bab i, ii, iii, iv
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gula berbasis tebu merupakan agribisnis penting di Indonesia, karena
selain biasa dikonsumsi langsung gula juga biasa dipergunakan untuk bahan baku
Indutri makanan minuman, pencampur obat-obatan, bahan pengawet, bahan baku
alkohol dan sebagainya.
Keberhasilan beberapa negara dalam meningkatkan daya saing Industri
gulanya merupakan kombinasi dari sejumlah faktor, mulai dari tanaman, pabrik
dan kerjasama antara PG dan Petani serta PG dengan Lembaga Penelitian. Selain
faktor-faktor tersebut instrument lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan
politik pemerintah (Political Will) yang berkomitment kuat untuk menjadikan
gula sebagai basis kegiatan ekonomi masyarakat (Gula Indonesia
vol.XXXI/Okt/2008).
Kalangan produsen gula berbahan baku tebu kembali menegaskan
penolakannya terhadap kemungkinan masuknya gula rafinasi kepasar gula
konsumsi yang selama ini menjadi segmen bagi gula lokal. Gula rafinasi
dimaksud biasa berasal dari produksi dalam negeri dengan memanfaatkan
pengolahan gula kristal mentah (Raw Sugar) impor atau impor gula rafinasi
secara langsung. Sesuai dengan segmennya, gula rafinasi hanya layak digunakan
sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Pada saat harga gula dunia
murah seperti sekarang industri makanan dan minuman umumnya lebih senang
mengimpor gula rafinasi secara langsung dari produsennya diluar negeri, apalagi
dengan mutu lebih baik. Kalau kondisi demikian terjadi produksi gula rafinasi
lokal tidak akan terserap pasar sehingga merembesnya gula rafinasi ke pasar gula
konsumsi (gula lokal) sangat mungkin terjadi. Hal ini tentu saja berdampak pada
pemasaran gula lokal sebab gula rafinasi dibanding gula lokal memiliki harga
yang relatif sama tetapi mutunya jauh berbeda. Gula rafinasi memiliki mutu yang
lebih bagus sehingga sangatlah wajar jika pasar gula lokal terserap ke gula
2
rafinasi. Jika kondisi demikaian tidak diantisipasi maka keterpurukan industri gula
nasional tingal menunggu waktu.
Merembesnya gula rafinasi kesegmen gula konsumsi (gula lokal) disatu
sisi merupakan indikasi lemahnya pengawasan peruntukan gula rafinasi disisi lain
merupakan tantangan insan pergulaan nasional. Sebab secara jujur harus diakui
bahwa produk gula lokal dari segi mutu masih banyak peluang untuk biasa
ditingkatkan. Dengan kata lain salah satu peluang terbesar kita untuk biasa
merebut kembali pasar gula konsumsi adalah dengan meningkakan mutu gula
kristal putih.
1.2. Tujuan Khusus Praktek Industri
Tujuan dalam praktek industri kali ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Mempelajari proses pengolahan tebu menjadi gula kristal putih.
2. Menambah ilmu tentang sistem kendali mesin listrik.
3. Mengasah kedisiplinan.
4. Mengetahui kerasnya dunia kerja.
1.3. Manfaat Praktek Industri
1.3.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
a. Melatih keterampilan yang mungkin tidak ada dalam suatu mata kuliah.
b. Berlatih mengoptimalkan suatu sistem kendali mesin listrik yang juga
mungkin tidak ada dalam perkuliahan.
c. Mengetahui bagaimana sistem kendali mesin listrik yang baik harus
diaplikasikan pada suatu industri.
d. Memperoleh pengalaman pada dunia kerja.
1.3.2. Manfaat Bagi Universitas
a. Meningkatkan kualitas para mahasiswa agar tidak ketinggalan dengan dunia
kerja.
b. Meningkatkan kerjasama antara universitas dengan perusahaan.
c. Mempunyai lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja.
3
1.3.3. Manfaat Bagi Perusahaan
Dapat melakukan eksplorasi keahlian pada para mahasiswa yang
melakukan praktek industri. Dengan begitu dapat dimungkinkan para
mahasiswa yang sedang praktek nantinya akan menjadi salah satu bagian yang
akan menguntungkan perusahaan.
4
BAB II
KEGIATAN UMUM
2.1. Identitas Perusahaan
Pabrik Gula Lestari didirikan pada zaman kolonial belanda di Desa
Ngerombot Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk. Pada tahun 1909 sebagai
perusahaan swasta belanda dengan nama CV CULTURAL MAATCHAAPY
(CV. CM) Panji Tanjung sari.
Bertepatan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
PG. Lestari di ambil alih oleh pemerintah Indonesia.Pada tahun 1960 diadakan
reorganisasi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Baru menjadi unit-unit
perkebunan yang daerah kerjanya meliputi wilayah karesidengan, Kemudian unit-
unit perkebunan diubah menjadi kesatuan-kesatuan perkebunan sesuai dengan
peraturan pemerintah no : 141-no 175, sedangkan PPN Baru Pusat (Jakarta)
diubah menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara ( BPU
PPN) dan perwakilannya didaerah menjadi cabang-cabang. Pabrik Gula Lestari
masuk kedalam kesatuan II (Karesidengan Kediri) sesuai dengan Peraturan
Pemerintahan no : 166/1961 tanggal 26 April 1961 yang berbadan hukum sendiri.
Pada tahun 1973 menjadi bagian dari PTP XXI – XXII (Persero)
berdasarkan kuasa Menteri Pertanian tanggal 31 Desember 1973. Selainjutnya
PTP XXI – XXII (Persero) dilebur dengan PTP XXVII (Persero) menjadi PT.
Perkebunan Nusantara X (Persero). Jadi sampai dengan saat ini Pabrik Gula
Lestari berada dibawah naungan PT Perkebunan Nusantara X (Persero) bersama
19 unit usaha sektoral lainnya.
Seiring berjalannya waktu dari tahun ke tahun, tepatnya pada tanggal 11
Maret 1996 bedasarkan peraturan pemerintah bergabunglah PG. Lestari menjadi
salah satu dari 11 unit usaha strategis dibawah pimpinan PT. Perkebunan
Nusantara X Persero(PTPN X). Dari waktu ke waktu seluruh jajaran PTPN X
berupaya untuk meningkatkan produksi gula untuk memenuhi gula nasional di
Indonesia yang masih diatas produksi dalam negeri. PG. Lestari adalah salah satu
5
pabrik gula PTPN X yang telah di tunjuk untuk meningkatkan kapasitas gilingnya
guna ikut serta memenuhi kebutuhan produksi gula nasional.
2.2. Perlindungan Terhadap Karyawan
Sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja, bahwa K3 adalah bagian
dari sistem manajemen pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
2.2.1. K3LH
Pada dasarnya PG.Lestari ini telah menerapkan suatu sistem sebagai
pencegah terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu contoh misalnya yaitu ketika
dalam penyalaan mesin-mesin yang ada. Pada saat pertama kali mesin
dinyalakan maka mesin-mesin tersebut tidak akan langsung menyala melainkan
memberi peringatan berupa lampu dan sirine sebagai tanda bahwa mesin akan
beroperasi. Nyala lampu dan sirine ini tergolong lama agar pekerja yang
mungkin ada di atas mesin pun tidak panik dan ketika putaran mesin bertambah
cepat maka sirinepun juga akan memberikan peringatan.
2.2.2. JAMSOSTEK
Di PG Lestari karyawan yang berusia kurang dari 55 tahun diikut
setakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang terdiri dari :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
b. Jaminan Hari Tua (JHT).
c. Jaminan Kematian (JK).
Proses penyelesaian untuk memperoleh Tunjagan /santunan dari badan
penyelenggara (JAMSOSTEK) merupakan Tanggung Jawab Perusahaan.
2.2.3. Kesejahteraan Tenaga Kerja
Untuk meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja , maka kepada
karyawan PG.Leastari diberikan fasilitas :
a. Bantuan Kematian.
6
b. Pembinaan Jasmani dan Rohani.
c. Koperasi Karyawan.
d. Keluarga Berencana.
e. Tunjangan Hari Raya Keagamaan.
f. Penghargaan Masa Pengabdian.
g. Santuan Hari Tua.
h. Program Pensiun.
2.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PG Lestari adalah lini dan staf. Tiap-tiap bagian ber
tanggung jawab kepada kepala bagian, tiap tiap kepala bagian bertanggung
jawab kepada administratur (Gambar 2.1). Pimpinan tertinggi di PG Lestari
adalah Administratur.
2.3.1. Administratur
Merupakan pejabat puncak yang mempunyai tanggung jawab kepada
direksi tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh seluruh kepala
bagian. Sedangkan tugas pokok nya adalah :
a. Menentukan kebijaksanaan perusahaan baik keluar maupun kedalam sesuai
dengan kebijaksanaan direksi PT Perkebunan Nusantara X (Persero).
b. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan kerja masing-masing kepala
bagian.
c. Meminta pertanggung jawaban kepada semua kepala bagian mengenai
aktifitas yang dilakukan.
2.3.2. Kepala Bagian Tanaman
Kepala Bagian Tanaman membawahi sinder kebun kepala (SKK), sinder
kebun wilayah (SKW), mandor dan PTRI sedangkan tugas-tugasnya adalah :
a. Membantu dan bertanggung jawab kepada administratur atas kelancaran
tugas bagian tanaman.
b. Mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas di bagian tanaman.
c. Merencanakan luas areal dan produksi bahan baku tebu sesuai kebutuhan.
7
d. Menyediakan bahan baku tebu sesuai dengan kapasitas giling.
e. Mengelola pembiayaan bagian tanaman sesuai Rencana Kerja Dan
Anggaran Perusahan (RKAP).
f. Mengaplikasikan hasil-hasil sub bagian Penelitian dan Pengembangan
(Litbang).
2.3.3.Kepala Bagian Administrasi Keuangan dan Umum (AK&U)
Kepala Bagian Administrasi Keuangan dan Umum (AK&U)
membawahi sub bagian perencanaan, sub bagian Hak & Umum, sub bagian
Sekrearis Umum, sedangkan tugas-tugasnya :
a. Membuat administrasi dalam pengelolaan keuangan.
b. Bertanggung jawab kepada administrator mengenai tugas-tugas di bagian
administrasi keuangan dan umum.
c. Mengkoordinir pelaksanana tugas-tugas dibagian administrasi keuangan dan
umum.
2.3.4.Kepala Bagian Pengolahan
Kepala Bagian Pengolahan membawahi Ajunt (Asisten) Kepala Bagian
Pengolahan, Para Ahli Gula (Chemiker) dan para mandor. Sedangkan tugas-
tugasnya adalah :
a. Membantu dan bertanggung jawab kepada administratur atas kelancaran
tugas bagian pengolahan.
b. Melaksanakan kebijakan perusahaan dibagian pengolahan.
c. Menyusun Rencan Kerja dan Anggaran Perusahaan Untuk Bagian
Pengolahan.
d. Mengawasi pelaksanana evaluasi pada giling tahun sebelumnya
e. Mengkoordinir pembuatan laporan pabrik baik yag bersifat rutin maupun
insidentil.
2.3.5.Kepala Bagian Instalasi
Kepala bagian instalasi membawahi asisten kepala bagian, Para Ahli
Mesin (Masinis) dan para mandor. Sedangkan tugas-tugasnya adalah :
8
a. Membantu dan bertanggung jawab kepada Administratur atas
kelancaran tugas bagian instalasi.
b. Melaksanakan kebijakan perusahaan di bagian instalasi.
c. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Untuk Bagian instalasi.
d. Melaksanakan penggantian atau perbaikan alat sesuai hasil evaluasi giling
tahun sebelumnya.
Gambar 2.1. Bagan struktur organisasi PG. Lestari Kertosono.
2.4. Manajemen Produksi
2.4.1.Bahan Baku
Kita tahu bahan baku pembuatan gula adalah tebu. Tebu merupakan
tanaman semusim artinya sekali tanam untuk sekali panen. Syarat untuk
pertumbuhannya ialah didaerah yang memiliki iklim biasa dan iklim kering.
Banyak air pada masa pertumbuhan (masa muda) dan sedikit air pada masa tua.
Daerah yang beriklim semacam ini kebanyakan didaerah tropis dan ada
beberapa di daerah sub tropis.
Tebu dipanen pada saat tepat tua (masak), untuk sampai pada tahap
tepat tua (masak) dalam batang tebu terjadi perkembangan kadar gula, terlihat
jelas pada Gambar 2.2 dan 2.3.
Gula hasil proses asimilasi dalam hijau daun disimpan di dalam batang
penyimpanan dilakukan terus menerus setiap hari dengan membagi hasil gula
9
kedalam semua ruas yang ada. Karena mekanisme yang demikian, ruas yang
pertama kali lahir akan mengandung gula yang terbanyak. Setelah ruas tertua
kandungan gulanya maksimal maka penyimpanan berikutnya dilakukan di ruas
yang kandungan gulanya belum maksimal. Begitu seterusnya sampai seluruh
ruas kandungan gulanya maksimal. Pada saat inilah dikatakan tebu telah tua
(Soejardi, 1979).
Batang tebu jika dipotong dan diserabutkan akan memperlihatkan serat
– serat dan cairan yang manis. Serat –serat ini disebut sabut sedangkan cairan
yang manis disebut nira :
Gambar 2.2. Bagan susunan tebu menurut sistem pengawasan Indonesia ( J.
Sartono, 1988 ).
Gambar 2.3.Susunan tebu menurut sistem pengawasan ISSCT (The Internasional
Society of Sugar Cane Technologist). (J. Sartono, 1988).
10
Zat penyusun Kandungan dalam %
a . Air
b . Sakarosa
c . Gula reduksi
d . Bahan Organik
e . Bahan anorganik
f . Senyawa nitrogen
9 . Abu
H . Sabut
69,0 – 75,0
8,0 _ 16,0
0,5 _ 2,0
0,5 _ 2,0
0,2 _ 0,6
0,5 _ 1 ,0
0,3 _ 0,8
10,0 _ 16,0
Tabel 2.1. Susunan tebu menurut zat – zat penyusunnya.
2.4.2.Bahan tambahan
Dalam proses pembuatan gula terdapat pula bahan tambahan, antara lain :
1. Asam Phospat Cair (H3PO4).
2. Kapur Tohor (CaO).
3. Belerang (Sulfur).
a. Asam Phospat Cair (H3PO4)
Phospat juga berfungsi untuk membantu proses penggumpalan gula
awal. Asam phosphat cair yang digunakan kualitas food grade.Penambahan
dilakukan bila kadar phosphat dalam nira mentah < 300 ppm. Fungsi asam
phosphate adalah :
a. Membentuk endapan inti (bersama Ca(OH)2).
b. Mengasingkan bukan gula.
c. Menimalkan kadar kapur.
d. Mengoptimalkan turbindity.
e. Enimalkan intensitas zat warna.
b. Kapur tohor (CaO)
11
Kapur tohor setelah mengalami pemadaman dalam rotary hydrator
dengan menggunakan air panas/air kondensat berubah menjadi susu kapur
(Ca(OH)2. Fungsi susu kapur adalah untuk menaikan pH nira dengan tujuan :
a. Membentuk inti endapan (utamanya Calcium Phosphat).
b. Menghindari / meminimalkan perpecahan gula reduksi.
c. Mencegah inversi sukrosa.
Pada proses nira mentah ditambahkan dengan CAOH2 (susu kapur)
yang bertujuan untuk menaikkan PH menjadi 7, agar nira tidak teraliri asam.
Konsentrasi susu kapur adalah 6’ BE yang diukur dengan Beome Weagher. PH
nira akan bertambah + 8,5-9.
c. Belerang (sulfur)
Belerang (Sulfur) setelah mengalami pembakaran didalam dapur
belerang dihasilkan gas SO2 (Sulfur Dioksida). Penambahan SO2 berfungsi
untuk mereaksikan sisa susu kapur yang tidak bereaksi. Kemudian nira dialirkan
ke peti Sulfitasi. Peti Sulfitasi berfungsi untuk mereaksikan SO2 dan nira
menjadi lebih sempurna sehingga PH nira turun 7,2-7,4. Dengan tujuan :
a. Menetralkan kelebihan kapur dengan membentuk endapan calcium sulfit.
b. Mengurangi intensitas zat warna (Bleaching Effect).
2.4.3. Mesin-Mesin Produksi
a) Pisau tebu (cane cutter).
b) Unigrator.
c) Gilingan.
d) Pemanas Nira (Juice heater).
e) Penapisan (Rotary Vacuum Filter).
f) Badan penguapan (Evaporator).
g) Bejana Pengembunan (Condensor).
h) Pan kristalisasi.
i) Palung penampung masakan (Receiver).
j) Palung pendingin (Rapid Cool Crystalizer).
k) Pengering dan pendingin gula (Sugar Dryer and Cooler).
12
Saat ini perusahaan memiliki 54 mesin produksi dengan kecepatan
2200-5500 batang per menit. Dengan kapasitas mesin produksi terpasang
sebesar 63.571.000.000 batang per tahun.
Perusahaan juga memiliki mesin pengemas dengan kecepatan 140-360
pak per menit. 10 diantaranya merupakan mesin pengemas buatan sendiri
sedangkan ada 14 lagi untuk membuat dos merk Focke (Jerman) dan Senzani
(Italy) dan 21 lagi merupakan mesin bal buatan Italy dan Jerman.
2.4.4.Proses Produksi
Proses produksi dipabrik gula tingkat keberhasilannya sangat
dipengaruhi oleh kualitas bahan baku. Tebu dikatakan layak giling apabila
mempunyai kualitas manis,bersih,segar (MBS), selain itu jumlah tebu harus
sesuai dengan kapasitas giling (Bidang Pengolahan PTPN X (Persero) , 2006)
Tugas utama pabrik adalah untuk menjaga kelancaran giling dan
mengamankan kristal yang terkandung dalam tebu sampai menjadi gula
produksi.
Alur kegiatan produksi gula dibagi menjadi dua yaitu on farm (meliputi
kegiatan dikebun) dan off from (meliputi kegiatan dipabrik).
a. Kegiatan dikebun (on farm) terdiri atas :
1. Agro input :
a. Lahan.
b. Bibit.
c. Pupuk.
d. Air.
e. Obat-obatan.
2. Budidaya :
a. Bukaan (land preparation).
b. Tanam/kepras.
c. Kultirasi/pemeliharaan.
d. Pemupukan.
e. Pengairan.
f. Sanitasi dan PHT.
13
3. Tebu layak tebang :
a. Tegak.
b. Diameter batang > 2,5 cm.
c. Potensi rendemen tinggi.
d. Kebun bersih.
4. Manajemen Tebang dan Angkut :
a. Pemilihan kebun.
b. Pelaksanaan tebang.
c. Pengangkutan.
d. Pengawasan.
5. Tebu layak giling :
a. Kualitas manis, bersih, segar.
b. Jumlah sesuai kapasitas giling.
c. Biaya terkendali.
b. Kegiatan di pabrik (off farm) terdiri dari :
1) STASIUN GILINGAN
Tugas stasiun gilingan adalah untuk memerah nira, pemerahan nira
dilakukan untuk memperoleh nira dari tebu dan menekan kehilangan gula
dalam ampas seminimal mungkin. Untuk mempermudah pemerahan, batang
tebu terlebih dahulu di potong-potong menggunakan pisau tebu dan
diserabutkan dengan unigrator, kemudian diperah secara bertahap dengan 4
unit gilingan. Ampas yang keluar dari gilingan 4 digunakan untuk bahan
bakar.
14
Gambar 2.4. Diagram Alir proses pemerahan nira
15
2) STASIUN PEMURNIAN
Tujuan proses pemurnian adalah untuk memisahkan kotoran dan zat-zat
bukan gula dalam nira jernih yang memenuhi syarat untuk diproses di stasiun
berikutnya. Stasiun ini juga bertujuan untuk mencegah kehilangan gula
(sukrosa) dan menjaga kestabilan gula reduksi. Gula reduksi yang rusak
merugikan pabrik gula dalam dua hal :
a. Hasil perpecahan gula reduksi berakibat dapat meningkatkan intensitas
warna nira yang berakibat hasil gula tidak putih.
b. Hasil perpecahan gula reduksi adalah asam yang akan bereaksi dengan ion
Ca menbentuk garam kapur yang larut yang mengakibatkan bertambahnya
jumlah kerak di stasiun penguapan.
Rusaknya sukrosa dan gula reduksi dalam larutan disebabkan oleh pH,
temperatur dan waktu tinggal. Sukrosa pecah menjadi gula invert dengan
hidrolisa dalam medium asam, Gula reduksi tahan dalam medium asam tetapi
pecah dalam larutan alkakis. Kerusakan sukrosa dan gula reduksi ini akan
semakin cepat jika terjadi pada suhu yang tinggi dan waktu tinggal yang lama (
P. Honig, 1963).
Gambar 2.5. Diagram alir stasiun pemurnian
16
3) STASIUN PENGUAPAN
Proses penguapan adalah proses memindahkan panas dalam nira.
Didalam peristiwa ini proses perpindahan akan dapat berlangsung bila ada daya
dorong terjadinya perpindahan ini, dan daya dorong terjadinya perpindahan
adalah selisih suhu antara sumber panas dan yang dipanasi, semakin besar
selisih suhu nya akan semakin besar panas yang berpindah, berarti semakin
banyak pula air yang diuapkan.
(Soejardi, 2003).
Penguapan yang menggunakan uap sebagai pemanas dengan bejana
tunggal disebut single effect. Jika uap nira dari bejana ini dipergunakan untuk
memanasi bejana kedua yang disebut double effect. Dengan cara yang sama
jika kita pergunakan tiga bejana kita sebut triple effect, dan seterusnya ada
quadruple effect, quintuple dan sextiple effect.( E .Hugot, 1986).
Penguapan atau pemekatan nira yang sudah dimurnikan dilakukan
pada ube, pada suhu +125oC sampai nira kental yang dihasilkan pada suhu
60oC. Proses ini dilakukan dalam penguapan berganda (multiple), pada PG
Lestari digunakan 4 tingkat (quadruple effect) (E .Hugot, 1986). Kaidah yang
digunakan dalam proses penguapan adalah kaidah Rellieux yaitu “Didalam
suatu seri penguapan maka setiap badan penguapan akan menguapan 1 kg air
untuk setiap kg steam (uap) pemanas yang digunakan”.
Hal ini berarti semakin banyak badan didalam suatu seri penguapan
akan menyebabkan semakin sedikit penggunaan bahan pemanas (steam).
Tetapi perlu disadari bahwa daya dorong perpindahan panas tergantung pada
selisih suhu antara bahan pemanas dengan nira. KESTNER memberikan
batasan suhu maksimal untuk bejana pertama adalah 135ºC (pembatasan ini
dilakukan untuk menjaga keamanan sukrosa).
Untuk memperbesar daya dorong dilakukan dengan menurunkan titik
didih nira. Penurunan titik didih nira di lakukan dengan mengatur distribusi
tekanan pada masing-masing bejana dalam satu seri penguapan, semakin
kebelakang tekanan dalam bejana semakin rendah, bahkan pada bejana terakhir
tekanan kurang dari 1 atm (umumnya 63 cmHg ). Keuntungan penggunaan
suasana hampa adalah :
17
a. Daya dorong penguapan menjadi lebih tinggi sehingga nira yang diuapkan
lebih banyak (kapasitas giling lebih besar).
b. Suhu penguapan lebih rendah, kerusakan sukrosa lebih sedikit dan
pembentukan zat warna dapat ditekan, kualitas hasil lebih baik.
Pembuatan Suasana hampa ini di lakukan dengan alat pembuat hampa yaitu :
kondensor,pompa injeksi, dan pompa hampa. ( E.Hugot, 1986).
Gambar 2.6. Diagram alir proses penguapan nira
4) STASIUN KRISTALISASI
Salah satu tujuan dalam proses kristalisasi adalah mengambil sukrosa
dalam bentuk murni dengan cara yang cepat murah tidak mengalami banyak
kehilangan serta kristal sukrosa yang didapatkan memenuhi selera konsumen
(Soejardi, 2003).
Untuk dapat mencapai tujuan diatas maka kondisi proses dimana
sukrosa dikristalkan akan turut menentukan : sukrosa adalah bahan yang tidak
tahan suhu tinggi jika sukrosa berada dalam suhu tinggi akan muncul zat-zat
18
berwarna gelap sebagai akibat rusaknya sukrosa. Berkenaan hal tersebut maka
proses kristalisasi dilaksanakan pada suhu yang rendah.
Didalam praktek proses kristalisasi sukrosa dikerjakan didalam bejana
hampa. penggunaan bejana hampa akan diperoleh 2 keuntungan :
a. Proses kristalisasi terjadi pada suhu rendah sehingga kerusakan sukrosa
karena pengaruh suhu dapat dieliminir
b. Dalam suasana hampa titik didih larutan menjadi lebih rendah. Akibatnya
beda suhu antara pemanas dengan bahan yang dipanasi menjadi lebih
tinggi. Dampaknya daya dorong perpindahan panas juga lebih besar,
sehingga kapasitas bejana kristalisasi lebih besar.
Pembentukan kristal
Mekanisme terbentuknya kristal sukrosa dari molekul sukrosa didalam
larutan encer dapat diuraikan sebagai berikut :
Dalam larutan nira encer jarak antara molekul satu dengan lainnya
masih cukup besar sehingga molekul satu dengan lainnya belum begitu nampak
saling berpengaruh.
Pada proses pemekatan atau penguapan jarak antara masing-masing
molekul dalam larutan tersebut saling mendekat dikarenakan adanya
penguapan air pelarutnya. Apabila jaraknya sudah cukup dekat masing-masing
molekul dapat mempengaruhi sehingga dapat saling tarik menarik. Jika pada
saat itu disekitarnya terdapat sukrosa kristal maka akan ada keseimbangan
antara molekul sukrosa yang melarut dan molekul sukrosa yang menempel
(mengkristal), keadaan ini disebut sebagai larutan jenuh.
Tahap selanjutnya bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam
larutan akan dapat saling bergandengan dan membentuk rantai-rantai molekul
sukrosa pada pemekatan lebih tinggi lagi rantai-rantai sukrosa tersebut akan
dapat saling bergabung dan membentuk suatu kerangka atau pola kristal
sukrosa. Terbentuknya pola yang khusus dari kristal sukrosa ini dalam istilah
(crystal lography) disebut : kristal monoklin hemi morfi (monoclinic
hermiphorfic crystal) artinya bahwa sukrosa tidak dapat mengkristal dalam
bentuk lain kecuali bentuk khusus tersebut ( P. Honig, 1963)
19
Kecepatan kristalisasi
Yang di maksud dengan kecepatan kristalisai adalah angka yang
mengGambarkan jumlah sukrosa yang berubah menjadi kristal setiap satuan
waktu (Soejardi, 2003). Sedang faktor yang mempengaruhi kecepatan
kristalisasi adalah :
a. Ukuran kristal.
b. Konsentrasi larutan.
c. Kandungan kotoran dalam larutan.
d. Percampuran atau sirkulasi larutan.
5) STASIUN PEMUTARAN
Tugas utama stasiun pemutaran adalah memisahkan kristal gula dari
larutan (stroop) dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga massa
terlempar menjauhi titik pusat lingkaran. Kristal gula akan tertahan didinding
saringan sedang larutannya akan menerobos lubang saringan. Untuk
mempermudah pemisahan kristal gula dari larutannya maka ditambah air
siraman atau air pencuci pada masing-masing alat putar. (soejardi, 2003)
Kristal gula yang dihasilkan mesin putar dalam keadaan biasa. Maka
perlu dikeringkan dan didinginkan pada alat pengering dan pendingin gula
(sugar dryer and cooler).
Pada alat ini maka mula-mula akan dihembuskan udara panas dari
pemanas udara (air heater) melalui plat berlubang (perforated platte)
sehingga gula yang biasa menjadi kering. Pada proses pengeringan ini akan
terdapat juga debu-debu gula yang berterbangan, untuk mencegah kerugian
karena debu gula maka dipasanglah alat penangkap debu gula (dust catcher)
yang bertugas menangkap debu-debu gula sekaligus melarutkan untuk diproses
kembali di stasiun kristalisasi
Gula setelah dikeringkan akan memiliki suhu yang tinggi, gula dengan
suhu yang tinggi sangat mempengaruhi waktu tahan simpan, untuk
menghindari hal tersebut maka suhu gula diturunkan dengan alat-alat
pendingin gula sampai suhu kurang dari 38ºC (E. Hugot, 1986). Setelah gula
memiliki suhu seperti yang dikehendaki selanjutnya gula disaring dengan
20
mengunakan saringan getar (vibrating screen) tujuannya penyaringan ini
adalah untuk memisahkan gula halus (jenis butir < 0,8 mm) gula kasar/krikilan
(jenis butir > 1,2 mm) ,dipisahkan dari gula produksi yang memiliki besar jenis
butir 0,9 – 1 mm.
Gula halus dan gula krikilan dilarutkan untuk diproses ulang,
sedangkan gula produksi dimasukkan di penampung gula (sugar bin) kemudian
ditimbang dipak/dikemas sesuai bobot yang dukehendaki kemudian
dimasukkan ke gudang untuk disimpan atau didistribusikan ke konsumen.
Gambar 2.7. Diagram alir kristalisasi dan pemutaran
2.4.5. Produk Samping dan Pengolahan serta pemanfaatan Limbah
Melihat besarnya aktifitas industry gula dan potensial dampak positif
juga negatifnya terhadap lingkungan maka sangatlah penting industri gula
dimasukkan dalam proper.
Adapun dasar hukum pelaksanaan proper di tuangkan dalam
keputusan mentri lingkungan hidup nomor 127 tahun 2002 tentang program
penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup atau proper.
Seperti kegiatan industri lain, PG. Lestari juga menghasilkan produk utama,
produk samping, dan juga limbah.
21
Limbah merupakan bahan buangan dari suatu proses produksi yang
umumnya tidak dapat dimanfaatkan lagi. Bila dibuang langsung kelingkuan
limbah akan menimbulkan pencemaran sehingga limbah harus diolah secara baik
sebelum dibuang. Limbah pada PG. Lestari dapat dibedakan atas limbah cair,
limbah padat, gas, dan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Berikut
akan dijelaskan sehubungan dengan limbah beserta dengan pemanfaatnanya :
a. Limbah cair
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangatlah bervariasi,
tergantung dari jenis dan besar kecilnya industry, pengawasan pada proses
industry, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.
(Sugiharto, 2008)
Limbah cair pada PG. Lestari umumnya berupa cipratan dan bocoran
nira yang berasal dari stasiun penggilingan dan bocoran larutan gula atau stroop
yang berasal dari stasiun kristalisasi. Juga air secrapan yang berasal dari stasiun
penguapan dan juga air jatuhan condenser yang berasal dari stasiun pemurnian,
penguapan, dan stasiun kristalisasi yang dapat bercampur dengan ceceran
minyak dari mesin-mesin produksi.
Penanganan :
Yang dilakukan PG. Lestari apabila terjadi tumpahan atau kebocoran
nira, stroop, atau tetes adalah dengan melokalisir tumpahan atau bocoran
tersebut dengan cara mengembalikan ketempat penampungan sementara atau
dengan alat injecture, untuk selanjutnya diproses kembali. Sedangkan untuk
pemisah minyak dibuat bak pengendap minyak untuk stasiun gilingan dan
pengambilannya dilakukan secara manual sesuai dengan level yang ditetapkan.
Limbah cair dari pabrik gula lestari dapat berupa limbah cair non
polutan atau air jatuhan dan limbah cair polutan. Air jatuhan ini berasal dari air
bekas pendingin condenser, air pendingin kristalizer, air pendingin power
house, dan pendingin gas.
Pengolahan :
Penanganan untuk limbah cair polutan yang keluar dari pabrik atau
disebut influen, pertama-tama disalurkan kekolam pemisah minyak. Pada
22
kolam ini air limbah polutan sebelum masuk ketempat pengendap awal terlebih
dahulu dipisahkan minyaknya yang kemudian dinetralisir dengan susu kapur.
Selanjutnya air limbah mengalir ke kolam pengendap awal yang pada dasarnya
kerja instalasi oil trap dan astrap yang ada di dalam pabrik sekaligus berfungsi
untuk mengendapkan padatan-padatan yang tidak terlarut. Dari kolam ini air
limbah masuk ke kolam aerasi dalam bentuk pancaran atau spray yang
sekaligus untuk meningkatkan tangkapan O2 (Oksigen).
Gambar 2.8. Sistem biotray untuk menurunkan tingkat pencemaran pada air
jatuhan kondensor
Di kolam aerasi ini dipasang Difucer yang berfungsi untuk menambah
pasokan O2 yang diperlukan bakteri aerob. Pada kolam ini pula ditambahkan
bibit mikroba jenis inola dengan tambahan nutrisi pupuk urea sebagai bahan
nutrisi untuk pendegradasi limbah dengan tujuan mendorong terjadinya
penguraian organic secara aerob dan selepas dari kolam aerasi, air limbah
mengalir ke kolam pengendap akhir dan melewati clarifier. Limbah cair yang
sudah diolah ini sudah memenuhi baku mutu yang ditetapkan sesuai SK
Gubernur Jawa Timur nomor 45 tahun 2002.
Pemanfaatan :
Untuk memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat sekitar pabrik
yaitu desa Patian rowo dan Ngerombot, maka air limbah yang sudah diolah
23
tersebut dialirkan kesawah-sawah penduduk untuk kepentingan air irigasi
pertanian.
Bahan lain yang terkait erat dengan pabrik gula adalah tetes atau
molasil yang merupakan hasil sampingan daripada limbah. Karena tetes dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan alcohol, MSG, dan pakan
ternak.
b. Limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan dalam jumlah besar dalam proses
produksi gula adalah ampas tebu, blotong, abu ketel,dan lumpur endapan dari
instalasi pengolahan limbah cair. Ampas tebu dari proses penggilingan adalah
limbah padat yang dihasilkan pada proses pembuatan gula. Ampas yang
dihasilkan bisa mencapai 30% dari jumlah tebu yang digiling. Ampas tebu di
PG. Lestari ini 100% digunakan untuk bahan bakar ketel. Limbah padat lainnya
seperti blotong adalah kotoran yang terendap dan keluar dari vacuum filter dari
proses pemurnian yang berbentuk padatan dengan kadar air mencapai sekitar
70%. Blotong yang dihasilkan sekitar 4% dari jumlah tebu yang digiling.
Limbah lain seperti abu ketel merupakan hasil dari pembakaran hasil
ampas tebu dalam ruang pembakaran ketel. Pembakaran ampas ini menghasilkan
abu kasar dan abu yang berukuran sangat halus yang akat terikut naik dalam
cerobong. Abu kasar yang keluar dari ruang pembakaran ditangkap air yang
kemudian diambil dan diangkut menggunakan truck ketempat penampungan.
Penanganan :
Penanganan yang dilakukan PG. lestari untuk limbah blotong yang
berasal dari vacum filter tersebut ditampung dengan cara dimasukkan kedalam
bak truck. Kemudian blotong ditampung dilokasi penampungan blotong yang
sudah mendapat izin dari kepala desa setempat.
Pemanfaatan :
Selanjutnya blotong tersebut menjadi bahan baku pembuatan pupuk
kompos. Oleh masyarakat sekitar pabrik, blotong juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pengganti dengan cara dibuat dalam bentuk kotak – kotak
yang kemudian dijemur untuk dikeringkan. Blotong yang sudah berbentuk
24
kotak – kotak kecil ini setelah kering,jadilah bahan bakar sebagai pengganti
bahan bakar minyak yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat disekitar pabrik.
Sedangkan abu ketel dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan baku
pembuatan pupuk kompos atau sebagai bahan urukan.
c. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi
berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.(Kep.Men.tenaga
kerja RI, Nomor : KEP.187 / MEN / 1999)
Limbah B3 dari PG. Lestari adalah oli bekas dan aki bekas. PG. Lestari
masih menggunakan PBA asitat sebagai penjernih analisis nira dilaboratorium,
sehingga kertas saring bekas pada PG. Lestari juga termasuk pada limbah B3.
Limbah B3 ini ditangani secara kusus sesuai dengan petunjuk kementrian
lingkungan hidup.
Penanganan :
Untuk oli bekas yang berasal dari turbin penggerak distasiun gilingan
dan alternator dimasukkan dalam jurigen yang secara manual dibawa kegudang
penyimpanan untuk disimpan dalam drum. Kertas saring bekas yang digunakan
untuk menentukan polaritas nira, stroop, glari penentu gula reduksi serta kadar
stroop krosa nira dan tetes dari analisa laboratorium yang tercampur bahan
penjernih PB asetat dikumpulkan dalam drum plastic dengan kondisi tertututp
ketempat penyimpanan sementara. Kertas saring PB asetat dan filtrate bekas
telah terkumpul ditempat penyimpanan kemudian dikirim ke PBLI B3
bersama-sama dengan PG lain di PTPN X persero yang di koordinir direksi
PTPN X persero dan dilengkapi dengan hazart dokumen amdal.
Pemanfaatan :
Bila mana umur teknis oli masih memungkinkan dipakai kembali
dengan difiltrasi untuk tahun giling berikutnya. Sedangkan bila umur teknis oli
sudah habis, bisa digunakan untuk pelumas rantai-rantai dan lori.
25
c. Limbah Gas
Limbah gas yang keluar dari PG dapat berupa partikular, asap, dan gas
SO2. Partikular ini merupakan abu ketel yang sangat halus dari hasil
pembakaran ampas tebu yang terbawa gas buang dari cerobong asap atau
senyawa karbon yang terbawa angin di tempat penampungan ampas.
Penanganan :
Untuk menangani limbah gas adalah menggunakan dash kolektor
yaitu alat yang dihubungkan dengan ruang pembakaran ketel dan berfungsi
menghisap serta mengumpulkan abu halus hasil pembakaran ampas. Sehingga
abu halus yang tertangkap dash kolektor diambil dan diangkut dengan
menggunakan truck untuk di tamping ke tempat penampungan abu. Sedangkan
airnya disirkulasi untuk digunakan untuk dash kolektor kembali.
Dalam rangka pengelolaan lingkuan seluruh jajaran managemen PG.
Lestari telah berusaha untuk selalu mentaati peraturan yang berlaku. Dengan
melakukan pemantauan lingkungan secara continue. Kepedulian perusahaan
kususnya PG. Lestari terhadap masalah lingkungan tentu akan berdampak
positif tidak hanya bagi lingkuan dan masyarakat sekitar pabrik tetapi bagi
perusahaan itu sendiri. Dengan demikian akan dapat tercapai industry gula
yang terkelola dengan baik mampu mewujudkan semua tujuan perusahaan dan
berkembang menjadi industry yang ramah lingkungan.
2.4.6. Pemasaran
Pemasaran adalah seluruh kegitan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga,mempromosikan dan mendistribusikan
barang, jasa, ide kepada pasar agar dapat mencapai tujuan organisasi (Swastha,
2001;8).
Manajemen pemasaran adalah analisis perencanaan, implementasi dan
kontrol terhadap program yang disusun untuk menciptakan, membentuk dan
mempertahankan secara bersama-sama pertukaran dan hubungan yang
menguntungkan dengan pasar yang menjadi sasaran demi tercapainya tujuan
organisasi. Tujuan manajemen pemasaran adalah mengatur tingkat waktu
26
permintaan melalui cara yang akan membantu orang mencapai tujuannya
(Kotler, 1986;20)
a. Daerah pemasaran
Pemasaran hasil produksi PG Lestari dibawah koordinasi PTPN X
(Persero) yang didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan gula pasir didaerah-
daerah :
1. Jawa Timur (± 60%) seperti Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Kediri, Blitar,
Tulungagung dan lain-lain.
2. Jawa Tengah seperti Solo, Sragen, Yogyakarta, Semarang, dan lain-lainnya
3. Jawa Barat (± 15%) seperti Bandung, Bogor, dan lain-lain .
b. Saluran distribusi
Untuk memasarkan hasil produksi PG Lestari bekerjasama dengan APTR
(Asosiasi Petani Tebu Rakyat) sedangkan alur didistribusikan dapat
diGambarkan sebagai berikut :
Produsen ------ Distributor ------- Pedagang Besar --------- Konsumen
Produsen ------- Pedagang Besar ------- Pengecer --------- Konsumen
c. Promosi
Berkenaan dengan kebijaksanaan promosi. PG Lestari menempuh
promosi yang menyangkut aktifitas Responsibility In Society (Tanggung
Jawab/Kepedulian Sosial) antara lain :
1. Membagikan kalender dan kaos untuk karyawan dan masyarakat sekitar
pabrik.
2. Menjadi sponsor dalam pertandingan olah raga dan pasar malam.
3. Menyelenggarakan pasar gula murah bagi masyarakat sekitar perusahaan.
d. Penentuan Kebijakan Harga
Dalam penentuan harga PG Lestari mengacu pada pelaksanaan harga
yang di tentukan pemerintah dengan melihat kondisi pasar (melalui proses
lelang)
Sedangkan kebijakan harga ditentukan dengan sistem bagi hasil,
dimana untuk masing-masing tingkat rendemen bagi hasilnya adalah sebagai
berikut :
27
1. Rendemen tebu < 6.00% bagi hasil 66% bagi hasil PG 34%
2. Rendemen tebu > 6.00% bagi petani 70% bagi PG 30%
e. Pesaing dan Persaingan
Pesaingan yang terjadi biasa pada kualitas produk yang meliputi : besar
kristal (bjb : besar jenis butir), warna kristal dan kekeringan kristal.Pesaing PG
Lestari berasal dari PG-PG sesaudara intern PTPN X (Persero) dan dari luar
wilayah PTPN X (Persero) atau ekstern :
1. Pesaing intern PG Lestari antara lain : PG Gempolkrep Mojokerto, PG
Djombang Baru, PG Tjokir- Jombang, PG Meritjan Kediri, PG Pesantren
Baru Kediri, PG Ngadiredjo Kediri.
2. Pesaingan ekstern PG Lestari antara lain : PG Kebon Agung Malang, PG
Krebet Baru I dan II Malang, PG Candi Sidoarjo, PG Rejo Agung Madiun
28
BAB III
KEGIATAN KHUSUS
3.1. Motor Induksi 3 Phasa
Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk
menjalankan alat-alat tertentu atau membantu manusia dalam menjalankan
pekejaannya sehari-hari, terutama dalam bidang perindustrian.
Pada PG Lestari umumnya untuk menggerakkan mesin-mesin produksi
banyak yang menggunakan motor induksi AC tiga phasa, Motor induksi 3 fasa
adalah alat penggerak yang paling banyak digunakan dalam dunia industri. Hal
ini dikarenakan motor induksi mempunyai konstruksi yang sederhana, kokoh,
harganya relatif murah, serta perawatannya yang mudah, sehingga motor induksi
mulai menggeser penggunaan motor DC pada industri. Motor induksi memiliki
beberapa parameter yang bersifat non-linier, terutama resistansi rotor, yang
memiliki nilai bervariasi untuk kondisi operasi yang berbeda. Hal ini yang
menyebabkan pengaturan pada motor induksi lebih rumit dibandingkan dengan
motor DC.
3.1.1. Pinsip Kerja Motor Induksi 3 Phasa
Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan
tiga fasa seimbang, maka akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa
stator dan akan menghasilkan fluksi bolak-balik . Amplitudo fluksi per fasa yang
dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan fluks resultan (medan
putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan kecepatan
sinkron :
ns = 120 f/p
dimana,
ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm)
f = frekuensi sumber daya (Hz)
p = jumlah kutub motor induksi
Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl
29
induksi (ggl lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan
memotong konduktor-konduktor belitan rotor yang diam. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor
rotor yang diam, yang disebut juga dengan slip (s).
s =
Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada
konduktor- konduktor rotor. Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup,
baik melalui cincin ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan
mengalir pada konduktor- konduktor rotor. Karena konduktor-konduktor rotor
yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang
dihasilkan stator, maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada
konduktor-konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz yaitu bila
suatu konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet,
maka konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz)
sebesar :
F = B.i.l.sin θ
dimana,
F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton)
B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)
i = besar arus pada konduktor (A)
l = panjang konduktor (m)
θ = sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik
Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari
kekerjanya suatu motor listrik.Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat
dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand rule) Gambar 3.1. Kaidah tangan
kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari
tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan
menyatakan arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.
30
Gambar 3.1. Kaidah Tangan Kanan (Right Hand Rule)
Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan
menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar
daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran
medan putar stator.
Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila
kecepatan medan putar lebih besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr).
Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar
(ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah nol. Hal ini
menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada
arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat
menghasilkan kopel untuk memutar rotor.
3.1.2. Kegunaan Motor 3 Fasa di Industri
Penggunaan motor listrik 3 fasa di PG Lestari sanagt berpengaruh pada
proses produksi gula dikarenakan seluruh pengerak mesin produksi meggunaka
motor 3 fasa. Berikut akan dijelaskan legunaan motor listrik 3 fasa di PG Lestari
pada setiap stasiun produksinya :
A. Stasiun Gilingan
Pada stasiun gilingan motor listrik 3 fasa memiliki fungsi sebagai
penggerak dari cane carier 1 dan cane carier 2, cane cutter 1 dan cane cutter 2,
unigraator, pompa nira gilingan
B. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian motor listrik 3 fasa memiliki fungsi sebagai
penggerak dari Juice Flow, Pompa Nira Penguapan/Pemurnian, Pompa Vacuum
Filter Baru
31
C. Stasiun Penguapan
Pada stasiun penguapan motor listrik 3 fasa memiliki fungsi sebagai
penggerak dari Pompa Hampa Udara, Pompa Injeksi Masakan, Pompa Conden
Masakan
D. Stasiun Kristalisasi
Pada stasiun krisalisasi motor listrik 3 fasa memiliki fungsi sebagai
penggerak dari LGF BMA, LGF Broad Brend, HGF Broad, HGF Salzgitter
E. Stasiun Puteran
Pada stasiun Puteran motor listrik 3 fasa memiliki fungsi sebagai
penggerak dari Klare Puteran, Pompa Spray Pond
3.1.3. Penyebab Kerusakan pada Motor Listrik 3 Fasa
Penggunaan motor induksi tiga fasa di industri membutuhkan performansi
yang tinggi dari rotor induksi untuk dapat mempertahankan kecepatannya.
Perbaikan motor llistrik dilakukan setelah terindentifikasi kerusakan yang terdapat
pada motor listrik seperti tabel 3.1. berikut :
No Gejala Identifikasi Penyelesaian
1 Purtaran rotor
motor listrik
goyah atau
tidak normal
-Terjadi permasalahan pada
beraring motor
-Pelumas bearing motor sudah
tidak layak fungsi
-Mengganti bearing
motor listrik
dengan yang baru
-Mengganti pelumas
pada bearing
motor
2 Motor tidak
bekerja
Terjadi kebocoran arus yang
menyebabkan gulungan motor
terbakar
Melakukan
rewinding/gulung
ulang motor
Tabel 3.1. Identifikasi kerusakan beserta penyelesaiannya
3.1.4. Rewinding/ gulung ulang kumparan motor listrik
Rewinding merupakan kegiatan menggulung ulang kumparan motor yang
dilakukan saat maintenance atau perbaikan motor listrik dikarenakan kerusakan
atau troble yang sering dijumpai pada motor listrik terutama pada kumparan
32
motor listrik. Pada industry besar seperti PG Lestari, seluruh penggerak mesin
pengolahan menggunakan motor listrik 3 phasa, oleh karena itu perlu dilakukan
rewinding apabila terjadi trouble terutama saat lilitan terbakar. Sebelum
melakukan rewinding,perlu dilakukannya persiapan bahan dan alat serta
perhitungan-perhitungan agar motor listrik yang telah direwinding bekerja dengan
baik. Berikut penjelasan tata cara pelaksanaan rewinding (Gambar 3.2) .
Gambar 3.2. Flowchart pelaksanaan rewinding
33
A. Menyiapkan alat dan Bahan
A.1. Alat :
1. Kunci pas/ring
2. Obeng
3. Tracker
4. Palu karet
5. AVO meter
6. Megger/insulation tester
7. Solder
8. Tacho meter
9. Sikat kawat
A.2. Bahan :
1. Kawat email
2.Kertas prispan/insulation
paper Mika
3. Lak/insulation laquer
4. Selongsong (slove)
5. Kabel NYAF
6. Pelumas/grace
7. Timah/tinnol
8. Cat Pernis
B. Melaksanakan Rewinding
1. Melepaskan rangkaian kendali yang terhubung dengan motor listrik
2. Membuka tutup motor,rotor, serta melepaskan kipas dari motor listrik
3. Mengecek dan Mengidentifikasi kerusakan pada motor listrik
4. Melepaskan kumparan pada stator kemudian membersihkannya samapai
bersih
5. Memberi alas/dudukan kumparan pada stator dengan menggunakan kertas
prespan mika
6. Melakukan perhitungan
Ujung-ujung kumparan diberi tanda dengan huruf-huruf
U,V,W,X,Y, dan Z.bila pangkal diberi tanda U maka ujungnya X, pangkal
V ujungnya Y dan pangkal W ujngnya Z.Syarat jumlah slot, perhitungan
jumlah slot harus bisa dbagi 4 dan 3
Pelaksanaan perhitungan :
Stator motor 3 fasa mempuyai alur (g)12 alur , jumlah kutub (2p)=4,
Double layer,
Penyelesaian :
Ys = G/2p =12/4 =3
34
(Sehingga ujung kawat di masukkan pada alur nomor 1,maka ujung lainya
pada alur nomor 4.)
Q =G/2p.m =12/4.3 =1
(Berarti jumlah kumparan tiap kelompok adalah 1.)
K = G /2p =12/4=3
(Tiap kutub terdiri dari 3 kumparan)
KAR = 360/G =360/12 =30o radian
(Jarak antar alur 30 radian)
KAL =KAR .p =30 . 2=60o listrik
Kp =120/KAL =120/60 =2
Kalau fasa pertama di mulai dari alur 1 maka fasa kedua dari alur ke 3,
Daftar lilitan double layer berarti dalam satu alur terdapat dua kumparan
U 1-4 | 7 - 4 | 7-10 | 1-10 X
V 3-6 | 9 - 6 | 9-12 | 3-12 Y
W 5-8 | 11-8 | 11-2 | 5-2 Z
Gambar 3.3. Bentuk Belitan Double Layer
7. Melukan rewinding sesuai dengan perhitungan.
8. Memasukkan kumparan hasil rewinding tadi pada alur stator sesuai dengan
perhitungan (Gambar 3.3)
9. Menutup kumparan pada stator menggunakan kertas prespan mika dan
merapatkannya agar kumparan tidak keluar dari alur menggunakan
potongan bambu
10. Mengatur ujung kumparan yang nantinya akan menjadi terminal motor
11. Menguji tahanan isolasi motor listrik
35
Untuk mengetahui besarnya tahanan isolasi dari suatu peralatan listrik
maka diperlukan peralatan khusus bernama Megger, Megger adalah alat
untuk mengukurtahanan isolasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya
hubung singkat pada belitan antar phasa, antara phasa dengan bodi dan antar
belitan pada phasa yang sama.
12. Merapikan kepala kumparan menggunakan benang wol
13. Melapisi kumparan motor dengan pernis sebagai isolator
14. Mengeringkan isolator menggunakan lampu pijar 50-100 watt samapai
pernis kering
15. Memasang kembali tutup motor,rotor dan kipas
16. Menguji kecepatan motor listrik
Dalam menentukan kecepatan putaran motor di PG Lestari mengacu
pada kecepatan putaran motor sebelum dilakukan rewinding atau sesuai
dengan nameplate yang tersedia pada motor, pelaksanaan pengukuranang
kecepatan dilakukan menggunakan tachometer dan dilakukan saat motor
sedang bekerja.
17. Proses penyelesaian (Finishing)
Finishing dilakukan saat motor listrik sudah dikatakan layak dan bisa
berfungsi dengan baik seperti semula sesai dengan kecepatan putaran motor
yang didinginkan. Pelaksaan finishing dilakukan dengan cara mengecat body
motor, dan membersihhkan name plat motor listrik sampai kelihatan jelas
tulisannya serta memasang kembali rangkaian kendali motor listrik.
3.1.5. Perawatan Motor Listrik 3 Phasa
Perawatan motor listrik sangat perlu dilakukan karena bertujuan agar
proses produksi berjalan dengan lancar tanpa terjadinya trouble saat proses
produksi berlangsung. Perawatan yang dilakukan pada motor listrik di PG Lestari
adalah denganc(1) mengecek tepat peletakan motor, (2) pengecekan komponen-
komponen yang terhubung pada motor, dan (3) pembersihan filter motor dari
kotoran.
36
3.2. Programable Logic Control (PLC)
PLC adalah suatu sistem terintegrasi yang dapat diprogram sedemikian
rupa sesuai kebutuhan untuk mengendalikan kerja konveyor, sebagai otomatisasi
mesin dan sebagainya. Dengan PLC, panel-panel yang terdapat pada pabrik akan
semakin kecil ukurannya dan semakin rapi pengabelannya. Hal ini disebabkan
karena PLC dapat diprogram untuk menggantikan aplikasi-aplikasi yang
sebelumnya dibuat dari penggabungan masing-masing alat pada panel.
Misalkan saja jika ingin membuat pengontrol motor 2 arah putar, jika
tanpa PLC maka pengabelannya akan lebih banyak karena kontak-kontak yang
harus disambungkan juga banyak. Akan tetapi dengan menggunakan PLC maka
kontak-kontak yang sebelumnya diperlukan untuk membuat aplikasi pengendali
motor 2 putaran tidak akan diperlukan karena sudah diganti dengan program.
Kontaktor hanya dibutuhkan sebagai kontak pada motor saja. Tentu hal itu akan
lebih memudahkan daripada membuat panel tanpa PLC.
3.2.1. Jenis PLC yang digunakan
Pemakaian PLC pada PG Lestari menggunakan jenis PLC yang memiliki
input dan output dalam jumlah yang banyak. Pengunaan PLC dengan input dan
output yang banyak bertujuan untuk bisa mengendalikan mesin-mesin industri
dalam jumlah yang banyak.
Pada PG Lestari menggunakan PLC jenis OMRON CQ1MH (Gambar
3.4.) yang tergolong dalam jenis medium PLC dimana kapasitas input dan
outputnya memiliki 64 input dan 56 output. Pada PLC ini menggunakan memori
chip EEPROM dan terdapat slot modular atau conector apabila ingin
menambahkan jumlah input dan output dari PLC.
Gambar 3.4. Gambar PLC OMRON CQ1MH
37
3.2.2. Penggunaan PLC di PG Lestari
PG Lestari termasuk pabrik pengolahan tebu dimana dalam control dan
kendali mesinnya pengolahannya telah menggunakan PLC, dengan kata lain PG
Lestari merupakan pabrik pengolahan tebu yang telah memiliki teknologi yang
lebih modern dibandingkan pabrik pengolahan tebu lainnya. Beberapa
penggunaan PLC pada mesin pengolahan tebu di PG Lestari :
A. Stasiun Gilingan
A.1. Prinsip Kerja
penggunaan PLC digunakan pada pengoperasian cun carrier 1 dan cun
carrier 2, seandainya sensor pada posisi high maka cun carrier akan stop dan
apabila sensor pada kondisi kosong maka cun carrier akan start. Terdapat dua
sensor dengan system encoder yang mendeteksi kondisi sensor low dan sensor
high. Dalam penggunaan PLC itu sendiri terdapat protek agar PLC dan mesin
pengolahan tidak mengalami trouble yaiut berupa amperemeter pada cun carier 1
dan cun carrier 2 juga terdapat proteksi pada uigrator yang akan stop apabila
kecepatannya lebih dari 700rpm.
A.2. Komponen-komponen yang digunakan
1. Kontaktor
2. Pushbutton
3. Relay
4. MCB
5. Lampu Indikator
6. Sensor Penyandi (Endcoder)
A.3. Sensor
PLC yang digunakan pada stasiun gilingan ini menggunakan sensor
penyandi (Encoder) yang digunakan untuk mengubah gerakan linear atau
putaran menjadi sinyal digital, dimana sensor putaran memonitor gerakan putar
dari suatu alat. Sensor ini biasanya terdiri dari 2 lapis jenis penyandi, yaitu;
Pertama, Penyandi rotari tambahan (yang mentransmisikan jumlah tertentu dari
pulsa untuk masing-masing putaran) yang akan membangkitkan gelombang
kotak pada objek yang diputar. Kedua, Penyandi absolut (yang memperlengkapi
kode binary tertentu untuk masing-masing posisi sudut) mempunyai cara kerja
38
sang sama dengan perkecualian, lebih banyak atau lebih rapat pulsa gelombang
kotak yang dihasilkan sehingga membentuk suatu pengkodean dalam susunan
tertentu
B. Stasiun Pemurnian,
B.1. Prinsip Kerja
PLC digunakan sebagai pengatur ph belerang dan kapur agar tercapai
ph yang diinginkan, untuk input dari PLC ini menggunakan sensor level
ph.Apabila Ph belum tercapai maka lampu indicator akan menyala dan pegawai
pada stasiun pemurnian akan menambahkan belerang dan kapur sampai ph telah
tercapai
B.2. Komponen-komponen yang dibutuhkan
1. Kontaktor
2. Pushbutton
3. Relay
4. MCB
5. Lampu Indikator
6. Sensor Ph
7. Ampermeter
B.3. Sensor
PLC yag digunakan pada stasiun pemurnian ini menggunakan sensor
ph, sensor ph merupakan sensor kimia yang mendeteksi jumlah suatu zar kimia
dengan jalan mengubah besaran kimia menjadi besaran listrik dimana di
dalamnya dilibatkan beberapa reaksi kimia
Dalam membuat program PLC, PG Lestari masih menghgunakan
bantuan dari pihak luar atau CV, dikarenakan kurang adanya tenaga ahli dan
bila menggunakan bantuan dari pihak luar maka dari pihak PG Lestari itu sendiri
mendapatkan garansi apabila terjadi touble pada PLC yang digunakan. PLC
yang digunakan merupakan PLC khusus yang memiliki input dan output dengan
jumlah yang banyak sesuai kebutuhan pemakaian.
39
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.Kesimpulan
1. PG. Lestari tepat pada 11 Maret 1996 menjadi salah satu dari 11 unit usaha
strategis dibawah pimpinan PT. Perkebunan Nusantara X Persero (PTPN X).
2. Limbah buangan hasil pengolahan dari PG Lestari tidak langsung dibuang,
tetapi masih mengalami beberapa proses agar bisa dimanfaatkan dan tidak
mencemari lingkungan.
3. Dalam mengontrol dan mengendalikan mesin-mesin pengolahannya, PG.
Lestari telah menggunakan PLC (Programmable Logic Control).
4. Mesin-mesin pengolahan di PG Lestari digerakkan sebagian besar oleh motor
induksi 3 phasa.
5. Keberhasilan mutu perusahaan disamping dari pengaruh perfonmance alat –
alat yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi operasional yang
setiap saat dapat berubah.
4.2.Saran
1. Sosialisasi mengenai perlengkapan pengaman atau K3 harus ditingkatkan lagi.
2. Kemampuan pekerja atau pegawai yang menangani PLC harus ditingkatkan
agar tidak terlalu bergantung pada pihak luar atau CV.
3. Penggunaan PLC pada setiap stasiun pengolaan di PG Lestari diperbanyak agar
memepermudah pekerjaan.
40
DAFTAR RUJUKAN
Basu Swastha. 1998. Manajemen Penjualan. Penerbit PBFI. Yogyakarta.
Darsono, A. 1983. Usaha Memanfaatkan Blotong Untuk Bahan Bakar. Pro Siding
Pertemuan Teknis Tahunan. P3GI. Pasuruan.
Djoekardi, Djuhana. 1996.”Mesin-Mesin Listrik Motor Induksi”. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Hugot. E. 1986. Handbook of Cane sugar engineering.Elsevier. New York.
Honig,P. 1963. Principle of Sugar Technology vol.3. Elsevier. Amsterdam.
Jurek, F Steven. 1978. Electrical Machine for Technicians and
Techinicians Engineers. Long Man: London.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I, NOMOR : KEP.187 / MEN
/1999, PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT
KERJA.
Kotler, Philip. 1986. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga.
Kotler, Philip. 1991.Marketing Management :Analysis, planning, implementation,
and control. Prentice-Hall. EngleWood Cliffs, N.J.
Kulafaurasyidi, F.S Al S.Pd. 2011. MODUL PERBAIKAN MOTOR LISTRIK.
SMK Muhammadiyah 1 Klaten.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA, NOMOR : PER.05/MEN/1996,
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.
Putra, Agfianto Eko. 2007. PLC konsep, pemrograman dan aplikasi (omron
CPM1A/CPM2A dan ZEN programmable relay). CV. Gava Media:
Yogyakarta.
Setiawan, Irawan. 2006. PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER dan
TEKNIK PERANCANGAN SISTEM KONTROL. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Soejardi. 1979. Peranan Komponen Batang Tebu dalam Pabrikasi Gula.
Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta: Yogyakarta.
41
Soejardi. 2003. Proses Pengolahan di Pabrik Gula Tebu. Lembaga Pendidikan
Perkebunan. Yogyakarta.
Sugiharto. 2008. Dasar-dasar pengolahan air limbah. Universitas Indonesia.
Jakarta
Swastha, Basu. 2001. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: BPFE.
Zuhal. 1972. Dasar Teanga Listrik. ITB: Bandung.