bab i (alergi)

4
BAB I PENDAHULUAN A. Insidens dan Prevalensi Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian alergi terus meningkat tajam baik di dalam negeri maupun luar negeri. World Allergy Organization (WAO) menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun. Alergi makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan (zat kimia) makanan. Alergi makanan dapat mengganggu fungsi otak dan sistem organ tubuh serta mempengaruhi kualitas hidup seseorang (Candra, Setiarini, & Rengganis, 2011). Meningkatnya angka kejadian alergi selama 20 tahun terakhir dapat menimbulkan masalah bagi dunia kesehatan. Alergi ditimbulkan karena perubahan reaksi tubuh (menjadi rentan) terhadap suatu bahan yang ada dalam lingkungan hidup kita sehari-hari (Baratawidjaja, 1991 dikutip dalam (Candra, Setiarini, & Rengganis, 2011). Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya. Ada berbagai cara alergen masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernafasan (alergen inhalatif/alergi hirup), alergen kontak, melalui suntikan atau sengatan, dan alergi makanan. Alergi makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan (zat kimia) makanan dan merupakan jenis alergi yang mengkhawatirkan. Kejadian alergi makanan merupakan ancaman bagi masyarakat karena makanan merupakan kebutuhan pokok, tetapi makanan juga dapat membahayakan

Upload: fuad-amir-jr

Post on 04-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

alergi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I (Alergi)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Insidens dan PrevalensiDalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian alergi terus meningkat tajam

baik di dalam negeri maupun luar negeri. World Allergy Organization (WAO) menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun. Alergi makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan (zat kimia) makanan. Alergi makanan dapat mengganggu fungsi otak dan sistem organ tubuh serta mempengaruhi kualitas hidup seseorang (Candra, Setiarini, & Rengganis, 2011).

Meningkatnya angka kejadian alergi selama 20 tahun terakhir dapat menimbulkan masalah bagi dunia kesehatan. Alergi ditimbulkan karena perubahan reaksi tubuh (menjadi rentan) terhadap suatu bahan yang ada dalam lingkungan hidup kita sehari-hari (Baratawidjaja, 1991 dikutip dalam (Candra,Setiarini, & Rengganis, 2011). Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya. Ada berbagai cara alergen masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernafasan (alergen inhalatif/alergi hirup), alergen kontak, melalui suntikan atau sengatan, dan alergi makanan.

Alergi makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan (zat kimia) makanan dan merupakan jenis alergi yang mengkhawatirkan. Kejadian alergi makanan merupakan ancaman bagi masyarakat karena makanan merupakan kebutuhan pokok, tetapi makanan juga dapat membahayakan jiwa. Kejadian alergi makanan dipengaruhi oleh genetik, umur, jenis kelamin, pola makan, jenis makanan awal, jenis makanan, dan faktor lingkungan. Penyakit alergi merupakan gangguan kronik yang umum terjadi pada anak-anak dan dewasa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Oehling et al. dalam Prawirohartono, pada 400 anak umur 3-12 tahun didapatkan data bahwa 60% penderita alergi makanan adalah perempuan dan 40% laki-laki.7 Pola makan (eating habits) juga memberi pengaruh terhadap reaksi tubuh, contohnya populasi di Skandinavia sering menderita alergi terhadap ikan.

Prevalensi alergi makanan di Indonesia adalah 5-11%. Prevalensi alergi makanan yang kecil ini dapat terjadi karena masih banyak masyarakat yang tidak melakukan tes alergi untuk memastikan apakah mereka positif alergi makanan atau tidak. Persepsi mereka, jika setelah makan makanan tertentu (telur, kepiting, udang, dan lain-lain) mereka merasa gatal-gatal, maka mereka menganggap bahwa mereka alergi terhadap makanan itu sehingga data yang ada tidak cukup mewakili.

Page 2: BAB I (Alergi)

Sengatan lebah dapat menimbulkan reaksi alergi dengan gejala klinik berupa reaksi lokal atau sistemik. Reaksi lokal berupa rasa nyeri, bengkak dan kemerahan di sekitar tempat sengatan. Reaksi sistemik berupa reaksi yang melibatkan berbagai organ sampai reaksi anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian. Kematian akibat sengatan lebah dilaporkan 40 sampai 50 kasus per tahun di Amerika Serikat. Prevalensi reaksi alergi akibat sengatan lebah bervariasi antara 0,4 sampai 4% bahkan lebih, dengan angka mortalitasnya berkisar antara 0,09 sampai 0,45 per sejuta populasi setiap tahun. Dilaporkan terjadinya reaksi anafilaksis selama 5 tahun pengamatan, 15% dari seluruh kasus disebabkan sengatan lebah. Namun belum diperoleh angka laporan kasus tersebut di Indonesia. Manifestasi alergi akibat sengatan lebah bergantung pada pembentukan antibodi terhadap substansi antigen pada bisa lebah. Gambaran klinis dapat berupa reaksi hipersensitifitas tipe lambat atau reaksi hipersensitifitas tipe cepat yang dapat mengancam kehidupan dan memerlukan penanganan yang tepat dan cepat (Faisal & Loebis, Desember 2004).

Alergi obat merupakan reaksi adversi yang tidak dapat diprediksi pada individu yang rentan yang didasari reaksi imunologis. Kejadian alergi obat sekitar 5-10% dari seluruh reaksi adversi terhadap obat; dan alergi obat dapat bersifat fatal dijumpai pada 0,1% dari penderita yang mengalami rawat inap. Mekanisme alergi obat menurut Gell dan Coombs diklasifikasikan menjadi; reaksi tipe I, reaksi tipe II, reaksi tipe III, dan reaksi tipe IV. Namun pada aplikasi kasus sering dijumpai kendala dalam pengelompokan reaksi alergi obat yang terjadi oleh karena sebagian besar mekanisme alergi obat belum diketahui.

Gambaran klinis alergi obat sangat bervariasi, dapat ringan sampai berat, dapat melibatkan sistem kulit dan sub kutis bahkan sampai ke organ-organ vital. Pendekatan diagnosis alergi obat berdasarkan anamnesis yang teliti dan kronologis, diagnosis fisik, disamping ditunjang dengan pemeriksaan lainnya seperti : Skin Prick Test, Skin Patch Test, Radioallergosorbens Test (RAST) dan TP (test provokasi-direct challenge test).

B. Masalah Lain Terlibat Kasus1. Hasil survey di Amerika Serikat, sebanyak 24% anak yang menderita alergi,

terbatas aktivitasnya dan tersita 14 juta hari untuk sekolah.2. Seorang anak dengan penyakit alergi akan mempunyai persoalan belajar ataupun

kurangnya kesempatan bermain dengan teman sebaya. Remaja dan pemuda yang biasa aktif akan terganggu kegitan dan aktivitas sosialnya.

C. Temuan Riset Terkait Kasus

1. Dari 208 orang yang berkunjung ke Poli Alergi Imunologi RSCM tahun 2007 terdapat 102 orang (49%) yang sensitif terhadap alergi terhadap makanan (Candra,Setiarini, & Rengganis, 2011)

2. Dermatitis atopi adalah penyakit menahun dengan angka kejadian 10% dan sering merupakan manifestasi klinis pertama

Page 3: BAB I (Alergi)

penyakit atopi dan mempunyai awitan pada tahun pertama kehidupan (sekitar usia 6 bulan). (Siregar, Juni 2000)

3.D. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertibahan alergi2. Menjelaskan etiologi alergi3. Menjelaskan patofisiolofi alergi4. Menjelaskan menifestasi klinis alergi5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik alergi6. Menjelaskan aushan keperawatan alergi