askep chf bab i-babiv(bahan presentasi kel ii kd)
TRANSCRIPT
Asuhan keperawatan Pada Tn. S dengan Congestive Heart FailureDi ruang Unit Gawat Darurat RS. Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita
Februari2011
Kelompok 2 : Aziz, Tina, Heni, Yuli, Elva Kardiologi dasar angkatan 1
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan suatu kondisi penurunan fungsi ventrikel dan kondisi
terminal dari penyakit jantung yang mengalami manifestasi klinis yang berat (Dyer &
Fiyer, 2005). Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-
gejala yang tipikal dari sesak nafas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue) yang
dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang mengganggu
kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi.
Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang
yang selamat dari infark miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Entitas gagal
jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang berpengalaman, dapat ditemukan di
komunitas masyarakat dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitasnya.
Walaupun biomolekuler dan fisiologi yang terintegrasi dengan gagal jantung masih
belum dapat dipahami, beberapa konsep dan prinsip patofisiologi telah berkembang
dalam dekade terakhir ini.
Kunci utama gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai
pompa. Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan
fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan menjadi maladaptif dan
menjadi gagal jantung kronis.
Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal
maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal
jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam
patofisiologi gagal jantung.
B. Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan
meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes melitus dan iskemi terutama pada populasi
usia lanjut. Makin tua populasi dan makin berhasilnya pengobatan infark miokard akut
membuat prevalensi gagal jantung kronik makin meningkat. Insiden penyakit gagal
jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Di
Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini
meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.
Saat ini diperkirakan hampir 5 juta penduduk di AS menderita gagal jantung, dengan
550.000 jumlah kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. Di samping itu gagal jantung
kronis juga menjadi penyebab 300.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 milyar
USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis
ini. Bahkan di Eropa diperkirakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran belanja
kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar dari
<1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia >70
tahun.
Angka kejadian gagal jantung terus meningkat 1,5% - 4% menjadi 6,9 - 9,9% pada
tahun 2000. (Cleland, Khand, Clark, 2005). Angka kejadian gagal jantung di Pusat
jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) adalah 11% pada tahun 2001 dengan angka
kematian 9%. (Siswanto,2006)
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Congestive heart failure (CHF) adalah merupakan kumpulan gejala (syndrome)yang
merupakan reaksi fisiologis akibat jantung tidak mampu lagi dalam memompa darah
untuk mencukupi sirkulasi darah ke seluruh tubuh. ( brunner,suddart:1984)
Gagal jantung adalah sebuah sindroma yang komplek yang memiliki tanda dan gejala
klinis antara lain : sesak nafas pada saat istirahat, kelemahan, cepat capek dan cedera
tungkai bawah, diikuti tanda - tanda klinis yaitu, takikardi, peningkatan tekanan vena
jugularis,edema perifer dan hepatomegali.
Secara objective gagal jantung ditemukan abnormal pada struktur dan fungsi jantung pada
saat istirahat (cardiomegali, bunyi jantung III. Monitor jantung, abnormalitas echo
cardiogram dan peningkatan natriuretic peptide concentration). (ESC, 2008).
Gagal jantung adalah sebuah sindroma yang komplek yang memiliki tanda dan gejala
klinis antara lain : sesak nafas pada saat istirahat, kelemahan, cepat capek dan cedera
tungkai bawah, diikuti tanda - tanda klinis yaitu, takikardi, peningkatan tekanan vena
jugularis,edema perifer dan hepatomegali.
Secara objective gagal jantung ditemukan abnormal pada struktur dan fungsi jantung
pada saat istirahat (cardiomegali, bunyi jantung III. Monitor jantung, abnormalitas echo
cardiogram dan peningkatan natriuretic peptide concentration). (ESC, 2008).
B. Manifestasi klinis
1. Simptom gagal jantung kiri
Simptom backward failure
1) Dyspnea on effort : Sesak bila aktifitas (Sering tetapi non-spesifik, awalnya terjadi
saat exercise).
2) Orthopnea : Sesak saat berbaring ( sering dan cukup spesifik. Sering
terjadi pada penderita paru.
3) Paroxysmal Nocturnal Dsypnea : Sesak nafas tiba tiba pada malam hari disertai
batuk (sering dan sangat spesifik)
4) Edema Paru ( Dekompensasi akut)
Simptom forward failure
1) Exertional Fatigue : Kelelahan dalam beraktifitas (sering tapi non-spesifik)
2) Keluhan umum : Sering tapi non-spesifik
Penyebab dari keluhan-keluhan pada gagal jantung kiri
1. Sesak
a) Aliran darah ke otot skelet berkurang menyebabkan metabolisme anaerob &
asidosis
b) Meningkatnya dorongan ventilasi
c) Meningkatnya kerja mekanik pernapasan (meningkatnya kekakuan paru,
meningkatkan tahanan jalan napas)
d) Meningkatnya tekanan atrium kiri
e) Meningkatnya dead space fisiologik.
2. Kelelahan
a) Menurunya aliran darah ke otot skelet, menyebabkan metabolisme anaerob &
asidosis
b) Perubahan pada otot skelet (deconditioring, atrofi)
c) Gangguan elektrolit
d) Depresi
3. Retensi cairan-edema
a) Menurunnya aliran darah ke ginjal dan tekanan perfusi ginjal
b) Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
c) Redistribusi aliran darah intrarenal ke nefron yang menahan natrium
d) Meningkatnya aldosteren efek akibat terganggunya pemecahan aldosteron
oleh hepar
e) Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler.
2. Simptom gagal jantung kanan
Secara spesifik simptom gagal jantung kanan adalah non-spesifik
C. Etiologi
Penyebab gagal jantung :
1. Gangguan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
- Central (stenosis aorta)
- Peripheral (hipertensi sistemik)
b. Peningkatan beban volum
- Regurgitasi katup
- Pirau
- Meningkatnya preload
c. Hambatan pengisian ventrikel
- Stenosis
d. Konstriksi pericard, tamponade
e. Retriksi endokardial atau miokardial
f. Aneurisma ventrikular
2. Kelainan miokardial
a. Primer
- Kardiomiopati
- Gangguan neuromuskular
- Miokarditis
- Metabolik (DM)
- Keracunan
b. Sekunder
- Iskemia (penyakit jantung koroner)
- Gangguan metabolik
- Inflamasi
- Penyakit infiltratif (restrictive cardiomiophaty)
- Penyakit sistemik
- Penyakit paru obstruktif kronis
- Obat obatan yang mendepresi miokard
3. Gangguan irama jantung
- Ventrikular standstill
- Ventikular
- Takhikardi atau bradikardia yang ekstrim
- Gangguan konduksi
Pencetus gagal jantung :
- Hipertensi
- Infrak miokard
- Aritmia
- Anemia
- Febris
- Emboli paru
- Stres
- Infeksi
Faktor resiko tinggi terjadi CHF :
1. Hipertensi
Tekanan darah meningkat sehingga tahanan meningkat, venous return meningkat
akan berakibat preload meningkat dan stroke volume meningkat pula serta beban
jantung akan meningkat. Sel akan beradaptasi dengan keadaan ini. Lama
kelamaan menjadi hopertropi pada miokardium dan akhirnya terjadi
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan
metabolismenya.
2. Diabetes
Pada keadaan ini kadargula dalam darah akan meningkat sehingga viskositas
darah meningkat juga. Hal ini menyebabkan preload meningkat dan stroke volume
juga meningkat serta akan meningkatkan beban kerja jantung. Sel juga akan
mengadakan mekanisme adaptasi sehingga akan terjadi hipertropi miokardium
dan akan berlanjut menjadi CHF.
3. Obesitas dan kolesterol yang berlebih
Etiologi gagal jantung :
- kerusakan fungsi jantung atau penurunan fungsi otot jantung yang berasal dari
akut ataupun kronik iskemik jaringan otot jantung
- peningkatan resistensi perifer
- Tahap lanjut penyakit takiartimia (atrial fibrilasi).
- Penyakit katup, cardiomiopati atau penyebab lain
D. Klasifikasi gagal jantung (CHF)
a. Berdasarkan American College of Cardiology (ACC) , & America Heart Association
Stage A
Dimana resiko tinggi peningkatan gagal jantung, tidak ditemukan abnormal
pada struktur dan fungsional ototjantung, tidak ada keluhan
Stage B
Dimana peningkatan gagal jantung pada penyakit jantung khususnya pada
struktur jantung tapi belum ada keluhan
Stage C
Gejala, simtomatik sudah ada pada kerusakan struktur jantung
Stage D
Kerusakan struktur jantung yang lanjut ditampilkan gejala klinis gagal jantung
pada saat istirahat walaupun telah diberikan therapi maksimal.
b. Berdasarkan New York Heart Association (NYHA)
Kelas I
Tidak ada batasan aktivitas fisik, pada aktivitas fisik ringan tidak
menyebabkan kelemahan, palpitasi dan sesak nafas
Kelas II
Sedikit ada batasan pada aktivitas fisik, pada saat istirahat tidak ada keluhan
tetapi pada saat aktivitas ringan menimbulkan kelemahan, palpitasi dan sesak
nafas
Kelas III
Aktivitas fisik sangat terbatas, masih nyaman pada saat istirahat dan pada
aktivitas ringan sedikit saja sudah mengalami kelemahan, palpitasi dan sesak
Kelas IV
Tidak ada memenuhi kebutuhan aktivitas, gejala timbul saat istirahat yaitu
palpitasi, sesak nafas, kelemahan.
E. Patofisiologi gagal jantung
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa di indikasikan oleh kemampuannya untuk
memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat
maupun saat mengalami stres fisiologis.
Mekanisme fisiologis dasar jantung seperti stroke volume (isi sekuncup), cardiac
output (curah jantung), heart rate (laju jantung), preload (beban awal) dan after load
(beban akhir) serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam mekanisme terjadinya gagal
jantung.
Stroke volume (SV) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali
kontraksi.
Cardiac output (CO) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap menit
CO = denyut jantung/menit x SV.
Tiga faktor yang mempengaruhi stroke volume adalah :
1. Preload
Menggambarkan tekanan miokardium pada fase akhir diastolik atau sesaat
sebelum kontraksi ventrikel. Secara klinik digambarkan sebagai “ventrikel filling”.
Menurut hukum Frank Starling : “ makin besar isi jantung saat diastolik, semakin
besar juga jumlah darah yang dipompakan ke aorta”.
2. Afterload
Menggambarkan tekanan aortik total (impedence) yang menahan ejeksi
ventrikel. Apabila tekanan sistemik arterial meningkat maka kerja jantung akan
meningkat pula.
3. Kontraktilitas
Adalah kemampuan intristik serabut-serabut miokard untuk menguncup.
Peningkatan stroke volume menggambarkan peningkatan kontraktilitas dan
sebaliknya. Penurunan stroke volume menggambarkan penurunan kontraktilitas.
Respons kompensatorik
Sebagai akibat gagal jantung, maka terjadilah mekanisme kompensasi tubuh meliputi :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatis
Meningkatnya aktifitas simpatik adrenergik akan merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Hal ini akan
meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung, yang akan menjamin cardiac output.
Peningkatan kontraktilitas dan denyut nadi sangat bergantung pada respons simpatik
tubuh.
Akibat lain dari mekanisme ini otot akan berkontraksi, sehingga jantung harus
memompa lebih lagi karena tahanan perifer meningkat.
2. Peningkatan Preload
Aktifasi sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) menyebabkan retensi
garam natrium dan air oleh ginjal. Peningkatan beban awal ini akan meningkatan
kontraksi miokard sesuai hukum Starling.
3. Hipertrofi Ventrikel
Penebalan dinding ventrikel tanpa disertai penambahan ukuran ruang jantung
akan menyebabkan jantung bekerja deras mencukupi kebutuhan tubuh.
Ketiga respon kompensatorik ini menggambarkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung, namun bila gagal jantung berlanjut maka kompensasi ini menjadi
semakin tidak efektif.
CHF kronis termasuk disfungsi dari satu atau kedua ventrikel. Normalnya pompa
jantung dari jantung bagian kiri dan kanan yang seimbang menghasilkan aliran yang terus
menerus, oleh karena kondisi yang patologis satu bagian/sisi jantung mengalami
kegagalan. Sementara bagian yang berkelanjutan (terus menerus), fungsi sisi yang lain
juga akan mengalami kegagalan dan akibatnya seluruh jantung mengalami gagal (failure)
Gagal jantung kiri
Disebabkan oleh disfungsi / kegagalan jantung kiri yang mengakibatkan darahkembali
keatas melalui atrium dan masuk ke vena-vena pulmonalis. Peningkatan tekanan
menyebabkan ekstravasasi cairan dari kapiler-kapiler pulmonal, dimanifestasikan se bagai
congestif paru dan oedema. Umumnnya disebabkan oleh penyakit coroner, hipertensi, dan
penyakit jantung rheumatik. Jika ada kebocoran pada katup mitral (mitral insufisiensi),
jaringan miocard rusak diganti dengan jaringan parut yang tidak elastis dan
kontraktilitasnya sangat buruk dibandingkan dengan miokardium yang tidak rusak.
Kehilangan massa/jaringan miocardium yang sehat akan meningkatkan beban kerja
jaringan yang tidak rusak (yang berfungsi). Jika fungsi miocardium tidak dapat
kompensasi oleh karena kehilangan/kerusakan ini, volume darah yang pompakan dari
ventrikel menurun dan menjadi gagal jantung. Bila ada hipertensi, jantung kanan
memompa melawan tekanan arteri yang tinggi, sehingga ini dapat mengakibatkan
pembesaran (hipertropi) vebtrikel kiri.
Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan dari kelemahan ventrikel kanan memyebabkan kongestif vena
pada sirkulasi sistemik dan mengakibatkan oedema perifer. Penyebab primer dari gagal
jantung kanan adalah gagalnya jantung sisi kiri. Pada situasi ini gagal jantung kiri
menyebabkan kongesti pulmonal dan peningkatan tekanan vena-vena/pembuluh darah
diparu-paru (hipertensi pulmonal)
Pulmonary hipertention mengakibatkan kegagalan jantung kanan. Penyebabnya adalah
termasuk obstruksi pulmonal dan emboli paru. Pembesaran vena-vena dilihat ketika
pasien dalam posisi semirecumbent, ini akibat oleh peningkatan tekanan dalam atrium.
F. Test Diagnostik
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium :
Hematologi : Hb, Ht, Leukosit,
Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
Gangguan fungsi ginjal dan hati :
Ureum, Creatinin, BUN, Urine lengkap, SGOT, SGPT
Gula darah
Kolesterol, trigliseride
2. Elektrokardiogram (EKG)
Penyakit jantung koroner: iskhemik, infark
Pembesaran jantung : LVH
Aritmia
Perikarditis
3. Foto rontgen toraks
Edema alveoler
Edema interstiales
Efusi pleura
Pelebaran vena pulmonalis
Pembesaran jantung
4. Ekokardiogram
Menggambarkan ruang-ruang & katup jantung (ketebalqn otot-otot jantung)
Fungsi sistol dan diastol
Pembentukan trombus
Fungsi katup
Penyakit pericard
5. Radionuklir
Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
Mengidentifikasi kelainan perfusi miokard
6. Keteterisasi
Untuk mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung & paru
Untuk mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
Biopsi endomiokarditis ® kelainan otot jantung
Meneliti elektrofisiologis ® aritmia ventrikel berat recurrent
Beratnya lesi katup jantung
Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
Angiografi ventrikel kiri :
- Identifikasi hipokinetik
- Aneurisma ventrikel
- Fungsi ventrikel kiri
Arteriografi koroner :
- Identifikasi lokasi stenosis arteri koroner
G. Penatalaksanaan gagal jantung
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja
jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan
beban akhir.
a) Pengobatan gagal jantung terdiri atas :
1. Pengobatan spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung
(revaskularisasi pada PJK, penggantian katub untuk penyakit katub yang berat)
2. Pengobatan non-spesifik terhadap sindroma klinik gagal jantung.
Kelas 1 : Non farmakologi
Kelas 2, 3 : Diuretik, Digitalis, ACE inhibitor, Vasodilator (kombinasi 2
atau 3) kombinasi diuretik, digitalis, cukup memadai.
Kelas 4 : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE in-hibitor seumur hidup.
b) Atasi faktor pencetus :
Aritmia
Infeksi
Anaemi dll
c) Terapi non farmakologi :
Diet rendah garam
Batasi cairan
Mengurangi berat badan
Menghindari alkohol
Manejemen stress
Aktifitas fisik
d) Obat-obat lain :
Aspirin
Antikoagulan
Antagonis beta adrenoreseptor
Antagonis reseptor dopamin
Support psikososial
Monitor efek samping obat gagal jantung antara lain ace inhibitor (captopne,
enalapne, ramipal), ARB (candesortan, valsatan), aldosteron antagonist (
eplerone, spironolactone), beta blokey (bisoprolol, carvedilol, metaprold),
hydralazine ISDN, diuretic.
H. KOMPLIKASI
a) Komplikasi akibat dari gagal jantung sendiri :
- Aritmia
Dapat terjadi karena respon tarhadap peningkatan katekolamin dan iskhemi
miokard. Iskhemik atrial yang lama dapat menimbulkan atrial fibrilasi
- Angina dan infark miokard
Terjadi akibat dari peningkatan kerja otot jantung yang iskhemik atau akibat dari
penurunan perfusi artei koroner akibat dari penurunan tekanan sistemik
- Shock
Terjadi akibat dari penurunan curah jantung
- Renal failure
Terjadi akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal
- Pembentukan emboli
Terjadi akibat bendungan dan stasis vena
- Hepatomegali
Akibat dari bendunagan vena
b) Komplikasi akibat dari pengobatan
- Hypovolume
Akibat dari pemberian terapi diuretik disertai pengeluaran cairan dan sodium yang
berlebihan
- Hypokalemia
Akibat dari pengeluaran potasium yang berlebihan akibat dari terapi diuretik
- Intoksikasi digitalis
Akibat dari penggunaan digitalis berlebihan, hypokalemi, gangguan funsi renal
- Aritmia
Dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan elektrolit maupun intoksikasi digitalis
- Infark miokard
Terjadi akibat dari beban kerja miokard yang meningkat serta efek dari pemberian
inotropik
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL JANTUNG
A. Pengkajian
I. Identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, pekerjaan.
II. Riwayat Kesehatan
Pengumpulan data subyektif tentang kondisi yang menyebabkan pasien membutuhkan
perawatan di RS. Infark miokard seringkali penyebab timbulnya gagal jantung
sehinga perlu dikaji lebih jauh. Oleh karena itu data yang dikumpulkan hendaknya
meliputi :
- Riwayat penyakit jantung dan pengobatannya
- Nyeri dada
- Sering timbul rasa nafas pendek
- Toleransi terhadap aktifitas menurun
- Kaki mengalami pembengkakan
- Peningkatan berat badan berlebihan dalam beberapa hari
- Sering terbangung pada malam hari, tinggi kepala saat tidur
- Obat yang masih diminum
- Diet yang dijalankan
- Penyakit lain yang diderita
III. Riwayat keseharian :
1. Riwayat penyakit sekarang
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Faktor pencetus
5. Kebiasaan sehari-hari
- Pola Nutrisi
- Pola Eliminasi
- aktivitas
- Pola istirahat
IV. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah salah satu kunci untuk menetapkan diagnosa dan
kuantifikasi derajat gagal jantung. Di samping itu dengan pemeriksaan fisik dapar
menentukan kausa atau etiologi gagal jantung. Nadi biasanya pengisian kecil, takikardia,
regurgitasi aorta, fibrilasi atrium. Tekanan/pulsasi vena jugularis. (diamati dengan penderita
berbaring 45○˚). Biasanya meninggi kecuali bila penderita sudah mendapat diuretika. Dengan
pengamatan pulsasi vena jugularis dapat dikenali adanya disfungsi ventikel kanan, stenosis
pulmonalis, regurgitasi tricuspid dan lain-lain.
Implus apikal yang dapat dipalpasi dengan penderita berbaring ke sebelah kiri. Implus
ganda (sesuai dengan S4 ) menunjukan adanya disfungsi ventikel kiri bermakna. Implus yang
diffus dan sustain menunjukan adanya dilatasi ventrikel kiri atau hipertrofi.
Auskultasi jantung harus dilakukan dengan bagian bell dari stetoskop menggenderang
dari stenosis mitral. Dengan meletakkan bagian diafragma dari steteskop pada apex dan tepi
sternum kiri untuk mencari suara-suara jantung dan bising-bising lainnya.
Auskultasi paru untuk mencari ronchi sebagai tanda-tanda dari edema paru. Seringkali sulit
dibedakan dengan ronchi pada penyakit paru. Perlu dilakukan radiografi paru.
Edema mula-mula terlihat pada pergelangan kaki atau daerah sacrum (pada penderita
berbaring).
Palsus Altenans nadi teraba teratur dengan kekuatan yang berubah-ubah.
Suara paru kedua (P2) menguat. Ada gagal jantung kiri tekanan arteri pulmonal meningkat
sekunder akibat meningkatnya tekanan vena paru, dan P2 menjadi lebih keras daripada A2 .
Effusi pleura biasanya bilateral, paling sering pada paru kanan.
Asites dapat timbul pada gagal jantung lanjut.
Respirasi Ceyne-Stokes.
Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan
Left venticular leftS3
S4
Rales paru
Effusi pleuraCheyne-StokesPalsus alternansTakikardiaKongesti vena sistemik
Right venticular heaveS3
Bendungan vena jugularisP2 menguat (bila kausa gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri)Edema pretibial & pergelangan kakiHidrotoraks
Edema pergelangan kaki hepatomegali
Keadaan umum, tanda-tanda vital
Mata : Konjuktiva, sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : pernapasan : frekwensi, irama suara napas : vasikuler suara
tambahan ;
ronchi
Jantung : Tekanan darah
Nadi : frekwensi, irama, kekuatan
Suara jantung ; BJ-1, BJ-2
Apeks jantung
Bising jantung
Abdomen : Asites, bising, lingkar perut
Ekstritemitas : temperatur, kelembaban, edema
V. Pemeriksaan penunjang
Labotorium
EKG
Foto Rontgen
Ekokardiogram
Keteterisasi
Radionuklir
VI. Terapi / Pengobatan
Diuretik
Vasodilator
Ace Inhibitor
Digitalis
Dopaminergik
Oksigen
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload
dan kontraktilitas
ditandai dengan :
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : perubahan gambaran pola
EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan/kriteria hasil
pasien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan
epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4). Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis
katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi.
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedang atu kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada CHF tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
normal lagi.
d. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap
tidak dekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi
sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti vena.
e. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan paru akibat dari penurunan curah jantung.
Tujuan/kriteria hasil :
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
3. Kelebihan volume cairan berhunbungan dengan retensi garam dan air akibat dari
penurunan curah jantung
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat
badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria hasil,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang
dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, Menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran
urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan
dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integitas kulit
Tujuan/kriteria hasil ,
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi
obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208
Rokhaeni Heni, Purnamasari Elly, Anna Ulfa Rahayoe, (Keperawatan Kardiovaskuler), Edisi 1, Tahun 2001, Hal ; 119 – 123.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Suddarth, Brunner, Keperawatan Medikal – Bedah, Buku Saku, EGC, 2000, hal 175-179.