bab i - iv top

63
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit, 60% pasien yang dirawat mendapat terapi intravena dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh (1,2). Terapi intravena beresiko menimbulkan komplikasi yang bersifat lokal yang salah satunya akan menyebabkan flebitis sebagai kejadian terbanyak (3,4,5). Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia, faktor mekanik maupun agen bakteri yang sering terjadi sebagai komplikasi dari terapi intravena (6,7). Di Indonesia, jumlah kejadian rata-rata flebitis pada pasien rawat inap tahun 2006 berjumlah 744 orang (17,11%) (8). Dari laporan tahunan pengendalian infeksi nosokomial RSUD Ulin Banjarmasin

Upload: merry

Post on 14-Jul-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kompres

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - IV top

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan sekaligus tempat

perawatan bagi orang sakit, 60% pasien yang dirawat mendapat terapi intravena

dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan cairan, elektrolit, obat intravena dan

nutrisi parenteral ke dalam tubuh (1,2). Terapi intravena beresiko menimbulkan

komplikasi yang bersifat lokal yang salah satunya akan menyebabkan flebitis

sebagai kejadian terbanyak (3,4,5).

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia,

faktor mekanik maupun agen bakteri yang sering terjadi sebagai komplikasi dari

terapi intravena (6,7). Di Indonesia, jumlah kejadian rata-rata flebitis pada pasien

rawat inap tahun 2006 berjumlah 744 orang (17,11%) (8). Dari laporan tahunan

pengendalian infeksi nosokomial RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun 2008,

didapatkan angka kejadian flebitis sebagai komplikasi pemasangan terapi

intravena 0,41% atau 47% dari seluruh kejadian infeksi nosokomial yang terdapat

di RSUD Ulin Banjarmasin. Sementara prevalensi angka kejadian infeksi

nosokomial di RSUD Ratu Zalecha Martapura didapatkan pada tahun 2007, yaitu

1,01% dari pasien yang dirawat, dan pada tahun 2008 angka kejadian infeksi

nosokomial meningkat menjadi 3,15% (9).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Zalecha Martapura merupakan

rumah sakit kelas C sesuai dengan SK Menkes RI Nomor

Page 2: BAB I - IV top

2

214/Menkes/SK/11/1993 tanggal 26 Februari 1993 yang mempunyai visi menjadi

rumah sakit rujukan terbaik dari wilayah Banua Enam, yaitu rujukan untuk pasien

yang berasal dari daerah Kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Utara,

Hulu Sungani Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Tapin (9).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Ratu Zalecha

Martapura pada bulan Maret 2011, didapatkan hasil rekapitulasi laporan harian di

ruangan rawat inap penyakit dalam dari Januari sampai Desember 2008

ditemukan beberapa jenis infeksi, yaitu ISK 0,13%, dekubitus 0,26%, dan flebitis

1,015%, sedangkan di ruangan rawat inap bedah ditemukan juga beberapa kasus

infeksi, yaitu ISK 0,26%, dekubitus 0,46%, dan flebitis 1,2% (9). Akan tetapi,

observasi secara langsung yang dilakukan calon peneliti pada hari yang sama

menunjukkan kejadian flebitis lebih tinggi yaitu di ruangan rawat inap penyakit

dalam sebanyak 6,25% dari pasien yang di rawat, ruangan rawat inap bedah

sebanyak 3,12% dari pasien yang di rawat, dan ruang rawat kelas III sebanyak

5,55% dari pasien yang di rawat.

Flebitis merupakan komplikasi dari terapi intravena yang disebabkan baik

oleh iritasi kimia maupun faktor mekanik serta agen bakteri yaitu daerah insersi

jarum infus yang tidak memperhatikan prinsip sterilitas serta pemasangan

menetap jarum infus selama 72 jam tidak dipindahkan (6). Kejadian flebitis

apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya komplikasi yaitu

tromboflebitis yaitu adanya bekuan darah dalam vena dan emboli paru (10).

Gejala klinis dari flebitis adalah nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi, dan teraba

Page 3: BAB I - IV top

3

seperti kabel di bagian vena yang terpasang kateter intravena. Respon yang paling

dirasakan oleh pasien berupa nyeri yang mengganggu (6).

Kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan

fisiologis yang harus terpenuhi. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak

pada aktivitas sehari-harinya. Orang tersebut akan terganggu pemenuhan

kebutuhan istirahat dan tidurnya, pemenuhan individual dan interaksi sosialnya

berupa menghindari percakapan, menarik diri dan menghindari kontak (11).

Metode farmakologi yang digunakan untuk penatalaksanaan nyeri meliputi

analgetika narkotika dan analgetika non narkotika, sedangkan metode

nonfarmakologi yang digunakan seperti mengatur posisi dengan tepat, relaksasi,

distraksi, massase dan stimulasi kulit berupa kompres dapat dilakukan untuk

penatalaksanaan nyeri. Metode nonfarmakologis seperti kompres merupakan

tindakan mandiri dari perawat, ekonomis, dan tidak menimbulkan efek samping

(11,12).

Terapi kompres dingin merupakan salah satu metode nonfarmakologis

untuk menurunkan nyeri. Terapi kompres dingin adalah tindakan memasang suatu

zat dengan suhu rendah pada bagian tubuh untuk tujuan terapeutik. Terapi ini

dilakukan pada nyeri, suhu tinggi, radang, memar, dan luka terbuka atau tertutup.

Pengaruh dari terapi kompres dingin adalah vasokontriksi, anestesi lokal,

menurunkan metabolisme sel dan menurunkan ketegangan otot (13,14).

Menurut Annisa (2003), kompres dingin efektif dalam menurunkan

intensitas nyeri ibu post partum dengan bendungan payudara di wilayah kerja

puskesmas kecamatan Gending kabupaten Probolinggo. Menurut Istichomah

Page 4: BAB I - IV top

4

(2007), kompres dingin efektif dalam menurunkan derajat nyeri pasien dengan

kontusio di RSUD Sleman.

Berdasarkan teori dan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti pengaruh pemberian kompres dingin terhadap derajat nyeri pasien

dengan flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh pemberian terapi kompres dingin terhadap

derajat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian

kompres dingin terhadap derajat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat

inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi derajat nyeri pasien dengan flebitis sebelum dilakukan

kompres dingin di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

2. Mengidentifikasi derajat nyeri pasien dengan flebitis sesudah dilakukan

kompres dingin di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

3. Menganalisa pengaruh pemberian terapi kompres dingin terhadap derajat

nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura.

Page 5: BAB I - IV top

5

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk

mengaplikasikan intervensi keperawatan mandiri berupa kompres dingin,

memberikan alternatif terapi nonfarmakologis berupa kompres dingin untuk

menurunkan derajat nyeri pada pasien dengan flebitis secara efektif dan efisien,

serta memberikan bahan rujukan referensi untuk penelitian berikutnya mengenai

manajemen nyeri.

Page 6: BAB I - IV top

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Flebitis

1. Definisi

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia,

faktor mekanik maupun agen bakteri yang sering terjadi sebagai komplikasi dari

terapi intravena. Flebitis dikarakteristikkan dengan adanya nyeri, kemerahan,

bengkak, indurasi, dan teraba seperti kabel di bagian vena yang terpasang kateter

intravena (6,15). Flebitis merupakan infeksi nosokomial yang terjadi salah satu

faktor penyebabnya adalah prosedur pemasangan terapi intravena yang tidak

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku atau sikap dari

perawat yang melaksanakan tindakan kolaborasi berupa terapi intravena yang

tidak memerhatikan konsep sterilitas (8).

2. Etiologi

Berdasarkan faktor-faktor yang terlibat dalam terjadinya komplikasi

pemberian terapi intravena berupa flebitis yaitu sebagai berikut:

a. Faktor kimia yaitu obat dan cairan intravena yang dimasukkan ke tubuh

melalui vena (16). Obat dan cairan intravena terutama berhubungan dengan

pH dan tonisitasnya (10,17).

b. Faktor mekanis yaitu jenis kanula, ukuran kanula, letak dan lama pemberian

terapi intravena. Kanula yang dimasukkan pada daerah lekukan sering

menyebabkan flebitis mekanis (18,19,10). Ukuran kanula yang tidak sesuai

Page 7: BAB I - IV top

7

dengan ukuran vena dan tidak terfiksasi dengan baik juga dapat menyebabkan

flebitis mekanis (10,20).

c. Faktor bakteri yaitu infeksi nosokomial oleh agen infeksi yang terjadi selama

perawatan karena tidak memperhatikan prinsip sterilitas (7,10,21).

3. Derajat

Skor visual untuk flebitis yang telah dikembangkan oleh Andrew Jackson

sebagai berikut (21,23):

0 : tempat suntikan tampak sehat

1 : salah satu dari tanda ini yaitu nyeri dan merah pada tempat suntikan

2 : dua dari berikut jelas yaitu nyeri, eritema dan pembengkakan

3 : semua dari berikut jelas yaitu nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi

4 : semua dari berikut jelas yaitu nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi dan

vena seperti kabel teraba jelas

5 : semua dari berikut jelas yaitu nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi,

vena seperti kabel teraba jelas dan demam.

4. Gejala Klinis

Gejala klinis dari flebitis adalah nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi, dan

teraba seperti kabel di bagian vena yang terpasang kateter intravena (6).

Page 8: BAB I - IV top

8

Gambar 2.1 Wilayah Kemerahan dan Vena Teraba seperti Kabel

Gambar 2.2 Wilayah Kemerahan dan Pembengkakan

5. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi apabila flebitis tidak mendapatkan intervensi lebih

lanjut adalah emboli paru serta tromboflebitis yaitu terdapatnya bekuan darah di

dalam vena (10).

Page 9: BAB I - IV top

9

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nyeri pada kasus flebitis diberikan obat anti nyeri misalkan

aspirin dan asam mefenamat. Penatalaksanaan dilakukan dengan pembedahan jika

terjadi komplikasi lebih lanjut dengan indikasi pengangkatan thrombus (24).

B. Nyeri

1. Definisi

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

merupakan sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan (25).

Menurut Brunner and Suddart (2001), nyeri adalah pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual

maupun potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari perawatan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan

beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri dapat mengganggu dan

menyulitkan banyak orang (26).

2. Faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah usia, jenis kelamin, obat-

obatan, budaya, pemahaman tentang nyeri, perhatian, kecemasan, kelelahan, dan

pengalaman masa lalu (11).

Page 10: BAB I - IV top

10

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya

pada anak-anak dan lanjut usia. Menurut tahap tumbuh kembang dibedakan,

neonatus (lahir-28 hari), bayi (1 bulan-1 tahun), todler (1-3 tahun), pre sekolah (3-

6 tahun), usia sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18/20 tahun), dewasa muda (20-40

tahun), dewasa menengah (40-65 tahun), dan lansia (65-74 tahun). Perbedaan

perkembangan yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

begaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri (11).

b. Jenis Kelamin

Menurut Gil (1990) dalam buku Potter & Perry, secara umum, pria dan

wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan

apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam

mengekspresikan nyeri (11).

c. Obat-obatan

Obat-obatan termasuk obat analgetik yang diberikan akan mempengaruhi

pemberian makna nyeri oleh pasien. Waktu paruh obat analgetik yang belum

berakhir akan mempengaruhi nyeri yang dirasakan (11).

d. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka. Menurut Maerinelli (1978) dalam buku Potter & Perry,

beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang

Page 11: BAB I - IV top

11

alamiah, sedangkan kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang

tertutup (introvert) (11).

e. Pemahaman tentang Nyeri

Seseorang memberikan makna terhadap nyeri dipengaruhi oleh pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan

mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi

kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan (11).

f. Perhatian

Menurut Gil (1990) dalam buku Potter & Perry, perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan

(distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (11).

g. Kecemasan

Hubungan antara nyeri dan kecemasan bersifat kompleks. Kecemasan

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan cemas. Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih

mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki

status emosional yang kurang stabil (11).

h. Kelelahan

Kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Kelelahan yang disertai kesulitan tidur akan meningkatkan

persepsi terhadap nyeri. Nyeri berkurang setelah individu melewati periode tidur

yang lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan (11).

Page 12: BAB I - IV top

12

i. Pengalaman Masa Lalu

Individu yang mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh

atau menderita nyeri yang berat, maka rasa takut dapat muncul. Sebaliknya,

individu yang mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang dan

kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan, individu akan lebih mudah untuk

menginterpretasikan sensasi nyeri (11).

3. Klasifikasi

Dua kategori dasar dari nyeri adalah:

a. Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang berkaitan dengan cedera spesifik seperti

kerusakan atau cedera jaringan. Manifestasi klinis nyeri akut adalah onset waktu

yang cepat, berakhir dengan singkat dan sembuh dengan sendirinya. Nyeri akut

biasanya hilang dengan sendirinya tanpa tindakan setelah kerusakan atau cedera

jaringan sembuh. Nyeri akut merupakan gejala dimana intensitas nyeri berkorelasi

dengan beratnya lesi atau stimulus. Nyeri akut terjadi dalam waktu singkat dari 1

detik sampai kurang dari 6 bulan (26,27).

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronis berlangsung di luar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dikaitkan dengan penyebab atau

cedera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan

tepat. Nyeri kronis sulit untuk diobati karena nyeri kronis tidak memberikan

Page 13: BAB I - IV top

13

respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis

mempunyai awitan yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (14,26,27).

4. Mekanisme Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas

dalam kulit. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, saraf perifer sebagai

reseptor nyeri secara anatomis ada yang bermielin dan ada yang tidak bermielin

(14).

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan pada

daerah visceral. Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf

perifer. Zat kimia (substansi bradikinin, prostaglandin) dilepaskan sehingga

menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari area yang

terluka ke otak, dan menyusun tahap untuk penyembuhan (respon inflamasi).

Sinyal nyeri dari area yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia

disepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (area pada spinal yang menerima

sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat

sensoris di otak dimana sensasi seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan pertama

kali dipersepsikan. Pesan kemudian dihantarkan ke cortex, dimana intensitas dan

lokasi nyeri dipersepsikan (14).

Persepsi dari nyeri dan respons motoriknya terjadi di otak. Kedua kejadian

itu diperankan oleh mekanisme neural yang secara keseluruhan disebut action

system. Sel-sel khusus di cornu dorsalis medulla spinalis bertindak sebagai

Page 14: BAB I - IV top

14

inisiator action system tersebut. Daerah sel-sel khusus itu dinamakan target area.

Intervensi yang disalurkan melalui serabut besar bertindak sebagai penghambat

aktivitas yang dikeluarkan oleh target area, sehingga pintu gerbang untuk masuk

ke action system tertutup (27).

Gambar 2.3 Alur Perjalanan Nyeri

Penyembuhan nyeri dimulai sebagai sinyal dari otak kemudian turun ke

spinal cord. Pada bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk

mengurangi nyeri di area yang terluka (14).

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana

nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri, namun teori gerbang kendali

nyeri atau teori pengontrolan nyeri (Gate control theory) dianggap paling relevan.

Menurut Melzack dan Wall (1965), impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Melzack dan Wall (1965),

melaui Gate control theory mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat

Page 15: BAB I - IV top

15

sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat pertahanan tertutup. Upaya

menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (14).

Gambar 2.4 Mekanisme Nyeri

5. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri dapat dibagi dua cara, yaitu :

a. Manajemen Farmakologi

1) Analgetika narkotika

Obat analgetik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki sifat

opium atau morfin. Jenis obat ini dapat menyebabkan ketergantungan. Jenis obat

ini digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah

tulang dan penyakit kanker kronis (12).

Page 16: BAB I - IV top

16

2) Analgetika non narkotika

Obat analgesik non nakotik dikenal dengan istilah analgetik/

analgetika/analgesik perifer. Analgetika non nakotik terdiri dari obat-obat yang

tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan obat analgetik non

nakotik cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa

berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek

menurunkan tingkat kesadaran (12).

b. Manajemen Non Farmakologi

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain

sehingga pasien akan lupa pada nyeri yang dialami (11).

2) Relaksasi

Relaksasi merupakan pembebasan mental dan fisikal dari ketegangan (11).

3) Stimulasi kulit

a) Kompres hangat

Kompres hangat merupakan pemberian rasa hangat pada pasien dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukan (11).

b) Kompres dingin

Kompres dingin merupakan pemberian suatu zat dengan suhu rendah pada

tubuh untuk tujuan terapeutik (11)

Page 17: BAB I - IV top

17

6. Skala Nyeri

Skala nyeri adalah alat untuk mengukur gambaran tentang seberapa parah

nyeri dirasakan oleh individu. Ukuran skala nyeri sangat subjektif dan bersifat

individual. Nyeri dalam intensitas yang sama dapat dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda. Perawat dapat menggunakan skala nyeri untuk

pengukuran derajat nyeri sebelum dan sesudah terapi atau saat gejala menjadi

lebih memburuk serta menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau

peningkatan (11).

Gambar skala penilaian derajat nyeri adalah sebagai berikut (26):

a. Skala Analog Visual

Gambar 2.5 Skala Analog Visual

Digunakan untuk mengetahui skala nyeri, skala ini terdiri dari enam wajah

kartun yang diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit),

meningkat ke wajah yang kurang bahagia sampai ke wajah yang sedih, wajah

penuh air mata (rasa sakit yang paling buruk).

b. Skala Deskriptif Verbal (Verbal Discriptor Scale (VDS))

Gambar 2.6 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Page 18: BAB I - IV top

18

Terdiri dari sebuah garis lurus dengan 5 kata penjelas dan berupa urutan

angka 0 sampai dengan 10 yang mempunyai jarak yang sama sepanjang garis.

Gambaran tersebut di susun dari “ tidak nyeri” sampai dengan “nyeri berat tidak

terkontrol atau nyeri sangat berat” (11).

c. Skala Intensitas Nyeri Numerik

Gambar 2.7 Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala ini biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit

atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif

nyeri. Skala numerik, dari 0 hingga 10 (8).

d. Skala Nyeri Bourbanis

Keterangan:

0 = Tidak nyeri

1-3 = Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 = Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, mendeskripsikan nyeri, serta dapat

mengikuti perintah dengan baik.

Page 19: BAB I - IV top

19

7-9 = Nyeri berat terkontrol, secara obyektif klien tidak dapat mengikuti

perintah tetapi masih memberikan respon pada tindakan, menunjukkan

lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri dan tidak dapat

diatasi dengan perubahan posisi, nafas panjang serta distraksi.

10 = Nyeri berat tidak terkontrol, pasien tidak dapat lagi berkomunikasi

untuk mengungkapkan nyeri.

Gambar 2.9 Skala Nyeri Bourbanis

7. Proses Pengukuran Nyeri

Menurut Potter & Perry (2005), pengukuran nyeri perlu dilakukan

pengkajian karakteristik nyeri untuk membantu perawat membentuk pengertian

pola nyeri dan tipe nyeri. Perawat mengajukan pertanyaan untuk menentukan

awitan, durasi, rangkaian nyeri, kemudian perawat meminta pasien menunjukkan

lokasi nyeri. Alat pengkajian skala nyeri berupa numeris, deskriptif dan analog

visual. Pasien menetapkan suatu titik pada skala yang berhubungan dengan

persepsi pasien tentang derajat nyeri pada waktu melakukan pengkajian (26).

C. Kompres Dingin

1. Definisi

Kompres dingin adalah tindakan memasang suatu zat dengan suhu rendah

pada bagian tubuh untuk tujuan terapeutik. Tindakan ini selain untuk mengurangi

rasa nyeri juga untuk menurunkan suhu tubuh, mencegah peradangan meluas dan

mengurangi perdarahan lokal. Tindakan kompres dingin dilakukan pada nyeri,

suhu tinggi, radang, memar, dan luka terbuka atau tertutup (13).

Page 20: BAB I - IV top

20

2. Tujuan

Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, mencegah peradangan

meluas, mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan mengontrol perdarahan

dengan meningkatkan vasokontriksi. Memberikan rasa dingin dengan

menggunakan suatu zat dengan suhu rendah pada daerah nyeri bertujuan untuk

mengurangi inflamasi yang terjadi pada tempat yang terserang nyeri sehingga

sensasi nyeri pasien berkurang (11,13).

3. Indikasi Kompres Dingin

Kompres dingin diindikasikan pada nyeri, suhu tinggi, inflamasi, memar,

batuk atau muntah darah, pasca tonsilektomi dan luka terbuka atau tertutup.

Kompres dingin dilakukan selama kurang dari 20 menit karena pemaparan dingin

yang terlalu lama akan menyebabkan cidera jaringan (11).

4. Pengaruh Kompres Dingin

Pengaruh dari terapi kompres dingin antara lain reaksi vasokontriksi

sehingga menurunkan aliran darah ke daerah tubuh yang mengalami cedera,

mencegah terbentuknya edema, dan mengurangi inflamasi. Impuls nyeri yang

terhambat di daerah saraf perifer menyebabkan reaksi anastesi lokal sehingga

mengurangi nyeri. Penurunan metabolisme sel menyebabkan kebutuhan sel pada

jaringan berkurang. Perubahan viskositas yang terjadi akan meningkatkan

koagulasi darah pada tempat cedera. Relaksasi otot akan menurunkan ketegangan

otot sehingga menghilangkan nyeri (11,13).

Page 21: BAB I - IV top

21

5. Prosedur Kompres Dingin

a. Tahap Preinteraksi

1) Membaca catatan perawatan dan catatan medis pasien

2) Menetapkan tujuan prosedur tindakan

3) Mencuci tangan

4) Mempersiapkan alat: ekskrag, handuk kecil, perlak, termos es, termometer

raksa dan sarung tangan

b. Tahap Orientasi

1) Memberi salam serta memanggil nama kesenangan pasien

2) Memperkenalkan nama

3) Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan kepada

pasien atau keluarga

4) Melakukan kontrak waktu dan tempat pelaksanaan tindakan

5) Menjelaskan informed concent

c. Tahap Kerja

1) Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya sebelum memulai tindakan

2) Menjaga privasi pasien

3) Mengkaji kondisi dan tanda vital pasien: temperatur tubuh dan nadi

4) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan jika diperlukan

5) Memberikan posisi yang nyaman kepada pasien

6) Memasang perlak tahan air di bawah pergelangan tangan pasien

Page 22: BAB I - IV top

22

7) Menyiapkan peralatan kompres yaitu memasukkan es batu yang berukuran

kecil ke dalam ekskrag dan mengeluarkan sisa udara yang terdapat di

dalamnya.

8) Memastikan segel pengunci tertutup rapat sehingga tidak akan menyebabkan

kebocoran

9) Meletakkan ekskrag di daerah yang mengalami nyeri bekas insersi jarum

intravena yang telah dilepas maksimal 25 menit sebelum dilakuan kompres

dingin dengan diameter luas permukaan tempat kompres 5 cm dan dilakukan

selama 15 menit

10) Perhatikan respon pasien setiap 5 menit selama pemberian kompres

11) Mengeringkan pergelangan tangan dan kaji kembali respon pasien terhadap

terapi

d. Tahap Terminasi

1) Merapikan dan membersihkan serta mengembalikan peralatan

2) Mencuci tangan

3) Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan

4) Memberikan reinforcement kepada pasien atas kerjasamanya

5) Mengakhiri pertemuan dengan cara yang baik

6) Mendokumentasikan tindakan (13).

Page 23: BAB I - IV top

23

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Terapi intravena seringkali menyebabkan terjadinya komplikasi berupa

flebitis. Faktor yang menyebabkan komplikasi ini antara lain faktor kimia,

mekanis, dan agen bakteri (28). Flebitis dikarakteristikkan dengan adanya nyeri,

kemerahan, bengkak, indurasi, dan teraba seperti kabel pada vena yang terpasang

kateter intravena (7,20,23). Nyeri merupakan salah satu manifestasi dari flebitis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah usia, jenis kelamin, obat-obatan,

budaya, pemahaman tentang nyeri, perhatian, kecemasan, kelelahan, pengalaman

masa lalu (11).

Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk manajemen nyeri

pada pasien dengan flebitis adalah dengan terapi kompres dingin. Kompres dingin

adalah tindakan memasang suatu zat dengan suhu rendah pada bagian tubuh untuk

tujuan terapeutik. Pengaruh dari terapi kompres dingin yang dapat menurunkan

derajat nyeri, antara lain reaksi vasokontriksi sehingga menurunkan aliran darah

ke daerah tubuh yang mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema, dan

mengurangi inflamasi. Impuls nyeri yang terhambat di daerah saraf perifer

sehingga impuls yang seharusnya disampaikan ke otak untuk dipersepsikan tetapi

terhambat oleh upaya penutupan jalan impuls sehingga menyebabkan reaksi

anastesi lokal. Relaksasi otot akan menurunkan ketegangan otot sehingga

menghilangkan nyeri (11,13).

Page 24: BAB I - IV top

24

Berdasarkan uraian landasan teori maka kerangka konsep penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Kompres Dingin terhadap Derajat Nyeri Pasien dengan Flebitis

Keterangan :

= diamati/dilakukan

= tidak diamati/dilakukan

Derajat Nyeri

Ketegangan otot menurun

Relaksasi otot

Terapi dengan kompres dingin

Eritema RadangVena terlihat seperti kabel

NyeriIndurasi

(-) Flebitis (+) Flebitis

Flebitis mekanikFlebitis kimiaFlebitis agen bakteri

UsiaJenis kelaminObat-obatanBudayaPemahaman tentang nyeriPerhatianKecemasanKelelahanPengalaman masa lalu

Terapi Intra Vena

Penurunan aliran darah ke daerah cidera

Vasokontriksi

Penurunan edema

Penurunan inflamasi

Anestesi lokal

Impuls nyeri terhambat

Page 25: BAB I - IV top

25

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh terapi kompres

dingin terhadap penurunan derajat nyeri pasien dengan flebitis.

Page 26: BAB I - IV top

26

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Pra Eksperimental.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest –

postest design. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pengamatan

awal (pretest) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi. Setelah diberikan

intervensi, kemudian dilakukan pengamatan akhir (postest).

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di instalasi rawat inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura.

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang disesuai

dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini

adalah 30 sampel penelitian.

Kriteria inklusi sampel penelitian:

1. Pasien yang mengalami nyeri akibat flebitis

Pretest PostestIntervensi

Page 27: BAB I - IV top

27

2. Pasien yang terapi intravenanya telah dilepas maksimal 25 menit sebelum

dilakuan kompres dingin

3. Pasien perempuan berusia 20-50 tahun

4. Pasien yang saat penelitian tidak sedang mendapatkan analgetik

5. Pasien sadar sepenuhnya

6. Pasien bersedia untuk diteliti

Kriteria ekslusi sampel penelitian:

1. Pasien menolak melanjutkan terapi

2. Pasien mengalami kondisi yang membutuhkan tindakan emergency.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: ekskrag, handuk

kecil, perlak, termos es, termometer raksa, sarung tangan, kertas penilaian skala

intensitas nyeri deskriptif, dan lembar persetujuan penelitian.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian terapi kompres dingin.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah derajat nyeri pasien dengan flebitis.

E. Definisi Operasional

1. Kompres Dingin

Page 28: BAB I - IV top

28

Kompres dingin adalah prosedur meletakkan alat kompres dingin berupa

ekskrag di daerah yang mengalami nyeri bekas insersi jarum intravena yang telah

dilepas maksimal 25 menit sebelum dilakuan kompres dingin dengan diameter

luas permukaan tempat kompres 5 cm. Kompres dingin diberikan dengan cara

memasukkan es batu yang berukuran kecil ke dalam ekskrag selama 1x15 menit.

Suhu ekskrag berkisar antara 12 - 18 derajat celcius.

2. Nyeri Pasien dengan Flebitis

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia,

faktor mekanik maupun agen bakteri yang sering terjadi sebagai komplikasi dari

terapi intravena. Flebitis dikarakteristikkan dengan adanya nyeri, kemerahan,

bengkak, indurasi, dan teraba seperti kabel di bagian vena yang terpasang kateter

intravena (6,15). Respon yang paling dirasakan oleh pasien berupa nyeri yang

mengganggu.

Skala nyeri adalah alat ukur gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu. Pengukuran skala nyeri menggunakan alat yang berupa

Verbal Discriptor Scale (VDS) yang terdiri dari sebuah garis lurus dengan 5 kata

penjelas yang mempunyai jarak yang sama sepanjang garis.

Pengukuran derajat nyeri menggunakan skala Intensitas Nyeri Deskriptif

(Verbal Discriptor Scale (VDS)), yaitu sebagai berikut:

Page 29: BAB I - IV top

29

Gambar 4.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif (Verbal Discriptor Scale (VDS)) yang Digunakan Saat Penelitian

Keterangan:

0 = tidak nyeri

1-3 = nyeri ringan

4-6 = nyeri sedang

7-9 = nyeri berat terkontrol

10 = nyeri berat tidak terkontrol

Skala : Ordinal

F. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

dengan prosedur sebagai berikut:

1. Surat ijin studi pendahuluan diurus dari Fakultas Kedokteran Universitas

Lambung Mangkurat kemudian diajukan kepada Direktur RSUD Ratu

Zalecha Martapura.

2. Studi pendahuluan dilakukan ke tempat penelitian dengan disertakan surat

rekomendasi studi pendahuluan dari Fakultas Kedokteran Universitas

Page 30: BAB I - IV top

30

Lambung Mangkurat diajukan kepada Direktur RSUD Ratu Zalecha

Martapura.

3. Data sekunder dikumpulkan meliputi gambaran umum tempat penelitian dan

sampel penelitian.

4. Surat ijin penelitian diurus dari Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat diajukan kepada Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5. Kunjungan kedua dilakukan ke tempat penelitian dengan disertakan surat ijin

penelitian untuk dilaporkan rencana penelitian dan tujuan serta teknis

pelaksanaannya.

6. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian disiapkan sesuai keperluan.

7. Sampel penelitian dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

8. Setelah dipastikan adanya keluhan nyeri peneliti menjelaskan prosedur

kepada sampel penelitian dan memberikan lembar persetujuan penelitian

kepada pasien sebagai tanda persetujuan untuk dijadikan sampel penelitian.

9. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji skala nyeri pasien menggunakan

skala intensitas nyeri deskriptif pada kelompok perlakuan selanjutnya dicatat

dalam lembar observasi.

10. Teknik manajemen nyeri dilakukan dengan terapi kompres dingin pada

daerah yang mengalami nyeri bekas insersi jarum intravena yang telah dilepas

maksimal 25 menit sebelum dilakuan kompres dingin dengan diameter luas

permukaan tempat kompres 5 cm.

11. Terapi kompres dingin dilakukan selama 15 menit.

Page 31: BAB I - IV top

31

12. Respon pasien dikaji berupa suhu tubuh dan kenyamanan pasien setiap 5

menit.

13. Setelah selesai pasien dianjurkan untuk relaksasi dan dilakukan pengukuran

ulang skala intensitas nyerinya. Hasil pengukuran di catat pada lembar

observasi.

14. Hasil data penelitian didokumentasikan.

15. Editing data dan analisis dilakukan sesuai prosedur.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan subjek penelitian sesuai dengan

kriteria inklusi. Setelah itu dilakukan pengukuran derajat nyeri terhadap pasien

pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan tindakan kompres dingin.

Selanjutnya diberikan penjelasan tentang prosedur terapi yang akan dilakukan.

Setelah itu dilakukan terapi kompres dingin sesuai prosedur pada daerah yang

nyeri bekas insersi jarum intravena yang telah dilepas. Kemudian pasien

dianjurkan untuk relaksasi dan dilakukan pengukuran ulang skala intensitas

nyerinya. Hasil pengukuran di catat pada lembar observasi.

Pengolahan data terdiri dari 4 tahap, yaitu:

a. Editing atau mengedit data, dimaksudkan untuk mengevaluasi kelengkapan,

konsistensi dan kesesuaian data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau

menjawab tujuan penelitian. Pada tahap editing ini peneliti melakukan

pengecekan data yang ada, antara lain kode pasien, umur dan derajat nyeri.

b. Coding atau mengkode data, merupakan suatu metode untuk

mengkonversikan data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol

Page 32: BAB I - IV top

32

yang cocok untuk keperluanan alisis terhadap hasil observasi yang dilakukan,

antara lain:

1

2

3

4

5

S1

S2

=

=

=

=

=

=

=

Tidak nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat terkontrol

Nyeri berat tidak terkontrol

Skala nyeri sebelum diberikan terapi kompres dingin

Skala nyeri sesudah diberikan terapi kompres dingin

c. Entry data, merupakan proses memasukkan data ke komputer dengan

melakukan aplikasi program SPSS. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

program SPSS 17.0 for windows release.

d. Tabulating (tabulasi data), merupakan proses mengklasifikasikan data

menurut kriteria tertentu sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing

item yang diobservasi. Tabulasi data ini bertujuan untuk mempermudah

dalam proses uji hipotesis.

H. Cara Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis Wilcoxon Rank

Test untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi

rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura sebelum dan sesudah dilakukan

pemberian terapi kompres dingin. Teknik ini digunakan untuk menguji hipotesis

komparasi dua sampel berpasangan bila datanya berbentuk ordinal.

Page 33: BAB I - IV top

33

Uji signifikansi terhadap hasil dengan membandingkan tingkat kemaknaan

(p) dengan tingkat signifikan (α) 5%. Hipotesis penelitian akan diterima jika nilai

tingkat kemaknaan (p) lebih kecil dari tingkat signifikan (α).

I. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan. Dimulai dari bulan Juni –

September 2011 di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pengaruh pemberian terapi kompres dingin terhadap

derajat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura telah dilakukan, dan didapatkan sampel penelitian sebanyak 30

responden. Responden tersebut dipilih secara purposive sampling di instalasi

rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

A. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini berupa seluruh responden

berjenis kelamin perempuan yang mempunyai rentang usia, jenis penyakit, jenis

pekerjaan, dan pendidikan terakhir yaitu sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Rentang Usia

Data demografi responden di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura berdasarkan rentang usia yang dapat di lihat pada gambar 5.1.

Page 34: BAB I - IV top

34

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Rentang Usia

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.1 menunjukkan bahwa

hampir setengah responden berusia 35-39 berjumlah 10 orang (33.33%), sebagian

kecil berusia 40-44 berjumlah 7 orang (23.33%), berusia 45-50 berjumlah 6 orang

(20.00%), berusia 25-29 berjumlah 4 orang (13.33%), berusia 20-24 berjumlah 2

orang (6.66%), dan berusia 30-34 berjumlah 1 orang (3.33%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Penyakit

Data demografi responden di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura berdasarkan jenis penyakit yang dapat di lihat pada gambar 5.2.

33.33%23.33%

20.00% 6.66%13.33%

3.33%

Page 35: BAB I - IV top

35

Gambar 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Penyakit

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.2 menunjukkan bahwa

sebagian kecil responden mempunyai latar belakang penyakit hipertensi

berjumlah 6 orang (20.00%), tipus dan gastritis berjumlah 5 orang (16.66%),

astma dan DM masing-masing berjumlah 4 orang (13.33%), anemia, malaria, dan

diare masing-masing berjumlah 2 orang (6.66%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Data demografi responden di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura berdasarkan jenis pekerjaan yang dapat di lihat pada gambar 5.3.

20.00% 16.66%

13.33%

16.66%

13.33%

6.66%6.66%

6.66%

Page 36: BAB I - IV top

36

Gambar 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.3 menunjukkan bahwa

hampir setengah responden mempunyai latar belakang jenis pekerjaan ibu rumah

tangga berjumlah 11 orang (36.66%), sebagai petani dan wiraswasta masing-

masing berjumlah 8 orang (26.66%) dan sebagian kecil sebagai PNS berjumlah 3

orang (10%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Data demografi responden di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura berdasarkan pendidikan terakhir yang dapat di lihat pada gambar 5.4.

36.66%

26.66%26.66%

10.00%

Page 37: BAB I - IV top

37

Gambar 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.4 menunjukkan bahwa

hampir setengah responden mempunyai latar belakang pendidikan terakhir

sekolah menengah atas berjumlah 14 orang (46.66%), sebagian kecil

diploma/perguruan tinggi berjumlah 7 orang (23.33%), sekolah dasar berjumlah 6

orang (20%), dan sekolah menengah pertama berjumlah 3 orang (10%).

B. Derajat Nyeri pada Pasien dengan Flebitis Sebelum Dilakukan Kompres Dingin

Hasil penelitian tentang derajat nyeri pada pasien dengan flebitis sebelum

dilakukan kompres dingin di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

dapat di lihat pada gambar berikut:

46.66%

23.33% 20.00%

10.00%

Page 38: BAB I - IV top

38

Gambar 5.5 Derajat Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Dingin pada Pasien dengan Flebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.5 menunjukkan bahwa

sebagian besar mengalami nyeri sedang berjumlah 18 orang (60%), hampir

setengah mengalami nyeri ringan berjumlah 9 orang (30%), dan sebagian kecil

mengalami nyeri berat terkontrol berjumlah 3 orang (10%).

Terjadinya kerusakan sel dalam jaringan akibat flebitis menyebabkan

terlepasnya substansi nyeri. Menurut Handerworker dan Wolt (1991), substansi

nyeri yang terlepas berasal dari tiga tempat, pertama dari kerusakan sel itu sendiri

yang akan melepas histamin, kalium, asetilkolin, serotonin, dan ATP. Selain itu

terjadi sintesa prostaglandin dari metabolisme asam arakhidonat dengan bantuan

siklooksigenase. Kedua, substansi nyeri berupa bradikinin dilepaskan dari plasma

darah melalui pembuluh darah yang berubah permeabilitasnya. Ketiga, substansi

nyeri yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf sendiri yang disebut substan P.

60.00%

30.00%10.00%

Page 39: BAB I - IV top

39

Akibat dari terlepasnya substansi nyeri tersebut diatas menyebabkan

perubahan-perubahan lokal yaitu tanda-tanda inflamasi berupa kemerahan

(rubor), hangat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan

fungsi (functio laesa).

C. Derajat Nyeri pada Pasien dengan Flebitis Sesudah Dilakukan Kompres Dingin

Hasil penelitian tentang derajat nyeri pada pasien dengan flebitis sesudah

dilakukan kompres dingin di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

dapat di lihat pada gambar berikut:

Gambar 5.6 Derajat Nyeri Sesudah Dilakukan Kompres Dingin pada Pasien dengan Flebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

Hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.6 menunjukkan bahwa

hampir seluruhnya mengalami nyeri ringan berjumlah 27 orang (90%), dan

sebagian kecil mengatakan bahwa nyerinya hilang berjumlah 3 orang (10%).

90.00%10.00%

Page 40: BAB I - IV top

40

Berdasarkan data saat post test, didapatkan hasil yaitu tingkatan nyeri ringan

dengan prosentase 90% dan yang tidak mengeluhkan nyeri sebanyak 10%. Hal ini

berarti terjadi penurunan tingkat nyeri setelah dilakuan terapi kompres dingin.

D. Pengaruh Pemberian Terapi Kompres Dingin terhadap Derajat Nyeri Pasien dengan Flebitis

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi kompres dingin terhadap

derajat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura dilakukan dengan membandingkan derajat nyeri sebelum dan sesudah

pemberian terapi kompres dingin. Hasil analisa penelitian ini dapat di lihat pada

tabel, yaitu sebagai berikut:

Tabel 5.1 Uji Non-Parametrik Wilcoxon Signed Rank Test Pengaruh Pemberian Terapi Kompres Dingin Terhadap Derajat Nyeri Pasien dengan Flebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

Tingkat nyeri sebelum perlakuan –Tingkat nyeri setelah perlakuan

Z - 4.669a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan program aplikasi

SPSS 17 untuk desain pre dan post test pada satu kelompok dengan jumlah

sampel 30 orang dan nilai α = 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,000 yang berarti

p < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi

kompres dingin terhadap derajat nyeri pasien dengan flebitis di instalasi rawat

inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

Page 41: BAB I - IV top

41

Kompres dingin merupakan tindakan memasang suatu zat dengan suhu

rendah pada bagian tubuh untuk tujuan terapeutik. Menurut Kusyanti (2004),

Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, mencegah peradangan

meluas, mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan mengontrol perdarahan

dengan meningkatkan vasokontriksi. Menurut Potter (2005), memberikan rasa

dingin dengan menggunakan suatu zat dengan suhu rendah pada daerah nyeri

bertujuan untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada tempat yang terserang

nyeri sehingga sensasi nyeri pasien berkurang.

Penurunan derajat nyeri yang terjadi setelah dilakukan kompres dingin,

sesuai dengan mekanisme Gate Control Theory oleh Melzack dan Wall (1965),

yang mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka

dan impuls dihambat saat pertahanan ditutup. Upaya menutup pertahanan tersebut

terjadi saat dilakukan kompres dingin yang dapat menghambat impuls nyeri yang

akan disampaikan ke otak untuk dipersepsikan.

Menurut Tamsuri (2007), stimulasi kulit dalam hal ini pemberian kompres

dingin dipercaya dapat meningkatkan pelepasan endorfin yang memblok transmisi

stimulus nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta

sehingga menurunkan transmisi implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan

serabut saraf C. Selain upaya penutupan pertahanan tersebut, kompres dingin juga

mempunyai pengaruh lain yaitu reaksi vasokontriksi sehingga menurunkan aliran

darah ke daerah tubuh yang mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema,

dan mengurangi inflamasi. Selain itu relaksasi otot akan menurunkan ketegangan

otot sehingga menghilangkan nyeri.

Page 42: BAB I - IV top

42

Menurut Annisa (2003), kompres dingin efektif dalam menurunkan

intensitas nyeri ibu post partum dengan bendungan payudara di wilayah kerja

puskesmas kecamatan Gending kabupaten Probolinggo. Menurut Istichomah

(2007), kompres dingin efektif dalam menurunkan derajat nyeri pasien dengan

kontusio di RSUD Sleman.

Dari pembahasan di atas dapat dinyatakan bahwa pemberian terapi kompres

dingin pada pasien yang mengalami nyeri akibat flebitis memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap penurunan derajat nyeri pasien dengan flebitis.

Page 43: BAB I - IV top

43

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden

yang mengalami nyeri akibat flebitis di instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Tingkat nyeri responden sebelum perlakuan (pre-test) sebanyak 18 responden

(60%) nyeri sedang, 9 responden (30%) nyeri ringan dan 3 responden (10%)

mengalami nyeri berat terkontrol.

2. Tingkat nyeri responden setelah perlakuan (post-test) sebanyak 27 responden

(90%) nyeri ringan dan 3 responden (10%) mengatakan bahwa nyerinya hilang.

3. Pemberian kompres dingin berpengaruh terhadap penurunan nyeri akibat

flebitis dengan p = 0.000, didukung dengan data sebanyak 24 sampel penelitian

(80%) terjadi penurunan tingkat nyeri dan tidak ada responden yang

menyatakan terjadi peningkatan tingkat nyeri setelah perlakuan (post-test).

B. Saran

Direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk membandingkan

antara kompres dingin dengan kompres hangat dalam manajemen nyeri akibat

flebitis. Pada penelitian lebih lanjut sebaiknya digunakan alat kompres dalam

manajemen nyeri yang ukurannya lebih kecil demi kenyamanan pasien.

Direkomendasikan pada pihak rumah sakit untuk meningkatkan sosialisasi dan

penerapan yang lebih intensif terhadap pemberian kompres dingin mengingat cara

Page 44: BAB I - IV top

44

ini lebih murah, mudah dan tanpa efek samping dibandingkan dengan metode

farmakologi.