bab i askep strain
DESCRIPTION
askep strainTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sprain dan strain merupakan bentuk cidera pada system musculoskeletal. Meskipun
ini merupakan dua kata yang dapat dipertukarkan dalam penggunaannya, sprain dan strain
merupakan dua tipe cidera yang berbeda.
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan
stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan
ketidakstabilan pada sendi. Gejalanya dapat berupa nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada
beberapa kasus ketidakmampuan menggerakkan tungkai. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa
melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Sedangkan Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous
terjadi pada persambungan antara otot dan tendon. Strain terjadi ketika otot terulur dan
berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau pelompat. Tipe cidera ini sering
terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya. Beberapa kali cidera terjadi
secara mendadak ketika pelari dalam melangkah penuh. Gejala pada strain otot yang akut
bisa berupa nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan
atau tekanan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai
contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang
terus-menerus Bari servis yang berulang-ulang.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Apa pengertian dan Konsep teori sprain dan strain.?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan sprain dan strain?
1 | A s k e p S t r a i n
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Strain adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon yang disebabkan oleh regangan
(streech) yang berlebihan , dalam bahasa kita disebut “kram otot” (Smeltzer Suzame,
2001).
2. Sprain adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang
atau parah, dalam bahasa kita disebut “kesleo” (Smeltzer Suzame, 2001).
3. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan peredarahan ke dalam
jaringan (Smeltzer suzame,KMB Brunner dan suddart)
4. Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau robekan pada struktur
muskulotendonius (otot atau tendon)
5. Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang
mengelilingi sebuah sendi
6. Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan stabilitas
sendi, akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal atau tenaga
berlebihan dalam bidang gerakan sendi
B. Etiologi
1. Strain
a. Pada strain akut
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
b. Pada strain kronis
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan / tekanan
berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
2 | A s k e p S t r a i n
2. Sprain
Penggunaan daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong /
mendesak sendi pada saat berolah raga atau aktivitas kerja .
C. Klasifikasi
1. Strain
a. Derajat I / Mild Strain (Ringan) adalah adanya cidera akibat penggunaan yang
berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa
stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament. Gejala yang timbul seperti nyeri
local, meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot. Tanda-tandanya yaitu
adanya spasme otot ringan, bengkak, gangguan kekuatan otot fungsi yang sangat
ringan. Komplikasi yaitu Strain yang berulang dapat menyebabkan Tendonitis dan
Perioritis , perubahan patologi adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan
otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar. Terapi biasanya sembuh
dengan istirahat , lalu terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan
kekuatan otot.
b. Derajat II/Medorate Strain (Sedang) adalah adanya cidera pada unit
muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan. Gejala yang timbul
seperti nyeri local, meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot. Tanda-
tandanya yaitu adanya spasme otot sedang , bengkak, tenderness, gangguan
kekuatan otot fungsi sedang. Komplikasi yaitu Strain yang berulang dapat
menyebabkan Tendonitis dan Perioritis , perubahan patologi adanya robekan
serabut otot . Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-6minggu,
kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak seperti kain
(Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan Immobilisasi.
c. Derajat III/Strain Severe (Berat) adalah adanya tekanan/penguluran mendadak
yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang
menghasilkan ketidakstabilan sendi. Gejala yang timbul seperti nyeri berat,
adanya stabilitasi. Tanda-tandanya yaitu adanya spasme otot kuat , bengkak,
tenderness, gangguan kekuatan otot fungsi berat. Komplikasi yaitu Strain yang
berulang dapat menyebabkan Tendonitis dan Perioritis , perubahan patologi
3 | A s k e p S t r a i n
adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon . Terapi RICE
yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-6minggu, kompres es (ice) 15-30menit,
balut tekan dengan bahan yg lunak seperti kain (Compress), daerah yang cidera
ditinggikan (elevate) dan Immobilisasi. Lalu dibawa kerumah sakit untuk
dilakukan pembedahan agar mengembalikan fungsinya (Sadoso, 1995)
2. Sprain
a. Sprain tingkat I yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terdapat sedikit
hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus, cedera ini
menimbulkan rasa nyeri tekan , pembengkakan dan rasa sakit pada daerah
tersebut. Terapi biasanya sembuh dengan istirahat , lalu terapi latihan yang dapat
membantu mengembalikan kekuatan otot.
b. Sprain tingkat II yaitu cedera sprain yang ditandai dengan banyak serabut
ligamentum yang putus, cedera ini menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan ,
pembengkakan , efusi (cairan yang keluar) , dan biasanya tidak dapat
menggerakan persendian tersebut. Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest)
selama 3-6minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg
lunak seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan
Immobilisasi.
c. Sprain tingkat III yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terputusnya semua
ligamentum , sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan
merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembengkakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan – gerakan yang abnormal. Terapi
RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-6minggu, kompres es (ice) 15-
30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak seperti kain (Compress), daerah yang
cidera ditinggikan (elevate) dan Immobilisasi. Lalu dibawa kerumah sakit untuk
dilakukan pembedahan agar mengembalikan fungsinya ( Giam & Teh, 1992).
D. Patofisiologi
Sprain adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak
pada saat berolah raga atau aktivitas kerja.
4 | A s k e p S t r a i n
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut.
Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan Jaya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan.
Sedangkan strain adalah daya yang tidak semestinya yang diterapkan pada otot,
ligament atau tendon. Daya (force) tersebut akan meregangkan serabut-serabut tersebut clan
menyebabkan kelemahan dan mati rasa temporer serta perdarahan jika pembuluh darah clan
kapiler dalam jaringan yang sakit tersebut mengalami regangan yang berlebihan.
E. Manifestasi Klinik
1. Strain dan Sprain
Ligamen menghubungkan tulang-tulang anda. Sprain terjadi saat ada ligamen yang
tertarik diluar batas fleksibilitasnya atau bahkan tertarik sampai terobek. Sprain dapat terjadi
di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh,
terpukul atau terkilir. Gejala umum Sprain adalah rasa nyeri, bengkak dan memar di sekitar
area yang terganggu, juga berkurangnya kemampuan gerak persendian tersebut. Mata kaki
terkilir (ankle sprain) adalah tipe luka dalam Sprain yang paling umum. Sedangkan Strain
terjadi saat ada otot (muscle) atau urat (tendon) yang tertarik diluar batas fleksibilitasnya
atau bahkan terobek. Keseriusan kondisi Strain tergantung dari apakah luka dalamnya
hanyalah urat yang tertarik, atau terobek sebagian, atau terobek seluruhnya. Strain ini dapat
terjadi dalam seketika atau secara perlahan dalam jangka waktu tertentu. Luka dalam pada
bagian paha atau punggung adalah yang paling umum terjadi. Strain akut (rasa nyeri lebih
tajam dan intens, terasa nyeri pada posisi tertentu dan tenggang waktunya relatif pendek)
biasanya disebabkan karena mengangkat beban yang terlampau berat atau otot-otot
mendapat tekanan yang berlebihan. Strain kronis (rasa nyeri lebih menyebar dan tenggang
waktunya relatif panjang, terasa nyeri terus-menerus) biasanya disebabkan karena gerakan
berulang yang dilakukan oleh otot atau urat sehingga otot atau urat tersebut terluka. Gejala
umum Strain adalah rasa nyeri, gemetar dan rasa lemah pada bagian tubuh sekitar otot atau
urat yang terluka, bengkak dan kram.
5 | A s k e p S t r a i n
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sprain adalah :
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi.
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk
nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
1. Penerapan dingin
Dengan kantong es 24oC
2. Pembalutan / wrapping ekstemal.
Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
3. Posisi ditinggikan.
Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
4. Latihan ROM.
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-
pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
5. Penyangga beban.
Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih
tergantung jaringan yang sakit.
Sedangkan penatalaksanaan strain adalah :
d. Kemotherapi. Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau
Acetaminofen (300 – 600 mg/hari).
e. Elektromekanis.
1. Penerapan dingin.
Dengan kantong es 24OC
2. Pembalutan atau wrapping ekstemal.
Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
3. Posisi ditinggikan atau diangkat.
6 | A s k e p S t r a i n
Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
4. Latihan ROM.
Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
5. Penyangga beban.
Semampunya dilakukan penggunaan secara penuh.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat.
b. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku,
Agama, Alamat.
c. Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini
tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
3. Pengkajian fungsional kesehatan
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001).
a. Persepsi kesehatan
7 | A s k e p S t r a i n
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang
akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
b. Pola nutrisi metabolic
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status
nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta
observasi adanya oedema anasarka.
c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,
e. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
f. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit
yang di deritanya.
g. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri,
konsep diri.
h. Pola hubungan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
i. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
j. Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
8 | A s k e p S t r a i n
4. Pemeriksaan fisik
a. Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan, ketidakmampuan
penggunaan sendi, udema pada sprain, perubahan warna kulit, perdarahan, dan
mati rasa.
b. Dislokasi : Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menetukan lokasi dislokasi dan
pengkajian yang lebis spesifik tentang nyeri, deformitas, dan fungsiolaesa,
misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu, perubahan kontur sendi
pada ekstermitas yang mengalami dislokasi, perubahan panjang ektermitas, adanya
lebampada dislokasi sendi. Keadaan fisik IPPA juga dikaji dengan melihat
gangguan neurologis, apakah ada saraf yang terkena, pengkajian pada ektermitas
atas dan bawah untuk menilai pergerakkannya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret/immobilisasi fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
9 | A s k e p S t r a i n
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
a. Klien menyatakan nyeri berkurang.
b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang/hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi:
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ± 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembeban,
dan traksi.
Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang terkena.
1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan
otot.
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
10 | A s k e p S t r a i n
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
2. Dx.2 Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret/immobilisasi fisik.
Tujuan: Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil:
a. Penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi:
2.1 Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional: Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang
mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2.2 Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang
kering dan bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko
abrasi/kerusakan kulit.
2.3 Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
2.4 Gunakan bed matres/air matres.
Rasional: Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh
yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
3. Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.
11 | A s k e p S t r a i n
Tujuan: Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
b. Kulit hangat dan kering.
c. Perabaan normal.
d. Tanda vital stabil.
e. Urine output yang adekuat
Intervensi :
4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat
normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena
sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
4.2 Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi
ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
4.3 Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional: Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya
injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi
dari peralatan traksi.
4.4 Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai.
Rasional: Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya
di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
4.5 Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional: Inadekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi
jaringan.
4.6 Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasi
dengan adanya compartemen syndrome.
Rasional: Mencegah aliran vena/mengurangi edema.
12 | A s k e p S t r a i n
4. Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan: Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil:
a. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
5.1 Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional: Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat
memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
5.2 Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau
adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional: Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan
dapat menimbulkan osteomielitis.
5.3 Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci
tangan.
Rasional: Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
5.4 Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional: Tanda perkiraan infeksi gangren.
5.5 Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional: Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
5.6 Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema
ektremitas cedera.
Rasional: Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
5.7 Lakukan prosedur isolasi.
Rasional: Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen
untuk mencegah kontaminasi silang.
5.8 Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
13 | A s k e p S t r a i n
Rasional: Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau
dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
D. Implementasi
Setelah rencana keperawatan di susun, maka rencana tersebut diharapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci
sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Implementasi ini juga dilakukan oleh si pembuat rencana
keperawatan dan di dalam pelaksanaan keperawatan itu kita harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk mengetahui
sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat menentukan
intervensi yang akan dilanjutkan.
14 | A s k e p S t r a i n
BAB IIIPENUTUP
3. Kesimpulan
Sprain adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak
pada saat berolah raga atau aktivitas kerja.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut.
Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan Jaya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan.
Sedangkan strain adalah daya yang tidak semestinya yang diterapkan pada otot,
ligament atau tendon. Daya (force) tersebut akan meregangkan serabut-serabut tersebut clan
menyebabkan kelemahan dan mati rasa temporer serta perdarahan jika pembuluh darah clan
kapiler dalam jaringan yang sakit tersebut mengalami regangan yang berlebihan.
4. Saran
Diharapkan makalah dapat memberikan tambahan informasi bagi mahasiswa tentang
konsep teori sprain dan strain serta asuhan keperawatan pada sprain dan strain.
15 | A s k e p S t r a i n
DAFTAR PUSTAKA
Smelzer,Suzanne.C,2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Ed
8.Jakarta;EGC
Doenges,Marlyn.E.1999.rencana asuhan keperawatan.Ed 3.Jakarta;EGC
Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Penerbit : AKPER
Depkes, Banjarbaru.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : EGC,
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 . Penerbit : EGC,
Jakarta.
16 | A s k e p S t r a i n