5. bab i,ii,iii, iv

77
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm. 7 Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah tertentu yang sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%. Cacing-cacing dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk (trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Jika diperhatikan dengan teliti, cacing-cacing yang tinggal diusus ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya, seperti kurang gizi karena cacing gelang suka mengkonsumsi karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka menghisap darah diusus sedangkan cacing-cacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya seperti turunnya prestasi belajar. 1

Upload: whydia-wedha-sutedja

Post on 04-Aug-2015

477 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5. BAB I,II,III, IV

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih

tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi

cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.7

Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan

masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya

yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah

tertentu yang sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%. Cacing-cacing

dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk

(trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Jika diperhatikan

dengan teliti, cacing-cacing yang tinggal diusus ini memberikan kontribusi yang sangat besar

terhadap kejadian penyakit lainnya, seperti kurang gizi karena cacing gelang suka

mengkonsumsi karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian

penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka menghisap darah diusus

sedangkan cacing-cacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya seperti

turunnya prestasi belajar.

Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis cacing

tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides

22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris

lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004

prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%.

Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan

Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris

trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%. 8

Hasil survei dari Dinas Kesehatan Kota Mataram pada tahun 2010 didapatkan bahwa

dari 6.502 siswa SD yang diperiksaan didapatkan bahwa sebanyak 1.478 siswa positif

menderita kecacingan dimana Cacing Gelang menempati angka tertinggi yaitu 1000 siswa,

1

Page 2: 5. BAB I,II,III, IV

Cacing Cambuk sebanyak 442 dan Caacing tambang sebanyak 36 . Khususnya pada

Puskesmas Tanjung Karang memiliki angka yang lumayan banyak yaitu sebanyak 246 positif

menderita kecacingan. Pada wilayah puskesmas Tanjung Karang penderita kecacingan

didominasi oleh SDN 15 Ampenan yaitu sebanyak 60 siswa dari 202 siswa yang diperiksa

disekolah tersebut. 9

I.2 TUJUAN

I.2.1 Tujuan Umum.

Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan perilaku siswa-siswi kelas IV, V dan

VI SDN 15 Ampenan yang berhubungan dengan penyakit cacingan .

I.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui tempat Buang Air Besar (BAB) siswa-siswi kelas IV, V dan VI

SDN 15 Ampenan.

Mengetahui sumber air yang digunakan oleh siswa-siswi kelas IV, V dan VI

SDN 15 Ampenan .

Mengetahui kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sesudah makan dan

setelah BAB (Buang Air Besar) pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15

Ampenan.

Mengetahui kebiasaan memakai alas kaki pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI

SDN 15 Ampenan.

Mengetahui kebiasaan tempat jajanan pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI

SDN 15 Ampenan.

Mengetahui kebiasaan memotong kuku pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI

SDN 15 Ampenan.

Mengetahui pengetahuan tentang penyakit cacingan pada siswa-siswi kelas

IV, V dan VI SDN 15 Ampenan.

2

Page 3: 5. BAB I,II,III, IV

I.3 LANDASAN TEORI

1.3.1 PREVALENSI DAN INTENSITAS INFEKSI

Penyakit cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perKotaan.

Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda.

Hasil survey cacingan di Sekolah Dasar di beberapa Provinsi pada tahun 1986 -1991

menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar

antara40% - 80%. Hasil survey Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di

10 Provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%.

1.3.2. KERUGIAN AKIBAT CACINGAN

Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestive),

penyerapan( absorbsi), dan metabolism makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing

atau cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta

kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan

produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena

penyakit lainnya. Kerugian kalori / protein dan darah tersebut bila dihitung dengan

jumlah penduduk 220.000.000 dapat diperkirakan sebagai berikut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke

dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung

arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti

seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur

(2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa

cacing) ke dalam tubuh manusia.

Helminthiasis (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat

merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:

1. Nemathelminthes (cacing gilik)

2. Plathyhelminthes (cacing pipih)

Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri

dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk

Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda.

3

Page 4: 5. BAB I,II,III, IV

Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus.

Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang

sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar.

Diantara Nematoda usus ini yang sering menginfeksi manusia ditularkan melalui

tanah atau disebut ”soil transmitted helminths” yakni :

a) Ascaris lumbricoides

b) Trichuris trichiura

c) Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

a) Ascaris lumbricoides

Salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit

askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda

intestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anterior lancip.

Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.

Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan,

dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya

membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan

diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya

10-30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya

lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum

berukuran 2 mm.

Gambar 2.1. Ascaris lumbricoides A. Betina, B. Jantan

4

Page 5: 5. BAB I,II,III, IV

Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman

yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah

berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi

akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian

mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke

jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh antara

lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama

10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm,

ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung

akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.

Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 telur perhari.

Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu ±3

minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk.

Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini

akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan.

b) Trichuris trichiura

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara

menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing

ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides.

Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan

kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis.

Gambar 2.2 Trichuris trichiura, dewasa (Kiri : Betina, Kanan : Jantan)

5

Page 6: 5. BAB I,II,III, IV

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang

menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan

mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna

kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm, dan

cacing betina penjangnya ± 5 cm.

Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur

cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan

larva yang keluar akan melekat di villi usus. Untuk perkembangan larvanya cacing

ini tidak mempunyai siklus paru-paru. Larva ini akan tetap tinggal di villi usus

selama 20-30 hari untuk kemudian bergerak ke coecum dan kolon bagian proximal.

Pada infeksi yang berat, cacing dapat pula ditemukan di ileum, appendix, bahkan

seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya di mukosa usus

dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang

dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat

yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4

minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan

mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah ± 1-3 bulan.

Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum,

tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur

yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian

menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari larva rhabditiform tumbuh

menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat

hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk

ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan,

kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi

dewasa

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi Ancylostoma

duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform

6

Page 7: 5. BAB I,II,III, IV

PATHWAY

Gambar 2.3 Siklus Ancylostoma duodenale

Hookworm

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun

yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan Ancylostoma

duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini

menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja

disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding

tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit

dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium

filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang

oesophagus 1/3 dari panjang badan.

7

Page 8: 5. BAB I,II,III, IV

Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10

sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari

sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari.

Gambar 2.4 Cacing Ancylostoma duodenale A.jantan B.Male

Gambar 2.5 Cacing Necator Americanus

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KECACINGAN

1) Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan

Orang

Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin.

Menurut Depkes RI (2004) infeksi kecacingan yang disebabkan cacing ”soil

transmitted helminths” terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%,

sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%.

Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten

Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan dengan 8

Page 9: 5. BAB I,II,III, IV

rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan sebanyak 33

orang (39,3%).

Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar terlihat

mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003,

tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005 yaitu

28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%.

Tempat

Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi

lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang

rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi

cacing yang ditularkan melalui tanah ”soil transmitted helminths” masih cukup

tinggi yaitu Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing

Trichuris trichiura 5,7% Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei

di 10 propinsi Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi

yaitu 4,8%-83,0% dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat

dan diikuti Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa

Timur. Hasil survei prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi

yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.

Prevalensi cacingan keseluruhan 42,26% dengan rincian Ascaris lumbricoides

22,26%, Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%.

Waktu

Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden

meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya

dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan

tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan

bagi cacing Hookworm

9

Page 10: 5. BAB I,II,III, IV

2) Faktor Lingkungan

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan

oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan berbagai pihak.

Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja tercemar oleh telur

atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula

yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan .

Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian kecacingan

adalah

Sumber air

Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan

manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi,

mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan

terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.

Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh

masyarakat yaitu:

a. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air

tanah (sumur dangkal, sumur dalam)

b. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang,

pengendapan, penyaringan, penyimpanan)

Jamban

Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang

penting, karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang

multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui

berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan

minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik,

jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan

oleh tinja manusia antara lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka

untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan

menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya

10

Page 11: 5. BAB I,II,III, IV

Personal Higiene

Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan

dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah

dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena

infeksi cacing Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari

seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri

meliputi:

I. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan

sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB pada

tempatnya).

II. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit. Cara hidup

yang teratur.

III. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani.

IV. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.

V. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat

seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat.

VI. Pemeriksaan kesehatan.

CARA PENULARAN

Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm

dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted

helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah.

Secara gambaran epidemiologi, ”soil transmitted helminths” biasa terdapat di daerah

beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada

jenis spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini

menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious

(larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman

yang tidak dimasak dengan matang.

11

Page 12: 5. BAB I,II,III, IV

DIAGNOSA

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing Ascaris

lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus

TANDA DAN GEJALA

o Terdapat ”loeffler sindrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru,

malaise, bahkan pneumonitis.

o Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.

o Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan

ileus.

o Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan gejala :

gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit.

o Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan dan

kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam.

o Menimbulkan anemia pada penderita

UPAYA PENCEGAHAN

a) Pencegahan Primer

Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup

dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan

cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat

mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari

infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan tinja

sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum makan, membiasakan

menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban,

membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar,

membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci

semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih

12

Page 13: 5. BAB I,II,III, IV

b) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri

secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6

bulan sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing

13

Page 14: 5. BAB I,II,III, IV

BAB II

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG

A. Letak Geografis

Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di

wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan

dengan luas wilayah kerjanya 746 km2 , yang berbatasan dengan :

Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah, wilayah kerja

Puskesmas Ampenan.

Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah kerja Puskesmas

Pagesangan.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah kerja Puskesmas

Karang Pule.

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok.

Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2010 menggunakan 6

Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari,

Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah

penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2010 adalah sebagai

berikut :

NAMA KELURAHAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA)

Karang Jaya 9.823

Tanjung Karang Permai 8.598

Tanjung Karang 5.306

Ampenan Selatan 11.437

Taman Sari 5.875

Banjar 6.088

JUMLAH 47.127

14

Page 15: 5. BAB I,II,III, IV

B. Topografi Desa

1. Luas Wilayah

Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di

wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan

dengan luas wilayah kerjanya 746 km2

2. Tipelogi

Wilayah kerja Puskesmas Tanjun Karang dengan cakupan 6 Kelurahan terdiri

dari daerah dataran rendah, pantai, serta bukan pantai yang berbatasan dengan

kabupaten lain maupun dengan laut.

3. Iklim

Curah hujan : 282 mm/thn.

Jumlah bulan hujan : 5 bulan.

Jumlah hari hujan : 14

Suhu rata-rata harian : 31,7 0C

Bentang wilayah : datar.

C. Demografi Desa

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang sebanyak

47.127 jiwa yang tersebar di 6 kelurahan.

D. Sumber Daya Kesehatan

Puskesmas Tanjung Karang mempunyai tenaga sebanyak 60 orang pada tahun

2010. Sebanyak 45 orang (75%) merupakan tenaga PNS, dan 15 orang (25%) non

PNS. Dari 60 orang tenaga yang ada, sebanyak 50 orang (83.3%) merupakan tenaga

medis, dan selebihnya sebanyak 10 orang (16.7%) merupakan tenaga non-medik.

Tenaga medik yang dimaksud meliputi tenaga Dokter Umum sebanyak 3 orang,

Dokter Gigi sebanyak 1 orang, tenaga paramedik perawatan (perawat, perawat gigi,

dan bidan), tenaga medis non perawatan. Pada sisi kuantitas, tenaga relatif cukup

bahkan mungkin lebih, namun dari sisi kualitas masih perlu dianalisa lebih lanjut.

15

Page 16: 5. BAB I,II,III, IV

Berikut gambaran penyebaran tenaga Puskesmas Tanjung Karang dalam bentuk tabel:

No Jenis Tenaga * PNS Non PNS WISN Jumlah

1. Medik

- Dokter Umum 3 - 3 3

- Dokter Gigi 1 - 1 1

2. Sarjana Kesehatan

- S. Kep. Ners - 1 - 1

- S. Kep 1 - - 1

- D4 Kebidanan 2 - - 2

- Sarjana Teknik Ling 1 1 - 2

- SKM - - - -

3. Paramedik Perawatan

- Akper 11 3 8 14

- SPK 2 1 - 3

- Akbid 4 3 7 7

- Bidan 2 - - 2

- D3 Perawat Gigi 1 - 3 1

- SPRG 2 - - 2

4.. Paramedik Non Perawatan

- AKL/APK 2 1 3 3

- AAK 3 - 2 3

- AKZI 1 - 4 1

- D3 Farmasi - - - -

- SPAG 1 - - 2

- SPPH - - - -

- SMF/SAA 2 - 2 2

- Pekarya Kesehatan 1 - - 1

5. Non Medik

- Sarjana (S1) 2 - - 2

- Sarjana Muda (DIII) 1 - - 1

- SMU 2 3 - 5

- SMP - 1 - 1

- SD - 1 - 1

Jumlah 45 15 - 60

16

Page 17: 5. BAB I,II,III, IV

E. Sosial Budaya dan Pendidikan

SARANA PENDIDIKAN

Jumlah PAUD : 10 Buah

Jumlah TK : 14 Buah

Jumlah SD/MI : 17 Buah

Jumlah SMP/MTS : 7 Buah

Jumlah SMA/MA : 5 Buah

Jumlah Pesantren : 2 Buah

SARANA PERIBADATAN

Jumlah Masjid& Pura : 37 Buah

Jumlah Langgar : 0 Buah

SARANA UMUM

Jumlah Pasar : 1 Buah

Jumlah Toko Obat/Apotik : 3 Buah

Jumlah Salon : 18 Buah

Jumlah Lesehan/RM/IRTP/Catering : 180 Buah

Jumlah Hotel : 2 Buah

Jumlah Kolam Renang : 1 Buah

Jumlah Panti Asuhan : 2 Buah

F. Sarana dan Prasarana Kesehatan

SARANA KESEHATAN

Sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Tanjung Karang terbagi menjadi:

Pelayanan Rawat Jalan; Pelayanan Rawat Inap Umum dengan 12 tempat tidur: 4 tempat

tidur bangsal anak, 4 tempat tidur bangsal putra, 4 tempat tidur bangsal putri; Ruang

bersalin 3 tempat tidur; Ruang Nifas 5 tempat tidur; Ruang bayi 2 box inkubator.

Puskesmas Tanjung Karang juga dilengkapi dengan fasilitas Laboratorium sederhana,

Apotik, OK Minor, Poli Tumbuh kembang, UGD 24 Jam, Dapur umum dan rumah dinas

Dokter serta Paramedis. 17

Page 18: 5. BAB I,II,III, IV

Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas Tanjung Karang selain

Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas Pembantu yaitu Pustu di Ampenan Selatan dan Pustu

Tanjung Karang di Perumnas. Dengan 2 buah Poskesdes dengan Bidan Desa yang

menetap dan 1 orang Bidan Desa yang tidak menetap di desa. Selain Pustu dan

Poskesdes, Puskesmas Tanjung Karang juga memiliki 34 Posyandu yang terbagi dalam:

- Posyandu Pratama : 0 buah

- Posyandu Madya : 12 buah

- Posyandu Purnama : 22 buah

- Posyandu Mandiri : 0 buah

Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup Kota Mataram, keberadaan

alat dan bahan kesehatan relatif lengkap dan sesuai dengan standart pelayanan dan

kemungkinan pengembangan Puskesmas kedepannya Poskestren sebanyak 2 buah.

18

Page 19: 5. BAB I,II,III, IV

BAB III

MASALAH KESEHATAN

A. PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT

Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang

sesuai Permenkes 128 tahun 2004 adalah :

- Upaya Kesehatan Ibu dan Anak

- Upaya Kesehatan Perbaikan Gizi Masyarakat

- Upaya Kesehatan Lingkungan

- Upaya Promosi Kesehatan

- Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

- Upaya Kesehatan Pengobatan

Sedang Upaya Kesehatan Pengembangan yang telah ditetapkan oleh Dinas

Kesehatan Kota Mataram yaitu :

- Upaya kesehatan Lansia

- Pelayanan Rawat Inap

- Pelayanan PONED (kegawatdaruratan ibu dan bayi)

Kemudian hasil tersebut juga disesuaikan dengan Target yang ditentukan oleh

Dinas Kesehatan Kota Mataram melalui target di tiap-tiap program kegiatan.

UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK KB

Pada tahun 2010 terdapat 0 (nol) kasus ibu meninggal, hal tersebut merupakan jumlah

yang lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 2 kasus. Ibu hamil yang

terdata pada tahun 2010 sebanyak 1.082 jiwa, meningkat dari tahun 2009 yang hanya 1.048 jiwa.

Demikian pula halnya dengan jumlah bayi meninggal yang hanya berjumlah 3 kasus. Kasus

terbanyak pada kelurahan Kekalik Jaya sebanyak 2 kasus dan sisanya terdapat pada kelurahan

Banjar. Jumlah bayi meninggal pada tahun 2009 mencapai 11 kasus.

Untuk Indikator-indikator kesehatan ibu, yang mengalami peningkatan cakupan target

adalah cakupan kunjungan bumil K4 sebesar 94.7%, jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang

hanya berkisar pada 90.69%. Namun hal tersebut masih dibawah target SPM 2010 yaitu sebesar

95%. Cakupan bumil resti/komplikasi yang ditangani oleh puskesmas mengalami peningkatan

19

Page 20: 5. BAB I,II,III, IV

drastis menjadi 75.2% yang pada tahun 2009 hanya sebesar 14.69%. Capaian tersebut harus

ditingkatkan lagi pada tahun 2011, karena masih dibawah target SPM sebesar 80%. Pelayanan

persalinan oleh nakes merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang mengalami

peningkatan yaitu sebesar 92.6 % yang pada tahun 2009 hanya mencapai 83.43%. Hal tersebut

melebihi target yang dikeluarkan oleh Puskesmas yaitu sebesar 89%.

Indikator kesehatan berikutnya yaitu pelayanan nifas lengkap/ ibu dan neonatus sesuai

standar (KN3). Indikator tersebut mengalami penurunan menjadi 81.1% yang pada tahun 2009

mencapai 82.30%. Indikator tersebut selain mengalami penurunan juga belum mencapai target

SPM yaitu 90%. Capaian pelayanan dan atau rujukan bumil resti/komplikasi merupakan

indikator yang bisa kita banggakan karena sudah mencapai 100% melebihi capaian 2009 yang

sebesar 73.31% serta sudah mencapai target SPM sebesar 100%.

Pada upaya kesehatan ibu dan anak – KB, yang diperhatikan adalah kesehatan bayi.

Indikator – indikator yang mencerminkan kesehatan bayi salah satunya adalah jumlah kematian

bayi. Jumlah kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada tahun 2010

sebanyak 3 kasus. Hal tersebut mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mempunyai 11

kasus bayi meninggal.

Cakupan BBLR yang ditangani sudah mencapai angka 100% sesuai dengan target SPM.

Cakupan neonatal resti/komplikasi yang ditangani masih dikisaran 72.4%, walapun hal ini masih

dibawah target cakupan SPM yakni sebesar 80%. Namun hal tersebut sudah mengalami

peningkatan yang signifikan dari tahun 2009 sembilan yang sebesar 27.74%. Cakupan

kunjungan bayi sudah jauh melebih target SPM yang hanya sebesar 90%. Cakupan kunjungan

bayi ke Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai123.9% pada tahun 2010 dan 109.42% pada

tahun 2009. Cakupan KN1 mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 75.7% dari tahun

2009 yang mencapai angka 84.71%.

UPAYA KESEHATAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Angka balita gizi buruk sebanyak 0 (nol) kasus, hal ini merupakan

peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 3 kasus. Cakupan jumlah pemberian

vitamin A pada balita sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun masih di bawah target SPM

(90%) yakni hanya sebesar 71.63%. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun

2009 yang mencapai 66.12%. Cakupan pemberian tablet besi sudah melebihi target SPM

(90%) yaitu sebesar 98.52%. Cakupan balita yang naik berat badannya hanya mencapai

20

Page 21: 5. BAB I,II,III, IV

51%, meskipun hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang hanya mencapai

48.10%, namun capaian ini masih dibawah target SPM yaitu sebesar 80%.

Angka balita bawah garis merah (BGM) sudah mencapai target SPM yakni <15%.

Namun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai kisaran 3.55%, telah

terjadi penurunan pada tahun 2010 yang mencapai 4.22%.

UPAYA KESEHATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

Jumlah sasaran air bersih pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada

tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu mencapai 9723 dari tahun 2009 yang hanya

mencapai 7672. Meskipun sasarannya mengalami peningkatan, namun cakupan

sarana air bersih (sab) mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009 sebesar

81.5%. Hal tersebut masih di bawah target SPM yang mencapai 90%. Kelompok

pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang mengalami penurunan

menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari 34 Tim tersebut hanya 21

yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kelompok pemakai

air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai milik pribadi.

Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami

peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43 buah

(22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM yang

mencapai 75%. Jumlah Saluran Pembuangan Air dan Limbah (SPAL) pada wilayah

kerja Puskesmas mengalami peningkatan menjadi 9723 buah dari 8863 buah pada

tahun 2009. Cakupan SPAL melebihi target SPM (75%) yaitu 81.8% pada tahun

2010. Salah satu indikator penyehatan lingkungan adalah cakupan rumah sehat dan

jamban keluarga. Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada

tahun 2010 menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada

mengalami penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM

sebesar 75%.

Jumlah jaga yang memenuhi syarat mengalami peningkatan jika dibandingkan

dengan tahun 2009 menjadi 2042 buah, namun cakupan jaga mengalami penurunan

21

Page 22: 5. BAB I,II,III, IV

menjadi 71.4% dari 75.5% pada tahun 2009. Hal tersebut masih di bawah target SPM

sebesar 75%.

UPAYA KESEHATAN PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan merupakan salah satu ujung tombak dari program

Puskesmas pada umumnya dan Puskesmas Tanjung Karang pada khususnya. Hal ini

berkaitan dengan salah satu fungsi Puskesmas sebagai Pusat Pembangunan

Berwawasan Kesehatan. Untuk meningkatkan wasasan masyarakat dalam hal

kesehatan diperlukanlah promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan sebagai salah

satu contohnya.

Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu

bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah, Institusi

Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi Tempat

Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun 2010 dan

mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan pencapaian yang baik

walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%. Penyuluhan PHBS di Sekolah

dan Institusi Kesehatan masing-masing mencapai angka 37.5% dan 100%. Kedua

pencapaian tersebut sudah di atas target yang dicanangkan oleh Puskesmas sebesar

37% dan 100%. Penyuluhan PHBS di Institusi TTU mencapai 31.8% di atas target

Puskesmas yang hanya 31%. Penyuluhan PHBS di Institusi Tempat kerja belum

dilakukan oleh karena satu dan lain hal.

Pos Pelayanan Terpadu atau yang bisa dikenal dengan nama POSYANDU

merupakan perpanjangan tangan dari puskesmas. Jumlah Posyandu madya yang

dimiliki oleh Puskesmas Tanjung Karang mencapai 31.54% dan mencapai target yang

dicanangkan oleh Puskesmas yaitu <50%. Posyandu purnama mencapai 68.16%

melebihi target SPM sebesar 40%. Posyandu yang aktif mencapai 68.16% jauh diatas

target Puskesmas yang hanya 40%.

Narkotika dan Penyalahgunaan Zat Terlarang atau lebih dikenal dengan

NAPZA merupakan momok tersendiri bagi perkembangan generasi bangsa. Demi

melindungi generasi muda pada wilayah kerjanya, Puskesmas Tanjung Karang

22

Page 23: 5. BAB I,II,III, IV

mengadakan penyuluhan terkait NAPZA. Hal ini mulai dilakukan pada tahun 2010

dan baru mencapai 5.7%, dan masih di bawah target SPM sebesar 15%. Pencapaian

tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang negatif, karena penyuluhan

NAPZA pada generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada uumnya harus

dilakukan secara perlahan namun menyeluruh.

Desa-desa dengan penggunaan kadar Yodium yang baik di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai 76.8% walaupun baru dicanangkan pada

tahun 2010. Hal ini masih di bawah target SPM yakni sebesar 80%. Kendati

demikian, kelurahan yang memiliki desa siaga mencapai 100% dari total seluruh desa.

Hal ini merupakan sesuatu yang membanggakan bagi Puskesmas Tanjung Karang.

UPAYA KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M)

Salah-satu indikator berhasil atau tidaknya suatu Puskesmas menjalankan

fungsinya di bidang preventif penyakit dilihat dari kesuksesan bidang P2M dalam

mencapai target. Indikator P2M bisa dikatakan berhasil adalah melalui prosentase

cakupan Kelurahan yang menjalankan program UCI. Sasaran bayi pada tahun 2010

meningkat menjadi 984 bayi dari 955. Kelurahan UCI mencapai 100% sesuai target

SPM. Namun ada aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut. Aspek tersebut adalah

imunisasi HB 1 untuk bayi <7 hari yang mengalami penurunan menjadi 94.6% dari

tahun sebelumnya yang mencapai 102%. Cakupan imunisasi anak sekolah (BIAS)

mengalami peningkatan menjadi 99% dari 98%. Namun hal ini masih di bawah target

SPM yang mencapai 100%.

Pada bidang P2 TB, jumlah sasaran 61 orang, jumlah tersangka TB yang

diperiksa sebanyak 264 jiwa dengan BTA (+) mencapai 12 penderita. Jumlah

penderita yang dikonfersi sebanyak 11 penderita. Cakupan kesembuhan penderita

BTA (+) hanya mencapai 83.33% dan masih di bawah target SPM sebesar 90%.

Pada bidang P2 Pneumonia, angka penemuan penderita pneumonia balita

hanya mencapai 69.48%. Hal tersebut masih berada di bawah target SPM sebesar

23

Page 24: 5. BAB I,II,III, IV

90%. Namun jumlah penderita pneumonia yang ditangani sudah mencapai angka

100%.

Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%.

Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah target

SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka cakupan diare.

Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai angka 100%. P2 malaria

melaporkan bahwa pemeriksaan darah pada penderita klinis malaria sudah mencapai

angka 100%. Selain itu, penderita yang ditangani dengan pengobatan standart

mencapai 100%.

Bidang P2 kusta melaporkan temuan kasus kusta berjumlah 1 kasus dengan

RFT 100%. Hal tersebut sudah mencapai bahkan melebihi target SPM yang mencapai

kisaran >90%. Bidang P2 HIV melaporkan bahwa penderita IMS (Infeksi Menular

Seksual) yang diobati mencapai 100%. Serta tidak ditemukan adanya HIV/AIDS pada

wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang. Pada bidang pelayanan haji, sudah 100%

calon jamaah haji yang diperiksa di Puskesmas Tanjung Karang.

UPAYA KESEHATAN PENGOBATAN

Upaya kesehatan pengobatan merupakan salah satu upaya kesehatan wajib

yang dijalankan oleh Puskesmas Tanjung Karang yang bergerak di bidang kuratif dan

rehabilitatif. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 47.127 jiwa, diharapkan jika

masyarakat sakit berkunjung ke Puskesmas. Hal itu nampaknya merupakan sesuatu

yang tercapai pada tahun 2010. Sekitar 43.338 jiwa berkunjung ke rawat jalan umum

serta 5744 berkunjung ke rawat jalan gigi. Upaya kesehatan pengobatan di Puskesmas

Tanjung Karang ditunjang oleh adanya fasilitas Laboratorium. Pemeriksaan Hb

(Haemoglobin) pada ibu hamil mencapai 94.7%. Pemeriksaan darah trombosit

tersangka DBD mencapai 100%. Pemeriksaan darah malaria mencapai 100%.

Pemeriksaan tes kehamilan mencapai 100%. Penyakit yang menempati posisi teratas

adalah nasofaringitis akut, yang diikuti dengan dengan diare dan ge yang diduga

berasal dari infeksi.

24

Page 25: 5. BAB I,II,III, IV

UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN

Upaya Kesehatan Lansia

Upaya kesehatan Lansia yang dikembangkan oleh Puskesmas Tanjung Karang

terbagi menjadi upaya kesehatan statis dan dinamis. Upaya kesehatan statis yang

dimaksud adalah ketersediaannya Poli Lansia di Puskesmas Tanjung Karang. Berikut

keunggulan yang dimiliki oleh Poli Lansia:

One Stop Service

Pelayanan Tersendiri

Buka Tiap Hari

SIK: Entry tersendiri

Lokasi mudah dijangkau lansia, tidak perlu antri di loket.

Upaya kesehatan lansia yang bersifat dinamis dilakukan di luar gedung

Puskesmas Tanjung Karang. Aktifitas yang dilakukan seperti senam lansia,

penyuluhan lansia, pemeriksaan kesehatan lansia dan membentuk kelompok lansia.

Berbagai upaya kesehatan di atas bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia

dan menjadikan lansia menjadi lebih mandiri dan produktif.

Upaya Pelayanan Rawat Inap

Demi menjalankan fungsinya sebagai puskesmas perawatan, maka fasilitas

rawat inap merupakan salah satu aspek yang harus terpenuhi. Cakupan pasien umum

yang dirawat inap mencapai 130 pasien, Askes 29 pasien, Jamkesmas 341 pasien,

BKSBJK mencapai 227 pasien. Berikut adalah 10 kasus terbanyak di rawat inap pada

tahun 2010 berurut berdasarkan frekuensinya:

1. Diare

2. Thypus Abdominalis

3. Gastritis

4. Hipertensi

5. Demam dengue

6. ISK

7. COPD (PPOK)

8. Anemia

9. Asma bronkiale

10. Vertigo

25

Page 26: 5. BAB I,II,III, IV

Fasilitas rawat inap memiliki prosentase BOR 62,26% dan ALOS 3.68%

Pelayanan Poned (Kegawatdaruratan Ibu Dan Bayi)

Pelayanan Poned yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang sudah

mengalami peningkatan pesat. Hal ini bisa dilihat dari total kasus pada 2010 yang

ditangani atau dirujuk sebanyak 178 kasus dibandingkan tahun 2009. Berikuut adalah

laporan PONED tahun 2010 yang pernah ditangani maupun dirujuk oleh Puskesmas

Tanjung Karang.

26

Page 27: 5. BAB I,II,III, IV

NO KASUS 2009 2010

TOTAL RUJUK TOTAL RUJUK

1 PE/ EKLAMPSI

PER 10 6 25 17

PEB 14 12 7 5

EKLAMPSI - -

HT KRONIK - -

2 HPP

ATONIA UTERI 24 - 48 0

RETENSIO PLAC 38 1 15 0

SISA PLAC 38 2 76 0

INVERSIO UTERI - - 0 0

ROBEKAN JLN LAHIR 10 1 5 0

3 VE 2 - ‘-

4 INFEKSI NIFAS 3 1 2 0

BEND. PAYUDARA - -

INFEKSI PAYUDARA 1 1

INF URIN TRACT 4 2

Puskesmas Tanjung Karang memiliki tim Poned yang berjumlah 3 tim. Selain tim PONED, wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang Juga memiliki Bidan Praktik Swasta (BPS) sebanyak 8 orang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah kesehatan ditemukan dua masalah :

1. Upaya Kesehatan Wajib (UKW)

Upaya Kesehatan Penyehatan Lingkungan

Cakupan sarana air bersih mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009

sebesar (81.5%). Hal tersebut masih di bawah target SPM 90%.

Kelompok pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang

mengalami penurunan menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari

27

Page 28: 5. BAB I,II,III, IV

34 Tim tersebut hanya 21 yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh

beberapa kelompok pemakai air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai

milik pribadi.

Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami

peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43

buah (22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM

yang mencapai 75%.

Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada tahun 2010

menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada mengalami

penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM sebesar

75%.

Upaya Kesehatan Promosi Kesehatan

Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu

bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah,

Institusi Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi

Tempat Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun

2010 dan mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan

pencapaian yang baik walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%.

Upaya Kesehatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%.

Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah

target SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka

cakupan diare. Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai

angka 100%.

28

Page 29: 5. BAB I,II,III, IV

2. Daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2010 :

NO NAMA PENYAKIT

1 NASOFARINGITIS AKUT (CC) J00

2DIARE DAN GE YG DIDUGA BERASAL DARI INFEKSI

A09

3 GASTRITIS DAN DUODENITIS K29

4 ABSES, FURUNKEL DAN KARBUNKEL KULIT L02

5 TONSILITIS AKUT J03

6 ARTHRITIS LAINNYA M13

7 CHRONIC APICAL PERIODONTITIS K04.5

8 HYPERTENSI ESENSIAL (PRIMER) I10

9 DERMATITIS ATOPIK L20

10 OPEN WOUND OF UNSPECIFIED BODY REGION T14.1

3. Daftar penyakit lainnya yang berdasarkan data hasil pelaksanaan kegiatan

pemeriksaan kecacingan di sekolah wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yang

kami dapat yaitu :

No Puskesmas Sekolah Periksaan tinja Ket %Jmlh

muridJmlah mrd yg diperiksa

Jumlah positif cacingC.gelang C.cambuk C.tambang Total

1. Tanjung Karang

SDN 10 AMPENAN

217 204 31 19 2 52 25.5

2. SDN 15 AMPENAN

218 202 40 17 3 60 29.7

3. SDN 28 AMPENAN

209 198 29 19 0 48 24.2

4. SDN 35 AMPENAN

278 266 34 17 0 51 19.2

5. MI NURUL JANNAH

119 105 22 13 0 35 33.3

TOTAL 1.041 975 156 85 5 246 25.2

29

Page 30: 5. BAB I,II,III, IV

C. PRIORITAS MASALAH

Penentuan prioritas masalah menurut Abraham L dengan scoring teknik yaitu dengan

cara pemeilihan prioritas dilakukan dengan memberikan scor atau nilai untuk berbagai

parameter tertentu yang telah ditetapkan.

Daftar masalah

kesehatan

Frequensi Beratnya

masalah

Perhatian

masyarakat

Sensitifitas

terhadap upaya

kesehetan

masyarakat

Total

+ X R

Gastritis

Artritis

Hipertensi

Dermatitis atopic

Peny. Lainnya :

- DHF

- Helminthiasis

6

5

4

1

2

3

5

2

3

1

4

6

5

2

6

1

4

3

6

2

5

1

3

4

22

11

18

6

13

16

1

5

2

6

4

3

Berdasarkan penentuan prioritas masalah menurut metode Abraham di atas maka

dapat kami menarik kesimpulan prioritas masalah berdasarkan ranking. Namun dalam hal

ini kami mengambil maslah helminthiasis sebagai pkok permasalahan utnuk dilakukan

intervensi.

30

Page 31: 5. BAB I,II,III, IV

POHON FAKTOR

31

Page 32: 5. BAB I,II,III, IV

METODOLOGI

1. Desain penelitian

Rancangan penelitian kami menggunakan penelitian observatif deskriptif

dengan desain cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian non-

eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model

pendekatan point time (titik waktu yang sama).

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pre-test

Waktu :29 Juli 2011, pukul 04.30 WITA

Tempat :Lingkungan Batu Dawe dan Batu Ringgit Selatan dan Utara

Post- test

Waktu :6 Agustus 2011 08.00 WITA

Tempat Kelas IV a SDN 15 Ampenan

3. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan target seluruh siswa SDN 15 Ampenan yang

berjumlah 218 siswa kelas 1 s/d 6. Namun, karena kami menemukan hambatan,

sehingga kami menggunakan populasi dengan menggunakan kelas 4, 5, dan 6a,b

dengan jumlah siswa 126 orang.

Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode simple random sampeling

dengan cara di lotre.

4. Besar Sampel

Penentuan besar sampel dilakukan dengan mengguanakan rumus Slovin

dimana jumlah populasinya diketahui.

32

Page 33: 5. BAB I,II,III, IV

Ket :

N : Jumlah populasi yang diketahui

n : : Jumlah sampel yang ingin di cari

e : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )

Dengan menggunakan rumus di atas dapat kita masukkan populasi yang digunakan

dengan taraf signifikansi yang kami gunakan adalah 10%=0.1.

n = 55,75 = 56

Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah minimal 56 orang siswa.

5. Instrument dan cara pengumpulan data

Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode

wawancara.

Cara pengumpulan data kami lakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang

kami dapatkan dari puskesmas dan dinas kesehatan Kota Mataram. Sedangkan

pengumpulan data primer kami langsung turun ke lapanagna untuk melakukan

wawancara.

6. Definisi Operasional

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan

manusia. Jenis cacing yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia

adalah cacing gelang (Ascaris lumbricuides,) cacing tambang (Ancylostoma

duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris tricura).

Pengelompokkan data Pengetahuan, perilaku, dan kondisi Rumah, dibagi

dalam 3 golongan :

Pengetahuan

Rendah

33

Page 34: 5. BAB I,II,III, IV

Sedang

Tinngi

Prilaku

Buruk

Baik

Kondisi Rumah dan lingkungan

Tidak Sehat

Sehat

D. ALTERNATIF PEMECAHAN SOLUSI

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah diperoleh alternative pemecahan

maslah sebagai berikut :

MASALAH PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF SOLUSI

Helminthiasis 1. Kurang tersedianya sarana air bersih dan

jamban sehat

2. Rendahnya pengetahuan ibu dan anak

tentang penyakit cacingan

3. Kurangnya kesadaran masyarakat

tentang perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS)

1. Penyuluhan PHBS

kepada siswa SDN

15 Ampenan.

2. Pembagian sabun

dan alat pemotong

kuku.

3. Pembuatan sarana

jamban sehat.

4. Penyediaan sarana

air bersih.

Berdasarkan alternative solusi yang kami buat, kami melakukan scoring dengan

menggunakan metode Reinke yaitu berupa matriks EVEKTIVITAS DAN EFISIENSI :

No ALTERNATIF

SOLUSI

EFEKTIVITAS EFISIENS

IP=

RANK

34

Page 35: 5. BAB I,II,III, IV

M I V C

1

2

3

4

Penyuluhan PHBS

kepada siswa SD

15 Ampenan.

Pembagian sabun

dan alat pemotong

kuku.

Pembuatan sarana

jamban sehat.

Penyediaan sarana

air bersih.

4

4

4

3

4

4

4

4

4

3

4

4

3

3

5

5

21.33

16

12.8

9.6

1

2

3

4

SKOR = antara 1 sampai 4

Ket.

M = Magnitude -> besarnya masalah yang dapat diatasi

I = Importancy -> pentingnya mengatasi masalah

V = Vulnerability -> kecepatan mengatasi masalah

C = Cost -> biaya yang diperlukan

P = Prioritas = P=

Ranking = urutan pemilihan kegiatan ≠ intervensi

Berdasarkan table pemilihan alternative solusi di atas dapat kami simpulkan bahwa

urutan pemilihan kegiatan yang kami lakukan adalah yang pertama adalah Penyuluhan diikuti

dengan pembagian sabun dan alat pemotong kuku.

35

Page 36: 5. BAB I,II,III, IV

36

Page 37: 5. BAB I,II,III, IV

BAB IV

A. PROGRAM KEGIATAN INTERVENSI KESEHATAN

Menyusun matriks kegitan

Dari kegiatan intervensi terpilih, disusun rincian langkah kegiatan sebagai berikut :

No. Kegiatan Tujuan Sasaran Metode Lokasi Waktu PJ

1 Penyuluhan

PHBS

Meningkatkan

pengetahuan

dan berusaha

mengubah

prilaku

Siswa

kelas IV,

V, VIA-B

SD 15

Ampenan.

Penyuluhan Kelas

VIA

08.30-

12.00

dr.

Larangga

Gempa

B.

2 Pembagian

sabun dan

alat

pemotong

kuku.

Sebagai usaha

mengubah

prilaku siswa

kelas

IV,V,VIA-B

Siswa

kelas IV,

V, VIA-B

SD 15

Ampenan

- Kelas

VIA

08.30-

12.00

dr.

Larangga

Gempa

B.

Tabel 4.1 intervensi pilihan

B. PANITIA PELAKSANAAN KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS

Pelaksana Kegiatan Nama

Penasehat dr. Hj. Wiwin Nurhasida

Penanggung Jawab - dr. Larangga Gempa B.

- dr. Fachrudi

- dr. Ma’ruf Madjid

- Irwan Syuhada S. Psi

Ketua I Wayan Supartanaya

Pemberi Materi Deni Sutrisna Wiatma

Sie. Acara - Ismulyaningsih

- Nurul Fathi Qory Rizkiah

- Maya Komala Sari

37

Page 38: 5. BAB I,II,III, IV

- St. Noururrifqiyati Juna Putri

Sie. Perlengkapan - Lalu Hurilfan Fathoni

- M. Ade Indra Soetomo

Sie. Publikasi & dokumentasi M. Ruhy Ithri Jamil

JADWAL KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS

Hari / Tanggal Sabtu / 6 agustus 2011

Waktu 08.00 – 12.00 WITA

Lokasi SDN 15 Ampenan

Acara - Pembukaan

- Sambutan Kepala Sekolah / Wali

Kelas IV, V dan VI

- Pengenalan Peserta KKL

- Pembagian perlengkapan intervensi

(buku, bolpoin, sabun, pemotong

kuku, stiker)

- Pemberian materi

HELMINTHIASIS pada

siswa/siswi kelas VI (A/B)

sebanyak 39 siswa

- Sesi Tanya Jawab (DoorPrize)

- Post Test (sample)

- Istirahat

- Pembagian perlengkapan intervensi

(buku, bolpoin, sabun, pemotong

kuku, stiker) untuk kelas IV dan V

- Pemberian Materi

HELMINTHIASIS pada siswa

kelas IV dan V sebanyak 57 siswa

38

Page 39: 5. BAB I,II,III, IV

- Sesi Tanya Jawab (Door Prize)

- Post Test (sample)

- Pemberian Cinderamata untuk

SDN 15 Ampenan

- Penutup

- Selesai

Sarana Prasarana :

1. Lokasi: Sekolah SDN 15 Ampenan kelas VI A

2. Visual: LCD (Puskesmas)

3. Audio: Wireless, Microfone, cokroll (peserta KKL)

C. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN KEGIATAN INTERVENSI

KESEHATAN

1. Pelaksanaan Intervensi Kesehatan

Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Kesehatan dilakukan dengan memberikan

penyuluhan dengan materi Helminthiasis pada siswa kelas IV, V dan VI di SDN 15

Ampenan. Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi oleh peserta KKL

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dengan menggunakan media audio

visual (ppt). Penyuluhan dipesertai oleh siswa dengan jumlah 96 siswa yang dimana

jumlah keseluruhan siswa sebanyak 118 siswa dengan ketidakhadiran 22 siswa.

Penyuluhan diadakan dengan dua sesi, yang mana sesi pertama diberikan

penyuluhan pada siswa kelas VI, dimana kelas VI memiliki dua kelas dan sesi kedua

diberikan penyuluhan pada siswa kelas IV dan V pada hari yang sama, ini dilakukan

karena terjadi keterbatasan tempat. Setelah diberi penyuluhan, diadakan sesi tanya

jawab bagi siswa dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mengerti

dengan materi yang diberikan. Untuk memotivasi siswa, peserta KKL memberikan

beberapa door prize bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan

dengan benar. Peserta KKL juga menyediakan perlengkapan penunjang intervensi

untuk seluruh siswa yang diintervensi seperti buku tulis, bolpoin, sabun cuci tangan,

pemotong kuku dan stiker. Peserta KKL juga memberikan post test kepada siswa

yang telah dijadikan sample, dimana sebelumnya telah dilakukan pretest pada siswa-39

Page 40: 5. BAB I,II,III, IV

siswa tersebut. Hasil dari post test tersebut yang peserta KKL jadikan sebagai tolak

ukur untuk menilai seberapa besar peningkatan pengetahuan dari siswa-siswa

tersebut setelah dilakukan intervensi.

2. MONITORING

Penyuluhan yang kami lakukan di SDN 15 Ampenan dimana pelaksanaannya

dilakukan dengan dua sesi, dimana sesi yang pertama kami lakukan dengan

memberikan penyuluhan kepada kelas VIa dan VIb, kemudian untuk sesei kedua kami

lakukan dengan pemberian penyuluhan kepada kelas IV dan V.

Selama melakukan penyuluhan kami di dibantu dan didukung oleh pihak SDN 15

Ampenan, sehingga pelaksanaan penyuluh berlangsung dengan tertib.

3. PEMBAHASAN

Pada tanggal 30-juli-2010 tepatnya jam 16.30 WIB kami kelompok KKL

Puskesmas Tanjung Karang telah turun ke lapangan untuk pengambilan data primer

untuk pre test dalam bentuk kuesioner wawancara dan mendapatkan 53 sampel dari 3

kelurahan Batu dawe, Batu ringgit utara dan selatan. Penentuan sampel dilakukan

dengan menggunakan metode simple random sampling dengan cara di lotre.

Kemudian untuk penentuan jumlah sampel digunakan rumus slovin yang dimana

jumlah populasinya diketahui yaitu :

Ket :

N : Jumlah populasi yang diketahui

n : : Jumlah sampel yang ingin di cari

e : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )

Berdasarkan rumus di atas maka kami mendapatkan jumlah sampel sebesar 5

orang dari 126 siswa atau populasi yang sudah kami tetapkan. Dimana error tolerance

yang kami gunakan adalah 10% = 0.1.

40

Page 41: 5. BAB I,II,III, IV

Setelah mendapat data tersebut kami mulai menganalisis data menggunakan

SPSS 17.0 dan didapatkan data sebagai berikut :

Statistics

Jamb

an

Sumber

_air

Cuci_tan

gan1

Cuci_tan

gan2

Cuci_

BAB

alas_k

aki jajan Kuku

P_caci

ngan

P_sum

ber

P_gej

ala

P_penul

aran Scoring IS

N Valid 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53

Missin

g

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 1.830

2

1.3396 1.6226 1.6226 1.679

2

1.509

4

1.962

3

1.283

0

.9245 .7170 .2453 .1698 14.905

6604

Median 2.000

0

1.0000 2.0000 2.0000 2.000

0

2.000

0

2.000

0

2.000

0

1.0000 .0000 .0000 .0000 14.000

0000

Mode 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 .00 .00 .00 .00 14.000

00

Range 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 16.000

00

Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .00 1.00 .00 .00 .00 .00 .00 8.0000

0

Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 24.000

00

Tabel 4.1 data statistik responden pre-test

Berdasarkan data di atas didapatkan nilai mean atau rata-rata yaitu sebesar 14.9

atau dibulatkan menjadi 15, dimana nilai 15 setelah di kalkulasi sekitar sebesar 62.5

atau dalam interpretasi termasuk dalam nilai C. Untuk nilai median dan modus sama

sama bernilai 14 atau sekitar 58.33. Dari hasil analisa juga didapatkan nilai minimal

yang di capai siswa yaitu 8 dan nilai maksimal yang dicapai siswa yaitu 24.

Berikut adaalah scoring yang didapatkan berdasarkan analisa menggunakan SPSS :

41

Page 42: 5. BAB I,II,III, IV

Scoring

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 8.00000 1 1.9 1.9 1.9

9.00000 3 5.7 5.7 7.5

11.00000 3 5.7 5.7 13.2

12.00000 3 5.7 5.7 18.9

13.00000 7 13.2 13.2 32.1

14.00000 11 20.8 20.8 52.8

15.00000 7 13.2 13.2 66.0

16.00000 4 7.5 7.5 73.6

17.00000 4 7.5 7.5 81.1

18.00000 1 1.9 1.9 83.0

19.00000 2 3.8 3.8 86.8

20.00000 3 5.7 5.7 92.5

21.00000 2 3.8 3.8 96.2

22.00000 1 1.9 1.9 98.1

24.00000 1 1.9 1.9 100.0

Total 53 100.0 100.0

Tabel 4.2 data distribusi Scoring pre test

42

Page 43: 5. BAB I,II,III, IV

Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai siswa yang terbanyak pada scor 14 yaitu

berjumlah sekitar 11 siswa. Berikut adalah hasil interpretasi dari hasil yang dicapai siswa :

IS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid A 9 17.0 17.0 17.0

B 9 17.0 17.0 34.0

C 18 34.0 34.0 67.9

D 13 24.5 24.5 92.5

E 4 7.5 7.5 100.0

Total 53 100.0 100.0

Tabel 4.3 Interpretasi Scoring

43

Page 44: 5. BAB I,II,III, IV

Berdasarkan tabel dan grafik dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan

siswa SDN 15 Ampenan mengenai penyakit cacingan berada pada tingkat Cukup dan

Rendah (D).

Jadi berdasarkan hasil analisa data setelah wawancara, kami menyimpulkan

bahwa pengetahuan siswa SD tetnang penyakit cacingan sudah bisa dikatakan Cukup

yaitu berkisar antara 14.9056604 dibulatkan 15 sehingga hasil dari Interpretasi score

(62,5) (C) sehingga kami berencana melakukan intervensi dalam tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan berusaha mengubah prilaku dari para responden.

4. EVALUASI

Setelah dilakukan intervensi kepada siswa, kami melakukan evaluasi yaitu

berupa pemberian post test dengan metode yang sama yaitu kuesioner wawancara.

Setelah kami melakukan evaluasi atau post test, kami mengolah data menggunakan

SPSS 17.0 dengan hasil analisa sebagai berikut:

44

Page 45: 5. BAB I,II,III, IV

Statistics

Jamb

an

Sumbe

r_air

Cuci_ta

ngan1

Cuci_ta

ngan2

Cuci_

BAB

alas_

kaki jajan kuku

P_caci

ngan

P_su

mber

P_gej

ala

P_penu

laran

Scorin

g IS

Mean 1.972

2

1.4444 1.6944 1.9167 1.805

6

1.833

3

1.944

4

1.555

6

1.5556 1.500

0

1.444

4

1.3889 20.083

3333

Median 2.000

0

1.0000 2.0000 2.0000 2.000

0

2.000

0

2.000

0

2.000

0

2.0000 2.000

0

2.000

0

2.0000 22.000

0000

Mode 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 23.000

00

Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 10.000

00

Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 24.000

00

Sum 71.00 52.00 61.00 69.00 65.00 66.00 70.00 56.00 56.00 54.00 52.00 50.00 723.00

000

Tabel 4.4 data Distribusi responden post test

Berdasarkan tabel hasil evaluasi di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai rata-rata yang

dicapai siswa sekitar 20.08 dimana nilai ini setelah diinterpretasi Scoring didapatkan hasil

sekitar 83.33. Hal ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa

mengenai penyakit cacingan. Nilai minimum yang dicapai siswa sebesar 10 dan nilai

maksimumnya adalah 24. Jadi ini menandakan adanya perubahan pola distribusi nilai dari

setelah post test dan pada setelah pre test.

Berikut adalah analisa berdasarkan scoring yang diperoleh siswa SDN 15 Ampenan :

45

Page 46: 5. BAB I,II,III, IV

Scoring

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 10.00000 2 5.6 5.6 5.6

11.00000 1 2.8 2.8 8.3

14.00000 2 5.6 5.6 13.9

15.00000 2 5.6 5.6 19.4

16.00000 2 5.6 5.6 25.0

20.00000 2 5.6 5.6 30.6

21.00000 6 16.7 16.7 47.2

22.00000 4 11.1 11.1 58.3

23.00000 12 33.3 33.3 91.7

24.00000 3 8.3 8.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tabel 4.5 analisa scoring

Berdasarkan hasil analisa tabel dan diagram batang di atas nilai terbanyak yang

dicapai siswa setelah evaluasi adalah sebesar 23 yang di raih oleh sekitar 13 siswa. Dimana

nilai 23 setelah diinterpretasi scoring n yaitu sekitr 83.33. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat peningkatan tinggkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah

dilakukan intervensi.

46

Page 47: 5. BAB I,II,III, IV

Berikut adalah hasil analisa berdasarkan interpretasi nilai :

IS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid A 27 75.0 75.0 75.0

B 2 5.6 5.6 80.6

C 4 11.1 11.1 91.7

D 1 2.8 2.8 94.4

E 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tabel 4.6 hasil analisa interpretasi nilai

Berdasarkan tabel dan diagram batang hasil analisa SPSS tersebut diatas, dapat

disimpulkan bahwa nilai yang paling banyak di raih siswa yaitu nilai A yaitu diraih oleh

sekitar 27 siswa. Jika dipresentasikan maka didapat perolehan nilai A yaitu sekitar 75% dari

52 sampel.

Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai

penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Yang dari sebelumnya pada saat pre test yaitu

17% dan setelah dilakukan intervensi naik sebesar 58% menjadi 75% akan tetapi disini ada

47

Page 48: 5. BAB I,II,III, IV

sedikit kekurang pada penelitian kecacingn ini dimana jumlah responden pre test dan post test

hal disini dikarenakan adanya faktor hanbatan dimana sebanyak 17 siswa tidak hadir akan

tetapi disini kita melihat menggunakan presentasi akhir dimana hasilnnya sangat bermakna.

Hal ini menyatakan bahwa hasil intervensi kami dapat meningkatkan lebih dari 50%

pengetahuan mereka.

D. HAMBATAN DAN MASALAH

Hambatan kami dalam pelaksanaan KKL dipuskesmas adalah:

1. Saat kami menentukan prioritas masalah sebenarnnya memilih gastritis akan tetapi

datanya tidak ada, hanya data kunjungan sama halnya dengan data demam berdarah

2. Pada saat pengambilan data di kelurahan Ampenan selatan dan Tanjung Karang kami

mengalami kesulitan karena profil daerah yang tidak adanya profil daerahnnya

3. Dalam melakukan pre-test kami terbentur akan libur awal puasa anak sekolah dimana

kami akhirnnya melakukan dengan cara door to door dan mendapat 53 sample.

4. Pada saat melakukan intervensi kami terbentur waktu karena jumlah sample pada saat

pre-test tidak sebanding saat post test dikarenakan sakit,dan lain hal.

48

Page 49: 5. BAB I,II,III, IV

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Secara umum kegiatan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas Tanjung

Karang tahun 2010 telah memenuhi standar pelayanan minimal dan telah

mengacu pada pencapaian target Indikator Indonesia Sehat 2011.

Pada beberapa kegiatan tampak sudah mencapai target yang ditentukan namun

adapula kegiatan yang belum mencapai targetnya, misalnya masalah pelayanan

kesehatan yaitu kesehatan lingkungan, dan pelaksanaan PHBS dilingkungan

Puskesmas.

Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan jamban sehat

sekitar 90% menggunakan jamban dan sisanya 10% tidak memenuhi jamban

sehat

Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan air bersih

pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan sekitar 65% menggunakan air bersih dan

sisanya sekitar 35% tidak menggunakan air bersih

Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan alas kaki

diluar rumah pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan adalah sekitar 75% dan

sisanya sekita 25% tidak menggunakan alas kaki

Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa siswa siswi SDN 15

Ampenan sekitar 60,4 % memiliki kuku yang bersihu sedangkan sisanya masih

belum masuk kriteria kuku yang bersih.

Berdasarkan evaluasi dari sebelum post test terjadi peningkatan pengetahuan

anak-anak kelas IV,V,VI SDN 15 Ampenan sebesar 58%.

B. SARAN

Beberapa target yang belum tercapai hendaknya dapat dicari masalah apa saja

hambatan yang ditemui di masyarakat dan alternatif pemecahan masalahnya.

49

Page 50: 5. BAB I,II,III, IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.

Jakarta.

2. BKKBN, 1997. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka

Penanggulangan Kemiskinan. Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN.

Jakarta.

3. Gani EH, 1994. Kemoterapi Masa Kini Untuk Pengobatan Soil Transmitted

Helminthiasis. Presented at Simposium Sehari Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha

Penaggulangan Penyakit Kecacingan. FK USU Medan.

4. Soedarto, 1992. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika. Jakarta.

5. WHO Technical Report Series, 2002. Prevention and Control of Schistosomiasis and Soil

Transmitted Helminthiasis. Geneva.

6. WHO, 2006. Schistosomiasis and soil transmitted helminth infections-preliminary

estimates of the number of children treated with albendazol or mebendazole.

http://www.who.int/weekly epidemiological record.

7. Firmansyah, Isra MD, dkk. 2004. Factors Associated With the Transmission of Soil

Transmitted Helminthiasis Among Schoolchildren. Jurnal Pediatrica Indonesiana

Vol. 44 No. 7-8.

8. Rini P, Jeanne, dkk, 2000. Hubungan Antara Gejala dan Tanda Penyakit Cacing Dengan

Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota

Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal epidemiologi Indonesia Vol. 4 Edisi I.

Yogyakarta

9. Dinkes Kota Mataram , 2010 . Laporan Hasil Kegiatan Program Cacingan Tahun 2005.

Dinkes Dinkes Kota Mataram.

10. Gani, H. E, 2002. Helmintologi Kedokteran. Edisi XX. EGC. Jakarta.

11. Albert B, 2006. Sabin Vaccine Institude 1889 F Street. N W Suite 2008. Washington

DC.www//http: DPDx, the CDC Parasitology Website. 2007.

50

Page 51: 5. BAB I,II,III, IV

12. DepKes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era

Desentralisasi. DepKes RI. Jakarta.

13. Maharani I.P, Astri. 2005. Infeksi Nematode Usus Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri

KarangMulyo 02, Kecamatan Peragon, Kabupaten Kendal. Jurnal Kedokteran Yarsi

13 (1) 24-34. Jakarta.

14. Damanik, Erida, 2005. Skripsi Mahasiswa : Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil

Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pamatang

Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan.

15. Sadjimin, Toni, 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa SD di

Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi

Indonesia. Vol. 4 Edisi 1. Yogyakarta.

16. Alemina, S. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak SD Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kab. Karo. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Digitized by USU digital library.

17. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta.

18. Damanik, E., 2005. Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada

Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten

Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan.

19. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta.

20. An American Family Physian, 2004. Common Intestinal Parasites http://www.An

American Family Physician.org. Tanggal akses 5 Mei 2008.

21. Depary, AA., 1985. Soil Transmitted Helminthiasis. EGC, Jakarta.

22. Onggowaluyo, J., 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Program Studi Biomedik

Kekhususan Parasitologi Universitas Indonesia, Jakarta.

23. Depkes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di

Daerah Desentralisasi, Jakarta.

51

Page 52: 5. BAB I,II,III, IV

LAMPIRAN

52