analisis ground shear strain berdasarkan data …
TRANSCRIPT
ANALISIS GROUND SHEAR STRAIN BERDASARKAN DATA
MIKROTREMOR MENGGUNAKAN METODE HVSR
(HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRAL RATIO) PADA
WILAYAH PULAU JAWA BAGIAN TENGAH
SKRIPSI
Oleh
Lestari Ayu Laduni
11160970000026
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS GROUND SHEAR STRAIN BERDASARKAN DATA
MIKROTREMOR MENGGUNAKAN METODE HVSR (HORIZONTAL TO
VERTICAL SPECTRAL RATIO) PADA WILAYAH PULAU JAWA
BAGIAN TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
Lestari Ayu Laduni
11160970000026
Jakarta, November 2020
Telah disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Ambran Hartono, M.Si
NIP. 19710408 200212 1 002
Moh. Iqbal Tawakal, S.ST, M.Si
NIP. 19890310 200911 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
Tati Zera, M.Si
NIP. 19690608 200501 2 002
v
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap nilai ground shear strain berdasarkan data
mikrotremor menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).
Penelitian bertujuan untuk membuat peta mikrozonasi daerah rawan bencana
gempa bumi di wilayah Pulau Jawa bagian tengah berdasarkan karakteristik
dinamika tanah. Data mikrotremor diambil dari 129 titik pengukuran yang
didapatkan dari GEOFON Data Archive. Data mikrotremor dianalisis
menggunakan metode HVSR dengan software geopsy untuk menentukan
frekuensi natural dan amplifikasi. Selanjutnya ditentukan nilai periode dominan,
indeks kerentanan seismik, dan percepatan tanah maksimum yang didapatkan dari
perhitungan empiris yang diusung oleh Fukushima dan Tanaka menggunakan data
gempa bumi periode 1965-2018 dengan magnitudo ≥ 5 dan kedalaman 0-300 km.
Nilai indeks kerentanan seismik dan nilai percepatan tanah maksimum digunakan
untuk menghitung besarnya nilai GSS di wilayah penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa besarnya nilai GSS wilayah Pulau Jawa bagian tengah
berkisar antara 0,29 x 10-6
hingga 5,35 x 10-4
. Nilai GSS terendah hampir tersebar
ke seluruh area penelitian. Sedangkan untuk nilai GSS tertinggi berada pada
daerah Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya. Upaya mitigasi yang dapat
dilakukan adalah pengkajian tanggap darurat dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana serta perencanaan bangunan tahan gempabumi.
Kata kunci: Ground Shear Strain, Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR),
Indeks Kerentanan Seismik, Mikrotremor, Percepatan Tanah Maksimum.
vi
ABSTRACT
Research on the value of ground shear strain based on microtremor data using the
Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) method had been finished. This
study aims to create a microzonation map of earthquake-prone areas in the central
part of Java Island based on the characteristics of soil dynamics. Microtremor data
was taken from 129 measurement points obtained from the GEOFON Data
Archive. Microtremor data were analyzed using the HVSR method with geopsy
software to determine natural frequency and amplification. Furthermore, the value
of the dominant period, the seismic vulnerability index, and the maximum ground
acceleration is determined from the empirical calculations carried out by
Fukushima and Tanaka using earthquake data for the 1965-2018 period with a
magnitude ≥ 5 and a depth of 0-300 km. The seismic vulnerability index value and
the maximum ground acceleration value are used to calculate the GSS value in the
study area. The results showed that the value of the GSS in the central part of Java
Island ranged from 0.32 x 10-6 to 5.3 x 10-4. The lowest GSS values were almost
spread throughout the research area. Meanwhile, the highest GSS value was in
Wonosobo Regency and its surroundings. Mitigation that we can do is to provide
an assessment of emergency response and residents preparedness to deal with
disasters and planning for earthquake resistant building designs.
Keywords: Ground Shear Strain, Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR),
Maximum Ground Acceleration, Microtremor, Seismic Vulnerability Index.
vii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
kasih dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS
GROUND SHEAR STRAIN BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR
MENGGUNAKAN METODE HVSR (HORIZONTAL TO VERTICAL
SPECTRAL RATIO) PADA WILAYAH PULAU JAWA BAGIAN TENGAH
sebagai salah satu bagian dari syarat untuk menyelesaikan studi sebagai Sarjana
Sains di Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari banyak pihak, baik bersifat morel maupun
materiel. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ambran Hartono, M.Si selaku pembimbing I yang telah membimbing
dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Bapak Moh. Iqbal Tawakal, S.ST, M.Si selaku pembimbing II yang telah
memberikan waktu untuk membimbing dan mengarahkan sampai
terselesaikannya skripsi ini.
5. Orang tua tercinta, Sri Sumarni dan Asep Rahmat Sobari yang telah
memberikan dukungan morel dan materiel serta doa yang tiada henti
dipanjatkan untuk keberhasilan dan kebahagiaan penulis.
6. Muhammad Arief Ruchiat, Tika Devi Widayanti, Lia Ambarwati, Kirana Eka
Putri, dan seluruh sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan namanya satu
viii
per satu, terima kasih untuk ikut turut andil dalam kehidupan perkuliahan
penulis. Kehadiran kalian senantiasa menumbuhkan semangat dan
kebahagiaan.
7. Teristimewanya adalah untuk diri penulis sendiri. Terima kasih telah kuat,
terima kasih telah sabar, terima kasih telah berjuang. Beribu maaf atas
kesusahan, keluhan, masalah, serta kesedihan yang sering hadir. Tetap
tersenyum, cintai semua orang, dan tetap semangat karena perjuangan masih
panjang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
diri di masa mendatang. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.
Jakarta, Oktober 2020
Penulis
Lestari Ayu Laduni
NIM 11160970000026
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN .................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1 Deskripsi Daerah Penelitian .......................................................................... 6
2.2 Gempa Bumi .................................................................................................. 7
2.3 Gelombang Seismik ..................................................................................... 11
2.3.1 Gelombang Badan (Body Wave) ........................................................... 12
2.3.2 Gelombang Permukaan ......................................................................... 14
2.4 Mikrotremor ................................................................................................ 16
2.5 HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) ........................................... 18
2.5.1 Faktor Amplifikasi ................................................................................ 20
2.5.2 Frekuensi Natural.................................................................................. 22
x
2.6 Indeks Kerentanan Seismik ......................................................................... 24
2.7 Peak Ground Acceleration (PGA) ............................................................... 25
2.8 Ground Shear Strain .................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 28
3.2 Data dan Sumber Data ................................................................................. 28
3.3 Pengolahan Data .......................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 32
4.1 Frekuensi Natural Tanah dan Faktor Amplifikasi ....................................... 33
4.1.1 Frekuensi Natural Tanah....................................................................... 33
4.1.2 Faktor Amplifikasi ................................................................................ 35
4.2 Periode Dominan ......................................................................................... 36
4.3 Indeks Kerentanan Seismik ......................................................................... 38
4.4 Peak Ground Acceleration (PGA) ............................................................... 41
4.5 Ground Shear Strain .................................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 46
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 46
5.2 Saran ............................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 53
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perbedaan Sinyal Tremor Dan Gempa Bumi ....................................... 3
Gambar 2.1 Pembagian Fisiografi Pulau Jawa ....................................................... 6
Gambar 2.2 Tektonik Indonesia .............................................................................. 8
Gambar 2.3 Gelombang Primer ............................................................................ 13
Gambar 2.4 Gelombang Sekunder ........................................................................ 14
Gambar 2.5 Gelombang Love ............................................................................... 15
Gambar 2.6 Gelombang Rayleigh ......................................................................... 16
Gambar 2.7 Model Cekungan yang berisi material halus ..................................... 19
Gambar 2.8 Konsep Dasar Amplifikasi Gelombang Seismik ............................... 21
Gambar 3.1 Data Hasil Pengukuran Mikrotremor pada
Titik Pengamatan CH1 ...................................................................... 29
Gambar 3.2 Kurva Hubungan H/V dengan Frekuensi pada
Titik Pengamatan CH1 ...................................................................... 29
Gambar 4.1 Peta Persebaran Titik Pengukuran Mikrotremor ............................... 32
Gambar 4.2 Peta Sebaran Nilai Frekuensi Natural (f0) ......................................... 34
Gambar 4.3 Peta Sebaran Nilai Faktor Amplifikasi (A0) ...................................... 36
Gambar 4.4 Peta Sebaran Nilai Periode Dominan (T0) ......................................... 37
Gambar 4.5 Peta Sebaran Nilai Indeks Kerentanan Seismik (Kg) ........................ 40
Gambar 4.6 Peta Sebaran Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PGA) ................. 41
Gambar 4.7 Peta Sebaran Nilai Ground Shear Strain ........................................... 43
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skala Intensitas Gempa Bumi MMI....................................................... 10
Tabel 2.2 Skala Intensitas Gempa Bumi BMKG ................................................... 11
Tabel 2.3 Sumber-sumber Mikrotremor Berdasarkan Nilai Frekuensi .................. 17
Tabel 2.4 Klasifikasi Nilai Faktor Amplifikasi ...................................................... 22
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Perdominan
Mikrotremor ........................................................................................... 23
Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Kanai–Omote–Nakajima .......................................... 24
Tabel 2.7 Nilai Strain dan Dinamika Tanah .......................................................... 27
Tabel 4.1 Katalog gempa bumi merusak di wilayah penelitian periode
1965-2018 .............................................................................................. 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Perhitungan ........................................................................................ 51
Lampiran 2: Hasil Perhitungan Karakteristik Dinamika Tanah ............................. 53
Lampiran 3: Data Kejadia Gempa Bumi di Daerah Penelitian Periode
1965-2018 .......................................................................................... 57
Lampiran 4: Kurva H/V Hasil Pengolahan Sinyal Mikrotremor ........................... 61
Lampiran 5: Proses Pengolahan Data Mikrotremor Menggunakan Software
Sessaray Geopsy............................................................................... 107
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gempa bumi menjadi salah satu bencana alam paling dahsyat karena dapat
mengakibatkan kerusakan besar dalam waktu yang singkat. Selain
menghancurkan harta benda, gempa bumi juga kerap kali merenggut jiwa
manusia. Secara historiografi Indonesia termasuk ke dalam negara langganan
gempa bumi dan tsunami. Hal ini dipicu oleh lokasi geografis Indonesia yang
berada di kawasan pertemuan antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke utara, lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan,
dan lempeng pasifik yang bergerak dari timur ke barat (Hermon, 2015). Salah satu
hasil dari pertemuan lempeng ini adalah peristiwa subduksi atau tunjaman, yaitu
kondisi di mana salah satu lempeng tektonik menunjam ke bawah lempeng
tektonik lainnya. Peristiwa tunjaman ini dicirikan dengan adanya aktivitas gempa
bumi. Zona subduksi ini membentuk jalur yang membentang sepanjang tidak
kurang dari 5.600 km yang bermula di Andaman hingga ke Busur Banda Timur.
Jalur kemudian menerus ke wilayah Maluku hingga Sulawesi Utara. Daerah-
daerah sepanjang pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur serta Maluku menjadi wilayah yang rawan gempa
bumi dan tsunami.
Gempa bumi merupakan peristiwa guncangan atau getaran yang terjadi di
permukaan bumi yang menyebabkan bergesernya tanah karena adanya aktivitas
tektonik di dalam tanah. Karena secara umum ikatan partikel mineral di bawah
permukaan lemah, peristiwa bergesernya tanah ini secara tidak langsung dapat
memengaruhi bentuk dan struktur muka bumi. Sehingga dengan adanya
guncangan dan tekanan yang disebabkan oleh gempa bumi mengakibatkan tanah
menjadi mudah berubah.
2
Efek utama yang ditimbulkan oleh gempa bumi adalah kerusakan struktur
bangunan, baik yang berupa bangunan perumahan warga, gedung bertingkat, serta
fasilitas dan infrastruktur umum yang disebabkan oleh getaran yang
ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang ditimbulkan
bergantung pada kekuatan dan kualitas bangunan, besar magnitudo gempa,
kedalaman sumber gempa bumi, jarak hiposenter gempa bumi, serta durasi
getaran gempa bumi (Irsyam et al., 2010). Selain itu, kondisi geologi juga turut
andil dalam menentukan intensitas gempa bumi. Berdasarkan beberapa gempa
bumi yang bersifat merusak di dunia, dataran alluvial mengalami kerusakan lebih
serius dibandingkan dengan daerah perbukitan (Nakamura et al., 2000).
Pada dasarnya gempa bumi yang terjadi tidak bisa dicegah, akan tetapi ada
upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kerusakan. Korban yang
ditimbulkan akibat gempa bumi baik yang meninggal ataupun luka-luka pada
umumnya disebabkan oleh bangunan yang runtuh. Runtuhnya bangunan
disebabkan konstruksi bangunan yang tidak memenuhi aturan dasar yang telah
ditentukan atau mengabaikan faktor tingkat bahaya gempa bumi di lingkungan
setempat, termasuk faktor keadaan struktur tanah permukaan dan ketebalan
sedimen di atas batuan dasar (Muzli et al., 2016). Oleh karenanya sangat
diperlukan upaya guna mengurangi risiko kerusakan parah dampak guncangan
gempa bumi, salah satu upaya yang dapat diperbuat adalah memetakan daerah-
daerah rawan bencana gempa bumi di wilayah Pulau Jawa bagian tengah dengan
menggunakan data mikrotremor.
Dalam mengkaji prediksi tingkat kerusakan akibat gempa bumi, metode
mikrotremor menjadi salah satu cara yang telah sering digunakan dalam beberapa
penelitian karena metode ini dinilai sangat baik dan tepat untuk memperhitungkan
tingkat risiko yang diakibatkan oleh aktivitas seismik pada kondisi geologi
setempat. Pada dasarnya, bentuk getaran gempa bumi dengan tremor yang
terekam pada seismograf cukup mudah untuk dibedakan. Bentuk getaran tremor
adalah persisten, tidak dapat dipastikan dengan jelas awal mula getarannya.
3
Sedangkan pada gempa bumi, kemunculan getarannya begitu tiba-tiba dan dalam
bentuk getaran yang besar.
Gambar 1.1 Perbedaan sinyal tremor dan gempa bumi (Ibrahim dan Subardjo, 2004)
Pulau Jawa memiliki karakteristik fisik yang bervariasi. Hal tersebut tidak
terlepas dari proses geologi yang dialami maupun yang terjadi di Pulau Jawa. Di
Pulau Jawa, umumnya bagian tengah, terdapat beberapa gunung api aktif yang
tumbuh pada zona lemah yang kemudian dikenal dengan busur gunung api. Selain
itu, terdapat pula tumbukan lempeng tektonik yang berdampak pada terjadinya
pengangkatan dan perlipatan lapisan geologi. Peristiwa ini menjadi pemicu
pembentukan pulau, sehingga menciptakan geomorfologi yang lebih bervariasi
seperti dataran landai, perbukitan, serta dataran tinggi. Kondisi yang demikian
menjadikan Pulau Jawa memiliki potensi ancaman bencana alam.
Diperlukan sarana guna meningkatkan respons terhadap bencana yang
dapat menimbulkan korban jiwa, salah satunya dengan perencanaan wilayah serta
komunikasi kritis untuk menyampaikan informasi terkait risiko bahaya bencana
gempa bumi. Hal tersebut termasuk ke dalam bentuk mitigasi bencana. Menurut
4
Bakornas PBP (2007) mitigasi bencana adalah segala usaha untuk mengatasi
risiko bencana, baik dengan cara pembangunan fisik, penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Selain itu, upaya mitigasi
yang dapat dilakukan adalah mikrozonasi gempa bumi. Peta tersebut disusun
berdasarkan data survei mikrotremor dan data gempa bumi atau data seismisitas
selama beberapa puluh tahun, bahkan ratusan tahun. Kedua sumber data tersebut
kemudian diolah dan dianalisis melalui beberapa tahapan sehingga didapatkan
gambaran karakteristik dinamika tanah seperti indeks kerentanan seismik (Kg),
nilai percepatan tanah maksimum (a), dan ground shear strain ( ). Kirbani dan
Widigda (2006) mengungkapkan bahwa dengan memanfaatkan nilai-nilai
tersebut, sebaran tingkat risiko bencana gempa bumi di suatu wilayah tertentu
dapat diketahui. Mengolah dan menganalisis data mikrotremor menggunakan
metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) dapat memberikan hasil
yang dapat digunakan untuk mengetahui harga GSS (Ground Shear Strain),
dimana GSS merupakan kemampuan suatu lapisan tanah untuk meregang dan
menggeser apabila terjadi gempa bumi (Nakamura, 2000). Analisis HVSR
menghasilkan sebuah kurva yang dapat memberikan informasi berupa frekuensi
dominan (fo) dan faktor amplifikasi (A) yang menggambarkan karakteristik
dinamis tanah di wilayah tempat pengukuran (Nakamura, 2000).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Berapakah nilai ground shear strain di wilayah Pulau Jawa bagian tengah?
2. Bagaimana pola distribusi mikrozonasi nilai frekuensi natural (f0), amplifikasi
(A), periode dominan, (T0), indeks kerentanan tanah (Kg), percepatan tanah
maksimum (a), dan ground shear strain ( ) di Pulau Jawa Bagian Tengah?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh ruang lingkup masalah sebagai berikut:
5
1. Penelitian tugas akhir ini mencakup wilayah Pulau Jawa bagian tengah.
2. Pengolahan dan analisis data menggunakan metode HVSR melalui software
Geopsy guna mendapatkan nilai frekuensi natural dan amplifikasi.
3. Dalam menentukan nilai percepatan tanah maksimum (PGA) digunakan data
gempa bumi selama 53 tahun dari 1965-2018 dengan magnitudo 5,0 SR dan
kedalaman 0-300 km yang didapat dari katalog gempa bumi milik USGS.
Metode perhitungan empiris yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
Fukushima dan Tanaka.
4. Informasi mikrozonasi daerah rawan gempa bumi yang disajikan dalam
penelitian hanya terbatas pada peta zonasi frekuensi natural, amplifikasi,
periode dominan, indeks kerentanan tanah, nilai percepatan tanah maksimum
(PGA), dan ground shear strain.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, antara lain:
1. Menentukan sebaran nilai ground shear strain di wilayah Pulau Jawa bagian
tengah.
2. Membuat pola distribusi ground shear strain ( ) dan karakteristik dinamika
tanah di Pulau Jawa bagian tengah berdasarkan nilai frekuensi natural (f0),
amplifikasi (A), periode dominan (T0), indeks kerentanan tanah (Kg), serta
percepatan tanah maksimum (a),.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat
berupa informasi karakteristik dinamika tanah wilayah Pulau Jawa bagian tengah
berdasarkan nilai frekuensi natural, faktor amplifikasi, periode dominan, indeks
kerentanan tanah, percepatan tanah maksimum, dan ground shear strain. Selain
itu, peta mikrozonasi dapat dijadikan informasi dan pegangan untuk pihak-pihak
terkait terhadap mikrozonasi daerah rawan gempa bumi di Pulau Jawa bagian
tengah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Menurut Bemmelen (1970), Pulau Jawa dibagi menjadi empat bagian
utama berdasarkan fisiografi dan strukturnya, yaitu: sebelah barat Cirebon (Jawa
Barat), Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang), Jawa Timur (antara
Semarang dan Surabaya), serta cabang sebelah timur Pulau Jawa yang meliputi
Selat Madura dan Pulau Madura yang merupakan bagian sempit di antara bagian
yang lain di Pulau Jawa.
Struktur geologi Pulau Jawa yang memiliki pola terstruktur dapat
digunakan untuk mempelajari bagaimana perkembangan tektonik di Pulau Jawa.
Secara geologi Pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin,
penyesaran, perlipatan, dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu. Berdasarkan data gaya berat, pola struktur
Pulau Jawa memperlihatkan adanya tiga arah utama, yaitu arah Timur Laut–Barat
Daya (NE–SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara–Selatan (N–S) atau pola
Sunda, dan arah Timur–Barat (E–W).
Gambar 2.1 Pembagian fisiografi Pulau Jawa (Bemmelen, 1949), lokasi penelitian termasuk ke
dalam Pulau Jawa bagian tengah (kotak merah).
7
Meskipun Pulau Jawa dan Sumatera memiliki kedudukan yang sama
dalam tektonik regionalnya, yaitu adanya interaksi konvergen pada sebagian tepi
lempeng Mikro Sunda dengan kerak samudera dari lempeng Hindia-Australia,
namun tatanan dan struktur geologi yang menyusun Pulau Jawa menunjukkan
sifat yang lebih kompleks daripada Pulau Sumatera. Adanya jejak jalur subduksi
Kapur Paleosen yang memotong serong Pulau Jawa dengan arah timur laut-barat
daya menjadi salah satu penyebab kompleksnya tatanan geologi di Pulau Jawa.
Sedangkan Pulau Jawa sendiri mempunyai arah yang paralel dengan jalur
subduksi Tersier.
Penelitian ini berlokasi di Pulau Jawa, tepatnya di bagian tengah dengan
batas wilayah 5°33’40”-8°33’32” LS dan 109°29’24”-111°39’14” BT yang
mencakup 38 kota dan kabupaten. Kondisi geologi di wilayah penelitian begitu
kompleks dan beragam sebab tersusun dari banyak sekali bentuk formasi batuan.
Namun berdasarkan Gambar 2.1, dapat diketahui bahwa secara umum terdapat 7
zonasi formasi batuan yang menyusun Pulau Jawa, di antaranya: ada zona
Pegunungan Selatan, Zona Vulkanik Gunung api, Depresi Jawa Tengah-
Randublatung yang terbagi menjadi Depresi Bandung di bagian barat dan Depresi
Solo di timur, Zona antiklin tengah dengan perbukitan Kendeng yang memanjang
dari barat ke timur, Zona Antiklin Rembang-Madura, serta Zona Dataran rendah
aluvial berbentuk delta yang menghiasi pemandangan pesisir utara (Pantura).
2.2 Gempa Bumi
Gempa bumi menjadi salah satu bencana alam yang paling membahayakan
bagi umat manusia karena kedatangannya tidak dapat diprediksi dan dapat
menyebabkan kehancuran semua yang ada di muka bumi ini baik harta, benda,
dan manusia. Menurut BMKG (2013) gempa bumi adalah peristiwa pelepasan
energi di dalam bumi yang terjadi secara tiba-tiba. Peristiwa ini ditandai dengan
patahnya lapisan batuan pada kerak bumi sehingga dapat menimbulkan getaran.
Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut kemudian berakumulasi yang
kemudian menjadi penyebab terjadinya gempa bumi. Energi berupa gelombang
8
gempa bumi dipancarkan ke segala arah yang kemudian memberikan efek getaran
yang dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Gempa bumi sangat mudah
dijumpai di Indonesia, mengingat Indonesia berada di pertemuan tiga buah
lempeng tektonik yang membentuk jalur-jalur gempa dan jalur vulkanisme yang
memberikan dampak begitu besar terhadap distribusi penyebaran gempa di
Indonesia.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya gempa bumi di
antaranya seperti jatuhan meteor, aktivitas vulkanik, pergerakan lempeng
tektonik, longsoran, runtuhan-timbunan batuan di penambangan-penambangan,
ledakan nuklir bawah tanah dan lain-lain (Boen, 1985). Gempa tektonik
merupakan gempa bumi yang perlu mendapatkan perhatian karena mempunyai
pengaruh yang sangat mengerikan. Akibat yang didapat dari gempa bumi tektonik
dapat menimbulkan pergeseran sepanjang bidang patahan dengan kisaran 1-10 m
dan umumnya 0,2-0,8 m (Bray et al., 1994). Pusat-pusat gempa bumi tektonik
berkaitan erat dengan tempat-tempat yang sering terjadi pergerakan pada kulit
bumi yaitu di zona subduksi dan patahan (Katili, 1986).
Gambar 2.2 Tektonik Indonesia (Katili, 1973)
Kejadian-kejadian gempa bumi seringkali digambarkan oleh parameter-
parameter yang mengikutinya. Parameter yang dimaksud adalah parameter gempa
9
bumi yang merupakan nilai numerik dan kegempaan yang dapat dikaitkan dengan
kegempaan di suatu wilayah. Parameter tersebut ialah tanggal, waktu
sesungguhnya, koordinat episenter (latitude dan longitude geography), focal
depth, magnitudo, dan intensitas maksimum. Intensitas di sini menyatakan ukuran
kekuatan guncangan gempa bumi berdasarkan atas efek yang terekam (observed)
di lapangan. Skala yang digunakan secara internasional adalah MMI (Modified
Mercally Intensity) yang menyatakan klasifikasi kekuatan guncangan gempa
dalam angka romawi (I, II, II, IV, dst). Selain itu BMKG juga memiliki standar
skala intensitas gempa tersendiri yang dinamakan Skala Intensitas Gempa (SIG).
Ada juga parameter lain yang mempunyai peranan yang sangat besar yaitu
dimensi sesar, orientasi momen seismik, serta pergerakan tanah yang terekam
(Boen, 1985). Untuk percepatan tanah yang dimaksud adalah harga percepatan
tanah yang terjadi akibat gempa bumi pada suatu daerah tertentu dengan satuan
cm/det2 atau gal (g).
10
Tabel 2.1 Skala Intensitas Gempa Bumi MMI
11
Tabel 2.2 Skala Intensitas Gempa Bumi BMKG
Kedalaman gempa bumi memiliki pengaruh terhadap kerusakan yang
timbul di permukaan. Gempa bumi terbagi menjadi beberapa jenis. Berdasarkan
kedalaman, gempa bumi diklasifikasikan menjadi gempa bumi dangkal, gempa
bumi menengah, dan gempa bumi dalam. Gempa bumi dangkal adalah gempa
bumi yang memiliki jarak pusat titik gempa ≤ 60 km dari permukaan bumi. Pada
gempa dangkal total energi yang dilepaskan ke permukaan bumi adalah tiga
perempatnya. Gempa bumi dangkal ini biasanya menimbulkan kerusakan parah.
Gempa bumi menengah memiliki jarak hiposentrum berkisar antara 60 km sampai
300 km dari permukaan bumi. Umumnya getaran gempa bumi menengah ini dapat
dirasakan dan memiliki potensi menimbulkan kerusakan ringan. Sedangkan
gempa bumi dalam memiliki hiposentrum yang berada di kedalaman lebih dari
300 km di bawah permukaan bumi. Semakin dalam jarak hiposentrumnya,
semakin kecil risiko bahaya yang ditimbulkannya.
2.3 Gelombang Seismik
Gelombang seismik termasuk ke dalam salah satu jenis gelombang elastis
yang merambat di dalam bumi melalui lapisan batuan. Febriani (2013)
12
mengemukakan bahwa dalam penjalarannya, gelombang seismik dapat mengubah
energi menjadi pergerakan partikel batuan dan sebaliknya, dapat mentransfer
pergerakan partikel batuan menjadi energi. Pelepasan energi tegangan secara tiba-
tiba oleh retakan pada bagian tepi lempeng tektonik menjadi penyebab utama dari
aktivitas gempa. Hal ini mengakibatkan getaran yang menjalar pada bagian bumi
dalam bentuk gelombang. Gelombang seismik membutuhkan medium dalam
proses penjalarannya serta partikel dari medium tersebut yang saat gelombang
melewatinya akan mengalami osilasi. Perambatan gelombang seismik dalam
lapisan bumi memiliki prinsip yang serupa dengan penjalaran gelombang cahaya,
yaitu pembiasan koefisien bias, pemantulan dengan koefisien pantul, hukum-
hukum Fermat, Huygens, Snellius, dan yang lainnya (BMKG, 2012). Ada dua
jenis gelombang utama gempa bumi, yaitu gelombang badan (body wave) dan
gelombang permukaan (surface wave).
2.3.1 Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang badan (body wave) sering juga dikenal sebagai free wave
karena gelombang ini menjalar ke segala arah melalui bagian dalam bumi.
Gelombang badan terbagi lagi ke dalam dua jenis menurut arah penjalaran dan
gerak partikelnya, yaitu:
a. Gelombang Primer
Gelombang primer P merupakan gelombang longitudinal atau gelombang
kompresional yang partikelnya bergerak sejajar dengan arah perambatannya.
Gelombang ini bisa menjalar melalui medium padat, cair, dan gas. Dibandingkan
gelombang lain, gelombang P merupakan gelombang yang memiliki kecepatan
paling tinggi sehingga gelombang ini tercatat paling awal terdeteksi oleh alat
pencatat gempa.
13
Gambar 2.3 Gelombang Primer (Elnashai dan Sarno, 2008)
Kecepatan gelombang primer P bergantung pada konstanta Lame ( ),
rigiditas ( ), modulus Bulk (K), dan densitas ( ) medium yang dilalui. Untuk
memperoleh kecepatan gelombang dapat dibuat anggapan bahwa massa batuan
memiliki sifat homogen dan isotropik (properti elastik batuan sama untuk segala
arah). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.1)
b. Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder S atau biasa disebut sebagai gelombang transversal
atau shear adalah gelombang seismik yang arah rambat dan getarannya tegak
lurus dengan arah gerak batuan yang dilalui. Gelombang transversal hanya
menjalar pada medium padat dan tidak bisa menjalar pada medium yang tidak
memiliki elastisitas seperti halnya medium cair dan gas.
14
Gambar 2.4 Gelombang Sekunder (Elnashai dan Sarno, 2008)
Selain itu, gelombang sekunder juga memiliki efek geser yang mana dapat
dilihat dari perubahan wujud partikel yang membuat partikel sesekali tegak,
miring ke kanan, miring ke kiri, dan seterusnya (seperti pada gambar 2.4). Apabila
suatu elemen berubah bentuk akibat geser, maka pada elemen bersangkutan akan
terjadi regangan geser dan tegangan geser. Persamaan besar kecepatan gelombang
S dapat dinyatakan sebagai berikut:
(2.2)
2.3.2 Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan (surface wave) merupakan gelombang elastik
kompleks yang merambat di sepanjang permukaan bumi. Gelombang P
merupakan gelombang kompleks yang memiliki nilai frekuensi rendah dengan
nilai amplitudo yang besar saat terjadi perambatan sebab berada di permukaan
bebas, yang mana permukaan antara bumi dengan udara dianggap sebagai ruang
hampa. Perambatan gelombang P lebih lamban namun dapat menyebabkan lebih
banyak kerusakan. Gelombang permukaan terdiri dari gelombang Love dan
Rayleigh.
15
a. Gelombang Love
Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam
bentuk gelombang transversal dan merupakan gelombang S horisontal yang arah
penjalarannya paralel dengan permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.5, gelombang ini memiliki efek geser tegak lurus dengan arah horisontal
terhadap rambatan gelombang di permukaan tanah dan gerakannya tidak ada yang
bersifat vertikal. Menurut Pawirodikromo (2012), gelombang ini mencapai efek
maksimum pada permukaan tanah dan akan semakin kecil efeknya apabila
semakin dalam dari permukaan. Kecepatan penjalaran gelombang love besarnya
bervariasi selama penjalaran dan bergantung panjang gelombangnya. Secara
umum kecepatan gelombang love dinyatakan sebagai VR < VQ < VS.
Gambar 2.5 Gelombang Love (Elnashai dan Sarno, 2008)
b. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang merambat pada
permukaan bebas dengan medium homogen dan berlapis. Adanya interferensi
antara gelombang tekan dengan gelombang geser secara konstruktif yang
menyebabkan terbentuknya gelombang Rayleigh. Gerak partikel gelombang ini
adalah eliptik retrograd dengan sumbu mayor elips tegak lurus dengan permukaan
dan arah penjalarannya (Telford et al., 1990). Seperti pada Gambar 2.6,
gelombang ini merupakan gabungani dari gerak partikel gelombang P dan SV,
dimana dapat membuat sebagian pergeseran permukaan dalam arah
16
perambatannya serta sebagian lagi dalam bidang vertikal, sehingga gelombang
Rayleigh hanya ditemukan pada komponen vertikal seismograf.
Gelombang Rayleigh menjalar dengan kecepatan sekitar 2,0-4,2 km/s di
dalam bumi, dengan besar amplitudo yang mengecil secara eksponensial sebagai
fungsi kedalaman (Hidayati, 2010). Dengan persamaan Elnashai & Sarno (2008),
kecepatan gelombang Rayleigh dapat dituliskan sebagai berikut:
√ (2.3)
dimana merupakan kecepatan gelombang Rayleigh dan adalah kecepatan
gelombang geser.
Gambar 2.6 Gelombang Rayleigh (Elnashai dan Sarno, 2008)
2.4 Mikrotremor
Mikrotremor merupakan getaran tanah yang merambat dalam bentuk
gelombang yang disebut dengan gelombang mikroseismik. Mikroseismik sendiri
adalah getaran harmonik alami di bawah permukaan tanah yang terjadi secara
persisten yang mengakibatkan gelombang terperangkap dalam lapisan sedimen
dan terpantulkan karena adanya bidang batas lapisan dengan frekuensi tetap yang
diakibatkan oleh getaran mikro dan aktivitas alam ataupun buatan di bawah
permukaan tanah.
Frekuensi yang dimiliki oleh mikrotremor lebih tinggi dibandingkan
dengan gempa bumi yang mana besar periodenya ≤ 0,1 detik dimana umumnya
berkisar antara 0,05 sampai dengan 2 detik. Untuk periode panjang, periode
17
mikrotremor dapat menyentuh 5 detik dengan amplitudo berkisar 0,1 sampai 2,0
mikron (Sutrisno, 2014). Aktivitas manusia juga dapat memicu getaran yang
berpengaruh terhadap sinyal mikrotremor, namun pengaruh yang diberikan akan
sangat kecil terhadap mikrotremor yang memiliki frekuensi di bawah 0,1 Hz dan
juga sebaliknya. Sumber mikrotremor yang bersumber dari alam seperti
gelombang laut dan kondisi mitiorologi dengan skala luas mempunyai besar
frekuensi yang rendah (≤ 1 Hz). Untuk frekuensi sedang dengan kisaran nilai
antara 1 sampai 5 Hz, kondisi meteorologi lokal atau aktivitas manusia seperti
gerak kendaraan dan kepadatan penduduk bisa menjadi sumbernya. Sedangkan
untuk frekuensi tinggi (di atas 5 Hz), sumber utama mikrotremor adalah aktivitas
manusia. Gutenberg dan Asten mencetuskan klasifikasi jenis sumber mikrotremor
berdasarkan frekuensinya yang dituliskan pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Sumber-sumber mikrotremor berdasarkan nilai frekuensi
(Gutenberg, 1958) dan (Asten, 1978)
Mikrotremor memiliki kaitan yang erat dengan kondisi struktur bawah
tanah pada daerah yang menjadi wilayah penelitian guna mengetahui bagaimana
struktur bawah permukaan tanah. Menurut Nakamura (2000), hasil pengukuran
mikrotremor dapat digunakan untuk mengetahui sifat getaran dalam lapisan di
bawah permukaan tanah. Data mikrotremor juga dapat dipakai untuk membuat
peta mikrozonasi. Mikrozonasi seismik merupakan pembagian daerah menjadi
beberapa kelompok zona berdasarkan karakteristik geologi setempat, sehingga
ancaman seismik di lokasi dapat diidentifikasi yang selanjutnya dapat dipakai
untuk mitigasi kebencanaan daerah. Ada beberapa parameter yang dapat diukur
dengan menggunakan metode mikrotremor, di antaranya adalah frekuensi
18
dominan ( ) dan faktor amplifikasi ( ), serta turunan kedua parameter tersebut
yaitu indeks kerentanan seismik ( ).
2.5 HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio)
Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) dikembangkan oleh
Nakamura (1989) dengan anggapan bahwa gelombang geser adalah gelombang
yang mendominasi sinyal mikrotremor dengan mengabaikan gelombang
permukaan. HVSR diduga memiliki persamaan dengan fungsi transfer antara
getaran gelombang pada sedimen dan batuan dasar yang berarti amplitudo dan
frekuensi peak HVSR mewakili frekuensi dan amplifikasi daerah setempat.
Namun asumsi yang disampaikan Nakamura et al., (1989) masih diperdebatkan
oleh para ahli.
Arai dan Tokimatsu (1998; 2000) serta Castellaro dan Mulargia (2009)
memaparkan bahwasanya gelombang permukaan turut berkontribusi pada
pembentukan kurva HVSR yang kemudian dipertegas oleh Bonnefoy-Claudet et
al., (2006) bahwa kurva HVSR terbentuk atas gabungan gelombang permukaan,
yaitu Rayleigh dan Love dengan perbandingan tertentu. Hal ini dikarenakan
sumber sinyal mikrotremor dapat berasal dari gelombang laut, angin, getaran dari
aktivitas gunung, serta getaran akibat aktivitas manusia.
Metode HVSR kerap digunakan lantaran dinilai ekonomis dan efektif
untuk meninjau karakteristik dinamika lapisan tanah permukaan pemicu
terjadinya local site effect saat gempa bumi terjadi. Untuk menggambarkan site
effect (TSITE) pada lapisan permukaan dapat dilakukan dengan cara mencari rasio
spektrum (TH) antara komponen horisontal rekaman seismogram pada lapisan
sedimen (SHS) dengan komponen horisontal rekaman seismogram pada batuan
keras (SHB).
19
(2.4)
Gambar 2.7 Model cekungan yang berisi material halus (Slob, 2007)
Umumnya ada banyak jenis gelombang yang menyusun data mikrotremor,
namun gelombang utama yang menyusunnya adalah gelombang Reyleigh yang
menjalar pada lapisan sedimen di atas batuan dasar. Maka efek gelombang
Reyleigh (TV) hanya berpengaruh pada spektrum komponen vertikal di lapisan
sedimen (SVS) dan tidak terdapat pada spektrum komponen vertikal di batuan
dasar (SVB).
(2.5)
Saat sinyal mikrotremor berada pada rentang 0,2 Hz sampai dengan 20 Hz,
pengaruh gelombang Rayleigh memiliki besar yang sama pada komponen vertikal
dan horisontalnya. Hal ini membuat nilai rasio spektrum antara komponen
horisontal dan vertikal di batuan dasar mendekati nilai satu, maka dari itu
gangguan dari efek gelombang Rayleigh dapat dieliminasi sehingga hanya
menyisakan efek yang dipengaruhi oleh keadaan geologi setempat atau site effect
(TSITE).
(2.6)
20
Ada dua elemen horisontal yang terukur di lapangan, yakni elemen
horisontal utara-selatan dan elemen horisontal barat-timur. Kedua data horisontal
digabungkan menggunakan aturan Pythagoras dalam fungsi frekuensi yang
dituliskan dalam persamaan berikut:
√ ( ) ( )
(2.7)
Persamaan (2.7) menjadi dasar dalam perhitungan rasio spektrum
mikrotremor elemen horisontal terhadap elemen vertikal. Dari analisis HVSR
akan menghasilkan spektrum mikrotremor, dimana puncak spektrum
menunjukkan besar nilai frekuensi naturalnya. Frekuensi natural ( ) dan
amplifikasi (A) adalah parameter yang didapatkan untuk menggambarkan
informasi karakteristik dinamika lapisan tanah permukaan (Nakamura, 2000).
2.5.1 Faktor Amplifikasi
Amplifikasi merupakan bentuk reaksi lapisan batuan terhadap gelombang
gempa bumi. Faktor amplifikasi menggambarkan penguatan gelombang seismik
yang terjadi akibat kontras yang tinggi antar lapisan. Gelombang seismik akan
mengalami penguatan ketika menjalar dari satu medium ke medium lain yang
lebih lunak dari medium yang telah dilalui sebelumnya. Semakin besar perbedaan
parameter itu, semakin besar pula perbesaran yang dialami oleh gelombang
tersebut.
Konsep dasar dari amplifikasi gelombang seismik adalah adanya batuan
sedimen yang berada di atas batuan dasar dengan disimilasi densitas dan
kecepatan pada lapisan sedimen serta kecepatan lapisan batuan dasar yang lebih
dominan (Gambar 2.8).
21
Gambar 2.8 Konsep dasar amplifikasi gelombang seismik
(Widodo Pawirodikromo, 2012)
Nilai amplifikasi pada suatu tanah memiliki hubungan dengan
perbandingan perbedaan impedansi antara lapisan permukaan dan lapisan di
bawahnya. Semakin tinggi kontras perbandingan impedansi kedua lapisan
tersebut, semakin tinggi pula faktor penguatannya (Nakamura, 2000). Bila
dikaitkan antara fungsi perbandingan kontras impedansi, maka nilai amplifikasi
dapat dituliskan sebagai suatu persamaan:
(2.8)
dimana merupakan faktor amplifikasi, adalah densitas batuan dasar (m/s),
merupakan kecepatan rambat gelombang di batuan dasar (m/s), adalah
densitas batuan sedimen (m/s), serta adalah besar kecepatan rambat gelombang
batuan sedimen (m/s).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi besarnya nilai amplifikasi, di
antaranya adalah ragam formasi geologi setempat, ketebalan sedimen, sifat-sifat
fisika lapisan tanah dan batuan, serta besarnya nilai frekuensi natural tanah.
Ratdomopurbo dalam Setiawan (2009) telah mengklasifikasikan faktor
amplifikasi menjadi empat zona, yaitu zona rendah, zona sedang, zona tinggi, dan
zona sangat tinggi.
22
Tabel 2.4 Klasifikasi nilai faktor amplifikasi (Setiawan, 2009)
Zona Klasifikasi Nilai Faktor Amplifikasi
1 Rendah A < 3
2 Sedang 3 ≤ A < 6
3 Tinggi 6 ≤ A < 9
4 Sangat Tinggi A ≥ 9
2.5.2 Frekuensi Natural
Frekuensi natural merupakan frekuensi dominan yang seringkali muncul
sehingga dianggap sebagai nilai frekuensi dari batuan di suatu wilayah. Nilai
frekuensi natural dapat mempresentasikan jenis dan karakteristik batuan di
wilayah tersebut. Frekuensi natural juga memiliki hubungan dengan kedalaman
bidang pantul yang merupakan batas antara sedimen dan batuan keras bagi
gelombang di bawah permukaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil
frekuensi yang terbentuk, maka semakin tinggi ketebalan sedimennya atau
semakin dalam bidang pantul gelombangnya. Putri (2016) mengemukakan bahwa
rendahnya nilai frekuensi dapat meningkatkan kerentanan terhadap guncangan
gempa bumi dengan periode yang panjang.
Telah dilakukan uji simulasi oleh Lachet dan Brad (1994) dimana 6 model
struktur geologi sederhana dengan kombinasi variasi kontras kecepatan
gelombang geser dan ketebalan lapisan soil menghasilkan puncak frekuensi yang
berubah terhadap variasi kondisi geologi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5.
23
Tabel 2.5 Klasifikasi tanah berdasarkan nilai frekuensi perdominan mikrotremor
oleh Kanai (Arifin et al., 2014)
Selain dengan kedalaman lapisan sedimen, frekuensi natural juga memiliki
hubungan dengan periode dominan tanah. Periode dominan sendiri adalah waktu
yang diperlukan untuk merambat melewati lapisan sedimen permukaan atau
mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya di permukaan (Arifin
et al., 2014). Nilai periode dominan bisa diketahui berdasarkan perhitungan
berikut:
(2.9)
T0 merupakan periode dominan dan f0 adalah frekuensi dominan. Dengan
diperolehnya nilai periode dominan, maka karakter lapisan batuan pada suatu
wilayah juga dapat diidentifikasi. Untuk menunjukkan hubungan antara periode
24
dominan dengan jenis material pada lapisan tanah di suatu wilayah, Kanai,
Omote, dan Nakajima telah membuat tabel klasifikasi sebagai berikut.
Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Kanai–Omote–Nakajima (Arifin et al., 2014)
2.6 Indeks Kerentanan Seismik
Indeks kerentanan seismik adalah parameter yang menunjukkan tingkat
kerawanan lapisan tanah permukaan suatu wilayah terhadap deformasi saat terjadi
gempa bumi (Nakamura, 2001). Hal ini disebabkan adanya hubungan yang linear
antara indeks kerentanan seismik di suatu wilayah dan tingkat risiko gempa bumi
terhadap kerusakan akibat gempa bumi. Suatu daerah yang mempunyai indeks
kerentanan seismik tinggi diperkirakan memiliki tingkat risiko gempa bumi yang
tinggi pula. Kondisi geologi wilayah setempat juga menjadi faktor yang sangat
perlu dipertimbangkan dalam penentuan nilai indeks kerentanan seismik.
25
Terdapat faktor yang dapat memengaruhi tinggi rendahnya harga indeks
kerentanan seismik, di antaranya adalah nilai frekuensi natural dan faktor
amplifikasi. Dengan demikian hubungan ketiganya dapat dituliskan dalam
persamaan (2.10) yang dirumuskan oleh Nakamura (2000, 2008).
(2.10)
dengan A0 adalah faktor amplifikasi, f0 merupakan frekuensi dominan (Hz), Vb
adalah kecepatan pergeseran ke bawah permukaan tanah batuan dasar (m/s), dan
Kg merupakan indeks kerentanan seismik. Besarnya nilai Vb pada suatu wilayah
secara umum adalah mendekati nilai konstan, sehingga dengan mengukur pada
satu titik akan diketahui nilai indeks kerentanan seismik pada suatu wilayah.
Nilai indeks kerentanan seismik yang tinggi kerap berada di daerah yang
memiliki frekuensi natural rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah
dengan lapisan sedimen yang relatif tebal mempunyai nilai indeks kerentanan
seismik yang tinggi. Apabila disertai dengan penguatan gelombang seismik yang
besar, indeks kerentanan seismik yang dihasilkan akan besar pula nilainya (Hadi,
2012).
2.7 Peak Ground Acceleration (PGA)
Acceleration atau percepatan adalah parameter yang menyatakan
perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu.
Peak Ground Acceleration atau percepatan getaran tanah maksimum merupakan
nilai percepatan getaran tanah terbesar yang terjadi di suatu wilayah akibat gempa
bumi. PGA dinyatakan dalam satuan percepatan gravitasi (Gravitational
Acceleration = gal) atau cm/s2. Nilai percepatan tanah maksimum yang dihasilkan
dapat menggambarkan tingkat risiko bencana yang terjadi.
Dengan menggunakan strong motion seismograph atau accelerograph,
nilai percepatan tanah bisa langsung didapatkan. Namun mengingat jaringan
accelerograph di Indonesia belum begitu mumpuni, maka untuk mendapatkan
26
nilai percepatan tanah dapat dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan
pendekatan beberapa penurunan rumus dari magnitudo gempa atau data intensitas.
Saat ini banyak terdapat rumus empiris untuk menghitung percepatan di
batuan dasar, salah satu rumus empiris yang dapat digunakan adalah rumus
empiris yang diusung oleh Fukushima dan Tanaka (1990), yang dirumuskan
sebagai berikut:
( ) (2.11)
dimana a adalah percepatan tanah, MS adalah magnitudo gelombang permukaan,
dan R adalah jarak hiposenter. MS didapatkan dari konversi magnitudo gelombang
badan (MB) dan momen magnitudo (MW). Nilai R didapatkan dari penjumlahan
secara pythagoras antara kedalaman gempa bumi (h) dan jarak episenter gempa
(Δ).
Besarnya nilai percepatan tanah maksimum relatif berbeda-beda di setiap
wilayah. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi hal ini, di antaranya adalah
besar magnitudo gempa, kedalaman gempa, jarak episenter, serta sifat fisis batuan
setempat.
2.8 Ground Shear Strain
Nilai Ground Shear Strain (GSS) pada lapisan tanah dapat
merepresentasikan kemampuan material lapisan tanah untuk bergeser saat terjadi
gempa bumi (Nakamura, 1997). GSS dapat dimanfaatkan untuk mengindikasi
karakteristik dampak dari bencana gempa bumi, seperti retakan tanah, longsoran,
likuifaksi, penurunan tanah, dan bergetarnya tanah. Nakamura (2000) melakukan
pendekatan empiris untuk menghitung nilai shear strain dengan melakukan
perkalian antara indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor dengan
percepatan maksimum di batuan dasar, yang dirumuskan dalam persamaan:
( ) (2.12)
27
dengan γ adalah ground shear strain, Kg adalah indeks kerentanan seismik, dan
10-6
ditetapkan untuk memperkirakan nilai strain pada satuan 10-6
di lapisan tanah
permukaan, serta a yang merupakan percepatan di batuan dasar (PGA).
Nilai ground shear strain menjadi salah satu faktor krusial dalam
menentukan estimasi tingkat kerentanan seismik pada lapisan tanah permukaan.
Lapisan tanah dengan γ = 1.000x10-6
akan bersifat plastis, sedangkan pada γ >
10.000x10-6
lapisan tanah dapat mengalami deformasi (Ishihara, 1982). Gempa
bumi yang memiliki risiko merusak biasanya terjadi apabila batas ground shear
strain telah terlampaui, sehingga terjadilah deformasi lapisan tanah.
Atas dasar tersebut, maka terbentuk hubungan antara nilai ground shear
strain dengan keadaan lapisan bawah permukaan. Lapisan tanah yang memiliki
strain 10-6
hanya akan mengalami getaran saja, sedangkan pada nilai strain 10-2
lapisan tanah dapat mengalami likuifaksi dan longsoran.
Tabel 2.7 Nilai strain dan dinamika tanah (Ishihara, 1982)
Size of
Strain 10-6
10-5
10-4
10-3
10-2
10-3
Phenomena Wave,
Vibration
Crack, Diff
Settlement
Lanslide, Soil
Compaction
Liquefaction
Dynamic
Properties
Elasticity Elasto-
Plasticity
Repead-
Effect
Speed-Effect of
Loading
Berdasarkan Tabel 2.7 dapat diketahui bahwa tingginya nilai ground shear
strain akan mengakibatkan lapisan tanah rentan terhadap deformasi seperti
retakan tanah, likuifaksi, dan longsoran. Sebaliknya, rendahnya angka ground
shear strain menggambarkan kekokohan suatu lapisan dan cenderung sulit
mengalami deformasi.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan Desember 2019 dengan mengkaji literatur
dan diskusi di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah II
Tangerang Selatan. Dilanjutkan dengan pengambilan data sekunder berupa sinyal
mikrotremor dan data gempa bumi. Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah
Pulau Jawa bagian tengah, tempat dimana titik-titik stasiun mikrotremor tersebar
dengan koordinat geografis 5°33’40”-8°33’32” LS dan 109°29’24”-111°39’14”
BT yang mencakup 38 kota dan kabupaten. Peralatan yang digunakan untuk
mendukung penelitian di antaranya sebuah komputer pribadi dengan software
pendukung di dalamnya, yaitu microsoft excel, Sessaray Geopsy, dan ArcGis
10.3.
3.2 Data dan Sumber Data
Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam penelitian, yaitu data sinyal
mikrotremor dan data gempa bumi. Data mikrotremor didapatkan dari GEOFON
(GFZ Seismological Data Archive). Terdapat 129 titik ukur yang tersebar di
daerah kajian. Data yang digunakan adalah data yang tersedia pada tahun 2004
dengan durasi pengukuran untuk setiap titik adalah 60 menit. Untuk gempa bumi,
data diperoleh dari situs resmi USGS (United State Geological Survey). Data yang
digunakan adalah data gempa bumi periode 1965-2018 dengan magnitudo ≥ 5 SR
dan kedalaman 0-300 km.
3.3 Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan data mikrotremor dari GFZ Seismological
Data Archive. Data tersebut berupa format .mseed yang memiliki tiga buah
komponen, yaitu komponen vertikal (Z), komponen horisontal yaitu domain
29
waktu berupa NS dan EW (Gambar 3.1). Data diolah menggunakan software
Geopsy dengan melakukan windowing dan cutting untuk mendapatkan sinyal
tanpa noise. Data diolah dengan metode HVSR sehingga diperoleh kurva H/V
(Gambar 3.2). Dari kurva H/V akan diperoleh nilai frekuensi natural (f0) dan nilai
faktor amplifikasi (A0).
Gambar 3.1 Data hasil pengukuran mikrotremor pada titik pengamatan CH1
Gambar 3.2 Kurva hubungan H/V dengan frekuensi pada titik pengamatan CH1
30
Dengan keterangan: spektrum warna menunjukkan hasil pemilihan window, garis
hitam menunjukkan rata-rata nilai H/V, garis hitam putus-putus menunjukkan
standar deviasi bawah dan atas.
Untuk mendapatkan hasil kurva HVSR yang reliable, diperlukan quality
control berdasarkan standar SESAME 2004. Terdapat 3 kriteria reliable kurva
HVSR, di antaranya:
1. Frekuensi natural harus lebih besar dari 10 dibagi panjang window (lw)
(f0 > 10/lw)
2. Jumlah nc harus lebih besar dari 200 (nc > 200). Nilai nc didapatkan dari
hasil perkalian antara panjang window, frekuensi natural (f0), dan jumlah
window yang dipilih untuk mencari kurva rata-rata HVSR antara 20-50 detik
(nw).
3. Nilai standar deviasi (σA) harus lebih kecil dari 2 (untuk f0 > 0,5 Hz) dan σA
lebih kecil dari 3 (untuk f0 < 0,5 Hz) dalam batas frekuensi 0,5f0 sampai 2f0.
Nilai frekuensi perdominan (f0) dan nilai faktor amplifikasi (A0) yang
dihasilkan dari analisis HVSR digunakan sebagai data pendukung untuk
mendapatkan nilai periode perdominan (T0) dan nilai indeks kerentanan seismik
(Kg). Untuk mendapatkan nilai percepatan tanah maksimum (a) perlu melibatkan
parameter gempa bumi berupa magnitudo (M), koordinat lintang-bujur, serta jarak
hiposenter (R) yang kemudian disubtitusi ke dalam persamaan (2.11).
Magnitudo yang didapatkan dalam data gempa biasanya disajikan dalam
bentuk gelombang badan (Mb) atau magnitudo momen (Mw). Oleh sebab itu
perlu dilakukan konversi jenis gelombang Mb dan Mw menjadi jenis magnitudo
permukaan (Ms). Hubungan antara Ms dan Mb dapat dinyatakan sebagai berikut:
atau
(3.1)
(3.2)
31
Secara empiris, hubungan antara momen seismik dan magnitudo
permukaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
(3.3)
Sedangkan hubungan magnitudo momen dengan momen seismik adalah:
(
) (3.4)
Untuk menghitung jarak episenter, dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus yang tertulis pada persamaan (3.). Kemudian besar jarak hiposenter dapat
ditentukan berdasarkan rumus matematis pada persamaan (3.)
√( ) ( )
√
(3.5)
(3.6)
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai GSS (γ). Yang terakhir adalah
dibuat peta mikrozonasi berdasarkan parameter yang telah disebutkan
menggunakan software ArcGis 10.3 untuk kemudian dilakukan analisis mengenai
hasil yang diperoleh pada penelitian dengan data pendukung berupa geologi
daerah penelitian.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebaran nilai ground shear
strain (GSS) yang didukung oleh karakteristik dinamika tanah berdasarkan
parameter lain seperti frekuensi natural, amplifikasi, periode dominan, indeks
kerentanan tanah, serta harga percepatan getaran tanah maksimum (PGA). Dalam
wilayah yang menjadi fokus penelitian ini terdapat 129 titik pengukuran
mikrotremor yang tersebar di 38 kota dan kabupaten di Pulau Jawa bagian tengah.
Gambar 4.1 Peta persebaran titik pengukuran mikrotremor
Pembahasan spektrum mikrotremor perlu dilakukan paling awal karena
karena karakteristik spektrum mikrotremor memberikan informasi awal terkait
karakteristik kerentanan seismik berupa frekuensi natural (f0) dan nilai faktor
amplifikasi (A0), yang dapat langsung digunakan untuk mengetahui harga periode
dominan (T0) dan indeks kerentanan seismik (Kg). Setelah itu, dimasukkan data
gempa bumi untuk mengetahui harga ground shear strain serta respon kerentanan
seismik wilayah penelitian menggunakan parameter percepatan tanah maksimum
(PGA). Nilai indeks kerentanan seismik, percepatan tanah, dan ground shear
33
strain digunakan untuk memberi gambaran tingkat kerawanan kawasan penelitian
terhadap bahaya gempa bumi.
4.1 Frekuensi Natural Tanah dan Faktor Amplifikasi
Hasil analisa kurva H/V yang didapatkan dari proses analisa data
mikrotremor menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectro Ratio)
akan menghasilkan nilai frekuensi natural dan faktor amplifikasi. Frekuensi
natural atau frekuensi di suatu titik ukur ditunjukkan oleh puncak amplitudo kurva
H/V. Puncak tersebut tercipta oleh peristiwa resonansi yang membuat amplitudo
spektrum horisontal pada suatu frekuensi tertentu menjadi lebih besar, sedangkan
komponen vertikalnya tetap. Terdapat kriteria yang harus dimiliki oleh kurva
H/V, di antaranya adalah kriteria reliable dan clear peak (SESAME, 2004). Kurva
yang didapat pada setiap titik penelitian ditinjau kembali untuk memastikan
bahwa Kurva H/V tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh
SESAME European Research Project. Kriteria reliable untuk masing-masing
penelitian ditunjukkan pada lampiran 3.
4.1.1 Frekuensi Natural Tanah
Frekuensi natural merupakan parameter yang mencerminkan kondisi
struktural di bawah tanah. Nakamura (2000) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa terdapat dua parameter yang dapat memengaruhi frekuensi natural, yaitu
gelombang geser dan kedalaman batuan dasar. Tingginya nilai frekuensi natural
mengindikasikan tipisnya lapisan sedimen pada wilayah tersebut, begitu pula
sebaliknya (Pratama, 2017). Hal ini diperkuat oleh pendapat yang dikemukakan
Parolai et al., (2001) dan Isicico (2004) bahwa nilai frekuensi natural yang rendah
menunjukkan dalamnya posisi batuan dasar. Sebaliknya, nilai frekuensi natural
yang tinggi menggambarkan bahwa dangkalnya lapisan batuan dasar.
Dari keseluruhan data pada 129 titik pengukuran mikrotremor yang telah
diolah menggunakan software Geopsy, didapatkan harga frekuensi natural yang
bervariasi dengan rentang nilai 0,664 Hz sampai 16,277.
34
Gambar 4.2 Peta sebaran nilai frekuensi natural (f0)
Sebaran nilai frekuensi natural ini memperlihatkan bahwa nilai f0 tertinggi
dengan rentang angka 8,735-16,277 Hz tersebar ke beberapa titik pengukuran, di
antaranya: titik CE1 di Banjarnegara, AE3 di Kebumen, AG3 di selatan
Purworejo, BK1 dan AK8 di Wonogiri, CK1 di Karanganyar, NL1 di Blora, serta
NJ1 di Jepara. Merujuk pada peta geologi, keseluruhan titik tersebut terletak di
dataran tinggi yang diprediksi satuannya didominasi oleh batuan keras dengan
ketebalan sedimen yang tipis.
Sedangkan untuk nilai frekuensi natural rendah dengan rentang angka
0,664-5,971 Hz tersebar di berbagai titik pengukuran yang tersebar di bagian
tengah dan dan barat penelitian. Nilai frekuensi rendah juga di dapatkan di
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung yang umumnya geomorfologi
di kedua daerah tersebut adalah dataran tinggi.
Mengacu pada klasifikasi Kanai (Tabel 2.5), Kabupaten Wonosobo dan
Kabupaten Temanggung tergolong dalam tanah Jenis IV yaitu memiliki ketebalan
sedimen permukaan yang sangat tebal sekitar 30 meter atau lebih. Tinjauan secara
35
geologi, Kabupaten Wonosobo memiliki morfologi perbukitan bergelombang
dengan beberapa patahan mendatar dan patahan naik, serta terdapat struktur
depresi berbentuk melingkar di beberapa titik yang diduga sebagai kawah purba.
Litologi penyusun Kabupaten Wonosobo didominasi oleh endapan hasil
vulkanisme Gunung Sumbing, Gunung dieng, Gunung Sindoro yang semuanya
berumur kuarter berupa satuan batu pasir, satuan tuf, satuan batu lempung, breksi
andesit, dan endapan alluvial.
Untuk morfologi Kabupaten Temanggung, secara umum tersusun atas
cekungan atau depresi, dimana terdapat wilayah dataran rendah di bagian tengah
dan di sekelilingnya merupakan pegunungan atau perbukitan. Hal tersebut
membuat geologi Kabupaten Temanggung tersusun dari batuan beku hasil produk
aktivitas gunung api yang terdiri atas material sedimen piroklastik. Ukuran
material piroklastik sendiri jenisnya beragam, mulai dari krakal, krikil, blok, debu,
pasir, hingga lempung.
4.1.2 Faktor Amplifikasi
Faktor amplifikasi merupakan faktor yang berhubungan dengan penguatan
gelombang, dimana kecepatan gelombang ikut memberikan pengaruh. Nilai faktor
amplifikasi akan tinggi apabila nilai kecepatan gelombang kecil. Hal tersebut
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara faktor amplifikasi dengan tingkat
kerapatan batuan, dimana nilai faktor amplifikasi akan meningkat seiring dengan
berkurangnya kepadatan batuan. Sedimen lunak menjadi alasan sebab dapat
memperlambat waktu gelombang yang merambat di wilayah tersebut sehingga
menimbulkan guncangan terhadap bangunan, begitu pula sebaliknya (Hartati,
2014). Selain kecepatan gelombang, ada beberapa faktor yang memengaruhi
besarnya nilai amplifikasi, di antaranya adalah ragam formasi geologi, ketebalan,
serta sifat-sifat fisika lapisan tanah batuan.
36
Gambar 4.3 Peta sebaran nilai faktor amplifikasi (A0)
Persebaran nilai amplifikasi (A) bervariasi dalam kisaran antara 0,864
sampai 12,123. Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat pola yang hampir serupa dengan
distribusi frekuensi natural. Tingkat amplifikasi tinggi dengan angka ≥ 6 terdapat
pada wilayah Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya. Apabila merujuk pada
pernyataan Nakamura (2000) yang mengemukakan bahwa bangunan akan rawan
terhadap kerusakan apabila nilai amplifikasi lebih besar dari 3 dan memiliki
frekuensi natural yang rendah, maka Kabupaten Wonosobo memiliki risiko paling
besar terjadinya kerusakan parah saat terjadi gempa bumi.
4.2 Periode Dominan
Periode dominan dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan
gelombang untuk merambat melewati lapisan sedimen permukaan atau
mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya di permukaan, dimana
yang menjadi bidang pantulnya adalah batas antara lapisan sedimen dengan
batuan dasar (Marjiono et al., 2007). Periode dominan yang panjang dengan
frekuensi yang rendah dapat mengindikasikan bahwa tanah atau batuan tersebut
37
lunak dan lepas, berlaku untuk sebaliknya. Dengan demikian, Marjiono (2014)
menyimpulkan bahwa tingginya nilai periode dominan mengindikasikan semakin
dalamnya bidang pantul gelombang, yang berarti lapisan sedimen di wilayah
tersebut semakin tebal. Untuk mendapatkan nilai periode dominan, dapat
dilakukan pembagian antara satu dengan nilai frekuensi natural yang didapatkan
dari kurva H/V.
Gambar 4.4 Peta sebaran nilai Periode Dominan (T0)
Dari hasil pemodelan yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, periode
dominan di wilayah Pulau Jawa bagian tengah memiliki nilai terendah 0,061 detik
dan nilai tertinggi sebesar 1,506 detik yang tersebar pada 129 titik pengukuran.
Periode dominan dengan angka relatif tinggi terdapat pada titik NJ6 yang terletak
di Kabupaten Demak dengan rentang nilai 0,623 sekon hingga 1,274 sekon serta
titik AE1 yang terletak di Kabupaten Kebumen dengan rentang nilai 0,716 sekon
sampai dengan 1,461 sekon. Berdasarkan klasifikasi tanah berdasarkan besar
periode yang disusun oleh Kanai (Tabel 2.6), periode dominan yang memiliki
nilai lebih besar dari 0,40 sekon termasuk dalam klasifikasi tanah jenis IV.
Adapun formasi yang menyusun jenis ini adalah sedimentasi dan endapan delta,
38
lumpur, topsoil, humus, dan lumpur yang termasuk ke dalam jenis tanah lunak
dengan kedalaman 30 meter atau lebih.
Kondisi morfologi Kabupaten Demak cukup bervariasi antara 0-100 meter,
berupa pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Secara geologi,
struktur yang menyusunnya adalah alluvium, pliosen fasies sedimen, miosen
fasies sedimen, pliosen fasies batu gamping, serta plistosen fasies gunung api.
Adapun jenis tanah di Kabupaten Demak terdiri dari alluvial hidromorf, regosol,
grumosol, dan mediteran. Kondisi tanah di Kabupaten Demak sebagian besar
berjenis grumosol yang menjadi keras dan retak-retak saat musim kemarau,
sedangkan pada musim hujan tanah akan menjadi lekat dan volumenya membesar.
Asikin (1992) menyatakan bahwa struktur geologi wilayah Kebumen di
bagian selatan tersusun oleh alluvium serta endapan pantai. Pada dasarnya
Kebumen merupakan sebuah graben yang memiliki batas tinggian Kulon Progo di
sisi timur dan tinggian Karangbolong di sisi barat. Cekungan ini adalah hasil dari
tumbukan antara Lempeng Hindia yang bergerak ke arah utara dengan Lempeng
Eurasia yang bergerak ke arah selatan.
4.3 Indeks Kerentanan Seismik
Informasi harga frekuensi natural dan faktor amplifikasi yang telah
didapatkan dari analisis data mikrotremor dapat digunakan untuk mencari
parameter lain dalam mengkarakterisasi tanah, yaitu indeks kerentanan seismik.
Mengacu pada persamaan (2.10), dapat disimpulkan bahwa frekuensi natural dan
kecepatan gelombang memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai
indeks kerentanan seismik, dimana semakin tinggi nilai frekuensi natural dan
kecepatan gelombang maka akan semakin rendah harga indeks kerentanan
seismiknya. Di samping itu, indeks kerentanan seismik memiliki hubungan yang
linear dengan faktor amplifikasi dimana semakin tinggi nilai faktor amplifikasi
maka nilai indeks kerentanan seismik akan tinggi pula. Indeks kerentanan seismik
digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap gerakan
tanah yang kuat. Tingginya nilai indeks kerentanan seismik menggambarkan
39
rendahnya kestabilan struktur tanah, sehingga risiko kerusakan akibat dari
bencana gempa bumi akan semakin tinggi.
Berdasarkan peta sebaran indeks kerentanan seismik (Gambar 4.5),
didapatkan harga indeks kerentanan seismisitas yang bervariasi di wilayah
penelitian dengan rentang angka 0,071-114,550. Nilai indeks seismisitas yang
terbilang rendah dicirikan dengan warna biru yang hampir tersebar ke seluruh
wilayah penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kerentanan tanah di wilayah
tengah Pulau Jawa tergolong dalam kategori normal. Sedangkan nilai tertinggi
berada pada titik BF1 dengan nilai sebesar 114,55 yang digambarkan dengan
warna merah pekat. Sebaran warna merah pekat ini hanya terdapat di bagian barat
wilayah penelitian.
Tabel 4.1 Katalog gempa bumi merusak di wilayah penelitian periode 1965-2018
(BMKG, 2019)
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki nilai
indeks kerentanan seismik tinggi pernah setidaknya satu kali mengalami bencana
gempa bumi yang merusak.
40
Fitriastusti (2019) dalam penelitiannya menemukan bahwa Wonosobo
mendapatkan gaya kompresional sehingga membentuk barisan patahan. Pada
patahan-patahan tersebut terdapat banyak patahan lokal yang pada bagian
bawahnya masih rawan mengalami deformasi batuan. Namun karena jumlahnya
yang sangat banyak dan tidak membentuk patahan panjang, akumulai energi yang
dilepaskan hanya menghasilkan gempa-gempa kecil dengan durasi yang singkat.
Mengacu pada informasi geomorfologi, Kabupaten Wonosobo merupakan
wilayah yang didominasi oleh perbukitan dengan litologi material penyusun yang
terdiri dari satuan batu pasir, satuan tuf, satuan batu lempung, breksi andesit, dan
endapan alluvial. Secara teori, daerah yang berada di dataran tinggi akan memiliki
nilai indeks kerentanan seismik yang rendah karena dianggap memiliki ketebalan
sedimen yang tipis. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh adanya beberapa kurva
H/V hasil dari analisis sinyal mikrotremor yang tidak memenuhi kriteria reliable
menurut pedoman SESAME 2004, sehingga membuat hasil interpretasi berbeda
dengan kondisi geologi lokal pada wilayah penelitian.
Gambar 4.5 Peta sebaran nilai Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
41
4.4 Peak Ground Acceleration (PGA)
Untuk mengetahui besarnya nilai percepatan tanah dapat dilakukan dengan
pendekatan secara empiris. Parameter percepatan maksimum memiliki hubungan
yang linear dengan kecepatan tanah, dimana semakin besar harga PGA maka
kecepatan pergerakan tanah saat terjadi gempa bumi juga akan semakin tinggi.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi besarnya nilai percepatan tanah
maksimum, di antaranya adalah magnitudo (M), jarak hiposenter (R), dan
koordinat gempa. Dalam penelitian ini penulis memasukkan data kejadian gempa
bumi yang pernah terjadi di wilayah tengah Pulau Jawa dengan koordinat
5°33’40”-8°33’32” LS dan 109°29’24”-111°39’14” BT dan kedalaman 0-300 km
pada periode 1965-2018 sebagai acuan untuk menghitung nilai percepatan tanah
maksimum.
Gambar 4.6 Peta sebaran nilai percepatan tanah maksimum (PGA)
Dengan menggunakan rumus empiris (2.11) oleh Fukushima dan Tanaka
dalam menentukan hasil percepatan tanah maksimum menunjukkan hasil bahwa
pada saat gempa bumi, di wilayah tengah Pulau Jawa mengalami PGA di batuan
42
dasar yang bervariasi dengan angka berkisar antara 1,93 cm/s2 hingga 11,23
cm/s2. Secara umum, wilayah dengan nilai percepatan tanah yang tinggi
merupakan wilayah yang tersusun atas lapisan sedimen tipis dan mempunyai
periode dominan tanah rendah. Berdasarkan pernyataan tersebut analisis data yang
diperoleh dari penelitian ini mencapai kesesuaian, dimana Kabupaten Gunung
Kidul memiliki nilai periode dominan yang rendah dengan ketebalan sedimen
yang tipis sehingga menghasilkan nilai PGA yang tinggi.
Secara morfologi, Kabupaten Gunung Kidul terletak pada Zona
Pegunungan Selatan. Lobeck (1939) dan Konsep W. Davis (1954) telah
mengelompokkan satuan geomorfologi pada wilayah ini, yaitu: (1) Satuan
Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan. Litologi yang menyusun satuan ini
adalah satuan batu pasir tufan selang-seling tuff, satuan batuan batu gamping
tufan, serta satuan batuan batu gamping. (2) Satuan Geomorfologi Dataran
Alluvial. Litologi yang menyusun satuan ini adalah material-materal hasil dari
proses pelapukan dan erosi batuan yang kemudian membentuk endapan alluvial
seperti dataran banjir dan gosong-gosong pasir.
Nilai PGA mengecil terhadap bertambahnya jarak dari pusat gempa
sehingga bagian tengah hingga utara wilayah penelitian hanya mengalami PGA
sebesar 1,936-5,029 cm/s2. Menurut Daryono (2011) fenomena menurunnya nilai
PGA dengan gradasi yang seragam terhadap bertambahnya jarak disebabkan oleh
metode empiris yang digunakan hanya berdasarkan pada masukan data magnitudo
gempa bumi dan jarak dari pusat gempa bumi. Hal ini yang menjadikan
berkurangnya nilai percepatan sejalan dengan menjauhnya lokasi pusat gempa
bumi.
4.5 Ground Shear Strain
Hasil analisis data mikrotremor dan masukan nilai PGA dapat digunakan
untuk mengkaji harga ground shear strain di wilayah penelitian. Nilai ground
shear strain (γ) sendiri mengindikasikan kapabilitas elemen bawah permukaan
untuk meregang dan bergeser saat terjadi gempa bumi. Semakin tinggi nilai GSS
43
maka kemungkinan kerusakan yang dialami suatu wilayah saat terjadi gempa
bumi begitu juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai GSS
maka risiko kerusakan akibat gempa bumi di wilayah tersebut juga akan kecil.
Besarnya nilai GSS bergantung pada kondisi geologi lokal pada wilayah tersebut,
dimana parameter yang menjelaskan adalah karakteristik batuan, ketebalan lapisan
sedimen dan komposisi material penyusun batuan.
Distribusi nilai GSS di wilayah tengah Pulau Jawa secara umum dibagi ke
dalam tiga kategori yaitu 1×10-6
, 1×10-5
, dan 1×10-4
. Berdasarkan tabel hubungan
nilai strain dan dinamika tanah (Tabel 2.7), saat nilai GSS 10-6
-10-5
akan
menimbulkan gelombang dan getaran. Tanah akan retak dan mengalami
penurunan saat nilai GSS berada pada 10-4
-10-3
. Saat nilai GSS sudah berada di
atas 10-3
, wilayah dengan topografi kelerengan tinggi akan mengalami tanah
longsor, sedangkan dan untuk wilayah dataran rendah dan cekungan akan
mengalami likuifaksi. Berdasarkan klasifikasi tersebut, nilai ground shear strain
di Pulau Jawa bagian tengah belum mencapai nilai di atas 10-3
, sehingga dampak
dari gempa bumi tidak sampai menyebabkan tanah longsor atau likuifaksi.
Gambar 4.7 Peta sebaran nilai ground shear strain (GSS)
44
Gambar di atas menunjukkan persebaran nilai ground shear strain
berdasarkan nilai percepatan Fukushima-Tanaka didominasi nilai rendah yang
ditandai oleh warna biru dengan rentang angka 0,29 x 10-6
sampai 4,57 x 10-5
.
Sedangkan untuk nilai GSS tertinggi yaitu dengan nilai 5,35 x 10-4
terdapat pada
titik BF1 yang terletak di Kabupaten Wonosobo.
Nilai ground shear strain yang tinggi berbanding lurus dengan tingginya
tingkat kerusakan bangunan akibat gempa bumi. Hal ini merujuk pada persamaan
(2.12) yang menunjukkan bahwa harga GSS bergantung pada angka indeks
kerentanan seismik dan PGA di wilayah penelitian. Apabila indeks kerentanan
seismik dan percepatan tanah di wilayah tersebut tinggi maka nilai GSS juga akan
besar pula. Secara fisiografis, Kabupaten Wonosobo terletak di Pegunungan
Serayu Utara. Litologi yang menyusun daerah Wonosobo terdiri atas 4 satuan
batuan, yaitu satuan batu pasir, satuan tuf, satuan batu lempung, serta satuan
breksi andesit yang mana keseluruhannya tergolong ke dalam batuan lunak
(Wardhani, 2015 & Wutun, 2017). Permukaan yang tersusun dari batuan lunak
cenderung mempunyai amplitudo gelombang yang lebih besar dari batuan keras,
sehingga lapisan yang lebih lunak akan lebih rentan terhadap kerusakan
dibandingkan lapisan yang didominasi oleh batuan keras.
Seperti yang ditulis pada buku International Handbook of Earthquake and
Engineering Seismology, gempa bumi di Kabupaten Wonosobo pertama yang
tercatat dalam sejarah gempa bumi dunia terjadi pada tanggal 2 Desember 1924
dengan episentrum yang terletak pada koordinat 7’18” LS dan 109’54” BT.
Gempa bumi berkekuatan 9 MMI dan berlangsung cukup lama ini menelan 115
korban jiwa. Gempa ini disinyalir merupakan gempa susulan dari gempa bumi
besar sebelumnya yang terjadi di Kabupaten Pemalang dengan kekuatan gempa
diperkirakan 7,8 SR. Gempa bumi besar baru berkekuatan 4,8 SR dengan
kedalaman 17,6 km kembali terjadi di Wonosobo pada 19 April 2013. Di akhir
tahun 2018 setidaknya terjadi tiga kejadian gempa bumi yaitu pada tanggal 13
Oktober, 10 dan 25 Desember dengan kekuatan 2,4-2,6 SR dan memiliki
kedalaman pusat gempa bumi kurang dari 15 km.
45
Kemunculan gempa tersebut dipicu oleh patahan-patahan lokal yang tidak
stabil akibat dari pengaruh gaya kompresional yang terjadi pada lempeng Eurasia
yang merupakan efek dari subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng
Eurasia (Fitriastuti, 2019). Berdasarkan hal tersebut, dapat diperkirakan bahwa
Wonosobo dapat sewaktu-waktu mengalami gempa berkekuatan besar kembali
akibat energi gempa yang dihasilkan belum seluruhnya dilepaskan.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Seletah dilakukan pengolahan serta analisis data rekaman mikrotremor
menggunakan metode HVSR di wilayah tengah Pulau Jawa, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Didapatkan nilai frekuensi natural yang bervariasi dengan rentang angka
0,664-16,277 Hz dan masuk ke dalam kategori jenis tanah I-IV menurut
klasifikasi Kanai. Sedangkan untuk nilai amplifikasi berada pada angka 0,864
sampai 12,123 yang masuk ke dalam kategori rendah sampai sangat tinggi.
Berdasarkan pola mikrozonasi untuk parameter frekuensi natural dan faktor
amplifikasi dapat diketahui bahwa Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya
merupakan daerah yang memiliki risiko kerusakan paling tinggi saat terjadi
bencana gempa bumi.
2. Berdasarkan periode dominan, Kabupaten Demak dan wilayah selatan
Kebumen menjadi daerah rawan karena memiliki nilai periode paling tinggi
yaitu 1,506 sekon dan masuk ke dalam kategori Jenis IV (sangat lunak)
menurut klasifikasi Kanai.
3. Analisis nilai indeks kerentanan seismik menunjukkan bahwa bagian barat
wilayah penelitian menjadi daerah yang memiliki risiko kerusakan paling
tinggi sebab nilai indeks kerentanan yang didapatkan adalah yang paling
tinggi dibandingkan daerah lainnya, yaitu sebesar 114,55.
4. Nilai Peak Ground Acceleration (PGA) yang diperoleh dalam penelitian ini
dengan jumlah 98 data gempa adalah sebesar 1,936-11,231 cm/s2. Sebaran
nilai tinggi berada pada wilayah selatan penelitian yaitu Kabupaten Gunung
Kidul dan sekitarnya. Sedangkan untuk nilai relatif lebih rendah berada pada
bagian tengah menuju utara wilayah penelitian.
5. Besarnya nilai Ground Shear Strain (GSS) yang didapatkan di wilayah Pulau
Jawa bagian tengah berkisar antara 0,29 x 10-6
hingga 5,35 x 10-4 . Nilai GSS
47
terendah hampir tersebar ke seluruh area penelitian. Sedangkan untuk nilai
GSS tertinggi berada pada daerah Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya.
Fenomena yang mungkin terjadi adalah tanah akan mengalami retakan dan
penurunan.
5.2 Saran
Pada penelitian yang akan datang disarankan untuk mengkaji masing-
masing wilayah kota atau kabupaten untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci dan
akurat. Untuk mendapatkan bahan perbandingan dalam meninjau karakterisasi
lapisan permukaan, maka perlu juga dilaksanakannya penelitian data bor pada
wilayah penelitian.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, D. (2017). Analisis Mikrotremor dengan Metode HVSR untuk
Mikrozonasi Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Tugas Akhir pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Arifin, S. S., dkk.. (2014). Penentuan Zona Rawan Guncangan Bencana Gempa
Bumi Berdasarkan Analisis Nilai Amplifikasi HVSR Mikrotremor dan
Analisis Periode Dominan Daerah Liwa dan Sekitarnya. Jurnal Geofisika
Eksplorasi, 2(1), 30-40.
Buanawati, S. G. (2018). Analisis Mikroseismik Pada Kawasan Jalur Sesar
Kecamatan Begelan Kabupaten Purworejo. Skripsi pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.
Daryono. (2011). Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada
Setiap Satuan Bentuklahan di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. Disertasi pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Fitriastuti, A., Aristo, dan F. F. Putri. (2019). Identifikasi Struktur Bawah
permukaan Menggunakan Metode Gaya Berat Analisis First Horizontal
Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD), Guna Upaya
Mitigasi Bencana Gempabumi di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa
Tengah. Paper dipresentasikan pada Seminar Nasional Kebumian Ke-12:
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah mada.
Gazali, I. (2017). Estimasi Kecepatan Gelombang Geser (Vs) Berdasarkan Inversi
Mikrotremor Spectrum Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR)
Studi Kasus: Tanah Longsor Desa Olak Alen, Blitar. Tugas Akhir pada
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
49
GEOFON and EIDA Data Archives. Diakses pada 15 September 2020,
http://eida.gfz-potsdam.de/webdc3/.
Gustiana, F., D. Pujiastuti, dan M. Minangsih. (2018). Pemetaan Percepatan
Tanah Maksimum dan Intensitas Gempa Kota Padang menggunakan
Rumusan Fukushima-Tanaka. Jurnal Fisika Unand, 7(4), 346-352.
Haerudin, N., F. Alami, dan Rustadi. (2019). Mikrosesimik, Mikrotremor, Dan
Mikroearthquake Dalam Ilmu Kebumian. Bandar Lampung: Pusaka
Media.
Hidayat, N. dan E. W. Santoso. (1997). Gempa Bumi dan Mekanismenya. Alami,
2(3), 50-52.
International Association of Seismology and Physics of the Earth’s Interior.
(2002). International Handbook of Earthquake and Engineering
Seismology. Academic Press: California.
Karyono, dkk.. (2016). Kajian Kerentanan Tanah Berdasarkan Analisis HVSR di
Daerah Semburan Lumpur Siduarjo dan Sekitarnya, Jawa Timur,
Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 17(1), 61-68.
Labertta, S., N.B. Wibowo, dan D. Darmawan. (2013). Mikrozonasi Indeks
Kerentanan Seismik Berdasarkan Analisis Mikrotremor di Kecamatan
Jetis, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Paper
dipresentasikan pada Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan
Penerapan MIPA: Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Lestari, K., M. Farid, dan A. Mayub. (2018). Analisis Shear Strain dan Kerusakan
Bangunan Akibat Gempa Bumi di Kecamatan Gading Cempaka dan Ratu
Agung Kota Bengkulu. PENDIPA Journal of Science Education, 2(3),
222-226.
50
Marlisa, D. Pujiastuti, dan R. Billyanto. (2016). Analisis Percepatan Tanah
Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret
1977 dan 11 September 2014). Jurnal Fisika Unand, 5(1), 53-58.
Nakamura, Y. (2000). Clear Identification Of Fundamental Idea of Nakamura’s
Technique and Its Applications. Roc XII World Conf. Earthquake
Engineering N. Z. 2656.
Nakamura, Y. (2008). On The H/V Spectrum. Paper dipresentasikan pada The 14th
World Conference on Earthquake Engineering: Beijing, China.
Pancawati, K. D., Supriyadi, dan Khumaedi. (2016). Identifikasi Kerentanan
Dinding Bendungan dengan Menggunakan Metode Mikroseismik (Studi
Kasus Bendungan Jatibarang, Semarang). Unnes Physics Journal, 5(2),
21-26.
Pawirodikromo, W. (2012). Seismologi Teknik dan Rekayasa Kegempaan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanti, A. (2016). Analisis Tingkat Resiko dari Nilai Peak Ground
Acceleration (PGA) Berdasarkan Data Mikroseismik di Sekitar Jalur
Sesar Opak Kabupaten Bantul Yogyakarta. Skripsi pada Fakultas Sains
dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Putranto, T.T., dkk.. (2016). Penyusunan Zona Pemanfaatan dan Konservasi
Airtanah Pada cekungan Airtanah (CAT) Wonosobo, Provinsi Jawa
Tengah. Paper dipresentasikan pada Seminar Nasional Kebumian Ke-9
“Peran Penelitian Ilmu Kebumian dalam Pemberdayaan Masyarakat”:
GRHA SABHA PRAMANA.
Rusdin, A.A., dkk.. (2016). Analisis Pengaruh Karakteristik Sedimen dan
Kedalaman Muka Airtanah Terhadap Indeks Kerentanan Seismik Kota
Makassar. Paper dipresentasikan pada Seminar Nasional Geofisika
“Optimalisasi Geosains dalam Era MEA.”: Makassar.
51
Sarlina, L. (2016). Penentuan dan Pemetaan Nilai Percepatan Tanah Maksimum,
Indeks Kerentanan Seismik dan Ground Shear Strain di Wilayah Kota
Jayapura Berdaarkan Pengukuran Mikrotremor. Tesis pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Satria, A., dkk.. (2020). Analisis Mikrotremor Berdasarkan Metode Horizontal to
Vertical Spectral Ratio untuk Mengetahui Indeks Kerentanan Seismik
Kota Jambi. Jurnal Teknik Kebumian, 5(2), 1-6.
SESAME. (2004). Guidelines for The Implementation of The H/V Spectral Ratio
Technique on Ambient Vibrations. Europe: SESAME Europen Research
Project.
Setiyono, U., dkk.. (2019). Katalog Gempabumi Signifikan dan Merusak 1821-
2018. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sitorus, N., S. Purwanto, dan W. Utama. (2017). Analisis Nilai Frekuensi Natural
dan Amplifikasi Desa Olak Alen Blitar Menggunakan Metode
Mikrotremor HVSR. Jurnal Geosaintek, 3(2), 89-92.
Sugianto, N., M. Farid, dan Suhendra. (2017). Kondisi Geologi Lokal Kota
Bengkulu Berdasarkan Ground Shear Strain (GSS). Spektra: Jurnal Fisika
dan Aplikasinya, 2(1), 29-36.
Sunardi, B., Daryono, dkk.. (2012). Kajian Potensi Bahaya Gempabumi Daerah
Sumbawa Berdasarkan Efek Tapak Lokal. Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, 13(2), 131-137.
Sunarjo, M. T. Gunawan, dan S. Pribadi. (2012). Gempa Bumi Indonesia Edisi
Populer. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sungkono dan B. J. Santosa. (2011). Karakterisasi Kurva Horizontal-To-Vertical
Spectral Ratio: Kajian Literatur dan Pemodelan. Jurnal Neutrino, 4(1), 1-
15.
52
Ulfiana, E., S. A. Rumy, R. Pratama, P. Ariyanto. (2018). Analisis Pendekatan
Empiris PGA (Peak Ground Acceleration) Pulau Bali Menggunakan
Metode Donovan, Mc. Guirre, dan M.V. Mickey. Jurnal Ilmu dan Inovasi
Fisika, 2(2), 87-93.
USGS. (2020). Search Earthquake Catalog. Diakses pada 29 Januari 2020,
https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/.
Wardhana, D. D., H. Harjono, dan Sudaryanto. (2014). Subsurface Structure of
Semarang City Based on Gravity Data. Jurnal RISET Geologi dan
Pertambangan, 24(1), 53-64.
Wardhani, F.A., dkk.. (2015). The Inventory Of Mineral Resources at Kaliwiro
District, Wonosobo Regency, Central Java. Paper dipresentasikan pada
Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi “Meningkatkan Kualitas dan
Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama Ilmiah:
LIPI.
Winduhutomo, S., dkk.. (2018). Geologi Teknik Kegagalan Lereng Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Paper dipresentasikan pada
Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi XIII.
Wutun, H. A. dan A. A. Jawil. (2017). Geologi dan Karakteristik Sifat Fisik
Batuan Beku Andesit di Desa Wonokerto dan Sekitarnya, Kecamatan
Leksono, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Paper
dipresentasikan pada Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri
dan Informasi”: Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
53
Lampiran 1: Hasil Perhitungan Karakteristik Dinamika Tanah
TITIK BUJUR LINTANG F0 (Hz)
A T0 (S) KG (cm2/s)
PGA (cm/s2)
GSS
AE1 109,656 -7,736 0,684 1,727 1,462 4,360 4,7164 2,05657E-05
AE2 109,487 -7,676 0,898 1,317 1,114 1,932 4,8869 9,43913E-06
AE3 109,584 -7,556 11,626 2,607 0,086 0,585 4,4923 2,62617E-06
AF1 109,833 -7,821 2,029 1,867 0,493 1,718 5,5918 9,60627E-06
AF2 109,895 -7,651 8,105 2,903 0,123 1,040 5,5734 5,79509E-06
AF3 109,745 -7,787 1,744 1,230 0,573 0,867 5,1308 4,45092E-06
AF4 109,745 -7,797 8,263 3,476 0,121 1,462 5,1437 7,52143E-06
AFB 109,775 -7,627 6,586 4,569 0,152 3,170 5,0120 1,58867E-05
AG1 110,046 -7,836 4,471 2,368 0,224 1,254 6,9417 8,70608E-06
AG2 109,996 -7,634 1,835 1,724 0,545 1,620 5,9950 9,71018E-06
AG3 109,940 -7,843 14,289 2,775 0,070 0,539 6,2262 3,3554E-06
AG4 110,139 -7,843 10,152 2,088 0,099 0,429 7,7241 3,31708E-06
AH1 110,293 -7,982 10,442 0,864 0,096 0,071 9,8287 7,02653E-07
AH2 110,223 -7,924 6,141 1,121 0,163 0,205 8,8553 1,81207E-06
AH3 110,175 -7,748 9,704 1,338 0,103 0,184 7,5726 1,39702E-06
AH4 110,294 -7,812 2,798 2,353 0,357 1,979 9,0227 1,78539E-05
AH5 110,281 -7,744 11,874 1,673 0,084 0,236 8,3110 1,95905E-06
AHB 110,312 -7,878 5,271 1,126 0,190 0,241 9,7786 2,35212E-06
AI1 110,487 -7,996 5,351 1,408 0,187 0,370 11,2310 4,16092E-06
AI2 110,356 -8,005 9,244 1,294 0,108 0,181 10,6232 1,92426E-06
AI3 110,564 -7,865 6,943 2,797 0,144 1,127 9,8588 1,11087E-05
AI4 110,522 -7,913 3,235 1,355 0,309 0,568 10,7655 6,10997E-06
AJ1 110,572 -8,093 11,673 1,411 0,086 0,171 9,4401 1,61008E-06
AJ2 110,650 -7,966 4,414 2,120 0,227 1,018 9,1492 9,31583E-06
AJB 110,657 -8,059 7,041 1,533 0,142 0,334 8,7823 2,93129E-06
AK1 110,834 -7,973 3,770 4,282 0,265 4,864 7,1862 3,49503E-05
AK2 110,776 -8,148 5,674 1,978 0,176 0,690 7,2704 5,01329E-06
AK3 110,984 -8,040 8,204 2,143 0,122 0,560 6,0735 3,39983E-06
AK4 110,882 -8,179 3,305 1,654 0,303 0,828 6,4344 5,32606E-06
AK5 110,984 -8,037 2,712 2,241 0,369 1,852 6,0738 1,12475E-05
AK6 110,744 -8,038 4,809 1,644 0,208 0,562 7,9398 4,46228E-06
AK7 110,838 -8,084 6,114 1,300 0,164 0,276 7,0003 1,935E-06
AK8 111,048 -7,992 15,781 1,995 0,063 0,252 5,7292 1,44494E-06
AL1 111,237 -8,024 3,179 4,160 0,315 5,444 4,8264 2,62738E-05
AL2 111,268 -8,133 3,677 6,038 0,272 9,915 4,9593 4,91715E-05
AL3 111,175 -8,246 7,009 6,882 0,143 6,757 5,2837 3,57034E-05
AL4 111,040 -8,190 12,239 1,362 0,082 0,152 5,5484 8,40958E-07
BE1 109,567 -7,378 2,909 9,337 0,344 29,969 4,1257 0,000123642
54
BE2 109,602 -7,462 2,927 4,585 0,342 7,182 4,2669 3,06455E-05
BE3 109,709 -7,337 9,219 3,219 0,108 1,124 4,1994 4,72002E-06
BEB 109,742 -7,425 3,602 8,373 0,278 19,463 4,4758 8,71151E-05
BF1 109,857 -7,372 1,283 12,123 0,779 114,550 4,6681 0,00053473
BF2 109,825 -7,490 2,073 8,465 0,482 34,566 4,8839 0,000168819
BF3 109,954 -7,475 1,214 7,678 0,824 48,560 5,2742 0,000256115
BG1 110,103 -7,425 1,858 8,247 0,538 36,605 5,5501 0,000203163
BG2 110,044 -7,487 2,029 4,486 0,493 9,918 5,6284 5,58245E-05
BG3 109,994 -7,389 3,968 4,069 0,252 4,173 5,1027 2,12913E-05
BGB 110,172 -7,499 1,559 5,658 0,641 20,534 6,1154 0,000125575
BH1 110,181 -7,632 5,893 2,752 0,170 1,285 6,9067 8,87629E-06
BH2 110,411 -7,527 1,697 6,915 0,589 28,178 6,8073 0,000191814
BH3 110,337 -7,437 2,630 5,057 0,380 9,724 6,1267 5,95743E-05
BI1 110,471 -7,580 5,590 2,109 0,179 0,796 7,2461 5,76559E-06
BI2 110,554 -7,533 7,177 3,376 0,139 1,588 6,7654 1,07437E-05
BI3 110,445 -7,608 0,885 1,768 1,130 3,532 7,4942 2,64695E-05
BI4 110,530 -7,606 1,096 1,747 0,912 2,785 7,3913 2,05824E-05
BIB 110,445 -7,608 0,885 2,162 1,130 5,282 7,4942 3,95816E-05
BJ1 110,639 -7,770 4,386 1,735 0,228 0,686 8,3237 5,7128E-06
BJ2 110,760 -7,843 3,012 1,239 0,332 0,510 7,6620 3,90508E-06
BK1 110,846 -7,861 14,240 2,107 0,070 0,312 6,9930 2,18012E-06
BK2 110,881 -7,659 1,321 1,757 0,757 2,337 6,1605 1,43965E-05
BK3 110,986 -7,728 3,494 4,447 0,286 5,660 5,8118 3,28946E-05
BKB 111,113 -7,852 4,681 3,053 0,214 1,991 5,3514 1,06558E-05
CE1 109,720 -7,243 3,638 2,955 0,275 2,400 4,0253 9,66155E-06
CE2 109,603 -7,251 2,734 3,064 0,366 3,434 3,8053 1,30667E-05
CE3 109,582 -7,100 2,239 5,744 0,447 14,736 3,5044 5,16403E-05
CF1 109,909 -7,273 1,354 5,411 0,739 21,624 4,5201 9,77429E-05
CF2 109,850 -7,197 9,692 1,208 0,103 0,151 4,1906 6,30955E-07
CF3 109,807 -7,200 2,392 7,314 0,418 22,364 4,1101 9,1918E-05
CFB 109,956 -7,137 2,684 5,437 0,373 11,014 4,2225 4,65061E-05
CG1 109,990 -7,270 0,702 2,179 1,425 6,764 4,6897 3,17193E-05
CG2 110,038 -7,177 6,181 1,977 0,162 0,632 4,4802 2,83305E-06
CG3 110,139 -7,359 5,497 2,083 0,182 0,789 5,3509 4,22353E-06
CG4 110,138 -7,360 2,844 2,469 0,352 2,143 5,3530 1,14739E-05
CH1 110,241 -7,274 1,229 4,169 0,814 14,142 5,1565 7,29227E-05
CH2 110,353 -7,225 1,375 1,513 0,727 1,665 5,0435 8,39665E-06
CHB 110,400 -7,335 10,379 5,012 0,096 2,420 5,5941 1,35393E-05
CI1 110,502 -7,450 7,115 3,306 0,141 1,536 6,2591 9,6148E-06
CI2 110,622 -7,417 5,145 2,283 0,194 1,013 5,9079 5,98495E-06
CI3 110,561 -7,225 2,805 1,866 0,357 1,241 5,0300 6,24392E-06
55
CJ1 110,692 -7,519 7,766 2,399 0,129 0,741 6,3117 4,67742E-06
CJ2 110,738 -7,359 16,277 2,121 0,061 0,276 5,3812 1,48726E-06
CJ3 110,834 -7,456 3,789 2,535 0,264 1,696 5,5464 9,40674E-06
CJB 110,834 -7,456 3,824 2,349 0,262 1,443 5,5464 8,00306E-06
CK1 111,134 -7,638 13,135 3,268 0,076 0,813 4,9672 4,03877E-06
CK2 110,921 -7,355 7,169 3,741 0,139 1,952 4,9227 9,60985E-06
CK3 111,110 -7,492 3,468 1,745 0,288 0,878 4,7486 4,16942E-06
CK4 110,958 -7,482 0,918 1,600 1,089 2,789 5,2291 1,45823E-05
CK6 111,031 -7,590 7,313 3,671 0,137 1,843 5,2723 9,71576E-06
DE1 109,803 -6,966 4,076 3,866 0,245 3,667 3,5723 1,30988E-05
DEB 109,736 -7,034 3,974 5,241 0,252 6,912 3,6146 2,49838E-05
DG1 110,083 -7,090 7,487 2,157 0,134 0,621 4,2720 2,65472E-06
DGB 110,214 -7,057 5,189 3,355 0,193 2,169 4,3089 9,34697E-06
DH1 110,430 -7,112 4,839 1,785 0,207 0,658 4,6087 3,03458E-06
DH2 110,320 -7,148 2,014 2,941 0,497 4,295 4,7082 2,02203E-05
DH3 110,473 -7,208 6,218 5,760 0,161 5,336 4,9933 2,66428E-05
DI1 110,600 -7,171 6,798 4,986 0,147 3,657 4,7798 1,74798E-05
DI2 110,675 -7,038 0,679 4,968 1,473 36,349 4,2481 0,000154415
DI3 110,672 -7,038 0,664 4,834 1,506 35,192 4,2513 0,000149612
DIB 110,554 -7,090 1,193 1,811 0,838 2,749 4,5003 1,2372E-05
DJ1 110,737 -7,238 11,121 2,488 0,090 0,557 4,8855 2,71936E-06
DJ2 110,765 -7,110 6,124 2,767 0,163 1,250 4,3913 5,49001E-06
DJ3 110,859 -7,278 6,631 1,787 0,151 0,482 4,8082 2,31555E-06
DK1 111,129 -7,329 5,938 1,643 0,168 0,455 4,3169 1,96248E-06
DK2 111,099 -7,209 8,966 1,069 0,112 0,127 4,1032 5,22973E-07
DK3 110,926 -7,151 13,121 2,561 0,076 0,500 4,2788 2,13881E-06
DKB 111,035 -7,323 8,306 3,079 0,120 1,141 4,5370 5,17838E-06
DL1 111,232 -7,205 5,211 2,859 0,192 1,569 3,8239 5,99806E-06
NG1 110,345 -5,799 1,895 5,349 0,528 15,099 1,9363 2,92355E-05
NG2 110,442 -5,881 9,741 2,862 0,103 0,841 2,0317 1,70844E-06
NJ1 110,751 -6,512 13,669 1,173 0,073 0,101 2,9238 2,94308E-07
NJ2 110,940 -6,418 10,969 1,225 0,091 0,137 2,6768 3,66201E-07
NJ3 110,963 -6,588 6,647 2,761 0,150 1,147 2,9501 3,38333E-06
NJ4 110,784 -6,608 8,364 2,424 0,120 0,703 3,0931 2,17295E-06
NJ5 110,860 -6,954 11,820 3,171 0,085 0,851 3,8275 3,25602E-06
NJ6 110,608 -6,870 0,786 2,976 1,272 11,268 3,7871 4,26729E-05
NJ7 110,959 -6,776 5,778 1,354 0,173 0,317 3,3172 1,05253E-06
NJ8 110,811 -6,726 1,941 2,751 0,515 3,899 3,3238 1,29597E-05
NK1 111,227 -6,949 0,786 2,710 1,272 9,344 3,3467 3,12705E-05
NK2 111,002 -7,071 0,894 2,444 1,119 6,681 3,9411 2,63322E-05
NK3 111,087 -6,878 7,791 3,136 0,128 1,262 3,3935 4,28358E-06
56
NK4 111,087 -6,878 0,786 1,431 1,272 2,605 3,3935 8,84106E-06
NK5 111,124 -7,052 4,139 2,967 0,242 2,127 3,7046 7,87909E-06
NK6 111,227 -6,756 0,979 1,861 1,021 3,538 3,0099 1,06477E-05
NKB 110,997 -6,958 9,012 3,293 0,111 1,203 3,6780 4,42567E-06
NL1 111,341 -7,062 1,079 1,915 0,927 3,399 3,3677 1,1446E-05
NL2 111,521 -6,789 10,531 3,756 0,095 1,340 2,7267 3,65272E-06
NL3 111,503 -6,666 6,948 2,321 0,144 0,775 2,5912 2,00908E-06
NL4 111,376 -6,833 6,055 2,054 0,165 0,697 2,9614 2,06341E-06
NL5 111,480 -6,952 5,566 2,235 0,180 0,897 2,9943 2,68728E-06
57
Lampiran 2: Data Kejadian Gempa Bumi di Daerah Penelitian Periode 1965-
2018
Date/Time Latitude Longitude Depth Mag
2018-11-29 T20:42:05.420Z -8,7025 109,7932 89,24 5
2018-08-28 T18:36:32.910Z -9,0219 110,1451 40 5,2
2017-08-03 T16:14:23.470Z -8,1608 108,9879 63,18 5
2017-01-02 T21:02:25.190Z -8,7459 108,7974 38,14 5,2
2016-11-11 T00:26:46.780Z -8,8241 111,4821 61,73 5
2016-02-25 T23:35:19.300Z -8,7463 111,5091 57,44 5,1
2015-11-11 T11:45:23.890Z -8,9416 110,2187 83,02 5,5
2015-07-24 T21:44:38.920Z -8,2477 108,9163 48 5,5
2014-07-14 T05:05:03.200Z -8,8188 111,2529 52,51 5,5
2014-04-18 T13:33:36.010Z -9,0559 110,3444 15,37 5,3
2014-01-27 T16:14:00.800Z -8,0452 109,2927 87,85 5
2014-01-25 T05:25:16.000Z -8,0009 109,3003 84,51 5,2
2014-01-25 T05:14:18.510Z -7,9855 109,2653 66 6,1
2013-08-08 T10:45:58.200Z -8,6243 110,9786 9,45 5,3
2011-11-24 T03:55:36.540Z -8,644 109,888 90 5,1
2011-05-28 T20:28:55.840Z -8,756 108,754 45,3 5,1
2010-12-21 T03:59:38.350Z -8,7 111,197 54,6 5,6
2010-11-09 T07:03:30.360Z -8,634 110,026 63 5,4
2010-06-18 T14:42:53.310Z -8,58 111,34 73,9 5
2009-07-31 T14:56:16.480Z -8,795 108,744 17,5 5,4
2008-07-20 T06:11:08.200Z -8,636 111,225 77,8 5,3
2008-02-03 T10:55:33.480Z -8,617 111,521 35 5,1
2006-12-31 T13:12:49.520Z -8,257 111,672 139,9 5
2006-09-21 T18:54:50.050Z -9,05 110,365 25 6
58
2006-05-26 T22:53:58.920Z -7,961 110,446 12,5 6,3
2004-12-12 T15:05:30.330Z -8,837 108,616 48,5 5
2004-08-19 T06:33:31.360Z -8,291 109,794 79,9 5,2
2003-09-16 T16:41:15.720Z -7,962 111,687 91,3 5
2003-09-08 T06:26:32.230Z -8,55 110,189 50,6 5,9
2003-07-19 T21:20:37.010Z -8,682 111,227 56,2 5,9
2003-01-06 T21:16:01.190Z -8,609 110,645 116,4 5,1
2001-10-14 T01:10:45.610Z -8,598 110,633 67,2 5,8
2001-05-25 T05:06:10.680Z -7,869 110,179 143,1 6,3
2001-01-07 T12:55:46.890Z -8,703 108,893 33 5,4
2000-04-03 T11:13:17.970Z -8,652 110,701 82,8 5
2000-01-29 T08:13:10.730Z -8,633 111,137 60,7 5,4
1999-02-04 T12:34:34.490Z -8,965 110,507 100,5 5,3
1999-01-26 T15:53:26.950Z -8,239 108,724 96 5,3
1997-07-12 T22:49:17.130Z -9,045 110,527 33 5,3
1995-07-27 T12:21:32.430Z -8,683 111,206 71,5 5,4
1995-05-05 T17:19:19.390Z -8,725 111,034 76,5 5,9
1995-05-05 T10:09:06.580Z -8,919 110,335 67,1 5,4
1995-02-24 T16:44:07.570Z -8,834 110,778 93,9 5
1994-07-01 T01:57:57.160Z -7,96 109,137 101,4 5,1
1994-03-13 T10:50:11.150Z -7,666 111,429 97,2 5
1993-08-26 T01:43:10.470Z -8,672 110,358 66,4 5,3
1993-04-10 T17:58:07.250Z -8,387 111,254 88,2 5
1993-03-22 T05:24:56.030Z -8,664 110,882 52,4 5,1
1992-11-21 T03:04:08.050Z -8,643 110,423 47,9 5,5
1992-07-05 T06:00:51.370Z -7,671 111,268 33 5,1
59
1992-06-09 T00:31:56.310Z -8,474 111,1 63,9 6,1
1992-02-04 T01:58:39.740Z -7,138 109,067 58,3 5,1
1991-07-04 T06:54:16.180Z -8,439 111,021 114,2 5,3
1991-06-02 T16:50:11.440Z -8,67 111,409 88,4 5,1
1990-12-09 T05:26:49.670Z -8,676 110,587 33 5
1990-11-08 T14:10:42.240Z -8,549 108,939 73,6 5,3
1990-06-18 T16:52:55.260Z -8,813 111,235 33 5
1990-05-21 T13:24:36.690Z -8,137 109,043 27,5 5,6
1990-01-14 T07:08:53.810Z -8,208 108,818 88,8 5
1989-09-12 T15:29:15.480Z -9,011 110,521 48,3 5,5
1989-09-12 T08:55:57.920Z -9,017 110,503 33 5,6
1988-09-25 T07:01:14.180Z -7,455 109,418 150,6 5,3
1987-11-18 T01:34:00.140Z -8,094 108,793 65,5 5,5
1986-03-09 T08:41:56.680Z -8,217 111,693 117 5,3
1985-09-11 T08:57:44.980Z -8,018 108,848 96,2 5,1
1985-07-23 T03:23:17.030Z -8,573 110,618 87,7 5,2
1985-07-09 T13:26:57.990Z -8,503 110,306 58,9 5,7
1985-04-23 T22:10:38.700Z -8,746 111,333 33 5,4
1984-07-16 T03:27:57.280Z -8,572 111,474 105,4 5
1984-05-03 T12:28:51.790Z -8,569 111,338 85,6 5,5
1984-01-30 T17:34:20.600Z -6,658 108,979 263,8 5
1983-11-01 T07:28:37.800Z -8,765 111,425 77,8 5,1
1983-08-17 T09:29:50.040Z -8,721 111,224 71,7 5,4
1983-08-13 T22:28:19.620Z -8,667 111,24 81,2 5,9
1983-08-12 T11:50:46.790Z -8,939 111,406 89,7 5,1
1982-10-28 T15:30:14.740Z -7,993 109,093 96,3 5,2
60
1982-10-26 T12:44:21.900Z -7,403 108,744 153 5,6
1981-03-13 T23:22:35.170Z -8,759 110,428 51 5,6
1980-04-16 T12:23:48.300Z -8,113 108,744 80 5,7
1980-04-16 T12:18:20.600Z -8,082 108,793 84 5,8
1979-10-07 T19:27:49.000Z -7,672 110,755 180 5,2
1979-08-08 T08:42:16.200Z -7,035 108,965 206 5,1
1979-08-07 T04:41:52.900Z -8,714 108,856 69 5,6
1979-07-29 T22:34:43.900Z -8,291 109,783 94 5
1979-05-15 T01:06:12.900Z -8,163 111,765 81 5
1979-05-14 T09:14:21.700Z -7,668 111,199 37 5,1
1977-11-23 T16:11:16.100Z -8,963 110,407 82 5,2
1977-08-08 T01:42:55.600Z -7,775 109,198 113 5,2
1977-07-18 T18:11:41.100Z -8,614 110,328 74 5,3
1977-01-01 T17:35:54.900Z -7,885 109,014 113 5,7
1976-02-14 T20:31:38.200Z -8,082 108,607 53 5,9
1974-11-08 T02:26:33.300Z -8,194 110,448 106 5
1974-05-21 T07:57:11.100Z -8,612 111,267 88 5,3
1974-03-25 T16:31:45.000Z -8,28 108,935 92 5,2
1971-07-03 T08:10:05.000Z -8,39 111,361 60,9 5,6
1965-11-23 T16:31:06.000Z -8,666 111,103 55 5,8
1965-01-17 T20:57:41.000Z -6,807 108,988 227,9 5,9
61
Lampiran 3. Kurva H/V Hasil Pengolahan Sinyal Mikrotremor
Titik Kurva HVSR Kriteria
AE1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,684 > 0,4
2. Terpenuhi 2069,1 > 200
3. Terpenuhi 0,112 < 2
AE2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,171 > 0,4
2. Terpenuhi 18358 > 200
3. Terpenuhi 0,635 < 2
AE3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 11,626 > 0,4
2. Terpenuhi 23833 > 200
3. Terpenuhi 1,612 < 2
62
AF1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,029 > 0,4
2. Terpenuhi 6442,07 > 200
3. Terpenuhi 0,219 < 2
AF1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,246 > 0,4
2. Terpenuhi 29356,05 > 200
3. Terpenuhi 0,568 < 2
AF2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,105 > 0,4
2. Terpenuhi 23707,125 > 200
3. Terpenuhi 0,475 < 2
63
AF3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,744 > 0,4
2. Terpenuhi 5144 > 200
3. Terpenuhi 0,292 < 2
AF4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,263 > 0,4
2. Terpenuhi 23342,97 > 200
3. Terpenuhi 0,387 < 2
AFB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,586 > 0,4
2. Terpenuhi 23709,6 > 200
3. Terpenuhi 0,569 < 2
64
AG1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,471 > 0,4
2. Terpenuhi 15983,82 > 200
3. Terpenuhi 0,568 < 2
AG2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,835 > 0,4
2. Terpenuhi 5917,87 > 200
3. Terpenuhi 0,324 < 2
AG3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 14,289 > 0,4
2. Terpenuhi 48225,37 > 200
3. Terpenuhi 0,569 < 2
65
AG4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,152 > 0,4
2. Terpenuhi 35532 > 200
3. Terpenuhi 0,554 < 2
AH1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,442 > 0,4
2. Terpenuhi 34197 > 200
3. Terpenuhi 0,864 < 2
AH2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,141 > 0,4
2. Terpenuhi 16580,7 > 200
3. Terpenuhi 0,648 < 2
66
AH3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,704 > 0,4
2. Terpenuhi 35177 > 200
Terpenuhi 1,065 < 2
AH4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,798 > 0,4
2. Terpenuhi 9583,15 > 200
3. Terpenuhi 0,133 < 2
AH5
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 11,874 > 0,4
2. Terpenuhi 11280,3 > 200
Terpenuhi 1,265 < 2
67
AHB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,271 > 0,4
2. Terpenuhi 6325 > 200
3. Terpenuhi 0,275 < 2
AI1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,351 > 0,4
2. Terpenuhi 19397,37 > 200
3. Terpenuhi 0,455 < 2
AI2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,244 > 0,4
2. Terpenuhi 31891,8 > 200
3. Terpenuhi 0,882 < 2
68
AI3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,943 > 0,4
2. Terpenuhi 20481,85 > 200
3. Terpenuhi 0,423 < 2
AI4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,050 > 0,4
2. Terpenuhi 8837 > 200
3. Terpenuhi 0,432 < 2
AJ1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 11,673 > 0,4
2. Terpenuhi 36478 > 200
3. Terpenuhi 0,806 < 2
69
AJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,621 > 0,4
2. Terpenuhi 20376 > 200
3. Terpenuhi 0,208 < 2
AJB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,041 > 0,4
2. Terpenuhi 11265,6 > 200
3. Terpenuhi 0,857 < 2
AK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,770 > 0,4
2. Terpenuhi 13477,75 > 200
3. Terpenuhi 0,408 < 2
70
AK2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,755 > 0,4
2. Terpenuhi 36835 > 200
3. Terpenuhi 0,557 < 2
AK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,319 > 0,4
2. Terpenuhi 27660 > 200
3. Terpenuhi 1,279 < 2
AK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,024 > 0,4
2. Terpenuhi 29124,2 > 200
3. Terpenuhi 1,248 < 2
71
AK4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,305 > 0,4
2. Terpenuhi 10162,87 > 200
3. Terpenuhi 0,437 < 2
AK5
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,712 > 0,4
2. Terpenuhi 813,6 > 200
3. Terpenuhi 0,165 < 2
AK6
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,809 > 0,4
2. Terpenuhi 12022,5 > 200
3. Terpenuhi 0,493 < 2
72
AK7
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,114 > 0,4
2. Terpenuhi 16202,1 > 200
3. Terpenuhi 0,685 < 2
AK8
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 15,781 > 0,4
2. Terpenuhi 55628,02 > 200
3. Terpenuhi 1,345 < 2
AL1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,179 > 0,4
2. Terpenuhi 10967,55 > 200
3. Terpenuhi 0,170 < 2
73
AL2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,677 > 0,4
2. Terpenuhi 12042,17 > 200
3. Terpenuhi 0,303 < 2
AL3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,009 > 0,4
2. Terpenuhi 23830,6 > 200
3. Terpenuhi 0,679 < 2
AL4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 12,239 > 0,4
2. Terpenuhi 23254 > 200
3. Terpenuhi 1,458 < 2
74
BE1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,909 > 0,4
2. Terpenuhi 9672,42 > 200
3. Terpenuhi 0,146 < 2
BE2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,927 > 0,4
2. Terpenuhi 10390,85 > 200
3. Terpenuhi 0,336 < 2
BE3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,219 > 0,4
2. Terpenuhi 29731,27 > 200
3. Terpenuhi 0,997 < 2
75
BEB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,602 > 0,4
2. Terpenuhi 12967,2 > 200
3. Terpenuhi 0,299 < 2
BF1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,283 > 0,4
2. Terpenuhi 4330,12 > 200
3. Terpenuhi 0,053 < 2
BF2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,073 > 0,4
2. Terpenuhi 2643,07 > 200
3. Terpenuhi 0,148 < 2
76
BF3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,214 > 0,4
2. Terpenuhi 4400,75 > 200
3. Terpenuhi 0,113 < 2
BG1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,858 > 0,4
2. Terpenuhi 5666,9 > 200
3. Terpenuhi 0,073 < 2
BG2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,029 > 0,4
2. Terpenuhi 7304,4 > 200
3. Terpenuhi 0,089 < 2
77
BG3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,968 > 0,4
2. Terpenuhi 14185,6 > 200
3. Terpenuhi 0,372 < 2
BGB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,559 > 0,4
2. Terpenuhi 5612,4 > 200
3. Terpenuhi 0,058 < 2
BH1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,893 > 0,4
2. Terpenuhi 19888,87 > 200
3. Terpenuhi 0,122 < 2
78
BH2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,221 > 0,4
2. Terpenuhi 22084 > 200
3. Terpenuhi 0,558 < 2
BH3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,630 > 0,4
2. Terpenuhi 9533,75 > 200
3. Terpenuhi 0,314 < 2
BI1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,590 > 0,4
2. Terpenuhi 20263,75 > 200
3. Terpenuhi 0,454 < 2
79
BI2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,177 > 0,4
2. Terpenuhi 21889,85 > 200
3. Terpenuhi 0,322 < 2
BI3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,885 > 0,4
2. Terpenuhi 885 > 200
3. Terpenuhi 0,155 < 2
BI4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,096 > 0,4
2. Terpenuhi 3863,4 > 200
3. Terpenuhi 0,147 < 2
80
BIB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,885 > 0,4
2. Tidak Terpenuhi 110,62 < 200
3. Terpenuhi 0,094 < 2
BJ1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,386 > 0,4
2. Terpenuhi 15899,25 > 200
3. Terpenuhi 0,710 < 2
BJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 14,183 > 0,4
2. Terpenuhi 29075,15 > 200
3. Terpenuhi 0,907 < 2
81
BJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,012 > 0,4
2. Terpenuhi 6174,6 > 200
3. Terpenuhi 0,293 < 2
BK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 14,240 > 0,4
2. Terpenuhi 12104 > 200
3. Terpenuhi 0,171 < 2
BK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 14,240 > 0,4
2. Terpenuhi 25276 > 200
3. Terpenuhi 0,171 < 2
82
BK2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,321 > 0,4
2. Terpenuhi 4689,55 > 200
3. Terpenuhi 0,282 < 2
BK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,494 > 0,4
2. Terpenuhi 9695,85 > 200
3. Terpenuhi 0,279 < 2
BKB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,681 > 0,4
2. Terpenuhi 16851,6 > 200
3. Terpenuhi 0,386 < 2
83
CE1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 13,219 > 0,4
2. Terpenuhi 32056 > 200
3. Terpenuhi 0,635 < 2
CE2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,734 > 0,4
2. Terpenuhi 9910,75 > 200
3. Terpenuhi 0,372 < 2
CE3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,239 > 0,4
2. Terpenuhi 7556,62 > 200
3. Terpenuhi 0,184 < 2
84
CF1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,354 > 0,4
2. Terpenuhi 4908,25 > 200
3. Terpenuhi 0,107 < 2
CF2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,692 > 0,4
2. Terpenuhi 34891,2 > 200
3. Terpenuhi 0,640 < 2
CF3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,392 > 0,4
2. Terpenuhi 8073 > 200
3. Terpenuhi 0,157 < 2
85
CFB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,684 > 0,4
2. Terpenuhi 9662,4 > 200
3. Terpenuhi 0,246 < 2
CG1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,702 > 0,4
2. Terpenuhi 2527,2 > 200
3. Terpenuhi 0,126 < 2
CG2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,149 > 0,4
2. Terpenuhi 7467,77 > 200
3. Terpenuhi 0,251 < 2
86
CG2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,181 > 0,4
2. Terpenuhi 21478,97 > 200
3. Terpenuhi 0,616 < 2
CG3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,497 > 0,4
2. Terpenuhi 18552,37 > 200
3. Terpenuhi 0,476 < 2
CG4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,844 > 0,4
2. Terpenuhi 10309,5 > 200
3. Terpenuhi 0,307 < 2
87
CH1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,229 > 0,4
2. Terpenuhi 4393,67 > 200
3. Terpenuhi 0,082 < 2
CH2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,236 > 0,4
2. Terpenuhi 12813 > 200
3. Terpenuhi 0,404 < 2
CHB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,379 > 0,4
2. Terpenuhi 37364,4 > 200
3. Terpenuhi 0,353 < 2
88
CI1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,115 > 0,4
2. Terpenuhi 25436,12 > 200
3. Terpenuhi 0,322 < 2
CI2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,145 > 0,4
2. Terpenuhi 18522 > 200
3. Terpenuhi 0,470 < 2
CI3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,805 > 0,4
2. Terpenuhi 6591,75 > 200
3. Terpenuhi 0,460 < 2
89
CJ1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,766 > 0,4
2. Terpenuhi 25627,8 > 200
3. Terpenuhi 0,469 < 2
CJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,676 > 0,4
2. Terpenuhi 3411 > 200
3. Terpenuhi 0,311 < 2
CJ3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,789 > 0,4
2. Terpenuhi 8146,35 > 200
3. Terpenuhi 0,452 < 2
90
CJB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,824 > 0,4
2. Terpenuhi 13766,4 > 200
3. Terpenuhi 0,416 < 2
CK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 13,135 > 0,4
2. Terpenuhi 43017,12 > 200
3. Terpenuhi 0,559 < 2
CK2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,169 > 0,4
2. Terpenuhi 25808,4 > 200
3. Terpenuhi 0,414 < 2
91
CK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,468 > 0,4
2. Terpenuhi 10924,2 > 200
3. Terpenuhi 0,418 < 2
CK4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,918 > 0,4
2. Terpenuhi 2868,75 > 200
3. Terpenuhi 0,129 < 2
CK4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,929 > 0,4
2. Terpenuhi 21653,12 > 200
3. Terpenuhi 0,626 < 2
92
CK6
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,313 > 0,4
2. Terpenuhi 9324,07 > 200
3. Terpenuhi 0,298 < 2
DE1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,076 > 0,4
2. Terpenuhi 14062,2 > 200
3. Terpenuhi 0,405 < 2
DEB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 3,974 > 0,4
2. Terpenuhi 14,306,4 > 200
3. Terpenuhi 0,137 < 2
93
DG1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,221 > 0,4
2. Terpenuhi 7329,3 > 200
3. Terpenuhi 0,150 < 2
DGB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,189 > 0,4
2. Terpenuhi 18680,4 > 200
3. Terpenuhi 0,449 < 2
DH1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,954 > 0,4
2. Terpenuhi 38886,7 > 200
3. Terpenuhi 0,935 < 2
94
DH1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,839 > 0,4
2. Terpenuhi 17178,45 > 200
3. Terpenuhi 0,675 < 2
DH2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,748 > 0,4
2. Terpenuhi 20692 > 200
3. Terpenuhi 0,307 < 2
DH3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,218 > 0,4
2. Terpenuhi 22384,8 > 200
3. Terpenuhi 0,289 < 2
95
DI1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,798 > 0,4
2. Terpenuhi 22943,25 > 200
3. Terpenuhi 0,604 < 2
DI2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,975 > 0,4
2. Terpenuhi 17327 > 200
3. Terpenuhi 0,297 < 2
DI3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,240 > 0,4
2. Terpenuhi 13144 > 200
3. Terpenuhi 0,526 < 2
96
DIB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,193 > 0,4
2. Terpenuhi 4324,62 > 200
3. Terpenuhi 0,218 < 2
DJ1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,489 > 0,4
2. Terpenuhi 4690 > 200
3. Terpenuhi 0,275 < 2
DJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,124 > 0,4
2. Terpenuhi 21893,3 > 200
3. Terpenuhi 0,565 < 2
97
DJ3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,631 > 0,4
2. Terpenuhi 23540,05 > 200
3. Terpenuhi 0,892 < 2
DK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,938 > 0,4
2. Terpenuhi 21525,25 > 200
3. Terpenuhi 0,861 < 2
DK2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,966 > 0,4
2. Terpenuhi 32277,6 > 200
3. Terpenuhi 0,1,122 < 2
98
DK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,718 > 0,4
2. Terpenuhi 20825 > 200
3. Terpenuhi 0,829 < 2
DKB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,306 > 0,4
2. Terpenuhi 29901,6 > 200
3. Terpenuhi 0,590 < 2
DL1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,211 > 0,4
2. Terpenuhi 17847,67 > 200
3. Terpenuhi 0,568 < 2
99
NG1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 1,895 > 0,4
2. Terpenuhi 6822 > 200
3. Terpenuhi 0,146 < 2
NG2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,741 > 0,4
2. Terpenuhi 35067,6 > 200
3. Terpenuhi 0,308 < 2
NJ1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 13,669 > 0,4
2. Terpenuhi 28021,45 > 200
3. Terpenuhi 0,803 < 2
100
NJ2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,969 > 0,4
2. Terpenuhi 32358,55 > 200
3. Terpenuhi 1,323 < 2
NJ3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,647 > 0,4
2. Terpenuhi 14124 > 200
3. Terpenuhi 0,407 < 2
NJ4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 8,364 > 0,4
2. Terpenuhi 28437,6 > 200
3. Terpenuhi 0,591 < 2
101
NJ5
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 11,820 > 0,4
2. Terpenuhi 42552 > 200
3. Terpenuhi 0,661 < 2
NJ6
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,786 > 0,4
2. Terpenuhi 2534,85 > 200
3. Terpenuhi 0,137 < 2
NJ7
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,778 > 0,4
2. Terpenuhi 20945,25 > 200
3. Terpenuhi 0,443 < 2
102
NJ8
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,811 > 0,4
2. Terpenuhi 1,479 > 200
3. Terpenuhi 0,238 < 2
NK1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,752 > 0,4
2. Terpenuhi 9632 > 200
3. Terpenuhi 0,276 < 2
NK2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,577 > 0,4
2. Terpenuhi 62404 > 200
3. Terpenuhi 1,162 < 2
103
NK3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,791 > 0,4
2. Terpenuhi 55510,87 > 200
3. Terpenuhi 0,768 < 2
NK4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 7,042 > 0,4
2. Terpenuhi 23766 > 200
3. Terpenuhi 0,901 < 2
NK5
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 4,139 > 0,4
2. Terpenuhi 29904,27 > 200
3. Terpenuhi 0,389 < 2
104
NK6
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 0,979 > 0,4
2. Terpenuhi 6901,95 > 200
3. Terpenuhi 0,134 < 2
NKB
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 9,012 > 0,4
2. Terpenuhi 52945,5 > 200
3. Terpenuhi 1,199 < 2
NL1
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 15,829 > 0,4
2. Terpenuhi 46299 > 200
3. Terpenuhi 0,942 < 2
105
NL2
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 10,531 > 0,4
2. Terpenuhi 73190,45 > 200
3. Terpenuhi 0,469 < 2
NL3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,948 > 0,4
2. Terpenuhi 50025,6 > 200
3. Terpenuhi 0,626 < 2
NL3
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 2,784 > 0,4
2. Terpenuhi 20044,8 > 200
3. Terpenuhi 0,417 < 2
106
NL4
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 6,055 > 0,4
2. Terpenuhi 43747,37 > 200
3. Terpenuhi 0,568 < 2
NL5
Kriteria Reliable
1. Terpenuhi 5,566 > 0,4
2. Terpenuhi 39936,05 > 200
3. Terpenuhi 0,319 < 2
107
Lampiran 4. Proses Pengolahan Data Mikrotremor Menggunakan Software
Sessaray Geopsy
Data mikrotremor yang diperoleh diolah menggunakan software Sessaray
Geopsy untuk melakukan cutting sinyal tanpa noise dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Buka software Geopsy → klik OK pada jendela preferences.
2. Pada menu File, pilih Import Signals kemudian pilih data yang sudah
tersimpan dalam format .mseed.
Gambar L1. Tampilan proses Import Signals
3. Data yang telah dipilih akan muncul seperti Gambar L2.
Gambar L2. Tampilan sinyal yang telah diimport pada software Geopsy
4. Klik H/V pada toolbar. Pada bagian Time, pilih 25 sekon untuk Length
Window. Kemudian di bagian Output → Frequency Sampling (dari 0,50 Hz
108
sampai 20 Hz). Sedangkan pada bagian Processing → Konno Omachi,
Smoothing → 20,00 dan Horizontal Components → Square Average. Setelah
selesai semuanya, klik Start.
Gambar L3. Tampilan H/V Toolbox pada bagian Time, Processing, dan Output.
5. Akan muncul hasil pengolahan sinyal mikrotremor berupa kurva H/V.
Gambar L4. Tampilan kurva H/V
6. Kurva H/V disimpan dalam bentuk gambar dengan cara memilih menu File →
Export, dan file disimpan dalam format .jpg.