bab-i-iv

Upload: dita-andini

Post on 14-Jul-2015

149 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pelangi merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di daerah tropis, seperti Indonesia. Menurut Smith (2000:32) Indonesia miliki intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kutub. Sinar matahari, angin, dan rotasi bumi dapat mempengaruhi arus air laut. Tingginya arus air laut dapat meningkatkan proses kondensasi, sehingga curah hujan akan semakin tinggi di daerah tropis. Kombinasi antara berbagai faktor alam tersebut akan mempengaruhi terbentuknya pelangi. Fenomena pelangi yang tercipta ketika rintik hujan memecah sinar matahari telah membuat manusia terpesona sejak zaman dahulu kala. Upaya menjelaskan pelangi secara ilmiah pun telah dilakukan sejak masa Aristoteles. Kunci terjadinya pelangi adalah pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya. Sejauh ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab fenomena pelangi ialah dari sisi fisika, namun pendekatan dengan menggunakan matematika, khususnya kalkulus masih jarang ditemui. Kalkulus merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang membahas masalah limit, turunan, integral dan deret tak terhingga. Kalkulus merupakan ilmu mengenai perubahan, geometri merupakan ilmu yang mempelajari bentuk benda dan aljabar merupakan ilmu mengenai pengerjaan untuk persamaan serta aplikasinya. Di sisi lain, kalkulus memiliki aplikasi yang luas dalam bidang

1

2

sains, ekonomi, dan teknik serta dapat memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar elementer. Kalkulus memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral. Aplikasi kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Sedangkan aplikasi dari kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, nilai minimum dan maksimum. Kita dapat menjelaskan fenomena pelangi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan prinsip nilai minimum dan maksimum, Penulis merasa fenomena pelangi ini sangat menarik perhatian, karena masalah tersebut belum dijelaskan dalam materi perkuliahan, khususnya dari sudut pandang kalkulus. Pembahasan masalah ini dibuat agar tinjauan kalkulus untuk pelangi dapat dilakukan secara lebih mendalam.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini, yaitu: Bagaimana proses terjadinya pelangi, bentuk pelangi, posisi pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus? Rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi pertanyaan penelitian berikut:1. Bagaimana proses terjadinya pelangi? 2. Bagimana model matematika dapat menjelaskan proses terjadinya

pelangi melalui pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya?3. Bagaimana bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?

3

4. Bagaimana posisi relatif pelangi terhadap pengamat dan matahari jika

ditinjau dari segi kalkulus?

1.3 Batasan Masalah Pembahasan fenomena pelangi pada karya ilmiah ini merupakan pelangi yang terjadi secara alamiah dan pembahasan hanya pada pelangi pertama.

1.4 Tujuan Penulisan1. Menjelaskan proses terjadinya pelangi, posisi pelangi, dan bentuk

pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus.2. Menentukan model matematika yang dapat menjelaskan proses

terjadinya pelangi melalui pembiasan, pemantulan, dan dispersi cahaya.

1.5 Manfaat Penulisan1. Dapat menambah pengetahuan tentang keterkaitan ilmu kalkulus

dengan fenomena pelangi.2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang

tinjauan kalkulus untuk pelangi secara lebih mendalam. 1.6 Asumsi - asumsi 1. Tetesan air hujan berbentuk bola. 2. Sinar matahari yang masuk ke tetesan air hujan bebas hambatan. 3. Ilustrasi dilakukan pada dimensi 2.

4

4. Indeks bias dan panjang gelombang tiap warna diketahui. 5. Kandungan butiran air di udara cukup banyak.

BAB II MATERI PRASYARAT

2.1 Matematika 1. Turunan

5

5

Definisi 2.1 Turunan fungsi f adalah fungsi lain f' (dibaca f aksen) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalahf'c=limh0fc+h-f(c)h

asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang di ada, c. maka dikatakan turunan bahwa f

terdiferensialkan pendiferensialan. 2. Diferensial Definisi 2.2

(terturunkan)

Pencarian

disebut

Misalkan fungsi f mempunyai persamaan y=f(x) mempunyai turunan dydx=f'(x). Diferensial dari x dinotasikan dengan dx dan diferensial dari y dinotasikan dengan dy, dan hubungan keduanya didefinisikan sebagaidy=f'xx dan dx=x

di mana x menyatakan pertambahan sebarang dari x. Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa dydx=f'(x) ekivalen dengan dy=f'(x)dx, asalkan dx0. Dengan kata lain, fungsi turunan dapat diungkapkan sebagai hasil bagi diferensial. 3. Nilai Maksimum dan Minimum Definisi 2.3 Andaikan S adalah daerah asal f yang memuat titik c. Kita katakan bahwa:i.f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika f(c)fx untuk semua x di

S.

6

ii.f(c) adalah nilai minimum f pada S jika f(c)f(x) untuk semua x di

S.iii.f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika ia adalah nilai maksimum

atau nilai minimum.

Teorema Eksistensi Maks-Min Jika f kontinu pada selang tertutup [a,b], maka f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.

Teorema Titik Kritis Andaikan f didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. Jikaf(c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis; yakni c berupa

salah satu:i.

Titik ujung dari I;

ii. Titik stasioner dari f(f(c)=0); iii. Titik singular dari f(f(c)tidak ada).

1.

Aproksimasi Definisi 2.4 Andaikan y=fx. Jika diberikan tambahan x, maka y menerima tambahan yang berpadanan y yang dapat dihampiri oleh dy. Jadi, fx+x diaproksimasi oleh:fx+xfx+dy=fx+f'(x)x

2.

Deret Taylor Definisi 2.5

7

Andaikan f dan semua turunannya, f, f, f, berada dalam selang[a,b]. Misalkan x0a,b, maka untuk nilai-nilai x di sekitar x0 dan xa,b, f(x) dapat diperluas (diekspansi) ke dalam deret Taylor: fx=fx0+x-x01!f'x0+x-x022!f''x0+ +x-x0mm!fmx0+

3.

Aproksimasi Deret Taylor Terhadap Fungsia y=f(x) y=fa+f'a(x-a) 2.1 (a,f(a)) y x Gambar

Aproksimasi Linear

Aproksimasi Linear Aproksimasi diferensial bertujuan untuk mengaproksimasi suatu kurva di dekat sebuah titik dengan

menggunakan garis singgung pada titik tersebut. Perhatikan gambar 2.1 Persamaan garis singgung pada kurva y=fx di (a,f(a)) adalahy=fa+f'a(x-a)

Secara langsung menuju ke aproksimasi linearfxfa+f'a(x-a)

2.2 Fisika 1. Pembiasan Cahaya

8

Pembiasan

cahaya

adalah

peristiwa

penyimpangan

atau

pembelokkan arah rambat cahaya karena cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari udara ke air. Sedangkan cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari air ke udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan cahaya ialah cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas.

A. Indeks Bias Cahaya Pembiasan cahaya dapat terjadi karena terdapat perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens (1629-1695): Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.

9

B. Pembiasan Cahaya Pada Prisma Bahan bening yang dibatas oleh dua bidang permukaan yang bersudut disebut prisma. Tetesan air hujan merupakan salah satu benda yang dihasilkan oleh alam, namun memiliki sifat seperti prisma. Maksudnya jika sebuah cahaya menembus tetesan air, maka cahaya tersebut akan dibiaskan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai permukaan suatu benda. Pemantulan cahaya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemantulan sempurna dan pemantulan baur. Pemantulan sempurna terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang mengkilap, seperti cermin. Saat cahaya mengenai permukaan cermin, kita dapat memprediksi arah pemantulannya. Sedangkan pemantulan baur dapat terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang tidak rata, seperti kertas atau batu.

2.

Dispersi Cahaya Dispersi cahaya merupakan gejala penyebaran gelombang ketika menjalar melalui celah sempit atau tepi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui prisma akan mengalami proses penguraian warna cahaya menjadi warna-warna monokromatik. Dispersi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang gelombang yang melaluinya.

3.

Hukum Snellius

10

Pada sekitar tahun 1621, ilmuan Belanda bernama Willebrord Snell melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias. A. Hukum Snellius terhadap Pemantulan Cahaya 1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datarxc xc Sudut N Sudut Sumber Gambar 2.2 x Pemantulan Sempurna pantul Cahaya datang

2.

Sudut datang sama dengan sudut pantul

B. Hukum Snellius terhadap Pembiasan Cahaya Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya rendah menuju medium yang kerapatannya tinggi, maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal.

11

Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya tinggi menuju medium yang kerapatannya rendah, maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.xc umber xc xc S N Rapat Renggang Gambar 2.3 Sumber x x Cahaya Pembiasan Cahaya

Selanjutnya kita dapat menghitung sudut datang dan sudut bias berdasarkan Hukum Snelliussin=ksin

dengan: :sudut datang :sudut bias k :indeks bias

12

Pembuktian Hukum Snelliussin=ksin

Akan dibuktikan bahwa jarak terpendek antara matahari dan pengamat pada saat berlaku sin=ksin Bukti: Misalkan

: sudut datang : sudut bias

Medium A : medium yang kerapatannya renggang, misalkan udara. Medium B : medium yang kerapatannya lebih rapat dari medium A, misalkan air. V1 V2D1 D2 D 1x engamat P Medium x b N M d edium Sumber B a 2 c Cahaya A x

:kecepatan cahaya dalam medium A : kecepatan cahaya dalam medium B : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium A : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium B

13

Perhatikan gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Cahaya yang Dibiaskan Mendekati Garis Normal Dari gambar diperoleh:D1=a2+d-x2 sin=d-xD1 D2=b2+x2 sin=xD2

(1) (2) (3) (4)

Kita ambil D1+D2 untuk mendapatkan jarak terpendek antara matahari dan pengamat. Karena cahaya matahari memiliki kecepatan yang berbeda saat berada di medium yang berbeda, maka jarak terpendek antara matahari dan pengamat dapat dinyatakan sebagai:D1V1+D2V2

Untuk mendapatkan sudut deviasi yang minimum pada sinar datang, maka kita konstruksikanD1'V1+D2'V2=0 (5)

Selanjutnya, kita menurunkan D1 dan D2 terhadap x, sehingga didapat:

14

D1'=12a2+d-x2-12 -2d+2x =x-da2+d-x2 D2'=12b2+x2-12 2x =xb2+x2

Subtitusikan nilai D1'dan D2' pada persamaan (5), sehingga diperoleh:x-da2+d-x2V1+xb2+x2V2=0

(6)

Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh:d-xa2+d-x2=sin, dan ditulis sebagai x-da2+d-x2=-sin (7)

Dari persamaan (3) dan (4), diperoleh:xb2+x2=sin (8)

Subtitusikan persamaan (7) dan (8) ke persamaan (6), diperoleh:-sinV1+sinV2=0 sinV1=sinV2 sin=V1V2sin sin=ksin dengan k=V1V2

Jadi, terbukti benar bahwa sin=ksin

15

Besar ukuran sudut bias dan sudut pelangi masing-masing warna pelangi dipengaruhi oleh panjang gelombang dan indeks bias masing-masing gelombang warna. Berikut ini merupakan data panjang gelombang dan indeks bias warna pelangi. Tabel 2.1 Data Panjang Gelombang dan Indeks Bias Warna Pelangi Panjang Gelombang () 400 nm 425 nm 450 nm 475 nm 500 nm 525 nm 550 nm 575 nm 600 nm 625 nm 650 nm 675 nm 700 nm Indeks Bias (k) 1, 34451 1, 34235 1, 34055 1, 33903 1, 33772 1, 33659 1, 3356 1, 33462 1, 33393 1, 33322 1, 33257 1, 33197 1, 33141

Warna

16

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Proses Terjadinya Pelangi Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Jika ada cahaya matahari yang bersinar setelah hujan berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan di udara. Udara dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokkan arah rambat cahaya (pembiasan cahaya). Cahaya matahari merupakan sinar polikromatik, saat masuk ke dalam tetesan air hujan akan diuraikan menjadi warna-warna monokromatik yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Cahaya matahari yang telah terurai menjadi warna monokromatik sebagian akan mengalami pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan sebagian lainnya akan menembus ke luar tetesan air hujan. Masing-masing gelombang cahaya monokromatik tersebut akan mengalami pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan dan arah pembiasannya akan berbeda-beda, tergantung pada warnanya. Warna-warna monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang gelombang yang berada dalam rentang 400 700 nm. Pada

16

17

rentang 400 700 nm, gelombang cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai gradasi warna merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut diasumsikan sebagai warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan gradasi warna tersebut kita namakan sebagai pelangi. Ketika kita melihat warna-warna ini pada pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan dengan merah di paling atas dan warna ungu di paling bawah. Berikut merupakan skema terjadinya pelangi pertama secara keseluruhan.

Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang pelangi terlihat lebih terang dibandingkan daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya matahari yang masuk ke tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai intensitas cahaya matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami satu kali proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup banyak. Gambar 3.1 Proses Fisis Pelangi Pertama Secara Keseluruhan 3.2 Model Matematika Dapat Menjelaskan Proses Terjadinya Pelangi Melalui Pembiasan, Pemantulan dan Dispersi Cahaya

Gambar 3.2 Ilustrasi Sudut Pelangi

18

Rumus Umum yang Digunakan: A. Hukum Pemantulan: Sudut datang sama dengan sudut pantul. B. Persamaan Snellius: sin = k sin Keterangan : = sudut datang = sudut bias k = perbandingan indeks bias dari dua medium yang berbeda Berikut merupakan ilustrasi cahaya yang menembus tetesan air hujan mengalami dua kali proses pembiasan, satu kali pemantulan dan satu kali dispersi cahaya-) Datang (180-2) (-) ( udut Pengamat () T Menuju Sinar S E D B A C

Pelangi

Keterangan: : sudut datang sinar matahari : sudut bias T : sudut deviasi : sudut pelangi

19

=4-2 T=180-4+2

Gambar 3.3 Proses Pembiasan, Pemantulan, dan Dispersi Cahaya Pada Pelangi Pertama Model Matematika dalam Pembentukan Pelangi Pertama Perhatikan BCD-+180-2+=180 =180-180+2-+ =3- +=180 ( Sudut Berpelurus )

(1)

Subtitusikan nilai pada persamaan (1)3-+=180 =180+-3

Perhatikan ADE++-=180

Subitusikan nilai , maka didapat:180+-3++-=180 =180-180-+3-+ =4-2

20

+T=180 ( Sudut Berpelurus )

(2)

Subtitusikan nilai pada persamaan (2)4-2+T=180 T=180+2-4

Jika T diturunkan terhadap diperoleh:dTd=2-4dd (3)

Berdasarkan Hukum Snelliussin=k sin

Kedua ruas diturunkan terhadap cos =kcos dd dd=cos kcos (4)

Subtitusikan persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh:dTd=2-4coskcos

Berdasarkan prinsip aproksimasi linear deret Taylor terhadap fungsi,TT0+T'0-0

Karena ( - o) nilainya kecil (mendekati nol), maka T(o) ( - o) dapat diabaikan, sehingga T() T(o).0=dTd=2-4cos 0kcos 0 (5)

Dari persamaan (5), didapat persamaan berikutkcos0=42cos0 k2 cos20=4 cos2 0 ( Kedua Ruas Dikuadratkan )

21

k21-sin20=41-sin20 k2-k2sin20=4-4 sin20

Dengan mensubtitusikansin0=k sin0 sin20=k2sin2(0)

Diperoleh:k2-sin20=41- sin20

Sehingga diperoleh rumus untuk sudut datang dan sudut biassin20=134-k2 0=sin-1134-k2

Dari Persamaan Snellius sin0=k sin0 didapat:0=sin-1sin0k

Menentukan Sudut PelangiA. Sudut pelangi untuk warna merah

Diketahui indeks bias untuk warna merah (k) = 1, 33141. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=59, 502903930=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=40, 3289244

22

T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=137, 6901103

Karena=180-T

Maka:=180-137, 6901103=42, 30988974

Jadi, sudut pelangi untuk warna merah adalah 42, 30988974B. Sudut pelangi untuk warna jingga

Diketahui indeks bias untuk warna jingga k= 1,33322. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=59, 397688060=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=40, 25290214Perhatikan, T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=137, 9538742

Karena=180-T

Maka:

23

=180-137, 9538742=42.04612576

Jadi, sudut pelangi untuk warna jingga adalah 42, 04612576C. Sudut pelangi untuk warna kuning

Diketahui indeks bias untuk warna kuning k= 1, 33462. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=59, 316353510=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=40, 11895445

Perhatikan, T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=138, 1568892

Karena=180-T

Maka:=180-138, 1568892=41, 84311078

Jadi, sudut pelangi untuk warna kuning adalah 41, 84311078D. Sudut pelangi untuk warna hijau

24

Diketahui indeks bias untuk warna hijau k= 1, 33659. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=59, 201972690=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=39, 99071337

Perhatikan, T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=138, 4410919

Karena=180-T

Maka:=180-138, 4410919=41, 5589081

Jadi, sudut pelangi untuk warna hijau adalah 41, 5589081E. Sudut pelangi untuk warna biru

Diketahui indeks bias untuk warna biru k= 1, 34055. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=58, 97228442

25

0=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=39, 73433118Perhatikan, T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=139, 0072441

Karena=180-T

Maka:=180-139, 0072441=40, 99275588

Jadi, sudut pelangi untuk warna biru adalah 40, 99275588F.

Sudut pelangi untuk warna nila Diketahui indeks bias untuk warna nila k= 1, 34235. Substitusikan nilai k ke persamaan 0 dan 00=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=58, 867980230=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=39, 61840454Perhatikan, T=180+2-4

26

Dengan mensubstitusikan nilai 0 dan 0 diperoleh :T=139, 2623423

Karena=180-T

Maka:=180-139, 2623423=40, 7376577

Jadi, sudut pelangi untuk warna nila adalah 40, 7376577G. Sudut pelangi untuk warna ungu

Diketahui indeks bias untuk warna ungu k= 1, 34451. Substitusikan nilai k ke persamaan berikut0=sin-1134-k2

Sehingga didapat 0=58, 742893750=sin-1sin0k

Sehingga didapat 0=39, 4797895Perhatikan, T=180+2-4

Dengan mensubstitusikan 0 dan 0 diperoleh :T=139, 5666295

Karena=180-T

Maka:=180-139, 5666295=40, 4333705

27

Jadi, sudut pelangi untuk warna ungu adalah 40, 4333705

Sudut pelangi dari masing-masing warna tersebut disajikan dalam tabel 3.1 Tabel 3.1 Data Sudut Warna-Warna Pada Pelangi (nm) 400 425 450 475 500 525 550 575 600 625 650 675 700 Indeks Bias (k) 1, 34451 1, 34235 1, 34055 1, 33903 1, 33772 1, 33659 1, 33560 1, 33462 1, 33393 1, 33322 1, 33257 1, 33197 1, 33141 sudut datang (0) (derajat) 58, 74289375 58, 86798023 58, 97228442 59, 06041141 59, 13639897 59, 20197269 59, 25944347 59, 31635351 59, 35643464 59, 39768806 59, 43546465 59, 47034346 59, 50290393 Sudut bias (0) (derajat) 39, 4797895 39, 61840454 39, 73433118 39, 83252085 39, 91736397 39, 99071337 40, 05510096 40, 11895445 40, 16398222 40, 21037547 40, 25290214 40, 29220337 40, 3289244 sudut deviasi T() (derajat) 139, 5666295 139, 2623423 139, 0072441 138, 7907394 138, 6033421 138, 4410919 138, 2984831 138, 1568892 138, 0569404 137, 9538742 137, 8593207 137, 7718734 137, 6901103 sudut pelangi () (derajat) 40, 4333705 40, 7376577 40, 99275588 41, 20926058 41, 39665794 41, 55890810 41, 70151690 41, 84311078 41, 94305960 42, 04612576 42, 14067926 42, 22812656 42, 30988974

Warna

3.3 Bentuk Pelangi Jika Ditinjau dari Segi Kalkulus

28

Gambar 3.4 Pelangi Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya pada sudut 40-42. Karena sudut pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap dari pusat cahaya, sehingga jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jari nya tetap konstan dari satu pusat atau titik, kita akan mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya kita potong, kita selalu dapat bagian lingkaran yang melengkung. Garis Horizontal Bumi Gambar 3.5 Ilustrasi Bentuk Pelangi SudutPelangi

29

Untuk dapat melihat pelangi, kita harus mempunyai sudut deviasi sebesar138, ini menyebabkan kita akan mempunyai sudut pelangi sebesar 42. Sudut

pelangi merupakan sudut yang terbentuk antara axis dan titik puncak pelangi. Axis merupakan garis yang menghubungkan matahari dan pengamat.

Gambar 3.6 Sifat Konvergen Mata Manusia Saat memandang sebuah objek, mata manusia bersifat konvergen atau menyebar. Pandangan mata kita saat melihat sebuah objek dapat diilustrasikan sebagai sebuah kerucut yang memiliki titik puncak pada mata kita, seperti tampak pada gambar 3.6. Kemiringan kerucut yang terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagian alas kerucut tidak dapat kita lihat karena berada di bawah garis horizontal bumi, sedangkan sebagian lainnya terlihat sebagai busur atau biasa kita sebut sebagai pelangi.

30

3.4 Posisi Relatif Pelangi Terhadap Pengamat dan Matahari Jika Ditinjau dari Segi Kalkulus Posisi matahari pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu axis, di mana matahari akan selalu berada di belakang pengamat (diilustrasikan pada Gambar 3.5 dan 3.7). Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizontal bumi.

Gambar 3.7 Posisi Matahari, Pengamat dan Pelangi

31

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Cahaya matahari masuk ke dalam tetesan air hujan akan mengalami proses pembiasan lalu cahaya tersebut akan terurai menjadi warna monokromatik. Cahaya yang telah terurai, masing-masing akan mengalami proses pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan kembali akan mengalami proses pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan. Rangkaian gelombang warna monokromatik yang membentuk spektrum cahaya tersebut yang akan membentuk pelangi pertama. Kita dapat mengkontruksi model matematika proses terjadinya pelangi pertama. Model yang pertama ialah =4-2 , merupakan sudut pelangi. Model kedua ialah T=180+2-4, T merupakan sudut deviasi. Selanjutnya 0=sin-1134-k2 yang merupakan sudut datang sinar matahari.

Model yang terakhir adalah 0=sin-1sin0k yang merupakan sudut bias pelangi. Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Bentuk pelangi yang berupa lingkaran disebabkan oleh sudut

33

32

pembiasan masing-masing gelombang warna tetap dan sifat konvergen (menyebar) saat mata manusia memandang sebuah objek. Untuk dapat melihat pelangi, kita harus memiliki sebesar 40-42 serta posisi matahari, pengamat dan pelangi terletak pada satu axis dengan posisi matahari berada di belakang pengamat. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizontal bumi, sehingga kita hanya dapat melihat pelangi pada pagi hari atau sore hari.

4.2 Saran Berdasarkan studi pustaka yang penulis lakukan mengenai proses terjadinya pelangi pertama, model matematika yang menjelaskan pelangi pertama, bentuk pelangi, dan posisi relatif pelangi terhadap matahari dan pengamat jika ditinjau dari segi kalkulus, penulis memiliki saran untuk menambah studi pustaka mengenai pelangi kedua, ketiga sampai pelagi ketujuhbelas.