bab i, ii, iii, iv

Upload: wiky-wijaksana

Post on 02-Mar-2016

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Keperawatan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPerubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.

Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yangmenimbulkangangguanmuskuloskeletal terutamaadalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinyadapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik.

Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini,sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak,namunsemuanyamenunjukkanadanyapersamaanciri.

Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanyatigatandautamayaitu:pembengkakan sendi.,kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982)

Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994)Dari berbagai masalah ksehatan itu ternyata gangguan muskuloskletal menempati urutan kedua 14,5 % setelah pnyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health,1996) dan berdasarkan WHO di jawa ditemukan bahwa rheumatoid arthritis menempati urutan pertama ( 49% ) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et.al, 1991). Sehingga perawat mengambil tema tentang asuhan keperawatan pada klien rematoid artritis.B. RUMUSAN MASALAH1. Apa yang dimaksud dengan rheumatoid arthritis?

2. Apa etiologi rheumatoid arthritis?

3. Apa manifestasi klinis rheumatoid arthritis?

4. Bagaimana patofisiologi rheumatoid arthritis?

5. Jelaskan pathway rheumatoid arthritis?

6. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit rheumatoid arthritis?

7. Bagaimana prognosis rheumatoid arthritis?

8. Apa saja pemeriksaan penunjang rheumatoid arthritis?

9. Bagaimana pencegahan rheumatoid arthritis?

10. Bagaimana penatalaksanaan rheumatoid arthritis?

C. TUJUAN

Tujuan Umum :Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit rematoid artritis.Tujuan Khusus :1. Menjelaskan pengertian rheumatoid arthritis.

2. Menjelaskan etiologi rheumatoid arthritis

3. Menjelaskan manifestasi klinis rheumatoid arthritis.

4. Menjelaskan patofisiologi rheumatoid arthritis.

5. Menjelaskan pathway rheumatoid arthritis.

6. Menjelaskan komplikasi rheumatoid arthritis.

7. Menjelaskan prognosis rheumatoid arthritis.

8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang rheumatoid arthritis?

9. Menjelaskan pencegahan rheumatoid arthritis.D. METODE PENULISANPenulisan makalah ini menggunakan berdasarkan literatur yag diperoleh dari buku ataupun sumber dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini terdiri dari 5 bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Isi yang terdiri dari pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang, pencegahan dan penatalaksanaan rematoid artritis.

BAB III : Asuhan Keperawatan pada klien Rematoid Artritis BAB IV : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP DASAR MEDISA. Definisi Istilah rheumatism berasal dari bahasa yunani, rheumatismos yang berarti mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik termasuk penyakit jaringan ikat.

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya.

Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.

Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit autoimun.

Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.B. Klasifikasi Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa golongan, yaitu :

1. Osteoartritis Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.

2. Artritis remathoid Artritis rematoid adalah suatu jenis inflamasi sistemik kronik dengan maniestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.

3. Polimialgia Reumatik Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan yang terutama mengenai otot ekstermitas proksimal, leher, bahu dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.

4. Artritis Gout (Pirai)Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita. Pada usia sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa monopouse.

C. Epidemiologi

Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.7 Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.

Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan 600.000 pria.

D. Etiologi

Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. AR adalah suatu penyakit autoimun yang timbul pada individu individu yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-organisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi IgG semula. Antibodi ynng ditunjukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.

E. PatogenesisDari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut :

Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b(TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.

Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.

Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.

Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.F. Factor PredusposisiBeberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkan gejala, meliputi : Aktifitas/mobilitas yang berlebihan Aktifitas klien dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika klien dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi klien yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga klien dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal klien yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal. Lingkungan Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan.G. Patofisiologi

Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial akibat faktor genetik, yang melakukan proses fagositosis menyerang sinovium menghasilkan enzim enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial yang mengakibatkan adanya pelepasan kolagenesa dan produksi lisozim oleh fagosit yang mengakibatkan terjadinya erosi sendi dan periartikularis tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum. Kemudian terjadi pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.Pathway

H. Gambaran Klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak. Tangan

Berlainan dengan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif jarang dijumpai, keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan neck deformities akibat fleksi kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi DIP serta boutonniere akibat fleksi PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon fleksor dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak dijumpai pada AR.

Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekana nervus medianus yang terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang, nervus ulnaris yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan mekanisme yang sama.AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis akibat pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang dapat menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat menyebabkan terjadinya erosi tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur tendon yang terlibat.

Panggul

Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul akibat AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini keterlibatan sendi panggul mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti saat mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih cepat dibandingkan gangguan pada persendian lainnya. Lutut

Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat menyebabkan terbentuknya kista Baker. Kaki dan Pergelangan Kaki

Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki merupakan gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan pergelangan kaki merupakan struktur yang menyangga berat badan, keterlibatan ini akan menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan keterlibatan ekstremitas atas. Peradangan pada sendi talonavikularis akan menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue tibialis posterior dapat pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala parestesia pada telapak kaki.I. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.J. Pemeriksaan Penunjang

Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:

1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.

2. Protein C-reaktif biasanya positif.

3. LED meningkat.

4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

6. Trombosit meningkat.

7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.

K. Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam diagnosis dari rheumatoid arthritis adalah suatu pertemuan antara dokter dan pasien. Dokter meninjau sejarah gejala, meneliti radang sendi dan kelainan bentuk, kulit untuk rheumatoid nodules, dan bagian tubuh untuk radang. Tes darah tertentu dan X-ray sering berlaku. Diagnosis akan berdasarkan pola gejala, yang mendistribusikan radang sendi, dan temuan dari darah dan x-ray. Beberapa kunjungan mungkin diperlukan sebelum dokter dapat menentukan diagnosis. Distribusi radang sendi adalah hal penting bagi dokter dalam membuat diagnosis. Dalam rheumatoid arthritis, sendi kecil tangan, pergelangan tangan, kaki, dan lutut yang biasanya meradang dalam distribusi simetris (mempengaruhi kedua sisi tubuh). Bila hanya satu atau dua sendi yang radang, diagnosis rheumatoid arthritis akan semakin sulit. Dokter mungkin akan melakukan tes lainnya yang akan kita diskusi pada gambarberikutnya. Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.L. Pencegahan Kecelakaan (Jatuh) pada Lansia dengan masalah muskuloskeletal

Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata ,yang melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat yang lebih rendah atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben) Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di dalamnya ,kelemahan otot ekstremitas bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizzines ,serta faktor ekstrinsik sertai lantai yang licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang terang dan sebagainya. Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang mempercepat patah tulang pada orang dengan kepadatan mineral tulang {Bone Mineral Density(BMD)} rendah.Jatuh dapat dicegah sehingga akan mengurangi risiko patah tulang. Jatuh adalah penyebab terbesar untuk patah tulang pinggul dan berkaitan dengan meningkatnya risiko yang berarti terhadap berbagai patah tulang meliputi punggung, pergelangan tangan, pinggul, lengan bagian atas. Jatuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus meliputi berbagai komponen agar sukses. Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat dan dapat menurunkan risiko jatuh

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir dampak dari jatuh yang terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Geriatrics Society, British Geriatrics Society, dan American Academy of Orthopedi Surgeons pada pencegahan jatuh meliputi beberapa rekomendasi untuk orang tua(AGS et al.2001) .Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:1. Faktor IntrinsikFaktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai penyakit seperti Stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh sesisi, Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun Depresi yang menyebabkan lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan.Gangguan penglihatan pun seperti misalnya katarak meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope, syncope lah yang sering menyebabkan jatuh pada lansia. Jatuh dapat juga disebabkan oleh dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik yang berlebihan.2. Faktor EkstrinsikAlat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang rendah dan tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. dibawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :1. Latihan fisikLatihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan,memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan,latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.(1,4,5,6)2. Managemen obat-obatana. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:b. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obatc. Gunakan alat bantu berjalan jika memang diperlukan selama pengobatand. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquiliserse. Hindari pemberian obat multiple (lebih dariempat macam) kecuali atas indikasi klinis kuatf. Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan3. Modifikasi lingkunganAtur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas ataudingin untuk menghindari pusing akibat suhu diantara:a. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulub. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.c. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.d. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.e. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga.f. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa untuk melintas.g. Gunakan lantai yang tidak licin.h. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.i. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar mandi.4. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :

a.Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.

b.Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.

c.Mengambil barang dengan cara yang benar dari Lantai.

d.Hindari olahraga berlebihan.

5. Alas kaki

Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:

a.Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar

b.Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan

c.Pakai sepatu yang antislip

6. Alat bantu jalan

Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.

a.Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda. Karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.

b.Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane). Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat badan.

7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.

9. Memelihara kekuatan tulang

a.Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua

b.Berhenti merokok

c.Hindari konsumsi alkohol

d.Latihan fisik

e.Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen

f.Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.2. KONSEP DASAR KEPERAWATANA. Dasar Data Pengkajian Pasien1. Aktivitas/istirahat

Gejala: nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari

Keletihan

Tanda : Malaise

Keterbatasan rentang gerak : atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot

2. Kardiovaskuler

Gejala : jantung cepat, tekanan darah menurun

3. Integritas ego

Gejala : factor-faktor stress akut atau kronis : misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan keputusasaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada orang lain

4. Makanan atau cairan

Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makanan/cairan adekuat : mual

Anoreksia

Kesulitan untuk mengunyah

Tanda : penurunan berat badan

Kekeringan pada membran mukosa

5. Higiene

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakn aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang lain6. Neurosensori

Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan

Tanda: pembengkakan sendi

7. Nyeri/kenyamanan

a. Gejala : fase akut dari nyeri

Terasa nyeri kronis dan kekakuan

8. Keamanan

b. Gejala: kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, kekeringan pada mata dan membrane mukosa

9. Interaksi social

c. Gejala: kerusakan interkasi dan keluarga/orang lain : perubahan peran : isolasiB. Asuhan Keperawatan1. PengkajianFaktor-faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi pasien seperti adanya perubahan perilaku pasien karena gangguan sensori komunikasi

a. Halusinasi;b. Gangguan proses pikir;c. Kelesuan;d. Ilusi;e. Kebosanan dan tidak bergairah;f. Perasaan terasing;g. Kurangnya konsentrasi;h. Kurangnya koordinasi dan keseimbangan.Faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan lain:a. Kesadaran menurun;b. Kelemahan fisik;c. Imobilisasi;d. Penggunaan alat bantu.

2. Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi:Pengkajian resiko (Risk assessment tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal).a.Resiko Jatuh

a. Usia klien lebih dari 65 tahun

b. Riwayat jatuh di rumah atau RS

c. Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran

d. Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas

e. Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)

f. Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)

g. Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics, diuretics, or laxatives)b. Riwayat kecelakaanBeberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang kembalic. KeracunanBeberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan dan upaya pencegahannya.d. KebakaranBeberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.e. Pengkajian BahayaMeliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.f. Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang terstuktur.3. Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lansia (Tineti, 1998)Dinilai dari 2 komponen yaitu : perubahan posisi dan gaya berjalan

1. Perubahan poisisi atau gerakan keseimbangan

Beri nilai 0 jika klien tidak menunjukan kondisi di bawah ini dan 1 bila menunjukan kondisi berikut ini:

Bangun dari tempat duduk ( dimasukan dalam analisis)*

Tidak bangun dari tempat duduk dengan sekali gerakan, akan tetapi usila mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali.

Duduk ke kursi (dimasukan dalam analisis)*

Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi

Ket : (*) kursi harus yang keras tanpa lengan Menahan dorongan pada sternum ( Pemeriksa mendorong sternum sebanyak 3 kali dengan hati-hati)

Klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya

Mata tertutup

Lakukan pemeriksaan sama seperti di atas tapi klien disuruh menutup mata

Perputaran leher

Menggerakan kaki, menggenggam objek untuk dukungan kaki: Keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil

Gerakan menggapai sesuatu

Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak stabil memegang sesuatu untuk dukungan.

Membungkuk

Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil (misalnya pulpen) dari lantai, memegang sesuatu objek untuk bisa berdiri lagi, dan memerlukan usaha-usaha yang keras untuk bangun.

Komponen gaya berjalan atau pergerakan

Beri nilai 0 jika klien tidak menunjukan kondisi dibawah ini, atau beri nilai 1 jika klien menunjukan salah satu dari kondisi di bawah ini :

1. Minta klien untuk berjalan ke tempat yang ditentukan

Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan

2. Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki saat melangkah)

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten ( Menggeser atau menyeret kaki), mengangakt kaki terlalu tinggi (> 5 cm)

3. Kontinuitas langkah kaki ( lebih baik dibservasi dari samping klien)

Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai

4. Kesimetrisan langkah ( lebih baik diobservasi dari samping klien)

Langkah kaki tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit.

5. Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari samping kiri klien)

Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi.

6. Berbalik

Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang objek untuk dukungan.

Interpretasi Hasil:

Jumlahkan semua nilai yang diperoleh klien, kemudian interpretasikan sebagai berikut :

0-5 resiko jatuh rendah

6-10 Resiko jatuh sedang

11-15 Resiko jatuh tinggi

4. Diagnosa yang sering muncul1. Diagnosa 1 : nyeri b.d penurunan fungsi tulang

Kriteeria hasil: nyeri hilang atau terkontrol

INTERVENSIRASIONAL

a. Mandiri

1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal

2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi

4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak ditempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak

5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi

6. Berikan masase yang lembutb. kolaborasi

1. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat (aspirin)

1. membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program2. matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamsi nyeri

3. pada penyakit berat, trah baring mungkin diperlikan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi4. mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi5. panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan lika dermal dapat disembuhkan6. meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot1. meningkatkan relaksasi, mengurangitegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi

2. Diagnosa 2: intolerasi aktivitas b./d perubahan otot

Kriteria hasil: klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

INTERVENSIRASIONAL

1. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan

2. Bantu klienbergerak dengan bantuan seminimal mungkin

3. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan

4. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu

5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid1. Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan

2. Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum

3. Memakasimalkan fungsi sendi dan memperthankan mobilitas4. Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh5. Untuk menekan inflamasi sistemik akut

3. Diagnosa 3: resiko tinggi cedera b/d penurunan fungus tulang

Kriteria hasil: klien dapat mempertahankan keselamatan fisik

INTERVENSIRASIONAL

1. Kendalikan lingkungan dengan : menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam hari, siapkan lampu panggil memantau regimen medikasi

2. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan perhatiannya menimbang mengkagetkannya1. Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaaskan keluarga dan kekhawairan yang konstan2. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi, mengkagetkan pasien akan meningkatkan ansietas

4. Diagnosa 4: Perubahan pola tidur b/d nyeri

Kriteria hasil: klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

INTERVENSIRASIONAL

a. Mandiri

1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

2. Berikan tempat tidur yang nyaman3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukan dalam pola lama dan lingkungan baru4. Instruksikan tindakan relaksasi

5. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage

6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi : rendahkan tempat tidur bila mungkin7. Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk obat atau terapib. Kolaborasi

1. Berikan sedative, hipnotik sesuai indikasi1. Mengkaji perlunya dan mnegidentifikasi intervensi yang tepat

2. Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis

3. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat beerkurang.

4. Membantu menginduksi tidur

5. Meningkatkan efek relaksasi6. Dapat merasakan takut jatuh keren perubahan ukuran dan tinggi tempat tidue, pagar tempat tidur memberi keamanan untuk membantu mengubah posisi

7. Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

1. Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat

5. Diagnosa 5: deficit perawatan diri b/d nyeri

Kriteria hasil: klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara madiri

INTERVENSIRASIONAL

1. Kaji tingkat fungsi fisik2. Pertahankan mobilitas, control terhadap nyeri dan program latihan

3. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan

4. Identifikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya : lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda1. Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlikan

2. Mendukung kemandirian fisik/emosional3. Menyiapkan untuk meeningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri

4. Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri

6. Diagnosa 6 : gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran b.d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum

Kriteria hasil: mengungkapkan peningkatan rasa percaya diru dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan keungkinan keterbatasan

INTERVENSIRASIONAL

a. Mandiri

1. Dorong pengungkapan mengenai masalh mengenai proses penyakit, harapan masa depan2. Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual

3. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan5. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan

6. Susun batasan pada perilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping

7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membat jadwal aktivitasb. Kolaborasi

1. Rujuk pada konseling psikiatri2. Berikan obat-obat sesuai petunjuk1. Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung

2. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut3. Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri

4. Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi

5. Dapat menunjukn emosional atau metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis

6. Membantu pasien untuk mempertahankan control diri yang dapat meningkatkan perasaan harga diri7. Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dan terapi

1. Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan

2. Mungkin dibutuhkan pada saat muncul depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif

BAB IIITINJAUAN KASUSA. PENGKAJIANI. Biodata klien

Tanggal pengkajian :

Nama : Ny.SUsia : 67 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : SukabumiAgama : Islam

Pendidikan : SDStatus perkawinan : JandaTanggal masuk RS:

Dx Medis : rematik ( artritis rheumatoid )

Biodata penanggung jawab

Nama: Tn. AHub dengan klien : AnakPekerjaan : WiraswastaAlamat : SukabumiII. Keluhan utama

Nenek S mengatakan bahwa kaki kanan dan kirinya sering sakit, dan dahulu pernah bengkak dari lutut ke bawah.III. Riwayat Kesehatan Sekarang

Provocative / Palliative

a. Apa penyebabnya

Klien mengtakan bahwa pernah ddibawa ke praktek dokter dan sakitnya itu asam urat.b. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

Dengan berobat ke dokter dan juga memakai ramuan yaitu daun ubi, pala, jahe, kemudian ditumbuk dan airnya di sapukan di kaki yang bengkak dan katanya, dan juga terlihat memang kempes. Tapi nyerinya masih selalu kambuh.

Quantity / Quality

a. Bagaimana dirasakan

Nenek S mengatakan kaki kanan dan kiri terasa sakit apalagi dibawa

berjalan, skala nyeri : 4 6

b. Bagaimana dilihat

Nenek S memijat-mijat kakinya dan wajahnya terlihat meringis. Region

a. Dimana reaksinya

Pada bagian kedua kakinya yaitu kiri dan kanan.b. Apakah menyebar

Nenek S mengatakan sakitnya menyebar ke paha. Saverity (mengganggu aktivitas )

Nenek S mengatakan sakitnya sangat mengganggu aktivitas karena pernah membuat klien tidak bias berjalan (pernah bengkak). Bila sakit ini klien tidak mempunyai aktivitas yang rutin karena keadaan kakinyayang tidak bisa dibawa berjalan jauh. Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)

Klien mengatakan sakitnya semenjak 4 tahun terakhir ini, dan pernah kedua kakinya bengkak sehingga membuat klien tidak bias berjalan selama 5 bulan pada tahun 2002IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Penyakit yang pernah dialami

Klien menyatakan tidak pernah dirawat di RS karena tidak pernha mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu demam, flu, batuk ringan.

Pengobatan / tindakan yang dilakukan

Klien mengatkan paling hanya denganm obat-obatan warung dan kebetulan cocok (2 sampai 3 hari sembuh). Pernah dirawat / dioperasi

Klien mengtakan tidak pernah dirawat / di operasi, biasanya hanya menggunakan obat-obatan warung. Alergi

Klien mengatakan tidak memilki pantangan apapun, tetapi sekarang punya pantangan karena penyakitnya sekarang seperti jeroan, bayam.

Imunisasi

Klien mengatakan tidak pernah imunisasi.V. Riwayat Kesehatan Keluarga

Orang tua

Klien mengatakan orang tuanya tidak mempunyai penyakit reumatik seperti klien.

Klien mengatakan saudaranya ada yang memilki penyakit seperti klien yaitu abang ke-2 dan kini telah meinggal dunia.

Penyakit keturunan

Klien mengatakan tidak ada penyakit turunan. Anggota keluarga yang telah meninggal

Klien mengatakan suami, 2 orang tua, dan 6 saudaranya telah meninggal dunia. Penyebab meninggal

Klien mengatakan orang tua meninggal karena usianya yang sudah tua, suami karena kecelakaan, dan 6 saudaranya, klien tidak mengingatnya.Genogram

Keterangan :: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: klienNenek S anak ke-6 dari 7 bersaudara, 6 saudara klien sudah meninggal semua, suami klien juga telah meninggal. Klien tidak memiliki anak dari pernikahannya.

VI. Riwayat / Keadaan Psikososial

A. Bahasa yang digunakan

Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.B. Persepsi klien tentang penyakitnya

Klien menganggap penyakitnya sulit disembuhkan / tidak mungkin sembuh dan membuat berat badannya semakin menurun. Klien mengatakan telah berobat dimana-mana. Namun klien tetap bersyukur masih bisa berjalan walau lambat dan memakai tongkat dari lumpuhnya.

C. Konsep diri

1. Body image

Klien mengatakan berat badannya makin lama makin turun dan sekarang makin cepat lelah.2. Ideal diri

Klien mengharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan YME agar diberikan ketabahan dalam mkenghadapi penyakitnya dan kesembuhan walau tidak terlalu berharap banyak

3. Harga diri

Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua kebutuhannya, dan bebas melakukan apa saja yang diinginkan.

4. Peran diri

Klien seorang janda yang telah ditinggal suaminya karena meninggal kurang lebih 10 tahun yang lalu. Dari perkawinannya klien tidak memiliki anak.5. Personal identity

Klien merupakan anggota Panti Tresna Werddha Abdi di wisma Teratai. Klien merupakan janda anak.D. Keadaan emosi

Keadaan emosi klien dalam keadaan stabil

E. Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara

Klien tampak memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan kepadanya.F. Hubungan dengan keluarga

Harmonis dengan keluarga yang ada (keponakan-keponakannya) dan masuk ke panti karena keinginan klien sendiri / tidak mau menyusahkan keluarga.

G. Hubungan dengan orang lain

Baik, klien mau bergaul dengan sesame warga panti terutama dengan sesame anggota satu wisma

H. Kegemaran

Klien senang menonton tv dan duduk-duduk di ruang tamu wismaI. Daya adaptasi

Klien dapat beradaptasi dengan warga di panti walaupun warga kurang mengikuti kegiatan yang ada di panti seperti pengajian, gotong royong, dan senam pagi karena keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

J. Mekanisme pertahanan diri

Klien memiliki pertahanan diri yang efektif.VII. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum

Klien dalam kondisi baik namun terlihat kondisi kaki lemah sehingga perlu bantuan tongkat untuk berjalan dan menopang berat badan, klien masih terlihat overweight sehingga memperberat beban kaki saat berjalan.

B. Tanda-tanda vital

TD = 150/90 mmHg

HR = 80x/menit

R = 24x/menit

BB =

TB = 159 cm

C. Pemeriksaan Head To Toe

1. Kepala dan rambut

a. Kepala

Bentuk simetris, kulit kepala tampak bersih

b. Rambut

Penyebaran dan keadaan rambut sudah banyak beruban, bau rambut seperti bau keringat.

c. Wajah

Warna kulit cokelat

2. Mata

Bentuk wajah simetris, ketajaman penglihatan kurang baik sehingga menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata), konjunctiva ananemis, sclera tidak icteric, pupil isokor (kanan kiri), memakai kacamata baik membaca ataupun tidak membaca.

3. Hidung

Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, dapat membedakan bau, tidak mengalami perdarahan.

4. Telinga

Bentuk telinga simetris antara kiri dan kanan, di lubang telinga terdapat serumen tapi dalam batas normal, ketajaman pendengaran klien kurang mendengar karena kondisi klien yang sudah tua.

5. Mulut dan faring

Mukosa bibir klien kering, tidak ada perdarahan pada gusi dan gigi, gigi terlihat bersih namun sudah tidak lengkap (ada gigi ompong), tidak ada perdarahan pada lidah.

6. Leher

Tidak ada pembesaran KGB, suara yang terlontar dari mulut klien terdengar jelas, denyut nadi karotis teraba, vena jugularis teraba.

D. Pemeriksaan integument

Kulit tampak bersih, warna kulit cokelat, turgor kulit baik (< 2 detik), kelembaban kulit baik dan agak keriput.

E. Pemeriksaan payudara dan ketiak

Klien tidak bersedia karena malu

F. Pemeriksaan Thorax / Dada

1. Inspeksi

Bentuk thorax simetris antara kanan dan kiri, RR 24x/menit, irama teratur dan tidak ada suara tambahan, serta tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.

G. Pemeriksaan paru

1. Palpasi getaran suara = terdengar dan teratur

2. Perkusi = bunyi resonan

3. Auskultasi = suara nafas teratur

H. Pemeriksaan abdomen

1. Inspeksi

Bentuk abdomen simetris antara kanan dan kiri, tidak ada lesi maupun luka bekas operasi, tidak ada benjolan.

2. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan/massa, tidak ascites, tidak ada pembengkakan hepar.

I. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya

Klien tidak bersedia dilakukan karena merasa malu.

J. Pemeriksaan musculoskeletal / ekstremitas

Kesimetrisan antara kanan dan kiri simetris, tidak ada edema pada ekstremitas, kekuatan otot

Dimana klien lebih banyak duduk (tidak ada aktivitas rutin), bila berjalan menggunakan alat bantu yaitu tongkat dan berjalan lambat. Klien berjalan lambat dan berhati-hati karena klien mengatakan takut terjatuh, apalagi jika berjalan jauh.

K. Pemeriksaan neurologis

1. Tingkat kesadaran

GCS 15 : E=6, M=4, v=5

2. Status mental

Kondisi emosi/perasaan : dalam keadaan stabil

Orientasi : klien masih dapat berorientasi dengan baik, baik itu waktu, tempat, orang.

Proses berfikir : ingatan klien maish kuat, klien masih mengingat masa lalunya.

Perhitungan : klien dapat berhitung dengan cukup baik.

Motivasi : klien berkeinginan untuk cepat sembuh

Persepsi : klien menganggap / kurang yakin penyakitnya dapat dengan cepat sembuh.

Bahasa : klien menggunakan Bahasa Indonesi dan Bahasa Jawa

3. Fungsi motoric

Cara berjalan : klien terlihat kesulitan berjalan

Test jari hidung : klien dapat menyentuh hidung

Pronasi dan supinasi test : klien bisa membolak balikan telapak tangannya

Romberg test : klien mampu berdiri walau dengan bantuan

4. Fungsi sensori

Test tajam tumpul : klien dapat mebedakan benda tajam atau tumpul

Test panas dingin : klein dapat membedakan benda panas atau dingin

Membedakan dua titik : klien dapat membedakan dua titik

Reflex : tidak dilakukan karena tidak tersedianya alat.VIII. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a. Pola tidur dan kebiasaan

Waktu tidur : siang jam, malam 6-7 jam

Waktu bangun : klien biasanya bangun pada pukul 05.00 WIB

Tidak ada masalah pada tidur

Hal yang mempermudah tidur apabila siang hari tidak tidur siang.

Hal yang mempermudah bangun tdiur yaitu apabila menghidupkan jam beker/alarm.

b. Pola eliminasi

BAB : 1x sehari, tidak menggunakan laktasi, karakter feces lembek.

BAK : 6-7x sehari, tidak terjadi inkontinensia, tidak ada sedang mengalami pada saat dikaji, tidak ada kesulitan BAK, tidak ada penggunaan diuretic, tidak ada riwayat penyakit ginjal.c. Pola makan dan minum

1. Gejala (subyektif)

Diit type : jenis makanan yaitu makanan biasa dan jumlah makanan perhari adalah 3 piring .

Tidak ada nyeri ulu hati

Nafsu makan terkadang menurun, terkadang nausea, vomit.

Tidak ada alergi terhadap makanan, namun smenjak didiagnosa reumatik ada makanan pantangan seperti jeroam, kerang-kerangan, dan bayam.

2. Tanda obyektif

TB = 156 cm, BB =

3. Waktu pemberian makanan : pagi, siang, sore

4. Jumlah dan jenis makanan : 1 piring sekali makan, jenis makanan biasa (nasi, lauk pauk, sayur)

5. Waktu pemberian minum : tidak tentu, sesuka hati klien.

d. Kebersihan / Personal Hygiene

Mandi : 2x sehari

Gosok gigi : 2x sehari

Potong kuku : jika sudah panjang

e. Pola kegiatan / aktivitas

Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya, paling berjalan-jalan sebentar dan kadang menyiram bunga.

IX. Analisa Data

DATAETIOLOGIMASALAH

DataSubjektif:KlienmengatakanbahwakakikanandankirinyasakitapalagidibantuberjalanDataObjektif:-Klienmemijat-mijatkakinyasaatpengkajian-Wajahnyaterlihatmeringis-Skalanyeri4-6,sedangPenaikanmetabolisme Tulang Penaikanenzimyangmerusaktulangrawansandi Penurunankadarproteologlikan BerkurangnyakadarairtulangrawansendiPenurunanfungsiTulang nyeriNyeri.

DataSubjektif:

Klienmengatakan

tidaksanggup

berjalanjauh.

DataObjektif:

-Klienberjalan

menggunakanalat

bantutongkat.

-Klienlebihbanyak

duduk.

-Klienberjalan

lambat.UsiayanglanjutPenurunanfungsi

Tulang

Kekuatanotot

Melemah

Meningkatnyanyeri

saatberjalan

Intoleransiaktivitas.Intoleransiaktivitas

SubjektifData subjekif:

Klienmengatakan

takutuntukberjalan

jauh.

DataObjektif:

-Klientampakberhati

hatisaatberjalan.Lansia

Penurunan fungsi

Tulang.

Resikotinggicedera.Resticederafisik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri sendi b.d penurunan fungsi tulang2. Intoleransi aktivitas b.d usia lanjut dan perubahan otot 3. Resti cedera fisik b.d penurunan fungsi tulang lansiaC. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian

: Oktober 2013

Wisma/Kamar

: Teratai/ 4

Dx. Medis

: Reumatik (Artritis Reumatoid)

NoDx. KeperawatanTujuan/Kriteria hasilRencana Perawatan

IntervensiRasional

1Nyeri sendi b.d penurunan fungsi tulang d/d nyeri sendi (skala nyeri = 6), wajah meringis, kaki sakit saat berjalanNyeri hilang /terkontrol

Kriteria hasil :

Pasien dapat istirahat dengan tenang

Pasien tampak rileks1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, derakat (0-10)

2. Anjurkan klien untuk mandi air hangat

3. Berikan klien posisi nyaman pada waktu tidur

4. Berikan massase yang lembut

5. Berikan obat sesuai indikasi1. Membantu dalam menentukan menejemen nyeri

2. Panas/hangat meningkatkan letak sisi otak dan mobilitas, menurunkan rasa sakit

3. Tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi

4. Menaikan relaksasi atau regangan otot

5. Menaikan relaksasi dan sebagai terapi pengobatan

2Intoleransi aktivitas b.d usia lanjut dan perubahan otot d/d tidak sanggup berjalan jauhKlien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan1. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan

2. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin

3. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, dan berjalan

4. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu

5. Berikan obat-obat sesuai indikasi1. Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan

2. Menaikan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum

3. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas

4. Menghindari cedera akibat kecelakaan

5. Untuk menekan inflamasi sistemik akut

3Resti cedera fisik b.d penurunan fungsi tulang lansia d/d hati-hati saat berjalan menggunakan alat bantu tongkatKlien dapat mempertahankan keselamatan fisik1. Kendalikan lingkungan dengan menyingkirkan bahaya yang tampak jelas seperti pencahayaan pada malam hari

2. Membantu regimen medikasi

3. Anjurkan untuk berjalan aatau bangkit dari duduk dan tidur dengan perlahan-lahan1. Lingkaran yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera

2. Mengetahui tahapan pengobatan

3. Mengurangi resiko cedera

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No.DxHari/TanggalImplementasiEvaluasi

1Selasa, Oktober 2013Pukul15.00WIBMengkajikeluhannyeridancatatlokasiskalanyeri.Skalanyeri=6Menganjurkanklienuntukmandiairpanas/hangatMemberikanklienposisiyangnyamanpadawaktududukdikursiMemberikanmassageyanglembutpadakaki/lututS:Klienmenyatakanbahwakakikanandankirinyamasihsakitapalagidibawaberjalan.O:Klienmemijat-mijatkaki-nya-Wajahklienterlihatme-ringis-Nyeri=6A:MasalahbelumteratasiP:R/Tdilanjutkan

2Pukul15.15WIBMempertahankanistirahatdudukjikadiperlukanMembantubergerakdenganbantuanseminimalmungkin

Mendorongklienmempertahankan

posturtegak,duduktinggi,berdiri

danberjalanS:KlienmenyatakanmasihtidaksanggupberjalanlamaO:Klienberjalanmengguna-kantongkat

-Klienlebihbanyakduduk

-Klienberjalanlambat

A:Masalahbelumteratasi

P:R/Tdilanjutkan

3Pukul15.25WIB

Mengendalikanlingkungandengan

menyarankanuntukmenggunakan

penyanggatempattidur.

Menganjurkanuntukberjalanatau

bangkitdaridudukdantidur

denganperlahan-lahanS:Klienmenyatakanmasih

takutuntukberjalan

jauh

O:Klientampakberhati-

hatisaatberjalan,klien

meng-gunakantongkat

saatberjalan

A:Masalahbelumteratasi

P:R/Tdilanjutkan

No.DxHari/TanggalImplementasiEvaluasi

1Rabu, Oktober 2013Pukul16.00WIBMenganjurkanklienuntukmandiairpanas/hangatMenganjurkanklienuntukmemi-numobatsesuaiintruksi/indikasiMemberikanmasageyanglembutS:Klienmenyatakankakikanannyasakitnyasudahberkurang,tetapikakikirinyamasihsakit.O:Klienmasihmemijatkakikirinya-WajahsedikitmeringisA:MasalahteratasisebagianP:R/Tdilanjutkan

2Pukul16.10WIBMenganjurkanuntukmemindahkanbendayangmengganggusaatberjalanMembantubergerakdenganbantuanseminimalmungkinMenyarankanuntukmempertahankanistirahatdudukatautirahbaringjikadiperlukanS:Klienmenyatakandapatberjalantapitidaksangguplama-lamaO:Klienmasihmengguna-kantongkatuntukber-jalan-KlienberjalanlambatA:Masalahteratasiseba-gianP:R/Tdilanjutkan

3Pukul16.20WIBMenyingkirkanbahayayangdapatmenyebabkancedera(usahakankursiselaluberadaditempatnyajangandipindah-pindahkan)MendorongklienuntuktetaplatihanberjalanMenjelaskanpadaklienuntuktetapmenggerakansendiuntukmeminimalkankekakuanS:KlienmenyatakanmasihtakutuntukberjalanO:Klientampakberhati-hati-KlienmenggunakantongkatA:MasalahteratasisebagianP:R/Tdilanjutkan

No.DxHari/TanggalImplementasiEvaluasi

1Kamis, Oktober 2013Pukul11.00WIBMemberikaninjeksiNeuropiton1ccMenganjurkanminimalobatsetelahmakan3x/hariMemberikanposisiyangnyamanyaituposisidudukbersandarMenganjurkanuntukmemijatbagiansendiyangsakitdenganobatgosokS:KlienmenyatakankakikirinyamasihsakitO:Klienmemijatkakikiri-nya-WajahsedikitmeringisA:Masalahteratasiseba-gianP:R/Tdilanjutkan

2Pukul11.15WIBMenjelaskanuntuktidakberjalanditempatyanglicinMembantuklienbangkitdariduduksaatakanpulangMenganjurkanklienuntukbanyakistirahatS:KlienmenyatakanmasihtakutuntukberjalanO:Kliendatangkepoliklinikbersamatemansatuwis-manyaA:MasalahbelumteratasiP:R/Tdilanjutkan

3Pukul15.30WIBMembantuklienbergerakdengancaramenuntunnyaMenganjurkanklienuntukmeng-gerakkansendinyawalaupundalamkeadaandudukMenganjurkanklientetapmeng-gunakantongkatnyasaatnyaberjalanS:Klienmenyatakandapatberjalan,daritidaksang-gupberjalanjauhO:Klienberjalanlambatdantetapmenggunakantong-katA:MasalahteratasisebagianP:R/Tdilanjutkan

BABIVKESIMPULANA.Kesimpulan.

Penyakitreumatikadalahkerusakantulangrawansendiyangberkembanglambatdanberhubungandenganusialanjut.Secaraklinisditandaidengannyeri,deformitas,pembesaransendi,danhambatangerakpadasendisenditangandansendibesaryangmenanggung beban.

Artritisrematoidadalahmerupakanpenyakitinflamasisistemikkronikdengan

Manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruhorgan tubuh. Terlibatnya sendi pada pasienartritisrematoid terjadi setelah penyakit ini berkembanglebihlanjutsesuaidengansifatprogresifitasnya.Pasiendapatjuga menunjukkangejalaberupakelemahanumumcepatlelah.Wanitalebihseringterkenaosteoartritispadalututdansendi,sedang pria lebihseringterkenaosteoartritispadapaha,pergelangantangandanleher.Secarakeeluruhandibawah45tahunfrekuensiosteoartritiskuranglebihsamapadapriadanwanita,tetapidiatas50tahunfrekuensioeteoartritislebihbanyakwanitadaripada pria hal ini menunjukkanadanyaperan hormonalpada patogenesis osteoartritis.DAFTARPUSTAKA DoengesEMarilynn,2000.,RencanaAsuhanKeperawatan,EGC,Jakarta Kalim,Handono,1996.,IlmuPenyakitDalam,BalaiPenerbitFKUI,Jakarta. Mansjoer,Arif,2000.,KapitaSelektaKedokteran,MediaAesculaapius FKUI,Jakarta. Prince,SylviaAnderson,1999.,Patofisiologi:KonsepKlinisProses-Proses Penyakit.,Ed.4,EGC,Jakarta.

Bakteri, mikroplasma, virus

Faktor genetik

menginfeksi sendi

Terjadi proses autoimun

dalam jaringan sinovial

Proses fagositosis menyerang sinovium

Edema proliferasi membran sinovial

Produksi lisozim

oleh fagosit

Pelepasan kolagenesa

oleh fagosit

Terjadi erosi sendi dan periartikularis

Tekanan sendi

Distensi

Serta putusnya kapsula & ligamentum

1.Gangguan rasa nyaman

kekakuan di pagi hari

pembengkakan

Gejala-Gejala Konstitusional

Deformitas

Membentuk pannus

3.Gangguan citra tubuh

2.Gangguan mobilitas fisik

Menghancurkan tulang rawan

4.Gangguan perawatan diri

Menghilangkan permukaan sendi

yang mengganggu gerak sendi

Situasi berubah

5.Kurang informasi

Cemas

1