bab i-iv
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs)
yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH pada
tahun 2015. Dalam rangka menurunkan Angka kematian Ibu (AKI) di
Indonesia, pada tahun 2000 pemerintah merancang Making Pregnancy
Safer (MPS) dimana diharapkan kehamilan dan persalinan di Indonesia
dapat berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup sehat salah
satunya melalui persalinan operasi sectio caesarea (Depkes, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO), standar rata-rata
sectio caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di rumah sakit
pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih
dari 30% (Dewi P, 2007).
Permintaan sectio caesarea di sejumlah negara berkembang
melonjak pesat. Pada tahun 70-an permintaan sectio caesarea adalah
sebesar 5%, kini lebih dari 50% ibu hamil menginginkan operasi sectio
caesarea (Judhita, 2009).
1
2
Saat ini persalinan dengan sectio caesarea bukan hal yang baru
lagi bagi para ibu dan golongan ekonomi menengah keatas. Hal ini
terbukti meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesarea di
Indonesia dari 5% menjadi 20% dalam 20 tahun terakhir. Dan tercatat
dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35.7% - 55.3% ibu melahirkan
dengan proses sectio caesaria (Kasdu, 2003). Peningkatan persalinan
dengan sectio caesaria ini disebabkan karena berkembangnya indikasi
dan makin kecilnya risiko dan mortalitas pada sectio caesaria yang
didukung dengan teknik operasi anastesi serta ampuhnya anti biotika.
Menurut survey yang dilakukan oleh Prof. Dr. Gulardi dan dr. A.
Basalamah, pada 64 rumah sakit di Jakarta menunjukkan dari 17.665
kelahiran, sebanyak 35,7 sampai 55,3 % melahirkan dengan operasi
sesar. Data lain dari RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2000,
menyebutkan bahwa dari jumlah persalinan sebanyak 404 per bulan, 30
% diantaranya merupakan persalinan sesar (Kasdu, 2003).
RSUD Kabupaten Bekasi merupakan salah satu rumah sakit
pemerintah yang berkembang di Jalan Teuku Umar, Desa Wanasari,
Cibitung. Angka kejadian operasi sectio caesarea di rumah sakit ini
mencapai 582 (51,6%.) dari 1127 ibu yang menjalani persalinan pada
tahun 2011. Sedangkan jumlah pasien yang melakukan sectio caesarea
pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun 2012 adalah
sebanyak 89 orang (Profil RSUD Kab. Bekasi, 2012).
3
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan harus
dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan
anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan
fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari
premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan
dan perawatan setelah anestesi.
Sectio caesarea merupakan salah satu tindakan operasi mayor
sehingga setiap ibu yang akan menjalani operasi itu pasti merasa cemas
karena akan mengalami pembedahan pada bagian perut dengan irisan
yang lebar dan dalam. Di dalam proses persalinan membutuhkan
tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin terjadi saat persalinan
berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi uterus,
dilatasi servik, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam,
vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar sehingga
membutuhkan anestesi.
Operasi sectio caesarea adalah tindakan medis untuk membantu
menurunkan angka mortalitas. Banyak kasus yang ditemukan yang
menghambat persalinan normal sehingga menjadi indikasi bagi ibu
untuk menjalani operasi sectio caesarea. Dalam menghadapi operasi
ini, faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi lancar atau tidaknya suatu proses persalinan.
4
Menurut Barbara (1996) tindakan operasi seperti sectio caesarea
merupakan salah satu bentuk intervensi medis terencana yang biasanya
berlangsung lama, dan memerlukan pengendalian pernafasan, sehingga
sangat beresiko terhadap keselamatan jiwa seseorang dan dapat
membuat pasien maupun keluarga cemas.
Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambil tindakan guna menghadapi ancaman (Ibrahim,
2012). Kecemasan juga dapat diartikan sebagai respons emosional
terhadap penilaian individu yang subjektif sebagaimana keadaannya
dipengaruhi alam bawah sadar dan belum diketahui penyebabnya.
Selama periode kehamilan hampir sebagian besar ibu hamil sering
mengalami kecemasan. Namun tingkat kecemasannya berbeda-beda dan
tergantung pada sejauh mana ibu hamil akan mempersepsikan
kehamilannya (Pieter, 2010).
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam
menghadapi persalinan antara lain: umur, paritas, pendidikan,
pekerjaan, (Stuart & Sundeen, 2008).
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai manfaat kunjungan Ante
Natal Care (ANC) juga dapat mengakibatkan kecemasan pada saat
proses persalinan normal maupun operasi caeasarea. Dan sudah dapat
dipastikan ibu yang tidak tahu akan proses dalam persalinan akan
mengalami kecemasan lebih tinggi daripada ibu yang tahu tentang
5
proses persalinan. Ada berbagai alasan ibu hamil tidak melakukan
pemeriksaan kehamilanya antara lain karena sosial ekonomi yang
rendah, pendidikan yang masih rendah, adanya kepercayaan penduduk
yang salah tetapi masih diyakini sebagai suatu kebenaran, jarak yang
jauh antara pemukiman warga dan tempat pelayanan kesehatan.
Dampingan sosial terutama suami yang memberikan dampingan
informasi sangat berpengaruh pada persepsi istri terhadap proses
persalinan khususnya ibu yang akan melahirkan serta dapat
memberikan dorongan fisik dan moral bagi ibu yang melahirkan,
sehingga ibu akan merasa lebih tentram (Helen, 1999).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data persalinan dengan tindakan sectio caesarea di
RSUD Kabupaten Bekasi pada tahun 2011 yang mencapai 51.64%.
serta mengingat sectio caesarea merupakan salah satu tindakan operasi
mayor sehingga setiap ibu yang akan menjalani operasi itu pasti merasa
cemas karena akan mengalami pembedahan pada bagian perut dengan
irisan yang lebar dan dalam sehingga mempengaruhi situasi emosional
pasien maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dan
merumuskan permasalahan tentang faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan
tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Bekasi tahun 2012?
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu sebelum
melahirkan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum
Daerah Bekasi tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara faktor umur dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor paritas dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pendidikan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
d. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pekerjaan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
e. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
7
f. Untuk mengetahui hubungan antara faktor dukungan keluarga
dengan kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan tambahan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan Selanjutnya dapat
menjadi bahan perbandingan untuk dikaji lebih jauh lagi sebagai
dasar untuk penelitian lebih lanjut bagi institusi pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Ibu Hamil
Sebagai tambahan pengetahuan ibu hamil khususnya pada ibu
yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan.
b. Bagi RSUD Kabupaten Bekasi
Sebagai masukan dan bahan bacaan perpustakaan khususnya
untuk tenaga kesehatan di RSUD Kabupeten Bekasi untuk
menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea, sehingga mampu untuk memberikan intervensi
keperawatan yang tepat untuk menurunkan kecemasan.
8
c. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan perpustakaan dan untuk menambah
referensi juga sebagai landasan peneliti lain untuk meneruskan
penelitian.
d. Bagi Mahasiswa dan Mahasiswi.
Sebagai referensi bacaan untuk dijadikan acuan dalam
penyusunan proposal dan tugas akhir.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi ibu sebelum melahirkan dengan
tindakan sectio caesarea, penelitian ini memakai data primer yang diuji
langsung pada responden melalui kuesioner di RSUD Kabupaten
Bekasi pada tahun 2012.
Dalam penelitian ini membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai
berikut:
1. Sifat penelitian : Analitik Kuantitatif
2. Subjek penelitian : Semua ibu hamil yang akan menjalani operasi
sectio caesarea dan juga yang pernah menjalani operasi sectio
caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi tahun
2012.
9
3. Objek penelitian : Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio
caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi tahun
2012.
4. Waktu penelitian : dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam sehingga
memungkinkan seseorang mengambil tindakan guna menghadapi
ancaman (Ibrahim, 2012).
Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu
pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental, kesukaran dan
tekanan yang menyertai suatu konflik atau fenomena yang sangat
tidak menyenangkan serta ada hubungannya berbagai perasaan
(Stuart & Sundeen, 2008).
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat
disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai
mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal
kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan
yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.
(Alwisol, 2005).
10
11
Kecemasan adalah emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan
kehamilan yang hubungan ini tidak jelas. Cemas mungkin sebagai
emosi positif sebagai perlindungan menghadapi stressor, yang bisa
menjadi masalah apabila berlebihan. Seseorang akan menderita
gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu
mengatasi tekanan psikososial yang dihadapinya (Hawari, 2006).
Gangguan cemas disebabkan oleh situasi atau objek yang
sebenarnya tidak membahayakan yang mengakibatkan situasi atau
objek tersebut dihindari secara khusus atau dihadapi dengan
perasaan terancam. Perasaan tersebut tidak berkurang walaupun
mengetahui bahwa orang lain menganggap tidak berbahaya atau
mengancam (Ibrahim, 2012).
Kecemasan dapat muncul dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Melakukan pertimbangan, kesan atau rangsangan secara
berulang kali dan dilakukan melalui elaborasi dan sering kali
membahayakan.
b. Gangguan stress pasca-trauma
Gangguan ini terjadi secara berulang, yang disebabkan oleh
kecemasan sebagai akibat peristiwa mengerikan yang pernah
dialaminya.
12
c. Gangguan panic
Serangan tidak dapat diduga muncul dalam bentuk
kecemasan akut, yang berlangsung dalam waktu 10 menit. panik
terjadi dalam situasi keluarga atau hal lain misalnya keramaian
atau situasi lainnya dalam elevator (tangga berjalan).
Kepanikan merupakan episode kecemasan yang ekstrim
dalam merespon suatu ancaman yang nyata. Kepanikan
memperlihatkan gejala antara lain : keluhan sakit di dada,
keringat, demam, nafas pendek, sakit kepala atau perasaan aneh
dan takut kehilangan pengawasan pada dirinya (Ibrahim, 2012).
2. Teori Kecemasan
(Stauart & sundeen, 1998) menyatakan ada beberapa teori yang
telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan diantaranya :
a. Faktor predisposisi
1) Teori Psioanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian id dan super ego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitive seseorang. Sedangkan
superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
aku, berfungsi menengahi tuntunan dari dua elemen yang
13
bertentangan, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
2) Teori interpersonal
Cemas timbul dari perasaan takut terhadap tidak ada
permintaan dan penolakan interpersonal. Cemas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, misalnya
seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang yang dengan harga diri rendah
terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang
berat.
3) Teori perilaku
Cemas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap
ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari dari kepedihan.
Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang
terbiasa dalam kehidupan dalam dirinya diharapkan pada
kekuatan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas
pada kehidupan selanjutnya.
Menurut Green dalam (Notoatmojo, 2007). Perilaku
adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan
tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun
14
tanpa sadar. Green menempatkan akar perilaku dalam
kelompok faktor, yaitu :
a) Faktor pendorong (predisposing),
Adalah faktor pencetus timbulnya perilaku, pikiran
dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan
persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu
untuk berperilaku.
b) Faktor pemungkin (enabling)
Adalah faktor yang memungkinkan timbulnya
perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi
kenyataan. Termasuk di dalamnya adalah lingkungan
fisik dan sumber-sumbernya yang ada di masyarakat.
c) Faktor penguat (reinforcing)
Adalah faktor yang merupakan sumber
pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti
misalnya keluarga, teman dan guru.
b. Faktor presipitasi
Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan
pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan.
Pengalaman ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi
dan hubungan interpersonal.
15
3. Etiologi Kecemasan
Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan
super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive,
sedangkan super ego menceminkan hati nurani dan dikendalikan
oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart, 2007).
Stressor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal dan Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
jenis yaitu :
a. Ancaman pada integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini,
stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor
yang dapat menyebabkan gangguan fisik. Sedangkan yang
menjadi sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme
fisiologi tubuh.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi
seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber eksternal yaitu
kehilangan orang yang berarti dan ancaman yang berasal dari
16
sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal
dirumah, tempat kerja, atau menerima peran baru.
4. Macam-macam Kecemasan
Menurut Frued dalam Stuart & Sundeen (1998) ada dua tipe
kecemasan :
a. Kecemasan primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi lahir akibat
stimulasi tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian
berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas
akibat kelaparan dan kehausan. Penyebab kecemasan primer
adalah ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor
internal.
Gejala – gejala :
- Perasaan takut
- Mudah berdebar-debar
- perasaan payah (lemah, lesu)
- Tachy cardi
- Hypertensi sifatnya sistolik
- Polyuri (sering kencing)
- Perasaan tersumbat di tenggorokan
b. Kecemasan subsekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada
jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen
17
kepribadian yaitu id dan superego berada dalam kondisi bahaya
atau kecemasan timbul untuk sebab yang tidak disadari justru
kecemasan akan bertambah.
Gejala – gejala :
- Sakit kepala
- Keluhan – keluhan gastro interistal
- Kelelahan
- Pada pemeriksaan fisik lengkap tidak ditemukan kelaianan
apapun
5. Tingkat Kecemasan
a. Kecemasan ringan : Berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari, ansietas ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
b. Kecemasan sedang : Memungkinkan individu untuk berfokus
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan
demikian, individu mengalami tidak perhatian yang tidak
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika
diarahkan untuk melakukannya.
c. Kecemasan berat : Sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
18
spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk satu masalah.
d. Panik : panik berhubungan dengan ketakutan dan teror, Karena
mengalami kehilangan kendali, orang yang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpangkan
kehilangan pikiran yang rasional. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi,
pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, hiperaktif, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak,
menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
Gambar 2.1Rentang Respon Kecemasan
Adaftif Mal adaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat panic
Sumber Stuart & Sundeen 1998.
19
B. Kecemasan Pre-Operasi
1. Definisi
Pre berarti sebelum, dan operasi berarti suatu tindakan
pembedahan. Pre-operasi berarti suatu keadaan sebelum dilakukan
tindakan operasi. Tujuan utama adalah untuk mengadakan penilaian
sebelum pembedahan atau pre-operasi, untuk mengenali masalah
atau persoalan yang menyangkut resiko pembedahan (Schrock,
1995).
Kecemasan pasien menghadapi pre-operasi adalah kecemasan
terhadap masalah menjelang pelaksanaan operasi yang akan
dihadapi pasien dimana merupakan suatu perasaan yang tidak
menyenangkan dan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang
menimbulkan stress dan konflik, bersifat subyektif, dan timbul
karena individu merasa dirinya menghadapi ketegangan. Kecemasan
pasien pre-operasi termasuk state anxiety yaitu gejala kecemasan
yang timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu. Situasi-
situasi ini akan menyebabkan individu mengalami kecemasan dan
gejalanya akan selalu tetap tampak selama situasi tersebut ada.
Pada kecemasan pre-operasi sering ditandai oleh perasaan
tegang, apprehension, gelisah dan perasaan khawatir, pada anak-
anak juga mengalami ketakutan berpisah dengan orangtua dan
lingkungan rumah, kehilangan kontrol yang sering disebabkan
20
karena rutinitas rumah sakit yang kurang familier, instrumen
pembedahan dan prosedur rumah sakit.
2. Deskripsi Kecemasan Pasien Pre-Operasi
Tindakan pembedahan akan menimbulkan ketakutan dan
kecemasan pada pasien walaupun respon individu terhadap tindakan
tersebut berbeda-beda. Beberapa pasien menyatakan takut dan
menolak dilakukan tindakan pembedahan, tetapi klien mengatakan
tidak tahu yang menjadi penyebabnya, namun ada juga beberapa
pasien yang menyatakan ketakutannya dengan jelas dan spesifik
(Long, 2008).
Menurut Smeltzer & Bare (2002), segala bentuk prosedur
pembedahan selalu dilalui dengan reaksi emosional klien baik
tersembunyi atau jelas, normal dan abnormal. Kecemasan pasien
pre-operasi merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu
pengalaman yang dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap
perannya dalam hidup, integritas tubuh bahkan kehidupannya.
Kecemasan sangat mempengaruhi fungsi tubuh pada tindakan
operasi, oleh karena itu perawat perlu mengidentifikasi kecemasan
yang dialami pasien. Kecemasan dan reaksi ini bisa didasarkan pada
banyak faktor yang meliputi ketidaknyamanan dan perubahan-
perubahan yang diantisipasi baik fisik, finansial, psikologi, spiritual,
sosial dan akhir dari pembedahan tersebut.
21
3. Manifestasi Kecemasan
Kecemasan mempunyai gejala baik secara fisiologis,
emosional, maupun kognitif. Gejala secara fisiologis meliputi
peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi napas, mata bergetar gemetar, mual, sering kencing, badan
terasa sakit, pusing, panas dingin.
Gejala cemas secara emosional ditandai dengan individu
mengatakan merasa takut, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan
kontrol, tegang, tidak dapat rileks dan antisipasi kemalangan. Selain
itu individu juga memperlihatkan peka rangsang tidak sabar, marah
meledak-ledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain,
reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri dan orang lain. Sedangkan
berdasarkan reaksi kognitif kecemasan ditandai dengan tidak
mampu konsentrasi, disorientasi lingkungan, pelupa, termenung,
orientasi masa lalu, dan pada saat ini serta masa yang akan datang.
Reaksi fisiologis terhadap kecemasan merupakan reaksi yang
pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan
frekuensi nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah dan
peningkatan suhu tubuh, relaksasi otot polos pada kandung kemih
dan usus, kulit dingin dan lembab, peningkatan respirasi, dilatasi
pupil, dan mulut kering (Smeltzer & Bare, 2002).
22
4. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi :
1) Faktor eksternal
a) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma
fisik, pembedahan yang akan dilakukan).
b) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas
diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta
perubahan peran (Stuart & Sundeen, 1998).
2) Faktor ineternal
Menurut Stuart & Sundeen (1998) kemampuan individu
dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan
oleh :
a) Potensi Stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang sehingga seseorang itu terpaksa mengadakan
adaptasi.
b) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan keperibadian lebih
sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena
individu matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar
terhadap kecemasan.
23
c) Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah
pada seseorang akan menyebabkn orang tersebut mudah
mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin muadah berfikir rasional
dan menangkap informasi baru termasuk dalam
menguraikan masalah yang baru.
d) Keadaan fisik
Seseorang mengalami gangguan fisik seperti cidera akan
operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik, di samping
itu orang yang mengalami kelelahan fisik mudah mengalami
kecemasan.
e) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan akibat kecemasan daripada orang yang
berkepribadian B. Adapun ciri-ciri orang yang
berkepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius,
ingin serba sempurna, merasa diburu-buru waktu, mudah
gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot
mudah tegang. Sedangkan orang yang berkepribadian B
memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian
24
A, karena tipe B adalah orang yang penyabar, tenang teliti
dam rutinitas.
f) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata
lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia
berada di lingkungan yang bisa dia tempati.
g) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata
lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan
daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang
berpendapat sebaliknya.
h) Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cenmas
yang ditandai kecemasan yang spontan dan episodik.
Gangguan ini lebih sering dialami wanita dibanding dengan
pria.
C. Faktor yang menyebabkan kecemasan sebelum melahirkan
1. Umur
Umur adalah variabel yang sudah diperhatikan dalam
penyelidikan epidemilogi, yaitu pada angka kesulitan ataupun angka
kematian (Notoatmodjo, 2003).
25
a. Usia < 19 Tahun
Usia muda dianggap beresiko bagi kehamilan pada ibu
yang terlalu muda biasanya timbul karena mereka belum siap
secara psikis maupun fisik. Secara psikis, umunya remaja belum
siap menjadi ibu. Secara fisik, karena beberapa organ reproduksi
remaja putri seperti rahim belum cukup matang untuk
menanggung beban kehamilanya.
b. Usia 20 – 35 tahun
Umur reproduksi sehat pada seseorang wanita berkisar
antara 20-35 tahun, artinya melahirkan setelah 20 tahun, jarak
persalinan sebaiknya 2-3 tahun dan berhenti melahirkan setelah
umur 35 tahun. Wanita di usia ini dianggap ideal untuk
menjalani kehamilan dan persalinan karena pada usia ini kondisi
fisik pada wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu
memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk
kehamilan. Secara psikis, kondisi mental ibu telah siap, yang
berdampak pada prilaku merawat dan menjaga kehamilanya
secara hati-hati.
c. Usia ≥ 35 tahun
Usia ≥ 35 tahun maka kehamilanya dianggap rawan karena
fungsi organ reproduksi sudah menurun sehingga
mengakibatkan pendarahan yang menyebabkan tingkat
morbiditas dan mortalitas meningkat.
26
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak keseluruhan pada ibu baik yang
hidup ataupun yang meninggal. Ibu hamil yang akan melahirkan
anak semakin sering ibu melahirkan semakin banyak, pengalaman
yang diperoleh tentang metode merawat bayi (Hurlock, 1999).
Pembagian paritas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Paritas 1 ( ≥ 3 anak) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi, karena lebih tinggi paritas lebih tinggi akan
kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani
dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada
paritas tinggi dapat dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan.
b. Paritas 2-3 (≤ 2 anak) merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal (Prawirohardjo, 2006)
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan peran penting dalam proses tumbuh
kembang seluruh kemampuan dan perilaku manusia. Dengan
pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi
kualitas pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
27
untuk lebih mudah menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo,
2003).
Pengetahuan ibu yang pendidikanya tinggi atau ≥ SLTA akan
lebih siap untuk menghadapi persalinan di banding dengan ibu
hamil yang pendidikanya rendah atau ≤ SLTP.
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari
dalam kehidupanya. Pengalaman dan pendidikan seseoarang dari
sejak kecil akan mempengaruhi sikap dan penampilan seseorang.
Hurlock mengemukakan bahwa kesesuaian antara pekerjaan dalam
diri seseorang memberikan kesan dan pengetahuan. (Hurlock,
1999). Di ketahui ibu yang bekerja lebih aktif di banding dengan ibu
yang tidak bekerja atau ibu yang bekerja lebih stabil di banding ibu
yang tidak bekerja.
5. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada
waktunya penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran, dan indera pengelihatan. Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
28
berbeda-beda.secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek
yang diketahuinya tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami
objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan memisahkan, kemudian mencari hubunggan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu
sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk aedes agepty
29
dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart)
siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan sesorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis
dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau
kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar,
dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah
dibaca.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
dimasyakarat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau
menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak,
seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi
keluarga, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2010).
30
6. Dukungan Keluarga
Wanita hamil dengan dukungan keluarga yang tinggi tidak
akan mudah menilai situasi dengan kecemasan, karena wanita hamil
dengan kondisi demikian tahu bahwa akan ada keluarganya yang
membantu. Wanita hamil dengan dukungan keluarga yang tinggi
akan mengubah respon terhadap sumber kecemasan dan pergi
kepada keluarganya untuk mencurahkan isi hatinya. Pada penelitian
ini juga didapatkan sumbangan dukungan suami terhadap
kecemasan ibu hamil menghadapi kelahiran. Suami atau orang
terdekat yang memberikan dorongan fisik dan moral bagi ibu yang
melahirkan, sehingga ibu akan merasa lebih tentram (Ferrer Helen,
1999 ).
D. Persalinan
1. Persalinan dan persalinan sectio caesarea
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks,
dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses
dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42) minggu, lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam
31
18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Prawirohardjo, 2006).
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, palsenta, dan
membrane dari dalam perut Rahim melalui jalan lahir (Bobak,
2005). Persalinan adalah suatu proses fisiologik yang
memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk
dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir atau jalan lain yang
disebabkan dapat memberikan dampak buruk bagi ibu dan janin jika
proses melahirkan melalui jalan lahir. Persalinan sectio caesarea
dapat menjadi tindakan alternatif jika proses persalinan secara
normal memberikan dampak buruk bagi ibu dan janinnya. Sectio
caesarea adalah penanganan yang tepat untuk gangguan janin yang
disebabkan karena kelahiran pervaginam tidak segera terjadi
(Hacker & Moore, 2001).
Menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus
abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau
lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina
akan mengarah pada komplikasi, kendati cara ini semakin umum
sebagai pengganti kelahiran normal (Dewi Y, 2007).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan
operasi Caesarea (SC) adalah Pembedahan untuk melahirkan janin
dari dalam Rahim dengan membuka dinding perut dan dinding
32
uterus dengan membuat sayatan melalui dinding depan perut dan
vagina.
2. Jenis insisi
Menurut Liu (2007), jenis insisi pada sectio caesarea ada dua
macam, yaitu:
a. Insisi abdominal
1) Insisi garis tengah
Insisi ini mudah dan cepat dengan perdarahan minimal.
Berguna jika akses ke segmen bawah sulit dilakukan,
contohnya jika ada kifosklerosis berat atau fibroid segmen
bawah anterior.
2) Insisi transversal
Insisi transversal merupakan insisi pilihan saat ini.
Insisi ini secara kosmetik memuaskan, lebih sedikit
menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit ketidaknyaman,
dan memungkinkan mobilitas pasca operasi yang lebih baik.
b. Insisi uterus
1) Sectio caesarea segmen bawah (profunda) Insisi ini adalah
pendekatan yang lazim digunakan. Insisi transversal
dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
33
2) Sectio caesarea klasik (korporal) Insisi ini ditempatkan
secara vertikal di garis tengah uterus kira-kira sepanjang 10
cm.
3) Insisi Kronig Gellhorn Beck Insisi ini adalah insisi garis
tengah pada segmen bawah yang digunakan pada kelahiran
prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk
atau dalam keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus
bagian atas yang dilakukan untuk memberi lebih banyak
akses.
3. Menurut Kasdu (2003) Indikasi pemberian tindakan Sectio
Caesarea antara lain:
a. Faktor janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant
baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir,
umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan dikarenakan
ibu menderita kencing manis. Apabila dibiarkan terlalu lama
di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2) Kelainan letak janin
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak
sungsang dan letak lintang. Letak sungsang yaitu letak
memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin
merupakan kutub bawah. Sedangkan letak lintang terjadi
34
bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak lurus
dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali
bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini
disebut juga prensentasi bahu.
3) Ancaman gawat janin
Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan
membuat untuk segera dilakukannya operasi. Apabila
ditambah dengan kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
pada saat belum lahir Janin mendapat oksigen (O2) dari
ibunya melalui tali pusat. Apabila terjadi gngguan pada tali
pusat (akibat ibu menderita tekanan darah tinggi), serta pada
tali pusat (akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi), maka
suplai oksigen (O2) yang disalurkan ke bayi akan berkurang
pula. Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas.
Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan
otak bahkan tidak jarang meninggal dalam Rahim. Apabila
proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka bedah
casarea merupakan jalan keluar satu-satunya.
4) Janin Abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan
hidrosepalus dapat menyababkan pengeluaran bayi
terhambat dan sulit untuk keluar sehingga dokter akan
memutuskan dilakukan tindakan operasi.
35
5) Faktor Plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat
menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin
sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi
yaitu plasenta previa (plasenta menutupi jalan lahir), solutio
Plasenta (plasenta lepas), plasenta accrete (plasenta
menempel kuat pada dinding uterus), Vasa previa (kelainan
perkembangan plasenta).
6) Kelainan Tali Pusat
Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi
yaitu prolapses tali pusat (tali pusat menumbung), dan terlilit
tali pusat. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
adalah keadaan penyembuhan sebagian atau seluruh tali
pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin
atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.
Dalam hal ini, persalinan harus segera dilakukan sebelum
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi, misalnya
sesak nafas karena kekurangan oksigen (O2). Terlilit tali
pusat atau terpelintir menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi
ke janin tidak lancar. Jadi, posisi janin tidak dapat masuk ke
jalan lahir, sehingga mengganggu persalinan maka
36
kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk
melahirkan bayi melalui tindakan Sectio Caesaerea.
7) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan dengan
tindakan secara sectio Caesarea. Kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Bayi kembar dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan melalui persalinan alami. Hal ini diakibatkan,
janin kembar dan cairan ketuban yang berlebihan membuat
janin mengalami kelainan letak. Oleh karena itu, pada
kelahiran kembar dianjurkan dilahirkan di rumah sakit
karena dapat terjadi kemungkinan sewaktu-waktu dapat
dilakukan tindakan operasi tanpa direncanakan. Meskipun
dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar lahir secara
alami. Faktor ibu juga menentukan tindakan operasi,
misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi
rahim, pernah mengalami trauma persalinan dan tindakan
sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin
harus dilahirkan dengan operasi.
b. Faktor ibu
1) Usia
37
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia
sekitar 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi.
Apalagi perempuan dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia
ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko,
misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing
manis dan pre eklamsia (kejang). Eklamsia (keracunan
kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga
seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan
dengan operasi caesarea.
2) Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran
lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi
susah keluar melalui jalan lahir.
3) Faktor hambatan panggul
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya adanya
tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit. bemafas. Keadan ini menyebabkan
persalinan terhambat atau macet yang biasa disebut distosia.
4) Kelainan kontraksi Rahim
Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi atau
tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar
38
pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
terdorong atau tidak dapat melewati jalan lahir dengan
lancar. Apabila keadaan tidak memungkinkan, maka dokter
biasanya akan melakukan operasi Caesarea.
5) Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini akan
membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal
sedikit atau habis.
6) Rasa takut kehilangan
Pada umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara
alami akan mengalami rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas
disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang
semakin kuat. Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang
perempuan yang akan melahirkan merasa ketakutan,
khawatir, dan cemas menjalaninya. Sehingga untuk
menghilangkan perasaan tersebut seorang perempuan akan
berfikir melahirkan melalui Caesarea.
4. Prosedur Operasi
a. Persiapan operasi
Prosedur persalinan cesar dilakukan oleh tim dokter yang
beranggotakan spesialis kandungan, spesialis anak, spesialis
anastesi, perawat dan bidan. Dokter akan menjelaskan alasan
39
perlunya dilakukan operasi cesar ini. Prosedur ini perlu karena
ini merupakan salah satu prosedur baku pelaksanaan operasi.
Bila dokter melakukan tindakan tanpa kesepakatan dengan pihak
pasien atau keluarganaya, maka dia dianggap melanggar kode
etik. Apabila pihak keluarga menyetujui, akan diminta surat
persetujuan secara tertulis. Hal ini penting untuk melindungi
profesi tenaga kedokteran sekaligus menghormati hak-hak
pasien.
Setelah itu ibu diminta puasa sedikitnya 9 jam sebelumnya
serta mengosongkan kandung kemih. Seperti pada saat
persalinan normal, perawat akan mencukur rambut sekitar
bagian perut bawah ibu hamil. Selanjutnya bagian perut yang
akan dibedah disterilkan sehingga diharapakan tidak ada bakteri
yang masuk saat operasi (Indiarti, 2007).
b. Pembiusan atau anastesi
Selanjutnya ibu hamil diberikan obat bius. Ada dua jenis
pembiusan, yaitu melalui rongga tulang belakang dan bius total.
Apabila cesar sudah direncanakan sebelumnya, umumnya ibu
hamil memilih bius epidural atau spinal agar tetap sadar dan
melihat bayinya saat lahir. Tapi jika kondisinya darurat, dokter
anastesi akan menbius total karena lebih aman dalam
menjalankan peroses kelahiran.
40
c. Pemasangan alat dan pembedahan
Berikutnya alat-alat pendukung seperti infus dan kateter
dipasangkan. Macam alat yang dipasangkan disesuaikan dengan
kondisi ibu.
1) Selang kateter dimasukkan untuk menampung aliran urine.
2) Selang infus dipasang.
3) Diberikan antacid untuk menetralisir asam lambung.
4) Alat monitor jantung dan tekanan darah dipasang.
Dalam keadaan terbius dokter akan melakukan sayatan di
perut bagian bawah, diikuti dengan pemotongan pada Rahim
bagian bawah untuk mengeluarkan bayi. Proses ini hanya
membutuhkan waktu kuarrang dari 3 menit. Bila semua siap
dokter akan melakukan sayatan sampai mencapai Rahim dan
kemudian selaput ketuban dipecahkan. Selanjutnya dokter akan
mengangkat bayi berdasarkan letaknya, apakah yang diambil
kepala atau kakinya. Selama melakukan sayatan dokter harus
memperhitungkan letak plasenta agar tidak terjadi perdarahan.
d. Ketuban dipecahkan dan bayi diangkat
Setelah itu, ketuban dipecahkandan bayi diambil dari
rongga panggul. Beberapa bayi tidak langsung bereaksi saat
dikeluarkan sehingga dokter harus melakukan tindakan
41
penyedotan lender atauair ketuban melalui mulut dan hidung
agar saluran pernafasan lebih bersih dan bayi dapat menangis.
Cara mengangkat bayi dilakukan dengan perlahan-lahan dan
kemudian diangkat sempurna dan segera dibawa ke meja
resusitasi.
e. Pengambilan plasenta
Setelah bayi dikeluarkan dari Rahim ibu, selanjutnya dokter
akan mengambil plasenta. Pengambilan plasenta dilakukan
secara berhati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Plasenta pada umumnya diserahkan pada ibu hamil
untuk mendapatkan perawatan yang baik. Pada umumnya
plasenta kemudian dicuci oleh sang suami agar bersih dari sisa-
sisa darah dan kemudian ditanam didepan rumah dengan cara
sesuai dengan adat setempat.
f. Penjahitan
Setelah semua proses selesai, langkah terakhir adalah
menjahit sayatan itu selapis demi selapis sehingga tertutup
semua. Tiap lapis disambungkan dengan sangat hati-hati dengan
benang dan alat yang steril. Benang yang digunakan sangat
halus agar dapat disembunyikan si bawah kulit. Luka operasi
akan segera ditutup kembali dengan jahitan pada masing-masing
lapisan dinding perut. Setelah operasi selesai dan sang ibu
dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada umumnya membutuhkan
42
waktu beberapa puluh menit agar kesadaran sang ibu kembali
normal baru kemudian dibawa keruangan perawatan.
5. Resiko dan keuntungan sectio caesarea
a. Resiko sectio caersarea
1) Terjadinya infeksi
Kesterilan adalah factor utama terjadinya infeksi. Bila
kesterilan tidak terjaga maka akan mengundang bakteri
penyebab infeksi. Apabila infeksi tidak ditangani, besar
kemungkinan akan menyebar ke organ tubuh lain bahkan
organ-organ penting seperti otak, hati dan sebagainya yang
bisa terkena infeksi sehingga dapat berakibat kematian.
Infeksi dapat dihindari dengan selalu memberikan operasi
yang akurat pada dokter sebelum keputusan tindakan Caesar
diambil. Dokter pasti akan memberikan saran terbaik untuuk
anda.
2) Kemungkinan terjadi keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu
karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ
tersebut meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut.
Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap
mengalami luka niscaya akan mengalami keloid pada
sayatan bekas operasinya. Cara mengatasi masalah itu
adalah dengan memberikan segala informasi tentang
43
penyakitnya sebelum kepastian tindakan caesarea dilakukan.
Jika harus menjalani caesarea sedangkan ibu punya potensi
penyakit demikian, tentu dokter memiliki jalan keluar,
misalnya diberikan obat-obatan tertentu melalui infus atau
langsung diminum sebelum atau sesudah caesarea.
3) Perdarahan Berlebihan
Memang perdarahan tak bisa dihindari dalam proses
persalianan. Misalnya plasenta lengket tak mau lepas. Bukan
tak mungkin setelah lepas akan menyebabkan perdarahan.
b. Keuntungan Caesarea
1) Sebagai Tindakan Penyelamatan
Adakalanya persalinan normal tak berjalan sebagai
mana diharapkan dan harus menggunakan alat bantu. Namun
demikian, tak semua persalinan yang tidak lancar dapat
ditolong oleh alat bantu. Dokter akan mengambil tindakan
tersebut bila syarat-syaratnya sudah terpenuhi, yakni ada di
indikasi, ketuban sudah pecah, pembukaan sudah lengkap,
kepala bayi sudah didasar panggul, janin dalam koondisi
hidup, kepala sudah cukup cakap untuk ditolong alat abntu
tersebut. Namun jika kedua teknik itu gagal, maka operasi
caesarea sebagai satu-satunya solusi terbaik.
2) Ibu tidak merasakan nyeri saat kontraksi
44
Sang ibu tidak akan merasa cemas oleh rasa nyeri
saatkontraksi sebelumdan selama proses bersalin. Rasa nyeri
akan dirasakan sejak 6 jam pasca Caesar setelah reaksi obat
bius menghilang.
3) Persalinan lebih cepat
Dalam persalinan normal seorang ibu akan merasakan
mulas dan nyeri sekitar 48 jam. Pada persalinan anak kedua
dan selanjutnya bisa lebih singkat, misalnya 7 jam saja.
Berbeda dengan operasi Caesar seorang ibu akan
melahirkan, cukup datang jamm 08.00 malam, kemudian
berpuasa selama semalam sambil istirahat tidur nyenyak dan
paginya mandi yang bersih. Suami dan keluarga pun bisa
cukup santai dan tenang karena dokter akan bekerja secara
maksimal. Adapun pelaksanaan operasi itu kurang lebih 25-
30 menit saja dan tangis pertama bayi sudah terdengar.
Selanjutnya satu jam kemudian ibu akan pulih kesadarannya
dari pengaruh obat bius secara penuh dan sudah kembali ke
ruang istirahat.
4) Persalinan bisa direncanakan
Sang ibu maupun ayah dapat memilih jam atau tanggal
bayi itu akan dilahirkan. Akan tetapi hanya dalam rentang
waktu 1-2 minggu yang dapat dipilih.
5) Kehidupan seksual yang lebih baik
45
Ketika persalinan alamiah terjadi, maka janin seukuran
2,5-4,5 kg keluar melalui vagina. Akibatnya tentu dapat
diketahui yaitu melonggarnya rongga seksual wanita.
Berbeda denagn Caesar karena vagina tidak bekerja keras
mengeluarkan jabang bayi, maka vitalitasnnya masih terjaga
utuh. Jangan heran jika hubungan suami istri pun justru
tambah mesra nantinya, setelah masa nifas tentunya. Hal ini
merupakan keuntungan Caesar (Indiarti, 2007).
6. Perasaan yang Sering terjadi saat proses persalinan
a. Perasaan Takut Mati
Sekalipun peristiwa kelahiran merupakan fenomenal
fisiologis yang normal, namun kenyataanya, persalinan selalu
membawa resiko kematian. Bahkan proses persalinan normal
sekalipun, senantiasa ditandai adanya perdarahan dan kesakitan
luar biasa. Peristiwa ini menimbulkan ketakutan kematian, baik
dirinya atau bayinya.
Ketakutan kematian sangat mendalam menjelang kelahiran
bayi disebut ketakutan primer. Ketakutan primer menjadi
intensif bila orang tua, suami, dan orang yang bersimpatik
padanya ikut panik atau gelisah pada kondisi dirinya. Oleh
karena itu sikap menghibur dan melindungi dari suami atau
keluarganya sangat diperlukan, karena merupakan dukungan
moril mengatasi konflik batin, kegelisahan ddan ketakutan
46
lainnya. Selain itu, ketakutan primer biasanya datang bersamaan
dengan ketakutan sekunder, seperti kurangnya dukungan suami
atau kondisi ekonomi sulit. Ketakutan mati biasanya dikurangi
oleh mekanisme pertahanan diri yang kuat, seperti persiapan
mental menghadapi persalinan dan masalah yang serius.
b. Rasa Bersalah
Selain ketakuatan akan kematian, perasaan lain yang juga
turut mempengaruhi persalinan adalah perasaan bersalah atau
perasaan berdosa. Hal ini berkaitan dengan kehidupan emosi dan
cinta kasih yang diterima wanita dari ibunya. Manakala dia
menerima kasih sayang yang baik, maka kemungkinan rasa
bersalah tak begitu besar dibandingkan wanita dengan
kehidupan emosi yang tidak menyenangkan. Terutama bila anak
yang dilahirkan hasil pemerkosaan atau yang tidak
diinginkannya. Biasanya wanita ini cenderung ingin membunuh
bayinya.
Selain itu juga, rasa bersalah berkaitan dengan identifikasi
yang diterima ibu hamil. Jika proses identifikasi menjadi bentuk
yang salah, maka kemungkinan besar mengembangkan
mekanisme rasa bersalah atau berdosa pada ibunya. Keadaan
rasa bersalah atau berdosa membuat ibu akan semakin takut
pada kematian. Salah satu usaha yang dilakukannya ialah
meminta ibunya agar selalu menemaninya, sebelum, selama, dan
47
pasca kelahiran. Keadaan ibunnya diangggap sebagai obat
pengganti.
c. Rasa Takut Riel
Pada setiap wanita hamil, ketakutan melahirkan diperkuat
dengan rasa takut konkret, seperti ketakutan jikalau anak lahir
cacat atau keadaan patologis, takut bayinya akan bernasib buruk
karena dosa-dosanya dimasa silam. Ketakutan menjadi beban
hidup yang lebih berat, munculnya elemen-elemen takut yang
sangat mendalam dan tidak disadari kalau dipisahkan dengan
bayinya dan perasaan takut kehilangan bayi atau perpanjangan
rasa takut sebelumnya.
d. Trauma Kelahiran
Trauma kelahiran biasanya berhubungan dengan ketakutan
untuk berpisah dengan anak dari rahimnya, sehingga ada rasa
takut dan keengganan yang berlebihan ubtuk melahirkan bayi.
Kekuatan ini muncul karena sikap ibu yang berlebihan
melindungi bayinya, merasa tidak mampu menjaga bayi di luar
Rahim, ketakutan meninggalkan bayi dari sisinya seolah-olah
tidak mampu menjamin keselamatan bayinya. Analogi trauma
genital semacam ini merupakan bentuk gangguan seksual
neurotis.
e. Halusinasi Hipnagogik
48
Diantara kontraksi-kontraksi yang disertai rasa sakit juga
selalu berlangsung interval istirahat, yaitu waktu selang yang
tidak merasakan sakit. Dengan mendekatkan saat-saat kelahiran
bayi, periode istirahat interval semakin pendek dan saat itu ibu
bisa tidur sebentar (tidur semu). Saat tidur semu inilah ibu
mengalami mimpi dan halusinasi hipnagogik. halusinasi
hipnagogik adalah gambaran-gambaran tanpa disertai perasaan
yang adekuat (cocok) yang berlangsung saat setengah tidur dan
setangah jaga. Selama interval rileks ini akan bermunculan
konflik-konflik batin, tendensi psikis yang tidak terselesaikan,
masih mengganggu, dan ketenangan yang mengganggu
kelahiran. (Pieter & Lubis, 2010).
49
E. Kerangka Teori
Menurut Green (1988), perilaku adalah suatu tindakan yang
mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan
secara sadar maupun tanpa sadar. Dalam perencanaan perilaku
kesehatan, Green mengembangkan suatu kerangka kerja yang terdiri
dari Predisposing, enabling and reinforcing. Kerangka tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2KERANGKA TEORI (GREEN 1988)
Faktor Predisposisi :
Umur
Paritas
Pengetahuan
Faktor Penguat :
Dukungan Keluarga
Status Ekonomi
Faktor Pendukung :
Pendidikan
Lingkungan
Pekerjaan
Kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan
tindakan Sectio Caesarea
50
Modifikasi :
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep adalah penjelasan hubungan antara variable
yang satu dengan yang lainnya. Kerangka konsep dalam penelitian ini
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu sebelum
melahirkan dengan tindakan sectio caesarea. Skema proses,
memperlihatkan variable bebas dalam penelitian ini adalah umur,
paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dukungan keluarga. Dan
variable terikatnya adalah kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan
tindakan sectio caesarea. Penelitian ini ingin mengetahui Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi kecemasan ibu sebelum melahirkan
dengan tindakan sectio caesarea
Gambar 3.1Kerangka konsep penelitian
Variable Independent Variabel Dependent
1. Umur
2. Paritas
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Pengetahuan
6. Dukungan Keluarga
Kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio caesarea
51
Daftar Tabel 3.1
B. Definisi Operasional
NoVariabel
Definisi OperasionalCara
ukurAlat ukur Hasil ukur Skala
1. Kecemasan
ibu sebelum
melahirkan
dengan
tindakan
sectio
casarea
Kecemasan yang
dialami oleh ibu saat
di lakukan penelitian
sebelum melahirkan
dengan tindakan sectio
caesarea
Pengisian
kuesioner
Kuesioner 0 = Cemas Berat,
jika nilai
jawaban
responden
≤ Mean
(mean = 45)
1 = Cemas
Ringan, jika,
nilai jawaban
responden >
Mean (mean
= 45)
Ordinal
2. Umur Kurun waktu hidup
responden dihitug
Pengisian Kuesioner
0 = beresiko, jika
Ordinal
50
52
sejak lahir sampai
dengan pengisian
kuesioner
kuisioner umur ibu <20,
≥35 tahun
1= tidak beresiko,
jika umur ibu
20-35 tahun
3. Paritas Jumlah anak yang
pernah dilahirkan
responden baik lahir
hidup maupun mati
Pengisian
kuisioner
kuesioner
0 = primigravida
1= multigravida
dan grande
multi
Ordinal
4. Pendidikan Suatu proses
pembelajaran untuk
mengembangkan atau
meningkatkan
kemampuan tertentu
yang dapat diikuti
secara formal oleh
responden yang di
buktikan oleh adanya
ijazah.
Pengisian
kuesioner
Kuesioner
0 = Pendidikan
rendah jika, <
SLTA
1 = Pendidikan
tinggi jika, ≥
SLTA
Ordinal
5. Pekerjaan Suatu kegiatan atau Pengisian Kuesioner Ordinal
53
aktivitas sehari-hari
yang dapat
menghasilkan uang
kuesioner 0 = tidak
1 = ya
6. Pengetahuan Hasil penginderaan
responden, atau hasil
tahu terhadap tindakan
sectio caesarea
Pengisian
kuisioner
Kuesioner 0 = Rendah, jika
nilai jawaban
responden <
Mean (mean =
75)
1 = Tinggi, jika
nilai jawaban
responden >
Mean (mean =
75)
Ordinal
7. Dukungan
Keluarga
Seseorang yang
memberikan dorongan
fisik dan moral bagi
ibu yang melahirkan,
sehingga ibu akan
merasa lebih tentram
Pengisian
kuisioner
Kuesioner
0 = Tidak, jika
nilai jawaban
responden <
Mean (mean =
88,50)
1 = Ya, jika nilai
jawaban
responden >
Ordinal
54
Mean (mean =
88,50)
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara Umur dengan kecemasan ibu sebelum
menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
2. Ada hubungan antara Paritas dengan kecemasan ibu sebelum
menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
3. Ada hubungan antara Pendidikan dengan kecemasan ibu sebelum
menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kecemasan ibu sebelum
menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
5. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan ibu sebelum
menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
6. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan ibu
sebelum menghadapi persalinan dengan tindakan sectio caesarea.
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan
pendekatan cross-sectional yaitu penelitian yang mempelajari korelasi
antara paparan dan efek, dengan cara mengamati paparan dan efek pada
saat yang bersamaan ( point time approach ). (Notoatmodjo, 2010).
Selanjutnya data tersebut akan dijadikan dasar untuk
mendeksripsikan karakteristik serta memperkirakan hubungan antara
variabel dalam populasi berdasarkan data yang diperoleh dari sampel.
Pemilihan metode disesuaikan dengan teknik pengambilan data dan
skala ukur variabelnya dan pelaksanaan pengamatan variabel bebas dan
variabel terikat diobservasi satu kali secara bersamaan dan dalam waktu
bersamaan juga.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti dalam suatu wilayah penelitian. (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang menjalani
55
56
persalinan dengan tindakan sectio caesarea di RSUD Kabupaten
Bekasi. Adapun jumlah populasi yang ada dari pada bulan Januari-
Maret 2012 adalah 89 ibu yang bersalin dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Kabupaten Bekasi.
2. Sampel adalah sebagian objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu yang menjalani persalinan dengan tindakan
sectio caesarea pada bulan Juli-Agustus tahun 2012 RSUD
Kabupaten Bekasi.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
accidental sampling sedangkan teknik accidental sampling
adalah pengmbilan sampel berdasarkan kebetulan, peneliti dapat
mengambil sampel siapa saja yang kebetulan bertemu dan yang
penting karakteristiknya cocok dijadikan sebagai sumber data
dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 (Hikmat, 2011).
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari
sumber langsung yang dirumuskan melalui kuesioner dan di isi
langsung oleh responden. Data Sekunder adalah data yang diambil
dari hasil mengumpulkan orang lain, Contoh : Data yang dimiliki
57
perusahaan, Data dari rumah sakit, Data BPS, Browsing di internet
dan sebagainya. Kuesioner merupakan lampiran kertas yang
berisikan butiran-butiran pertanyaan yang mewakili setiap variabel
operasional yang nantinya akan dijawab oleh responden untuk
mendapatkan data primer untuk kepentingan penelitian ini, lembar
kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang langsung di ambil dari
sumbernya. Ada 3 cara pengumpulan data primer :
1) Observasi.
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan melakukan pengamatan. Data yang di
hasilkan adalah data yang kualitatif.
2) Wawancara.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan,
biasanya dilakukan jika ingin diketahui halhal yang lebih
mendalam dari responden.. Data yang di hasilkan adalah
data yang kualitatif.
3) Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
58
pernyataan tertulis kepada responden untuk di jawab. Data
yang di hasilkan bisa data yang kuantitatif atau kualitatif.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diambil dari hasil
mengumpulkan orang lain, Contoh : Data yang dimiliki
perusahaan, Data BPS, Browsing di internet dan sebagainya.
3. Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrument
penelitiannya dengan menggunakan wawancara dan penyebaran
kuesioner.
a. Wawancara adalah proses mendapatkan keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dan subjek dengan memakai panduan wawancara.
b. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk di jawab. Data yang di hasilkan
bisa data yang kuantitatif atau kualitatif Kuesioner yang
diberikan berupa kuesioner tertutup yaitu responden diminta
memilih jawaban yang sesuai atau sudah disediakan, bersifat
langsung yaitu responden tersebut yang menjawab angket yang
59
diberikan bentuknya berupa pilihan ganda untuk memudahkan
dalam pengisian kuesioner.
c. Observasi adalah teknik yang digunakan sebagai pelengkap
untuk mengetahui kondisi dan situasi pada ibu yang akan
melahirkan dengan tindakan sectio caesarea.
4. Uji Validitas dan Reabilitas
Valisditas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur atau derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat
dilaporkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2005). Uji coba dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan dan validitas pertanyaan dari kuesioner yang
telah dibuat. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur yang hendak kita ukur, maka perlu diuji
dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan)
dengan skor total kuesioner tersebut. Standar yang digunakan untuk
menentukan valid dan tidaknya suatu instrument penelitian
umumnya adalah perbandingan antara nilai r dan hitung dengan r
tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Untuk
melihat validitas suatu instrument dapat menggunakan teknik
product moment correlation, dengan rumus (Hastono, 2007) :
N (∑xy)- (∑x. ∑y)
60
Keterangan :
r : Koefisien validitas item yang dicari
N : Jumlah responden
X : Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item
Y : Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item
∑x : Jumlah skor dalam variabel X
∑y : Jumlah skor dalam variabel Y
∑x2 : Jumlah kuadrat masing – masing skor X
∑y2 : Jumlah kuadrat masing – masing skor Y
∑xy : Jumlah perkiraan variabel XY
Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Jika r hasil > r tabel, maka Ha gagal ditolak berarti butir atau
variabel tersebut valid.
2. Jika r hasil < r tabel, maka Ha ditolak berarti butir atau variable
tersebut tidak valid.
r =
√{N. ∑x2 – (∑x) 2} {N. ∑y2 – (∑y) 2}
61
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Notoatmodjo,
2005). Alat ukur yang digunakan harus akurat dan tidak menyebabkan
kesalahan dalam suatu pengukuran. Dengan demikian yang
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur untuk keadaan status social
(non fisik) harus mempunyai reabilitas yang tinggi.
Untuk menguji reliabilitas adalah dengan menggunakan metode
Alpha Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan
reliabilitas dan tidaknya suatu instrument umumnya adalah
perbandingan antara nilai r hutung diwakili dengan nilai alpha dengan r
tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Tingkat
reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala
alpha 0 sampai dengan 1.
Setelah semua pertanyaan sudah valid semua, analisis
selanjutnya dengan uji reliabilitas. Untuk mengetahui reliabilitas
caranya adalah membandingkan nilai r hasil dengan nilai konstanta
(0,6) tetapi dapat juga dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai
r hasil adalah nilai ‘Alpha’ (terletak di awal output). Ketentuannya bila r
Alpha > konstanta (0,6), maka pertanyaan tersebut reliabel (Riyanto,
2010).
62
Tabel 4.1
Hasil Analisa Validitas Dan Reliabelitas Pada Variabel Dengan
Model Alpha-Crobach
Pertanyaan Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
P1 13.60 26.463 .548 .900
P2 13.55 26.787 .504 .901
P3 13.65 26.345 .555 .899
P4 13.60 26.147 .614 .898
P5 13.55 26.682 .527 .900
P6 13.45 27.103 .512 .900
P7 13.50 26.684 .562 .899
P8 13.55 26.050 .665 .896
P9 13.65 26.555 .512 .901
P10 13.40 27.411 .499 .901
P11 13.55 26.366 .595 .898
P12 13.55 26.787 .504 .901
P13 13.55 26.892 .481 .901
P14 13.60 26.358 .570 .899
63
P15 13.40 27.200 .556 .900
P16 13.35 27.818 .477 .902
P17 13.50 27.000 .490 .901
P18 13.65 26.239 .576 .899
P19 13.45 26.892 .564 .899
P20 13.65 26.661 .491 .901
df = 20-2 =18 (Signifikan 5% = 0,475) r tabel = 0,475
Tabel 4.2
Reliability Coefficients
N of Cases N of Items Alpha
20 20 .904
Tabel 4.3
Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0.00 s/d 0,20 Kurang Reliabel
>0,20 s/d 0,40 Agak Reliabel
>0, 40 s/d 0,60 Cukup Reliabel
>0, 60 s/d 0, 80 Reliabel
>0, 80 s/d 1, 00 Sangat Reliabel
64
Setelah semua pertanyaan sudah valid, anlisis selanjutnya
dengan uji reliabilitas. Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah
dengan membandingkan nilai r hasil dengan nilai konstanta (0,6), tetapi
dapat juga dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil
adalah nilai “alpha” terletak diawal output. Ketentuannya bila r alpha >
konstanta (0,6), maka pertanyaan tersebut reliabel. (Riyanto, 2010).
D. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara manual
yaitu editing, coding, entry data dan cleaning.
1. Editing
Yaitu proses melakukan pengecekkan terhadap kelengkapan
jawaban respon dari pertanyaan yang diberikan atau dari sumber
yang diperoleh dari data sekunder dan melakukan revisi bila ada
kekurangan dan kesalahan dalam pengumpulan data.
2. Coding
65
Yaitu mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah
pada saat analisa data dan juga mempercepat pada saat entry data.
3. Entry data
Yaitu memproses data agar data yang sudah di entry dapat
dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentry data
dari kuesioner ke paket program computer SPSS (statistic Package
for Social Science).
4. Cleaning
yaitu pembersihan data untuk mengetahui ada tidaknya missing
data, mengetahui konsistensi data dan mengetahui variasi data
dengan melakukan list variabel yang teliti. Pembersihan dara
merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan
terjadi pada saat kita mengentry ke komputer
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menguji kebenaran data-data yang ada
dengan menggunakan SPSS (statistical product and service solution).
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Analisis Univariat
66
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui proporsi (tabel distribusi)
masing-masing variabel, variabel independen yang diiteliti yaitu
faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu sebelum
melahirkan dengan tindakan sectio caesarea yang dikaitkan dengan
umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan dukungan
keluarga. Sedangkan variabel dependen adalah kecemasan ibu
dengan tindakan sectio caesarea.
Dengan rumus:
Ket:
P : presentasi
f : frekuensi
n : jumlah sampel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan variabel
independen dengan variabel dependen, kecemasan ibu sebelum
melahirkan dengan tindakan sectio caesarea yang dikaitkan dengan
umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan dukungan
keluarga sebagai upaya untuk mengetahui kecemasan ibu dengan
tindakan sectio caesarea.
Uji yang digunakan yaitu:
a. Chi – Square
67
Uji chi – square digunakan untuk variabel dependen dan
variabel independen dalam penelitian ini menggunakan batas
kemaknaan sebesar 5 % sehingga jika diperoleh P > alpha
artinya uji statistik tidak bermakna artinya tidak ada hubungan
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen,
sebaliknya jika diperoleh nilai P < alpha maka hasil perhitungan
statistiknya bermakna artinya ada hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen.
Rumus Chi-Square:
Keterangan :
X2 = Chi square (Kai Kuadrat)
O = Observed (Frekuensi yang diamati)
E = Expected (Frekuensi harapan)
Untuk mengetahui nilai P-value tergantung pada besarnya
derajat kebebasan (degree of freedom) yang dinyatakan dalam:
Df = (b-1) (k-1)
68
Keterangan:
b = Jumlah baris di dalam tubuh tabel silang.
k = Jumlah kolom di dalam tubuh tabel silang.
Df = Derajat Kebebasan.
Confidence Interval (CI) yang digunakan adalah 95 % maka
alpha yang didapatkan 5% (0,05). Ini adalah tingkat kepercayaan
terhadap penelitian di bidang kesehatan khususnya di bidang
keperawatan. Menurut Hastono (2007) menyatakan bahwa untuk
melihat kesimpulan dari nilai P-value dengan nilai tingkat
kepercayaan terhadap penelitian ini adalah :
a. Jika nilai P-value lebih kecil dari α (P ≤ 0,05) maka hipotesis
alternatif gagal ditolak, artinya terdapat hubungan yang bermakna
antara kedua variabel yang diteliti.
Artinya :
1) Jika nilai p ≤ 0,05 ; maka Ha gagal ditolak dan Ho ditolak
berarti :
a) Ada hubungan antara faktor umur dengan kecemasan ibu
sebelum melahirkan dengan tindakan sectio caesarea.
b) Ada hubungan antara faktor paritas dengan kecemasan
ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio caesarea.
69
c) Ada hubungan antara faktor pendidikan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
d) Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan kecemasan
ibu sebelum melahirkan dengan tindakan sectio caesarea.
e) Ada hubungan antara faktor pengetahuan kecemasan ibu
sebelum melahirkan dengan tindakan sectio caesarea.
f) Ada hubungan antara faktor dukungan keluarga dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
2) Jika nilai p ≥ 0,05 ; maka, Ha ditolak dan Ho gagal ditolak
berarti tidak ada hubungan antara variable bebas dengan
variable terikat.
a) Tidak ada hubungan antara faktor umur dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
b) Tidak ada hubungan antara faktor paritas dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
c) Tidak ada hubungan antara faktor pendidikan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
70
d) Tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
e) Tidak ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan
kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan tindakan
sectio caesarea.
f) Tidak ada hubungan antara factor dukungan keluarga
dengan kecemasan ibu sebelum melahirkan dengan
tindakan sectio caesarea.
Hastono (2007) menyatakan, berdasarkan hasil uji Chi
square dapat dilihat pada kotak ”Chi Square Tets” yang
diperoleh dan kemudian data diolah atau dianalisis
menggunakan SPSS dengan ketentuan pembacaan sebagai
berikut :
1) Bila pada 2x2 dijumpai nilai harapan (Have Expected)
kurang dari 5, maka yang digunakan adalah ”Fisher’s
Exact Test”.
2) Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai harapan (Have Not
Expected) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah
”Continuity Correction”.
3) Bila tabel lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 dsb, maka
digunakan uji ”Pearson Chi Square”.
b. Odd Rasio
71
Hasil dari uji Chi – square hanya dapat menyimpulkan ada atau
tidaknya perbedaan proporsi antara kelompok mana yang
memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok lain. Dalam penelitian yang menggunakan desain
cross sectional dimana untuk mengetahui derajat hubungan dua
variabel digunakan Odd Rasio (OR). Nilai OR merupakan nilai
estimasi untuk terjadinya outcome sebagai pengaruh dari adanya
variabel independen, perubahan yang terjadi sebagian besar nilai
OR pada variabel independen. Estimasi confidence interval (CI)
OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.
Interpretasi Odd Rasio adalah sebagai berikut:
OR = 1 artinya tidak ada hubungan
OR < 1 artinya ada efek proteksi atau perlindungan
OR > 1 artinya sebagai faktor resiko
F. Etika Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapatkan izin
penelitian dari Direktur RSUD Kabupaten Bekasi sebagai tempat
pengambilan sampel penelitian. Setelah mendapatkan izin
penelitian, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika yang meliputi :
1. Persetujuan (Informed Consent)
72
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan
lembar persetujuan. Informes consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subejek bersedia,
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati
hak responden. Beberapa informasi yang harus ada antara lain:
partisipasi responden, tujuan dilakukannya penelitian, jenis
data yang dibutuhkan, komitmen, potensial masalah yang akan
diteliti, manfaat, kerahasiaan, dan lain-lain.
2. Tanpa nama (Anonymity)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam menggunakan subjek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
73
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.