bab ii dasar teori 2. 1 strain gauge - ummeprints.umm.ac.id/71041/3/bab ii.pdf6 bab ii dasar teori...
TRANSCRIPT
6
BAB II
DASAR TEORI
2. 1 Strain gauge
Strain gauge merupakan sensor yang hambatannya bervariasi dengan
tegangan yang diberikan, sensor ini mengubah gaya, tekanan, tegangan, berat, dan
lainnya menjadi perubahan resistansi listrik yang kemudian dapat di ukur. Strain
gauge adalah salah satu sensor terpenting dari teknik pengukuran yang menerapkan
pengukuran kuantitas mekanis.
Sensor ini pada umumnya adalah sensor tipe kawat logam, dimana
konfigurasi dari grid terbentuk melalui proses photoeching. Karena proses
yang simple, maka dapat dibentuk ukuran dari gauge yang bervariasi. Untuk
ukuran panjang strain gauge yang terkecil sebesar 0,20 mm, dan yang terbesar
sebesar 102 mm. Tahanan strain gauge dengan ukuran umum sebesar 120 mm
dan 350 ohm, selain itu ada strain gauge dengan tujuan khusus yang
tersedia sebesar 500, 1000, dan 1000 ohm (U.A.Bakshi, 2008). Berikut
merupakan gambar strain gauge dibawah ini:
Gambar 1. Sensor Strain Gauge
(Sumber: www.showa-sokki.co. jp/)
7
2.1.1 Jenis - Jenis Strain Gauge
a. Semikonduktor Strain GaugePada tahun 1970 sensor strain
gauge semikonduktor pertama di kembangkan untuk digunakan
dalam industry otomotif. Sensor ini mempunyai beberapa ciri dan
fungsi sebagai berikut:
1) Strain gauge tipe ini didasarkan pada efek piezoresistive silikon
atau germanium dan mengukur perubahan resistensi dengan
stress sebagai opposite dari regangan, tidak seperti strain gauge
lainnya.
2) Tidak dukungan yang tersedia untuk wafer element dan
penempelan pada permukaan yang tegang perlu perawatan
ekstra karena memiliki lapisan epoxy yang tipis untuk
memasangnya.
3) Ukuran dari semikonduktor strain gauge jauh lebih kecil dan
harganya jauh lebih rendah dari strain gauge berbahan metalik
foil.
Gambar 2 Semikonduktor strain gauge
(Sumber: http://id.top-weigh.com/)
8
b. Thin-Film Strain Gauge
Strain gauge jenis ini memiliki bentuk yang lebih maju dari
jenis strain gauge lainnya, karena tidak memerlukan adhesive
bonding. Sensor ini dibuat dengan terlebih dahulu mendepositkan
insulasi listrik, pada umumnya keramik ke permukaan logam yang
tertekan dan kemudian mendepositkan strain gauge ke lapisan
insulasi tersebut.
2.1.2 Cara Kerja Strain Gauge
Strain gauge merupakan rangkaian logam tipis berliku yang
direkatkan dipermukaan suatu struktur. Jika kawat diberi beban, maka
diperoleh regangan yang kemudian ditransmisikan ke foil grid. Tahanan
diperoleh pada kawat akan berubah berbanding lurus sesuai dengan
regangan induksi pembebanan.
Beban yang diterima material pengujian, selain menghasilkan
perubahan sifat resistansi elektrik material juga menimbulkan perubahan
bentuk pada material uji.
Penempelan strain gauge pada material pengujian menggunakan
perekat isolatif dengan arus listrik, lalu strain gauge dapat memperoleh
perubahan resistansi dimana ukurannya berbanding lurus pada deformasi
kawat.
Apabila ada suatu gaya yang dihasilkan, maka perubahan resistansi
ajan sesuai dengan gaya yang diberikan. Cara kerja dari penggunaan
resistansi elektrik pada strain gauge adalah fakta bahwasanya resistansi dari
9
perubahan yang terjadi pada kawa logam untuk fungsi tegangan, meningkat
serta menurun dengan adanya gaya. Perubahan pada resistansi diukur
menggunakan suatu rangkaian listrik berupa Wheatstone Bridge. Strain
gauge melekat pada benda uji dan kemudian di tekanan yang sama seperti
benda uji yang dalam proses pengujian (U.A.Bakshi, 2008).
2. 2 Arduino Uno
Arduino Uno ialah salah satu jenis Arduino yang murah, mudah didapat,
dan sering digunakan dalam dunia elektronika. Arduino Uno dibekali dengan
mikrokontroler ATMEGA328P dan versi terakhir yang dibuat adalah versi R3.
Modul ini sudah dilengkapi dengan berbagai macam hal yang dibutuhkan untuk
mendukung mikrokontroler untuk bekerja. ATMEGA328P yang sudah terbentuk
modul Arduino uno seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3 Konfigurasi Arduino Uno
(Sumber: https://www.arduino.cc/en/main/boards)
ATMega328 merupakan mikrokontroler buatan dari Atmel yang memiliki
arsitektur RISC (Reduce Instruction Set Computer). Dimana dalam setiap proses
10
akusisi data͔ ͔lebih cepat dari pada arsitektur CISC (Completed Instructure Set
Computers)
Gambar 4 Pinout ATMega328 model DIP
Gambar 5 Pinout ATMega328 model SMD
(Sumber: https://www.hobbytronics.co.uk)
2.1.3 Karakteristik ͔Arduino Uno ͔
ATMega328 mempunyai karakteristik di antaranya͔:
a. Mempunyai 130 jenis instruksi ͔ yang hampir keseluruhannya
dieksekusi dalam satu siklus jam.
11
b. Mempunyai 32 x 8-bit register serba guna.
c. Mempunyai kecepatan akses mencapai 16 MIPS dengan
clock 16 Mhz.
d. Mempunyai 32 Kb flash memori dan pada Arduino memiliki
bootloader yang menggunakan 2 Kb dari flash memori sebagai
bootloader.
e. Mempunyai EEPROM (Electrically Erasable Programmable
Read Only Memory) sebesar 1 Kb sebagai tempat penyimpanan
data semi permanen karena EEPROM tetap dapat menyimpan
data meskipun catu daya dimatikan.
f. Mempunyai SRAM (Static Random Access Memory) sebesar 2
Kb.
g. Mempunyai pin I/O digital sebanyak 14 pin, 6 pin diantaranya
dapat digunakan sebagai pin PWM (Pulse Width Modulation).
h. Mempunyai Master SPI Serial interface.
Mikrokontroler ATmega328 memiliki arsitektur Harvard, yaitu
pemisah antara memori untuk kode program dan memori untuk data
sehingga dapat memaksimalkan kerja dari mikrokontroler. Instruksi –
instruksi dalam memori program dieksekusi dalam satu alur tunggal,
dimana pada saat satu instruksi dikerjakan instruksi berikutnya sudah
diambil dari memori program. Konsep inilah yang memungkinkan instruksi
– instruksi dapat dieksekusi dalam setiap satu siklus clock. Sebanyak 32 x
8-bit register digunakan untuk mendukung operasi pada ALU (Arithmatic
12
Logic Unit) yang dapat dilakukan pada satu siklus. 6 dari register serbaguna
ini dapat digunakan sebagai 3 buah register pointer 16-bit pada mode
pengalamatan tidak . langsung untuk mengambil data pada ruang memori
data. Ketiga register pointer 16-bit ini disebut dengan register X (gabungan
R26 dan R27), register Y (gabungan R28 dan R29), dan register Z
(gabungan R30 dan R31). Hampir semua instruksi AVR memiliki format
16-bit. Setiap alamat memori program terdiri dari instruksi 16-bit atau 32-
bit.
Selain register serbaguna di atas, terdapat register lain yang
terstruktur dengan teknik memori mapped I/O berukuran 64 byte. Beberapa
register ini digunakan untuk fungsi khusus antara lain sebagai register
control Timer/Counter, Interupsi, ADC, USART, SPI, EEPROM, dan
fungsi I/O lainnya. Register – register ini menempati memori pada alamat
0x20h – 0x5Fh.
Arduino Uno R3 memiliki 14 pin digital I/O (dimana 6 pin dapat
digunakan sebagai Output PWM), 6 pin analog input, 2x3 pin ICSP (untuk
memprogram Arduino dengan software lain), dan kabel USB. Untuk
menghidupkannya cukup dengan menghubungkan kabel USB ke komputer
atau menggunakan adaptor 5 VDC. Arduino ini sangat disarankan untuk
untuk pemula yang ingin belajar Arduino.
Berikut merupakan spesifikasi data teknis yang terdapat pada board
Arduino:
a. Mikrokontroler : ATmega328
b. Tegangan Operasi : 5V
13
c. Tegangan Input (rekomendasi) : 7 - 12 V
d. Tegangan Input (limit) : 6-20 V
e. Pin digital I/O : 14 (6 diantaranya pin PWM)
f. Pin Analog input : 6 input pin 21
g. Arus DC per pin I/O : 40 mA
h. Arus DC untuk pin 3.3 V : 150 mA
i. Flash Memory : 32 KB dengan 0.5 KB
j. SRAM : 2 KB
k. EEPROM : 1 KB
l. Clock Speed : 16 Mhz
2.1.4 Kelebihan Arduino Uno
Arduino Uno memiliki kelebihan-kelebihan yang membuat tipe
Arduino ini menjadi lebih mudah dalam pemakaiannya, antara lain:
a. Didukung oleh Arduino IDE (Arduino Integrated Development
Environment) dangan bahasa pemrograman dengan library yang
lengkap dan lintas platform aplikasi yang ditulis menggunakan
bahasa pemrograman dari C hingga C++.
b. Pengembangan project mikrokontroler akan menjadi lebih
mudah dan menyenangkan. Pengguna dapat langsung
menghubungakan board Arduino ke komputer atau laptop
melalui kabel USB. Board Arduino juga tidak membutuhkan
downloader untuk mendownloadkan program yang telah dibuat
dari computer ke mikrokontrolernya.
14
c. Terdapat modul yang siap pakai sehingga dapat langsung
dipasang pada board.
2.1.5 Kekurangan Arduino UNO (R3)
a. Tidak dilengkapi modul wired secara built-in
b. Memiliki kapaasitas memori yang kecil
c. Clock Speed yang lebih rendah
d. Sering terjadi kesalahan fuse-bit saat proses Bootloader
e. Memiliki kode HEX yang lebih besar dengan mikrokontroler
yang lain.
2. 3 Tegangan - Regangan Dasar
2. 3.1 Tegangan
Tegangan merupakan tahanan material terhadap gaya dan beban.
Tegangan dapat diukur dalam bentuk gaya per-luas. Tegangan normal
adalah tegangan yang tegak lurus terhadap permukaan dimana tegangan
tersebut diterapkan.
Tegangan normal berupa tarikan atau tekanan. Satuan SI untuk
tegangan normal adalah Newton permeter kuadrat (N/m 2 ) atau Pascal
(Pa). Tegangan dihasilkan dari gaya seperti : tarikan, tekanan atau geseran
yang menarik, mendorong, melintir, memotong atau mengubah bentuk
potongan bahan dengan berbagai cara.
Perubahan bentuk yang terjadi sering sangat kecil dan hanya testing
machine adalah contoh peralatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi
perubahan bentuk yang kecil dari bahan yang dikenai beban. Cara lain
15
untuk mendefinisikan tegangan adalah dengan menyatakan bahwa
tegangan adalah jumlah gaya dibagi luas permukaan dimana gaya tersebut
bereaksi. Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu
tarikan (tensile) dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan
(compression).
Tegangan normal (σ) adalah tegangan yang bekerja tegak lurus
terhadap bidang luas (Timoshenko dan Goodier, 1986).
𝜎 =𝐹
𝐴 ................................................... (2.5)
Dengan :
= Tegangan (N/m²)
F = Gaya yang diberikan (N)
A = Luas Penampang (m²)
Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi
dalam yang timbul persatuan luas. Tegangan menurut Marciniak (2002)
dibedakan menjadi dua yaitu, Engineering stress dan true stress.
Engineering stress dapat dirumuskan sebagai berikut :
Gambar 6 Kurva Tegangan – Regangan untuk Baja Karbon. Pradana
(Sumber http://repository.umy.ac.id/)
16
a. Titik a adalah batas proporsional
b. – B adalah daerah elastis, dimana :
• Regangan (deformasi = perubahan bentuk) akan sebanding
dengan tegangan yang bekerja :
σ = E .ε (Hukum Hooke)
Keterangan : σ = Tegangan
E = Modulus Elastisitas
ε = Regangan
Jika beban tidak bekerja lagi, maka material akan kembali ke
bentuk semula.
c. X2 – X3 adalah daerah plastis, dimana :
• Tegangan yang bekerja melampaui kekuatan luluh (yield
strength) material, maka perubahan bentuk yang terjadi akan
permanen meskipun beban ditiadakan.
d. X4 adalah daerah tegangan material tertinggi, dimana :
• Tegangan mencapai harga kekuatan tarik (tensile strength)
material, maka material akan mengecil di bagian tertentu dan
akhirnya patah/putus.
2. 3.2 Regangan
Regangan didefinisikan sebagai perubahan ukuran atau bentuk
material dari panjang awal sebagai hasil dari gaya yang menarik atau yang
menekan pada material. Apabila suatu spesimen struktur material diikat
pada jepitan mesin penguji dan beban serta pertambahan panjang spesifikasi
diamati serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik
17
dimana ordinat menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan
panjang. Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan
linier akan berakhir sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan
regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai pada batasan fase
sifat plastis. Menurut (Marciniak, 2002) regangan dibedakan menjadi dua,
yaitu: engineering strain dan true strain.
𝜀 =∆𝐿
𝐿 ...................................................... (2.6)
Dimana:
ε = Regangan
ΔL = Perubahan panjang batang (m)
= L₁ - L
L = Panjang awal batang (m)
L₁ = Panjang akhir batang (m)
Besaran bentuk total dan panjang L, umumnya diberikan dalam
inch. Akibat perubahan bentuk satuan dalam inci per inci (atau milimeter
per milimeter). Pada suatu batang lurus sempurna dari suatu bahan homogen
dan berpotongan penampang konstan, akan mengalami perubahan bentuk
satuan yang aktual (Jansen, 1983).
Karenanya ada perbedaan rasio antara dua panjang, maka regangan
ini merupakan besaran tidak berdimensi, yang artinya regangan tidak
mempunyai satuan. Oleh karena itu, regangan dinyatakan hanya dengan
suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun.
18
Besarnya perubahan bentuk yang dihasilkan pada suatu batang yang
terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang
sangat kecil apabila dibebani.
2. 3.3 Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas juga dikenal sebagai Modulus Elastis atau
hanya Modulus, adalah pengukuran elastisita suatu bahan. Modulus
elastisitas mengukur ketahanan material terhadap deformasi non-permanen,
atau elastis. Ketika di bawah tekanan, bahan pertama-tama akan
menunjukkan sifat elastis: tegangan menyebabkannya berubah bentuk,
tetapi bahan akan kembali ke keadaan semula setelah tegangan dihilangkan.
Setelah melewati daerah elastis dan melalui titik lelehnya, bahan memasuki
daerah plastis, di mana bahan tersebut menunjukkan deformasi permanen
bahkan setelah tegangan tarik dihilangkan.
Modulus didefinisikan sebagai kemiringan bagian garis lurus dari
kurva tegangan (σ) regangan (ε). Berfokus pada daerah elastis, jika
kemiringan diambil antara dua titik tegangan-regangan, modulusnya adalah
perubahan tegangan dibagi dengan perubahan regangan. Modulus = (σ2 -
σ1) / (ε2 - ε1) dimana tegangan (σ) adalah gaya dibagi dengan luas
penampang spesimen dan regangan (ε) adalah perubahan panjang material
dibagi dengan panjang pengukur asli material. Karena tenganan dan
regangan adalah pengukuran yang dinormalisasi, modulus adalah properti
material yang konsisten yang dapat dibandingkan antara spesimen dengan
ukuran berbeda. Spesimen baja besar akan memiliki modulus yang sama
dengan spesimen baja kecil, meskipun spesimen besar akan membutuhkan
19
gaya maksimum yang lebih tinggi untuk mengubah bentuk material.
Material rapuh seperti logam, plastik, dan komposit akan menunjukan
kemiringan yang lebih curam dan nilai modulus yang lebih tinggi
dibandingkan material ulet seperti karet.
2. 3.4 Diagram Tegangan Regangan
Gambar 7 Diagram Tegangan Regangan
(Sumber : Ferdinand L Singer, Mekanika Bahan)
Keterangan gambar :
Regangan pada gambar sumbu horisontal dan tegangan pada sumbu
vertikal. Diagramnya mulai dengan garis lurus dari O hingga batas
proporsional, dalam daerah ini tegangan berbanding lurus dengan regangan
dan sifat bahan dikatakan linier.
Dengan penambahan beban sampai pada batas elastis, artinya
material akan kembali pada bentuk semula.
Pemberian beban yang melebihi batas elastis mengkibatkan
kenaikan regangan yang terjadi lebih cepat untuk setiap tambahan
20
tegangan, pada titik ini material akan mengalami kemuluran atau lebih
dikenal terjadi pelelehan bahan, dan daerahnya disebut titik luluh/mulur
(yield point).
Setelah mengalami regangan besar yang terjadi selama pelelehan
dalam daerah titik mulur, regangan mulai menguat sehingga didalam bahan
terjadi perubahan-perubahan struktur atom dan kristalnya, yang
menghasilkan ketahanan bahan terhadap deformasi selanjutnya. Dengan
penambahan beban, tegangan semakin besar sehingga terjadi pemanjangan
(regangan semakin besar pula) dan akhirnya penambahan beban mencapai
harga maksimum, ini disebut tegangan batas, artinya bahan mempunyai
kekuatan tertinggi terhadap beban maksimum yang diberikan.
Karena beban terus ditambah maka material mengalami patah,
sehingga bahan diketahui berapa besar kekuatan patahnya. Kekuatan patah
sebenarnya merupakan titik dimana untuk mencari tegangan sebenarnya
sehingga gambar diagramnya ditunjukkan dengan garis putus-putus dengan
arah naik.
2. 4 Pengukuran Tegangan Torsi Dengan Strain Gage
2. 4.1 Strain Gauge
Strain gauge merupakan sensor yang memanfaatkan perubahan
resisitansi, sehingga dapat digunakan untuk mengukur deformasi yang
sangat kecil akibat tegangan puntir (tensile stress) atau peregangan (tensile
strain).
21
Strain gauge sebaiknya diletakkan pada sebuah struktur sehingga
persen perubahan panjang dari strain gage dan strukturnya akan sama.
Gambar 8 Sensor Strain Gages pada poros
Alat pengukur kecil ini panjangnya pada umumnya dalam selang
antara 1/8 sampai ½ inch. Pengukur ini di lekatkan dengan baik pada
permukaan benda sedemikian rupa sehingga perubahan panjangnya
sebanding dengan regangan di benda itu sendiri. Setiap pengukur terdiri atas
suatu metal halus yang memanjang atau memendek apabila benda tersebut
diregangkan di titik dimana pengukur tersebut dipasang. Gridnya ekivalen
dengan kawat kontinu yang bergerak bolak balik dari satu ujung grid ke
ujung lainnya, sehingga secara efektif menambah panjangnya. Tahanan
elektris kawat itu berubah apabila ia memanjang atau memendek, lalu
perubahan tahanan ini di konversikan menjadi pengukuran regangan.
Pengukur ini secara sensitif dan dapat mengukur regangan hingga sekecil 1
x 10-6. Umumnya hambatan pada strain gage adalah 120, 350, dan 1000 W.
2. 4.2 Bahan Strain Gages
Panjang aktif dari strain gages terletak di sepanjang transverse axis.
Strain gages harus ditempelkan sehingga transverse axis pada arah yang
sama dengan pergerakan struktur strain gages tersebut. Dengan
22
memanjangkan struktur maka strain gages akan ikut memanjang dan akan
meningkatkan tahanannya. Pemampatan akan mengurangi tahanan dari
strain gages karena panjang normal strain gages berkurang.
Strain gauges dibuat dari logam campuran seperti Constantan,
Nichrome V, Dynaloy, stabiloy, atau platinum alloy. Untuk bekerja pada
suhu tinggi, Strain Gages tersebut di buat dari kawat. Untuk suhu sedang
Strain gages di buat dengan membentuk metal alloy menjadi sebuah
lembaran tipis oleh proses photoetching.
2. 4.3 Data Strain gauges
Pada bagian berikut ditunjukkan bahwa perubahan yang diperoleh
dari Strain gauges hanya dalam hambatan (Ohm) yang dilambangkan
dengan R . Sedangkan hambatan Strain gages yang tidak berubah
dilambangkan dengan R . Saat angka dari R diperoleh maka rasio dari
RR dapat dihitung. Perhitungan juga dipengaruhi oleh Gage Factor (GF).
Gage Factor merupakan perbandingan persen perubahan hambatan pada
gage dan persen perubahan panjangnya. Jika perbandingan R
R dibagi
dengan gage factor GF maka hasilnya adalah perbandingan dari perubahan
panjang L dengan panjang sesungguhnya yaitu L .
2. 5 Tipe Jembatan Wheatstone
2.5.1 Rangkaian Jembatan Wheatstone
Dalam pelaksanaan pengukuran yang efisien, diperlukan suatu
teknik yang mengubah hambatan menjadi tegangan. Pada dasarnya untuk
mendapatkan perubahan tegangan yang reaktif, juga diperlukan perubahan
23
hambatan yang reaktif. Oleh karena itu, diperlukan sebuah rangkaian yang
bisa memberikan penguat pada kondisi seperti ini, agar nilai yang diperoleh
pada modul dapat terbaca dengan baik. Dari faktor diatas maka diperoleh
rangkaian bernama rangkaian jembatan wheatstone.
Konfigurasi strain gauge pada dasarnya berdasarkan konsep dari
jembatan wheatstone.
Gambar 9 Diagram sirkuit jembatan wheatstone.
Jembatan wheatstone merupakan nilai ekuivalen elektrik dari dua
tegangan parallel rangkaian pembagi. R1 dan R2 berperan menyusun satu
rangkaian pembagi tegangan, R3 dan R4 berperan menyusun rangkaian
pembagai tegangan yang kedua. Output dari jembatan wheatstone sendiri
adalah (Vch), yang diperoleh dari hasil pengukuran antara kedua titik tengah
tegangan.
Pada sebuah fenomena fisika, yakni dalam suatu perubahan di dalam
regangan berlaku untuk satu benda uji dan satu suhu pergeseran, dan
mengubah hambatan yang aktif pada unsur jembatan wheatstone.
24
2.5.2 Quarter Bridge Tipe I
Tipe ini pada umumnya digunakan untuk mengukur gaya axial
hingga tegangan bending pada material berbidang datar.
Gambar 10. Diagram sirkut quarter bridge tipe I
Keterangan Gambar:
a. R1 dan R2 merupakan resistor finishing dari tipe half bridge.
b. R3 merupakan resistor pelengkap dari soket quarter bridge.
c. R4 merupakan elemen aktif yang berfungsi untuk mengukur
regangan tarik yang diterima selama proses.
Gambar 11. Tipe Quarter Bridge I
Karakteristiknya yaitu:
1. Mempunyai satu strain gauge yang aktif, searah gaya axial atau
tegangan bending.
25
2. Untuk melengkapi half bridge, diperlukan jenis quarter bridge yang
pasif.
3. Terdapat inkonsisten dalam pengukuran suhu.
4. Sensitifitas berada diposisi 1000µ ~ 0.5 m Vout/Vex input.
Berikut merupakan persamaan untuk membaca konversi satuan regangan:
( )( )
+
+
−=
g
L
r
r
R
Rx
VGF
Vstrain 1
21
4
2.5.3 Quarter-Bridge Type II
Secara umum tipe II ini banyak digunakan pada pengukuran
tegangan bending hingga gaya axial.
Gambar 12. Diagram sirkuit Quarter Bridge tipe II
Keterangan gambar:
a. R1 dan R2 merupakan resister finishing dari tipe half bridge.
b. R3 merupakan elemen quarter-bridge yang mempunyai fungsi
sebagai penyeimbang suhu.
c. R4 merupakan elemen yang bersifat aktif dalam menghitung
regangan tarik.
26
Gambar 13 Tipe Quarter-Bridge II
Ciri-cirinya adalah:
1. Memiliki 3 elemen yang berfungsi berbeda yaitu sebagai elemen
pasif dan alat ukur, dan dapat mengukur temperatur dari elemen
quarter bridge. Elemen aktif pada umumnya berfungsi sebagai
pembaca regangan lentur dan gaya axial.
2. Tipe ini memiliki kesamaan dengan tipe half bridge terutama terletak
pada R3.
3. Mengganti kerugian suhu yang diterima.
4. Sensitifitas: 1000µ ~ 0.5 m Vout/Vex input
Berikut merupakan cara untuk menghitung konversi satuan
regangan:
2.5.4 Tipe I Half Bridge
Jembatan Wheatstone tipe ini mempunyai fungsi membaca
regangan dan gaya axial.
27
Gambar 14. Diagram sirkuit Half-Bridge Type I
Keterangan gambar:
a. R1 dan R2 merupakan half-bridge resistor penyelesaian.
b. R3 merupakan sebuah elemen aktif yang berfungsi untuk mengukur
kompresi dari efek poison ratio ( )V− .
c. R4 merupakan elemen aktif yang menghitung tegangan tarik
( )+ .
Gambar 15 Jenis Half bridge I
Ciri-cirinya adalah:
1. Kedua elemen strain gages aktif. Slah satu membaca regangan axial,
yang lain mengukur poison rasio dan mengarah tegak lurus terhadap
sumbu utama regangan.
2. Resistor penyelesaian menyediakan half bridge.
3. Sensitive terhadap keduanya di sekitar axis dan regangan lentur.
4. Mengganti kerugian suhu.
28
5. Mengganti kerugian terhadap pengukuran regangan dan poison rasio
dari benda uji.
6. Sensitifitas pada 1000µ ~ 0.65 m Vout/Vex input
Untuk membaca konversi satuan-satuan regangan gunakan persamaan
berikut:
2.5.5 Half-Bridge Tipe II
Half-Bridge tipe II ini digunakan untuk mengukur tegangan lentur.
Gambar 16 Half-Bridge Type II Diagram Circuit
Keterangan gambar:
a. R1 dan R2 merupakan resistor finishing.
b. R3 merupakan elemen yang berfungsi untuk mengukur tekanan ( )−
.
c. R4 merupakan elemen dimana mempunyai tujuan yaitu mengitung
beban tarik ( )+ .
29
Gambar 17. Half-Bridge tipe II
Ciri-cirinya adalah:
1. Memiliki 2 elemen. Dimana salah satu elemennya berfungsi untuk
membaca arah tegangan lentur pada sisi yang berlawanan, dan
elemen yang membacara arah tegangan lentur material uji.
2. Resistor finishing memiliki half-bridge finishing.
3. Peka terhadap tegangan lentur
4. Terdapat temperature cost.
5. Menolak regangan axis.
6. Sensitifitas berada pada1000µ ~ 1 m Vout/Vex input
Untuk membaca konversi satuan-satuan regangan gunakan persamaan
berikut:
2.5.6 Full Bridge Tipe I
Jenis ini pada umumnya banyak digunakan untuk mengukur
tegangan lentur.
30
Gambar 18. Diagram sirkuit Full Bridge I
Keterangan gambar:
a. R1 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung tegangan tekan
( )− .
b. R2 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung beban tarik ( )+
.
c. R3 merupakan elemen berfungsi menghitung ketegangan
compressive ( )−
d. R4 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung beban tarik ( )+
.
Gambar 19. Jenis Full Bridge tipe I
31
Ciri-cirinya:
1. Memiliki 4 elemen aktif, 2 elemen pada bagian atas befungsi untuk
mengukur tegangan, dan 2 elemen lainnya pada alas material
mengukur regangan lentur.
2. Sensitif terhadap tegangan lentur.
3. Bertolak terhadap regangan axis.
4. Kerugian suhu yang diterima akan diganti.
5. Kerugian hambatan pada laju awal akan diganti.
6. Sensitifitas berada pada 1000µ ~ 2.0 m Vout/Vex input
Untuk membaca konversi satuan-satuan regangan gunakan persamaan
berikut:
2.5.7 Full Bridge Tipe II
Tipe ini secara dasar digunakan untuk menghitung tegangan lentur.
Gambar 20. Diagram sirkuit Full-Bridge Type II
Keterangan gambar:
a. R1 merupakan elemen aktif berfungsi sebagai pengukur poison rasio
yang timbul akibat tekanan ( )V− .
32
b. R2 merupakan elemen aktif berfungsi sebagai pengukur poison rasio
yang timbul akibat gaya tarik ( )V+ .
c. R3 merupakan elemen aktif berfungsi sebagai pengukur tegangan
tekan ( )− .
d. R4 merupakan elemen aktif berfungsi sebagai pengukur tegagan
tarik ( )+ .
Gambar 21 Jenis Full bridge tipe II
Ciri-cirinya adalah:
1. Semua elemen strain gauge secara aktif menganalisa arah dari
tegangan lentur saat satu sisi material berada pada tegangan max,
dan menolak pada sisi lainnya.
2. Ganti kerugian untuk kumpulan mempengaruhi pada ketegangan
prinsip pengukuran dalam kaitan dengan Poisson¡¯S perbandingan
material spesimen.
3. Tegangan ditolak pada sekitar axis.
4. Kerugian suhu tergantikan.
5. Sensitifitas berapa pada 1000µ ~ 1.3 m Vout/Vex input.
Untuk membaca konversi satuan-satuan regangan gunakan
persamaan berikut:
33
2.5.8 Full Bridge Tipe III
Tipe ini secara umum digunakan untuk mengukur regangan axis.
Gambar 22. Diagram sirkuit Full-Bridge Type III
Keterangan gambar:
a. R1 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung poison ratio yang
timbul akibat tekanan ( )V− .
b. R2 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung poison ratio yang
timbul dari gaya tarik ( )V+ .
c. R3 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung tegangan tekan
( )− .
d. R4 merupakan elemen aktif berfungsi menghitung tengangan tarik
yang terjadi ( )+ .
34
Gambar 23 Jenis Full-brdge III
Karakteristik:
1. Seluruh elemen alat ukur aktif. Dua elemen yang terletak diatas
berfungsi menganalisa arah regangan pada area axis, dimana salah
satunya terletak pada samping material uji.lain di sisi berlawanan
alas. Sedangkan kedua lainnya pada alas, berfungsi untuk
menghitung poison ratio, dan menganalisa tegak lurus sumbu utama
regangan dimana satu lainnya berada pada samping material uji
regangan.
2. Kerugian suhu terganti.
3. Tegangan lentur ditolak.
4. Sensitifitas berada pada 1000µ ~ 1.3 m Vout/Vex input.
Untuk membaca konversi satuan-satuan regangan gunakan persamaan
berikut: