi bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau

menentukan sesuatu di bidang ilmu pengtahuan, seni, dan sastra.

c. Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI bukan saja merupakan

pengakuan Negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan

secara ekonomi makro merupakan penciptaan suasana yang sehat

untuk menarik penanaman modal asing, serta memperlancar

perdagangan internasional. Begitu besar manfaat yang dapat dirasakan

dengan terlindungnya HKI pada warga negaranya, maka setiap negara

akan memberikan perlindungan yang ketat.20

B. Hak Cipta

1. Sejarah Perkembangan Hak Cipta di Indonesia

Keaslian suatu karya, baik berupa karangan atau ciptaan

merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak

cipta. Hal ini berarti bahwa karya tersebut harus benar-benar merupakan

hasil karya orang yang mengakui karya tersebut sebagai karangan atau

20 Ibid, hal.32-33

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

22

ciptaanya. Hak pengarang atau pencipta di Indonesia disebut author

right. Istilah ini digunakan sejak diberlakukannya Auteurswet 1912 Stb.

1912 No. 600, yang kemudian dalam peraturan perundang-undangan

selanjutnya menggunakan istilah hak cipta.

Dalam kepustakaan hukum Indonesia yang pertama kali dikenal

istilah Hak pengarang ( author right ), setelah diberlakukannya undang –

undang hak pengarang (auteurswet 1912 ) atau Stb. 1912 No. 600,

kemudian menyusul istilah hak cipta, istilah inilah yang kemudian

dipakai dalam peraturan perundang–undangan selanjutnya. Pengertian

kedua istilah tersebut menurut sejarah perkembangannnya mempunyai

perbedaan yang cukup besar.

Pengenalan terhadap pengertian hak cipta sebagai definisi dalam

bahasa Indonesia dari kata copyright. Penggunaan istilah tersebut dalam

masyarakat termasuk dalam perkembangan kurikulum dalam fakultas

hukum untuk studi ilmu hukum. Hak cipta ( copyright ) sebagai satu

bidang studi lainnya dalam kerangka perlindungan hak atas kekayaan

intelektual atau intellectual property right.

Berikut ini adalah perkembangan hak cipta di Indonesia:

a. Zaman Penjajahan Belanda

Sebagaimana diketahui Indonesia dijajah Belanda selama 3 ½

abad. Sebagai negara jajahan, masalah hak cipta termasuk masalah

hukum, sosial, ekonomi, politik, budaya semuanya dikuasai dan

ditentukan oleh penjajah. Kedaulatan, termasuk dalam hubungan

internasional dikendalikan oleh pemerintah kolonial tersebut.

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

23

Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1

April 1913, dengan mengikutsertakan Indonesia dalam konvensi

tersebut. Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal

2 Juni 1928, peninjauan kembali ini dinyatakan pula berlaku di

Indonesia (Staatblad tahun 1931 No. 325). Konvensi inilah yang

kemudian berlaku di Indonesia sebagai jajahan Belanda dalam

hubungannya dengan dunia internasional khususnya mengenai hak

cipta.

Pengaturan secara formal hak cipta di Indonesia pada zaman

penjajahan Belanda ini berdasarkan Auteurswet Tahun 1912,

sebagaimana tersebut dalam Staatsblad tahun 1912 No. 600 yang

dinyatakan berlaku mulai tanggal 23 September 1912.

Walaupun Indonesia pada waktu itu telah memberlakukan

Auteurswet 1912, dalam kenyataannya pentaatan dan penegakan

hukum ketentuan-ketentuan belumlah diaktualisasikan sebagaimana

mestinya. Hal ini tampak dari adanya buku-buku terbitan Balai

Pustaka berupa terjemahan buku-buku yang para pengarangnya

berasal dari beberapa negara eropa, tanpa meminta izin

menerjemahkan terlebih dahulu dari pengarang aslinya.21

b. Zaman Penjajahan Jepang

Pada masa Indonesia dijajah Jepang selama 3 ½ tahun, secara

de facto kekuasaan dalam pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan

juga dalam bidang hukum, termasuk dalam hal hak cipta ini juga

21 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni, Bandung, 2002, hal. 138-139

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

24

dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Namun karena pergolakan dan

kemelut peperangan, hukum perang yang berlaku waktu itu seakan

tidak memungkinkan pelaksanaan dan pemeliharaan hak cipta.

Hak Cipta di Indonesia berada dalam keadaan status quo pada

masa pendudukan Jepang ini. Sebagai konsekuensi peperangan,

pemerintah Jepang tidak berkesempatan untuk mengurus dan menata

perkembangan dengan masalah hak cipta ini.

c. Zaman Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia

menyatakan dirinya sebagai bangsa dan negara yang merdeka,

berdaulat dan bersatu. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pasal II Aturan

Peralihannya menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang

ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru

menurut Undang-Undang Dasar ini”. Pasal ini diperjelas dengan

Peraturan Presiden No. 2 Tahun 1945 yang ditetapkan tanggal 10

Oktober 1945.

Setelah Konvensi Bern diperbaharui, Indonesia tidak

dicantumkan lagi dalam daftar negara-negara yang menjadi

pesertanya. Naskah resminya diumumkan dalam “Document de la

COnfernce de Brucelles du 5 au 28 Juni 1948”.

Piagam ini ternyata menghapuskan Indonesia dari daftar

anggotanya, karena dinilai perjanjian yang diadakan Belanda pada

masa yang lampau untuk bekas Hindia Belanda dahulu, tidak otomatis

Page 25: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

25

beralih kepada Indonesia. Sebab lain, bahwa Indonesia sebagai negara

yang telah merdeka dan berdaulat, tidak pernah menyatakan dirinya

secara tegas untuk terikat dengan Konvensi Bern tersebut. Keputusan

Kabinet Karya dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak ikut

serta menjadi anggota Perjanjian Bern untuk Perlindungan Karya

Sastra Seni (The Bern Convention for Protection of Literary and

Artistic Works).

Istilah hak cipta berasal dari negara yang menganut Common

Law, yaitu copyright. Berbeda dengan negara Inggris, penggunaan

istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan

untuk melindungi si pencipta. Namun, seiring dengan perkembangan

hukum dan teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta

serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku,

tetapi juga drama, musik, artistic work, fotografi, dan lain-lain.

Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan

perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan

perkembangan perdagangan internasional, artinya bahwa konsep hak

cipta telah sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk melindungi

hak-hak si pencipta berkenaan dengan ciptaanya, bukan kepada

penerbit lagi. Di sisi lain, demi kepentingan perdagangan, pengaturan

hak cipta telah menjadi materi yang penting dalam TRIPs agreement

yang menyatu dalam GATT/WTO. Selain itu, konsep hak cipta telah

berkembang menjadi keseimbangan antara kepemilikan pribadi

(natural justice) dan kepentingan masyarakat atau sosial.

Page 26: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

26

2. Pengertian dan pengaturan Hak Cipta

Pengertian hak cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk

menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Istilah hak

(copyright) tidak jelas siapa yang pertama kali menggunakannya, tidak

ada satupun perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya

pertama kali. Menurut Stanlay Rubenstain, sekitar 1740 tercatat pertama

kali orang menggunakan istilah copyright22

Pengertian menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-

Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menyatakan bahwa:

“Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka hak cipta dapat

didefinisikan sebagai suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau

mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak

cipta lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan Auteurswet 1912 Pasal 1 menyatakan:“Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yangmendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangankesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan danmemperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yangditentukan oleh undang-undang.”23

22 Djubaedilah dan Muhamad Djumhata, OP.Cit, hal 47

23 H.OK Saidin, Op.Cit, hal 58-59

Page 27: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

27

Berbeda dengan ketentuan Auteurswet 1912, berdasarkan Universal

Copyright Convention dalam Pasal 5 menyatakan sebagai berikut:

“Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan

dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang

dilindungi perjanjian ini.”24

Ketentuan Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright

Convention menggunakan istilah “hak tunggal” sedangkan UUHC

Indonesia menggunakan istilah “hak khusus” bagi pencipta.

Pengertian hak cipta berdasarkan ketentuan Auteurswet 1912 maupun

Universal Copyright Convention, mencakup pengertian yang lebih

luas, karena memuat kata-kata “menerbitkan terjemahan” yang pada

akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak penerbit dan

penerjemah.

Mengacu pada pengertian hak cipta berdasarkan Pasal 1 ayat

(1) UUHC, maka terdapat dua unsur penting sebagai hak-hak yang

dimiliki si pencipta, yaitu:

a. Hak ekonomis (economic rights). Hak ekonomis adalah hak yang

dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan

atas ciptaannya. Undang-undang Hak Cipta Indonesia memberi

hak ekonomis kepada pencipta, antara lain; hak untuk

memperbanyak, hak untuk adaptasi, hak untuk distribusi, hak

untuk pertunjukan, hak untuk display.

24 Ibid, hal.59

Page 28: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

28

b. Hak moral (moral rights). Hak moral adalah hak khusus serta

kekal yang dimiliki si pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu

tidak dipisahkan dari penciptanya. Hak moral ini adalah hak

pencipta atau ahli warisnya, untuk menuntut kepada Pemegang

Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan pada

Ciptaannya; Memberi persetujuan dalam perubahan hak

Ciptaannya; Memberi persetujuan terhadap perubahan atau nama

samaran pencipta; Menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya

meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada ciptaannya.

Ketentuan mengenai hak moral diatur dalam Pasal 24 UU No 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta .

Ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan

pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan UUHC Indonesia,

yaitu:

a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain atau

hak ekonomi.

b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan

apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan

karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya

atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau

integritas ceritanya.25.

Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus

merupakan bukti nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak

kebendaan. Dalam terminologi UUHC Indonesia, pengalihan itu dapat

25 Racmadi Usman, Op.Cit, hal.86

Page 29: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

29

berupa pemberian izin (lisensi) kepada pihak ketiga. Misalnya untuk

karya film dan program computer, pencipta ataupun penerima hak

(produser) berhak untuk memberi izin atau melarang orang lain yang

tanpa persetujuannya menyewakan ciptaannya tersebut untuk

kepentingan yang bersifat komersil. Selanjutnya mengenai hak moral

merupakan kekhususan yang tidak ditemukan pada hak manapun di

dunia ini.

Berkaitan dengan hak moral, dalam Pasal 6 Konvensi Bern

tercantum mengenal hak-hak moral, yang menyatakan bahwa:

“…Pencipta memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan ataskaryanya dan mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi atauperubahan-perubahan serta perbuatan pelanggaran lain yang berkaitandengan karya tersebut yang dapat merugikan kehormatan atau reputasisi pengarang atau si pencipta”.

Menurut Rooseno Harjowidigdo keberadaan hak moral dapat

dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:

1) Attribution Right, yang bertujuan untuk meyakinkan nama pencipta

dicantumkan di dalam ciptaannya;

2) Integrity Right, yang bertujuan untuk melindungi ciptaan pencipta

dari penyimpangan, pemenggalan atau pengubahan yang merusak

integritas (kehormatan atau nama baik) pencipta.26

Menurut Tim Lindsey dkk:

Hak Moral adalah hak-hak pribadi pencipta/pengarang untuk dapat

mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai

pencipta karya tersebut.27

26 Rooseno Harjowidigdo, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik, Perum Percetakan NegaraRI, Jakarta, 2005, hal. 51

Page 30: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

30

Makna hak moral seperti yang diatur dalam Pasal 24 UUHC adalah

bahwa hak moral, pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk:

a. Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam ciptaannya

ataupun salinannya dalam hubungan dengan pengguna secara

umum;

b. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk

pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan

karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi

pencipta.

Hak-hak moral adalah hak-hak pribadi pencipta atau

pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk

tetap disebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak-hak ini

menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari si pencipta

dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi atas karyanya tersebut

hilang, karena telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemegang Hak

Cipta atau lewat jangka waktu perlindungannya seperti yang diatur

dalam UUHC yang berlaku.

Hak moral dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan

apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya , seperti mengumumkan

karyanya , menetapkan judulnya , mencantumkan nama sebenarnya

atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas

ceritanya.28

27 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT.Alumni, Bandung, 2006,hal. 118

28 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 86

Page 31: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

31

3. Ciptaan yang Dilindungi

UUHC Tahun 2002 telah merinci dua belas kelompok ciptaan

sesuai dengan jenis dan sifat ciptaan. Ciptaan-Ciptaan yang

dikelompokkan merupakan ciptaan-ciptaan yang tergolong tradisional dan

yang tergolong

baru. Pada dasarnya yang dilidungi UUHC adalah pencipta yang atas

inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan

menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Perlu ada keahlian pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang

dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang

khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar

kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi pencipta.

Keseluruhan uraian tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 1 angka

(3) UUHC 2002 yang menetapkan:

“Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas

dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,

atau sastra.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, jelaslah bahwa ciptaan yang

mendapat perlindungan hak cipta, yaitu:

a. Ciptaan yang merupakan hasil proses penciptaan atas inspirasi,

gagasan, ide berdasarkan kemampuan dan kreativitas pikiran,

imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian pencipta.

Page 32: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

32

b. Dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan

menunjukkan keaslian (orisinal) sebagai ciptaan seseorang yang

bersifat pribadi.29

Ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta terdapat dalam ketentuan Pasal

12 ayat (1), yang menyatakan bahwa ciptaan-ciptaan yang dilindungi

adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang

mencakup:

a. Buku, program computer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis

yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

c. Alat peraga yang digunakan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan.

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, atau pewayangan, dan

pantonim.

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.

g. Arsitektur.

h. Peta.

i. Seni batik.

j. Fotografi.

k. Sinematografi.

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain

dari hasil pengalihwujudan.

29 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.121

Page 33: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

33

Ketentuan Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa:

“Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dilindungi sebagai

ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan yang

asli”.

Ketentuan Pasal 12 ayat (3) menyatakan bahwa:

“Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi

sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang

memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 UUHC tersebut maka dapat

dipahami bahwa yang dilindungi oleh UUHC adalah yang termasuk

dalam karya ilmu pengetahuan, kesenian, kesusastraan. Satu hal yang

dapat dicermati bahwa yang dilindungi dalam hak cipta ini adalah

haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut

sehingga bukan buku, patung dan lukisan yang dilindungi, tetapi hak

untuk menerbitkan atau memperbanyak atau mengumumkan buku,

patung atau lukisan tersebut. Buku, patung, kain batik, kepingan VCD,

program computer yang terekam dalam kepingan CD Rom, dilindungi

sebagai hak atas benda berwujud, benda materiil yang dalam

terminologi Pasal 499 KUH Perdata dirumuskan sebagai “barang”.

Dengan demikian semakin jelas bahwa benda yang dilindungi dalam

hak cipta ini adalah benda immaterial (benda tak berwujud) yaitu dalam

bentuk hak.

Page 34: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

34

Selain ciptaan yang dilindungi dalam Pasal 12 UUHC, ada

beberapa ciptaan yang dilindungi UUHC, sebagaimana dituangkan

dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) menyatakan:

(1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah,

sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(2) Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan

rakyat yang menjadikan milik bersama seperti cerita, hikayat,

dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,

kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Ciptaan yang ada dalam ketentuan Pasal 12 UUHC, ciptaan

tersebut dilindungi dalam wilayah dalam negeri maupun luar negeri,

sementara itu untuk ciptaan yang terdapat pada ketentuan Pasal 10

UUHC sifat perlindungannya hanya berlaku ketika ciptaan itu

digunakan oleh orang asing. Selain mengatur ciptaan yang diberikan

perlindungan, UUHC juga mengatur ciptaan-ciptaan yang tidak

diberikan perlindungan hukum. Beberapa ciptaan yang tidak

mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan UUHC, yaitu:

a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara;

b. Peraturan perundang-undangan;

c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;

d. Putusan pengadilan atau penetapan hakim;

e. Keputusan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Page 35: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

35

4. Jangka Waktu Pemilikan Hak Cipta

Sejarah perkembangan hak cipta di Indonesia sama seperti di luar

negeri, yaitu dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (science) dan

teknologi, namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan

filosofi dan budaya hukum suatu negara.

Berdasarkan Auteurswet 1912, hak cipta hanya dibatasi jangka

waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UUHC 1982, hak cipta dibatasi

hanya 25 tahun. Kemudian dalam UUHC No. 7 tahun 1987 dan UUHC

No. 12 Tahun 11997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta

dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention Tahun 1967 yang

diadopsi oleh Auterswet 1912.

Perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan

begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing ke dalam budaya hukum

Indonesia. Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya

didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak

cipta mempunyai fungsi sosial.

Masa perlindungan hukum yang diatur dalam UUHC sifatnya

sangat variatif. UUHC mengatur masa perlindungan tersebut dengan

membagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

a. Ciptaan berupa buku, pamflet, dan semua karya tulis lain, drama atau

drama musikal, tari dan koreografi, segala bentuk seni rupa seperti seni

lukis, seni pahat dan seni patung, seni batik, lagu atau musik dengan

atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis

Page 36: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

36

lainnya, alat peraga; peta; terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai

dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima

puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia;

b. Ciptaan berupa program komputer, sinematografi, fotografi, database,

dan karya hasil pengalihwujudan dilindungi selama 50 (lima puluh)

tahun sejak pertama kali diterbitkan;

c. Ciptaan yang ada dalam Pasal 10 ayat (2) UUHC dilindungi tanpa batas

waktu dan Pasal 11 ayat (1) dan (3) UUHC dilindungi sejak ciptaan

tersebut pertama kali diumumkan.

Selain UUHC, pembatasan masa perlindungan hak cipta juga

dikenal dalam Auteurswet 1912, Konvensi Bern, Universal Copy Rights

Convention dan berbagai Konvensi dan kesepakatan internasional

lainnya. Berdasarkan Auteurswet 1912, hak cipta dibatasi sampai 50

tahun setelah meninggalnya si pencipta, ketentuan ini dijumpai pada

Pasal 37, yang merupakan pengambilalihan dari ketentuan Konvensi

Bern.

Pada awalnya Konvensi Bern menentukan jangka waktu 50 tahun,

namun setelah direvisi di Stokholm tahun 1967 jangka waktu tersebut

dikurangi menjadi 25 tahun. Hal ini dimaksudkan memberikan

kesempatan kepada negara berkembang untuk dapat menikmati karya

cipta orang asing. Berdasarkan revisi Konvensi Bern ini UUHC 1982

memberikan batasan perlindungan hak cipta selama 25 tahun. Namun

dengan adanya perubahan UUHC 1982, jangka waktu pemilikan hak

cipta itu diperpanjang menjadi 50 tahun, begitu juga dalam UUHC 2002

memberikan jangka waktu selama 50 tahun.

Page 37: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

37

Pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta perlu diberikan

karena diharapkan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang

panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya, sehingga

dengan berakhirnya jangka waktu pemilikan hak cipta si pencipta maka

orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas, yaitu diperbolehkan

untuk mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus minta izin kepada

si pencipta atau si pemegang hak.

5. Pendaftaran Hak Cipta

Menurut Prof. Kollewijn sebagaimana dikutip oleh Sekardono

mengatakan ada 2 jenis cara atau stesel pendaftaran, yaitu:

a. Stelsel konstitutif, berarti bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena

pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan.

b. Stelsel deklaratif, berarti bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan

hak, melainkan hanya memberikan dugaaan atau sangkaan saja menurut

undang-undang bahwa orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si

berhak sebenaranya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkan.30

Sistem pendaftaran hak cipta menurut UUHC disebutkan bahwa

pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif artinya bahwa, semua

permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan

penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran

hak cipta.

Hal ini dikuatkan dengan Pasal 36 UUHC yang menentukan:

30 Soekardono R.,Hukum Dagang Indonesia I, Dian Rakyat,1981,hlm 151

Page 38: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

38

“Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung artisebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yangdidaftarkan”

Pasal 2 ayat (1) UUHC 2002 menjelaskan bahwa:

“Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang HakCipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbulsecara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangipembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUHC 2002, bahwa hak

cipta itu timbul secara otomatis setelah ciptaan dilahirkan, sehingga

pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan karena tanpa

didaftarkan pun hak cipta secara otomatis dilindungi oleh UUHC. Kendala

apabila ciptaan tidak didaftarkan adalah apabila ada pelanggaran hak cipta

maka pembuktiannya akan lebih sulit.

Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUHC 2002 menyatakan bahwa kecuali

terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:

a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada

Direktur Jenderal; atau

b. Orang yang namanya tersebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai

pencipta pada suatu ciptaan.

Apabila dicermati, maka ketentuan pasal tersebut menjelaskan agar

hasil karya cipta seseorang didaftarkan untuk mempermudah dalam hal

pembuktian apabila ada sengketa atau pelanggaran hak cipta itu sendiri.

Hak cipta seseorang yang sudah terdaftar dalam daftar ciptaan, maka

sebagai pemegang hak cipta telah terjamin, apabila ada pihak lain yang

mengklaim bahwa yang terdaftar tersebut adalah miliknya, maka pihak

yang mengklaim tersebut yang wajib membuktikan kebenaran haknya.

Page 39: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

39

6. Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta

Secara filosofis, perlindungan terhadap karya cipta sangat

diperlukan, karena karya cipta merupakan hasil pemikiran, karya dan karsa

seseorang yang diwujudkan dalam bentuk ciptaan, sehingga diperlukan

sikap hidup yang menghormati dan menghargai karya cipta yang

diwujudkan dalam pengakuan atas hak seseorang terhadap ciptaannya.

Pengakuan dan penghormatan atas hak cipta menjadi tidak

memadai apabila tidak diikuti dengan upaya dan tindakan perlindungan

hukum. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap hak cipta, terlebih

dahulu perlu diketahui mengenai perlindungan hukum pada umumnya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa: Perlindungan Konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. Adapun pengertian

perlindungan hukum tidak diatur secara khusus, akan tetapi Sudikno

Mertokusumo, memberikan gambaran terhadap perlindungan hukum,

yaitu:

Segala upaya yang dilakukan untuk menjamin adanya kepastian

hukum yang didasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah

yang ada dalam suatu kehidupan bersama. Keseluruhan peraturan itu dapat

dilihat baik dari Undang-undang maupun ratifikasi Konvensi

Internasional.31

31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,2008, hal.70

Page 40: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

40

Perlindungan hukum memberikan perlindungan lebih lanjut

terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat

perlindungan dari ketiga kaidah lainnya, yaitu kaidah agama, kesusilaan

dan kesopanan, kaidah hukum juga memberikan perlindungan terhadap

kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga

kaidah tadi.

Permasalahan mengenai HKI akan menyentuh berbagai aspek

seperti teknologi, industri, sosial, budaya dan berbagai aspek lainnya.

Namun aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan

bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu

mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkatian dengan HKI

tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya

intelekutal, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat

yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan hukum.

Perlindungan hukum terhadap suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan

tersebut ada atau berwujud, bukan karena pendaftaran. Artinya, suatu

ciptaan baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar tetap mendapat

perlindungan hukum.

Hak cipta tidak melindungi ide–ide atau gagasan, tetapi hak cipta

melindungi perwujudan ide atau expression of ideas, dalam hal ini hak

cipta melindungi hak cipta yang dapat dilihat, dibaca dan didengar.

Berkenaan dengan persoalan ruang lingkup “ ciptaan atau karya “ apa saja

yang mendapat perlindungan hak cipta adalah ciptaan tersebut dalam

bentuk (karya tersebut dapat dilihat, dibaca, maupun didengar). Hak cipta

Page 41: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

41

dilindungi secara sendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atau karya

asli, termasuk kesatuan nyata (real) yang dapat diperbanyak. Ketentuan

Pasal 12 UUHC, menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah

ciptaan dalam bidang ilmu pemgetahuan,seni dan sastra yang meliputi:

a. Buku, program computer, pamflet, susunan perwujudan (lay out)

karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan yang lain sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan

pantonim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;

g. Arsitektur;

h. Peta;

i. Seni batik;

j. Fotografi;

k. Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base dan karya lain

dari hasil pengalihanwujudan.

Berdasarkan keterangan dari Dirjen HKI dalam situsnya menjelaskan

bahwa:

Page 42: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

42

Pendaftaran hak cipta bersifat sukarela dan lebih merupakan sebagai alat

bukti awal di pengadilan apabila di kemudian hari timbul sengketa. Apabila

terdapat sengketa di bidang hak cipta terhadap ciptaan yang tidak terdaftar,

maka hakim dapat menentukan siapa yang memiliki hak cipta atas ciptaan

yang dipersengketakan berdasarkan pemeriksaan di muka pengadilan

dengan melihat pihak mana yang dapat menunjukkan sumber dari

ciptaannya.32

UUHC 2002 telah membuka upaya memaksimalkan perlindungan

terhadap hak cipta melalui perubahan status tindak pidana hak cipta dari

delik aduan menjadi delik umum (delik biasa), artinya pihak aparat penegak

hukum dapat dengan serta merta menindak dan memproses pelaku tindak

pidana hak cipta tanpa harus menunggu laporan atau aduan dari masyarakat

atau pihak yang merasa dirugikan oleh pelaku tindak pidana hak cipta.

Pasal 29 UUHC 2002 Ayat (1) menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:

a. Buku, pamflet dan semua karya tulis lain;

b. Drama atau drama musikal, tari dan koreografi;

c. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat dan seni patung;

d. Seni batik;

e. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

f. Arsitektur;

g. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya;

h. Alat peraga;

i. Peta;

32 www.Info.HKI.com, diakses 7 Oktober 2011

Page 43: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

43

j. Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai, berlaku selama hidup

pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah

pencipta meninggal dunia.

Ayat (2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup

Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50

(lima puluh) tahun sesudahnya.

Kemudian Pasal 30 UUHC 2002 Ayat (1) menyatakan bahwa Hak Cipta

atas ciptaan:

a. Program Komputer;

b. Sinematografi;

c. Fotografi;

d. Database;

e. Karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun

sejak pertama kali diumumkan.

Ayat (2) Hak cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.

Ayat (3) Hak cipta atas ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang

oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak

pertama kali diumumkan.

Pasal 33 UUHC 2002 menyebutkan bahwa jangka waktu perlindungan

bagi hak pencipta sebagaimana dimaksud dalam:

a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas;

Page 44: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

44

b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka

waktu hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk

pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.

Mengenai kapan perlindungan hukum terhadap hak cipta diberikan,

diatur dalam Pasal 34 UUHC 2002 yang menyebutkan:

Tanpa mengurangi hak pencipta atas jangka waktu perlindungan hak cipta

yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu

perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi:

a. Selama 50 (lima puluh) tahun;

b. Selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh)

tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Dimulai sejak 1 Januari untuk

tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh

umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.

Perlu di pahami bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh UU

terhadap hak cipta tidak lain bertujuan untuk merangsang aktivitas para

Pencipta agar terus menghasilkan karya cipta yang lebih kreatif.

C. Batik

1. Sejarah Batik

Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang

berarti menulis dan "nitik". Kata batik sendiri merujuk pada teknik

pembuatan corak Motif Batik - menggunakan canting atau cap dan

pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang warna. Motif

batik pada baju batik "malam" (wax) yang diaplikasikan di atas kain,

sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Dalam bahasa Inggris

teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing.

Page 45: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

45

Jadi kain baju batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau

corak yang dibuat dengan canting dan cap dengan menggunakan malam

sebagai bahan perintang warna. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas

bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, wol dan tidak

bisa diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang

pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik ini

dikenal dengan kain bercorak batik, biasanya dibuat dalam skala industri

dengan teknik cetak (print).

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah

menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.

Secara historis batik sangat erat hubungannya dengan Kerajaan

Majapahit dan kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa pada masa dulu.

Pengembangan batik dengan gencar berlangsung di masa Kerajaan

Mataram pada tahun 1600 sampai tahun 1700. Pada kurun waktu itulah

batik meluas ke seantero Jawa. Sejarah pembatikan di Indonesia

berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran

ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan

batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian

pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik di Indonesia

telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang

kepada kerjaan dan raja-raja berikutnya.

Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan

keterampilan mereka dalam membatik busana batik dan blus batik

sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik

Page 46: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

46

adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap"

yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada

beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang

memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega

Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir, pekerjaan membatik

adalah lazim bagi kaum lelaki. Ragam corak dan warna Desain Busana

Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik

memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak

busana batik dan blus batik hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu.

Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para

pedagang asing dan para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah

dipopulerkan oleh orang Tionghoa.

Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan

hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti

bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung

atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti

warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih

dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing

corak memiliki perlambangan masing-masing. Teknik Desain Busana

Batik dan membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak

ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal-usul Batik. Ada

yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian

dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India.

Page 47: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

47

Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia,

Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga

sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian,

batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari

Indonesia, terutama dari Jawa.

Setelah Perang Dunia, industri batik mundur karena kurang bahan

bakunya, tetapi membangun kembali di bawah orde Sukarno yang

melontarkan kebijaksanaan “Sandang Pangan Rakyat” yang memandang

batik sebagai pakaian umum. Pada tahun 1955, GKBI (Gabungan

Koperasi Batik Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1948 di Yogyakarta

mendapat perlindungan seperti tunjangan harga kain putih dan hak

peredaran monopoli. Pemerintah menargetkan menyuplai batik cap yang

murah kepada orang awam. Para pembatik di berbagai daerah

menghasilkan banyak keuntungan di bawah kebijaksanaannya. Akan

tetapi, dari tahun 1956 sampai tahun 1957 bermacam-macam pakaian

yang harganya murah mulai diimpor seiring dengan pengenduran

pembatasan impor, jadi zaman keemasan pengusaha batik sudah selesai.

Kemudian, kesadaran rakyat terhadap pakaian menujukan perubahan

yang pesat di kalangan penduduk kota, anak-anak, dan pria. Oleh karena

itu, orang yang mengenakan pakaian Barat bertambah lebih lanjut.

Di bawah orde Soeharto, kebijaksanaan kemajuan ekonomis

dijalankan maka kebijaksanaan perlindungan pengusaha batik

dihapuskan. Ironisnya target kebijaksanaan Soekarno itu, direalisasikan

oleh perusahaan pakaian dan tekstil yang berkembang di lingkungan

Page 48: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

48

ekonomi baru. Kemudian, sebagian besar pengusaha batik yang menjadi

biasa pembuatan batik cap murah terdesak oleh perusahaan tersebut

di atas, terpaksa beralih ke usaha yang lain atau menutup usaha.

Pada awal tahun 1970-an, teknologi print batik muncul. Oleh sebab

itu, batik tulis dan batik cap semakin tergeser oleh print batik. Tanpa

perlu dikatakan, pasaran batik tulis dan batik cap kalah bersaing dengan

print batik yang dapat diproduksi masal. Di dalam keadaan itu pembatik

tulis dan cap khawatir akan masa depannya. Jika kain-kain tersebut

dihadapkan kepada konsumen, apa bedanya antara print batik dan batik

yang dibuat secara tradisional? Dasarnya print batik tidak dibuat sebagai

barang yang bermutu tinggi, tetapi dibuat barang yang bermutu

rendah.Sebaliknya, Iwan Tirta, Josephine Komara, dan sebagainya

membuat “batik generasi baru” yang mempunyai kemewahan dan rasa

kelas tinggi yang misalnya dipakai benang emas dan perak serta

digunakan sutera bukan katun. Batik yang mereka buat menjadi populer

di kalangan wanita kota-kota Indonesia dan luar negeri. Pengusaha batik

generasi baru biasanya dinamakan“pencipta tekstil” atau“kreator tekstil”.

Makin lama makin terang pada awal tahun 1990-an, secara garis

besar permintaan batik terbagi tiga pasaran, yaitu kelas tinggi, kelas

menengah, dan kelas rendah. Di dalam pasaran tersebut, segi kuantitas

pasaran kelas rendah menduduki perbandingan secara mutlak karena

sebagian besar penduduknya tinggal di desa-desa, kemudian ada banyak

wanita yang riwayat pendidikan dan pendapatan rendah. Oleh karena itu,

Page 49: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

49

pasaran batik kelas rendah menjadi terbesar. Permintaan batik kelas

tinggi masih kukuh sebab ada adat yang memakai batik tulis bermotif dan

berwarna tradisional waktu berdandan di Jawa.

Batik yang menarik dunia ini tidak hanya batik generasi baru, batik

tulis, dan batik cap saja. Selain itu, jangan melupakan pakaian, barang

kelongtong, dan produksi interior yang mencetak motif batik seperti

bunga, garuda, parang, dan lain-lain. Barang-barang tersebut sudah

menjadi populer di kalangan baik orang Indonesia maupun orang asing

karena dapat menegaskan kembali identitasnya bagi orang Indonesia.

Untuk orang asing seperti turis, barang-barang tersebut di atas menjadi

kenang-kenangan perjalanannya.

Akhirnya, daya tarik batik bukan hanya pada tiga pasaran (batik

tulis, batik cap, batik print) dan barang-barang bermotif batik saja,

melainkan saling merangsang, meningkatkan nilai keadaannya, dan

memainkan harmoni, yaitu hidup berdampingan dan makmur bersama.

2. Ragam Corak Batik Indonesia

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang

dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat

itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan

tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya, batik mengalami

perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman

lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief

candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan

Page 50: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

50

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis

seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun

corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing

daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang

demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik

tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.

Indonesia adalah negara kepulauan yang paling luas di seluruh

dunia. Terletak di Asia Tenggara dan terdiri atas bermacam-macam

pulau, serta jumlahnya lebih dari dua ratus ribu. Luas tanahnya kira-kira

lima kali lipat daripada Jepang dan penduduknya lebih dari dua ratus juta

orang. Mengenai teknik celup dan tenun tradisional, kata orang tekniknya

juga mencapai sebanyak jumlah pulau atau suku. Motifnya atau

warnanya berbeda berdasarkan masing-masing desa. Oleh karena itu,

Indonesia adalah negara terkemuka dalam bidang celup dan tenun

tradisional. Selain batik yang sangat disenangi oleh orang Jepang dengan

namanya “Jawa Sarasa”, di Indonesia ada teknik celup dan tenun seperti

ikat, simbut, tritik, pelangi, pentol, dan lain-lain. Diantaranya, batik, ikat,

pelangi, dan tritik (semua itu memang bahasa Indonesia) sudah menjadi

kata-kata internasional. Latar belakang yang penginternasionalan kata-

kata bahasa Indonesia tersebut berdasarkan hasil usaha peneliti ilmu

Antropologi orang Belanda seperti Rouffaer, Jasper, dan sebagainya.

Sejak akhir abad XIX sampai permulaan abad XX, hal itu mulai

diperkenalkan oleh Rouffer di Eropa.

Page 51: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

51

Daerah penghasil batik adalah sekitar Sumatera selatan

(Palembang dan Jambi), Pulau Jawa, Pulau Madura, dan sebagian Pulau

Bali. Di dalam Pulau Jawa, daerah pedalaman Yogyakarta dan Surakarta,

dan daerah pesisir yaitu Pekalongan dan Cirebon merupakan dua daerah

penghasil batik terbesar.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman

kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja

berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik

rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad

XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik

tulis sampai awal abad XX dan batik cap dikenal baru setelah perang

dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan

penyebaran ajaran Islam, banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa

adalah daerah-daerah santri dan kemudian batik menjadi alat perjuangan

ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang Muslim melawan perekonomian

Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian

yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman

dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan

hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh

karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka

kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan

di tempatnya masing-masing.

Page 52: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

52

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan

selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah

tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang

tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat

yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang

dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-

tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon

mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu,

serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama

dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna

coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad

yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga

mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan

Pangeran Diponegoro tahun 1825.

Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun

perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat di daerah Jawa Tengah

Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu

tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung

berikutnya lebih dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya dalam

proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang

dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-

Page 53: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

53

bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari

dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan

“Sidoluruh”.

Sedangkan asal-usul pembatikan di daerah Yogyakarta dikenal

semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati.

Daerah pembatikan pertama ialah di desa Plered. Pembatikan pada masa

itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh

wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap

pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan

tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria

maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik. Oleh

karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik

pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh

rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.

Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga

raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak

keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah

baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah Timur

Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan

ini sampai ke daerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah

perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga

kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh

pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam

dan daerah baru itu.

Page 54: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

54

Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang

pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan

daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat.

Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran

Diponegoro mengembangkan batik.

Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik

yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu juga

menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik

berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.

3. Cara Pembuatan Batik

Ditinjau dari cara pembuatannya, proses pembuatan batik dapat

ditempuh melalui dua cara :

a. Pertama, yaitu proses pembuatan dilakukan oleh perajin batik dengan

menggunakan tangan dibantu alat tradisional yakni canting, maka

hasil produksi tersebut dinamakan batik tulis.

b. Kedua, yaitu proses pembuatan dilakukan oleh perajin dengan

menggunakan alat cap, maka produksi tersebut dinamakan batik cap.

Untuk membuat batik, peralatan yang diperlukan adalah: kain

mori (bisa terbuat dari sutra, katun atau campuran kain polyester), pensil

untuk membuat desain kain batik, canting yang terbuat dari bambu,

berkepala tembaga serta bercerat atau bermulut, canting ini berfungsi

seperti sebuah pulpen. Canting dipakai untuk menyendok lilin cair yang

panas, yang dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat

warna, gawangan (tempat untuk menyampirkan kain), lilin, panci dan

kompor kecil untuk memanaskan.

Page 55: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

55

Langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama kita membuat desain kain batik di atas kain mori

dengan pensil atau biasa disebut molani. Dalam penentuan motif,

biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih

suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih

untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada.

b. Langkah kedua adalah menggunakan canting yang telah berisi lilin

cair untuk melapisi motif yang diinginkan. Disesuaikan dengan

kebutuhan, misalnya sarung batik berbeda dengan celana. Tujuannya

adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna,

bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena. Setelah lilin cukup

kering, celupkan kain ke dalam larutan pewarna.

c. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna

direbus dengan air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan

lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat

jelas. Pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah digambar

terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti

lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Nglorot misalnya pada

kain baju batik, sarung batik, baju kebaya, kain bordir, dan lain-lain.

Page 56: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan

menggunakan konsep legis positivies, yang mengemukakan bahwa hukum

identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh

lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsep tersebut meninjau hukum

sebagai suatu sistem normatif yang mandiri, bersifat otonom serta

mengabaikan norma lain yang bukan norma hukum.33

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah diskriptif, yaitu suatu penelitian yang

menggambarkan keadaan atau gejala yang akan diteliti juga dengan

keyakinan-keyakinan tertentu, mengambil kesimpulan dari bahan-bahan

tentang obyek-obyek masalah yang akan diteliti juga dengan keyakinan-

keyakinan tertentu.34

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Perpustakaan Unsoed dan Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

33 Soemitro Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1998, hal 1534 Soeryono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hal. 12

Page 57: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

57

D. Sumber Data

Di dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yaitu

data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Sedangkan jenis-jenis data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan keterangan

atau penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu permasalahan yang

sedang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu antara

lain kamus.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan melakukan inventarisasi

dan studi pustaka terhadap data sekunder yang berhubungan dengan

permasalahan yang sedang diteliti.

F. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun

secara sistematis sebagai satu kesatuan yang utuh, yang didahului dengan

pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan diteruskan dengan analisa data dan hasil pembahasan

serta diakhiri dengan simpulan. Penyusunan antara bahan yang satu dengan

bahan yang lain harus relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan,

saling berhubunganserta urut dan beraturan.

Page 58: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

58

G. Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Normatif karena

penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma

hukum positip. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik

tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi yang

bersifat ungkapan, monografis dan responden.35

35 Soemitro, Ronny Hanitijo, Op.Cit, hal 98

Page 59: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Pengertian Batik

Secara etimologis, kata “batik” berasal dari bahasa Jawa ”tik” yang

berarti kecil, yang dapat diartikan sebagai gambar yang serba rumit. Dalam

kesusasteraan Jawa kuno dan pertengahan, proses batik diartikan sebagai

“serat nitik”. Riyanto, dkk. (1997) dalam “Katalog Batik Indonesia, Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Indrustri Kerajinan dan Batik”

menjelaskan bahwa setelah Keraton Kartosuro pindah ke Surakarta, muncul

istilah “mbatik” dari Jarwo Dosok “ngembat titik” yang berarti membuat titik.

Batik juga disebut sebagai kain bercorak. Kata batik dalam bahasa Jawa

berasal dari akar kata “tik”. Mempunyai pengertian berhubungan dengan

suatu pekerjaan halus, lembut, dan kecil, yang mengandung unsur keindahan.

Indria (2008) dalam “Katalog Pameran Batik Bandung Kontemporer”

menyebutkan bahwa batik berarti menitikkan malam dengan canting sehingga

membentuk corak yang terdiri dari susunan titikan dan garisan. Batik sebagai

kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan

menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai perintang.

Page 60: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

60

Menurut Iwan Tirta (2009) dalam Quo Vadis Batik Indonesia

mendefinisikan batik sebagai teknik mengolah kain atau tekstil dengan

menggunakan lilin dalam proses pencelupan warna, dimana semua proses

tersebut menggunakan tangan. Pengertian lain dari batik adalah serentang

warna yang meliputi proses pe-malaman (lilin pencelupan atau pewarnaan

dan pelorotan atau pemanasan), hingga menghasilkan motif yang halus yang

semuanya ini memerlukan ketelitian yang tinggi.

Pengertian batik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kain

bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau

menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan

cara tertentu. Malam dalam hal ini berarti lilin cair yang digunakan dalam

proses pembuatannya. Lebih lanjut dijelaskan oleh Santosa Doellah (2002)

dalam bukunya “Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan” menyatakan

bahwa batik adalah sehelai was yakni sehelai kain yang dibuat secara

tradisional dan teruntai juga digunakan dalam matra tradisional beragam hias

pola tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan

malam (lilin batik) sebagai bahan perintang warna. Oleh karena itu, suatu

wastra dapat disebut batik apabila mengandung dua unsur pokok, yaitu teknik

celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang

beragam hias khas batik.

2. Latar Belakang Penciptaan Batik Banyumas

Penciptaaan batik Banyumas diawali dengan adanya Kademangan-

kademangan atau Kadipaten di wilayah Banyumas. Berdirinya Kademangan-

kademangan atau Kadipaten telah memunculkan tradisi membatik di daerah

Page 61: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

61

Banyumas. Selain para Demang, para pengikut Pangeran Diponegoro dalam

memenuhi kebutuhan sandang (pakaian), mereka juga membuat batik. Salah

seorang pengikut Pangeran Diponegoro yang terkenal bernama Najendra

merupakan tokoh seni batik Banyumas. Beliau telah mengembangkan seni

batik di daerah Banyumas, dimana karya-karya yang diciptakannya sedikit

banyak telah mempengaruhi kekhasan batik Banyumas hingga saat ini.

Tahun 1913 hingga 1933 merupakan periode pemerintahan Bupati

Banyumas yang bernama Pangeran Aria Gandasubrata. Pada masa itu, motif

batik Banyumas kembali diperkaya dengan diciptakannya motif Parang

Gandasubrata. Motif batik tersebut diciptakan oleh Pangeran Aria

Gandasubrata yang merupakan kombinasi dari motif Parang Gandasuli

(bunga putih yang harum) dengan motif Madu Broto yang melambangkan

kasih sayang.

Selanjutnya, pada masa pendudukan Belanda seni batik Banyumas

dipengaruhi corak batik yang diciptakan oleh seorang nyonya Belanda

bernama Matheron, keponakan dari seorang janda Belanda bernama Van

Oosterom yang tinggal di Banyumas untuk melakukan misi membaca ayat-

ayat Alkitab kepada perempuan-perempuan yang bekerja di studio batiknya.

Sebelumnya ia memproduksi batik sambil berdakwah di Semarang, lalu

setelah pindah ke Banyumas, ia membawa warna-warna dari gaya batiknya

bang biru ungon (merah-biru-ungu) dan mencampurnya dengan warna coklat

lokal. Setelah meninggal, usaha batiknya diserahkan kepada Nyonya

Matheron dan Nona Willemse. Dari Nyonya Matheron inilah, tercipta motif

batik “Matheros” atau “Mantelon” (sesuai dengan lidah orang Banyumas)

Page 62: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

62

yang terkenal, dan banyak ditiru serta dikembangkan di wilayah Banyumas

hingga saat ini. Setelah masa pendudukan Belanda berakhir, usaha batik

di wilayah Banyumas mayoritas dilakukan oleh masyarakat keturunan

Tionghoa, antara lain Ibu Kwee Hoe Loei, Kho Siang Kie dan Lian Kheng.

Selain kualitas, motif juga menjadi daya tarik batik Banyumas. Salah

satu ciri khas batik Banyumas terletak pada keindahan motifnya yang

menggunakan warna utama coklat soga dan biru wedelan yang dahulu

menggunakan zat warna alam. Kedua warna tersebut, diproses menggunakan

teknik lorodan yang dapat dikembangkan menjadi beratus-ratus motif.

Keindahan batik Banyumas terlihat pada paduan warna yang serasi antara

bidang-bidang, garis dan isian yang beraneka ragam. Terdapat ratusan kreasi

motif batik Banyumas, di antaranya adalah:

a. Motif Lumbon

Lumbon adalah daun lumbu yang merupakan bahan dasar makanan khas

“buntil”.

b. Motif Jayan atau Jahean

Jahe merupakan tanaman apotek hidup, digunakan sebagai bumbu

masakan tertentu, bahan campuran minuman, atau permen.

c. Motif Ayam Puger

Motif ini menyimbolkan kondisi sosial di Banyumas, ayam jago, bangunan

tikelan, garis, menggambarkan bangunan tradisional.

d. Motif Babon Angrem

Babon angrem merupakan sebutan orang Banyumas pada ayam yang

sedang mengerami telurnya.

Page 63: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

63

e. Motif Kekayon

Motif ini diciptakan oleh keturunan Bupati Banyumas Pangeran Aria

Gandasubrata yang merupakan motif khusus untuk keluarga.

f. Motif Gandasubrata

Motif ini merupakan perpaduan antara motif Parang Gandasuli dan motif

Madu Bronto yang merupakan motif batik dari Solo.

g. Motif Sida Mukti

Motif ini biasanya dipakai untuk acara pernikahan, mempunyai makna

sida (menjadi) dan mukti (mulia) atau berarti: menjadi mulia, sukses dalam

berkarir, dan bahagia dalam menjalani hidup.

h. Gabah Mawur, diharapkan si pemakai motif ini melimpah rejekinya

gabah-beras mawur/mambrah-mambrah alias banyak.

i. Jagadan, diharapkan si pemakai bisa menjalani atau menguasai kehidupan

yang lebih baik di jagad raya (dunia) ini.

j. Duda Brengos, berkembang anggapan bahwa pembuat motif batik ini

adalah seorang duda yang brengosan (duda yang berjenggot dan

berkumis).

Masih terdapat banyak motif batik Banyumas lainnya, diantaranya

Jahe Srimpang, Sungai Serayu, Gunungan, Sekarsurya, Sidoluhung, Kopi

Pecah, Dawet Ayu, Cebong Kumpul, Parung Salak, dan lain-lain. Para

penggiat batik Banyumas saat ini juga menghasilkan motif-motif lain dengan

melakukan kombinasi, terobosan motif baru sehingga tercipta suatu karakter

seni batik kontemporer yang khas dan indah.

Page 64: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

64

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disusun pembahasan hasil

penelitian sebagai berikut:

1. Konsep Perlindungan Hukum

Menurut Sudikno Mertokusumo (2010) dalam bukunya “Mengenal

Hukum Suatu Pengantar”, perlindungan hukum adalah suatu hal atau

perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada

yang melakukan wanprestasi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perlindungan

hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka

memenuhi kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia

lain.

Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan

dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu

sama lain. Berkaitan dengan hal tersebut, hukum harus mampu

mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat

ditekan sekecil-kecilnya. Perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan

tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan lain

pihak. Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang

salah satunya adalah perlindungan hukum. Adanya perlindungan hukum bagi

setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali telah termaktub dalam

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NKRI Tahun 1945), untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh

Page 65: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

65

legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum

bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum

dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari

ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi

setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali.

Perjanjian multilateral, baik Berne Convention maupun TRIP’s

Agreement mengatur tentang konsep dasar perlindungan hukum tentang Hak

Cipta. Salah satu konsep dasar pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta adalah

sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata

(tangible form). Pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta tersebut tidak

diperlukan suatu formalitas atau bukti tertentu, berbeda dengan hak-hak dari

pada hak atas kekayaan intelektual lainnya, seperti paten, merek, desain

industri dan desain tata letak sirkuit terpadu. Timbulnya atau lahirnya hak

tersebut diperlukan suatu formalitas tertentu yaitu dengan terlebih dahulu

mengajukan permohonan pemberian hak.

Selain prinsip yang paling fundamental tersebut, di dalam

perlindungan Hak Cipta juga dikenal prinsip atas asas originalitas (keaslian).

Asas originalitas ini merupakan suatu syarat adanya perlindungan hukum

di bidang Hak Cipta. Originalitas ini tidak bisa dilakukan seperti halnya

novelty (kebaruan) yang ada dalam paten, karena prinsip originalitas adalah

tidak meniru ciptaan lain, jadi hanya dapat dibuktikan dengan suatu

pembuktian oleh Penciptanya. Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 31

Tahun 2000 tentang Desain Industri dijelaskan bahwa original berarti sesuatu

Page 66: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

66

yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau yang

mencipta atau sesuatu yang langsung dikemukakan oleh orang yang dapat

membuktikan sumber aslinya.

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta dan penjelasan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan

atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, Pasal 1 menyebutkan

bahwa suatu karya cipta harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan

keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya

yang bersifat pribadi. Dalam bentuk yang khas, artinya karya tersebut harus

telah selesai diwujudkan dalam bentuk yang nyata, sehingga dapat dilihat,

didengar atau dibaca.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta atas Batik Banyumas Berdasarkan

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002

Berdasarkan uraian tentang pengertian batik, maka dapat dijelaskan

bahwa batik Banyumas merupakan kain bergambar yang dibuat dengan

menuliskan atau menerakan malam hingga membentuk suatu motif yang

menggambarkan kebiasaan masyarakat Banyumas, dibuat secara bolak-balik

dengan cara lorodan. Dalam selembar kain batik Banyumas, akan dapat

diketahui nilai filosofi masyarakat Banyumas yang “cablaka” yaitu apa yang

tampak di depan harus sama seperti apa yang tampak di belakang (njaba

njero pada).

Page 67: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

67

Secara definitif, dalam penciptaan batik Banyumas mengandung

beberapa unsur yaitu Pencipta, Ciptaan, motif, unsur seni dan originalitas.

Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan melalui Undang-Undang Hak Cipta

Tahun 2002 Pasal 1 angka (2), yang menyatakan bahwa:

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-samayang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkankemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlianyang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Terkait dengan Ciptaan, bunyi Pasal 1 angka (3) Undang-undang No.

19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:

Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkankeasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Rachmadi Usman (2001) menyatakan bahwa dalam penuangannya

suatu ciptaan harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian

(original) sebagai ciptaan seorang yang bersifat pribadi.

Adapun pengertian Hak Cipta diatur dalam Pasal 1 angka (1) UU No.

19 tahun 2002, yang menyatakan:

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untukmengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izinuntuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurutperundang-undangan yang berlaku.

Terkait dengan hak ekslusif, Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 tahun 2002,

menyatakan bahwa:

Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang HakCipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yangtimbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpamengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Lebih lanjut tentang hak eksklusif, Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU

No. 19 Tahun 2002 menyatakan bahwa:

Page 68: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

68

Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-matadiperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yangboleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalampengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatanmenerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan,menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, danmengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.

Konsep yang mendasar dari hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta

bukan melindungi suatu ide atau konsep, tetapi melindungi bagaimana ide

atau konsep itu diekspresikan dan dikerjakan. Tidak diperlukan pengujian,

tetapi karya harus original, dibuat sendiri, bukan hasil copy dari sumber lain,

dan penciptanya harus berkontribusi tenaga dan keahlian. Dengan demikian,

hak cipta tidak melindungi ide-ide atau informasi sampai ide atau informasi

tersebut dituangkan dalam bentuk yang dapat dihitung atau dalam bentuk

materi, dan dapat diproduksi ulang. Hal ini tercermin dalam Pasal 2 TRIPs

yang menyatakan bahwa perlindungan hak cipta diberikan untuk

“pengungkapan bukan ide-ide, tata cara, metode dari pengoperasian konsep

matematika”.

Selanjutnya menurut Suyud Margono (2003) dalam bukunya yang

berjudul “Hukum dan Perlindungan Hak Cipta” menyatakan bahwa:

Hak cipta tidak melindungi ide-ide/gagasan, tetapi Hak Ciptamelindungi perwujudan atau gagasan tersebut (expression of ideas),dalam hal ini Hak Cipta melindungi ciptaan yang dapat dilihat, dibacaatau didengar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jika dihubungkan antara

pengertian batik dengan Pasal 1 angka (2), Pasal 1 angka (3), Pasal 1 angka

(1), Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 dan Penjelasannya, serta

pendapat Rachmadi Usman dan Suyud Margono, maka dapat dideskripsikan

Page 69: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

69

bahwa batik Banyumas merupakan hasil karya Pencipta yang menunjukkan

keasliannya di bidang seni yang dapat dilihat, dimana Pencipta memperoleh

Hak Cipta. Hak cipta merupakan terminologi hukum yang menggambarkan

hak-hak yang diberikan kepada Pencipta atas suatu Ciptaan dalam lapangan

ilmu pengetahuan, seni, atau sastra yang dapat dilihat, dibaca atau didengar.

Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang mewujudkan suatu

ciptaan untuk pertama kali berdasarkan ide yang dimilikinya dan seseorang

itu mempunyai hak-hak sebagai Pencipta atas Ciptaannya.

Menurut Copinger dalam buku karangan Damian (2002) yang

berjudul “Hukum Hak Cipta UUHC No. 19 Tahun 2002”, menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan Pencipta adalah:

…the “author” of the work is to be the first owner of the copyrightthere in. (Pencipta dari suatu ciptaan merupakan pemiliki pertama dariciptaan itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jika dihubungkan antara

penciptaan batik Banyumas dengan bunyi Pasal 1 angka (2) dan pendapat

Copinger, maka dapat dideskripsikan bahwa batik Banyumas yang dibuat

oleh pengrajin batik, baik oleh perorangan maupun bersama-sama merupakan

salah satu bentuk ciptaan, dimana pengrajin batik tersebut dinyatakan sebagai

pencipta yang sekaligus memegang Hak Cipta hasil karya batik tersebut.

Batik Banyumas merupakan karya cipta yang memerlukan

keterampilan dan keahlian yang spesifik. Sebagai hasil karya intelektual,

batik Banyumas mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Secara historis,

dapat diidentifikasi beberapa pencipta motif batik Banyumas yaitu:

Page 70: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

70

a. Matheron, seorang Nyonya Belanda yang menciptakan motif “Materos”

yang hingga saat ini masih diproduksi di wilayah Banyumas. Motif batik

Materos menggunakan warna biru-hitam-krem dengan menambahkan

pinggiran dengan motif bunga-bunga berwarna merah.

b. Pangeran Aria Gandasubrata, Bupati Banyumas periode 1913-1933 yang

menciptakan motif Parang Gandasubrata. Motif batik ini merupakan

kombinasi dari motif Parang Gandasuli (bunga putih yang harum) dengan

motif Madu Broto yang melambangkan kasih sayang.

Karya motif batik yang diciptakan oleh Matheron dan Pangeran Aria

Gandasubrata tersebut merupakan wastra batik yang dibuat secara tradisional

dan mengandung makna filosofis, simbolis dan nilai kesakralan. Motif batik

tersebut juga digunakan sebagai busana dalam tatanan dan tuntunan budaya

yang telah terpelihara secara turun-menurun, sehingga karya seni batik

tersebut merupakan bagian dari folklor (ekspresi budaya) yang dilindungi

Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 pasal 10 ayat (2), yang berbunyi:

Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyatyang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda,babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karyaseni lainnya.

Terdapat adanya perbedaan perlindungan karya seni batik

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 dengan Pasal 12 UUHC Tahun

2002. Dalam Pasal 10, karya seni batik yang dimaksud adalah wastra batik

yang dibuat secara tradisional yang mengandung makna filosofis, simbolis

dan nilai kesakralan serta digunakan sebagai busana dalam tatanan dan

tuntunan budaya yang merupakan bagian dari folklor (ekspresi budaya).

Page 71: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

71

Terdapat motif batik tradisional Banyumas yang memang telah diwariskan

secara turun-temurun, dan hingga saat ini tidak dapat diketahui siapa

penciptanya. Batik yang dilindungi dalam Pasal 10 UUHC 2002 ini

dimasukkan dalam kategori hasil seni berupa gambar, karena yang dilindungi

adalah motif batiknya.

Adapun karya seni batik yang dilindungi dalam Pasal 12 UUHC 2002

adalah batik yang dibuat secara konvensional untuk tujuan komersil atau

industri, di mana dalam pasal ini tidak disebutkan bahwa batik tersebut harus

tradisional atau bukan tradisional yang pada umumnya batik yang dilindungi

dalam Pasal 12 ini sudah diketahui penciptanya, dengan kata lain disebut

dengan batik kontemporer yang bukan merupakan folklor. Motif batik

Banyumas hasil kreasi dan inovasi dari perajin batik saat ini merupakan batik

kontemporer yang dilindungi menurut Pasal 12 Undang-undang No. 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:

(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalambidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:a. Buku, Program Komputer, Pamflet, Perwajahan (lay out) karya tulis

yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;b. Ceramah, Kuliah, Pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,

pantomime;f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;g. Arsitektur;h. Peta;i. Seni batik;j. Fotografi;k. Sinematografi;l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain

dari hasil pengalihwujudan.

Page 72: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

72

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaantersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atau Ciptaan Asli.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapisudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yangmemungkinkan perbanyakan hasil karya itu.

Pasal 12 ayat (1) huruf i No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah

memasukkan seni batik sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi, karena

termasuk dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Perlindungan

hukum terhadap hak cipta atas batik Banyumas berdasarkan Undang-Undang

Hak Cipta tahun 2002, dapat dijelaskan melalui penjelasan Pasal 12 ayat (1)

huruf i, bahwa batik yang dibuat secara konvensional dilindungi sebagai

bentuk ciptaan tersendiri. Karya-karya seperti itu memperoleh perlindungan

karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif atau gambar maupun

komposisi warnanya. Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya

tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat

di berbagai daerah, seperti seni songket, ikat, dan lain-lain yang dewasa ini

terus dikembangkan. Dengan demikian, maka seni batik termasuk

di dalamnya batik Banyumas telah mendapat perlindungan hukum di dalam

hukum positif di Indonesia. Ciptaan yang ada dalam ketentuan pasal tersebut

dilindungi dalam lingkup wilayah dalam negeri maupun luar negeri.

Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu

ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk

membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya, hak

cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Terkait dengan masa

berlaku hak cipta, bunyi Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta tahun

2002 menyatakan bahwa:

Page 73: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

73

(1) Hak Cipta atas Ciptaan:a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;b. drama atau drama musikal, tari, koreografi;c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;d. seni batik;e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;f. arsitektur;g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;h. alat peraga;i. peta;j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai,berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (limapuluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta tahun 2002

dapat dijelaskan bahwa seni batik sebagai ciptaan yang dilindungi, maka

pemegang hak cipta atas karya batik memperoleh perlindungan selama

hidupnya dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah meninggal dunia.

Adapun bagi hak cipta yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, maka hak

cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir, dan

berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Selama jangka waktu

perlindungan tersebut, pemegang hak cipta memiliki hak ekslusif untuk

melarang pihak lain mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya, atau

memberi ijin kepada orang lain untuk melakukan pengumuman dan

perbanyakan ciptaan tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat (1) UUHC 2002).

Terkait dengan ciptaan batik tradisional yang penciptanya tidak

diketahui secara pasti (anonim), maka termasuk folklor yang dilindungi

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, sebagaimana tertuang dalam ketentuan

Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa:”Negara memegang hak cipta atas

folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadikan milik bersama seperti

cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,

Page 74: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

74

tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya”. Dalam penjelasan pasal tersebut,

yang dimaksud dengan folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik

yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang

menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standard dan nilai-

nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk hasil seni

antara lain berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan,

kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.

Masa perlindungan hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat

yang menjadi milik bersama berlaku tanpa batas waktu. Hal ini tertuang

dalam Pasal 31 Ayat 1a yang menyatakan bahwa:

(1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negaraberdasarkan:a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu.

Jangka waktu perlindungan tersebut diberikan terhadap seni batik

tradisional, misalnya Sidoluhur, Parang Rusak, Udan Riwis, Kawung dan

Elar Mabur, Ayam Puger, Truntum, Lumbon dan motif batik tradisional

lainnya. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa batik tradisional tersebut

telah diciptakan dan dihasilkan secara turun-temurun oleh masyarakat

Indonesia sehingga diperkirakan perhitungan jangka waktu perlindungan hak

ciptanya telah melewati jangka waktu perlindungan yang ditetapkan dalam

undang-undang. Karena itu, batik tradisional yang ada menjadi milik bersama

masyarakat Indonesia (public domein), dimana hak cipta batik tradisional

tersebut dipegang oleh Negara. Hal ini berarti bahwa Negara menjadi wakil

bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional

yang ada. Perwakilan oleh Negara dimaksudkan untuk menghindari sengketa

Page 75: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

75

penguasaan atau kepemilikan yang mungkin timbul di antara individu atau

kelompok masyarakat tertentu. Selain itu, penguasaan oleh Negara menjadi

penting, khususnya apabila terjadi pelanggaran hak cipta atas batik tradisional

Indonesia yang dilakukan oleh pihak negara lain.

Tiap hak kekayaan intelektual memiliki pembatasan jangka waktu.

Tetapi, pembatasan jangka waktu tersebut hanya membatasi hak ekonomi atas

suatu ciptaan (dalam hal ini adalah motif batik). Artinya, hak ekonomi berupa

hak eksklusif (untuk menggunakannya dalam bisnis) yang dimiliki oleh

pencipta berlaku selama hidup pencipta dan 50 tahun setelah pencipta

meninggal dunia. Adapun hak moral atau hak untuk tetap dicantumkannya

nama pencipta dalam motif batik akan tetap melekat sampai kapan pun.

Seni batik Banyumas yang dibuat dengan cara-cara yang konvensional

layak untuk dilindungi sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 12 Ayat (1)

huruf i Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Penjiplakan

terhadap batik Banyumas jelas merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap

hak cipta. Pada dasarnya, sekalipun seni batik di Indonesia telah mendapat

perlindungan, namun hal ini tidak berarti bahwa para pencipta batik,

khususnya batik Banyumas telah memanfaatkan Undang-Undang No. 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta tersebut dalam upaya mendapatkan

perlindungan bagi hasil karya cipta batiknya. Masih banyak para penggiat

Batik Banyumas yang belum memahami undang-undang tersebut, khususnya

para pengusaha batik skala kecil. Di sisi lain, sebagian penggiat maupun

pengusaha batik yang telah mengetahui Undang-Undang No. 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta pun belum menganggap penting keberadaan undang-

undang tersebut.

Page 76: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

76

Banyak faktor yang menyebabkan pencipta maupun pengrajin batik

Banyumas enggan untuk memanfaatkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002,

diantaranya adalah masih rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat

terhadap hak cipta, mereka juga belum menganggap penting perlindungan

hukum terhadap pendaftaran hak cipta batik, di samping karena biaya

pendaftaran hak cipta yang relatif mahal dan prosedur pendaftaran yang

berbelit-belit juga dikarenakan banyaknya syarat permohonan pendaftaran

ciptaan yang harus dipenuhi. Muhamad Firmansyah (2008) dalam bukunya

“Tata Cara Mengurus HAKI”, menuliskan syarat- syarat permohonan

pendaftaran ciptaan sebagai berikut:

a. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap tiga (formulir dapat dimintasecara cuma-cuma pada Kantor DJHKI), lembar pertama dari formulirtersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah);

b. Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan hal-hal berikut:1) Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;2) Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta (nama,

kewarganegaraan dan alamat kuasa) jenis dan judul ciptaan;3) Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;4) Uraian ciptaan rangkap tiga;

c. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satuciptaan;

d. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak ciptaberupa fotocopy KTP atau paspor

e. Jika pemohon badan hukum, maka pada surat permohonannya harusdilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut

f. Melampirkan surat kuasa, bilamana permohonan tersebut diajukan olehseorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut

g. Jika permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, maka untukkeperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempattinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI

h. Jika permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dariseorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harusditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon

i. Melampirkan bukti pemindahan hak jika ciptaan tersebut telahdipindahkan

j. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya ataupenggantinya

k. Membayar biaya permohonan pendaftaran ciptaan Rp.75.000, khususuntuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesarRp.150.000.

Page 77: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

77

Kendala lain terkait dengan masih rendahnya pemanfaatan instrumen

pendaftaran Hak Cipta seni batik oleh para pengrajin batik Banyumas adalah

karena faktor budaya dari para pengrajin batik yang menganggap bahwa suatu

penjiplakan atau peniruan motif batik merupakan suatu hal yang biasa.

Bahkan pengusaha batik skala kecil cenderung merasa bangga jika hasil karya

cipta motif batik mereka ditiru atau dinikmati oleh pihak lain sehingga mudah

tersebar luas di masyarakat, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan

penjualan kain batik mereka. Menurut Parlugutan Lubis dalam buku karangan

Abdulkadir Muhammad (2001) yang berjudul “Kajian Hukum Ekonomi Hak

Kekayaan Intelektual”, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi warga

masyarakat untuk melanggar HKI antara lain:

a. Pelanggaran HKI dilakukan untuk mengambil jalan pintas gunamendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggarantersebut;

b. Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan olehpengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventifmaupun represif yang dilakukan oleh para penegak hukum;

c. Ada sebagian warga masyarakat sebagai pencipta yang bangga apabilahasil karyanya ditiru oleh orang lain, namun hal ini sudah mulai hilangberkat adanya peningkatan kesadaran hukum terhadap HKI;

d. Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggarantersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah; dan

e. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asliatau palsu (aspal), yang penting bagi mereka harganya murah danterjangkau dengan kemampuan ekonomi.

Sistem pendaftaran hak cipta berdasarkan Undang-Undang No. 19

Tahun 2002 bersifat deklaratif artinya, pendaftaran bukan merupakan suatu

keharusan. Menurut Rachmadi Usman (2003) dalam bukunya “Hukum Hak

Atas Kekayaan Intelektual” menyatakan bahwa pendaftaran hanya untuk

pembuktian, bukan untuk menerbitkan hak melainkan hanya memberikan

Page 78: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

78

dugaan atau sangkaan hukum (rechtsvermoeden) atau presumption iuris yaitu

pihak yang haknya terdaftar adalah pihak yang berhak atas hak tersebut dan

sebagai pemakai pertama atas hak yang didaftarkan.

Berdasarkan sistem tersebut, maka pendaftaran karya seni batik bukan

merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta

sebagaimana tersirat dalam penjelasan Pasal 35 Ayat (4) yang menyatakan

bahwa ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Hak cipta timbul

secara otomatis setelah ide pencipta dituangkan dalam suatu karya cipta yang

berwujud, misalnya dalam karya seni batik. Hal ini berarti bahwa suatu

ciptaan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, akan tetap dilindungi oleh

undang-undang. Pendaftaran hak cipta akan bermanfaat untuk membuktikan

kebenaran pihak yang dianggap sebagai pencipta yang sebenarnya apabila

terjadi sengketa kasus di pengadilan. Artinya pendaftaran yang dilakukan

oleh pencipta dijadikan sebagai dasar pembuktian untuk menentukan

kebenaran pencipta dan bukan sebagai dasar kepemilikan pencipta yang

bersangkutan.

Apabila terjadi sengketa terkait dengan hak cipta, pengajuan tuntutan

dapat dilakukan secara pidana. UU No. 19 Tahun 2002 telah merumuskan

perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana hak cipta.

Undang-undang tersebut juga telah membuka upaya memaksimalkan

perlindungan terhadap hak cipta melalui perubahan status tindak pidana hak

cipta dari delik aduan menjadi delik umum (delik biasa), artinya pihak aparat

Page 79: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

79

penegak hukum dapat dengan serta merta menindak dan memproses pelaku

tindak pidana hak cipta tanpa harus menunggu laporan atau aduan dari

masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan oleh pelaku tindak pidana hak

cipta. Selain itu, ancaman pidananya pun diperberat, guna lebih melindungi

pemegang hak cipta dan sekaligus memungkinkan dilakukan penahanan

sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Pelaku pelanggaran hak cipta dapat dipidana penjara paling singkat

1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta

rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Jika ditinjau dari

ketentuan pidana dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Pasal 72 ayat

(1) tersebut, cukup sesuai apabila diterapkan pada para pelaku pelanggaran

hak cipta, khususnya pada karya seni batik.

Page 80: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

80

BAB V

SIMPULAN

Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta atas batik Banyumas berdasarkan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 mencakup batik kontemporer dan batik

tradisional. Batik kontemporer merupakan seni batik hasil kreasi dan inovasi dari

perajin batik saat ini yang dibuat secara konvensional untuk tujuan komersil atau

industri. Seni batik tersebut mendapat perlindungan hukum karena termasuk

dalam lingkup seni menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor

19 Tahun 2002. Adapun seni batik tradisional yang mengandung makna filosofis,

simbolis dan nilai kesakralan serta digunakan sebagai busana dalam tatanan dan

tuntunan budaya yang merupakan bagian dari folklor dilindungi oleh Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 10 ayat (2).

Page 81: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

81

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Anonim, Katalog Batik Banyumasan, Disperindagkop, Kabupaten Banyumas,2008.

Damian, Eddy, Hukum Hak Cipta UUHC No. 19 Tahun 2002, Alumni, Bandung, .2002.

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2008.

Djubaidah dan Muhamad Jumhana, Hak Milik Intelktual (Sejarah, Teori danPrekteknya di Indonesia), Citra Adiyta Bhakti, Bandung, 1997.

Doellah, Santosa, Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan, Danar Hadi,Surakarta, 2002.

Firmansyah, Muhamad, Tata Cara Mengurus HAKI, Visi Media, Jakarta, 2008.

Hamzuri, Batik Klasik, Djambatan, Jakarta, 1981.

Hanitijo, Soemitro Ronny, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1998.

Harjowidigdo, Rooseno, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik, Perum PercetakanNegara RI, Jakarta, 2005.

Hidayat, Komaruddin dan Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia: MenemukanKembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Bandung, 2008.

Indria, Alga, Katalog Pameran Batik Bandung Kontemporer, Yogyakarta, 2008.

Kesowo, Bambang, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual(HAKI) di Indonesia, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1995.

Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang, UII Press, Yogyakarta, 2006.

Lindsey, Tim, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT.Alumni, Bandung,2006.

Margono, Suyud, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, Novindo PustakaMandiri, Jakarta, 2003.

Mertokusumo, Sudikno, 2010, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, UniversitasAtmajaya, Yogyakarta 2010.

Page 82: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I - V SKRIPSI.pdf · bidang seni batik Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal

82

Muhammad, Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,Neighbouring Rights) dan Collecting Society), PT. Alumni, Bandung,2008.

Purba, Afrillyanna, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia Kajian PerlindunganHak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta,2005.

Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, PT.Alumni, Bandung,2003.

Riyanto, D., Cahyo B., dan Widyanto, M., Katalog Batik Indonesia, Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Indrustri Kerajinan dan Batik,Yogyakarta, 1997.

Saidin, O.K., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003.

Situngkir, Hokky dan Rolan Dahlan, 2009. Fisika Batik: Implementasi KreatifMelalui Sifat Fraktal pada Batik secara Komputasional.

Soekanto, Soeryono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TinjauanSingkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.

Suyanto, A.N, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta, 2002.

Tirta, Iwan, 2009. Quo Vadis Batik Indonesia, Makalah dalam KonferensiIntemasional Dunia Batik, Kerjasama antara International Centre forCulture and To ism (ICCT) dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,2-6 November, 2009.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Referensi Internet

www. Info hukum.com, diakses 5 April 2011

www.Info.HKI.com, diakses 7 Oktober 2011