bab i, ii, iii askep osteroporosis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ostoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stress
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan patah tulang Colles pada pergelangan tangan. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan osteoporosis
2. Tujuan Khusus :
1) Untuk mengetahui definisi osteoporosis
2) Untuk mengetahui epidemiologi osteoporosis
3) Untuk mengetahui anatomi fisiologi osteoporosis
4) Untuk mengetahui etiologi osteoporosis
5) Untuk mengetahui manifestasi klinis osteoporosis
6) Untuk mengetahui patofisiologi osteoporosis
7) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis
8) Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis osteoporosis
9) Untuk mengetahui komplikasi osteoporosis
10) Untuk mengetahui askep pada pasien osteoporosis menurut teori
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Osteroporosis, yaitu gangguan tulang metabolic, tingkat resorpsi tulang dipercepat,
sedangkan pembentukan tulang melambat. Kondisi ini menyebabkan massa tulang hilang.
Tulang yang diserang penyakit ini akan kehilangan kalsium dan garam fosfat, sehingga menjadi
keropos, rapuh, dan secara abnormal rawan terkena fraktur. Osteoporosis bisa primer maupun
mengikuti (sekunder) penyakit mendasar. Osteoporosis primer umumnya disebut osteoporosis
senile atau postmenopausal karena paling sering menyerang wanita lansia dan setelah
menopause. Osteoporosis pada pria bisa diklasifikasikan dalam tig cara, yaitu:
Primer – idiopatik; tidak ada penyebab yang diketahui
Sekunder – lebih sering menyerang pria daripada wanita; mungkin disebabkan oleh terapi obat
(antikonvulsan, glukokortikoid, terapi heparin atau warfarin dalam waktu lama), faktor gaya
hidup (alkoholisme, imobilitas, merokok), atau kondisi medis (gangguan GI, hiperkalsiuria,
hipogonadisme, penyakit neoplastik, transplantasi organ, arthritis rheumatoid, tirotoksikosis)
Senile – muncul setelah penderita berusia 70 tahun; disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kehancuran tulang dengan pembentukan tulang baru, asupan kalsium dan vitamin D
tidak cukup, dan aktivitas fisik kurang (Lippincott, 2008).
Kifosis
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala; hanya terlihat sebagai
kifosis progresif. Dengan berkembangnya kifosis (“dowager’s hump”), terjadi pengurangan
tinggi badan. Beberapa wanita pascamenopause dapat kehilangan tinggi 2,5 sampai 15 cm (1
sampai 6 inci) akibat kolaps vertebra. Perubahan postural mengakibatkan relaksasi otot
abdominal dan akibatnya perutnya menonjol. Deformitas ini juga dapat mengakibatkan
insufisiensi paru. Kebanyakan pasien mengeluh kelelahan.
Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan usia.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang mengalami
penurunan. Estrogen yang menghambat pemecahan tulang, juga berkurang bersama
bertambahnya usia. Hormone paratiroid, di sisi lain, meningkat bersama bertambahnya usia dan
meningkatkan resorpsi tulang. Konsekuensi perubahan ini adalah kehilangan tulang neto bersama
berjalannya waktu (Brunner & Suddarth, 2001).
B. Epidemiologi
Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 75 adalah 90%. Rata-rata wanita usia 75 tahun
telah kehilangan 25% tulang kortikalnya dan 40% tulang trebekularnya. Dengan bertambahnya
usia populasi ini, insiden fraktur (1,3 juta per tahun), nyeri, dan kecacatan yang berkaitan dengan
nyeri juga meningkat.
Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif daripada pria karena
puncak massa tulang juga lebih rendah dan efek kehilangan estrogen selama menopause. Wanita
Afrika-Amerika, yang memiliki massa tulang lebih besar daripada wanita Kaukasia, lebih tidak
rentanterhadap osteoporosis. Wanita Kaukasia yang tidak gemuk dan berkerangka kecil
mempunyai risiko tertinggi untuk osteoporosis. Lebih setengah dari semua wanita di atas usia 45
memperlihatkan bukti pada sinar-x adanya osteoporosis.
Identifikasi awal wanita usia belasan dan dewasa muda yang mempunyai risiko tinggi dan
pendidikan untuk meningkatkan asupan kalsium, berpartisipasi dalam latihan pembebanan berat
badan teratur, dan mengubah gaya hidup (mis. mengurangi penggunaan kafein, sigaret, dan
alkohol) akan menurunkan risiko terjadinya osteoporosis, fraktur tulang, dan kecacatan yang
diakibatnya pada usia lanjut.
C. Anatomi Fisiologi
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang
(mis. femur), tulang pendek (mis, tulang tarsalia), tulang pipih (mis, sternum), dan tulang
tak teratur (mis. vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi
dan gaya yang bekerja padanya.
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal
(kompak). Tulang panjang (mis. femur berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan
ujung yang membulat. Batang atau diafisi terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang
panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan
epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang
dewasa mengalami kalsifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago atrikular pada sendi-
sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek
(mis. metakarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis.
sternum) merupakan tempat penting untuk hematopoiesis dan sering memberikan perlindungan
bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus di antara dua tulang kompak. Tulang
tak teratur (mis. vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar-ostoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang
dengan mensekresikan matriks tulang. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi, dan remodeling
tulang.
Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses di mana matrik
tulang (di sini serabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan pengerasan mineral (di sini
garm kalsium) ditimbun di serabut kolagen dalam suatu lingkungan elektronegatif. Serabut
kolagen member kekuatan terhadap tarikan pada tulang dan kalsium memberikan kekuatan
terhadap tekanan pada tulang.
Ada dua model dasar osifikasi: intramembran dan endokondral. Penulangan
intramembranus di mana tulang tumbuh di dalam membran, terjadi pada tulang wajah dan
tengkorak. Maka ketika tengkorak mengalami penyembuhan, terjadi union secara fibrus. Bentuk
lain pembentukan tulang adalah penulangan endokondral di mana terbentuk dahulu model tulang
rawan. Pertama terbentuk jaringan serupa tulang rawan (osteosid), kemudian mengalami resorpsi
dan diganti oleh tulang. Kebanyakan tulang di tubuh terbentuk dan mengalami penyembuhan
melalui osifikasi endokondral.
Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondral. Ketika tulang
mengalami cidera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut namun tulang
mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang: (1) inflamasi,
(2) proliferasi sel, (3) pembentukan kalus, (4) penulangan kalus, dan (5) remodeling menjadi
tulang dewasa.
D. Etiologi
Osteoporosis primer : tidak diketahui
Faktor risiko
Fungsi adrenal gonad menurun
Kekeliruan metabolism protein akibat defisisensi estrogen
Keseimbangan kalsium negatif yang ringan namun berlangsung lama, yang disebabkan oleh
asupan kalsium yang tidak cukup
Sering duduk dan tidak bergerak
Osteoporosis sekunder
Alkoholisme
Imobilisasi atau salah menggunakan tulang
Hipertiroidisme
Intoleransi laktosa
Penyakit hati
Malabsorpsi
Malnutrisi
Ketidaksempurnaan osteogenesis
Terapi yang berlangsung lama dengan steroid atau heparin
Arthritis rheumatoid
Penyakit kudis
Atrofi Sudeck (setempat di tangan dan kaki bawah, dengan serangan yang berulang-ulang)
E. Manifestasi Klinis
Fraktur Colles setelah jatuh ringan
Fraktur pinggul
Deformitas yang semakin parah
Kifosis
Tinggi badan berkurang
Nyeri yang memburuk saat bergerak atau terkejut
Fraktur patologis di leher dan femur
Bunyi kertakan di vertebra bawah ketika dibengkokkan
Fraktur baji spontan
Nyeri mendadak di punggung bawah
Kolaps vertebra menyebabkan nyeri yang memancar di sekitar batang tubuh
F. Patofosiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai
sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup (mis. merokok, konsumsi kafein,
dan alkohol), dan aktivitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia
mulai segera setelah tercapainya puncak massa tulang. Menghilangnya esterogen pada saat
menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung
terus selama bertahun-tahun pascamenopause. Pria mempunyai puncak massa tulang lebih
besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis
lebih rendah pada pria.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorpsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan
vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh.
Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian yang dianjurkan
(RDA = recommended daily allowance) kalsium meningkat pada adolesens dan dewasa muda
(usia 11 sampai 24 tahun) sampai 1200 mg untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA
untuk orang dewasa tetap 800 mg. Tetapi 1000 sampai 1500 mg per hari untuk wanita
pascamenopause biasanya dianjurkan. Rata-rata perkiraan sesungguhnya asupan per hari
adalah 300 sampai 500 mg. Lansia menyerap kalsium diet kurang efisien dan
mengekskresikannya lebih cepat melalui ginjalnya, maka wanita pascamenopause dan lansia
sesungguhnya perlu mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tak terbatas. Sumber vitamin D dan
kalsium terbaik adalah susu yang diperkaya.
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar) dapat
menyebabkan osteoporosis. Kortikosteroid berlebihan, sindrom Cushing, hipertiroidisme
menyebabkan kehilangan tulang. Derajat osteoporosis berhubungan dengan durasi terapi
kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau masalah metabolisme telah diatasi,
perkembangan osteoporosis akan berhenti, namun restorasi kehilangan massa tulangbiasanya
tidak terjadi.
Keadaan medis penyerta (mis. sindrom malabsorpsi, intoleransi laktosa, penyalahgunaan
alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan
osteoporosis. Obat-obatan (mis. isoniasid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung
aluminium, furosemide, antikonvulsan, kortikosteroid, dan suplemen tiroid) mempengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
G. Pemeriksaan Penunjang
Sinar – X menunjukkan degenerasi khas di toraks bawah dan vertebra lumbar. Tubuh
vertebral bisa tampak datar dan bisa terlihat lebih padat dibanding normalnya.
Pengujian kepadatan mineral tulang (bone mineral density-BMI) dilakukan dalam dual-energy
X-ray absorptiometry (DEXA) untuk mengukur mineralisasi tulang. Hilangnya mineral tulang
menjadi terlihat jelas di stadium lanjut.
Semua kadar kalsium serum, fosforus, dan alkalin fosfatase berada dalam batas normal,
namun kadar hormon paratiroid bisa naik.
Biopsy tulang menunjukkan tulang yang tipis dan keropos namun jika tidak memakai biopsy,
tulang tampak normal.
Computed tomography (CT) scan spinal menunjukkan demineralisasi. CT kuantitatif bisa
mengevaluasi kepadatan tulang namun kurang banyak tersedia dan lebih mahal disbanding
DEXA.
Uji terbaru untuk membantu diagnosis osteoporosis meliputi pengukuran kadar N-telopeptida
dalam urin (Lippincott, 2008).
H. Komplikasi : fraktur tulang yang mengalami osteoporosis.
I. Penatalaksanaan Medis
Program terapi fisik menekankan latihan dan aktivitas yang halus.
Natrium fluorida menstimulasi pembentukan tulang.
Kalsium dan vitamin D mendukung metabolisme tulang normal.
Terapi penggantian hormon (hormone replacement therapy-HRT) dengan estrogen dan
progesteron bisa mmperlambat tulang yang hilang dan mencegah terjadinya fraktur. HRT
mengurangi reabsorpsi dan menambah masa tulang. Akan tetapi, terapi ini masih controversial
karena potensi komplikasi dari HRT bisa membuat beberapa pasien mendapatkan keuntungan
yang lebih besar.
Penyangga punggung bisa menunjang vertebra yang melemah.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki fraktur patologis di femur dengan
reduksi terbuka dan fiksasi internal.
Reduksi dan imobilisasi gips plester selama 4 sampai 10 minggu merupakan pilihan
penanganan untuk fraktur Colles.
Tindakan preventif antara lain cukup asupan kalsium, latihan teratur, dan tidak merokok, serta
tidak mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Medikasi untuk menjaga kesehatan tulang
meliputi bisphosphonates (alendronate [Fosamax] dan risedronate [Actonel]), calcitonin,
estrogen, dan raloxifene (Evista). Osteoporosis sekunder bisa dicegah dengan penanganan
efektif pda penyakit penyebab, mobilisasi dini setelah pembedahan atau trauma, mengurangi
konsumsi alcohol, pemeriksaan saksama terhadap tanda malabsorpsi, dan penanganan
hipertiroidisme yang cepat dan tepat (Lippincott, 2008).
J. Dokumentasi ASKEP (Pengkajian-Evaluasi) teoritis
Pengkajian
Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan risiko mengalami osteoporosis, dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian
keperawatan. Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga,
fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan
penggunaan kortikosteroid selain asupan alkohol, rokok, dan kafein. Setiap gejala yang dialami
pasien seperti nyeri pinggang, konstipasi, atau gangguan citra diri harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis, atau
pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan
pstur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktivitas.
Diagnosis
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien yang mengalami fraktur
vertebra spontan karena osteoporosis dapat meliputi yang berikut:
1) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
3) Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi
usus)
4) Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik.
Intervensi Keperawatan
1) Memahami osteoporosis dan program tindakan
Pengajaran pasien dipusatkan pada faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis,
intervensi untuk menghentikan atau memperlambat proses, dan upaya mengurangi gejala.
Diet atau suplemen kalsium yang memadai, latihan pembebanan berat badan teratur, dan
modifikasi gaya hidup, bila perlu (mis. pengurangan kafein, sigaret, dan alkohol), dapat
membantu mempertahankan massa tulang. Latihan dan aktivitas fisik merupakan kunci
utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap
terjadinya osteoporosis. Ditekankan pada lansia harus tetap membutuhkan kalsium,
vitamin D, sinar matahari, dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek
osteoporosis.
Pendidikan pasien yang berkaitan dengan terapi obat sangat penting. Karena nyeri
lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada
suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan
yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal. Bila diresepkan HRT,
pasien harus diajar mengenai pentingnya skrining berkala terhadap kanker payudara dan
endometrium.
2) Meredakan Nyeri.
Peredaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari. Kasur harus padat dan tidak
lentur. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot. Kompres
panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot. Pasien diminta untuk
menggerakkan batang tubuh satu unit, hindari gerakan memuntir. Postur yang bagus
dianjurkan dan mekanika tubuh juga harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari
tempat tidur, pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara,
meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh
kebanyakan lansia. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar
tempat tidur, perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tidak
nyaman dan mengurangi stress akibat postur abnormal pada otot yang melemah. Opioid
oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelh
beberapa hari, analgetika non-opioid dapat mengurangi nyeri.
3) Memperbaiki pengosongan usus.
Konstipasi merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan, dan lansia.
Pemberian awal diet tinggi serat, tambahan cairan, dan penggunaan pelunak tinja sesuai
kebutuhan dapat membantu atau meminimalkan konstipasi. Bila kolaps vertebra
mengenai vertebra T10-L2 pasien dapat mengalami ileus. Maka perawat harus memantau
asupan pasien, bising usus, dan aktivitas usus.
4) Mencegah Cedera
Aktivitas fisik sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi, dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif. Latihan isometric dapat digunakan untuk
memperkuat otot batang tubuh. Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh
yang baik harus dianjurkan. Membungkuk mendada, melenggok, dan mengangkat beban
lama harus dihindari. Aktivitas pembebanan berat badan harian, sebaiknya di luar rumah
Tindakan Keperawatan
Fokuskan pada kerapuhan pasien, penekanan pada pemosisian yang hati-hati, ambulasi, dan
latihan yang diberikan.
Periksa kulit pasien setiap hari untuk melihat apakah muncul warna merah, terasa hangat, dan
ada nyeri di tempat baru, yang bisa mengindikasikan fraktur baru. Dorong pasien melakukan
aktivitas, bantu ia berjalan beberapa kali setiap hari.
Lakukan latihan jangkauan-pergerakan pasif atau dorong pasien melakukan latihan aktif.
Pastikan ia menghadiri sesi terapi fisik secara teratur dan sesuai jadwal.
Lakukan tindakan pencegahan yang aman, misalnya menjaga palang ranjang selalu naik.
Selalu gerakkan pasien dengan lembut dan hati-hati. Jelaskan pada keluarga dan personel
fasilitas tambahan mengenai betapa mudahnya tulang pasien osteoporosis mengalami fraktur.
Beri makan seimbang, kaya nutrisi yang mendukung metabolisme skeletal: vitamin D,
kalsium, dan protein. Beri analgesic dan panas untuk meredakan nyeri.
Pastikan pasien dan keluarganya benar-benar memahami aturan obat yang diberikan. Beritahu
mereka cara mengenali reaksi merugikan dan minta mereka segera melaporkannya. Selain itu,
minta pasien segera melaporkan tempat nyeri baru di manapun, terutama setelah trauma
seringan apapun.
Sarankan pasien tidur di matras yang kuat dan tidak beristirahat di ranjang secara berlebihan.
Pastikan ia mengerti cara mengenakan penyangga punggungnya.
Ajari pasien mengenai mekanisme tubuh yang baik-membungkuk sebelum mengangkat
apapun dan tidak memelintirkan gerakan dan membengkok dalam waktu yang lama.
Minta pasien wanita menggunakan estrogen dengan teknik yang tepat untuk pemeriksaan-diri
pada payudara. Minta ia melakukan pemeriksaan ini, setidaknya satu kali dalam sebulan dan
segera melaporkan bongkahan apapun. Tekankan perlunya pemeriksaan ginekologis secara
teratur. Minta ia melaporkan pendarahan abnormal dengan cepat dan tepat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Pada tanggal 19 Oktober 2013, Ny. S 40 tahun diantar oleh anaknya ke RS dengan
keluhan nyeri di bagian punggung saat melakukan aktivitas, klien juga mengeluh sering lelah.
Saat pengkajian klien tampak meringis menahan nyeri dan badan teraba hangat. Klien
mengatakan bingung apa yang terjadi pada dirinya padahal dia merasa sehat-sehat saja. Hasil
pemeriksaan rontgent menunjukkan degenerasi khas di toraks bawah dan vertebra lumbar yang
tampak dan lebih padat. Tanda-tanda vital berupa TD: 130/80 mmHg, RR: 28 x/mnt, N: 110
x/mnt, S: 38,5oC.
B. Dokumentasi ASKEP kasus
Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Ns. Nara
Tanggal Pengkajian : 14 Oktober 2013
Jam Pengkajian : 08.00 WIB
1. Biodata Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pemetik teh
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Merdeka gang Suramadu no. 29, Yogyakarta
Diagnosa Medis : Osteoporosis
Waktu/tanggal Masuk RS : 14 Oktober 2013/07.40 WIB
Penanggung Jawab
Nama : Nn. Ayu
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pemetik teh
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Merdeka gang Suramadu no. 29, Yogyakarta
Hubungan dengan klien : Anak kandung
2. Keluhan Utama : Nyeri di bagian punggung
3. Riwayat Kesehatan :
a) Riwayat Penyakit Sekarang: Pada tanggal 19 Oktober 2013, Ny. S 40 tahun
diantar oleh anaknya ke RS dengan keluhan nyeri di bagian punggung saat
melakukan aktivitas, klien juga mengeluh sering lelah. Saat pengkajian klien
tampak meringis menahan nyeri dan badan teraba hangat. Klien mengatakan
bingung apa yang terjadi pada dirinya padahal dia merasa sehat-sehat saja.
b) Riwayat Penyakit Dahulu: Ny. S mengatakan pernah mengalami maag.. Klien
mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan. Klien mengatakan berhenti
merokok setahun yang lalu dan klien sering minum kopi. Klien mengatakan
pernah imunisasi BCG, Polio, DPT, Hepatitis, dan Campak.
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Klien mengatakan almarhum ayahnya mengalami
penyakit asma.
Genogram :
asma
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Garis keturunan
: Garis Perkawinan
: Garis tinggal 1 rumah
: Klien dengan Osteoporosis
1) Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien
1. Aktivitas dan latihan
a. Olahraga/aktivitas rutin : Sebelum sakit klien mengatakan jarang berolahraga
hanya sekali seminggu atau bahkan tidak ada sama sekali dalam satu bulan.
b. Alat Bantu : Sebelum sakit klien tidak menggunakan alat bantu seperti walker,
kruk, kursi roda, dan tongkat. Saat sakit, klien memakai kursi roda.
c. Terapi : Sebelum dan saat sakit klien tidak ada terapi traksi atau gips.
d. Kemampuan melakukan ROM : Sebelum sakit keluarga klien mengatakan
aktivitas klien aktif tetapi saat sakit aktivitas klien pasif.
e. Kemampuan ambulasi dan ADL : Sebelum sakit keluarga klien mengatakan
aktivitas klien dilakukan secara mandiri. Tetapi saat sakit, aktivitas klien dibantu
keluarga dan perawat.
2. Tidur dan istirahat : Keluarga kllien mengatakan sebelum sakit klien hanya tidur 6-7
jam pada malam hari dan jarang tidur siang hari.
3. Kenyamanan dan nyeri :
Palliative/Profokatif : Klien mengatakan ada nyeri dibagian punggung. Saat
menggunakan pain scale klien mengatakan nyerinya skala 8 (nyeri berat).Klien
mengatakan nyeri dada saat beraktivitas. Jika klien nyeri dada, klien segera
beristirahat.
Quality: klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Rasional : klien mengatakan nyeri di punggung.
Time : klien mengatakan nyeri menetap 1-2 menit.
4. Nutrisi : Saat sakit klien mengatakan, frekuensi makan 2 x/hari, berat badan klien 48
kg dengan tinggi badan 167 cm. Klien mengatakan BB klien dalam 1 bulan terakhir
menurun. Indeks Massa Tubuh (IMT) klien saat sakit (48/1,672) = 17,21 (Kurus
kekurangan BB tingkat ringan).
Kategori IMT :
< 17 : kurus (kekurangan BB tingkat berat)
17,0-18,4 : kurus (kekurangan BB tingkat ringan)
18,5-25,0 : NORMAL
25,1-27,0 : kelebihan BB tingkat ringan
>27,0 : kelebihan BB tingkat berat
5. Klien tidak alergi terhadap apapun. Saat sakit, nafsu makan klien kurang dengan porsi
makan ¼ porsi. Klien menyukai gudeg. Jenis makanan klien adalah nasi. Nafsu
makan klien kurang baik. Klien tidak memiliki riwayat operasi gastrointestinal.
6. Cairan, elektrolit dan asam basa : Sebelum sakit Tn. W mengatakan biasanya minum
air sebanyak 7-8 gelas/hari. Turgor kulit Tn. W elastis, klien tidak ada support IV
Line. Balance cairan klien seimbang. Saat sakit klien diberikan support IV line RL
500 cc, 20 tetes/mnt.
7. Oksigenasi : Saat sakit klien mengatakan napasnya tidak sesak. Klien mengatakan
tidak ada riwayat penyakit pneumonia, klien tidak ada riwayat merokok.
8. Eliminasi fekal/bowel : Sebelum sakit klien mengatakan buang air besar 1 x sehari
tiap pagi, warnanya kekuningan, baunya khas, konsistensi padat. Tidak ada
penggunaan obat pencahar. Klien tidak pernah mengalami gangguan buang air besar,
serta kebutuhan pemenuhan BAB dilakukan secara mandiri. Saat sakit klien BAB 4
hari sekali pemenuhan BAB dengan bantuan.
9. Eliminasi urin : Sabelum sakit Tn. W buang air kecil 5-6 x sehari, warna normal
bening tidak ada hematuria dan dilakukan mandiri. Tn. W juga mengatakan bahwa
tidak ada gangguan buang air kecil seperti (nyeri saat BAK, burning sensation,
bladder terasa penuh setelah BAK, inkontinensia bladder). Klien mengatakan tidak
ada riwayat penyakit ginjal, tidak ada batu ginjal, tidak ada injury/trauma. Klien tidak
menggunakan kateter. Klien mengatakan tidak ada keluhan nokturia, retensi urine,
dan inkontinensia urine.
10. Sensori, persepsi dan kognitif : Klien memakai kacamata dengan lensa cembung,
klien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran, penciuman, perabaan ataupun
pengecapan. Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit eye surgery, tidak ada
otitis media, tidak ada luka yang sulit sembuh.
2) Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum : Klien saat diinspeksi terlihat kesadaran penuh (composmetis)
tidak somnolen, tidak sopor, tidak coma. Pada saat pemeriksaan tingkat kesadaran
menggunakan Glascow Coma Scale, ditemukan hasil Eye 4 (membuka mata
spontan), Verbal 5 (Orientasi baik), Motorik 6 (Gerakan sesuai perintah), total
GCS 15. Tanda-tanda vital berupa TD: 130/80 mmHg, RR: 28 x/mnt, N: 110
x/mnt, S: 38,5oC
b. Kepala : Saat diinspeksi, bentuk kepala klien normal simetris dan rambut sedikit
tipis dan ada uban, rontok, tidak ada hematoma dan lesi. Pada saat dipalpasi
kepala tidak ada tumor, tidak ada pigmentasi, tidak ada pembengkakan di kepala,
dan rambut tidak kasar. Pada saat diinspeksi muka klien normal, tidak bells palsy,
tidak ada hematom dan lesi. Pada saat menginspeksi mata, kelopak mata normal
tidak ada hordeolum dan tidak ada oedema, kemampuan klien untuk membuka,
menutup mata, dan berkedip secara normal tanpa ada gangguan. Saat inspeksi,
pupil isokhor, lensa keruh. Saat diinspeksi warna hidung klien sama dengan wajah
dan pada saat dipalpasi, hidung eksternal klien normal dengan halus simetris,
klien tidak mengalami epistaksis atau menderita polip. Pada saat pemeriksaan
mulut dengan diinspeksi bibir klien kering, tidak ada stomatitit, dan ada sianosis.
Gusi melekat erat pada gigi. Posisi gigi rata, warnanya agak kekuningan.
c. Pada pemeriksaan telinga, dengan diinspeksi, daun telinga klien normal sejajar,
simetris, warna sama dengan wajah, halus tanpa lesi dan tidak ada nyeri tekan,
tidak ada gangguan pendengaran, telinga tampak bersih.
d. Leher : Saat diinspeksi leher klien simetris, saat dipalpasi tidak ada pembesaran
tyroid atau pelebaran JVP, tidak ada kaku kuduk, tidak ada hematom dan lesi.
e. Tenggorokan : Saat diinspeksi tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri telan,
tidak ada hiperemis, dan tidak ada pembesaran tonsil.
f. Dada : Saat diinspeksi bentuk dada klien simetris tampak penggunaan otot dada
saat bernapas, saat dipalpasi dengan fremitus taktil ka/ki suara getaran sama pada
kedua dada. Saat diperkusi :
- atas klavikula sonor
- ICS 2 parasternalis sinistra dan dextra sonor
- ICS 3 parasternalis dextra dan sonor
- ICS 4 midklavikula sinistra redup (batas jantung)
- ICS 5 axilla anterior redup (daerah jantung)
Saat diauskultasi suara vesikuler.
Cor : Saat diinspeksi tidak ada pembesaran jantung, saat dipalpasi iktus kordis ICS 4
midklavikula tidak teraba, tidak ada pembesaran jantung,
batas jantung saat diperkusi :
- Batas atas jantung ICS 2 atau 3 sinistra bunyi pekak
- Batas kiri ICS 2-4 mid axilla sinistra bunyi pekak
- Batas ICS 2-5 parasternal sinistra bunyi pekak
- Batas bawah ICS 5 midklavikula sinistra
Auskultasi :
- Bunyi jantung II di area katup aorta ICS 2 linea parasternalis sinistra
- Bunyi jantung II di area katup pulmonal ICS 2-3 linea parasternalis sinistra
- Bunyi jantung I di area katup trikuspidalis ICS 4 linea parasternalis sinistra
- Bunyi jantung I di area katup mitral ICS 5 midklavikularis sinistra (apeks jantung
atau iktus kordis)
g. Abdomen : Saat diinspeksi warna abdomen sama dengan warna kulit, tidak
ada acites. Saat dipalpasi normal tidak ada hepatomegali, tidak ada splenomegali,
tidak ada tumor. Saat diperkusi normal tidak ada hepatomegali, tidak ada suara
pekak. Saat diauskultasi peristaltik usus 7 x/mnt.
h. Genetalia : Pria : saat diinspeksi normal tidak ada hipospadia, tidak ada epispadia,
tidak ada hernia, tidak ada hydrocell, dan tidak ada tumor.
i. Rectum : Saat diinspeksi dan palpasi normal tidak ada hemorroid, tidak ada
prolaps, tidak ada tumor.
j. Ekstremitas atas dan bawah: Kekuatan otot kaki ka/ki lemah, ROM ka/ki lemah.
K= 4 4
4 4
Cappilary refille time klien normal < 2 detik.
3) Psiko sosio budaya Dan Spiritual :
Psikologis : Klien mengatakan sangat khawatir dengan masalah kesehatannya
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah: perasaan klien takut mengalami hal
yang lebih buruk, klien takut penyakitnya tidak dapat disembuhkan.
Cara mengatasi perasaan tersebut : Klien mengatakan sering berdoa.
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah : Klien akan kembali bekerja.
Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka : Klien hanya akan berserah kepada Tuhan
dan akan terus berusaha untuk kesembuhannya.
pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada : Klien kurang memahami tentang
masalah kesehatannya.
Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah : Klien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai
pemetik teh.
kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah : Klien mengatakan tidak menyukai
lingkungan bising.
pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya : klien mengatakan peduli dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar.
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya Jawa. Klien mengatakan tidak ada kebudayaan yang
dianutnya merugikan kesehatannya.
Spiritual :
Klien mengatakan aktivitas ibadah sehari-hari klien sholat .
4) Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan radiologis : ada kelainan tulang membungkuk
5) Terapi Medis :
- Cairan IV : RL 500 mL 20 tetes/menit.
- Ketorolac 10 mg IV.
- Ranitidin 25 mg/mL IV 2x1.
- Sanmol 500 mg oral 1-2 tablet.
- Dulcolax oral 2 x 1